Anda di halaman 1dari 63

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG KULIT PISANG RAJA (Musha

Paradisiaca) TERHADAP KUALITAS INDRAWI KUE WAFFLE

SKRIPSI
Disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Pendidikan Tata Boga

Disusun Oleh:

Yaoma Fathin Azhar (5404417025)

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
PRODI PENDIDIKAN TATA BOGA S1
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.3 Batasan Masalah.......................................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................................5
1.6 Penegasan Istilah......................................................................................................6
1.7 Sistematika Skripsi...................................................................................................8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI...........................................................
2.1 Kajian Tentang Waffle...........................................................................................10
2.2 Tinjauan Umum Tentang Pisang............................................................................22
2.3 Tinjauan Tentang Kulit Pisang...............................................................................26
2.4 Tinjauan Tentang Tepung Kulit Pisang Raja..........................................................27
2.5 Kerangka Berfikir...................................................................................................30
2.6 Hipotesis................................................................................................................32
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................................
3.1 Metode Penentuan Objek Penelitian.......................................................................33
3.2 Metode Pendekatan Penelitian................................................................................34
3.3 Metode Pengumpulan Data....................................................................................43
3.4 Alat Pengumpulan Data..........................................................................................46
3.5 Metode Analisis Data.............................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................
LAMPIRAN..................................................................................................................................

ii
DAFTAR TABEL

iii
Tabel 2. 1 Kandungan nutrisi waffle per 100 gram................................................................11
Tabel 2. 2 Kandungan Gizi Tepung Terigu per 100 gram......................................................12
Tabel 2. 3 Komposisi Zat Gizi dalam 100 gram Telur Ayam Ras..........................................14
Tabel 2. 4 Kandungan Gizi Susu per 100 gram......................................................................15
Tabel 2. 5 Komposisi Zat Gizi Kulit Pisang per 100 gram bahan..........................................26

Tabel 3. 1 Formula Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Waffle...................................38


Tabel 3. 2 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasarkan Indikator Bagian Luar.....................44
Tabel 3. 3 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasarkan Indikator Warna Bagian Dalam......45
Tabel 3. 4 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasakan Tekstur.............................................45
Tabel 3. 5 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasakan Aroma..............................................46
Tabel 3. 6 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasakan Rasa..................................................46
Tabel 3. 7 Ringkasan Analisis Varian Klasifikasi Tunggal....................................................51
Tabel 3. 8 Interval Kelas Rerata dan Kriteria Uji Inderawi....................................................54
Tabel 3. 9 Kriteria Nilai Interval Rerata Skor Indikator Keseluruhan....................................57

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Skema Pembuatan Waffle..................................................................................19


Gambar 2. 2 Skema Proses Pembuatan Tepung Kulit Pisang Raja........................................29
Gambar 2. 3 Skema Kerangka Berfikir..................................................................................31

DAFTAR LAMPIRAN

iv
PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Yaoma Fathin Azhar

Nim : 5404417025

Program Studi : Pendidikan Tata Boga

Jurusan : Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Fakultas : Teknik

“PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG KULIT PISANG RAJA


(Musha Paradisiaca) TERHADAP KUALITAS INDRAWI KUE
WAFFLE”

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi membawa pengaruh besar bagi seluruh kalangan


masyarakat dunia menuju ke zaman modern. Perubahan ini meliputi
teknologi yang semakin canggih sehingga memudahkan manusia untuk
melakukan aktivitas sehingga mendorong perilaku manusia untuk
berperilaku konsumtif dan serba praktis. Selain kemajuan teknologi,
globalisasi juga mempercepat proses informasi yang akan diterima
masyarakat di belahan dunia. Informasi yang mudah tersebar tersebut bisa
berdampak negatif dan positif. Salah satu contoh positif dari pengaruh
globalisasi adalah kebudayaan dari berbagai penjuru dunia dapat masuk dan
sebagian besar dapat diterima di berbagai negara serta berkembang sangat
pesat sehingga bisa menghasilkan satu kebudayaan baru.
Budaya yang cepat masuk dapat berkembang pesat di berbagai
negara salah satunya adalah produk makanan. Saat ini, produk makanan
yang sedang populer dan diminati di berbagai negara adalah kue waffle. Era
globalisasi ini membawa kue waffle yang berasal dari Belgia bisa dikenal

1
luas di seluruh dunia sehingga setiap negara memiliki karakteristik dan
resep waffle yang berbeda-beda. Ciri khas utama kue waffle ini adalah motif
yang berbentuk kotak-kotak yang didapatkan dari cetakan waffle. Pada
umumnya, kue waffle tersebut memiliki rasa yang gurih dan sedikit manis
serta ditambah dengan tekstur yang unik seperti sarang lebah.
Makanan asal Belgia tersebut pada awalnya dimasak menggunakan
alat dan bahan sederhana. Bahan utama pembuatan kue waffle adalah
tepung, susu, telur dan garam yang dicampur dan dimasak di atas batu
panas dari api unggun serta tidak ada penambahan topping di atasnya.
Adanya perkembangan zaman, dapat ditemukan alat lempengan logam yang
dipanaskan untuk mencetak adonan waffle. Seiring berjalannya waktu, alat
yang digunakan semakin canggih dan resep mulai bervariasi serta
penambahan berbagai topping dapat menambah kenikmatan saat dimakan.
Sebagian masyarakat Barat memakan kudapan ini sebagai penutup
hidangan (dessert) atau sebagai camilan biasa.
Menurut Hochman (2009), dalam Dwi Cahyaningtyas, (2016: 16)
menjelaskan bahwa waffle merupakan sejenis kudapan khas yang berasal
dari Belgia yang diberikan berbagai macam topping seperti es krim, madu,
saus strawberry, cokelat, atau vanilla serta buah-buahan. Selain itu,
bentuknya yang beragam menjadi daya tarik untuk dimakan.
Saat ini, Indonesia kue waffle ini sangat populer dan digemari di
kalangan masyarakat. Kudapan ini sangat mudah di temukan karena banyak
yang menjualnya mulai dari pedagang kaki lima, cafe bahkan restoran.
Perbedaannya terletak pada penyajiannya yaitu rasa dan pemberian topping
yang bervariasi tergantung dari produsen yang menjualnya.
Resep waffle yang terus berkembang dapat memberikan sebuah
inovasi dengan memanfaatkan bahan yang sangat melimpah dan mudah di
temukan di Indonesia, salah satunya adalah dari kulit pisang. Kulit pisang
ini dapat dijadikan tepung, namun, tidak semua jenis kulit pisang dapat
dijadikan tepung dan salah satu yang terbaik untuk dijadikan tepung adalah
kulit pisang raja karena strukturnya hampir menyerupai tepung terigu yang
tebal, kandungan pati yang hampir sama serta kalsium yang cukup tinggi
(Sukriyadi. 2010). Tepung kulit pisang raja tersebut akan menjadi substitusi
dalam pembuatan kue waffle. Selain menambah inovasi resep waffle, tepung

2
kulit pisang raja ini dapat menjadi solusi untuk menekan impor tepung
terigu serta menambah nilai jual dari pisang itu sendiri.
Bersumber pada Rodriguez dkk (2006) serat pangan di dalam tepung
pisang sebagai subtituen tepung, dapat memberikan banyak efek fisiologis
seperti penyakit diabetes, kanker usus, kardiovaskuler, iritas usus, dan
kanker usus. Kualitas serat pangan yang bersumber dari buah-buahan lebih
baik dari sumber serat lainnya. Hal tersebut dikarenakan kandungan serat
larut yang tinggi dan kandungan asam fitat dan nilai kalorinya rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Cho dan Samuel (2009) serat dalam buah
pisang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manuasia
diantaranya adalah dapat menngkatkan kesehatan pencernaan, menurunkan
berat badan, dapat mengatur kadar gula darah serta mencegah diabetes tipe
2. Selain itu, dari hasil penelitian analisis kimia oleh Munajim dalam buku
Teknologi Pengolahan Pisang (1998), komposisi kulit pisang adalah 69,8%
air, 18,5% karbohidrat 2,11% lemak, 0,32% protein, 715 mg/100g kalsium,
117 mg/100g fosfor, 1,6 mg/100g besi, 0,12 mg/100g vitamin B, dan 17,5
mg/100 vitamin C.
Tanaman pisang didalamnya memiliki kandungan fitokimia sama
halnya dengan antioksidan yaitu senyawa non-gizi yang bisa melindungi
diri dari penyakit atau memiliki sifat pelindung dari penyakit. Manfaat dan
potensi kandungan tersebut menunjukkan bahwa kulit pisang memiliki
kandungan serat pangan yang sangat tinggi. Hal tersebut memungkinkan
untuk memanfaatkan sifat fungsional kulit pisang untuk pembuatan produk
makanan seperti tepung yang kaya pati.
Peneliti telah melakukan pra eksperimen pembuatan kue waffle
dengan substitusi tepung kulit pisang raja. Uji coba pertama dengan
menggunkan 0% tepung kulit pisang raja sebagai sampel kontrol yang tidak
dikenai perlakuan atau pembanding, menghasilkan waffle pada umumnya
yaitu warna kuning kecoklatan, beraroma khas waffle, rasa cenderung
manis dan bertekstur lembut. Pada tingkat 10%, menghasilkan waffle
berwarna agak kecoklatan, beraroma sedikit pisang dan wangi khas waffle,
rasa cenderung manis serta bertekstur lembut. Pada tingkat 20%,
menghasilkan waffle berwarna kecoklatan, aroma pisang terasa dan wangi,
rasa sedikit manis tetapi agak pahit ketika dimakan serta bertekstur lembut
sedikit kasar. Sedangkan pada tingkat 50%, menghasilkan waffle dengan

3
warna sedikit coklat lebih tua, aroma pisang terasa wangi, teksturnya sedikit
lembut, rasanya sedikit manis dan pahit setelah dimakan. Oleh karena itu,
untuk menentukan kualitas waffle terbaik dapat ditinjau dari mutu inderawi,
kesukaan masyarakat serta kandungan gizinya, maka, peneliti akan
melakukan penelitian pembuatan waffle dengan perbandingan 0% tepung
kulit pisang dan 100% tepung terigu, 10% tepung kulit pisang dan 90%
tepung terigu, 20% tepung kulit pisang dan 80% tepung terigu, dan 30%
tepung kulit pisang raja dan 70% tepung terigu.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk mengatasi
pengurangan impor tepung terigu dan mengeksplor pemanfaatan tanaman
buah pisang untuk dijadikan tepung serta setelah dilakukannya pra
eksperimen pembuatan kue waffle dengan substitusi tepung kulit pisang raja
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dan mengangkatnya dalam
bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Substitusi Tepung Kulit Pisang
Raja (Musa Paradisiaca ) Terhadap Kualitas Kue Waffle”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas mengenai penelitian
pembuiatan kue waffle dengan substitusi tepung kulit pisang raja dapat
diidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut :

1.2.1 Apakah ada pengaruh substitusi tepung kulit pisang raja terhadap
kualitas kue waffle 0%, 10%, 20%, dan 30% jika ditinjau dari tingkat
warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa?
1.2.2 Mana kualitas yang terbaik terhadap kue waffle substitusi tepung kulit
pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30% jika ditinjau dari tingkat warna,
aroma, tekstur bentuk, dan rasa?
1.2.3 Bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap kue waffle
substitusi tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30% jika
ditinjau dari tingkat warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa?
1.2.4 Bagaimana kandungan karbohidrat, protein dan serat pada kue waffle
substitusi tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20% dan 30% jika
ditinjau dari tingkat warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa?

4
1.3 Batasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan penelitian dan lebih terfokus serta tidak


meluas cakupannya, maka variabel permasalahan perlu dibatasi. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini lebih difokuskan pada presentase tepung
kulit pisang dalam pembuatan kue waffle.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari rumusan masalah di atas adalah sebagai


berikut :

1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung kulit pisang raja


terhadap kualitas kue waffle 0%, 10%, 20%, dan 30% jika ditinjau
dari tingkat warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa.
1.3.2 Untuk mengetahui mana kualitas terbaik terhadap kue waffle
substitusi tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30% jika
ditinjau dari tingkat warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa.
1.3.3 Untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap kue waffle
substitusi tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30% jika
ditinjau dari tingkat warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa.
1.3.4 Untuk mengetahui kandungan karbohidrat, protein dan serat pada kue
waffle substitusi tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30% jika
ditinjau dari tingkat warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa.

1.5 Manfaat Penelitian

Berikut ini merupakan manfaat penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh


Substitusi Tepung Kulit Pisang Raja (Musa Paradisiaca) Terhadap Kualitas
Kue Waflle yaitu :

1.4.1 Memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan kulit pisang dengan


cara meningkatkan nilai ekonomis kulit pisang yaitu dengan cara
mengubah kulit pisang menjadi tepung kulit pisang.
1.4.2 Dengan memberikan informasi kepada masyarakat tentang substitusi
tepung kulit pisang raja diharapkan dapat membuka kesempatan untuk

5
berwirausaha kepada masyarakat dengan bahan yang mudah di dapat
dan harganya terjangkau.
1.4.3 Sebagai tambahan informasi mengenai aneka ragam olahan kue
waffle yang dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat.

1.6 Penegasan Istilah

Peneliti membatasi ruang lingkup objek penelitian dengan cara


penegasan istilah agar tidak terjadi penyimpangan dari pengertian dan
pemahaman tentang judul penelitian “Pengaruh Substitusi Tepung Kulit
Pisang Raja (Musa Paradisiaca) Terhadap Kualitas Kue Waffle”.
Penegasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1.6.1 Pengaruh
Pengaruh merupakan pengamatan yang dilakukan secara
terperinci yang bertujuan untuk mengetahui perubahan kue waffle
setelah disubstitusikan tepung kulit pisang raja sebanyak 0%, 10%,
20%, dan 30%. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang raja secara
keseluruhan berguna untuk mengetahui berapa besar pengaruh
penambahan tepung kulit pisang raja salam pembuatan kue waffle
ditinjau dari uji indrawi dan kimiawi.

1.6.2 Substitusi
Substitusi merupakan upaya pembuatan makanan dalam
pengadaan penggantian bahan dasar produk makanan tertentu yang
bertujuan untuk memberikan sebuah inovasi atau ketergantungan. Untuk
mengatasi ketergantungan atau impor tepung terigu perlu diupayakan
bahan pensubstitusi yang dapat dibuat dari bahan lokal yang mudah
ditemukan dan alami salah satunya adalah kulit pisang. Susbtitusi yang
dilakukan dalam penelitian ini adalh penggantian sebagian bahan utama
tepung terigu dengan tepung kulit pisang raja sebesar 0%, 10%, 20%,
dan 30% dalam pembuatan kue waffle.

1.6.3 Tepung

6
Berdasarkan Cambridge Dictionary (2021) tepung merupakan
bubuk yang berasal dari biji-bijian yang digunakan dalam pembuatan
roti, pasta, dan lain-lain. Selain itu,, bentuk partikel dari tepung padat
dan halus bahkan bisa sangat halus tergantung dengan pemakaiannya.
Limbah organik yang diperoleh dari buah pisang adalah kulit pisang.
Tepung kulit pisang merupakan bubuk halus yang diperoleh dari limbah
buah pisang yaitu kulitnya. Dalam penelitian ini yang dibutuhkan adalah
kulit pisang raja.

1.6.4 Kualitas Indrawi


Dalam buku Pengawasan Mutu Dan Keamanan Pangan (2016:7)
kualitas atau mutu adalah kumpulan sifat-sifat atau karakteristik
bahan/produk yang mencerminkan tingkat penerimaan konsumen
terhadap bahan tersebut. Sifat-sifat yang dinilai untuk mengukur kualitas
adalah berdasarkan sifat organoleptik atau uji indera atau uji sensori. Uji
organoleptik ini adalah pengujian suatu produk makanan dan minuman
dengan menggunakan alat indera manusia untuk menilai kualitas dan
kemanannya (Apriyantono, Anton, dkk, 2010:1). Indikator yang
digunakan untuk penelitian ini meliputi warna, aroma, tekstur, bentuk
dan rasa yang akan diujikan ke panelis.

1.6.5 Kandungan Gizi


Dalam Buku Prinsip Dasar Ilmu Gizi (2009:3) oleh Sunita
Almatsier berpendapat bahwa gizi merupakan ikatan kimia yang
diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan
energi, membangun, memelihara jaringan serta mengatur proses-proses
kehidupan. Pada penelitian ini, kandungan gizi dimaksudkan untuk
mengukur zat gizi yang terkandung dalam kue waffle dengan presentase
substitusi yang berbeda-beda. Kandungan yang dianalisis adalah
karbohidrat, protein dan kadar air.

1.6.6 Kue Waffle

Menurut Pundi. K. (2016) waffle adalah adonan kue yang


dimasak dengan besi waffle atau cetakan waffle yng bermotif yang
memberikan ciri khas dan bentuk dari waffle. Umumnya waffle

7
disajikan pada saat sarapan. Dari beberapa pengertian di atas dapat
diperoleh bahwa waffle merupakan kudapan khas Belgia dengan adonan
kue berbahan dasar tepung terigu yang dimasak dengan besi waffle atau
cetakan waffle yang bermotif untuk memberikan bentuk dan ciri khas
dari waffle itu sendiri. Kue waffle dalam penelitian ini adalah kue waffle
yang disubstitusikan dengan tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%,
dan 30% yang proses pembuatannya dicetak dengan cetakan waffle dan
diberikan topping tertentu.

1.7 Sistematika Skripsi

Penulisan skripsi terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian awal, bagian
isi dan bagian akhir skripsi.

1.7.1 Bagian Awal


Bagian awal terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, abstrak,
halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar table,
daftar gambar, daftar lampiran. Bagian pendahuluan skripsi berfungsi untuk
memudahkan pembaca dalam mencari bagian yang terpenting dengan cepat.

1.7.2 Bagian Pokok/Isi


Bagian pokok/isi terdiri dari lima bab sebagai berikut:
1.7.2.1 Bab I Pendahuluan
Bab pendahuluan memberikan gambaran kepada para pembaca
mengenai isi skripsi yang diuraikan dalam bentuk latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah dan sistematika penulisan skripsi.
1.7.2.2 Bab II Landasan Teori dan Hipotesis
Pada bab ini memaparkan tentang landasan teori yang mendukung
dalam melakukan eksperimen yang meliputi : tinjauan waffle, bahan
dalam pembuatan waffle, teknik pembuatan waffle, kualitas waffle,
pemanfaatan tepung kulit pisang dalam pembuatan kue waffle, kerangka
berpikir dan hipotesis.
1.7.2.3 Bab III Metode Penelitian

8
Bab ini memaparkan tentang metode penelitian yang digunakan
sebagai pedoman penelitian. Hal-hal yang diuraikan dalam bab ini
adalah seperti metode penentuan objek penelitian, metode pendekatan
penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, dan
metode analisis data. Tujuan pemaparan metode penelitian ini adalah
untuk menganalisis data dan kebenaran hipotesis dalam penelitian
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

1.7.2.4 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan


Pada bab ini adalah menguraikan tentang data serta hasil
penelitian, analisis data penelitian dan pembahasan hasil.
1.7.2.5 Bab V Penutup
Pada bab ini menyajikan tentang rangkuman hasil penelitian,
simpulan dan saran sesuai dengan tujuan penelitian.

1.7.3 Bagian Akhir


Bagian akhir skripsi terdiri dari :
1.7.3.1 Daftar pustaka berisikan tentang daftar buku dan literature yang
berkaitan dengan penelitian.
1.7.3.2 Lampiran merupakan kelengkapan dari skripsi yang berisi data
penelitian secara lengkap, perhitungan dan keterangan lain yang
mendukung.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Tentang Waffle

Dalam sebuah jurnal Food Science and Nutrition, fresh egg waffle atau
yang lebih dikenal dengan nama waffle merupakan produk makanan manis
yang memiliki tekstur yang lembut seperti kue (Huber & Schoenlechner,
2017). Komposisi umum yang digunakan untuk membuat kue waffle adalah
telur, air, gula dan penggantinya, tepung dan pati, lemak, ragi, pengemulsi,
bahan pengawet dan perisa (Tienfenbacher, 2009). Kue waffle dalam skala
industri dipanggang pada suhu 140-180℃ sekitar 110-180 detik tergantung
ketebalan waffle dan tipe mentega (SaranyaAshokkumara, 2011).

Menurut Pundi. K. (2016) waffle adalah adonan kue yang dimasak


dengan besi waffle atau cetakan waffle yang bermotif yang memberikan ciri
khas dan bentuk dari waffle. Umumnya waffle disajikan pada saat sarapan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diperoleh bahwa waffle merupakan
kudapan khas Belgia dengan adonan kue berbahan dasar tepung terigu yang
dimasak dengan besi waffle atau cetakan waffle yang bermotif untuk
memberikan bentuk dan ciri khas dari waffle itu sendiri

Ada beberapa macam jenis waffle menurut Hochman (2009),


diantaranya sebagai berikut :

1. American waffle, adonan beragi dengan baking powder yang kemudian


diberikan topping manis dan gurih.

10
2. Belgian waffle, berkarakteristik ringan dan renyah dan ukurannya lebih
besar dibandingkan dengan American waffle serta disajikan dengan
taburan gula halus.
3. Liege waffle merupakan waffle jenis lain dari Belgia, namun teksturnya
lebih lembut dan lebih padat dibandingkan dengan Belgian waffle.
4. Hongkong waffle merupakan waffle khas kaki lima yang sering dijual di
jalan daerah Hongkong, bentuknya bulat dan disajikan dengan topping
selai kacang dan gula.
5. Waffle pandan merupakan waffle unik dari Vietnam yaitu dengan
penambahan santan dalam adonannya. Waffle pandan ini sedikit mirip
kue Indonesia yaitu bapel, namun tidak ada penambahan topping.

2.1.1 Kandungan Nutrisi Waffle


Bedasarkan FoodData Central (U.S. Departement of Agriculture,
2019) kandungan waffle asli per 100 gram dapat dilihat pada tabel berikut
ini.

Tabel 2. 1 Kandungan nutrisi waffle per 100 gram

Zat Gizi Kadar


Air 46,2 g
Energi 1040 kcal
Protein 2.99 g
Lemak 8,22
Karbohidrat 40,5 g
Magnesium 31 g
Zinc 0,54 g
Vitamin B-6 0,067 g
Potassium 121 mg
Fe 0,56 mg

2.1.2 Bahan Dalam Pembuatan Waffle


2.1.2.1 Tepung Terigu

11
Dalam buku Referensi Komplet A-Z Bakery Fungsi Bahan, Proses
Pembuatan Roti, Panduan Menjadi Bakepreneur Cetakan Ke-1 (Syarbini,
2013) biji gandum yang digiling dapat menghasilkan tepung terigu. Tepung
terigu ini dapat dibedakan menjadi 3 jenis, diantaranya tepung terigu protein
rendah (8-9%) biasanya dapat digunakan untuk pembuatan kue kering
karena menghasilkan tekstur yang renyah pada kue, protein sedang (10-
11%) dengan kandungan gluten yang cukup banyak sehingga biasanya lebih
sering digunakan dalam berbagai pengolahan bahan pangan tertentu
terutama pada kue karena menghasilkan struktur yang kokoh (Rustandi,
2011), dan protein tinggi (11-12%) memiliki kandungan gluten yang lebih
tinggi sehingga menghasilkan olahan makanan yang kenyal dan elastis
seperti mi, donat, kue sus, dan lain-lain.

Tepung terigu ini berbeda dengan tepung yang lainnya karena


mengandung gluten. Gluten tersebut merupakan protein yang bersifat
lengket dan elastik untuk membuat adonan mudah dibentuk serta elastis
(Prasetyo & Sinaga, 2020). Dalam pembuatan kue waffle ini, menggunakan
tepung terigu dengan kadar protein tinggi sekitar 11-12%. Hal tersebut
dimaksudkan agar dapat membentuk kerangka pada kue waffle. Kandungan
gizi per 100 gram tepung terigu (Fat Secret Platfrom API, 2008) dapat
dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. 2 Kandungan Gizi Tepung Terigu per 100 gram

Unsur Gizi Jumlah

Energi 364 kkal

Lemak 0,98 g

Kolesterol 0 mg

Protein 10,33 g

Karbohidrat 76,31 g

Sodium 2 mg

12
Kalium 107 mg
Sumber : Fat Secret Indonesia (http://fatsecret.co.id)

2.1.2.2 Tepung Kulit Pisang


Tepung kulit pisang merupakan tepung pemanfaatan dari kulit
pisang dan tinggi akan serat sehingga sifat tersebut dapat menggantikan
tepung terigu. Semua jenis kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan tepung, akan tetapi kualitas yang terbaik adalah kulit pisang raja
karena memiliki struktur serat yang tebal dan memiliki kandungan pati dan
kalsium yang tinggi pula.tepung kulit pisang ini merupakan bahan dasar
dalam pembuatan waffle (Sukriyadi, 2010).

2.1.2.3 Tepung Maizena

Pati jagung atau tepung maizena merupakan salah satu produk


olahan dari jagung yang berwarna putih dan dimanfaatkan sebagai bahan
baku untuk produksi sirup jagung, makanan ringan, substitusi produk
bakery dan kue bahan pengental dalam pembuatan saus (Alam & Nurhaeni,
2008). Dalam pembuatan kue waffle ini tepung maizena berfungsi untuk
menambah tekstur krispi.

2.1.2.4 Gula

Gula atau sukrosa merupakan pemanis utama yang biasa digunakan


untuk industri pangan. Sukrosa yang paling baik berasal dari bit, tebu, atau
palem (K. e, 2012). Peran utama gula pasir sebagai sumber energi adalah
membantu pembentukan nata. Selain itu, gula berperan penting dalam
pembentukan enzim ekstraseluler polymerase yang mana bekerja untuk
menyusun benang-benang nata (Prambayun, 2002).

2.1.2.5 Telur

Telur merupakan salah satu produk hasil peternakan yang banyak


mengandung zat gizi tinggi dan sangat baik untuk tubuh. Bahan pangan
telur ini sangat baik untuk perkembangan anak-anak karena tinggi protein

13
dan mineral. Selain itu, telur baik diberikan kepada orang yang sakit
maupun setelah selesai melakukan operasi agar dapat mempercepat proses
penyembuhannya (Kaewmanee, T., S. Benjakul, 2012).

Produk unggas ini dikenal sebagai bahan pangan sumber protein


dan bermutu tinggi yang mudah didapatkan oleh masyarakat karena harga
yang terjangkau dibandingkan dengan bahan pangan su mber protein
lainnya (Djaelani et al., 2016).

Sebagian besar masyarakat lebih memilih telur ayam dalam


memenuhi kebutuhan pangan karena mudah diolah dan dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan manusia lainnya seperti membuat roti, campuran makanan
dan sebagainya (Ii & Pustaka, 2017). Dalam pembuatan kue, telur sebagai
bahan utama memiliki fungsi yaitu untuk pengembang adonan,
memberikan rasa, pengemulsi, pembuih dan lain-lain (Ekayani, 2011).

Tabel 2. 3 Komposisi Zat Gizi dalam 100 gram Telur Ayam Ras

Zat Gizi Jumlah

Energi 154 kkal

Protein 12,4 gram

Lemak 10,8 gram

Besi 3 mg

Kalsium 86 mg

Fosfor 258 mg

(Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009)

2.1.2.6 Susu

Susu merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi
karena tinggi akan asam amino yang diperlukan oleh manusia dan tingkat
kecernaan yang tinggi (Marangoni F, Pellegrino L et al., 2018). Cairan susu
ini diperoleh dari ambing sapi yang dilakukan dengan cara yang benar

14
kemudian dapat diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan berbagai
olahan produk susu. Salah satu yang dihasilkan adalah produk susu bubuk.

Susu bubuk merupakan hasil olahan susu segar yang telah


mengalami proses pengeringan yang kemudian ditambahkan bahan lain
untuk menggantikan zat gizi yang mengalami kerusakan pada saat
pengeringan (Imanningsih, 2013). Penggunaan susu dalam produk bakery
adalah untuk membentuk rasa, mengikat air, bahan pengisi, membentuk
struktur yang kuat karena adanya protein kasein serta menambah nilai gizi.
Selain itu, pemakaian susu dapat memberikan warna terhadap warna kulit
roti (Koswara, 2009).

Kandungan Gizi Susu per 100 gram


Tabel 2. 4 Kandungan Gizi Susu per 100 gram

Zat Gizi Jumlah

Energi 61 kkal

Protein 3,2 gram

Lemak 3,5 gram

Besi 1,7 mg

Kalsium 143 mg

Fosfor 60 mg

(Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009)

2.1.2.7 Lemak

Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan produk


cake maupun patiseri. Selain untuk meningkatkan nilai gizi dalam
pembuatan kue waffle, lemak berfungsi sebagai penambah rasa,
melembutkan tekstur, bahan pewangi serta menghambat pembusukan.
Lemak yang biasanya dipakai dalam pembuatan kue waffle adalah mentega
(butter) dan margarin. Mentega (butter) terbuat dari lemak hewani yang

15
mengandung 82% lemak susu dan 16% air. Sedangkan margarin merupakan
bahan sintesis pengganti mentega yang berasal dari lemak nabati (Faridah et
al., 2008).

2.1.2.8 Garam

Garam merupakan salah satu bahan yang sering digunakan dalam


bahan pangan karena untuk menambahkan rasa (Badriyah & Putri, 2015).
Bahan ini berbentuk kristal putih dan rasanya asin yang diperoleh dari
endapan air laut. Dalam proses penelitian pembuatan kue waffle, garam
langsung dimasukkan dalam adonan serta diaduk sampai tercampur rata
untuk mempertajam rasa dan menambah kelezatan rasa. Biasanya garam
yang digunakan adalah garam dapur atau garam meja.

2.1.2.9 Vanili

Vanili merupakan zat aditif alami yang sering digunakan sebagai


bahan tambahan aroma pangan (JUNARLI et al., 2018). Ada beberapa
bentuk olahan vanili yaitu bubuk dan essence serta penggunaannya harus
sesuai dengan resep yang dianjurkan.

2.1.2.10 Baking Powder

Menurut Aftasari (2003) baking powder merupakan bahan


pengembang atau zat anorganik yang ditambahkan ke dalam adonan (bisa
tunggal atau campuran) untuk menghasilkabn gas CO2 membentuk inti
untuk perkembangan tekstur. Jika baking powder dapat melepaskan gas
CO2 dengan teratur selama pemanggangan, maka adonan dapat
mengembang dengan sempurna serta dapat menyeragamkan remah.

Fungsi lain baking powder dalam pembuatan kue adalah untuk


menambah volume, mengendalikan aroma, serta dapat mengontrol
penyebaran dan hasil produksi menjadi lebih ringan (Setyowati & F.C.,
2014)

2.1.2.11 Baking Soda

Soda kue atau baking soda merupakan bahan umum


yangdigunakan dalam industri pangan terutama kue dan roti sebagai bahan

16
pengembang. Komposisi utama bahan ini adalah natrium bikarbonat
(NaHCO3) dan tepung yang mangandung gas, harga relatif murah, mudah
digunakan dan tidak meninggalkan rasa pada produk di akhir. Soda kue
akan bereaksi pada saat pengocokan dan lebih cepat bereaksi jika
dipanaskan pada suhu 40-50℃ (Faridah, 2008)

2.1.2.12 Ragi

Penggunaan ragi telah dilakukan sejak zaman dahulu sejak bangsa


Yahudi, Mesir, Yunani, dan Romawi untuk membuat pengembangan
adonan roti. Khamir atau ragi tersebut dibuat dengan cara mencampurkan
sisa adonan roti sebelumnya (mengandung khamir) dengan adonan roti baru
(Palezar, Michael J dan Chan, 2013). Ragi sendiri merupakan
mikroorganisme yang dapat mudah ditemukan dan berasal dari keluarga
fungus bersel satu dari genus saccharomyces, species cervias. Bentuk dari
ragi tersebut adalah seperti butiran telur, dilindungi oleh didnding membran
yang dapat membelah diri serta dapat hidup tanpa adanya oksigen (Faridah
et al., 2008).

Ragi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis ragi kering
instan yang dibuat dari ragi yang dipanaskan hingga mengandung materi
kering sekitar 94%-95%. Menurut Arindhani (2015) ragi instan memiliki
kadar kelembaban 4% dan dapat secara langsung digunakan tanpa perlu
dehidrasi terlebih dahulu. Sifat ragi pada pembuatan kue waffle yang dapat
menghasilkan gas karbondioksida pada saat proses fermentasi,
menyebabkan terjadinya pengembangan adonan, mematangkan,
mengempukkan gluten, serta membantu menciptakan aroma dan rasa.

2.1.3 Formula Bahan

No. Nama Bahan Ukuran

1. Tepung terigu 60 gram

2. Ragi Instan 1,5 gram

3. Gula Pasir 50 gram

17
4. Telur 2 butir

5. Maizena 12 gram

6. Baking powder 1 gram

7. Susu bubuk 8,3 gram

8. Susu cair 35 ml

9. margarin 20 gram

10. Garam 1 gram


Sumber : (Sajian Sedap,2012)

2.1.4 Proses Pembuatan Waffle

Proses pembuatan waffle terdapat 3 tahap yaitu persiapan alat,


persiapan bahan dan pembuatan waffle :

2.1.4.1 Persiapan Bahan


Pada tahap ini bertujuan untuk mempersiapkan bahan-bahan yang
akan digunakan dalam pembuatan kue waffle diantaranya adalah : tepung
terigu, tepung maizena, susu bubuk, gula, telur, margarin, susu cair, baking
powder, baking soda dan garam. Bahan yang akan digunakan harus dalam
keadaan aman, bersih dan jauh dari tenggat kadaluarsa. Dalam
mempersiapkan bahan-bahan tersebut harus ditimbang sesuai dengan resep
standar waffle.

2.1.4.2 Persiapan Alat


Persiapan alat merupakan tahap untuk mempersiapkan peralatan yang
akan dibutuhkan dalam pembuatan kue waffle. Peralatan yang akan
digunakan antara lain : timbangan, gelas ukur, mixer, spatula, baskom,
sendok, panci dan cetakan waffle. Alat yang akan digunakan harus dalam
kondisi bersih, tidak rusak dan baik.

2.1.4.3 Tahap Pembuatan Waffle

18
Tahap pembuatan waffle dapat dilakukan melalui beberapa langkah
sebagai berikut :
2.1.4.3.1 Telur, gula pasir, dan ragi dimixer dengan kecepatan penuh
sampai mengembang, mengental dan berwarna putih.
2.1.4.3.2 Turunkan kecepatan mixer, kemudian masukkan campuran
tepung terigu, maizena, baking powder, baking soda, susu bubuk
dan garam yang telah diayak ke dalam adonan telur, gula pasir
dan ragi yang telah mengembang.
2.1.4.3.3 Lelehkan margarin kemudian campurkan ke dalam susu cair.
Setelah tercampur, tuang margarin dan susu cair ke dalam
adonan yang telah tercampur sebelumnya dan aduk hingga
merata.
2.1.4.3.4 Tahap selanjutnya adalah fermentasi. Pada tahap ini dilakukan
selama 20 menit serta adonan harus ditutup dengan plastik untuk
mempercepat proses fermentasi. Proses ini menyebabkan
penambahan volume dan pengembangan adonan karena enzim
pada ragi bereaksi dengan pati dan gula yang menghasilkan gas
karbondioksida.
2.1.4.3.5 Setelah proses fermentasi, adonan dapat segera dicetak
menggunakan cetakan yang telah dipanaskan sebelumnya dan
telah diolesi dengan margarin supaya tidak lengket. Adonan
yang telah dituang di cetakan waffle dipanggang selama 7-10
menit (Suryono et al., 2018)

Uraian di atas dapat digambarkan dalam bentuk skema diagram


mengalir pada gambar sebagai berikut :

Telur, gula pasir dan ragi di mixer dengan


kecepatan penuh

Masukkan tepung terigu, maizena, baking soda,


baking powder, susu bubuk dan garam

Masukkan margarin yang telah dilelehkan dan


susu cair

Adonan difermentasi selama 20 menit 19


menit

2.1.5 Tahap Penyelesaian


Gambar 2. 1 Skema Pembuatan Waffle
Tahap ini meliputi pendinginan waffle, kemudian dikemas dalam
kotak kardus kecil yang diberikan topping seperti es krim atau glaze. Tujuan
pengemasan tersebut adalah dapat bertahan lama dan tidak terkontaminasi
bakteri yang terdapat pada udara.

2.1.6 Alat yang Digunakan Dalam Pembuatan Waffle


2.1.6.1 Timbangan
Timbangan merupakan alat ukur yang digunakan untuk menimbang
bahan atau adonan secara tepat agar menghasilkan kualitas waffle yang
baik. Timbangan yang digunakan harus dalam keadaan baik, cermat dan
tepat sesuai ukurannya. Dalam penelitian eksperimen ini, timbangan yang
digunakan adalah timbangan digital.
2.1.6.2 Baskom
Baskom merupakan tempat penampungan adonan waffle yang
dimixer. Baskom yang digunakan harus dalam keadaan bersih, kering, layak
pakai dan tidak lembab.
2.1.6.3 Sendok
Sendok merupakan alat untuk makan yang digunakan untuk
membantu proses pengambilan bahan yang akan ditimbang.
2.1.6.4 Spatula
Spatula adalah alat untuk mengambil adonan yang telah dicetak
dalam cetakan supaya tidak terkena panas.
2.1.6.5 Saringan
Alat ini adalah untuk membantu mengayak bahan yang digunakan
untuk membuat waffle.

20
2.1.6.6 Panci
Panci dalam pembuatan waffle adalah untuk melelehkan margarin.
2.1.6.7 Cetakan Waffle
Cetakan waffle berbentuk lempengan besi dan didalamnya terdapat
lekukan yang akan membentuk motif khas waffle. Cetakan waffle yang akan
digunakan adalah cetakan elektrik.

2.1.7 Kriteria Waffle yang Baik


Kriteria waffle yang baik dirujuk melalui pengertian tentang waffle
adalah sebagai berikut :
2.1.7.1 Warna
Warna yang didapatkan seharusnya adalah kuning keemasan secara
merata pada saat proses pemanggangan dengan panas yang merata pula.
2.1.7.2 Aroma
Aroma waffle yang baik adalah harum khas waffle yang didapatkan
dari margarin dan vanilla dalam pembuatan waffle sebelumnya
2.1.7.3 Tekstur
Tekstur yang baik harus lembut seperti cake,mengembang dan
berongga yang dibantu oleh bahan pengembang baking powder, baking
soda dan ragi.
2.1.7.4 Bentuk
Dalam pembuatan waffle bentuk yang diharapkan adalah seragam
dan merata sesuai dengan cetakan yang dipakai. Jika hasil yang tidak
seragam menunjukkan bahwa adonan waffle tidak mengembang dengan
sempurna.
2.1.7.5 Rasa
Rasa yang dihasilkan adalah rasa manis khas kue waffle.

2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Waffle


Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi kualitas waffle yang
akan dijabarkan sebagai berikut :
2.1.8.1 Faktor Bahan
Pemilihan kualitas bahan yang baik akan menghasilkan kue waffle
yang baik. Sedangkan pemilihan bahan yang kurang baik dapat
mengakibatkan kualitas waffle yang kurang baik pula. Misalnya bahan yang

21
dipilih adalah bahan yang sudah terkontaminasi bakteri karena tidak ditutup
rapat setelah digunakan dapaty menghasilkan kue waffle yang tidak
mengembang sempurna dan rasa yang kurang enak.
2.1.8.2 Faktor Kebersihan Alat
Kebersihan alat juga merupakan elemen penting yang
mempengaruhi kualitas kue waffle karena alat yang bersih dan tidak lembab
akan menghasilkan kue yang bebas dari kuman atau mikroorganisme yang
dapat membahayakan kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.
2.1.8.3 Faktor Pencampuran Bahan
Pencapuran bahan yang dilakukan pada waktu yang tepat dapat
menghasilkan kue waffle yang baik. Misalnya memasukkan adonan kering
bersamaan dengan adonan telur dan dimixer dalam waktu bersamaan dapat
mengakibatkan kualitas waffle yang buruk.
2.1.8.4 Fermentasi
Waktu fermentasi yang dibutuhkan adalah 20 menit supaya dapat
mengembang dengan baik. Jika waktu fermentasi kurang atau lebih dari
yang telah ditentukan dapat mengakibatkan kurang atau lebih
pengembangannya dan menghasilkan rasa yang asam dan tekstur yang
kurang baik.
2.1.8.5 Pemanggangan
Waffle yang dipanggang melalui pemanggang elektrik waktu yang
dibutuhkan adalah sekitar 7-10 menit. Jika kurang dari waktu yang
ditentukan waffle berwarna pucat dan hasilnya masih sedikit basah karena
belum matang. Sebaliknya jika lebih dari waktu yang ditentukan,
mengakibatkan warna menjadi lebih gelap karena terlalu gosong dan akan
mempengaruhi rasa waffle tersebut.
2.1.8.6 Standar mutu
Standar mutu waffle dapat dikategorikan dalam roti karena
penggunaan ragi dalam pembuatannya serta daya simpannya bertahan
dalam waktu 3 hari saja. Pada penelitian ini yang digunakan sebagai
patokan standar waffle adalah SNI roti.

22
2.2 Tinjauan Umum Tentang Pisang

Tanaman pisang berasal dari Asia Tenggara yang kemudian


menyebar hingga ke benua Afrika, Amerika Selatan dan Tengah. Umumnya
persebaran tersebut merata hampir ke seluruh dunia baik di iklim tropis
maupun sub tropis. Di wilayah benua Asia, negara Indonesia yang memiliki
jumlah produksi yang paling tinggi yaitu sebesar 50% (Kementrian
Pertanian, 2014).

Pisang merupakan komoditas buah yang paling banyak diproduksi


dan dikonsumsi di Indonesia (Purwadaria, Hadi, 2006). Pisang merupakan
tanaman yang mudah tumbuh di wilayah Indonesia karena beriklim tropis.
Daerah sebaran yang luas menyebabkan hampir seluruh wilayah di
Indonesia menjadi tempat bertumbuhnya pisang seperti pekarangan dan
ladang bahkan telah dibudidayakan menjadi perkebunan untuk menyokong
perekonomian masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia biasanya
memanfaatkan buah pisangnya saja untuk dijadikan olahan seperti keripik
pisang, selai, gorengan dan lain-lain.

Indonesia telah dikenal sebagai salah satu daerah penyebaran pisang


yang luas dan pusat keragaman spesies liar pisang yang dibudidayakan
yakni sekitar lebih dari 200 jenis. Dari berbagai jenis pisang yang
dibudidayakan, tentunya memiliki mutu dan manfaat yang berbeda-beda
pula.

2.2.1 Jenis-jenis Pisang

Berdasarkan Suyanti dalam Buku Pisang Budi Daya Pengolahan dan


Prospek Pasar (2008), pisang menurut jenisnya bisa dibagi menjadi 5
bagian, yaitu :

1) Musa pardisiaca var. adalah pisang yang dapat dimakan langsung


setelah masak seperti pisang raja, pisang mas, pisang susu, pisang
ambon, raja sereh, dan barangan
2) Musa paradisiaca L forma typical (plantain) adalah pisang yang bisa
dimakan setelah dimasak (goreng atau dikukus) sepertyi pisang kapok,
tanduk, oli, nangka dan kapas.

23
3) Musa brachycarpa adalah pisang yang terdapat biji dalam buahnya
seperti pisang batu atau pisang klutuk.
4) Musa texilis adalah pisang yang menghasilkan serat seperti pisang
manila.
5) Pisang hias contohnya seperti pisang kipas, pisang basjoo dan pisang
superb.

Di Indonesia sendiri, pisang yang umum dibudidayakan petani adalah


sebagai berikut :

1) Pisang Kepok
Pisang kapok (Musa paradisiaca forma typica) merupakan jenis
pisang yang paling sering diolah berbagai macam panganan. Ciri fisik
pisang kapok ini adalah memiliki kulit tebal dengan warna kuning
kehijauan dan terdapat sedikit noda kecokelatan, serta daging buah
yang manis. Umumnya pisang kapok dapat tumbuh optimal pada suhu
27-38℃. Rata-rata panjang yang dimiliki pisang kapok adalah sekitar
10-12 cm dengan berat 80-120 gram (Prabawati, S., Suyanti dan
Setyabudi, 2008).
2) Pisang Ambon
Pisang ambon adalah salah satu tumbuhan yang paling banyak
tumbuh di Indonesia dan dapat dikonsumsi langsung maupun dapat
digunakan untuk berbagai olahan pangan karena rasanya yang manis
(Suherman & Rusli, 2010). Ciri fisik yang dimiliki pisang ambon adalah
kulitnya agak kekuningan, kulit buah tebal dan terdapat sedikit bercak
cokelat. Buah ini memiliki panjang sekitar 15-17 cm,daging buah tidak
berbiji dan berwarna sedikit keputihan, serta buahnya lurus.
3) Pisang Tanduk
Varietas pisang tanduk merupakan ukuran terbesar dalam komoditas
pisang yaitu memiliki panjang berkisar 25-40 cm, lebar 6-12 cm,
diameter 4,4-4,8 cm. ciri khas dari pisang tanduk ini adalah buah yang
panjang melengkung seperti tanduk. Sebagian besar potensi hasil pisang
tanduk ini memiliki berat mencapai 15 kg per tandan. Dalam 1 tandan
biasanya terdapat 1-3 sisir yang tiap sisirnya memiliki 6-10 buah. Pisang
ini berwarna kuning kehijauan jika telah matang dan daging buahnya
berwarna oranye dengan tekstur yang halus. Uniknya, pisang tanduk ini

24
tidak mengenal musim sehingga dapat tersedia kapan saja di pasaran
(Ismail, S and Khasim, 2005)
4) Pisang Mas
Pisang mas (Musa sinensis) merupakan salah satu jenis pisang meja
yang rasanya manis dibandingkan yang laimnya karena banyak
mengandung gula (Nurhayati, Tamtarini, Jayus, Eka Ruriani, 2013).
Buah ini tidak mengenal musim sehingga banyak masyarakat yang
membudidayakannya dan dapat ditemukan di pasar maupun
supermarket. Sebagian masyarakat menyukai pisang mas karena pisang
mas tersebut memiliki ciri khas yang melekat yaitu aroma yang harum
dan manis. Selain ciri khas tersebut, buah ini memiliki banyak manfaat
yang terkandung di dalamnya seperti vitamin C dan pro vitamin A
(Utomo et al., 2019)
5) Pisang Cavendish
Berdasarkan Jurnal Protobiont oleh Mahfudza, dkk, (2018) Pisang
Cavendish (Musa acuminata L.) termasuk dalam famli Musaceae yang
berasal dari Asia Tenggara. Pisang yang dikenal dengan pisang ambon
putih ini memiliki panjang tandan sekitar 60-100 cm, berat 15-30 kg.
tiap tandan memiliki 9-13 sisir yang tiap sisirnya terdiri dari 12-22 buah
pisang. Ciri yang nampak adalah warna hijau atau pun kuning mulus,
daging buah putih, rasanya sedikit masam dan bertekstur lunak
(Robinson, J.H.& Sauco, 2010)
6) Pisang Raja
Di Indonesia, pisang raja (Musa paradisiaca L.) merupakan pisang
yang paling banyak dikonsumsi oleh masayarakat baik dimakan secara
langsung maupun diolah terlebih dahulu. Menurut Kaleka (2013) dalam
buku Pisang-pisang Komersial menyebutkan karakteristik buah pisang
raja adalah masa panen 10-12 bulan, umur berbunga panen 2,5-3 bulan,
berat tandan mencapai 10-12,5 kg, memiliki 5-7 sisir per tandan dengan
rata-rata per sisir 14-15 buah. Panjang buah 12-17 cm, diameter sekitar
4,40 cm, bobot sekitar 170-180 gram dan bentuknya melengkung. Selain
itu, ciri menonjol yang dapat ditemukan adalah memiliki daging buah
yang berwarna kuning, kulit pisang agak kekuningan, beraroma harum,
serta rasanya manis. Sebagian besar masyarakat Indonesia

25
menggunakan buah pisang raja sebagai olahan bahan makanan tertentu
seperti keripik, pisang goreng maupun sale pisang.

2.2.2 Kandungan Pisang Raja


Tidak hanya dari segi ekonomis, pisang raja memiliki banyak
manfaat bagi tubuh manusia. Kandungan yang terkandung di dalamnya
adalah karbohidrat, mineral, vitamin B6 dan vitamin C yang tinggi
(Ambarita et al., 2016). Sumber karbohidrat sederhana dan kompleks
sebagai sumber energi yang dimiliki buah pisang raja dapat mengatasi
kelelahan otot pada manusia (Nieman et al., 2012). Vitamin C yang
didapatkan dari buah pisang raja ini bermanfaat untuk pertumbuhan dan
perbaikan jaringan dalam tubuh (Wekti, 2018).
Nilai gizi yang terkandung dalam buah pisang raja per 100 gram
BDD yaitu kalori sebanyak 120 kal; protein 1,2 gram; air 65,8 gram;
vitamin A 950 SI; vitamin C 10 mg; besi 0,8 mg; serta kalsium 10 mg
(Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009)

2.3 Tinjauan Tentang Kulit Pisang

Kulit pisang merupakan limbah buah pisang yang masih minim


pemanfaatnya bagi sebagian kalangan masyarakat. Akibat kurangnya
pemahaman masyarakat mengenai manfaat kulit pisang, menyebabkan
limbah buah pisang ini semakin menumpuk sehingga dapat mencemari
lingkungan. Menariknya, kulit pisang yang dianggap limbah bagi sebagian
masyarakat ini memiliki kandungan gizi yang tinggi terutama kandungan
karbohidratnya (Hikmatun, 2014). Selain kaya akan karbohidrat, kulit
pisang ini juga mengandung serat yang tinggi, fungsinya adalah menjaga
glukosa darah tetap terkontrol serta bermanfaat bagi saluran pencernaan
yaitu dengan mengikat garam empedu dan dikeluarkan bersama feses
sehingga dapat menurunkan kolesterol sebesar 5% dan memberikan rasa
kenyang lebih lama (Santoso, 2011). Kulit pisang raja dalam 100 gram
banyak memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein dan lemak.

Tabel 2. 5 Komposisi Zat Gizi Kulit Pisang per 100 gram bahan

Jenis Zat Gizi Kadar

26
Protein (g) 0,32

Lemak (g) 2,11


Karbohidrat (g) 18,50

Serat kasar (g) 12,6


Kalsium (mg) 715

Fosfor (mg) 117


Vitamin C 17,50
Zat Besi (mg) 1,60
Vitamin B (mg) 0,12
Sumber : Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (1982)
2.4 Tinjauan Tentang Tepung Kulit Pisang Raja
Menurut penelitian Sukriyadi (2010) menyatakakan bahwa semua jenis
kulit pisang dapat diolah menjadi tepung, namun yang terbaik adalah kulit
pisang raja karena memiliki struktur serat yang lebih tebal dan memiliki
kandungan pati dan kalsium yang cukup tinggi. Sebagai subtituen tepung,
serat pangan di dalamya dapat memberikan efek fisiologis, seperti penyakit
kardiovaskular,konstipasi, iritasi usus, kanker usus dan diabetes (Rodriguez
et al., 2006). Kandungan fitokimia dan antioksidan dapat melindungi diri
dari penyakit. Manfaat dan potensi tersebut menjadi sebuah alasan bahwa
kandungan serat pangan yang tinggi pada kulit pisang dapat menjadikan
sebuah produk tepung (Aryani et al., 2018).
Dalam pembuatan tepung kulit pisang, bagian yang diambil adalah kulit
pisang yang berwarna putih. umumnya, tepung yang dihasilkan dari tepung
kulit pisang ini berwarna sedikit kecoklatan. Hal tersebut dikarenakan
adannya oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh
enzim pada bahan pangan tersebut. Untuk menghindari reaksi pencoklatan
tersebut adalah dengan cara mencegah kontak antara bahan yang telah
dikupas dengan udara yaitu dengan merendamnya di dalam air atau
merendam pada larutan 1% garam (Widowati, 2001).

27
Pemanfaatan kulit pisang sebagai subtituen tepung terigu diharapkan
dapat menekan impor tepung terigu karena selama ini di Indonesia impor
tepung terigu masih meningkat seiring dengan perkembangannya industri
makanan.

2.4.1 Proses Pembuatan Tepung Kulit Pisang


2.4.1.1 Persiapan bahan
Tahap awal dalam proses pembuatan tepung kulut pisang adalah
mempersiapkan bahan yaitu kulit pisang raja. Kulit pisang raja yang
digunakan adalah buah pisang raja yang telah masak, berwarna kekuningan,
utuh, segar tidak berbusuk dan memiliki aroma yang tajam.
2.4.1.2 Pencucian
Pencucian merupakan proses mencuci dengan air mengalir untuk
mengurangi jumlah kotoran yang menempel sehingga kotoran tersebut
dapat terbawa bersama arus air yang terbuang. Kulit pisang yang telah
dipilih untuk pembuatan tepung harus dicuci sampai bersih untuk
menghilangkan kotoran. Setelah pencucian, dapat dilakukan penirisan
dalam saringan atau wadah yang berlubang agar menghilangkan sisa air
cucian.
2.4.1.3 Pengukusan
Pengukusan ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan proses
pengambilan daging kulit pisang atau proses pengerokan yaitu dengan cara
memanaskan kulit pisang menggunakan uap air panas dalam wadah atau
panci tertutup.
2.4.1.4 Pengambilan daging kulit pisang (Pengerokan)
Bagian yang diambil adalah kulit pisang yang berwarna putih
menggunakan alat bantu sendok untuk mempermudah pengerokan. Setelah
tahap pengerokan selesai dapat dilanjutkan ke proses pengeringan.
2.4.1.5 Pengeringan

28
Kulit pisang yang telah dikerok dapat langsung dikeringan dengan
mesin pengering yang bersuhu 60℃ sampai benar-benar kering, kurang
lebih sekitar 6-8 jam (Aryani et al., 2018).
2.4.1.6 Penggilingan atau penepungan
Penggilingan dilakukan setelah kulit pisang kering untuk mengubah
menjadi tepung. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan mesin penggiling
smapai menjadi butiran yang halus.
2.4.1.7 Pengayakan
Butiran-butiran halus tepung kulit pisang tersebut kemudian diayak
menggunakan ayakan ukuran 80 mesh. Dari 958 gram kulit pisang dapat
menghasilkan 160 gram tepung kulit pisang.

Persiapan Bahan

Pencucian

Pengukusan

Pengerokan

Pengeringan

Penggilingan

Pengayakan

Tepung Kulit Pisang


Gambar 2. 2 Skema Proses Pembuatan Tepung Kulit Pisang Raja

29
2.4.2 Pertimbangan Tepung Kulit Pisang Digunakan Sebagai Bahan
Substitusi Pembuatan Waffle
2.4.2.1 Karakteristik bahan
Dalam penelitian ini, peneliti memanfaatkan kulit pisang raja
sebagai bahan utama selain tepung terigu dalam pembuatan kue waffle.
Penambahan tepung kulit pisang raja dapat memberikan aroma dan rasa
khas pisang raja serta memberikan tekstur yang sedikit renyah. Hal tersebut
menjadikan alasan tepung kulit pisang raja dapat dimanfaatkan sebagai
substitusi dalam pembuatan kue waffle.
2.4.2.2 Menambah zat gizi
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, kulit pisang
raja sangat kaya dan tinggi kandungan gizinya yaitu karbohidrat 18,5%,
kalsium 715 mg, vitamin C 17,50%, serat kasar 12,6%, fosfor 117 mg,
protein 0,32% dan air 69,8%. Selain itu, kandungan kulit pisang ini dapat
membantu proses pencernaan serta dapat mengatur kadar gula dalam darah.

2.5 Kerangka Berfikir

Buah pisang merupakan bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh


masyarakat Indonesia karena dikenal memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan tubuh. Selain memiliki manfaat yang melimpah, pemanfaatan
buah pisang dinilai belum baik karena selama ini dan hanya buah pisang
saja yang sering dimanfaatkan. Padahal buah pisang sendiri memiliki
limbah organik yang sebenarnya masih bisa dimanfaatkan contohya
pembuatan tepung dari kulit pisang sehingga buah pisang dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Dalam penelitian ini, peneliti ingin
membuat waffle yang dibuat dari subtitusi tepung kulit pisang.

Pembuatan waffle untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan


formula 70% tepung terigu dan 30% tepung kulit pisang, campuran 60%
tepung terigu dan 40% tepung kulit pisang serta campuran 50% tepung
terigu dan 50% tepung kulit pisang. Untuk hasil yang baik, maka perlu
diadakan penilaian yaitu secara subjektif dan objektif. Penilaian subjektif
meliputi uji organoleptik dan uji indrawi yang dilihat dari indikator warna,
aroma, tekstur, bentuk,dan rasa. Sedangkan penilaian objektif yaitu
dilakukan dengan uji kimia untuk mengetahui kandungan karbohidrat,

30
protein dan serat pada kue waffle subtitusi kulit pisang. Dari uraian di atas,
maka dapat disusun suatu skema kerangka berfikir untuk mengutarakan
arah dan maksud peneliti pada alur skema berikut :

31
Gambar 2. 3 Skema Kerangka Berfikir

32
2.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara terhadap permasalahan


penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk pertanyaan (Sugiyono, 2013a). Sehubungan adanya permasalahan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya pengaruh
kualitas waffle dengan penambahan sebagian tepung kulit pisang dengan
presentase yang berbeda. Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :

2.6.1 Hipotesis Kerja (Ha)


Ada pengaruh penggantian sebagian tepung terigu dengan tepung
kulit pisang terhadap kualitas kue waffle pada presentase yang berbeda dan
ditinjau dari aspek warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa.
2.6.2 Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada pengaruh penggantian sebagian tepung terigu dengan
tepung kulit pisang terhadap kualitas kue waffle pada presentase yang
berbeda dan ditinjau dari aspek warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa.

33
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara strategi yang digunakan dalam


kegiatan penelitian, sehingga pelaksanaan penelitian dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal-hal yang akan diuraikan dalam
metode penelitian ini adalah metode penentuan objek penelitian, metode
pengumpulan data, dan metode analisis data.

3.1 Metode Penentuan Objek Penelitian

Beberapa hal yang dijabarkan dalam penentuan objek penelitian


meliputi objek penelitian, dan variabel penelitian yang meliputi variabel
bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol.

3.1.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah waffle dengan penambahan sebagian


tepung kulit pisang dengan presentase tepung terigu dan tepung kulit pisang
(100%:0%),(90%:10%),(80%:20%),(70%:30%).

3.1.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut sebuah obyek atau


kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dan memiliki variabel untuk dipelajari
dan diteliti agar bisa ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013a). Dalam
penelitian ini, variabel yang akan digunakan adalah variabel bebas, variabel
terikat dan variabel kontrol.

3.1.2.1 Variabel bebas

Menurut Sugiyono (2013), variabel bebas (variabel independen)


merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah bahan dasar tepung terigu digantikan dengan

34
penambahan sebagian tepung kulit pisang raja dengan perbandingan :
100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%.

3.1.2.2 Variabel Terikat

Menurut Sugiyono (2013), variabel terikat (variabel dependen)


merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualitas
inderawi, kualitas gizi dan tingkat kesukaan masyarakat terhadap hasil
eksperimen waffle. Kualitas inderawi dapat dikenali dengan indikator mutu
yaitu warna, tekstur, aroma dan rasa. Kualitas gizi dilihat dari kandungan
gizi yang diteliti yaitu karbohidrat, protein dan serat.

3.1.2.3 Variabel Kontrol

Menurut Sugiyono (2013), variabel kontrol adalah variabel yang


dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak
diteliti. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel kontrolnya adalah
komposisi penggunaan bahan dalam pembuatan waffle (tepung kulit pisang
raja, tepung terigu, maizena, gula, telur, margarin, ragi, susu bubuk, susu
cair, dan baking powder), kondisi dan kualitas bahan yang digunakan,
proses pembuatan, pencetakan waffle, alat yang digunakan dalam proses
pembuatan waffle, dan lamanya waktu pemanggangan. Semua variabel
control ini dikondisikan sama.

3.2 Metode Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan penelitian merupakan langkah-langkah yang harus


dilakukan dalam melaksanakan penelitian. Dalam melakukan penelitian ini,
metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Pada sub bab ini akan
dijabarkan mengenai metode eksperimen, desain eksperimen dan prosedur
pelaksanaan eksperimen.

3.2.1 Metode Eksperimen

Pada penelitian ini menggunakan studi eksperimen, karena data


yang diperoleh melalui sebuah percobaan. Metode eksperimen tersebut

35
merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap sesuatu hal dan dalam kondisi yang
terkendalikan (Sugiyono, 2013a). Dalam penelitian ini, kegiatan eksperimen
yang dilakukan adalah pengaruh penggantian sebagian tepung terigu dengan
tepung kulit pisang terhadap kualitas kue waffle.

3.2.2 Desain Eksperimen

Desain eksperimen merupakan sebuah langkah yang ditempuh


sebelum melakukan sebuah eksperimen untuk memperoleh data, sehingga
data tersebut dapat dianalisis secara objektif serta dapat diambil kesimpulan
yang mengacu pada persoalan yang sedang dibahas (Sudjana, 2002). Dalam
penelitian ini, desain eksperimen yang digunakan adalah desain acak
sempurna. Desain acak sempurna menurut Arikunto (2010) merupakan
bentuk dari desain random terhadap subyek dengan pola sebagai berikut :

x 01
R

02
K

Keterangan :

E :Kelompok eksperimen (kelompok yang dikenai perlakuan)

K : Kelompok kontrol (kelompok yang dikenakan sebagai pembanding)

R : Random

X : Perlakuan

01 : Observasi pada kelompok eksperimen

02 : Observasi pada kelompok kontrol

36
Penelitian dengan acak sempurna ini dilakukan sebanyak 4 kali
pengulangan berdasar pada jumlah sampel serta terbagi dalam 2 kelompok
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen
merupakan kelompok sampel kue waffle yang dikenakan perlakuan
penggantian sebagian tepung terigu dengan tepung kulit pisang raja dengan
presentase 10%, 20% dan 30% yang diberi kode 526, 761 dan 954.
Kelompok kontrol dengan kode 333 merupakan kelompok yang sama sekali
tidak diberikan perlakuan sama sekali karena tujuannya adalah sebagai
pembanding terhadap kelompok eksperimen. Semua sampel tersebut
kemudian dapat dilakukan uji organoleptik sehingga data yang diperoleh
dapat segera dianalisis. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas
kue waffle dengan penggantian tepung terigu dan tepung kulit pisang raja
dengan presentase yang berbeda. Skema desain eksperimen dengan pola
desain acak sempurna dapat dilihat sebagai berikut ini:

37
Objek Penelitian

Kelompok Kelompok eksperimen


kontrol tanpa dikenai perlakuan (jumlah
perlakuan komposit yang berbeda)

333 (tp
526 (tp 761 (tp 954 (tp
kulit
kulit kulit kulit
pisang
pisang pisang pisang
0%)
10%) 20%) 30%)

K P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3

Penilaian

Obyektif Subyektif

Analisis

Kesimpulan

Gambar 3. 1 Skema Desain Eksperimen

Keterangan :

333 : Kelompok dengan eksperimen 0% tepung kulit pisang

526 : Kelompok dengan eksperimen 10% tepung kulit pisang

761 : Kelompok dengan eksperimen 20% tepung kulit pisang

38
954 : Kelompok dengan eksperimen 30% tepung kulit pisang

P1 : Pengulangan eksperimen 1

P2 : Pengulangan eksperimen 2

P3 : Pengulangan eksperimen 3

3.2.3 Prosedur Pelaksanaan Eksperimen

Prosedur pelaksanan eksperimen merupakan langkah-langkah yang


telah ditentukan dalam melaksanakan percobaan pembuatan suatu produk
waffle yang berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan sebagian
tepung kulit pisang raja. Adapun prosedur pelaksanaan eksperimen melalui
tempat dan waktu eksperimen, bahan dan alat serta tahapan-tahapan
eksperimen.

3.2.3.1 Tempat dan waktu eksperimen

Eksperimen ini dilaksanakan di Laboraturium Pendidikan Tata


Boga Jurusan PKK Universitas Negeri Semarang pada tahun 2022

3.2.3.2 Bahan dan alat


1) Bahan yang digunakan dalam eksperimen ini merupakan bahan yang
berkualitas baik, tidak berbusuk dan tidak kadaluarsa. Adapun bahan-
bahan yang digunakan dalam pembuatan waffle yaitu tepung terigu,
tepung kulit pisang raja, gula pasir, telur, susu cair, susu bubuk, tepung
maizena, baking powder, ragi, margarin, dan garam. Perbedaan hasil
waffle dapat dilakukan dengan melakukan perbandingan ukuran bahan-
bahan seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 3. 1 Formula Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Waffle

Formula
No Nama Bahan 333 526 761 954
(g) (g) (g) (g)
1. Tepung terigu 60 54 48 42

39
2. Tepung kulit pisang raja 0 6 12 18
3. Ragi instan 1,5 1,5 1,5 1,5
4. Gula pasir 50 50 50 50
5. Telur 120 120 120 120
6. Maizena 12 12 12 12
8. Margarin 40 40 40 40
9. Susu cair 35 35 35 35
10. Susu bubuk 8,3 8,3 8,3 8,3
11. Baking powder 1 1 1 1
12. Garam 1 1 1 1
Keterangan :

A = terigu 100% dan tepung kulit pisang raja 0%

B = terigu 90% dan tepung kulit pisang raja 10%

C = terigu 80% dan tepung kulit pisang 20%

D = terigu 70% dan tepung kulit pisang 30%

2) Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah menggunakan


peralatan yang dalam kondisi baik dan higienis. Adapun peralatan yang
akan dugunakan adalah sebagai berikut :
Timbangan : 1 buah
Baskom adonan : 2 buah
Mixer : 1 buah
Cetakan waffle : 1 buah
Gelas ukur : 1 buah
Kompor : 1 buah
Panci : 1 buah

3.2.3.3 Tahap-tahap pelaksanaan eksperimen

40
Ada beberapa tahapan dalam eksperimen pembuatan kue waffle
dengan penambahan sebagian tepung kulit pisang raja yaitu tahap
persiapan. Tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahapan awal dalam melakukan
pekerjaan tertentu sehingga diharapkan dapat mempermudah dalam
proses pembuatan. Tahap persiapan ini meliputi : penyediaan tepung
kulit pisang dan penyediaan peralatan.

a) Penyediaan Tepung Kulit Pisang

Adapun langkah kerja dalam pembuatan tepung kulit pisang


yaitu pemilihan bahan, pencucian, pengukusan, pengerokan,
pengeringan, penggilingan, dan pengayakan.

(1) Pemilihan Bahan


Pemilihan bahan pembuatan tepung kulit pisang raja yang
baik dapat menghasilkan tepung kulit pisang yang baik pula. Kulit
pisang raja yang baik digunakan dalam pembuatan tepung sebaiknya
adalah buah yang telah masak, berwarna kekuningan, utuh, segar
atau tidak busuk serta memiliki aroma yang tajam.

(2) Pencucian

Buah yang telah dipilih kemudian dikupas kemudian pisahkan


antara buah dan kulitnya. Kulit pisang yang telah dikumpulkan dapat
segera dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel.

(3) Pengukusan

Pengukusan dilakukan untuk memudahkan proses


pengambilan daging kulit pisang yaitu dengan cara menggunakan
uap air panas dalam wadah atau panci yang tertutup.

(4) Pengerokan

Bagian yang diambil dalam pembuatan tepung kulit pisang


raja adalah kulit pisang yang berwarna putih. Proses pengerokan

41
tersebut dapat dibantu dengan alat yaitu sendok agar mempermudah
proses pengambilannya.

(5) Pengeringan

Waktu yang dibutuhkan dalam proses pengerikan kurang


lebih sekitar 6-8 jam menggunakan bantuan alat pengering yang
dipanaskan dalam suhu 60℃.

(6) Penggilingan

Tepung kulit pisang raja yang telah kering dapat dihaluskan


menjadi bubuk atau tepung sehingga dapat mudah diayak

(7) Pengayakan

Proses terakhir adalah pengayakan. Tepung kulit pisang raja


yang telah digiling diayak menggunakan ayakanan 80 mesh
sehingga tepung kulit pisang yanbg dihasilkan dapat menyerupai
tepung terigu.

b) Penyediaan Peralatan
Alat yang digunakan dalam pembuatan kue waffle dapat
dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan jenis pembuatan alatnya, yaitu
logam, plastik, dan kayu. Peralatan yang dibuat dari logam antara lain:
kompor, panci, mixer, sendok, dan cetakan waffle. Peralatan yang
berbahan plastik antara lain: kom adonan, timbangan, gelas ukur, dan
spatula. Peralatan yang berbahan dasar kayu yaitu kuas.
Alat yang akan digunakan dalam proses pembuatan kue waffle
harus memenuhi persyaratan antara lain: bebas dari kuman, kering,
tidak berjamur, tidak berkarat, serta alat yang digunakan harus dicuci
sebelum dan sesudah dipakai.

2) Tahap Pelaksanaan

Berikut ini merupakan tahap pelaksanaan pembuatan kue waffle


yaitu:

a) Penimbangan bahan

42
Menimbang bahan sesuai dengan resep standar dengan menggunakan
timbangan digital agar hasil lebih akurat.
b) Pencampuran bahan

Pembuatan kue waffle pada penenelitian ini terdapat tiga tahap,


yaitu sebagai berikut:

(1) Pencampuran pertama yaitu bahan kering disatukan dalam satu


wadah seperti tepung terigu, tepung kulit pisang raja, tepung maizena,
baking powder, dan susu bubuk, kemudian sisihkan.
(2) Pencampuran kedua terdiri dari margarin yang telah dilelehkan
dicampurkan dengan susu cair.
(3) Pencampuran ketiga adalah pencampuran antara telur, gula pasir dan
ragi yang dimixer dengan kecepatan sedang hingga mengembang,
kemudian masukkan campuran bahan pertama dengan menggunakan
kecepatan rendah. Setelah tercampur rata, masukkan campuran bahan
kedua dan aduk hingga merata menggunakan spatula.

c) Fermentasi
Fermentasi dilakukan guna untuk membantu menambah volume
dan mengembangkan adonan. Tahap ini dilakukan selama 20 menit dan
adonan tersebut harus ditutup rapat dengan plastic supaya dapat
mempercepat proses fermentasi. Pada saat fermentasi, enzim ragi
bereaksi dengan pati dan gula sehingga menghasilkan gas
karbondioksida.
d) Pencetakan adonan atau pemanggangan
Setelah proses fermentasi selesai, adonan dapat segera dicetak
menggunakan cetakan yang telah dipanaskan dan dioles margarin.
Adonan dapat dipanggang selama 8-10 menit sampai matang.

3) Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian merupakan tahap terakhir dalam pembuatan kue


waffle. Kue waffle yang telah dingin dapat ditempatkan dalam wadah dan
beri topping seperti madu, nuttela maupun cream agar dapat memperkaya
rasa.

43
3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini


meliputi penelitian subyektif dan penilaian obyektif. Penilaian subyektif
dilakukan dengan uji inderawi, dan uji kesukaan, sedangkan penilaian
obyektif dilakukan dengan menguji kandungan kiarbohidrat, serat, dan
kandungan air pada produk kue waffle.

3.1.1 Penilaian Subyektif

Penliaian subyektif merupakan suatu penilaian dengan cara menguji


mutu atau sifat suatu komoditi dengan menggunakan panelis sebagai
instrument menggunakan alat indera manusia. Alat indera yang digunakan
pada penilaian subyektif adalah indera pengelihatan, indera penciuman,
indera peraba dan indera perasa. Untuk mendapatkan data tentang kualitas
kue waffle substitusi tepung kulit pisang raja adalah dengan metode uji
inderawi dan uji kesukaan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik
sehingga mendapatkan hasil yang valid dan terpercaya karena tidak lagi
bersifat subyektif.

3.3.1.1 Uji Inderawi

Menurut Kartika, dkk (1988) uji inderawi adalah pengujian sifat


karakteristik bahan pangan yang menggunakan indera manusia antara lain
indera pembau, indera penglihatan, perasa, pendengaran dan indera peraba.
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas masing-
masing sampel waffle dengan penggantian sebagian tepung terigu dengan
tepung kulit pisang raja. Pengujian tersebut dilakukan melalui beberapa
indikator yaitu indikator warna, rasa, aroma, dan tekstur. Ada beberapa
karakteristik uji inderawi yaitu (a) penguji melakukan pengujian
menggunakan indera kepekaan, (b) metode pengujian yang dilakuikan
secara pasti, (c) penguji yang ditetapkan dipilih melalui tahap seleksi dan
latihan sebelum pengujian, (d) penguji bersifat pekerja analisa saja dan
dilakukan melalui bilik-bilik yang telah tersedia yang nantinya hasilnya
dapat dianalisis menggunakan metode statistik sehingga subyektifitas
pengujinya kecil. Teknik penilaian yang diambil dalam uji inderawi ini
adalah pengujian skoring. Hal tersebut dilakukan supaya dapat mengetahui

44
perbandingan sampel waffle dengan penggantian sebagian tepung terigu
dengan tepung kulit pisang raja yang ditinjau dari aspek warna, aroma,
tekstur, dan rasa. Berikut ini merupakan kriteria penilaian uji inderawi:

1) Indikator Warna

Indikator warna yang diuji meliputi warna bagian luar dan warna
bagian dalam.

a) Warna Bagian Luar

Tabel 3. 2 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasarkan Indikator


Bagian Luar

No Kriteria penilaian Skor


1. a. Coklat keemasan 4
2. b. Coklat 3
3. c. Coklat tua 2
4. d. Coklat kehitaman 1

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram warna dibawah ini:

4.5
4
3.5
3
1
2.5
2
2
3
1.5
4
1
0.5
0
warna bagian luar
Gambar 3. 2 Diagram Waffle Bagian Luar

45
b) Warna Bagian Dalam

Tabel 3. 3 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasarkan Indikator


Warna Bagian Dalam

No Kriteria penilaian Skor


1. a. Coklat kekuningan 4
2. b. Coklat muda 3
3. c. Coklat tua 2
4. d. Coklat kehitaman 1

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram warna dibawah ini:

4.5
4
3.5
3
1
2.5
2
2 3
1.5 4
1
0.5
0
warna bagian dalam
Gambar 3. 3 Diagram Warna Waffle Bagian Dalam

2) Indikator Tekstur

Tabel 3. 4 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasakan Tekstur

No Kriteria penilaian Skor


1. a. Empuk 4
2. b. Cukup empuk 3
3. c. Tidak empuk 2
4. d. Sangat tidak empuk 1

46
3) Indikator Aroma
Tabel 3. 5 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasakan Aroma

No Kriteria penilaian Skor


1. a. Harum khas waffle 4
2. b. Cukup khas waffle sedang 3
3. c. Tidak harum khas waffle 2
4. d. Sangat tidak harum khas waffle 1

4) Indikator Rasa

Tabel 3. 6 Kriteria Penilaian Uji Inderawi Berdasakan Rasa

No Kriteria penilaian Skor


1. a. Nyata 4
2. b. Cukup nyata 3
3. c. Tidak nyata 2
4. d. Sangat tidak nyata 1

3.1.2 Penilaian Obyektif

Penilaian obyektif merupakan penilaian yang digunakan untuk


mengetahui suatu kandungan produk penelitian. Pada penelitian ini produk
yang akan diteliti besaran kandungannya adalah kue waffle dengan
penggatian sebagian tepung terigu dengan tepung kulit pisang raja yaitu
kandungan karbohidrat, protein dan serat. Uji kandungan produk ini
dilakukan di Laboraturium FMIPA Universitas Negeri Semarang.

3.4 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


metode penilaian subyektif dan obyektif.

47
3.4.1 Penilaian Subyektif
3.4.1.1 Panelis Agak Terlatih

Panelis agak terlatih merupakan kelompok yang dibentuk


berdasarkan hasil seleksi yang menjalani latihan berkelanjutan dan lolos
evaluasi kemampuan (Kartika B, 1998). Jumlah panelis agak terlatih adalah
15-25 orang yang dipilih setelah mengikuti seleksi panelis. Panelis harus
memenuhi syarat atau ketentuan sebagai dasar penilaian untuk menilau
suatu karakteristik mutu pangan. Adapun ketentuan panelis agat terlatih
sebagai berikut:

1) Mengetahui sifat sensorik makanan yang akan dinilai


2) Mengetahui cara penilaian inderawi
3) Mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi
4) Telah dilatih sebelum pengujian
5) Instrumen harus valid dan reliabel

(Soewarno, 1985)

Panelis dapat dikatakan valid dan reliabel apabila dalam memilih


suatu produk di waktu yang berbeda dengan menunjukkan kepekaan dan
ketelitiannya. Untuk memperoleh hasil instrument yang valid dan reliabel
adalah dengan menguji validitas dan reabilitas instrument.

a) Validasi Instrumen

Validitas instrument merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk


membuat panelis menjadi valid. Adapun kegiatan yang perlu dilakukan
adalah validasi internal dan validasi isi.

1) Validasi Internal
Validasi internal merupakan sebuah upaya manjadikan kondisi
internal calon panelis menjadi valid. Tujuan dari validitas ini adalah
untuk memenuhi kriteria sebagai calon panelis yaitu sensitivitasnya
dalam menilai suatu produk dengan baik. Kondisi internal yang
dimaksud adalah kesehatan alat indera dan jasmaninya, ketersediaan
menjadi panelis, serta perhatian yang dituangkan pada bahan yang akan
dinilai melalui tahap wawancara dan penyaringan.

48
Hasil wawancara tersebut dituliskan pada formulir wawancara calon
panelis. Selanjutnya, hasil wawancara tersebut dapat diperoleh calon
panelis yang dapat berpotemsi untuk dapat melakukan tahap seleksi
berikutnya.
Calon panelis yang berpotensi diuji kembali untuk mengetahui
kemampuan awal calon panelis. Tahap penyaringan pengujian calon
panelis dilakukan sebanyak enam kali. Hasil penilaian tersebut
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan range method. Kriteria
range method dapat dlihat sebagai sebagai berikut:
Range jumlah
Jika ≥ 1, dan nilai deviasinya relatif kecil
Jumlah Range
menunjukkan bahwa validitas internal calon panelis tersebut memenuhi
persyaratan dan dapat diingkatkan dengan cara latihan.
Range jumlah
Jika < 1, menunjukkan bahwa validitas calon panelis
Jumlah Range
tidak memenuhi persyaratan untuk ditingkatkan dengan latihan (Kartika,
1998).

2) Validasi Isi
Validasi isi merupakan sebuah upaya penyusunan instrumen untuk
mengukur atau menilai karakteristik mutu pangan secara tepat dan
benar. Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan instrumen tersebut
adalah calon panelis yang memenuhi persyaratan validitas internal
dilatih untuk menilai dan mengenali karakteristik mutu sebuah produk
dengan cara mencicipi dan memberikan penilaiannya. Tahap penilaian
tersebut dilakukan sebanyak enam kali latihan dengan menggunakan
kriteria range method berikut ini:
Range jumlah
Jika ≥ 1, dan nilai deviasinya relatif kecil
Jumlah Range
menunjukkan bahwa kepekaan calon panelis terhitung valid atau
kepekaannya dapat memenuhi syarat untuk ditingkatkan kembali
dengan cara dilatih intensif agar hasilnya lebih valid.
Range jumlah
Jika < 1, menunjukkan bahwa validitas isi calon
Jumlah Range
panelis tidak memenuhi syarat untuk dilatih lebih intensif (Kartika,
1998).

49
b) Reabilitas Instrumen

Realibilitas instrumen merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk


mendapatkan hasil penilaian sebuah instrument yang konsisten. Tujuan
reabilitasi instrument ini adalah untuk membentuk calon panelis yang
memenuhi syarat validitas instrument dan isi agar kepekaannya untuk
menilai produk tertentu dapat konsisten setiap saat.

Reabilitas instrumen dapat ditingkatkan dengan cara melatih calon


panelis dalam melakukan penilaian minimal enam kali di waktu yang
berbeda. Dari latihan tersebut dapat diketahui apakah panelis dapat
memenuhi persyaratan atau tidak.

Panelis yang memenihi syarat valid dan reliabel dapat ditentukan


dengan cara mengadakan evaluasi kemampuan panelis dalam menguji
sampel produk waffle. Data yang diperoleh dari hasil tersebut kemudian
dianalisis mnggunakan range method. Syarat internal panelis yang reliabel
adalah rasio calon panelis memiliki nilai lebih besar dari 60% dan untuk
mengetahui stabilitas calon panelis, dapat dilihat melalui nilai deviasi
masing-masing calon panelis. Semakin kecil nilai deviasinya, maka
penilaian yang diberikan konsisten (Kartika, 1998).

Calon panelis yang telah lolos tahap wawancara, penyaringan dan


pealtihan dapat menjadi panelis untuk pengujian yang sesungguhnya. Pada
tahapan seleksi panelis ini, diharapkan calon panelis yang dapat memenuhi
persyaratan jumlah panelis agak terlatih antara 15-25 orang. Apabila seleksi
yang dilakukan belum memperoleh panelis dengan jumlah yang sesuai
dapat dilakukan pengungan seleksi panelis kembali hingga memperoleh
jumlah panelis yang dapat memenuhi persyaratan.

3.4.1.2 Panelis Tidak Terlatih

Panelis tidak terlatih ini digunakan untuk menilai uji kesukaan.


Anggota panelis terdiri dari lebih dari 25 orang yang dipilih secara acak
tanpa memandang latarnya. Semakin banyak jumlah anggota panelis, maka
hasilnya semakin baik (Kartika, 1998).

50
Untuj mendapatkan jumlah panelis tidak terlatih yang mewakili
kelompok konsumen tidak berdasarkan golongan umur. Panelis tidak
terlatih yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah Sekaran, Gunungpati, Semarang sebanyak 80
panelis tidak terlatih.

3.4.2 Penilaian Obyektif

Penilaian obyektif adalah penilaian yang digunakan untuk mengetahui


berapa kandungan karbohidrat, protein dan serat dalam waffle susbtitusi
kulit pisang raja yang dilakukan di Laboraturium Kimia Fakultas Sains dan
Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah proses penyusunan sistematis data yang


diperoleh dari hasil pengujian dengan cara mengelompokkan data dalam
kategori, menjabarkan kedalam unit tertentu, melakukan sintesa, menyusun
kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,
membuat kesimpulan dalam menjawab permasalahan penelitian sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2013a).

Metode analisis data yang akan digunakan yaitu metode analisis data
untuk mengetahui pengaruh penggantian sebagian tepung terigu dengan
tepung kulit pisang terhadap kualitas waffle dan data pendukung eksperimen
metode analisis data untuk mengetahui kandungan karbohidrat, protein dan
serat hasil eksperimen.

3.5.1 Perhitungan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


Analisis Varian Klasifikasi Tunggal (One Way Classification). Sebelum
melakukan analisis varian klasifikasi tunggal dapat dilakukan uji prasyarat
terlebih dahulu untuk melihat apakah data sudah normal dan homogeny
atau tidak. Selanjutnya, dapat dilakukan analisis varian klasifikasi tunggal
untuk mengetahui karakteristik inderawi waffle hasil eksperimen.

3.5.1.1 Uji Prasyarat

51
Uji prasayarat meliputi uji normalitas dan uji homogenitas sebagai
berikut:

a) Uji Normalitas

Uji normalitas adalah upaya untuk mengetahui apakah data


penilaian tersebut normal atau tidak. Untuk membuktikan data yang
diperoleh dari panelis agak terlatih itu normal atau tidak, maka pada
penelitian ini digunakan uji normalitas yang dihitung menggunakan
SPSS.uji normalitas ini dapat dilihat menggunakan tabel One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test pada Asymp. Sig. (2-tailed) apabila hasil uji
menunjukkan tidak ada perberdaan antar kedua distribusi atau koefisien
signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 ( p>0,05), maka dapat dikatakan
distribusi data normal.

b) Uji Homogenitas

Uji homogenitas adalah suatu cara untuk mengetahui apakah yang


diperoleh dari penialai panelis agak terlatih itu homogen atau tidak. Uji
homogenitas pada penelitian ini dihitung menggunakan SPSS. Untuk
melihat uji homogenitas menggunakan tabel Test of Homogenity of
Variances pada tingkat signifikansinya apabila hasil uji menunjukkan tidak
ada perberdaan antar kedua distribusi atau koefisien signifikansi (p) lebih
besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat dikatakan data homogen.

3.5.1.2 Analisis Varian Klasifikasi Tunggal

Analisis varian klasifikasi tunggal merupakan sebuah analisis


menggunakan teknik statistik parametris inferensial yang berguna untuk
menguji hipotesis komparatif rata-rata k sampel secara bersamaan
(Sugiyono, 2013). Hal tersebut bertujuan untuk menganalisa apakah ada
perbedaan kualitas waffle dengan penggantian tepung terigu dengan
sebagian tepung kulit pisang raja yang dapat dilihat melaui indicator warna
dalam, warn aluar, aroma, tekstur, dan rasa. Analisa tersebut dirumuskan
seperti di bawah ini:

52
Tabel 3. 7 Ringkasan Analisis Varian Klasifikasi Tunggal

Jumlah
Sumber Derajat
Kuadrat
Variasi Bebas Jumlah Kuadrat (JK) F hitung
Rata-rata
(SV) (db)
(JKR)

Sampel (a) 2
(∑ X a) ( ∑ Xt )2 J Ka
dba = a-1 J K a= − JK R a=
N N dba JK Ra
J Kb JK Rc
Panelis (b) 2
(∑ X b) ( ∑ Xt )2
dbb = b-1 J K b= − JK R b=
N N dbb JK Rb
JK Rc
Error (c) dbc = dba J Ka
J K c =J K t −J K a−J K b JK R c =
dbb dbc

Total (t) (∑ xt )
2
dbt = N-1 J K t = ( ∑ X t )−
N

(Arikunto, 2010)

Keterangan :

a = Banyaknya sampel
b = Jumlah panelis
c = Error
t = Total
db = Derajat bebas
JK = Jumlah kuadrat
JKR = Jumlah kuadrat rata-rata
N = Jumlah subjek seluruhnya
2
(∑ xt ) = Faktor koreksi yang muncul berkali-kali
N
na = jumlah subjek dalam sampel
nb = jumlah subjek dalam panelis
Apabila diperoleh harga dari F hitung (Fo) > F tabel (F1) pada taraf
tingkat signifikan 1% dan 5% , hal ini menunjukkan perbedaan yang nyata

53
dari sampel yang ada. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis nol
(Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima. Selanjutnya, apabila dari
perhitungan analisis varian klasifikasi tunggal menyebabkan adanya
perbedaan, maka dilanjutkan dengan uji Turkey dengan rumus sebagai
berikut :

(Kartika, 1998)

Standar error = √ Rata-rata jumlah kuadrat error


Jumlah panelis
Jika analisis varian klasifikasi tunggal menunjukkan adanya
perbedaan, maka diperlukan uji lanjutan dengan uji Turkey (Kartika, 1998).
Uji Turkey ini bertujuan untuk mencari nilai LSD (Least Signifikan
Difference) dari tabel. Nilai LSD ini selanjutnya digunakan untuk mencari
perbandingan antara sampel dengan rumus standar error kali nilai LSD.
Kemudian, dilakukan perbandingan antar sampel yang dilakukan dengan
cara mengurungkan rata-rata antara sampel sesuai dengan besar rata-rata.
Selanjutnya, hasil dibandingkan dengan nilai pembanding. Peneliti akan
menggunakan bantuan program SPSS 16 dalam perhitungan analisis uji
Turkey dengan tujuan hasil data yang lebih akurat.

3.5.1.3 Metode Analisis Data untuk Mengetahui Kualitas Waffle


Eksperimen

Data yang telah didapat dari uji inderawi, kemudian dapat dianalisa
dengan rerata atau mean untuk mengetahui waffle hasil eksperimen terbaik.
Setiap kriteria aspek sampel waffle dianalisis rerata skor, yaitu dengan
mengubah data kualitatif hasil uji inderawi menjadi data kuantitatif. Aspek
uji inderawi sampel waffle yang dianalisa adalah aspek waena, rasa, aroma,
dan tekstur. Berikut ini merupakan langkah menghitung rerata skor:

(1) Nilai tertinggi =5

(2) Nilai terendah =1

54
(3) Jumlah panelis keseluruhan = 20

Langkah-langkah deskriptif prosentase adalah sebagai berikut:

(1) Menghitung jumlah skor maksimal = jumlah panelis x nilai tertinggi=

20 x 5 =100

(2) Menghitung jumlah skor minimal = jumlah panelis x nilai terendah =

20 x 1 =20

(3) Menghitung rerata maksimal

Skormaksimal 100
Persentase maksimal = ×100 % = x 100% = 5
jumlahpanelis 20

(4) Menghitung rerata minimal

Skorminimal 20
Persentase manimal = ×100 % = x 100% = 1
jumlahpanelis 20

(5) Menghitung rentang rerata

Rentang = rerata skor maksimal - skor minimal = 5-1 = 4

(6) Menghitung interval presentase = rentang : jumlah kriteria = 4 : 5 =

0,8

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, akan diperoleh tabel


interval skor dengan kriterian waffle hasil ekperimen berikut ini :

Tabel 3. 8 Interval Kelas Rerata dan Kriteria Uji Inderawi

Rerata Skor
Aspek 1,00 ≤ x < 1,80 ≤ x 2,6 ≤ x < 3,4 ≤ x < 4,2 ≤ x <
1,85 < 2,70 3,55 4,40 5,25

Warna Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat

55
Bagian
kehitaman tua agak tua keemasan
Luar

Warna Coklat
Coklat Coklat Coklat
Bagian kekuninga coklat
agak tua tua kehitaman
Dalam n

Sangat
Tidak Cukup Sangat
Tekstur tidak empuk
empuk empuk empuk
empuk

Sangat Tidak Cukup Sangat


Harum
tidak harum harum harum
Aroma khas
harum khas khas khas khas
waffle
waffle waffle waffle waffle

Rasa
Sangat Tidak Cukup Sangat
Kulit Nyata
tidak nyata nyata nyata nyata
Pisang

Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh interval skor dan kriteria


karakteristik waffle hasil eksperimen untuk mengetahui kualitas
keseluruhan waffle ehasil eksperimen.
a) 4,2 ≤ x < 5,00 : sangat berkarakteristik secara inderawi
b) 3,4 ≤ x < 4,40 : berkarakteristik secara inderawi
c) 2,6 ≤ x < 3,55: cukup berkarakteristik secara inderawi
d) 1,80 ≤ x < 2,70 : kurang berkarakteristik secara inderawi
e) 1,00 ≤ x < 1,85 : sangat tidak berkarakteristik secara inderawi

3.5.1.4 Analisis Deskriptif Presentase

Analisis deskriptif merupakan analisis yang menguji reaksi


konsumen terhadap suatu sampel produk. Pada analisis ini, membutuhkan
banyak jumlah panelis dalam suatu populasi untuk mengetahui daya terima
dari konsumen. Daya terima masyarakat tersebut dapat ditemukan melalui
analisis deskriptif prosentase yaitu data kualitatif yang diperoleh dari

n
%= x 100% 56
N
panelis harus dianalisis terlebih dahulu untuk dijadikan data kuantitatif
yang ditunjukkan dalam rumus berikut:

Keterangan :

% = skor presentase

n = jumlah skor yang diperoleh

N = jumlah seluruh nilai (skor tertinggi x jumlah panelis)

Untuk merubah data skor presentase menjadi nilai kesukaan konsumen,


analisisnya sama dengan anbalisis kualitatif dengan nilai yang berbeda,
yaitu sebagai berikut:

Nilai tertinggi = 5 (sangat suka)

Nilai terendah = 1 ( tidak suka)

Jumlah kriteria yang ditentukan = 5 kriteria

Jumlah panelis keseluruhan = 80 orang

Langkah-langkah deskriptif prosentase adalah sebagai berikut:

1. Menghitung skor maksimal


Skor maksimal = Jumlah panelis x nilai tertinggi
= 80 x 5
= 400
2. Menghitung skor minimal
Skor minimal = Jumlah panelis x nilai terendah
= 80 x 1
= 80
3. Menghitung skor prosentase maksimal

57
Skor maksimal
Presentase maksimal = x 100%
Skor maksimal
400
= x 100%
400
= 100%
4. Menghitung prosentase minimal
Skor minimal
Presentase minimal = x 100%
Skor maksimal

80
= x 100%
400

= 20%

5. Menghitung rentang prosentase


Rentangan = presentase maksimal – presentase minimal
= 100% - 20%
= 80%
6. Menghitung interval kelas prosentase
Interval prosentase = rentang : jumlah kriteria
= 80% : 5
= 16%

Berdasarkan hasil perhitungan akan diperoleh tabel interval prosentase dan


kriteria kesukaan, yaitu sebagai berikut:

Tabel 3. 9 Kriteria Nilai Interval Rerata Skor Indikator Keseluruhan

Presentase % Kriteria Kesukaan

20,00-35,99 Tidak suka

36,00-51,99 Kurang suka

52,00-67,99 Cukup suka

68,00-83,99 Suka

84,00-100 Sangat suka

58
Skor tiap aspek penilaian berdasarkan tabulasi data dihitung
presentasenya, kemudian hasilnya dianalisis kembali menggunakan
deskriptif presentase sehingga dapat diketahui kriteria tingkat kesukaan
masyarakat.

3.5.1.5 Analisis Kandungan Gizi

Metode analisis kandungan gizi dilakukan di Laboraturium Kimia


Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, untuk
mengetahui kandungan karbohidrat menggunakan metode spektro. Uji
protein dengan menggunakan metode titrasi. Sedangkan kandungan serat
diuji dengan menggunakan metode gravimetri.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

59

Anda mungkin juga menyukai