Rate This
PENGERTIAN
Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-benar terjadi,
dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti-bukti yang
membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia,
ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai peristiwa-peristiwa dan
kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau.
Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara sejarah dan ilmu
sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya, sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu
yang mempelajari kejadian atau peristiwa tersebut.
MANFAAT DAN KEGUNAAN MEMPELAJARI ILMU SEJARAH
Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan
mempelajari maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada
peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan
yang ada dari peristiwa itu, dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian
dalam mengambil keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai
yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan masa
saat ini dan yang akan datang.
Masyarakat Arab pra Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah hidup
dalam keterbelakangan, baik pengetahuan, sosial budaya maupun peradaban.
Masyarakat arab pra Islam tidak mengenal tulis dan baca, walaupun ada yang dapat
menulis dan membaca itu hanya sebagian kecil saja, namun pemahaman atau
kebanggaan akan sastra demikian tingginya, jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Arab pada masa itu hidup dalam kebodohan.
Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai, mereka hanya dipandang sebagai benda
bergerak yang menyenangkan, bahkan wanita dianggap sebagai beban dan sumber
bencana, implikasinya adalah ada anggapan jika memiliki anak wanita akan
mengakibatkan kemiskinan. Dampak dari pandangan itu, maka tak heran jika mereka
sering mengubur bayi wanita hidup-hidup (kalau sekarang, belum lahir sudah dibunuh).
Selain itu masyarakat Arab pra Islam hidup dalam perpecahan klan (keluarga besar),
karena mereka lebih menonjolkan ego kesukuan atau kabilah, ini menyebabkan
masyarakat Arab sering berperang antar kabilah dan tidak memiliki rasa kebangsaan
yang menyebabkan bangsa Arab menjadi lemah dan terpecah-pecah.
# Fase Makkah
Muhammad lahir di Makkah pada masa keadaam masyarakat yang buruk sekali.
Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah, bertepatan dengan tanggal
20 April 571 M. Muhammad putra tunggal dari pasangan Abdullah dan Aminah. Sejak
kecil Muhammad memiliki sifat yang terpuji sehingga kemudian ia dijuluki “al-amin”
atau orang yang dapat dipercaya.
Pada usia yang ke-25 Muhammad menikah dengan seorang janda kaya yang bernama
Khadijah. Dalam masa pernikahannya ini Muhammad sering melakukan
perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang bernama
Hira, beliau selalu memikirkan keadaan masyarakatnya yang demikian rusak.
Pada saat Muhammad mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering stress memikirkan
bangsanya, sehingga pelariannya dengan menyepi di gua Hira semakin sering
kuantitasnya. Suatu malam di bulan Ramadhan tepatnya tanggal 17 Ramadhan yang
bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610, datanglah suatu penampakan yang ternyata
adalah malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama (Al-Alaq : 1 – 5), dan ini
pertanda bahwa Muhammad telah dilantik menjadi rasul dan nabi walaupun tanpa berita
acara.
Pasca wahyu di gua Hira, Muhammad s.a.w. mendapat wahyu-wahyu berikutnya yang
memerintahkan kepada Muhammad s.a.w untuk menyampaikan dakwah. Isi dakwahnya
adalah ajakan untuk melakukan perubahan-perubahan yang revolusioner, perubahan
yang dibawa antara lain perubahan akhlak, karena Islam mengajarkan akhlak yang baik.
Perubahan lain adalah nilai persamaan, yang dimaksud adalah kesetaraan antar umat
manusia, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa, dan lain
sebagainya, di mata Allah yang berbeda adalah ketaqwaan.
Selain itu, ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan, serta
membangun solidaritas persaudaraan yang berimplikasi pada penguatan nasionalisme
atau keutuhan dalam berbangsa dan beragama. Pada fase Makkah ajaran yang
disampaikan Muhammad s.a.w berkaitan atau berhubungan pada nilai ketauhidan atau
iman, karena pada saat itu jaran Islam baru tegak kembali, sehingga yang harus
dibangun pertama-tama adalah fondasi aqidah atau iman yang dijadikan landasan
fundamental.
Tiap tahun kota Makkah selalu didatangi oleh kabilah-kabilah dari seluruh Arab yang
datang untuk untuk melakukan shoping atau ibadah haji. Muhammad s.a.w melakukan
dakwah terhadap orang-orang tersebut, dan usaha ini tidak sia-sia karena dari kalangan
yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang menyatakan keimanannya,
diantaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis dari gerakan revolusioner berdampak pada
peningkatan konstelasi politik masyarakat Makkah, yang pada akhirnya memberikan
satu pilihan kepada Muhammad s.a.w untuk meninggalkan Makkah. Pada hijrah yang
kedua, Muhammad s.a.w. menginstruksikan kepada para pendukungnya untuk
meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan
Madinah. Muhammad s.a.w pun pada akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah
menuju Madinah, maka dimulailah babak baru dalam Islam, fase Madinah.
# Fase Madinah
Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke Madinah,
karena Madinah dianggap baik untuk pembenihan Islam. Kaum muslimin yang berada di
Madinah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Anshar (kaum muslimin tuan rumah) dan
Muhajirin (kaum muslimin pendatang dari Makkah), maka langkah pertama yang
dilakukan adalah mempertalikan hubungan kekeluargaan atau hubungan persaudaraan
antara kaum Anshar dan Muhajirin, karena hanya dengan persatuanlah, maka umat
Islam akan kuat. Selanjutnya dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan
kelompok di luar Islam yang ada di Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok
lain yang tinggal di sana, antara lain Yahudi.
Muhammad s.a.w. mangkat dan dimakamkan di Madinah di usia 63 tahun, pada tanggal
12 Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.
LATAR BELAKANG BERDIRINYA HMI
Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan
ketinggalan dibandingkan masyarakat Eropa dengan Reinasance-nya. Ini dapat dilihat
dari penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain besar
umat Islam berada di bawah ketiak penindasan nekolim barat yang notabene dimotori
oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan masa lampau
atau pada zaman keemasan Islam. Umat Islam pada umumnya tidak memahami ajaran
Islam secara komprehensif, sehingga mereka hanya berkutat seputar ubudiyah atau ritual
semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah ajaran paripurna yang tidak hanya
mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan, namun lebih jauh daripada itu
menderivasikan hubungan transenden ke dalam seluruh aspek kehidupan.
Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada dalam
keterbelakangan dan fenomena ini terjadi dapat dikatakan di seluruh dunia. Hal tersebut
mengakibatkan terpuruknya umat Islam yang dijanjikan Allah untuk dipusakai alam
semesta. Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai golongan yang hanya
berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak pada melemahnya kekuatan Islam.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam berada dalam
cengkaraman nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai masyarakat
kelas bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya menguntungkan kelompok mereka
sendiri atau rakyat yang sudah seideologi dengan mereka.
Umat Islam Indonesia hanya mementingkan kehidupan akhirat (katanya sich), dengan
penonjolan simbolisasi Isalam dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi atas
ketidakberdayaan untuk melawan nekolim, sehingga pemahaman umat tidak secara
benar dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa pintu ijtihad
telah ditutup, hal ini menyebabkan umat hidup dalam suasana taqlid dan jumud. Selain
itu umat Islam Indonesia berada dalam perpecahan berbagai macam aliran/firqah dan
masing-masing golongan melakukan truth claim, hal ini menyebabkan umat Islam
Indonesia tidak kuat akibat kurang persatuan di kalangan umat Islam di Indonesia.
Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan menghasilkan para
pemimpin untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu perguruan tinggi
adalah motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut diharapkan menuju sesuatu
yang lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi, maka banyak golongan yang ingin
menguasainya demi untuk kepentingan golongan tersebut.
Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis tersebut, ada
beberapa faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan tinggi dan dunia
kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi
adalah sistem pendidikan barat yang mengarah pada sekularisme dan dapat
menyebabkan dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain itu adanya
organisasi kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini menyebabkan aspirasi Islam
dan umat Islam kurang terakomodir.
Faktor-faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah dalam
hidup dan kehidupan serta keberadaan Islam dan umat Islam. Mahasiswa Islam kurang
memiliki ruang gerak karena berada dalam sistem yang sekuler dan tidak sesuai dengan
ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan dari mahasiswa komunis yang sangat
bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula dengan ajaran Islam. Jelas
sudah bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk bergerak memperjuangkan aspirasi
umat Islam.
HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan,
yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan
ajaran Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan nyata.
Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY), namun PMY didominasi oleh partai sosialis yang
berpaham komunis. Akibat didominasi oleh partai sosialis maka PMY tidak independen
untuk memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak mahasiswa yang tidak sepakat
dan tidak bisa membiarkan mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik. Sebagai realisasi
dari keinginan tersebut maka di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H,
bertepatan dengan tanggal 5 Pebruari 1947 sebuah organisasi kemahasiswaan, yaitu
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi independen dan sebagai anak
umat dan anak bangsa.
Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di
Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut
sebagai pendiri HMI.
Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang
Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan
“lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong
dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember 1945 Lafran Pane pindah
ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu
pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia
peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur masa lampau yang kelam.
Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena
Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun
1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai
Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP
Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas
Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama
UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum
Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik
dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.
Tugas suci umat Islam dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi dan
kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur material dan
spiritual. Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman, diharapkan
kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan
ajaran Islam dalpat dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan
pemikiran umat Islam telah membawa pada arti agama yang kaku dan sempit, tidak
lebih dari agama yang hanya melakukan peribadatan. Al-Qur’an hanya dijadikan sebatas
bahan bacaan, Islam tidak ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan
pemikiran Islam ini pun hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan
kebesaran dan kejayaan masa lalu.
Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi
perjuangan sosial budaya, yaitu:
Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang ada
menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna mempertahankan
kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam
pun harus dipelajari kondisi sosial budaya gara tidak terjadi benturan kultur.
Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual harus
diubah pemahamannya dan keadaan sosial budaya yang telah mengakar ini tidak dapat
diubah serta merta, tetapi melalui proses panjang dan bertahap.
Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang
bersatu secara integral sebagai dasar perjuangan HMI yang dirumuskan dalam tujuan
HMI yaitu :
Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam
komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang
ingin menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin
yang amanah untuk membawa bangsa Indonesia mencapai asanya.
Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat dalam
gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI
(hasil Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang, “Terbinanya insan
akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Namun kedua
komitmen itu tidak dilakukan secara institusional, melainkan dampak dari proses
pembentukan kader yang dilakukan oleh HMI.
HMI ikut berjuang dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun
pada tahun 1948. Pemberontakan tersebut bertujuan mengambil alih kekuasaan
pemerintahan yang sah dan ingin mendirikan “Soviet Republik Indonesia”. Menghadapi
hal tersebut, HMI menggalang seluruh kekuatan mahasiswa dengan membentuk Corps
Mahasiswa. Selama waktu krisis tersebut anggota HMI terpaksa meninggalkan bangku
kuliah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pengkhianatan
PKI, selain itu HMI pun terlibat dalam perjuangan fisik menghadapi agresi militer
Belanda.
Sebagai anak umat dan anak bangsa, HMI selalu ikut dalam perjuangan fisik demi
mempertahankan negara Republik Indonesia. Dalam mempertahakan NKRI, anggota-
anggota HMI mengganti pena dengan memanggul senjata, HMI merasa ikut
bertanggung jawab dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI berkeyakinan
bahwa dalam masyarakat yang berdaulat dan merdeka akan tercipta keadilan dan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk memperthankan dan
mempersatukan bangsa.
Saat HMI baru saja berdiri, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang merupakan
ancaman terhadap kedaulatan bangsa, umat Islam, dan HMI sendiri. Kekuatan PKI ini
makin memuncak pada era 60-an, PKI menjadi salah satu kekuatan sosial politik besar
di Indonesia. Posisi HMI saat itu adalah menentang ajaran komunis dan mengajak
semua pihak yang ada untuk menentang komunis. Persoalan komunis bukan hanya
persoalan bangsa dan negara, tetapi juga persoalan HMI, akibat sikap HMI tersebut
maka PKI menempatkan HMI sebagai salah satu musuh utama yang harus diberangus.
HMI menggalang konsolidasi dengan semua pihak yang non komunis, karena komunis
bertentangan dengan dasar negara, yaitu Pancasila. Selain itu PKI selalu berusaha untuk
merebut pemerintahan dan kekuasaan yang sah.
1. Ya, HMI mendukung Manipol/Usdek sebagai haluan negara yang ditetapkan oleh
MPRS
2. Ya, HMI setuju Pancasila yang merupakan rancangan kesatuan dengan Piagam
Jakarta
3. Ya, HMI setuju sosialisme Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang
diridhoi Tuhan Yang Maha Esa
Dengan melakukan pendekatan-pendekatan itu maka HMI dapat terselamatkan, isu dan
tuduhan yang dilancarkan terhadap HMI tidak berhasil untuk mengubur HMI dalam
percaturan sejarah.
Tahun 1965, HMI mengalami tantangan yang berat, HMI terancam dibubarkan, dan
lagi-lagi HMI lulus dalam ujian sejarah sehingga HMI dapat mempertahankan
eksistensinya hingga saat ini (entah esok hari, entah lusa nanti, entah……). HMI adalah
salah satu komponen bangsa yang menentang faham dan ajaran komunis, sedangkan
PKI saat itu merupakan kekuatan sosial politik yang besar di negara Republik Indonesia.
PKI berkeinginan untuk membubarkan HMI karena merupakan salah satu musuh
utamanya, usaha untuk membubarkan HMI dilakukan PKI dengan gencar (Kalau tidak
mampu membubarkan HMI, lebih baik pakai sarung saja), apalagi menjelang Gestapu
atau Gestok (istilah Pemimpin Besar Revolusi Soekarno). Masalah pembubaran HMI
bukan hanya menjadi masalah internal, tapi lebih jauh daripada itu, hal tersebut
merupakan masalah umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Puncak dari usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan kedaulatan negara Republik
Indonesia adalah dengan melakukan pemberontakan Gerakan 30 Sepetember/PKI tahun
1965. Pemberontakan tersebut dimulai melalui cara penculikan terhadap para perwira
tinggi TNI-AD (kecuali Pangkostrad yang merupakan jabatan strategis, why ?), dan
menghabisi para perwira itu.
Menyikapi hal ini, HMI mengutuk Gestapu dan menyatakan bahwa gerakan tersebut
dilakukan oleh PKI (pernyataan bahwa G30S/PKI diotaki oleh PKI pertama kali
dilontarkan oleh HMI –sumber Agussalim Sitompul), HMI ikut membantu pemerintah
dalam menumpas G30S/PKI dan kerelaan HMI untuk membantu sepenuhnya ABRI.
Setelah turunnya Soekarno dan naiknya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia,
HMI bersikap mendukung pemerintahan baru yang ingin menjalankan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen (katanya sih gitu waktu naik) dan HMI ikut
dalam usaha-usaha untuk menumpas sisa-sisa PKI serta organisasi underbouw PKI.
Berdasarkan tujuan HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita, yang
karenanya akan tercipta kader yang memiliki intelektual tinggi yang dilandasi oleh iman
serta diabdikan kepada umat dan bangsa. Pengabdian para kader ini akan dapat dijadikan
penopang dalam pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru sebenarnya
lebih dominan faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang berdampak pada
hilangnya ruh perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal memaksa HMI untuk terbawa
pusaran kekuasaan, misal masalah asas tunggal yang mengakibatkan perpecahan HMI
menjadi dua yaitu HMI yang bermarkas di Diponegoro dan HMI yang menamakan
dirinya Majelis Penyelamat Organisasi.
Setelah runtuhnya Orde Baru, dimulailah babak baru perjalanan bangsa yang dikenal
dengan sebutan Reformasi. Namun ternyata sampai saat ini reformasi masih berupa
angan yang belum dapat terealisir, ironisnya kehilangan arah, karena banyak komponen
bangsa yang ingin merasakan sesuatu yang instan, tetapi dengan harapan berumur
panjang.
Peran HMI dalam reformasi banyak dipertanyakan orang, analisa sementara ini
diakibatkan penempatan peran HMI yang “salah” pada fase pembangunan. Bahkan
gerakan mahasiswa di luar HMI seringkali menempatkan HMI sebagai common enemy.
Dinamika organisasi di manapun akan selalu mengalami fluktuasi, akankah HMI tetap
bertahan ?
[*] Materi Sejarah Perjuangan HMI. Sumber: Panduan Pelaksanaan Latihan Kader 1
Himpunan Mahasiswa Islam: Badan Koordinasi Lembaga Pengelola Latihan PB HMI,
2003-2005.
Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang
sejarah berdirinya HMI.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam
bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti
Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad
Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di
India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.
SITUASI NKRI
Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia
dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga)
hal :
• Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
• Missi dan Zending agama Kristiani.
• Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada
tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama
bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat)
golongan, yaitu :
Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban
yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran.
Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman,
selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam
itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia
kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia
pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah
kepada sekulerisme yang “mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia”.
Kedua : adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa
Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis.
Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan
Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya “Krisis Keseimbangan” yang sangat tajam,
yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta
pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.
Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak
menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra
revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya
sebagai salah satu organisasi terlarang.
9. Fase Reformasi
Secara histories sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan
menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan
kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan
inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahan pertama disampaikan
pada jaman konggres XX HMI di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian
peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan
menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan.
Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan
dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas
Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari
1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”.
PENUTUP
Dengan mengetahui sejarah masa lampau dapat diketahui kebesaran dan semangat juang
HMI. Hal tersebut merupakan tonggak bagi HMI untuk meneruskan perjuangan para
pendahulunya pada masa kini dan menuju hari esok yang lebih baik. Mempelajari HMI
tidak hanya cukup dengan mengikuti training formal. Mempelajari dan menghayati HMI
harus dilakukan secara terus menerus tanpa batas kapan dan dimanapun. Dengan cara
seperti itulah pemahaman dan penghayatan akan nilai-nilai HMI dapat dilakukan secata
utuh dan benar.
Yakin usaha sampai bahagia hmi.