Anda di halaman 1dari 88

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN

STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


LONGAT KECAMATAN PANYABUNGAN BARAT
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Pendidikan Ahli Madya Kebidanan Di Akademi
Kebidanan Madina Husada
Panyabungan

OLEH
PIONA ALFIERA
20141753014

AKADEMI KEBIDANAN MADINA HUSADA PANYABUNGAN


PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
TAHUN 2022
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
LONGAT KECAMATAN PANYABUNGAN BARAT
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TAHUN 2022

PIONA ALFIERA
20141753014

DOSEN
PEMBIMBING

FERIKA DESI, SST,M.Kes

DIKETAHUI
DIREKTRIS
AKADEMI KEBIDANAN MADINA HUSADA
PANYABUNGAN

HELMI WARDAH NASUTION, SST, M.Kes


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
berkat dan karunianya yang dilimpahkan kepada peneliti sehingga peneliti dapat
menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan tepat waktu. Adapun judul
penelitian ini “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Longat Kecamatan
Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2022”.
Adapun tujuan dari pembuatan Proposal Penelitian ini adalah sebagai

salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan D-III Ahli Madya

Kebidanan khususnya Akademi Kebidanan Madina Husada Panyabungan.

Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini, peneliti banyak mendapatkan

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

peneliti ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Keluarga Besar Yayasan Madina Panyabungan.

2. Bapak Sutan Sakti Nasution, SKM, M.K.M selaku ketua yayasan di Akbid

Madina Husada Panyabungan.

3. Ibu Helmi Wardah Nasution, SST, M.Kes selaku Direktris Akbid Madina

Husada Panyabungan.

4. Ibu Ferika Desi, SST, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, petunjuk, masukan, serta nasehat mulai dari awal

sampai akhir Proposal Penelitian ini dapat terselesaikan.

i
5. Seluruh Staf Dosen Akademi Kebidanan Madina Husada Panyabungan yang

telah banyak memberikan ilmu dan masukan kepada peneliti selama

mengikuti pendidikan di Akademi Kebidana Madina Husada Panyabungan.

6. Ibu Milvariani Siregar, SKM, Msi selaku Kepala Puskesmas Longat yang

telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di

Puskesmas yang Ibu pimpin.

7. Dalam kesempatan yang berbahagia ini peneliti juga mengucapkan banyak

terima kasih dan rasa sayang yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua,

Ayahanda (Zainuddin Waruwu) dan ibunda (Juliana) yang telah

membesarkan, membimbing, dan mendidik peneliti dengan penuh kasih

sayang tanpa kenal lelah memberikan semangat, motivasi dan do’a kepada

peneliti selama menjalani hidup dan mengikuti pendidikan. Hanya berkat

do’a Ayahanda dan Ibunda yang selalu menyertai kehidupan peneliti, dan

merekalah yang menjadi sumber inspirasi peneliti untuk memahami

kehidupan ini dari relung hati yang paling dalam.

8. Kepada Kakak Melia Frisca Waruwu yang telah telah memberikan do’a,

dukungan dan pengajaran sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal

Penelitian ini.

9. Kepada Nenek Alm. Tiamah, Kakek Juman, Abang Krisdianto, Adik Nur

Maida Mea Dan Kepada Muhammad Solih yang telah ikut serta memberikan

do’a dan dukungan kepada peneliti.

ii
10. Buat seluruh keluarga besar peneliti yang selalu memberi semangat, motivasi,

inspirasi, do’a dan dukungan moral maupun material sehingga peneliti dapat

menyelesaikan proposal penelitian ini.

11. Buat teman-teman seperjuangan di Akademi Kebidanan Madina Husada

Panyabungan Angkatan XIV dan untuk kakak angkat peneliti Risma dan

adik angkat adinda Ulvi Hidayah terima kasih atas doa dan dukungannya.

Peneliti menyadari bahwa Proposal Penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna maka dari itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun.

Akhir kata peneliti berharap semoga Proposal Penelitian ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca khususnya rekan-rekan dan adik-adik di Akademi

Kebidanan Madina Husada Panyabungan.

Panyabungan, Desember 2022


Peneliti

PIONA ALFIERA
20141753014

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum............................................................. 8
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 ASI Eksklusif........................................................................ 11
2.1.1 Pengertian ASI Eksklusif ....................................... 11
2.1.2 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif.............................. 12
2.1.3 Komposisi ASI............................................................ 14
2.1.4 Kandungan Zat Gizi dalam ASI.................................. 15
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif............................................ 17
2.2 Status Gizi............................................................................. 20
2.2.1 Pengertian Status Gizi................................................. 20
2.2.2 Klasifikasi Status Gizi................................................. 20
2.2.3 Gizi Seimbang Pada Balita.......................................... 21
2.2.4 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi Balita................................ 22
2.2.5 Metode Penelitian Status Gizi..................................... 27
2.3 Stunting................................................................................. 32
2.3.1 Pengertian Stunting..................................................... 32
2.3.2 Proses Terjadinya Stunting.......................................... 33
2.3.3 Faktor Penyebab Stunting........................................... 34
2.3.4 Dampak Stunting......................................................... 38
2.3.5 Tanda dan Gejala Stunting.......................................... 39
2.3.6 Pencegahan Stunting................................................... 40
2.3.7 Penanganan Stunting................................................... 44
2.4 Balita...................................................................................... 44
2.4.1 Pengertian Balita.......................................................... 44
2.4.2 Karakteristik Balita...................................................... 45
2.4.3 Tumbuh Kembang Balita............................................ 46
2.4.4 Kebutuhan Utama Proses Tumbuh Kembang............. 47
2.5 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif

iv
dengan Stunting Pada Balita.................................................. 50
2.5.1 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengaan Stunting
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu.......................... 50
2.5.2 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengaan Stunting
Berdasarkan Status Ekonomi...................................... 51
2.5.3 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengaan Stunting
Berdasarkan Umur Ibu................................................ 52
2.5.4 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengaan Stunting
Berdasarkan Paritas..................................................... 52
2.5.5 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengaan Stunting
Berdasarkan Sumber Informasi................................... 53
2.6 Kerangka Teori...................................................................... 54

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Kerangka Konsep.................................................................. 55
3.1.1 Keterangan dari Kerangka Konsep............................. 55
3.2 Hipotesis Penelitian............................................................... 56
3.3 Defenisi Operasional............................................................. 57
3.4 Jenis Penelitian...................................................................... 58
3.5 Populasi dan Sampel............................................................. 59
3.5.1 Populasi........................................................................ 59
3.5.2 Sampel......................................................................... 59
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 61
3.6.1 Lokasi Penelitian.......................................................... 61
3.6.2 Waktu Penlitian............................................................ 61
3.7 Metode Pengumpulan Data.................................................... 61
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data.......................................... 61
3.8 Instrumen Penelitian.............................................................. 62
3.9 Teknik Pengolahan dan Analisa Data.................................... 63
3.9.1 Pengolahan Data.......................................................... 63
3.9.2 Analisa Data................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)................................ 32

Tabel 3.1 : Kerangka Konsep.................................................................. 54

Tabel 3.2 : Defenisi Operasional............................................................. 57

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Survey Awal Penelitian Akademi Kebidanan Madina

Husada Panyabungan

Lampiran 2 Surat Balasan Survey Awal Penelitian dari Puskesmas Longat

Lampiran 3 Format Persetujuan menjadi Responden

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 Kunci Jawaban Kuesioner

Lampiran 7 Jadwal Penelitian

Lampiran 8 Lembar Konsultasi

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan

kesejahteraan manusia dilihat dari faktor gizi, gizi yang baik jika terdapat

keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembang

mental individu. Saat ini, kejadian balita pendek atau disebut stunting

merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia (Ayudia,

2020).

Balita pendek (stunting) yaitu balita dengan status gizi berdasarkan

Panjang atau tinggi badan menurut umur bila dibandingkan dengan standar

baku WHO, nilai Z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat

pendek jika Z-scorenya kurang dari -3SD (Kemenkes, 2020). World Health

Organization (WHO) menjelaskan bahwa stunting merupakan gangguan

perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk,kurangnya asi

eksklusif, infeksi yang berulang, dan simulasi (WHO, 2021).

Balita stunting mengalami tingkat kecerdasan yang tidak maksimal, lebih

rentan terhadap penyakit dan beresiko terjadinya tingkat penurunan

produktivitas. Secara luas stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi

dan peningkatan kemiskinan (Persagi, 2018). Salah satu ciri-ciri stunting

yaitu tinggi badan balita lebih rendah atau pendek dari standar balita pada

usianya. Ciri lain dari stunting yaitu pertumbuhan melambat, Wajah tampak

1
2

lebih muda dari anak seusianya, pertumbuhan gigi terlambat, performa buruk

pada kemampuan fokus dan memori belajarnya. Beberapa penelitian

mengenai stunting memberikan efek pada kondisi psikologis seperti memiliki

risiko perkembangan kognitif, motorik dan verbal yang kurang optimal. Hal

ini dapat menyebabkan kapasitas belajar dan prestasi belajar di sekolah

kurang maksimal dan dapat menurunkan poduktivitas kinerja saat balita

sudah dewasa (Rafika, 2019).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan stunting seperti pengetahuan

ibu, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), faktor sosial ekonomi dan

pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ibu yang kurang mengenai gizi pada

saat hamil dapat menyebabkan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) pada

balita. Bayi dengan lahir berat badan lahir rendah disebabkan ibu menderita

kekurangan energi kronis (KEK) dan mempunyai status gizi buruk (Fitri,

2018).

Faktor lain yang dapat menyebabkan stunting yaitu pemberian ASI

eksklusif. ASI eksklusif diberikan sebelum 6 bulan karena sistem pencernaan

bayi selama 6 bulan belum sempurna, fungsi saluran pencernaan bayi belum

siap menerima makanan atau mnegolah makanan. Ketika ada makanan masuk

selain ASI saluran pencernaan akan mengalami ganggunaan pencernaan yang

ditandai dengan diare atau susah buang air besar (Simbolon, 2019).

Sampe dalam penelitiannya menunjukkan terdapat hubungan pemberian

ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita. Nilai OR sebesar 61 yang

artinya apabila balita tidak diberi ASI ekslusif maka akan berisiko 61 kali
3

lipat untuk magalami stunting. Ibu yang tidak bekerja akan berpengaruh pada

keberhasilan ASI eksklusif karna memiliki banyak watu untuk mengasuh

bayinya (Sampe, 2020).

Balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif cenderung memiliki asupan

gizi yang kurang dan dapat berisiko terkena stunting (Elba, 2021). Hal ini

sejalan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko

35 kali lebih besar terkena stunting dibandingkan dengan balita yang

mendapatkan ASI eksklusif (Agustina, 2019).

ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung

protein untuk daya tahan tubuh dan membunuh kuman dalam jumlah tinggi

sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian bayi

(Profil Kesehatan Mandailing Natal, 2020). ASI juga merupakan asupan

cakupan gizi yang berguna untuk membantu proses pertumbuhan dan

perkembangan anak. Anak yang tidak mendapatkan kecukupan ASI berarti

memiliki asupan gizi yang tidak adekuat sehingga dapat menyebabkan

kekurangan gizi salah satunya yaitu stunting (Indrawati, 2018).

Manfaat ASI eksklusif bagi bayi antara lain sebagai nutrisi lengkap,

meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan mental dan

emosional yang stabil, mudah dicerna dan diserap, memiliki komposisi

lemak,karbohidrat, kalori, protein dan vitamin , perlindungan penyakit infeksi,

perlindugan alergi, karna dalam ASI mengandung antibodi, memberikan

rangsang intelegensi dan saraf, meningkatkan kesehatan dan kepandaian

secara optimal ( Rohmawati Aridiyah, 2019).


4

Sebuah penelitian yang dilakukan di Nepal menyatakan bahwa anak yang

berusia 0-23 bulan secara signifikan memiliki risiko yang rendah terhadap

stunting, dibandingkan dengan anak yang berusia > 23 bulan. Hal ini

dikarenakan oleh perlindungan ASI yang didapat. Sedangkan Pemberian ASI

eksklusif di Indonesia masih jahu dari harapan. Secara nasional, cakupan bayi

yang mendapatkan ASI eksklusif tahun 2019 yaitu sebesar 67,74%

(Kemenkes, 2018).

Presentase cakupan bayi usia < 6 bulan mendapatkan ASI esklusif tahun

2021 di Kabupaten Mandailing Natal yaitu 54,5% atau sebanyak 9.291 bayi

usia < 6 bulan. Capaian ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2020 yaitu

sebesar 51,4%. Presentase cakupan bayi usia < 6 bulan di Kabupaten

Mandailing Natal yang mendapat ASI eksklusif dengan cakupan tertinggi

yaitu Puskesmas Patiluban Mudik (94,6%), Puskesmas Muara Soma (80,8%)

dan Puskesmas Hutabargot (72,5%). Sedangkan presentase cakupan bayi usia

< 6 bulan terndah yaitu di Wilayah Kerja Puskesmas Kayu Laut (10,7%),

Puskesmas Manisak (14,2%), Puskesmas Sinunukan (16,8%) dan Puskesmas

longat (22,7%).

United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF)

memperkirakan, jumlah anak penderita stunting di bawah usia lima tahun

sebanyak 149,2 juta pada 2020, turun 26,7% dibandingkan pada 2000 yang

mencapai 203,6 juta. Meski demikian, kemajuan penanganan stunting tidak

merata di seluruh kawasan. Jumlah balita penderita stunting di wilayah Afrika

Barat dan Tengah masih meningkat 28,5% dari 22,8 juta pada 2000 menjadi
5

29,3 juta pada 2020. Afrika Timur dan Selatan mengalami hal serupa. Jumlah

balita yang mengalami stunting naik 1,4% dari 27,6 juta pada 2000 menjadi 28

juta pada 2020 (UNICEF, 2021).

Sementara, penurunan jumlah balita penderita stunting tertinggi berasal

dari Asia Timur dan Pasifik. Wilayah ini mencatatkan sebanyak 20,7 juta

balita penderita stunting pada tahun lalu, berkurang 49,75% dari tahun 2000

yang mencapai 41,2 juta. Sedangkan jumlah balita penderita stunting di Eropa

Timur dan Asia Tengah menurun 46,8% dari 4,7 juta pada 2000 menjadi 2,5

juta pada 2020. Di Amerika Latin dan Karibia, jumlah balita

penderita stunting turun 43,13% dari 10,2 juta pada 2000 menjadi 5,8 juta

pada tahun lalu. Kemudian, jumlah balita penderita stunting di Asia Selatan

berkurang 38% dari 86,8 juta pada 2000 menjadi 53,8 juta pada 2020.

Sementara, jumlah balita penderita stunting di Timur Tengah dan Afrika Utara

turun 14,4% dari 9 juta pada 2000 menjadi 7,7 juta pada tahun lalu (UNICEF,

2021).

Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) melaporkan

prevalensi anak penderita stunting usia di bawah lima tahun (balita) Indonesia

merupakan yang tertinggi kedua di Asia Tenggara, prevalensi mencapai 31,8%

pada tahun 2020. Prevalensi stunting tertinggi ada di Timor Leste sebesar

48,8%, dan Laos berada di posisi setelah Indonesia dengan prevalensi sebesar

30,2%, Kamboja berada di posisi empat dengan prevalensi stunting balita

sebesar 29,9%, dan Filipina dengan tingkat prevalensi stunting balita sebesar

28,7% (Asian Development Bank, 2021).


6

Indonesia pada tahun 2021 telah mengalami penurunan angka prevalensi

stunting. Akan tetapi, angka prevalensi stunting saat ini masih jahu dari target

14 % yang harus dicapai pada tahun 2024 atau sebanyak 5.33 juta balita yang

masih mengalami stunting. Pada tahun 2013, angka prevalensi stunting berada

pada angka 37,2 %. Lima tahun berikutnya, angka tersebut mengalami

penurunan menjadi 30,8%. Pada tahun 2019, stunting juga mengalami

penurunan menjadi 27,7%. Pada tahun 2020 angka prevalensi stunting

diperkirakan turun menjadi 26,92%. Penurunan angka tersebut sebesar 0,75%,

dibandingkan dengan tahun 2019 (27,67%) (Kemenkes, 2021).

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021

angka prevalensi stunting sebesar 24,4% atau sebanyak 5,33 juta balita.

Artinya, hampir 1 dari 4 balita mengalami stunting, dengan demikian

prevalensi stunting Indonesia termasuk dalam kelompok sedang menurut

standar World Health Organizations. Di beberapa provinsi, prevalensi

stunting balita bahkan masih berada di atas 30%, dimana provinsi tersebut

yaitu Nusa Tenggara Timur dengan prevalensi stunting sebesar 37,8%,

Sulawesi Barat sebesar 33,8%, Nusa Tenggara Barat sebesar 31,4%, Sulawesi

Tenggara sebesar 30,2% dan Kalimantan Selatan sebesar 30% (Kemenkes RI,

2021)

Sedangkan berdasarkan Survei Status Gizi Balita pada tahun 2021 angka

prevalensi stunting di Sumatra Utara sebesar 25,8%. prevalensi balita stunting

tertinggi berada di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 47,7% memuncaki

peringkat nomor 2 dari 264 Kabupaten/Kota pada 12 Provinsi prioritas,


7

wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi selanjutnya yaitu

Kabupaten Padan Lawas sebesar 42%, diikuti Kabupaten Pakpak Bharat

sebesar 40,8%, dan Kabupaten Nias Selatan sebesar 36,7%. Sedangkan

prevalensi stunting paling rendah se-Sumatra Utara yaitu Kabupaten Deli

Serdang sebesar 12,5%, setelahnya ada Kota Pematang Siantar 15% serta

Kota Tebing Tinggi 17,3% (Kemenkes, 2021).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Mandailing Natal jumlah anak balita di

Madina sebanyak 28.831 jiwa, dari jumlah itu sebanyak 1.618 jiwa di

antaranya menderita stunting. Pada tahun 2020, penderita stunting ada di 20

desa, ke-20 desa tersebut terdapat di tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan

Pakantan (4 desa), Muarasipongi (2 desa), Tambangan (3 desa), Hutabargot

(2desa), Ulupungkut (1 desa), Batangnatal (5 desa), dan muara batang gadis

(3 desa). Pada 2021, penderita stunting terdapat di 20 desa dari tiga

kecamatan, yaitu Ulupungkut (7 desa), Kotanopan (2 desa), dan Tambangan

(11 desa) (Dinkes Mandailing Natal, 2022).

Stunting menjadi salah satu masalah yang sedang diperhatikan pemerintah

dikarenakan angka kejadiannya yang masih tinggi di Indonesia. ASI ekskluisf

yang diberikan kepada anak merupakan salah satu penyebab masih

banyaknya angka kejadian stunting. Serta masih kurangnya minat orang tua

membawa anak ke posyandu untuk mengetahui perkembangan pada anak

serta mengetahui pentingnya ASI eksklusif yang diberikan pada anak.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 03

Oktober 2022 di Puskesmas Longat Panyabungan Barat peneliti mendapatkan


8

data capaian ASI eksklusif hingga oktober 2022 sebanyak 24 bayi (25,75%)

dan sebanyak 10 balita mengalami stunting dari total sasaran 95 bayi, dimana

diantaranya 2 di desa Hutabaringin, 2 di desa Sirambas, 1 di desa Barbaran

Jae, 3 di desa Batang Gadis Jae, dan 2 di desa Runding.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai “Hubungan Pemberian ASI eksklusif dengan

Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Longat

Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2022”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah “Apakah Ada Hubungan Pemberian ASI

Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Longat Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2022?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Longat

Kecamatan Panyabungan barat Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2022.

1.3.2 Tujuan Khusus


9

a. Untuk mengetahui Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Longat

Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal

berdasarkan tingkat pendidikan.

b. Untuk mengetahui Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Longat

Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal

berdasarkan status ekonomi.

c. Untuk mengetahui Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Longat

Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal

berdasarkan berdasarkan umur ibu.

d. Untuk mengetahui Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Longat

Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal

berdasarkan paritas.

e. Untuk mengetahui Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Longat

Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal

berdasarkan sumber informasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi penyusun

maupun bagi pihak lainnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah:


10

a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang, hubungan

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita sehingga

nantinya dapat memahami dan di aplikasikan diluar Akademi Kebidanan

Madina Husada Panyabungan.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah Referensi Perpustakaan Akademi Kebidanan Madina Husada

Panyabungan dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi

peneliti selanjutnya.

c. Bagi Responden

Menambah informasi dan pengetahuan responden ataupun ibu yang

mempunyai balita tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian stunting.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Menambah pengetahuan dan sebagai bahan kajian atau informasi

tambahan untuk peneliti selanjutnya,dengan menggunakan variabel-

variabel lain yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian stunting pada balita.

e. Bagi Tempat Peneliti

Hasil peneliti ini diharapakan dapat memberikan informasi dan menjadi

bahan pembelajaran dan pengetahuan lebih mendalam mengenai

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada

Balita.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ASI Eksklusif

2.1.1 Pengertian ASI Eksklusif

Air susu ibu (ASI) merupakan makanan bagi bayi yang higienis

dan baik untuk mencakup segala kebutuhan yang diperlukan bayi. ASI

merupakan cairan yang disekresikan oleh kelenjar payudara ibu berupa

makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi yang

diproduksi sejak masa kehamilan. Air susu ibu mengandung zat nutrisi

yang baik untuk perkembangan dan kebutuhan anak dalam hormon,

bahkan pada ASI mencakup 200 unsur nutrisi makanan dan ASI

Eksklusif dikatakan sebagai air susu ibu yang dapat mengurangi angka

kematian pada bayi (Aksari, 2021).

ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi sejak

dilahirkan selama 6 bulan tanpa menambahkan atau mengganti dengan

makanan atau minuman lain, termasuk air putih (Sabilla, 2020).

ASI merupakan makanan cair pertama yang dihasilkan secara

alamih oleh payudara ibu. ASI mengandung berbagai zat gizi yang

dibutuhkan yang terformulasikan secara unik di dalam tubuh ibu untuk

menjamin proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain

11
12

menyediakan nutrisi lengkap untuk seoang anak, ASI juga memberikan

perlindungan pada bayi atas infeksi dan sakit penyakit bayi. ASI

merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam

anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai

makanan bagi bayinya. ASI dalam jumlah yang cukup merupakan

makanan terbaik bagi bayi dan dapat memenuhikebutuhan bayi sampai

dengan 6 bulan petama (Wahyuningsih, 2018).

2.1.2 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif

a. Manfaat Bagi Bayi

Berikut Manfaat ASI yang diperoleh bayi Menurut Kemenkes (2021) :

1. Sebagai Antibodi Bayi

Air susu ibu mengandung zat antibodi yang membuat

sistem kekebalan tubuh bayi lebih kuat dan bisa membantunya

melawan segala bakteri dan virus.

2. Membantu Perkembangan Otak dan Fisik Bayi

Manfaat ASI paling penting ialah dapat menunjang

sekaligus membantu proses perkembangan otak dan fisik bayi. Hal

tersebut dikarenakan, ASI mengandung asam lemak yang dapat

mencerdaskan otak bayi.

3. Berat Badan Bayi Tetap Seimbang


13

Kandungan insulin yang terdapat pada ASI lebih sedikit

daripada susu formula. Insulin merupakan kandungan yang dapat

memicu pembentukan lemak, oleh karena itu ASI tidak akan

menyebabkan bayi gemuk karena kelebihan lemak.

4. Membantu dalam memperbaiki refleks menghisap, menelan dan

pernafasan pada bayi.

b. Manfaat Menyusui Bagi Ibu

Manfaat memberikan ASI bagi ibu menurut Kemenkes (2021) :

1. Mengurangi Depresi Pasca Melahirkan

Menurut Kemenkes, kondisi kesehatan dan mental ibu akan jahu

lebih stabil ketika masa menyusui. Tak hanya itu, menyusui juga

dapat mengatasi trauma secara perlahan bagi sang ibu yang

mengalami baby blues syndrome, terlebih lagi hal tersebut biasanya

terjadi pada sang ibu yang belum terbiasa bahkan tidak bersedia

memberikan ASI eksklusifnya untuk bayi mereka. Namun dengan

menyusui secara perlahan rasa trauma akan hilang sendirinya dan ibu

akan terbiasa menyusui bayinya.

2. Mempercepat Pemulihan Pasca Melahirkan

Menyusui dapat mempercepat pemulihan pasca melahirkan hal

ini dikarenakan hormon oksitosin yang dikeluarkan selama masa


14

menyusui. Hormon ini mengembalikan rahim ke ukuran normal

dengan cepat, serta dapat mengurangi perdarahan pasca melahirkan.

3. Mencegah Kanker Payudara

ASI eksklusif dapat meminimalkan timbulnya resiko kanker

payudara, sebab salah satu pemicu penyakit kanker payudara pada

ibu menyusui ialah kurangnya pemberian ASI eksklusif pada

bayinya.

4. Metode Kontrasepsi Alami

Durasi yang lama dalam menyusui dapat menunda kembalinya

periode menstruasi yang dapat membantu memperpanjang waktu

antara kehamilan. Ini merupakan metode kontrasepsi alami yang

dikenal sebagai Metode Amenore Laktasi (MAL).

2.1.3 Komposisi ASI

Komposisi pada ASI yaitu :

a. Kolostrum

Cairan pertama yang diperoleh bayi pada ibunya yaitu kolostrum

yang mengandung campuran kaya akan protein, mineral dan antibodi

dari pada ASI yang telah matang.

b. ASI Transisi/Peralihan
15

ASI peralihan meupakan ASI yang keluar setelah kolostrum

sampai sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10.

Selama dua minggu, volume air susu bertambah banyak dan berubah

warna, serta komposisinya. Kadar immunoglobulin dan protein

menurun, sedangkan lemak dan laktosa meningkat.

c. ASI Matur

ASI matur disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya. ASI matur

tampak berwarna putih, kandungan ASI matur relatif konstan. Air

susu yang mengalir pertama kali atau saat lima menit pertama disebut

foremik. Foremik lebih encer serta mempunyai kandungan rendah

lemak, tinggi laktosa, gula, protein, mineral dan air.

2.1.4 Kandungan Zat Gizi Dalam ASI

ASI mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan bayi

untuk tumbuh kembangnya, serta antibodi yang bisa membantu bayi

membangun sistem kekebalan tubuh dalam masapertumbuhannya.

Sesungguhnya, lebih dari 100 jenis zat gizi terdapat dalam ASI. Di

antaranya yaitu AA, DHA, taurin dan spingomyelin yang tidak

terkandung dalam susu sapi (Prasetyono Dwi Sunar, 2019).

Menurut Afani Annisa (2020), ASI bisa memberikan perlindungan

bayi terhadap infeksi dan meminimalkan resiko masalah kesehatan

tertentu dikemudian hari, karena ASI mengandung semua elemen yang


16

diperlukan tubuh bayi untuk tumbuh dan bekembang, kandungan zat gizi

dalam ASI yaitu :

1. Protein

Whey dan kasein merupakan dua jenis protein yang ditemukan

dalam ASI, dengan porsi whey 60 persen dan kasein 40 persen,

sehingga memudahkan bayi mencernanya. Dalam ASI, juga ada

laktoferin sebagai protein spesifik yang membantu mencegah

pertumbuhan organisme berbahaya.

2. Lemak

Dalam ASI lemak menyediakan sekitar 50 persen dari asupan

kalori bayi. Lemak atau lipid dalam ASI penting untuk perkembangan

otak bayi dan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, dan

menjadi sumber kalori selain mingkatkan perkembangan otak dan

sistem saraf.

3. Karbohidrat

ASI mengandung karbohidrat lebih tinggi dari air susu sapi (6,5-7

gram). Karbohidrat yang utama adalah laktosa.

4. Mineral

ASI mengandung mineral lengkap. Toatal mineral selama laktasi

adalah konstan. ASI memiliki kalsium, fosfor, sodium potasium,

dalam tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi. Bayi

yang diberi ASI tidak aka menerima pemasukan suatu muatan garam
17

yang berlebihan sehingga tidak memerlukan air tambahan di bawah

kondisi-kondisi umum.

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembeian ASI Eksklusif

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif dapat

dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yaitu :

a. Faktor Internal

1. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, makan semakin

mudah untuk menerima informasi sehingga semakin banyak

pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang

akan menghambat sikap terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan

termasuk mengenai pemberian ASI Eksklusif (Presetyono Dwi

Sunar, 2019).

2. Pengetahuan

Pengetahuan yang rendah tentang manfaat dan tujuan

pemberian ASI Eksklusif dapat menjadi penyebab gagalnya

pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Rendahnya tingkat

pemahaman tentang pentingnya ASI selama 6 bulan pertama

kelahiran bayi dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai positif nutrisi dan

manfaat yang terkandung dalam ASI (Presetyono Dwi Sunar,

2019).
18

3. Sikap dan Perilaku

Menciptakan sikap yang mengenai ASI dan menyusui dapat

meningkatkan keberhasilan pemberian ASI Eksklusif.

4. Psikologis

Takut kehilangan daya tarik sebagai seseorang wanita

karena adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak

penampilan dan khawatir dengan menyusui akan tampak tua. Serta

adanya tekanan batin ibu mengalami tekanan batin di saat

menyusui bayi sehingga dapat mendesak ibu untuk mengurangi

frekuensi dan lama menyusui bayinya, bahkan mengurangi

menyusui (Nurfadillah, 2018).

5. Fisik Ibu

Alasan ibu yang sering untuk tidak menyusui adalah karena

ibu sakit, baik sebentar maupun lama. Sebenarnya jarang sekali ada

penyakit yang mengharuskan ibu untuk menyusui. Lebih jahu

berbahaya untuk mulai berbahaya untuk mulai memberi bayi

berupa makanan buatan dari pada membiarkan bayi menyusu dari

ibunya yang sakit (Nurfadillah, 2018).

b. Faktor Eksternal

1. Dukungan Suami

Dari semua dukungan bagi ibu menyusui dukungan suami

adalah dukungan yang berarti bagi ibu. Suami dapat berperan aktif

dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI Eksklusif


19

dengan cara memberikan dukungan emosional dan bantuan-

bantuan yang praktis. Dukungan suami sangat penting dalam

suksesnya menyusui, dengan dukungan emosional suami akan

mendukung saat menghadapi tekanan luar yang meragukan

perlunya ASI (Roesli, 2008 dalam Nurfadillah, 2018).

2. Perubahan Sosial Budaya

Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru

Negara Barat, mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya

dan memilih air susu buatan sebagai jalan keluarnya. Persepsi

masyarakat akan gaya hidup mewah membawa dampak terhadap

kesediaan ibu unruk menyusui, Bahkan adanya pandangan dari

kalangan tertentu, bahwa susu botol sangat cocok untuk bayi dan

merupakan makanan yang terbaik.

3. Kurangnya Petugas Kesehatan

Kurangnya petugas kesehatan di dalam memberikan

informasi kesehatan, menyebabkan masyarakat kurang

mendapatkan informasi atau dorongan tentang manfaat pemberian

ASI. Penyuluhan kepada msyarakat mengenai manfaat dan cara

pemanfaatannya (Nurfadillah, 2018).


20

2.2 Status Gizi

2.2.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriure dalam bentuk

variabel tertentu. Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam

pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan

badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang

dihasilkan oleh keseibangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi

(Yunita,2019).

Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh

keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan

zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Status gizi

seseorang tergantung dari asupan zat gizi dan kebutuhannya, jika antara

asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya seimbang, maka aka

menghasilkan status gizi yang baik (Harjatmo,dkk 2018).

2.2.2 Klasifikasi Status Gizi

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku

yang disebut reference. Baku antropometri yang digunakan di Indonesia

adalah WHO-NCHS. Menghitung status gizi anak usia 0-5 tahun yaitu :

1. Berat badan berdasarkan umur (BB/U)


21

2. Tinggi badan berdasarkan umur (TB/U)

3. Berat badan berdasarkan tinggi badan (BB/TB)

4. Status gizi berdasarkan lingkar kepala bayi

Berdasarkan WHO, status gizi yang hitung dari lingkar kepala bayi

yaitu:

a. Ukuran lingkar kepala terlalu kecil (mikrosefalus) = persentil <2

b. Ukuran lingkar kepala normal = persentil ≥ 2 sampai < 98

c. Ukuran lingkar kepala terlalu besar (makrosefalus) = ≥ 98

Pada bayi laki-laki baru lahir, ukuran kepala normal adalah 36

cm dan bertambah menjadi 41 cm pada usia 3 bulan. Sementara

bayi perempuan, ukuran normal lingkar kepala adalah 35 cm

dan akan bertambah menjadi 40 sm pada usia 3 bulan.

Pertambahan ideal untuk lingkar kepala bayi berusia 4-6 bulan

adalah 1 cm. Kemudian saat bayi berusia 6-12 bulan

pertambahan lingkar kepala akan menurun menjadi 0,5 cm per

bulan.

2.2.3 Gizi Seimbang Pada Balita

Gizi seimbang merupakan susunan asupaan sehari-hari yang jenis

dan jumlah zat gizinya sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pemenuhan

asupan gizi juga harus memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan,

aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan

normal guna mencegah masalah gizi. Gizi seimbang terdiri dari asupan

yag cukup secara kuantitas, cukup secara kualitas, dan mengandung


22

berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh untuk menjaga

kesehatan,pertumbuhan (pada anak-anak), penyimpanan zat gizi

(Rahmawati, 2020).

Menurut Kemenkes RI 2019, PGS memiliki 4 pilar utama yaitu :

a. Pentingnya pola hidup aktif dan berolahraga

b. Menjaga berat badan ideal

c. Mengonsumsi makanan dengan beraneka ragam

d. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

Pertumbuhan merupakan dasar dari antropometri gizi, dimana

antropometri digunakan untuk mengukur status gizi. Konsumsi

makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi kurang

terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi

esensial. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder.

Faktor primer merupakan bila susunan makanan seseorang salah dalam

kuantitas atau kualitas yang disebabkan oleh kekurangan penyediaan

pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan,

kebiasaan makan yang salah dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi

semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel

tubuh setelah makanan dikonsumsi (Marimbi Hanum,2018).

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita yaitu :


23

1) Penyebab Langsung

a) Asupan Makanan

Pengukuran asupan makanan/konsumsi makanan sangat

penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh

masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status

gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan

malnutrisi (Supariasa, 2019).

b) Pemberian ASI

Ekslusif ASI ekslusif yang dimaksud adalah pemberian

hanya ASI saja tanpa makanan dan cairan lain sampai berusia 6

bulan kecuali obat dan vitamin. Menurut Giri, dkk (2013) dalam

Novitasari, dkk (2018) menyebutkan bahwa balita yang

diberikan ASI ekslusif cenderung berstatus gizi bak atau tidak

BGM sedangkan yang tidak diberikan ASI ekslusif cenderung

berstatus gizi kurang.

c) Penyakit Infeksi

Adanya hubungan antara penyakit infeksi dengan status

gizi merupakan suatu hal yang saling berhubungan satu sama

lain karena anak balita yang mengalami penyakit infeksi akan

membuat nafsu makan anak berkurang sehingga asupan

makanan untuk kebutuhan tidak terpenuhi yang kemudian

menyebabkan daya tahan tubuh anak balita melemah yang


24

akhirnya mudah diserang penyakit infeksi (Novitasari dkk,

2018).

2) Penyebab Tidak Langsung

a) Pelayanan Kesehatan

Puskesmas sebagai lembaga mempunyai bermacanmacam

aktivitas. Salah satunya adalah posyandu, dimana pada

posyandu terdapat skrining pertama dalam pemantauan status

gizi balita, adanya penyuluhan tetag gizi, PMT, Vit A dan

sebagainya (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2018). Ibu

yang rutin ke posyandu dapat dipantau status gizi anak balitaya

oleh petugas kesehatan dan begitu juga sebaliknya ibu yang

tidak rutin ke posyandu maka status gizi anak balitanya akan

sulit terpantau (Novitasari, dkk. 2018). Selain puskesmas, data-

data dari rumah sakit dapat memberikan gambaran tentang

keadaan gizi di dalam masyarakat. Apabila masalah pencatatan

dan pelaporan rumah sakit kurang baik, data ini tidak dapat

memberikan gambaran yang sebenarnya.

b) Sosial Budaya

1) Tingkat Pendidikan

Seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya

memiliki pendapatan yang relative tinggi pula. Semakin

tinggi pendidikan maka cenderung memiliki pendapatan

yang lebih besar, sehingga akan berpengaruh pada kualitas


25

dan kuantitas makanan yang dikonsumsi (Shilfia

Wahyuningsih, 2018).

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin

mudah menerima informasi. Dengan pendidikan yang

tinggi maka seseorang cenderung untuk mendapatkan

informasi baik dari orang lain maupun media massa.

Pengetahuan erat hubunganya dengan pendidikan,

seseorang dengan pendidikan yang tinggi maka semakin

luas pula pengetahuan yang dimiliki (Ariani, 2018).

2) Pendapatan

Pendapatan menunjukkan kemampuan keluarga

untuk membeli pangan yang selanjutnya akan

mempengaruhi kualitas pangan dan gizi. Keluarga

dengan pendapatan tinggi memiliki kesempatan untuk

membeli makanan yang bergizi bagi anggota

keluarganya, sehingga dapat mencukupi kebutuhan gizi

setiap anggota keluarganya.

3) Tingkat pengetahuan

Gizi buruk dapat dihindari apabila dalam keluarga

terutama ibu mempunyai tingkat pengetahuan yang baik

mengenai gizi, orang tua yang memiliki pengetahuan

yang kurang tentang gizi dan kesehatan, cenderung tidak

memperhatikan kandungan zat gizi dalam makanan


26

keluarganya terutama untuk anak balita, serta kebersihan

makanan yang di makan, sehingga akan mempengaruhi

status gizinya (Ariani, 2018).

4). Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat

menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan.

Faktor ini disebut juga milieu yang merupakan tempat

anak terebut hidup, dan berfungsi sebagai penyedia

kebutuhan dasar anak. Lingkungan yang cukup baik akan

memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan

yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan

merupakan lingkungan “bio-fisiko-psiko-sosial” yang

mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi

sampai akhir hayatnya (Marimbi Hanum,2018).

5). Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh

kembang anak setelah lahir (faktor postnatal). Bayi

baru lahir harus behasil melewati masa transisi, dari

suatu sistem yang teratur yang sebagian besar

tergantung pada organ-organ ibunya (Marimbi

Hanum,2018).
27

6). Pengaruh budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh

budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab

penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal

sikap terhadap makanan, masih terdapat pantangan,

tahayul, tabu dalam masyarakat yang dapat menyebabkan

konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan

yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit,

terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Jarak

kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang

terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam

keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga

dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi

pangan disebabkan karena para petani masih

menggunakan teknologi yang bersifat tradisoional

(Marimbi Hanum,2018).

2.2.5 Metode Penilaian Status Gizi

Menurut (Supariasa, 2018), penilaian status gizi dapat dilakukan

dengan beberapa pendekatan yaitu penilaian status gizi secara langsung

maupun tidak langsung.

1. Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung salah satunya adalah

penilaian dengan antropometri.


28

a. Antropometri

1) Pengertian

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh

manusia ditijau dari sudut pandang gizi, maka antropometri

gizi adalah berhubunga dengan berbgai macam pengukuran

dimensi tubuh dan dimensi tubuh dari berbagai tingkat

umur dan tingkat gizi.

Indikator yang seing digunakan untuk mengetahui

status gizi ada 3 macam, yaitu berat badan menurut umur

disimbolkan dengan TB/U dan kombinasi BB dan TB yang

disimbolkan dengan BB/TB. Indikator BB/U menunjukkan

secara sensitif status gizi saat diukur karena mudah

berubah, tetapi indikator BB/U tidak spesifik karena berat

badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh

tinggi badan. Indikator TB/U menggambarkan status gizi

masa lalu, sedangkan indikator BB/TB menggambarkan

secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini (Nurfadillah,

2018).

2) Jenis parameter

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat

dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter

adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain

umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,


29

lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal

lemak di bawah kulit.

3) Indeks Antropometri

a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang

memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat

sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,

misalnya karena terserang penyakit infeksi, penurunan

nafsu makan, atau jumlah yang dikonsumsi. Berat

badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.

Dalam keadaan normal, yaitu ketika keadaan kesehatan

baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan

zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti

pertambahan umur.

b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan parameter antropometri

yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal.

Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring

dengan pertambahan umur.

c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)


30

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan

tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan

berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi

badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB

merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi

saat ini (sekarang). Indeks BB/TB adalah indeks yang

independen terhadap umur.

d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LILA/U)

Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang

keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.

Lingkar lengan atas berkorelasi dengan indeks BB/U

dan BB/TB. Lingkar lengan atas merupakan parameter

antropometri yang sangat sederhana dan mudah

dilakukan oleh tenaga yang bukan profesional. Kader

posyandu dapat melakukan pengukuran ini.

e. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan alat

sederhana untuk memantau status gizi seseorang

khsusnya berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan

berat badan. Berat badan dan tinggi badan adalah salah

satu parameter penting untuk menentukan status

kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan


31

dengan status gizi. Penggunaan indeks BB/U, TB/U dan

BB/TB merupakan indicator status gizi untuk melihat

adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi

tubuh. Pengukuran Massa Tubuh dengan menggunakan

indicator Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung sebagai

berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan

dalam meter dikuadratkan (m2) merupakan pengukuran

antropometri yang terbaik karena dapat

menggambarkan secara sensitive dan spesifik status gizi

saat ini atau masalah gizi akut.

Cara Menghitung IMT

IMT = BERAT BADAN

(TINGGI BADAN)²

Sumber : Stunting & Pencegahannya-Paskalia Tri Kurniati dan Sunarti (2020)


32

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)

Klasifikasi IMT Interprestasi

< 17,00 Kurus (kekurangan berat badan tingkat berat)

17,0 – 18,4 Kurus (kekurangan berat badan tingkat ringan)

18,5 – 25,0 Normal

25,1 – 27,0 Gemuk (kelebihan berat badan tingkat ringan)

> 27,0 Gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat)

Sumber : Keperawatan anak dan Tumbuh Kembang

2.3 Stunting

2.3.1 Pengertian Stunting

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang dialami oleh

balita yang mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan anak yang tidak

sesuai dengan standarnya sehingga mengakibatkan dampak baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Balita pendek adalah anak balita

dengan nilai Z-scorenya kurang dari -2 SD/standar deviasi (stunted) dan

kurang dari -3 SD (severely stunted) (Kemenkes RI, 2022).

Stunting (kerdil) merupakan kondisi dimana balita memiliki

panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur.

Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari

minus dua standar devisiasi mesdian standar pertumbuhan anak dari

WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan


33

oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil,

kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita

stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam

mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (Buletin

Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Kemenkes RI, 2018).

2.3.2 Proses Terjadinya Stunting

Permasalahan gizi adalah permasalahan dalamsiklus kehidupan

mulai dari kehamilan, bayi, balita, remaja sampai dengan lansia.

Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan

masalah gizi pada kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada

suatu gizi pada siklus kehidupan berikut.

Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja

menjadi ibu yang kurang gizi dan anemia. Menjadi parah ketika hamil

dengan asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan, ditambah lagi

ketika ibu hidup di lingkungan dengan sanitasi kurang memadai. Ibu

hamil yang pada umumnya juga pendek (< 150 cm) berdampak pada

bayi yang dilahirkan mengalami kurang gizi, dengan berat badan lahir

rendah < 2.500 gram dan juga panjang badan yang kurang dari 48 cm.

Bayi BBLR mempengaruhi sekitar 20% dari terjadinya Stunting.

(Budijanto, 2018).
34

2.3.3 Faktor Penyebab Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya

disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun

anak balita. Faktor yang mempengaruhi kejadian stunting menurut

Sugiartini (2020) yaitu :

a.Faktor langsung

1). Faktor ibu

Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama

prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi

perawakan ibu seperti usia ibu terlalu muda atau terlalu tua,

pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, BBLR, IUGR,

dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat dan

hipertensi.

2). Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil

poses pertumbuhan. Melalui genetik yang berada dalam sel telur

yang telah dibuhai, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas

pertumbuhan. Derajat sensitivikasi jaringan terhadap rangsangan,

umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Jika salah

satu atau kedua oang tua yang pendek akibat kondisi patologi

(seperti defisiensi hormon pertumbuhan) memiliki gen dalam


35

kromosom yang membawa sifat pendek sehingga memperbesar

peluang anak mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi stunting.

Akan tetapi, bila orang tua pendek akibat kekurangan zat gizi atau

penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh degan tinggi badan

normal selama anak tesebut tidak terpapar faktor resiko yang lain.

3). Asupan makanan

Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas

micronutrien yang buruk, kurangnya keragaman dan asupan

pangan yang bersumber dari pangan hewani, kandungan tidak

bergizi, dan rendahnya kandungan energi pada complementary

foods. Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi

pemberian makanan yang jarang, pemberian makanan yang tidak

adekuat selama dan setelah sakit, konsistensi pangan yang terlalu

ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi,pemberian

makanan yang tidak berespon. Analisa terbaru menunjukan

bahwa rumah tangga yang menerapkan diet yang beragam,

termasuk diet yang diperkaya nutrisi pelengkap, akan

meningkatkan asupan gizi dan mengurangi resiko stunting.

4). Pemberian ASI Eksklusif

Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi

delayed Initiation, tidak menerapkan ASI eksklusif, dan

penghentian dini konsumsi ASI. Sebuha penelitian membuktikan


36

bahwa menunda inisiasi menyusu (delayet initiation) akan

meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif adalah pemberian

ASI tanpa sublementasi makanan maupun minuman lain, baik

berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI. Ikatan Dokte Anak

Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif

selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang yang

optimal. Setelah 6 bulan, bayi mendapat makanan pemdamping

yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan.

a. Faktor Infeksi

Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi

entrik seperti diare, enteropati, dan cacing, dapt juga

disebabkan oleh infeksi penafasan (ISPA), malaria,

berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi dan

inflamasi. Penyakit infeksi akan berdampak pada gangguan

masalah gizi. Infeksi klinis menyebabkan lambatnya

petumbuhan dan perkembangan, sedangkan anak yang

memiliki riwayat penyakit infeksi memiliki peluang

mengalami stunting.

b. Faktor Tidak Langsung

1). Faktor sosial ekonomi

Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki

dampak yang signifikan terhadap anak menjadi kurus dan


37

pendek. Menurut Bishwakarma dalam Khoiron dkk (2018),

status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi pemilihan

makanan yang dikonsumsinya sehingga biasanya menjadi

kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada

bahan pangan yang berfungsi untuk pertumbuhan anak

seperti sumber protein, vitamin dan mineral sehingga

meningkatkan resiko kekurangangizi.

2). Tingkat pendidikan

Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi pola

asuh dan perawatan anak. Selain itu juga berpengaruh

dalam pemilihan dan cara penyajian makanan yang akan

dikonsumsi oleh anaknya. Penyediaan bahan dan menu

makan yang tepat untuk balita dalam upaya peningkatan

status gizi akan dapat terwujud bila ibu mempunyai tingkat

pengetahuan gizi yang baik. Ibu dengan pendidikan rendah

antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga

anak dapat beresiko menjadi stunting.

3). Pengetahuan gizi ibu

Pengetahuan gizi yang rendah dapat menghambat

usaha perbaikan gizi yang baik pada keluarga maupun

masyarakat sadar gizi, artinya tidak hanya mengetahui gizi

tetapi harus mengerti dan mau berbuat. Tingkat


38

pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tentang

kebutuhan akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap jumlah

dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan

gizi merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh

terhadap konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang cukup

pengetahuan gizinya akan memperhatikan kebutuhan gizi

anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara

optimal.

4. Faktor Lingkungan

Lingkungan rumah dapat dikarenakan oleh stimulasi

dan aktivitas yang tidak adekuat, penerapan asuhan yang

buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak

tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang

berasal dari rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas

air dan sanitasi yang baik beresiko mengalami stunting.

2.3.4 Dampak Stunting

Dampak stunting pada anak akan terlihat pada jangka pendek dan

jangka panjang. Pada jangka pendek berdampak terhadap pertumbuhan

fisik yaitu tinggi anak di bawah rata-rata anak seusianya. Selain itu, juga

berdampak pada perkembangan kognitif, dikarenakan terganggunya

perkembangan otak sehingga dapat menurunkan kecerdasan anak.

Sedangkan untuk jangka panjang, stunting akan menyebabkan anak


39

menjadi rentang tejangkit penyakit, seperti penyakit diabetes, obesitas,

penyakit jantung, kanker, stroke, dan disabilitas di usia tua. Selain itu,

dampak jangka panjang bagi anak yang menderita stunting adalah

berkaitan dengan kualitas SDM suatu negara. Anak-anak merupakan

generasi penerus bangsa, jika stunting tidak segera diatasi hal ini tentunya

akan menyebabkan penurunan kualitas SDM di masa yang akan datang

(Kemenkeu RI, 2022).

2.3.5 Tanda dan Gejala Stunting

Gejala stunting yang paling utama adalah anak memiliki tubuh

pendek di bawah rata-rata. Tinggi atau pendeknya tubuh anak sebenarnya

bisa diketahui jika tumbuh kembang anak dipantau sejak lahir. Tanda dan

gejala stunting dalam Bulletin stunting (2018) yaitu :

1. Berat badan dan Panjang badan lahir bisa normal, atau BBLR pada

keterlambatan tumbuh intra uterin, umumnya tumbuh kelenjarnya

tidak sempurna.

2. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5

cm/tahun decimal.

3. Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4 cm/tahun kemungkinan ada

kelainan hormonal.

4. Umur tulang bisa normal atau terlambat untuk umurnya.

5. Pertumbuhan tanda-tanda pubertas terlambat.


40

2.3.6 Pencegahan Stunting

Stunting merupakan salah satu target SDGs (Sustainable

Development Goals) yang termasuk pada tujuan pembangunan

berkelanjutan ke-2 yang menghilangkan kelaparan dan segala bentuk

malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target

yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada

tahun 2025 (Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, 2018).

Upaya pencegahan stunting menurut pusat data dan informasi

kementerian Kesehatan RI (2018) meliputi :

1) Pada Ibu Hamil

a) Memperbaiki gizi dan Kesehatan ibu hamil merupakan cara

terbaik dalam mengatasi stunting. Pada ibu hamil perlu mendapat

makanan yang baik, sehingga bila ibu hamil dalam keadaan

sangat kurus atau mengalami kurang energy kronik (KEK), maka

perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut.

b) Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal

90 tablet selama kehamilan.

c) Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.

2) Pada Saat Bayi Lahir

a) Persalinan yang ditolong oleh dokter dan bidan terlatih begitu

bayi lahir melakukan inisiasi menyusui dini (IMD).

b) Bayi sampai usia 6 bulan diberikan ASI saja (ASI Eksklusif).

3) Bayi Berusia 6 Bulan sampai 2 Tahun


41

a) Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberikan makanan

pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI diteruskan dilakukan

sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.

b) Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A dan Imunisasi dasar

lengkap.

4) Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang

sangat strategis untuk mendetekdi dini terjadinya gangguan

pertumbuhan.

5) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh

setiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih

dan fasilitas sanitasi serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS

menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang dapat

membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan

tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan

terlambatnya pertumbuhan.

Selain itu, keterlibatan orang tua dalam mencegah kejadian stunting

juga sangat diperlukan. Hal yang dapat dilakukan oleh orang tua

diantaranya adalah (Kementerian Komunikasi dan Informatika,

Kemenkes RI 2018) :

1. Melakukan rangsangan/stimulasi setiap saat dalam suasana yang

menyenangkan.

2. Bawa abak 3 bulan – 2 tahun setiap 3 bulannya ke fasilitas yang

menyediakan pelayanan stimulasi, deteksi dan intervensi.


42

Sunarti (2020), dalam pencegahan stunting ada beberapa hal

penting yang perlu diperhatikan dalam pencegahan stunting yaitu :

1. Perbaikan terhadap pola makan (gizi)

Edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa

mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi terhadap ibu dan anak

agar dapat mencegah stunting. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya

akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi serta sering

kali tidak beragam. Dalam satu porsi makan harus terdapat :

a. Setengah piring diisi oleh sayur dan buah.

b. Setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun

hewani) dengan proporsi lebih banyak dari pada karbohidrat.

2. Perbaikan pola asuh

Pemenuhan gizi seimbang dimulai dari keluarga, dimana dalam

upaya mewujudkan masyarakat yang sehat, Kementrian Kesehatan

memberi panduan tentang pentingnya konsumsi gizi seimbang sejak

dini dan itu dimulai dari keluarga. Perilaku yang dapat kita biasakan

dalam kehidupan sehari-hari yaitu :

a. Sarapan pagi.

b. Mengkonsumsi lauk pauk berprotein tinggi.

c. Minum air putih yang cukup dan bersih.

d. Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.

e. Pertahankan berat badan yang ideal.


43

f. Banyak makan buah dan sayur.

g. Batasi konsumsi panganan manis, asin dan berlemak.

3. Perbaiki sanitasi dan akses air bersih

Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di

dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada

risiko ancaman penyakit infeksi. Program pemerintah dalam perbaiki

sanitasi dan akses air yaitu :

a. Sanitasi berbasis masyarakat.

b. Pengurangan sampah dengan memberdayakan masyarakat melalui

program padat karya tunai.

c. Pembangunan TPA sampah skala regional.

d. Tempat pengelolaan sampah dengan pendekatan Reduce, Reuse dan

Recycle (TPS3R).

Menurut Kemenkes RI (2017), Stunting dapat dicegah sejak 1000

hari pertama kehidupan dimulai pada saat janin dalam kandungan sampai

usia 2 tahun yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada kehidupan

pertama bayi. Intervensi yang spesifik untuk pencegahan stunting adalah :

a. Pemberian suplemen tablet Fe pada remaja putri, catin dan ibu hamil.

b. Pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil KEK.

c. Promosi dan konseling tentang IMD dan ASI eksklusif.

d. Pemberian makanan tambahan/MP-ASI.

e. Pemantauan pertumbuhan di posyandu.


44

f. Pemberian imunisasi.

g. Pemberian makanan tambahan (PMT) pada balita gizi kurang.

h. Pemberian vitamin A.

i. Pemberian taburia pada balita dua tahun.

j. Pemberian obat cacing pada ibu hamil

2.3.7 Penanganan Stunting

Penanganan stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan

intervensi sensitif pada sasaran 1000 hari pertama kehidupan anak

sampai berusia 6 tahun. Dengan cara Ibu hamil mendapat tablet

tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan, pemberian

makanan tambahan ibu hamil, pemenuhan makanan bergizi seimbang

yaitu harus memenuhi 50%-60% karbohidrat, protein sekitar 10%-

15% dan lemak maksimal 40%, persalinan dengan dokter atau bidan

yang ahli, inisiasi menyusui dini (IMD), berikan ASI Eksklusif pada

bayi hingga usia 6 bulan, Berikan makanan pendamping ASI untuk

bayi diatas 6 bulan hngga 2 tahun, berikan imunisasi dasar lengkap

dan vitamin, pantau pertumbuhan balitadi posyandu terdekat, lakukan

perilaku hidup bersih dan sehat (Kementerian Desa PDTT, 2018).

2.4 Balita

2.4.1 Pengertian Balita

Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah

lima tahun. Periode tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena
45

pada masa ini petumbuhan dasar yang akan memengaruhi dan

menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,

kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia berjalan sangat cepat dan

merupakan landasan perkembangan berikutnya (Saidah,2020).

Balita merupakan anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini

ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat

pesat dan disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang

jumlahnya lebih banyak dengan kualitas yang tinggi (Ariani,2018).

Kesehatan seorang balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang terserat

didalam tubuh kurangnya gizi yang diserap oleh tubuh mengakibatkan

mudah terserang penyakit karena gizi memberi pengaruh yang besar

terhadap kekebalan tubuh (Gizi et al.,2018).

2.4.2 Karakteristik Balita

Paskalia dan Sunarti (2020) menyatakan karakteristik balita dibagi

menjadi dua yaitu :

1. Anak usia 1-3 tahun

Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak

menerima makanan yang disediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan

usia balita lebih besar dari usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah

makanan yang relative besar. Perut yang lebih kecil menyebabkan

jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih

kecil bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih besar. Oleh
46

sebab itu, pola makan akan diberikan adalah porsi kecil dengan

frekuensi sering.

2. Anak usia prasekolah (3-5 tahun)

Usia 3-5 tahun anak menjadi konsumen aktif. Anak sudah mulai

memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak

cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak beraktivitas

lebih banyak dan mulai memilih maupun menolak makanan yang

disediakan orang tuanya.

2.4.3 Tumbuh Kembang Balita

Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun

prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:

a) . Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah.

Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak akan

berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan

kakinya.

b) Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya

adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan

untuk mengenggam, sebelum ia mampu merahi benda dengan

jemarinya.

c) Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi

keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari

dan lain-lain.
47

Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala

kuantitatif.Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah

sel, serta jaringan intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain,

berlangsung proses multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan

ukuran-ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai oleh:

1. Meningkatnya berat badan dan tinggi badan.

2. Bertambahnya ukuran lingkar kepala.

3. Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham

4. Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.

5. Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan


sebagainya.

Penambahan ukuran-ukuran tubuh ini tentu tidak harus

drastis.Sebaliknya, berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola secara

proporsional pada tiap bulannya. Ketika didapati penambahan ukuran

tubuhnya, artinya proses pertumbuhannya berlangsung baik. Sebaliknya

jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu sinyal terjadinya gangguan

atau hambatan proses pertumbuhan.

2.4.4 Kebutuhan Utama Proses Tumbuh Kembang

Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki kebutuhan yang

harus terpenuhi, kebutuhan tersebut yaitu : a. Kebutuhan akan gizi (asuh),


48

b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih) dan c. Kebutuhan stimulasi

dini (asah) (Karnesyia, 2021).

a. Pemenuhan Kebutuhan Gizi (asuh)

Kebutuhan dasar asuh mencakup kebutuhan nutrisi anak yang

harus dipenuhi selama masa pertumbuhannya. Pada bayi 0-6 bulan,

nutrisi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI eksklusif. Selanjutnya

bisa diberikan makanan pendamping ASI (MPASI) bernutrisi.

Selain nutrisi kebutuhan asuh juga mencakup pemberian imunisasi

sejak bayi lahir.Karena imunisasi dibutuhkan untuk mencegah anak

dari penyakit. Selanjutnya kebutuhan asuh yang perlu dipenuhi

lainnya adalah lingkungan sehat untuk anak beraktivitas, membuat

rumah dengan ventilasi yang baik, serta rekreasi bagi anak.

Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik, perkembangan

otaknya akan berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan

berkembang sebagai dampak perkembangan bagian otak yang

mengatur sistem sensorik dan motoriknya. Pemenuhan kebutuhan fisik

atau biologis yang baik, akan berdampak pada sistem imunitas

tubuhnya sehingga daya 13 tahan tubuhnya akan terjaga dengan baik

dan tidak mudah terserang penyakit.

b. Pemenuhan Kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang (asih)


49

Kebutuhan dasar asih berkaitan dengan pemberian kasih sayang,

saling mengasihi, menghargai, mencintai dan menghormati. Kasih

sayang yang baik yakni bersifat positif dan mampu membuat keluarga

menjadi sepaham, sepemikiran dan sehati sehingga mampu mencapai

tujuan bersama.

Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan emosi dan kasih sayang

akan menjadikan anak tumbuh cerdas secara emosi terutama dalam

kemampuannya membina hubungan yang hangat dengan orang lain.

Orang tua akan menempatkan diri sebagai teladan yang baik bagi

anak-anaknya. Melalui keteladanan tesebut anak lebih mudah meniru

unsur-unsur positif (Krisnamughni,2020).

c. Pemenuhan Kebutuhan Stimulasi Dini (asah)

Stimulasi dini merupakan kegiatan orangtua memberikan

rangsangan tertentu pada anak sedini mungkin. Bahkan hal ini

dianjurkan ketika anak masih dalam kandungan dengan tujuan agar

tumbuh kembang anak dapat bejalan dengan optimal. Stimulasi dini

meliputi kegiatan merangsang melalui sentuhan-sentuhan lembut

secara bervariasi dan berkelanjutan, kegiatan mengajari anak

berkomunikasi, mengenal objek warna, mengenal huruf dan angka.

Selain itu, stimulasi dini dapat mendorong munculnya pikiran dan

emosi positif, kemandirian, kreativitas dan lain-lain (Sulistyoningsih,

2018).
50

2.5 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Stunting Pada Balita

Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang dapat

menghambat perkembangan fisik dan mental anak, selain itu anak lebih

rentan terhadap penyakit infeksi. Faktor resiko stunting pada anak salah

satunya adalah kurangnya asupan gizi balita, terutama asupan gizi

terbaik untuk bayi yaitu ASI. Pemberian ASI diduga berpengaruh

terhadap kejadian stunting. Salah satu manfaat ASI Eksklusif adalah

mendukung pertumbuhan bayi terutama tinggi badan karena kalsium

ASI lebih efisien diserap dibanding susu pengganti ASI atau susu

formula. Sehingga bayi yang diberikan ASI Eksklusif cenderung

memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dan sesuai dengan kurva

pertumbuhan dibanding dengan bayi yang diberikan susu formula. ASI

mengandung kalsium yang lebih banyak dan dapat diserap tubuh dengan

baik sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan terutama tinggi

badan dan dapat terhindar dari resiko stunting (Nurfadillah, 2018)

2.5.1 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Stunting berdasarkan

Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk menetapkan

kekuatan pada diri seseorang agar orang tersebut dapat berkembang,

baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat yang dapat

memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dalam kehidupannya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang dengan pendidikan

rendah kemungkinan dapat mengalami gangguan dalam menerima dan


51

menganalisa ilmu. Sedangkan orang yang dengan tingkat pendidikan

yang tinggi mempunyai keinginan tinggi untuk melakukan pemeriksaan

lebih efisien. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab rendahnya

pemberian ASI Eksklusif pada bayi dan balita. Pemberian ASI Eksklusif

atau pemberian ASI saja selama 6 bulan pertama tahun kehidupan bayi

sangat disarankan untuk membantu anak dalam mendapatkan

pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Wulandari Ikrawanty

Ayu, 2020).

2.5.2 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Stunting berdasarkan

Status Ekonomi

Dengan adanya pertumbuhan ekonomi dan adanya peningkatan

penghasilan yang berkaitan, maka perbaikan gizi akan tercapai dengan

sendirinya. Penghasilan merupakan fakror penting dalam penentuan

kualitas dan kuantitas makanan dalam suatu keluarga. Terdapat

hubungan antara pendapatan dan gizi yang menguntungkan, yaitu

pengaruh peningkatan pendapatan dapat menimbulkan perbaikan

kesehatan dan kondisi keluarga yang menimbulkan interaksi status gizi.

Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan pada

penduduk miskin adalah strategi untuk membatasi tingginya kejadian

stunting dalam sosial ekonomi rendah pada segmen populasi. Keluarga

dengan tingkat ekonomi rendah memiliki resiko stunting lebih tinggi

dibandingkan anak dari keluarga sosial ekonomi yang lebih inggi. Hal
52

ini menunjukkan bahwa keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi

kejadian stunting (Michelle, 2020).

2.5.3 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting

Bedasarkan Umur Ibu

Usia ibu <20 tahun beresiko 14 kali lebih besar memiliki anak

stunting dibandingkan ibu yang berusia ≥20 tahun saat hamil.

Kehamilan yang terjadi pada saat usia remaja merupakan faktor resiko

kejadian stunting. Usia ibu terlalu muda saat hamil dapat menyebabkan

stunting pada anak terutama karena pengaruh faktor psikologis yaitu

sebagian besar ibu yang terlalu muda belum siap dengan kehamilannya

dan kurang tahu bagaimana menjaga dan merawat kehamilan mmaupun

bayinya (Arsieta Hasandi Litta, 2018).

2.5.4 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting

Berdasarkan Paritas

Ibu dengan paritas primipara dan multipara memiliki resiko lebih

rendah untuk memiliki balita stunting dibandingkan dengan ibu

grandemultipara. Balita yang memiliki ibu dengan paritas banyak

mempunyai resiko 3,25 kali lebih besar untuk mengalami stunting

dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu dengan paritas sedikit.

Paritas menjadi faktor tidak langsung terjadinya stunting, karena paritas

berhubungan erat dengan pola asuh dan pemenuhan kebutuhan gizi

anak, telebih apabila didukung denagn kondisi ekonomi yang kurang.


53

Anak yang lahir dari ibu dengan paritas banyak memiliki peluang lebih

besar untuk mendapatkan pola asuh yang buruk dan tidak tercukupinya

pemenuhan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih Hariani, 2020).

2.5.5 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting

Berdasarkan Sumber Informasi

Informasi mengenai kesehatan ibu dan anak sangatlah berguna dan

penting bagi ibu menyusui agar mereka dapat memberikan ASI yang

baik dan sesuai kebutuhan bayi sehingga gizi bayi dapat terpenuhi dan

bayi dapat tumbuh dengan sehat. Kebutuhan informasi kognitif

berkaitan dengan penambahan pengetahuan seseorang terhadap suatu

hal. Seorang ibu menyusui sangat membutuhkan infomasi mengenai

pentingnya memberikan ASI Eksklusif kepada bayi mereka agar bayi

dapat tumbuh sehat. Pengetahuan ibu yang didapatkan dari informasi

yang diberikan mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif dapat

membantu ibu untuk mengetahui pentingnya membeikan ASI sehingga

dapat mmengurangi resiko stunting (Zalmi, 2018)


54

2.6 Kerangka Teori

Stunting merupakan
kondisi gagal tumbuh pada
anak yang diakibatkan
Stunting kekurangan gizi kronis dan
infeksi beulang terutama
pada periode 1000 hari
pertama kehidupan.

Tanda dan Gejala Faktor yang mempengaruhi


Stunting yaitu : terjadinya stunting :

1. Anak berbadan a. Sosial Ekonomi


lebih pendek b. Pelayanan Kesehatan
untuk anak c. Pendidikan
seusianya. d. Lingkungan
2. Berat badan e. ASI Eksklusif
rendah untuk f. Asupan Makanan
anak seusianya
3. Pertumbuhan
tulang melambat

Gambar 2.3. Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Choiriyah, 2020


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan suatu cara yang digunakan untuk

menjelaskan hubungan atau kaitan antara variabel yang satu dengan variabel

yang lain dari masalah yang akan diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian

ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel dependent dan variabel

independent (Notoatmodjo, 2018).

Variabel Independent Variabel Dependent

1. Tingkat Pendidikan
2. Status Ekonomi
3. Umur Ibu Stunting pada Balita
4. Paritas
5. Sumber Informasi

3.1.1 Keterangan dari Kerangka Konsep

1. Variabel Independent adalah variabel yang bebas dan berpengaruh.

Variabel dalam kerangka konsep diatas adalah tingkat pendidikan,

status ekonomi, umur ibu, paritas dan sumber informasi.

55
56

2. Variabel Dependent adalah variabel yang tergantung, terikat, akibat

dan dipengaruhi. Variabel dalam kerangka konsep diatas adalah

kejadian stunting.

3.2 Hipotesisi

Hipotesis adalah jawaban yang sifatnya sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, yang mana rumusan masalah tersebut sudah dinyatakan

dalam bentuk pertanyaan (Sugiyono, 2018). Jenis-jenis rumusan hipotesis

yaitu :

1. Hipotesis Kerja atau Hipotesis Alternatif (Ha)

Hipotesis kerja adalah suatu rumusan dengan tujuan untuk membuat

ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul.

Hipotesis ini sering juga disebut Hipotesis Alternative, karena mempunyai

rumusan dengan implikasi alternatif didalamnya (Lutfiana, 2018).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Longat Kecamatan

Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2022.

2. Hipotesis Nol (Ho)

Hipotesis nol yang bermula diperkenalkan oleh bapak statistika Fisher,

dirumuskan untuk ditolak sesudah pengujian. Dengan kata lain, hipotesis

nol dibuat untuk menyatakan sesuatu kesamaan atau tidak adanya suatu

perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok atau lebih mengenai

sesuatu hal yang dipermasalahkan (Lutfiana, 2018).


57

Ho : Tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Longat Kecamatan

Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2022.

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah defenisi yang berguna untuk membatasi

ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti dan

bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan

terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument

(Notoatmodjo, 2018).

No Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
1 Tingkat Tingkat Kuesioner 1. SD Ordinal
Pendidik Pendidikan 2. SMP
an yang 3. SMA
dimaksud 4. Perguruan
adalah Tinggi
Pendidikan
terakhir yang
ibu tempuh
2 Status Penghasilan Kuesioner 1. Bawah Ordinal
Ekonomi yang (<1.000.000)
diperoleh 2. Menengah
keluarga (1.000.000–
responden 2.000.000)
setiap Atas (>2.000.000)
58

bulannya
untuk
menafkahi
keluarga.
3 Umur Lamanya Rekam 1. Umur <2o Ordinal
Ibu waktu hidup Medik Tahun
dari sejak 2. Umur 21-35
lahir sampai Tahun
dilakukannya 3. Umur > 36
penelitiaan Tahun
4 Paritas Jumlah Kuesioner 1. Primipara Ordinal
kehamilan 2. Scundipara
yang 3. Multipara
dilahirkan 4. Grandemultipa
atau jumlah ra
anak yang
dimiliki
5 Sumber Informasi Kuesioner 1. Media masa Nominal
Informas yang 2. Media cetak
i didapatkan 3. Tenaga
oleh ibu kesehatan
4. Keluarga/
teman

3.4 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan

pendekatan cross sectional tentang Hubungan Pemberian ASI Eksklusif

dengan Kejadian Stunting Pada Balita.


59

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi Penelitian

Populasi menurut Handayani (2020) adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Nursalam, 2018). Populasi dalam

penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita usia 0-5 tahun di

Puskesmas Longat sebanyak 90 orang.

3.5.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi yang diteliti. Sedangkan sampling adalah cara atau teknik-teknik

tertentu yang digunakan dalam mengambil sampel penelitian sehingga

sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya. Pengambilan

sampel pada penelitian ini dilakukan dengan dengan cara purposive

sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel

diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah

dalam penelitian) sehingga sampel dapat mewakili karateristik populasi

yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2018). Sehingga didapatkan

jumlah sampel sebanyak 47 responden berdasarkan kriteria inklusi yaitu:

1. Kriteria Inklusi

a. Keluarga yang bersedia untuk dilakukan penelitian

b. Ibu memiliki balita usia 0-5 tahun

c. Ibu yang memiliki bayi sehat


60

2. Kriteria Eksklusi

a. Ibu yang memiliki bayi dengan riwayat BBLR

b. Bayi BGM (bawah garis merah)

Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin

sebagai berikut :

n= N

Ne2+1

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

E = Error level (tingkat kesalahan). Catatan umumnya digunakan 1%

atau 0,01, 5% atau 0,05 dan 10% atau 0,1 (catatan dapat dipilih

oleh peneliti).

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita usia

0-5 tahun di Puskesmas Longat sebanyak 90 orang dengan presisi yang

ditetapkan atau tingkat signifikansi 0,1, maka besarnya sampel pada

penelitian ini adalah :

n= 90
90(0,1)2+1

n = 90
90(0,01)+1

n = 90
1,90
61

n = 47,36 dibulatkan menjadi 47

Jadi banyak sampel dalam penelitian ini sebesar 47 orang.

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Longat Kecamatan

Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal. Dengan alasan data

yang didapat peneliti mencukupi, lokasinya dekat dengan tempat

penelitian dan belum pernah dilakukan penelitian tentang Hubungan

Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting Pada Balita.

3.6.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti sejak bulan Desember s/d

Januari 2023. Adapun kegiatan meliputi mulai dari survey awal,

pengajuan judul, penelusuran Pustaka, bimbingan proposal, penelitian,

bimbingan hasil penelitian dan penyusunan hasil penelitian.

3.7 Metode Pengumpulan Data

3.7.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer

dari responden melalui kuesioner. Dengan tahapan/Langkah-langkah

sebagai berikut :

a. Surat Izin Survey Awal dari Pendidikan

b. Surat Balasan Izin Survey Awal dari Kepala Puskesmas Longat

c. Pembuatan kisi-kisi kuesioner


62

d. Penyusunan kuesioner

e. Pembuatan kuesioner

f. Penyebaran kuesioner

g. Pemberian nilai semua jawaban dari semua kuesioner yang sudah

dikumpulkan dan diberi nilai untuk setiap jawaban dan pertanyaan.

3.8 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk melakukan

kegiatan penelitian terutama sebagai pengukuran dan pengumpulan data

(Thabroni Gamal, 2021). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini

adalah kuesioner dari variabel, jumlah pertanyaan dalam kuesioner dari

variabel stunting pada balita perlu dilakukan pengujian melalui uji

validitas dan uji rehabilitas. Uji validitas dan uji rehabilitas perlu

dilakukan, agar kuesioner yang dibuat lebih akurat dan dapat

dipertanggung jawabkan. Uji validitas dan rehabilitas yang akan

dilaksanakan di Puskesmas Gunung Tua dan Puskesmas Mompang

Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Berikut penjelasan

uji validitas dan rehabilitas sebagai berikut :

1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan uji yang digunakan untuk mengukur dan

mengamati valid atau tidaknya penelitian. Uji validitas ini akan

dilakukan dua kali pengambilan data dan mendapatkan hasil kuesioner

yang valid. Kuesioner dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dari

pada r tabel.
63

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah suatu uji untuk mengetahui reliabel (dapat

dipercaya) atau tidak reliabelnya suatu instrumen yang digunakan

dalam penelitian. Menilai instrumen hasil penelitian harus memiliki

nilai yang sama atau hampir sama apabila dilakukan berulang-ulang.

Maka instrumen tersebut dikatakan reliabilitas (konsisten).

3.9 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.9.1 Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2018), data-data yang terkumpulkan

diolah dengan cara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang lebih terkumpul bila

terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data,

diperiksa, diperbaiki dan dilakukan pendataan ulang terhadap

responden.

2. Coding

Dilakukan dengan cara memberikan kode pada setiap jawaban yang

diberikan responden.

3. Tabulating

Untuk Menyusun dan menghitung hasil data serta pengambilan

kesimpulan, data dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi.

4. Persentase
64

Data ditabulasi diubah dalam bentuk presentase dengan

menggunakan rumus :

P = f x 100%
n

Keterangan :

P : Persentase

f : Frekuensi

n : Jumlah Sampel

Aspek pengukuran pengetahuan menurut Notoatmodjo (2018)

terdiri dari beberapa kategori yaitu :

1. Kategori baik, apabila responden menjawab 16-20 pertanyaan yang

benar, skor 80% - 100%.

2. Kategori cukup, apabila responden menjawab 12-15 pertanyaan yang

benar, skor 60% - 75%.

3. Kategori kurang, apabila responden menjawab 1-11 pertanyaan yang

benar, skor 0% - 55%.

3.9.2 Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

analisis univariat dan bivariat.

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk


65

analisis univariat penelitian adalah distribusi frekuansi dan

presentase kejadian stunting dan status gizi.

Rumus distribusi frekuensi :

P = f x 100%
n

Keterangan :

P : Persentase

f : Frekuensi

n : Jumlah Sampel

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan uji chi square yakni untuk mengetahui hubungan

antara dua variabel yang berbentuk kategorik yaitu Chi Square (X2)

dengan α = 0,05. Jika hasil uji menunjukkan p ≤ 0,05 maka

hubungan antar variabel bermakna (signifikan).


DAFTAR PUSTAKA

ADB. 2021. Angka Stunting Balita Indonesia Tertinggi Ke-2 Di Asia tenggara.
https://www.adb.org/sites/default/files/publication/720461/ki 2021.pdf.
Diakses 25 November 2021, Jam 15.50 WIB.

Adam, Roy. 2021. Angka Stunting di Mandailing Natal.


https://startfmmadina.com/angka-stunting-di-madina-turun/.Diakses
Tanggal 31 Maret 2021.

Batubara, Nanda Fariza. 2022. Prevalensi Stunting Di Sumut.


https://m.bisnis.com/amp/read/20220615/533/1544231/prevalensi-
stunting-di-sumut/. Diakses Tanggal 15 Juni 2022.

Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal. 2021. Profil Kesehatan Kabupaten


Mandailing Natal. Dinkes Mandailing Natal: Mandailing Natal.

Febri, Pujiastuti dan Fajar. 2021. Ilmu Gizi Untuk Praktisi Kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hadya, Dwi. 2021. Jumlah Balita Stunting di Dunia.


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/23/jumlah-balita
stunting-di-dunia-menurun-tapi-tak-merata.Diakses Tanggal 23 September
2021, Jam 16.20.

Kemenkes RI. 2021. Pencegahan Stunting pada Anak.


https://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting. Diakses 28 Maret
2021, Jam 21.00 WIB.

Kemenkes RI. 2021. Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan.


https://ppid.kemkes.go.id/uploads/img-62f0d4c9e9f34.pdf/. Diakses
Tanggal 16 Februari 2022.

Lestari, E.F., dan Dwihesti, L.K. 2020. ASI Eksklusif Berhubungan Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Ilmiah Permas. Vol. 10, No. 2
(April, 2020), Hal 129-136.

Marimbi, Hanum. 2018. Tumbuh Kembang Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada
Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.
Purba, Stepanus. 2022. Kasus Stunting Di Sumatra Utara Memprihatinkan.
https://sumut.inews.id/kasus-stunting-di-sumut-memprihatinkan/.Diakses
Tanggal 10 Maret 2022.

Refky Pratama, Mirza. 2021. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan


Stunting Di Puskesmas Hinai Kiri Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat. Jurnal Kedokteran STM. Vol. IV, No. 1 (Januari 2021) Hal. 18-
25.

Rokom. 2021. Penurunan Prevalensi Stunting.


https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20211227/4339063/penurun
an-prevalensi-stunting-tahun-2021-2045/. Diakses Tanggal 27 Desember
2021.

SJMJ, S.A., Toban, R. dan Madi, M. 2020. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada. Vol. 9, No. 1 (Juni, 2020), Hal 448-455.

Sunar Prasetyono, Dwi. 2019. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta: Diva Press.

Sudargo. T, dan Kusmawati. N,A. 2021. Pemberian ASI Eksklusif Sebagai


Makanan Sempurna Untuk Bayi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Tri Kurniati, Paskalia dan Sunarti, 2020. Stunting dan Pencegahannya. Jakarta:
Lakeisha.

UNICEF, WHO dan World Bank. 2018. Levels and Trends in Child Malnutrition.
Midwifery. Washington DC : UNICEF, WHO & World Bank

WHO. 2021. Stunted Growth and Development Framework. www.who.int.


Diperoleh dari
https://www.who.int/nutrition/childhood_stunting_framework_leaflet_en.p
d?ua=1

WHO. 2021. The WHO Child Growth Stundart. www.who.int.Diperoleh dari :


https://www.who.int/childgrowth/standart/en/ [29 Juli 2021].

Wahyuni Oktavia Ramadani, Else. 2021. Angka Stunting Balita Di Indonesia


Masih Tinggi. https://www.its.ac.id/news/2021/10/16/angka-stunting-
balita-di-indonesia-masih-tinggi. Diakses 16 Oktober 2021, Jam 10.10
WIB.
FORMAT PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Setelah membaca penjelasan lembaran pertama dan saya mengerti bahwa

penelitian ini tidak berakibat buruk pada saya serta identitas dan informasi yang

saya berikan dijaga kerahasiaannya dan betul-betul hanya digunakan untuk

kepentingan peneliti.

Maka saya menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

yang akan dilakukan oleh Mahasiswa D-III Kebidanan Madina Husada

Panyabungan yang bernama PIONA ALFIERA dengan judul “Hubungan

Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Longat Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten

Mandailing Natal Tahun 2022”.

Responden Panyabungan, November 2022

Peneliti

( ) Piona Alfiera
(20141753014)
KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
LONGAT KECAMATAN PANYABUNGAN BARAT
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TAHUN 2022

1. Petunjuk Pengisian

a. Untuk mendapatkan data yang akurat kami mohon kesediaan saudari

untuk mengisi kuesioner ini dengan benar.

b. Beri tanda ceklis () pada setiap pertanyaan yang menurut anda benar.

c. Saudari berhak menanyakan Kembali maksud dari pertanyaan bila ada

pertanyaan yang kurang jelas.

2. Identitas

a. Identitas Balita

Nama :

Umur Balita :

Jenis Kelamin :

b. Identitas Responden

No. Responden :

Nama :
Tingkat Pendidikan : SD

SMP

SMA

Status Ekonomi : Bawah ( < 1.000.000 )

Menengah ( 1.000.000-2.000.000 )

Atas ( > 2.000.0000 )

Umur Ibu : < 20 tahun

20-35 tahun

> 35 tahun

Paritas : Primipara

Scundipara

Multipara

Grendemultipara

Sumber Informasi : Media Masa

Media Cetak

Tenaga Kesehatan

Keluarga
1. Apakah ibu pernah mendengar istilah “Kolomtrum”, apa yang dimaksud
dengan kolostrum.....
a. Tidak tahu
b. ASI yang pertama kali keluar dan berwarna kekuningan
c. Zat gizi yang dimiliki oleh bayi
2. Apakah yang dimaksud dengan ASI eksklusif.....
a. Makanan alamiah bagi bayi sampai usia 2 tahun
b. Pemberian ASI ditambah susu formula sampai usia 6 bulan
c. Pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain atau makanan padat
sampai usia 6 bulan
3. Berapa lama bayi diberi ASI saja.....
a. 0-1 bulan
b. 0-6 bulan
c. 0-2 tahun
4. Apakah kepanjangan dari ASI.....
a. Air sisah ibu
b. Anak sayang ibu
c. Air susu ibu
5. Yang bukan merupakan manfaat dari pemberian ASI eksklusif bagi ibu
adalah.....
a. Dapat menurunkan kekebalan tubuh ibu
b. Dapat menurunkan risiko kanker payudara
c. Dapat mengatasi rasa trauma
6. Apakah manfaat dari pemberian ASI untuk bayi.....
a. Untuk pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Meningkatkan daya tahan tubuh bayi
c. Semua benar
7. Apa saja kandungan yang terdapat dalam ASI.....
a. Antibodi
b. Protein susu, karbohidrat, lemak
c. Semua benar
8. Pernyataan dibawah ini yang benar adalah…
a. Gizi pada balita harus diperhatikan
b. Gizi pada balita harus dibiarkan
c. Gizi pada balita harus diabaikan
9. Salah satu akibat dari bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif adalah.....
a. Diare
b. Rentan mengalami berbagai penyakit
c. sehat
10. Stunting (pendek) adalah…
a. Penyakit menular
b. Genetik/keturunan
c. Anak pendek
11. Salah satu penyebab stunting (balita pendek) adalah…
a. Kurangnya pemberian ASI ekslusif
b. Kebanyakan makan
c. Suka bermain
12. Salah satu dampak stunting (balita pendek) adalah…
a. Lincah
b. Tumbuh kembang terganggu
c. Tidak mudah sakit
13. Bagaimana cara mencegah stunting (balita pendek)…
a. Mengkonsumsi jajanan yang banyak
b. Mengkonsumsi kopi
c. Memberikan ASI esklusif dengan cukup
14. Pertumbuhan yang lambat merupakan…
a. Tanda terjadinya stunting pada anak
b. Tanda akan tumbuhnya gigi
c. Tanda akan bisa berjalan
15. Salah satu penyebab terjadinya stunting (balita pendek)…
a. Makanan yang cukup
b. Rendahnya tingkat Pendidikan orang tua
c. Asupan makanan yang bergizi
16. Apakah tujuan penimbangan berat badan secara teratur…
a. Mengetahui status gizi
b. Sekedar mengetahui berat badan
c. Untuk keperluan data di Puskesmas/Posyandu
17. Bagaimana menilai bayi dan balita anda cukup gizinya…
a. Bayi/balita yang gemuk dan montok
b. Berat badan bayi/balita berada diatas Garis merah pada Kartu Menuju
Sehat
c. Tidak tahu
18. Stunting (balita pendek) juga disebabkan oleh…
a. Faktor ekonomi
b. Susah tidur
c. Sering makan
19. Hal yang paling penting bagi anak dalam masa periode emas pertumbuhan
dan perkembangan adalah…
a. Sering bermain
b. Diberikan Asupan gizi yang baik
c. Jajan yang banyak
20. Salah satu ciri-ciri stunting adalah....
a. Tinggi dan berat badan lebih rendah dibandigkan dengan anak seusianya
b. Terlihat lemas terus menerus
c. Semua benar
KUNCI JAWABAN

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI ESKLUSIF DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
LONGAT KECAMATAN PANYABUNGAN BARAT
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TAHUN 2022

1. B 11. A

2. C 12. B

3. B 13. C

4. C 14. A

5. A 15. B

6. C 16. A

7. C 17. B

8. A 18. A

9. B 19. B

10. C 20. C
JADWAL PENELITIAN

Dilakukan Pada Bulan Oktober-Desember

NO Kegiatan September Oktober November Desember


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Survey Awal

2 Pengajuan Judul Penelitian

3 Bimbingan Proposal

4 Penelusuran Pustaka

5 Seminar Proposal
LEMBAR KONSULTASI PROPOSAL PENELITIAN
AKADEMI KEBIDANAN MADINA HUSADA PANYABUNGAN
TAHUN 2022

Nama Mahasiswa : PIONA ALFIERA

NIM : 20141753014

Nama Pembimbing : Ferika Desi, SST, M.Kes

Judul : Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian


Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Longat Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2022

No Tanggal Materi Saran Bimbingan Paraf

1 13-09-2022 Pengajuan Judul ACC Judul

2 21-09-2022 Konsul Bab I Perbaikan

3 27-09-2022 Konsul Bab I Perbaikan

4 29-09-2022 Konsul Bab I Perbaikan

5 04-10-2022 Konsul Bab I Perbaikan

6 10-10-2022 Konsul Bab I ACC Bab I lanjut Bab II

6 17-11-2022 Konsul Bab II Perbaikan

Konsul Bab II dan


7 23-11-2022 Perbaikan
III

Konsul Bab II dan


8 26-11-2022 Perbaikan
III
Konsul Bab II dan
9 30-11-2022 ACC Bab II dan III
III
ACC untuk di
10 03-12-2022 Lampiran
Seminarkan

Panyabungan, Desember 2022

Dosen Pembimbing Mahasiswa

Ferika Desi, SST, M.Kes Piona Alfiera

Anda mungkin juga menyukai