Anda di halaman 1dari 28

KOMITMEN KEISLAMAN DAN KEBANGSAAN

SEBAGAI DASAR PERJUANGAN HMI;


KAJIAN SEJARAH

Rate This

PENGANTAR ILMU SEJARAH

PENGERTIAN

Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-benar terjadi,
dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti-bukti yang
membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia,
ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai peristiwa-peristiwa dan
kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau.

Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara sejarah dan ilmu
sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya, sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu
yang mempelajari kejadian atau peristiwa tersebut.
MANFAAT DAN KEGUNAAN MEMPELAJARI ILMU SEJARAH

Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan
mempelajari maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada
peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan

yang ada dari peristiwa itu, dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian
dalam mengambil keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai
yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan masa
saat ini dan yang akan datang.

MISI KELAHIRAN ISLAM

MASYARAKAT ARAB PRA-ISLAM

Masyarakat Arab pra Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah hidup
dalam keterbelakangan, baik pengetahuan, sosial budaya maupun peradaban.
Masyarakat arab pra Islam tidak mengenal tulis dan baca, walaupun ada yang dapat
menulis dan membaca itu hanya sebagian kecil saja, namun pemahaman atau
kebanggaan akan sastra demikian tingginya, jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Arab pada masa itu hidup dalam kebodohan.
Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai, mereka hanya dipandang sebagai benda
bergerak yang menyenangkan, bahkan wanita dianggap sebagai beban dan sumber
bencana, implikasinya adalah ada anggapan jika memiliki anak wanita akan
mengakibatkan kemiskinan. Dampak dari pandangan itu, maka tak heran jika mereka
sering mengubur bayi wanita hidup-hidup (kalau sekarang, belum lahir sudah dibunuh).
Selain itu masyarakat Arab pra Islam hidup dalam perpecahan klan (keluarga besar),
karena mereka lebih menonjolkan ego kesukuan atau kabilah, ini menyebabkan
masyarakat Arab sering berperang antar kabilah dan tidak memiliki rasa kebangsaan
yang menyebabkan bangsa Arab menjadi lemah dan terpecah-pecah.

PERIODE KENABIAN MUHAMMAD

# Fase Makkah

Muhammad lahir di Makkah pada masa keadaam masyarakat yang buruk sekali.
Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah, bertepatan dengan tanggal
20 April 571 M. Muhammad putra tunggal dari pasangan Abdullah dan Aminah. Sejak
kecil Muhammad memiliki sifat yang terpuji sehingga kemudian ia dijuluki “al-amin”
atau orang yang dapat dipercaya.

Pada usia yang ke-25 Muhammad menikah dengan seorang janda kaya yang bernama
Khadijah. Dalam masa pernikahannya ini Muhammad sering melakukan
perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang bernama
Hira, beliau selalu memikirkan keadaan masyarakatnya yang demikian rusak.

Pada saat Muhammad mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering stress memikirkan
bangsanya, sehingga pelariannya dengan menyepi di gua Hira semakin sering
kuantitasnya. Suatu malam di bulan Ramadhan tepatnya tanggal 17 Ramadhan yang
bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610, datanglah suatu penampakan yang ternyata
adalah malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama (Al-Alaq : 1 – 5), dan ini
pertanda bahwa Muhammad telah dilantik menjadi rasul dan nabi walaupun tanpa berita
acara.

Pasca wahyu di gua Hira, Muhammad s.a.w. mendapat wahyu-wahyu berikutnya yang
memerintahkan kepada Muhammad s.a.w untuk menyampaikan dakwah. Isi dakwahnya
adalah ajakan untuk melakukan perubahan-perubahan yang revolusioner, perubahan
yang dibawa antara lain perubahan akhlak, karena Islam mengajarkan akhlak yang baik.
Perubahan lain adalah nilai persamaan, yang dimaksud adalah kesetaraan antar umat
manusia, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa, dan lain
sebagainya, di mata Allah yang berbeda adalah ketaqwaan.

Selain itu, ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan, serta
membangun solidaritas persaudaraan yang berimplikasi pada penguatan nasionalisme
atau keutuhan dalam berbangsa dan beragama. Pada fase Makkah ajaran yang
disampaikan Muhammad s.a.w berkaitan atau berhubungan pada nilai ketauhidan atau
iman, karena pada saat itu jaran Islam baru tegak kembali, sehingga yang harus
dibangun pertama-tama adalah fondasi aqidah atau iman yang dijadikan landasan
fundamental.

Tiap tahun kota Makkah selalu didatangi oleh kabilah-kabilah dari seluruh Arab yang
datang untuk untuk melakukan shoping atau ibadah haji. Muhammad s.a.w melakukan
dakwah terhadap orang-orang tersebut, dan usaha ini tidak sia-sia karena dari kalangan
yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang menyatakan keimanannya,
diantaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis dari gerakan revolusioner berdampak pada
peningkatan konstelasi politik masyarakat Makkah, yang pada akhirnya memberikan
satu pilihan kepada Muhammad s.a.w untuk meninggalkan Makkah. Pada hijrah yang
kedua, Muhammad s.a.w. menginstruksikan kepada para pendukungnya untuk
meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan
Madinah. Muhammad s.a.w pun pada akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah
menuju Madinah, maka dimulailah babak baru dalam Islam, fase Madinah.
# Fase Madinah

Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke Madinah,
karena Madinah dianggap baik untuk pembenihan Islam. Kaum muslimin yang berada di
Madinah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Anshar (kaum muslimin tuan rumah) dan
Muhajirin (kaum muslimin pendatang dari Makkah), maka langkah pertama yang
dilakukan adalah mempertalikan hubungan kekeluargaan atau hubungan persaudaraan
antara kaum Anshar dan Muhajirin, karena hanya dengan persatuanlah, maka umat
Islam akan kuat. Selanjutnya dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan
kelompok di luar Islam yang ada di Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok
lain yang tinggal di sana, antara lain Yahudi.

Di Madinahlah Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan masyarakat Islam. Pembinaan


masyarakat ini tidak hanya di bidang aqidah, tetapi juga menyangkut masalah politik,
ekonomi, dan sosial budaya. Di Madinah perkembangan ajaran Islam maju dengan
pesat, pada fase ini ajaran lebih ditekankan pada hukum kemasyarakatan atau lebih
kepada muamallah.

Dengan semakin besarnya kaum muslimin, dianggap merupakan ancaman bagi


kelompok lain, maka semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad
s.a.w. dan para pendukungnya. Konstelasi kebencian makin meningkat sehingga
mengakibatkan timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud, Ahzab, Khandaq, dan
beberapa perang lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini adalah
upaya defensif dan dalam rangka menegakkan kalimah tauhid.

Muhammad s.a.w. mangkat dan dimakamkan di Madinah di usia 63 tahun, pada tanggal
12 Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.
LATAR BELAKANG BERDIRINYA HMI

KONDISI ISLAM DI DUNIA

Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan
ketinggalan dibandingkan masyarakat Eropa dengan Reinasance-nya. Ini dapat dilihat
dari penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain besar

umat Islam berada di bawah ketiak penindasan nekolim barat yang notabene dimotori
oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan masa lampau
atau pada zaman keemasan Islam. Umat Islam pada umumnya tidak memahami ajaran
Islam secara komprehensif, sehingga mereka hanya berkutat seputar ubudiyah atau ritual
semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah ajaran paripurna yang tidak hanya
mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan, namun lebih jauh daripada itu
menderivasikan hubungan transenden ke dalam seluruh aspek kehidupan.

Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada dalam
keterbelakangan dan fenomena ini terjadi dapat dikatakan di seluruh dunia. Hal tersebut
mengakibatkan terpuruknya umat Islam yang dijanjikan Allah untuk dipusakai alam
semesta. Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai golongan yang hanya
berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak pada melemahnya kekuatan Islam.

KONDISI ISLAM DI INDONESIA

Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam berada dalam
cengkaraman nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai masyarakat
kelas bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya menguntungkan kelompok mereka
sendiri atau rakyat yang sudah seideologi dengan mereka.

Umat Islam Indonesia hanya mementingkan kehidupan akhirat (katanya sich), dengan
penonjolan simbolisasi Isalam dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi atas
ketidakberdayaan untuk melawan nekolim, sehingga pemahaman umat tidak secara
benar dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa pintu ijtihad
telah ditutup, hal ini menyebabkan umat hidup dalam suasana taqlid dan jumud. Selain
itu umat Islam Indonesia berada dalam perpecahan berbagai macam aliran/firqah dan
masing-masing golongan melakukan truth claim, hal ini menyebabkan umat Islam
Indonesia tidak kuat akibat kurang persatuan di kalangan umat Islam di Indonesia.

KONDISI PERGURUAN TINGGI DAN MAHASISWA ISLAM

Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan menghasilkan para
pemimpin untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu perguruan tinggi
adalah motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut diharapkan menuju sesuatu
yang lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi, maka banyak golongan yang ingin
menguasainya demi untuk kepentingan golongan tersebut.

Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis tersebut, ada
beberapa faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan tinggi dan dunia
kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi
adalah sistem pendidikan barat yang mengarah pada sekularisme dan dapat
menyebabkan dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain itu adanya
organisasi kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini menyebabkan aspirasi Islam
dan umat Islam kurang terakomodir.

Faktor-faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah dalam
hidup dan kehidupan serta keberadaan Islam dan umat Islam. Mahasiswa Islam kurang
memiliki ruang gerak karena berada dalam sistem yang sekuler dan tidak sesuai dengan
ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan dari mahasiswa komunis yang sangat
bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula dengan ajaran Islam. Jelas
sudah bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk bergerak memperjuangkan aspirasi
umat Islam.

SAAT BERDIRINYA HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan,
yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan
ajaran Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan nyata.

Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY), namun PMY didominasi oleh partai sosialis yang
berpaham komunis. Akibat didominasi oleh partai sosialis maka PMY tidak independen
untuk memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak mahasiswa yang tidak sepakat
dan tidak bisa membiarkan mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik. Sebagai realisasi
dari keinginan tersebut maka di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H,
bertepatan dengan tanggal 5 Pebruari 1947 sebuah organisasi kemahasiswaan, yaitu
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi independen dan sebagai anak
umat dan anak bangsa.

GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI

SOSOK LAFRAN PANE

Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di
Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut
sebagai pendiri HMI.

Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang
Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan
“lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong
dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember 1945 Lafran Pane pindah
ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu
pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia
peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur masa lampau yang kelam.

Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena
Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun
1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai
Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP
Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas
Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama
UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum
Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik
dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.

GAGASAN PEMBAHARUAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman,


penghayatan dan pengamalan umat Islam akan agamanya harus ditingkatkan, sehingga
dapat mengetahui dan memahami ajaran Islam secara benar dan utuh. Kebenaran Islam
memiliki jaminan kesempurnaannya sebagai peraturan untuk kehidupan yang dapat
menghantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat.

Tugas suci umat Islam dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi dan
kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur material dan
spiritual. Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman, diharapkan
kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan
ajaran Islam dalpat dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan
pemikiran umat Islam telah membawa pada arti agama yang kaku dan sempit, tidak
lebih dari agama yang hanya melakukan peribadatan. Al-Qur’an hanya dijadikan sebatas
bahan bacaan, Islam tidak ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan
pemikiran Islam ini pun hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan
kebesaran dan kejayaan masa lalu.

GAGASAN DAN VISI PERJUANGAN SOSIAL BUDAYA


Ciri utama masyarakat Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya,
kemajemukan tersebut merupakan sumber kekayaan bangsa yang tidak ternilai,
tetapi keberagaman yang tidak terorganisir akan mengakibatkan perpecahan
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi
perjuangan sosial budaya, yaitu:

1. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat


rakyat Indonesia
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam

Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang ada
menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna mempertahankan
kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam
pun harus dipelajari kondisi sosial budaya gara tidak terjadi benturan kultur.

Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual harus
diubah pemahamannya dan keadaan sosial budaya yang telah mengakar ini tidak dapat
diubah serta merta, tetapi melalui proses panjang dan bertahap.

KOMITMEN KEISLAMAN DAN KEBANGSAAN SEBAGAI DASAR


PERJUANGAN HMI

Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang
bersatu secara integral sebagai dasar perjuangan HMI yang dirumuskan dalam tujuan
HMI yaitu :

 Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat


Indonesia yang didalamnya terkandung wawasan atau pemikiran kebangsaan atau
ke-Indonesiaan
 Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang didalamnya terkandung
pemikiran ke-Islaman

Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam
komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang
ingin menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin
yang amanah untuk membawa bangsa Indonesia mencapai asanya.

Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat dalam
gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI
(hasil Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang, “Terbinanya insan
akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Namun kedua
komitmen itu tidak dilakukan secara institusional, melainkan dampak dari proses
pembentukan kader yang dilakukan oleh HMI.

DINAMIKA SEJARAH PERJUANGAN HMI DALAM SEJARAH


PERJUANGAN BANGSA

HMI DALAM FASE PERJUANGAN FISIK

HMI ikut berjuang dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun
pada tahun 1948. Pemberontakan tersebut bertujuan mengambil alih kekuasaan
pemerintahan yang sah dan ingin mendirikan “Soviet Republik Indonesia”. Menghadapi
hal tersebut, HMI menggalang seluruh kekuatan mahasiswa dengan membentuk Corps
Mahasiswa. Selama waktu krisis tersebut anggota HMI terpaksa meninggalkan bangku
kuliah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pengkhianatan
PKI, selain itu HMI pun terlibat dalam perjuangan fisik menghadapi agresi militer
Belanda.

Sebagai anak umat dan anak bangsa, HMI selalu ikut dalam perjuangan fisik demi
mempertahankan negara Republik Indonesia. Dalam mempertahakan NKRI, anggota-
anggota HMI mengganti pena dengan memanggul senjata, HMI merasa ikut
bertanggung jawab dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI berkeyakinan
bahwa dalam masyarakat yang berdaulat dan merdeka akan tercipta keadilan dan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk memperthankan dan
mempersatukan bangsa.

HMI DALAM FASE PERTUMBUHAN DAN KONSOLIDASI BANGSA

Saat HMI baru saja berdiri, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang merupakan
ancaman terhadap kedaulatan bangsa, umat Islam, dan HMI sendiri. Kekuatan PKI ini
makin memuncak pada era 60-an, PKI menjadi salah satu kekuatan sosial politik besar
di Indonesia. Posisi HMI saat itu adalah menentang ajaran komunis dan mengajak
semua pihak yang ada untuk menentang komunis. Persoalan komunis bukan hanya
persoalan bangsa dan negara, tetapi juga persoalan HMI, akibat sikap HMI tersebut
maka PKI menempatkan HMI sebagai salah satu musuh utama yang harus diberangus.
HMI menggalang konsolidasi dengan semua pihak yang non komunis, karena komunis
bertentangan dengan dasar negara, yaitu Pancasila. Selain itu PKI selalu berusaha untuk
merebut pemerintahan dan kekuasaan yang sah.

Untuk menghadapi pemilu 1955, HMI mengadakan Konferensi Akbar di Kaliurang


Yogyakarta paa tanggal 9 – 11 April 1955, keputusan yang diambil adalah :

1. Menyerukan kepada khalayak ramai untuk memilih partai-partai Islam dalam


pemilu yang akan datan
2. Menyerukan kepada partai-partai Islam supaya mengurangi keruncingan-
keruncingan, tidak saling menyerang
3. Kepada warga dan anggota HMI supaya:

 Wajib aktif dalam pemilu


 Wajib aktif memilih salah satu partai Islam
 Mempunyai hak dan kebebasan untuk membantu dan memilih partai Islam
yang disenangi

Dalam menghadapi sidang pleno Majelis Konstituante, PB HMI mengirimkan seruan


kepada seluruh anggota fraksi partai-partai Islam di konstituante agar dapat memikul
amanah umat Islam di Indonesia. Ketika Demokrasi Terpimpin berjalan, HMI mendapat
tekanan kuat, karena ada tuduhan bahwa HMI kontra revolusi, dan lain-lain. Oleh karena
itu HMI menggelar Musyawarah Nasional Ekonomi HMI se-Indonesia di Jakarta pada
tahun 1962. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan kepada HMI saat itu menyangkut
sikap yang diambil HMI, yaitu (1) Apakah HMI mendukung Manipol/Usdek atau tidak?
(2) HMI setuju pancasila atau tidak? dan (3) HMI setuju sosialisme Indonesia atau
tidak?

Munas memberikan jawaban sebagai berikut :

1. Ya, HMI mendukung Manipol/Usdek sebagai haluan negara yang ditetapkan oleh
MPRS
2. Ya, HMI setuju Pancasila yang merupakan rancangan kesatuan dengan Piagam
Jakarta
3. Ya, HMI setuju sosialisme Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang
diridhoi Tuhan Yang Maha Esa
Dengan melakukan pendekatan-pendekatan itu maka HMI dapat terselamatkan, isu dan
tuduhan yang dilancarkan terhadap HMI tidak berhasil untuk mengubur HMI dalam
percaturan sejarah.

HMI DALAM TRANSISI ORDE LAMA DAN ORDE BARU

Tahun 1965, HMI mengalami tantangan yang berat, HMI terancam dibubarkan, dan
lagi-lagi HMI lulus dalam ujian sejarah sehingga HMI dapat mempertahankan
eksistensinya hingga saat ini (entah esok hari, entah lusa nanti, entah……). HMI adalah
salah satu komponen bangsa yang menentang faham dan ajaran komunis, sedangkan
PKI saat itu merupakan kekuatan sosial politik yang besar di negara Republik Indonesia.
PKI berkeinginan untuk membubarkan HMI karena merupakan salah satu musuh
utamanya, usaha untuk membubarkan HMI dilakukan PKI dengan gencar (Kalau tidak
mampu membubarkan HMI, lebih baik pakai sarung saja), apalagi menjelang Gestapu
atau Gestok (istilah Pemimpin Besar Revolusi Soekarno). Masalah pembubaran HMI
bukan hanya menjadi masalah internal, tapi lebih jauh daripada itu, hal tersebut
merupakan masalah umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Puncak dari usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan kedaulatan negara Republik
Indonesia adalah dengan melakukan pemberontakan Gerakan 30 Sepetember/PKI tahun
1965. Pemberontakan tersebut dimulai melalui cara penculikan terhadap para perwira
tinggi TNI-AD (kecuali Pangkostrad yang merupakan jabatan strategis, why ?), dan
menghabisi para perwira itu.

Menyikapi hal ini, HMI mengutuk Gestapu dan menyatakan bahwa gerakan tersebut
dilakukan oleh PKI (pernyataan bahwa G30S/PKI diotaki oleh PKI pertama kali
dilontarkan oleh HMI –sumber Agussalim Sitompul), HMI ikut membantu pemerintah
dalam menumpas G30S/PKI dan kerelaan HMI untuk membantu sepenuhnya ABRI.
Setelah turunnya Soekarno dan naiknya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia,
HMI bersikap mendukung pemerintahan baru yang ingin menjalankan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen (katanya sih gitu waktu naik) dan HMI ikut
dalam usaha-usaha untuk menumpas sisa-sisa PKI serta organisasi underbouw PKI.

HMI DALAM FASE PEMBANGUNAN DAN MODERNISASI BANGSA

Berdasarkan tujuan HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita, yang
karenanya akan tercipta kader yang memiliki intelektual tinggi yang dilandasi oleh iman
serta diabdikan kepada umat dan bangsa. Pengabdian para kader ini akan dapat dijadikan
penopang dalam pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Peran HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Partisipasi dalam pembentukan situasi dan iklim


2. Partisipasi dalam pemberian konsep
3. Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan

Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru sebenarnya
lebih dominan faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang berdampak pada
hilangnya ruh perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal memaksa HMI untuk terbawa
pusaran kekuasaan, misal masalah asas tunggal yang mengakibatkan perpecahan HMI
menjadi dua yaitu HMI yang bermarkas di Diponegoro dan HMI yang menamakan
dirinya Majelis Penyelamat Organisasi.

HMI DAN FASE PASCA ORDE BARU

Setelah runtuhnya Orde Baru, dimulailah babak baru perjalanan bangsa yang dikenal
dengan sebutan Reformasi. Namun ternyata sampai saat ini reformasi masih berupa
angan yang belum dapat terealisir, ironisnya kehilangan arah, karena banyak komponen
bangsa yang ingin merasakan sesuatu yang instan, tetapi dengan harapan berumur
panjang.
Peran HMI dalam reformasi banyak dipertanyakan orang, analisa sementara ini
diakibatkan penempatan peran HMI yang “salah” pada fase pembangunan. Bahkan
gerakan mahasiswa di luar HMI seringkali menempatkan HMI sebagai common enemy.

Dinamika organisasi di manapun akan selalu mengalami fluktuasi, akankah HMI tetap
bertahan ?

[*] Materi Sejarah Perjuangan HMI. Sumber: Panduan Pelaksanaan Latihan Kader 1
Himpunan Mahasiswa Islam: Badan Koordinasi Lembaga Pengelola Latihan PB HMI,
2003-2005.

Latar Belakang Sejarah Berdirinya HMI

Desember 14, 2007 oleh Admin

Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang
sejarah berdirinya HMI.

SITUASI DUNIA INTERNASIONAL.

Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi


hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam
diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk
berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa
lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.
Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang
keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini
disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran
Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam
bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola
kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau
reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya,
yang berpedoman kepada Al Qur’an dan Hadist Rassullulah SAW.

Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam
bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti
Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad
Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di
India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.

SITUASI NKRI

Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia
dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga)
hal :
• Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
• Missi dan Zending agama Kristiani.
• Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada
tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama
bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.

KONDISI MIKROBIOLOGIS UMMAT ISLAM DI INDONESIA

Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat)
golongan, yaitu :
Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban
yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran.

Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan


mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh


mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk
kepentingan akhirat saja.

Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman,
selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam
itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.

KONDISI PERGURUAN TINGGI DAN DUNIA KEMAHASISWAAN

Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia
kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia
pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah
kepada sekulerisme yang “mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia”.
Kedua : adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa
Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis.
Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan
Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya “Krisis Keseimbangan” yang sangat tajam,
yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta
pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.

LATAR BELAKANG PEMIKIRAN


Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang
mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang
masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran
Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane
lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan
Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli
Selatan-. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian
jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan
menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin”
adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya.
Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus
teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus”
itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim
terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan
sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan,
terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada
kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual
karcis bioskop, menjual es lilin, dll.
Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi
diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari
kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: “Melihat dan
menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang
pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang
demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu.
Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi
mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa
yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk
pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut
tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini
harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut
memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”

Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan


Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut :
1. Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan
Aspek Politik : Indonesia menjadi objek jajahan Belanda
Aspek Pemerintahan : Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda
Aspek Hukum : Hukum berlaku diskriminatif
Aspek pendidikan : Proses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda.
- Ordonansi guru
- Ordonansi sekolah liar
Aspek ekonomi : Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah
Aspek kebudayaan : masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan
dengan kepribadian Bangsa Indonesia
Aspek Hubungan keagamaan : Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia,
dan Umat Islam mengalami kemunduran
2. Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan
pengamalan ajaran islam
3. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan
4. Munculnya polarisasi politik
5. Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis
6. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
7. Kemajemukan Bangsa Indonesia
8. tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan

PERISTIWA BERSEJARAH 5 FEBRUARI 1947


Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran
Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara
mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14
Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah
STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa
Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan
“Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang
diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan
HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa
berdiri dan berjalan”
Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur
tangan pihak luar.
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
1. Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :


1. Lafran Pane (Yogya),
2. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
3. Dahlan Husein (Palembang),
4. Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
5. Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
6. Soewali (Jember),
7. Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
8. Mansyur,
9. M. Anwar (Malang),
10. Hasan Basri (Surakarta),
11. Marwan (Bengkulu),
12. Zulkarnaen (Bengkulu),
13. Tayeb Razak (Jakarta),
14. Toha Mashudi (Malang),
15. Bidron Hadi (Yogyakarta).

Faktor Pendukung Berdirinya HMI


1. Posisi dan arti kota Yogyakarta
a. Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
b. Pusat Gerakan Islam
c. Kota Universitas/ Kota Pelajar
d. Pusat Kebudayaan
e. Terletak di Central of Java

2. Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa


3. Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
4. Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
5. Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
6. Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
7. Ummat Islam Indonesia mayoritas

Faktor Penghambat Berdirinya HMI


Munculnya reaksi-reaksi dari :
1. Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
2. Gerakan Pemuda Islam (GPII)
3. Pelajar Islam Indonesia (PII)

FASE-FASE PERKEMBANGAN SEJARAH HMI


1. Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
Sudah diterangkan diatas
2. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 – 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah
berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan
tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan
eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.

3. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 – 1949)


Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka
konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang
pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik
langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan,
penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948,
Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa
(CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut
membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan
mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak
itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak
sangat menonjol pada tahun \’64-\’65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.

4. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)


Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-
pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu
dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta
dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan
kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk
melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah
tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi
adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari
Yogyakarta ke Jakarta.

5. Fase Tantangan (1964 – 1965)


Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI.
Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap
HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan
simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari
hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.

Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak
menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra
revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya
sebagai salah satu organisasi terlarang.

6. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 – 1968)


HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk
menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak
antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari\’ie Muhammad memprakasai Kesatuan
Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan
Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI
sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum
dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba
Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang
terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang
mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan
tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak
sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman
Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta,
Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya
merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata
demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak
tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar
sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.

7. Fase Pembangunan (1969 – 1970)


Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski
hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek
pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal
pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah
menjadi alumni meliputi diantaranya :
1) Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan
dilaksanakannya pembangunan,
2) Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.

8. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 – 1998 )


Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan
anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran
yang bersifat dinamis dari masing-masing individu.
Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-
gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada
tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah
terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan
segudang problema.
Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic
keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas umat. Sebagai
konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi
permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran menjadi dinamika di dalam
menginterpretasikan dinamika persoalan kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya
dalam dialektika dan perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam,
persoalan Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi
Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan cita-cita jangka
panjang keummatan dan kebangsaan.

9. Fase Reformasi
Secara histories sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan
menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan
kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan
inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahan pertama disampaikan
pada jaman konggres XX HMI di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian
peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan
menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan.
Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan
dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas
Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari
1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”.

MASA DEPAN HMI TANTANGAN DAN PELUANG


Kritik terhadap HMI datang dari dalam dan dari luar HMI. Kritik ini sangat positif
karena dengan demikian HMI akam mengetahui kekurangan dan kelebihan organisasi.
Sehingga kedepan kita mampu memperbaiki dan menentukan sikap dan kebijakan yang
sesuai dengan keadaan jaman.
Dari masa kemasa, beberapa persoalan yang dihadapkan pada HMI tentang kritik
independensi HMI, kedekatan dengan militer, sikap HMI terhadap komunisme, tuntutan
Negara Islam, dukungan terhadap rehabilitasi masyumi, penerimaan azas tunggal
Pancasila, adaptasi rasionalitas pemikiran, dan lain-lain yang memberikan penilaian
kemunduran terhadap HMI, Yahya Muhaimin dalam konggres HMI ke XX
mengemukakan konsep tentang revitalisasi, reaktualisasi, refungsionalisasi, dan
restrukturisasi organisasi. Anas Urbaningrum menjawabnya dengan pemberian wacana
politik etis HMI. Yakni dengan langkah : Peningkatan visi HMI, intelektualisasi,
penguasaan basis dan modernisasi organisasi.
Untuk pencapaian tujuan HMI perlu dipersiapkan kondisi yang tepat sebagai modal
untuk merekayasa masa depan sesuai dengan 5 kualitas insan cita HMI. Tantangan yang
dihadapi HMI dan masa depan bangsa Indonesia sangat komplek. Tetapi justeru akan
menjadi peluang yang sangat baik untuk memperjuangkan cita-cita HMI sampai
mencapai tujuan.

PENUTUP

Dengan mengetahui sejarah masa lampau dapat diketahui kebesaran dan semangat juang
HMI. Hal tersebut merupakan tonggak bagi HMI untuk meneruskan perjuangan para
pendahulunya pada masa kini dan menuju hari esok yang lebih baik. Mempelajari HMI
tidak hanya cukup dengan mengikuti training formal. Mempelajari dan menghayati HMI
harus dilakukan secara terus menerus tanpa batas kapan dan dimanapun. Dengan cara
seperti itulah pemahaman dan penghayatan akan nilai-nilai HMI dapat dilakukan secata
utuh dan benar.
Yakin usaha sampai bahagia hmi.

Anda mungkin juga menyukai