SKRIPSI
Disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Pendidikan Tata Boga
Disusun Oleh:
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
PRODI PENDIDIKAN TATA BOGA S1
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.3 Batasan Masalah.......................................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................................5
1.6 Penegasan Istilah......................................................................................................6
1.7 Sistematika Skripsi...................................................................................................8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI...........................................................
2.1 Kajian Tentang Waffle...........................................................................................10
2.2 Tinjauan Umum Tentang Pisang............................................................................22
2.3 Tinjauan Tentang Kulit Pisang...............................................................................26
2.4 Tinjauan Tentang Tepung Kulit Pisang Raja..........................................................27
2.5 Kerangka Berfikir...................................................................................................30
2.6 Hipotesis................................................................................................................32
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................................
3.1 Metode Penentuan Objek Penelitian.......................................................................33
3.2 Metode Pendekatan Penelitian................................................................................34
3.3 Metode Pengumpulan Data....................................................................................43
3.4 Alat Pengumpulan Data..........................................................................................46
3.5 Metode Analisis Data.............................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................
LAMPIRAN..................................................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL
iii
Tabel 2. 1 Kandungan nutrisi waffle per 100 gram................................................................11
Tabel 2. 2 Kandungan Gizi Tepung Terigu per 100 gram......................................................12
Tabel 2. 3 Komposisi Zat Gizi dalam 100 gram Telur Ayam Ras..........................................14
Tabel 2. 4 Kandungan Gizi Susu per 100 gram......................................................................15
Tabel 2. 5 Komposisi Zat Gizi Kulit Pisang per 100 gram bahan..........................................26
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PROPOSAL SKRIPSI
Nim : 5404417025
Fakultas : Teknik
BAB I PENDAHULUAN
1
luas di seluruh dunia sehingga setiap negara memiliki karakteristik dan
resep waffle yang berbeda-beda. Ciri khas utama kue waffle ini adalah motif
yang berbentuk kotak-kotak yang didapatkan dari cetakan waffle. Pada
umumnya, kue waffle tersebut memiliki rasa yang gurih dan sedikit manis
serta ditambah dengan tekstur yang unik seperti sarang lebah.
Makanan asal Belgia tersebut pada awalnya dimasak menggunakan
alat dan bahan sederhana. Bahan utama pembuatan kue waffle adalah
tepung, susu, telur dan garam yang dicampur dan dimasak di atas batu
panas dari api unggun serta tidak ada penambahan topping di atasnya.
Adanya perkembangan zaman, dapat ditemukan alat lempengan logam yang
dipanaskan untuk mencetak adonan waffle. Seiring berjalannya waktu, alat
yang digunakan semakin canggih dan resep mulai bervariasi serta
penambahan berbagai topping dapat menambah kenikmatan saat dimakan.
Sebagian masyarakat Barat memakan kudapan ini sebagai penutup
hidangan (dessert) atau sebagai camilan biasa.
Menurut Hochman (2009), dalam Dwi Cahyaningtyas, (2016: 16)
menjelaskan bahwa waffle merupakan sejenis kudapan khas yang berasal
dari Belgia yang diberikan berbagai macam topping seperti es krim, madu,
saus strawberry, cokelat, atau vanilla serta buah-buahan. Selain itu,
bentuknya yang beragam menjadi daya tarik untuk dimakan.
Saat ini, Indonesia kue waffle ini sangat populer dan digemari di
kalangan masyarakat. Kudapan ini sangat mudah di temukan karena banyak
yang menjualnya mulai dari pedagang kaki lima, cafe bahkan restoran.
Perbedaannya terletak pada penyajiannya yaitu rasa dan pemberian topping
yang bervariasi tergantung dari produsen yang menjualnya.
Resep waffle yang terus berkembang dapat memberikan sebuah
inovasi dengan memanfaatkan bahan yang sangat melimpah dan mudah di
temukan di Indonesia, salah satunya adalah dari kulit pisang. Kulit pisang
ini dapat dijadikan tepung, namun, tidak semua jenis kulit pisang dapat
dijadikan tepung dan salah satu yang terbaik untuk dijadikan tepung adalah
kulit pisang raja karena strukturnya hampir menyerupai tepung terigu yang
tebal, kandungan pati yang hampir sama serta kalsium yang cukup tinggi
(Sukriyadi. 2010). Tepung kulit pisang raja tersebut akan menjadi substitusi
dalam pembuatan kue waffle. Selain menambah inovasi resep waffle, tepung
2
kulit pisang raja ini dapat menjadi solusi untuk menekan impor tepung
terigu serta menambah nilai jual dari pisang itu sendiri.
Bersumber pada Rodriguez dkk (2006) serat pangan di dalam tepung
pisang sebagai subtituen tepung, dapat memberikan banyak efek fisiologis
seperti penyakit diabetes, kanker usus, kardiovaskuler, iritas usus, dan
kanker usus. Kualitas serat pangan yang bersumber dari buah-buahan lebih
baik dari sumber serat lainnya. Hal tersebut dikarenakan kandungan serat
larut yang tinggi dan kandungan asam fitat dan nilai kalorinya rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Cho dan Samuel (2009) serat dalam buah
pisang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manuasia
diantaranya adalah dapat menngkatkan kesehatan pencernaan, menurunkan
berat badan, dapat mengatur kadar gula darah serta mencegah diabetes tipe
2. Selain itu, dari hasil penelitian analisis kimia oleh Munajim dalam buku
Teknologi Pengolahan Pisang (1998), komposisi kulit pisang adalah 69,8%
air, 18,5% karbohidrat 2,11% lemak, 0,32% protein, 715 mg/100g kalsium,
117 mg/100g fosfor, 1,6 mg/100g besi, 0,12 mg/100g vitamin B, dan 17,5
mg/100 vitamin C.
Tanaman pisang didalamnya memiliki kandungan fitokimia sama
halnya dengan antioksidan yaitu senyawa non-gizi yang bisa melindungi
diri dari penyakit atau memiliki sifat pelindung dari penyakit. Manfaat dan
potensi kandungan tersebut menunjukkan bahwa kulit pisang memiliki
kandungan serat pangan yang sangat tinggi. Hal tersebut memungkinkan
untuk memanfaatkan sifat fungsional kulit pisang untuk pembuatan produk
makanan seperti tepung yang kaya pati.
Peneliti telah melakukan pra eksperimen pembuatan kue waffle
dengan substitusi tepung kulit pisang raja. Uji coba pertama dengan
menggunkan 0% tepung kulit pisang raja sebagai sampel kontrol yang tidak
dikenai perlakuan atau pembanding, menghasilkan waffle pada umumnya
yaitu warna kuning kecoklatan, beraroma khas waffle, rasa cenderung
manis dan bertekstur lembut. Pada tingkat 10%, menghasilkan waffle
berwarna agak kecoklatan, beraroma sedikit pisang dan wangi khas waffle,
rasa cenderung manis serta bertekstur lembut. Pada tingkat 20%,
menghasilkan waffle berwarna kecoklatan, aroma pisang terasa dan wangi,
rasa sedikit manis tetapi agak pahit ketika dimakan serta bertekstur lembut
sedikit kasar. Sedangkan pada tingkat 50%, menghasilkan waffle dengan
3
warna sedikit coklat lebih tua, aroma pisang terasa wangi, teksturnya sedikit
lembut, rasanya sedikit manis dan pahit setelah dimakan. Oleh karena itu,
untuk menentukan kualitas waffle terbaik dapat ditinjau dari mutu inderawi,
kesukaan masyarakat serta kandungan gizinya, maka, peneliti akan
melakukan penelitian pembuatan waffle dengan perbandingan 0% tepung
kulit pisang dan 100% tepung terigu, 10% tepung kulit pisang dan 90%
tepung terigu, 20% tepung kulit pisang dan 80% tepung terigu, dan 30%
tepung kulit pisang raja dan 70% tepung terigu.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk mengatasi
pengurangan impor tepung terigu dan mengeksplor pemanfaatan tanaman
buah pisang untuk dijadikan tepung serta setelah dilakukannya pra
eksperimen pembuatan kue waffle dengan substitusi tepung kulit pisang raja
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dan mengangkatnya dalam
bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Substitusi Tepung Kulit Pisang
Raja (Musa Paradisiaca ) Terhadap Kualitas Kue Waffle”
1.2.1 Apakah ada pengaruh substitusi tepung kulit pisang raja terhadap
kualitas kue waffle 0%, 10%, 20%, dan 30% jika ditinjau dari tingkat
warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa?
1.2.2 Mana kualitas yang terbaik terhadap kue waffle substitusi tepung kulit
pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30% jika ditinjau dari tingkat warna,
aroma, tekstur bentuk, dan rasa?
1.2.3 Bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap kue waffle
substitusi tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30% jika
ditinjau dari tingkat warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa?
1.2.4 Bagaimana kandungan karbohidrat, protein dan serat pada kue waffle
substitusi tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20% dan 30% jika
ditinjau dari tingkat warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa?
4
1.3 Batasan Masalah
5
berwirausaha kepada masyarakat dengan bahan yang mudah di dapat
dan harganya terjangkau.
1.4.3 Sebagai tambahan informasi mengenai aneka ragam olahan kue
waffle yang dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat.
1.6.1 Pengaruh
Pengaruh merupakan pengamatan yang dilakukan secara
terperinci yang bertujuan untuk mengetahui perubahan kue waffle
setelah disubstitusikan tepung kulit pisang raja sebanyak 0%, 10%,
20%, dan 30%. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang raja secara
keseluruhan berguna untuk mengetahui berapa besar pengaruh
penambahan tepung kulit pisang raja salam pembuatan kue waffle
ditinjau dari uji indrawi dan kimiawi.
1.6.2 Substitusi
Substitusi merupakan upaya pembuatan makanan dalam
pengadaan penggantian bahan dasar produk makanan tertentu yang
bertujuan untuk memberikan sebuah inovasi atau ketergantungan. Untuk
mengatasi ketergantungan atau impor tepung terigu perlu diupayakan
bahan pensubstitusi yang dapat dibuat dari bahan lokal yang mudah
ditemukan dan alami salah satunya adalah kulit pisang. Susbtitusi yang
dilakukan dalam penelitian ini adalh penggantian sebagian bahan utama
tepung terigu dengan tepung kulit pisang raja sebesar 0%, 10%, 20%,
dan 30% dalam pembuatan kue waffle.
1.6.3 Tepung
6
Berdasarkan Cambridge Dictionary (2021) tepung merupakan
bubuk yang berasal dari biji-bijian yang digunakan dalam pembuatan
roti, pasta, dan lain-lain. Selain itu,, bentuk partikel dari tepung padat
dan halus bahkan bisa sangat halus tergantung dengan pemakaiannya.
Limbah organik yang diperoleh dari buah pisang adalah kulit pisang.
Tepung kulit pisang merupakan bubuk halus yang diperoleh dari limbah
buah pisang yaitu kulitnya. Dalam penelitian ini yang dibutuhkan adalah
kulit pisang raja.
7
disajikan pada saat sarapan. Dari beberapa pengertian di atas dapat
diperoleh bahwa waffle merupakan kudapan khas Belgia dengan adonan
kue berbahan dasar tepung terigu yang dimasak dengan besi waffle atau
cetakan waffle yang bermotif untuk memberikan bentuk dan ciri khas
dari waffle itu sendiri. Kue waffle dalam penelitian ini adalah kue waffle
yang disubstitusikan dengan tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%,
dan 30% yang proses pembuatannya dicetak dengan cetakan waffle dan
diberikan topping tertentu.
Penulisan skripsi terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian awal, bagian
isi dan bagian akhir skripsi.
8
Bab ini memaparkan tentang metode penelitian yang digunakan
sebagai pedoman penelitian. Hal-hal yang diuraikan dalam bab ini
adalah seperti metode penentuan objek penelitian, metode pendekatan
penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, dan
metode analisis data. Tujuan pemaparan metode penelitian ini adalah
untuk menganalisis data dan kebenaran hipotesis dalam penelitian
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
9
BAB II
Dalam sebuah jurnal Food Science and Nutrition, fresh egg waffle atau
yang lebih dikenal dengan nama waffle merupakan produk makanan manis
yang memiliki tekstur yang lembut seperti kue (Huber & Schoenlechner,
2017). Komposisi umum yang digunakan untuk membuat kue waffle adalah
telur, air, gula dan penggantinya, tepung dan pati, lemak, ragi, pengemulsi,
bahan pengawet dan perisa (Tienfenbacher, 2009). Kue waffle dalam skala
industri dipanggang pada suhu 140-180℃ sekitar 110-180 detik tergantung
ketebalan waffle dan tipe mentega (SaranyaAshokkumara, 2011).
10
2. Belgian waffle, berkarakteristik ringan dan renyah dan ukurannya lebih
besar dibandingkan dengan American waffle serta disajikan dengan
taburan gula halus.
3. Liege waffle merupakan waffle jenis lain dari Belgia, namun teksturnya
lebih lembut dan lebih padat dibandingkan dengan Belgian waffle.
4. Hongkong waffle merupakan waffle khas kaki lima yang sering dijual di
jalan daerah Hongkong, bentuknya bulat dan disajikan dengan topping
selai kacang dan gula.
5. Waffle pandan merupakan waffle unik dari Vietnam yaitu dengan
penambahan santan dalam adonannya. Waffle pandan ini sedikit mirip
kue Indonesia yaitu bapel, namun tidak ada penambahan topping.
11
Dalam buku Referensi Komplet A-Z Bakery Fungsi Bahan, Proses
Pembuatan Roti, Panduan Menjadi Bakepreneur Cetakan Ke-1 (Syarbini,
2013) biji gandum yang digiling dapat menghasilkan tepung terigu. Tepung
terigu ini dapat dibedakan menjadi 3 jenis, diantaranya tepung terigu protein
rendah (8-9%) biasanya dapat digunakan untuk pembuatan kue kering
karena menghasilkan tekstur yang renyah pada kue, protein sedang (10-
11%) dengan kandungan gluten yang cukup banyak sehingga biasanya lebih
sering digunakan dalam berbagai pengolahan bahan pangan tertentu
terutama pada kue karena menghasilkan struktur yang kokoh (Rustandi,
2011), dan protein tinggi (11-12%) memiliki kandungan gluten yang lebih
tinggi sehingga menghasilkan olahan makanan yang kenyal dan elastis
seperti mi, donat, kue sus, dan lain-lain.
Lemak 0,98 g
Kolesterol 0 mg
Protein 10,33 g
Karbohidrat 76,31 g
Sodium 2 mg
12
Kalium 107 mg
Sumber : Fat Secret Indonesia (http://fatsecret.co.id)
2.1.2.4 Gula
2.1.2.5 Telur
13
dan mineral. Selain itu, telur baik diberikan kepada orang yang sakit
maupun setelah selesai melakukan operasi agar dapat mempercepat proses
penyembuhannya (Kaewmanee, T., S. Benjakul, 2012).
Tabel 2. 3 Komposisi Zat Gizi dalam 100 gram Telur Ayam Ras
Besi 3 mg
Kalsium 86 mg
Fosfor 258 mg
2.1.2.6 Susu
Susu merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi
karena tinggi akan asam amino yang diperlukan oleh manusia dan tingkat
kecernaan yang tinggi (Marangoni F, Pellegrino L et al., 2018). Cairan susu
ini diperoleh dari ambing sapi yang dilakukan dengan cara yang benar
14
kemudian dapat diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan berbagai
olahan produk susu. Salah satu yang dihasilkan adalah produk susu bubuk.
Energi 61 kkal
Besi 1,7 mg
Kalsium 143 mg
Fosfor 60 mg
2.1.2.7 Lemak
15
mengandung 82% lemak susu dan 16% air. Sedangkan margarin merupakan
bahan sintesis pengganti mentega yang berasal dari lemak nabati (Faridah et
al., 2008).
2.1.2.8 Garam
2.1.2.9 Vanili
16
pengembang. Komposisi utama bahan ini adalah natrium bikarbonat
(NaHCO3) dan tepung yang mangandung gas, harga relatif murah, mudah
digunakan dan tidak meninggalkan rasa pada produk di akhir. Soda kue
akan bereaksi pada saat pengocokan dan lebih cepat bereaksi jika
dipanaskan pada suhu 40-50℃ (Faridah, 2008)
2.1.2.12 Ragi
Ragi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis ragi kering
instan yang dibuat dari ragi yang dipanaskan hingga mengandung materi
kering sekitar 94%-95%. Menurut Arindhani (2015) ragi instan memiliki
kadar kelembaban 4% dan dapat secara langsung digunakan tanpa perlu
dehidrasi terlebih dahulu. Sifat ragi pada pembuatan kue waffle yang dapat
menghasilkan gas karbondioksida pada saat proses fermentasi,
menyebabkan terjadinya pengembangan adonan, mematangkan,
mengempukkan gluten, serta membantu menciptakan aroma dan rasa.
17
4. Telur 2 butir
5. Maizena 12 gram
8. Susu cair 35 ml
9. margarin 20 gram
18
Tahap pembuatan waffle dapat dilakukan melalui beberapa langkah
sebagai berikut :
2.1.4.3.1 Telur, gula pasir, dan ragi dimixer dengan kecepatan penuh
sampai mengembang, mengental dan berwarna putih.
2.1.4.3.2 Turunkan kecepatan mixer, kemudian masukkan campuran
tepung terigu, maizena, baking powder, baking soda, susu bubuk
dan garam yang telah diayak ke dalam adonan telur, gula pasir
dan ragi yang telah mengembang.
2.1.4.3.3 Lelehkan margarin kemudian campurkan ke dalam susu cair.
Setelah tercampur, tuang margarin dan susu cair ke dalam
adonan yang telah tercampur sebelumnya dan aduk hingga
merata.
2.1.4.3.4 Tahap selanjutnya adalah fermentasi. Pada tahap ini dilakukan
selama 20 menit serta adonan harus ditutup dengan plastik untuk
mempercepat proses fermentasi. Proses ini menyebabkan
penambahan volume dan pengembangan adonan karena enzim
pada ragi bereaksi dengan pati dan gula yang menghasilkan gas
karbondioksida.
2.1.4.3.5 Setelah proses fermentasi, adonan dapat segera dicetak
menggunakan cetakan yang telah dipanaskan sebelumnya dan
telah diolesi dengan margarin supaya tidak lengket. Adonan
yang telah dituang di cetakan waffle dipanggang selama 7-10
menit (Suryono et al., 2018)
20
2.1.6.6 Panci
Panci dalam pembuatan waffle adalah untuk melelehkan margarin.
2.1.6.7 Cetakan Waffle
Cetakan waffle berbentuk lempengan besi dan didalamnya terdapat
lekukan yang akan membentuk motif khas waffle. Cetakan waffle yang akan
digunakan adalah cetakan elektrik.
21
dipilih adalah bahan yang sudah terkontaminasi bakteri karena tidak ditutup
rapat setelah digunakan dapaty menghasilkan kue waffle yang tidak
mengembang sempurna dan rasa yang kurang enak.
2.1.8.2 Faktor Kebersihan Alat
Kebersihan alat juga merupakan elemen penting yang
mempengaruhi kualitas kue waffle karena alat yang bersih dan tidak lembab
akan menghasilkan kue yang bebas dari kuman atau mikroorganisme yang
dapat membahayakan kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.
2.1.8.3 Faktor Pencampuran Bahan
Pencapuran bahan yang dilakukan pada waktu yang tepat dapat
menghasilkan kue waffle yang baik. Misalnya memasukkan adonan kering
bersamaan dengan adonan telur dan dimixer dalam waktu bersamaan dapat
mengakibatkan kualitas waffle yang buruk.
2.1.8.4 Fermentasi
Waktu fermentasi yang dibutuhkan adalah 20 menit supaya dapat
mengembang dengan baik. Jika waktu fermentasi kurang atau lebih dari
yang telah ditentukan dapat mengakibatkan kurang atau lebih
pengembangannya dan menghasilkan rasa yang asam dan tekstur yang
kurang baik.
2.1.8.5 Pemanggangan
Waffle yang dipanggang melalui pemanggang elektrik waktu yang
dibutuhkan adalah sekitar 7-10 menit. Jika kurang dari waktu yang
ditentukan waffle berwarna pucat dan hasilnya masih sedikit basah karena
belum matang. Sebaliknya jika lebih dari waktu yang ditentukan,
mengakibatkan warna menjadi lebih gelap karena terlalu gosong dan akan
mempengaruhi rasa waffle tersebut.
2.1.8.6 Standar mutu
Standar mutu waffle dapat dikategorikan dalam roti karena
penggunaan ragi dalam pembuatannya serta daya simpannya bertahan
dalam waktu 3 hari saja. Pada penelitian ini yang digunakan sebagai
patokan standar waffle adalah SNI roti.
22
2.2 Tinjauan Umum Tentang Pisang
23
3) Musa brachycarpa adalah pisang yang terdapat biji dalam buahnya
seperti pisang batu atau pisang klutuk.
4) Musa texilis adalah pisang yang menghasilkan serat seperti pisang
manila.
5) Pisang hias contohnya seperti pisang kipas, pisang basjoo dan pisang
superb.
1) Pisang Kepok
Pisang kapok (Musa paradisiaca forma typica) merupakan jenis
pisang yang paling sering diolah berbagai macam panganan. Ciri fisik
pisang kapok ini adalah memiliki kulit tebal dengan warna kuning
kehijauan dan terdapat sedikit noda kecokelatan, serta daging buah
yang manis. Umumnya pisang kapok dapat tumbuh optimal pada suhu
27-38℃. Rata-rata panjang yang dimiliki pisang kapok adalah sekitar
10-12 cm dengan berat 80-120 gram (Prabawati, S., Suyanti dan
Setyabudi, 2008).
2) Pisang Ambon
Pisang ambon adalah salah satu tumbuhan yang paling banyak
tumbuh di Indonesia dan dapat dikonsumsi langsung maupun dapat
digunakan untuk berbagai olahan pangan karena rasanya yang manis
(Suherman & Rusli, 2010). Ciri fisik yang dimiliki pisang ambon adalah
kulitnya agak kekuningan, kulit buah tebal dan terdapat sedikit bercak
cokelat. Buah ini memiliki panjang sekitar 15-17 cm,daging buah tidak
berbiji dan berwarna sedikit keputihan, serta buahnya lurus.
3) Pisang Tanduk
Varietas pisang tanduk merupakan ukuran terbesar dalam komoditas
pisang yaitu memiliki panjang berkisar 25-40 cm, lebar 6-12 cm,
diameter 4,4-4,8 cm. ciri khas dari pisang tanduk ini adalah buah yang
panjang melengkung seperti tanduk. Sebagian besar potensi hasil pisang
tanduk ini memiliki berat mencapai 15 kg per tandan. Dalam 1 tandan
biasanya terdapat 1-3 sisir yang tiap sisirnya memiliki 6-10 buah. Pisang
ini berwarna kuning kehijauan jika telah matang dan daging buahnya
berwarna oranye dengan tekstur yang halus. Uniknya, pisang tanduk ini
24
tidak mengenal musim sehingga dapat tersedia kapan saja di pasaran
(Ismail, S and Khasim, 2005)
4) Pisang Mas
Pisang mas (Musa sinensis) merupakan salah satu jenis pisang meja
yang rasanya manis dibandingkan yang laimnya karena banyak
mengandung gula (Nurhayati, Tamtarini, Jayus, Eka Ruriani, 2013).
Buah ini tidak mengenal musim sehingga banyak masyarakat yang
membudidayakannya dan dapat ditemukan di pasar maupun
supermarket. Sebagian masyarakat menyukai pisang mas karena pisang
mas tersebut memiliki ciri khas yang melekat yaitu aroma yang harum
dan manis. Selain ciri khas tersebut, buah ini memiliki banyak manfaat
yang terkandung di dalamnya seperti vitamin C dan pro vitamin A
(Utomo et al., 2019)
5) Pisang Cavendish
Berdasarkan Jurnal Protobiont oleh Mahfudza, dkk, (2018) Pisang
Cavendish (Musa acuminata L.) termasuk dalam famli Musaceae yang
berasal dari Asia Tenggara. Pisang yang dikenal dengan pisang ambon
putih ini memiliki panjang tandan sekitar 60-100 cm, berat 15-30 kg.
tiap tandan memiliki 9-13 sisir yang tiap sisirnya terdiri dari 12-22 buah
pisang. Ciri yang nampak adalah warna hijau atau pun kuning mulus,
daging buah putih, rasanya sedikit masam dan bertekstur lunak
(Robinson, J.H.& Sauco, 2010)
6) Pisang Raja
Di Indonesia, pisang raja (Musa paradisiaca L.) merupakan pisang
yang paling banyak dikonsumsi oleh masayarakat baik dimakan secara
langsung maupun diolah terlebih dahulu. Menurut Kaleka (2013) dalam
buku Pisang-pisang Komersial menyebutkan karakteristik buah pisang
raja adalah masa panen 10-12 bulan, umur berbunga panen 2,5-3 bulan,
berat tandan mencapai 10-12,5 kg, memiliki 5-7 sisir per tandan dengan
rata-rata per sisir 14-15 buah. Panjang buah 12-17 cm, diameter sekitar
4,40 cm, bobot sekitar 170-180 gram dan bentuknya melengkung. Selain
itu, ciri menonjol yang dapat ditemukan adalah memiliki daging buah
yang berwarna kuning, kulit pisang agak kekuningan, beraroma harum,
serta rasanya manis. Sebagian besar masyarakat Indonesia
25
menggunakan buah pisang raja sebagai olahan bahan makanan tertentu
seperti keripik, pisang goreng maupun sale pisang.
Tabel 2. 5 Komposisi Zat Gizi Kulit Pisang per 100 gram bahan
26
Protein (g) 0,32
27
Pemanfaatan kulit pisang sebagai subtituen tepung terigu diharapkan
dapat menekan impor tepung terigu karena selama ini di Indonesia impor
tepung terigu masih meningkat seiring dengan perkembangannya industri
makanan.
28
Kulit pisang yang telah dikerok dapat langsung dikeringan dengan
mesin pengering yang bersuhu 60℃ sampai benar-benar kering, kurang
lebih sekitar 6-8 jam (Aryani et al., 2018).
2.4.1.6 Penggilingan atau penepungan
Penggilingan dilakukan setelah kulit pisang kering untuk mengubah
menjadi tepung. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan mesin penggiling
smapai menjadi butiran yang halus.
2.4.1.7 Pengayakan
Butiran-butiran halus tepung kulit pisang tersebut kemudian diayak
menggunakan ayakan ukuran 80 mesh. Dari 958 gram kulit pisang dapat
menghasilkan 160 gram tepung kulit pisang.
Persiapan Bahan
Pencucian
Pengukusan
Pengerokan
Pengeringan
Penggilingan
Pengayakan
29
2.4.2 Pertimbangan Tepung Kulit Pisang Digunakan Sebagai Bahan
Substitusi Pembuatan Waffle
2.4.2.1 Karakteristik bahan
Dalam penelitian ini, peneliti memanfaatkan kulit pisang raja
sebagai bahan utama selain tepung terigu dalam pembuatan kue waffle.
Penambahan tepung kulit pisang raja dapat memberikan aroma dan rasa
khas pisang raja serta memberikan tekstur yang sedikit renyah. Hal tersebut
menjadikan alasan tepung kulit pisang raja dapat dimanfaatkan sebagai
substitusi dalam pembuatan kue waffle.
2.4.2.2 Menambah zat gizi
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, kulit pisang
raja sangat kaya dan tinggi kandungan gizinya yaitu karbohidrat 18,5%,
kalsium 715 mg, vitamin C 17,50%, serat kasar 12,6%, fosfor 117 mg,
protein 0,32% dan air 69,8%. Selain itu, kandungan kulit pisang ini dapat
membantu proses pencernaan serta dapat mengatur kadar gula dalam darah.
30
protein dan serat pada kue waffle subtitusi kulit pisang. Dari uraian di atas,
maka dapat disusun suatu skema kerangka berfikir untuk mengutarakan
arah dan maksud peneliti pada alur skema berikut :
31
Gambar 2. 3 Skema Kerangka Berfikir
32
2.6 Hipotesis
33
BAB III
METODE PENELITIAN
34
penambahan sebagian tepung kulit pisang raja dengan perbandingan :
100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%.
35
merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap sesuatu hal dan dalam kondisi yang
terkendalikan (Sugiyono, 2013a). Dalam penelitian ini, kegiatan eksperimen
yang dilakukan adalah pengaruh penggantian sebagian tepung terigu dengan
tepung kulit pisang terhadap kualitas kue waffle.
x 01
R
02
K
Keterangan :
R : Random
X : Perlakuan
36
Penelitian dengan acak sempurna ini dilakukan sebanyak 4 kali
pengulangan berdasar pada jumlah sampel serta terbagi dalam 2 kelompok
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen
merupakan kelompok sampel kue waffle yang dikenakan perlakuan
penggantian sebagian tepung terigu dengan tepung kulit pisang raja dengan
presentase 10%, 20% dan 30% yang diberi kode 526, 761 dan 954.
Kelompok kontrol dengan kode 333 merupakan kelompok yang sama sekali
tidak diberikan perlakuan sama sekali karena tujuannya adalah sebagai
pembanding terhadap kelompok eksperimen. Semua sampel tersebut
kemudian dapat dilakukan uji organoleptik sehingga data yang diperoleh
dapat segera dianalisis. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas
kue waffle dengan penggantian tepung terigu dan tepung kulit pisang raja
dengan presentase yang berbeda. Skema desain eksperimen dengan pola
desain acak sempurna dapat dilihat sebagai berikut ini:
37
Objek Penelitian
333 (tp
526 (tp 761 (tp 954 (tp
kulit
kulit kulit kulit
pisang
pisang pisang pisang
0%)
10%) 20%) 30%)
K P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
Penilaian
Obyektif Subyektif
Analisis
Kesimpulan
Keterangan :
38
954 : Kelompok dengan eksperimen 30% tepung kulit pisang
P1 : Pengulangan eksperimen 1
P2 : Pengulangan eksperimen 2
P3 : Pengulangan eksperimen 3
Formula
No Nama Bahan 333 526 761 954
(g) (g) (g) (g)
1. Tepung terigu 60 54 48 42
39
2. Tepung kulit pisang raja 0 6 12 18
3. Ragi instan 1,5 1,5 1,5 1,5
4. Gula pasir 50 50 50 50
5. Telur 120 120 120 120
6. Maizena 12 12 12 12
8. Margarin 40 40 40 40
9. Susu cair 35 35 35 35
10. Susu bubuk 8,3 8,3 8,3 8,3
11. Baking powder 1 1 1 1
12. Garam 1 1 1 1
Keterangan :
40
Ada beberapa tahapan dalam eksperimen pembuatan kue waffle
dengan penambahan sebagian tepung kulit pisang raja yaitu tahap
persiapan. Tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahapan awal dalam melakukan
pekerjaan tertentu sehingga diharapkan dapat mempermudah dalam
proses pembuatan. Tahap persiapan ini meliputi : penyediaan tepung
kulit pisang dan penyediaan peralatan.
(2) Pencucian
(3) Pengukusan
(4) Pengerokan
41
tersebut dapat dibantu dengan alat yaitu sendok agar mempermudah
proses pengambilannya.
(5) Pengeringan
(6) Penggilingan
(7) Pengayakan
b) Penyediaan Peralatan
Alat yang digunakan dalam pembuatan kue waffle dapat
dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan jenis pembuatan alatnya, yaitu
logam, plastik, dan kayu. Peralatan yang dibuat dari logam antara lain:
kompor, panci, mixer, sendok, dan cetakan waffle. Peralatan yang
berbahan plastik antara lain: kom adonan, timbangan, gelas ukur, dan
spatula. Peralatan yang berbahan dasar kayu yaitu kuas.
Alat yang akan digunakan dalam proses pembuatan kue waffle
harus memenuhi persyaratan antara lain: bebas dari kuman, kering,
tidak berjamur, tidak berkarat, serta alat yang digunakan harus dicuci
sebelum dan sesudah dipakai.
2) Tahap Pelaksanaan
a) Penimbangan bahan
42
Menimbang bahan sesuai dengan resep standar dengan menggunakan
timbangan digital agar hasil lebih akurat.
b) Pencampuran bahan
c) Fermentasi
Fermentasi dilakukan guna untuk membantu menambah volume
dan mengembangkan adonan. Tahap ini dilakukan selama 20 menit dan
adonan tersebut harus ditutup rapat dengan plastic supaya dapat
mempercepat proses fermentasi. Pada saat fermentasi, enzim ragi
bereaksi dengan pati dan gula sehingga menghasilkan gas
karbondioksida.
d) Pencetakan adonan atau pemanggangan
Setelah proses fermentasi selesai, adonan dapat segera dicetak
menggunakan cetakan yang telah dipanaskan dan dioles margarin.
Adonan dapat dipanggang selama 8-10 menit sampai matang.
3) Tahap Penyelesaian
43
3.3 Metode Pengumpulan Data
44
perbandingan sampel waffle dengan penggantian sebagian tepung terigu
dengan tepung kulit pisang raja yang ditinjau dari aspek warna, aroma,
tekstur, dan rasa. Berikut ini merupakan kriteria penilaian uji inderawi:
1) Indikator Warna
Indikator warna yang diuji meliputi warna bagian luar dan warna
bagian dalam.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram warna dibawah ini:
4.5
4
3.5
3
1
2.5
2
2
3
1.5
4
1
0.5
0
warna bagian luar
Gambar 3. 2 Diagram Waffle Bagian Luar
45
b) Warna Bagian Dalam
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram warna dibawah ini:
4.5
4
3.5
3
1
2.5
2
2 3
1.5 4
1
0.5
0
warna bagian dalam
Gambar 3. 3 Diagram Warna Waffle Bagian Dalam
2) Indikator Tekstur
46
3) Indikator Aroma
Tabel 3. 5 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasakan Aroma
4) Indikator Rasa
47
3.4.1 Penilaian Subyektif
3.4.1.1 Panelis Agak Terlatih
(Soewarno, 1985)
a) Validasi Instrumen
1) Validasi Internal
Validasi internal merupakan sebuah upaya manjadikan kondisi
internal calon panelis menjadi valid. Tujuan dari validitas ini adalah
untuk memenuhi kriteria sebagai calon panelis yaitu sensitivitasnya
dalam menilai suatu produk dengan baik. Kondisi internal yang
dimaksud adalah kesehatan alat indera dan jasmaninya, ketersediaan
menjadi panelis, serta perhatian yang dituangkan pada bahan yang akan
dinilai melalui tahap wawancara dan penyaringan.
48
Hasil wawancara tersebut dituliskan pada formulir wawancara calon
panelis. Selanjutnya, hasil wawancara tersebut dapat diperoleh calon
panelis yang dapat berpotemsi untuk dapat melakukan tahap seleksi
berikutnya.
Calon panelis yang berpotensi diuji kembali untuk mengetahui
kemampuan awal calon panelis. Tahap penyaringan pengujian calon
panelis dilakukan sebanyak enam kali. Hasil penilaian tersebut
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan range method. Kriteria
range method dapat dlihat sebagai sebagai berikut:
Range jumlah
Jika ≥ 1, dan nilai deviasinya relatif kecil
Jumlah Range
menunjukkan bahwa validitas internal calon panelis tersebut memenuhi
persyaratan dan dapat diingkatkan dengan cara latihan.
Range jumlah
Jika < 1, menunjukkan bahwa validitas calon panelis
Jumlah Range
tidak memenuhi persyaratan untuk ditingkatkan dengan latihan (Kartika,
1998).
2) Validasi Isi
Validasi isi merupakan sebuah upaya penyusunan instrumen untuk
mengukur atau menilai karakteristik mutu pangan secara tepat dan
benar. Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan instrumen tersebut
adalah calon panelis yang memenuhi persyaratan validitas internal
dilatih untuk menilai dan mengenali karakteristik mutu sebuah produk
dengan cara mencicipi dan memberikan penilaiannya. Tahap penilaian
tersebut dilakukan sebanyak enam kali latihan dengan menggunakan
kriteria range method berikut ini:
Range jumlah
Jika ≥ 1, dan nilai deviasinya relatif kecil
Jumlah Range
menunjukkan bahwa kepekaan calon panelis terhitung valid atau
kepekaannya dapat memenuhi syarat untuk ditingkatkan kembali
dengan cara dilatih intensif agar hasilnya lebih valid.
Range jumlah
Jika < 1, menunjukkan bahwa validitas isi calon
Jumlah Range
panelis tidak memenuhi syarat untuk dilatih lebih intensif (Kartika,
1998).
49
b) Reabilitas Instrumen
50
Untuj mendapatkan jumlah panelis tidak terlatih yang mewakili
kelompok konsumen tidak berdasarkan golongan umur. Panelis tidak
terlatih yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah Sekaran, Gunungpati, Semarang sebanyak 80
panelis tidak terlatih.
Metode analisis data yang akan digunakan yaitu metode analisis data
untuk mengetahui pengaruh penggantian sebagian tepung terigu dengan
tepung kulit pisang terhadap kualitas waffle dan data pendukung eksperimen
metode analisis data untuk mengetahui kandungan karbohidrat, protein dan
serat hasil eksperimen.
51
Uji prasayarat meliputi uji normalitas dan uji homogenitas sebagai
berikut:
a) Uji Normalitas
b) Uji Homogenitas
52
Tabel 3. 7 Ringkasan Analisis Varian Klasifikasi Tunggal
Jumlah
Sumber Derajat
Kuadrat
Variasi Bebas Jumlah Kuadrat (JK) F hitung
Rata-rata
(SV) (db)
(JKR)
Sampel (a) 2
(∑ X a) ( ∑ Xt )2 J Ka
dba = a-1 J K a= − JK R a=
N N dba JK Ra
J Kb JK Rc
Panelis (b) 2
(∑ X b) ( ∑ Xt )2
dbb = b-1 J K b= − JK R b=
N N dbb JK Rb
JK Rc
Error (c) dbc = dba J Ka
J K c =J K t −J K a−J K b JK R c =
dbb dbc
Total (t) (∑ xt )
2
dbt = N-1 J K t = ( ∑ X t )−
N
(Arikunto, 2010)
Keterangan :
a = Banyaknya sampel
b = Jumlah panelis
c = Error
t = Total
db = Derajat bebas
JK = Jumlah kuadrat
JKR = Jumlah kuadrat rata-rata
N = Jumlah subjek seluruhnya
2
(∑ xt ) = Faktor koreksi yang muncul berkali-kali
N
na = jumlah subjek dalam sampel
nb = jumlah subjek dalam panelis
Apabila diperoleh harga dari F hitung (Fo) > F tabel (F1) pada taraf
tingkat signifikan 1% dan 5% , hal ini menunjukkan perbedaan yang nyata
53
dari sampel yang ada. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis nol
(Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima. Selanjutnya, apabila dari
perhitungan analisis varian klasifikasi tunggal menyebabkan adanya
perbedaan, maka dilanjutkan dengan uji Turkey dengan rumus sebagai
berikut :
(Kartika, 1998)
Data yang telah didapat dari uji inderawi, kemudian dapat dianalisa
dengan rerata atau mean untuk mengetahui waffle hasil eksperimen terbaik.
Setiap kriteria aspek sampel waffle dianalisis rerata skor, yaitu dengan
mengubah data kualitatif hasil uji inderawi menjadi data kuantitatif. Aspek
uji inderawi sampel waffle yang dianalisa adalah aspek waena, rasa, aroma,
dan tekstur. Berikut ini merupakan langkah menghitung rerata skor:
54
(3) Jumlah panelis keseluruhan = 20
20 x 5 =100
20 x 1 =20
Skormaksimal 100
Persentase maksimal = ×100 % = x 100% = 5
jumlahpanelis 20
Skorminimal 20
Persentase manimal = ×100 % = x 100% = 1
jumlahpanelis 20
0,8
Rerata Skor
Aspek 1,00 ≤ x < 1,80 ≤ x 2,6 ≤ x < 3,4 ≤ x < 4,2 ≤ x <
1,85 < 2,70 3,55 4,40 5,25
55
Bagian
kehitaman tua agak tua keemasan
Luar
Warna Coklat
Coklat Coklat Coklat
Bagian kekuninga coklat
agak tua tua kehitaman
Dalam n
Sangat
Tidak Cukup Sangat
Tekstur tidak empuk
empuk empuk empuk
empuk
Rasa
Sangat Tidak Cukup Sangat
Kulit Nyata
tidak nyata nyata nyata nyata
Pisang
n
%= x 100% 56
N
panelis harus dianalisis terlebih dahulu untuk dijadikan data kuantitatif
yang ditunjukkan dalam rumus berikut:
Keterangan :
% = skor presentase
57
Skor maksimal
Presentase maksimal = x 100%
Skor maksimal
400
= x 100%
400
= 100%
4. Menghitung prosentase minimal
Skor minimal
Presentase minimal = x 100%
Skor maksimal
80
= x 100%
400
= 20%
68,00-83,99 Suka
58
Skor tiap aspek penilaian berdasarkan tabulasi data dihitung
presentasenya, kemudian hasilnya dianalisis kembali menggunakan
deskriptif presentase sehingga dapat diketahui kriteria tingkat kesukaan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
59