Anda di halaman 1dari 79

1

LAPORAN TUGAS BESAR


STUDIO PERANCANGAN I

Disusun oleh:
Muhamamd Fadil – 41121110028

Dosen Pengampu:
Sekar Mentari, ST, MT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


KELAS REGULAR 2
UNIVERSITAS MERCUBUANA
JAKARTA
2022

DAFTAR ISI
2

BAB I................................................................................................................................3
1.1. Data Struktur...................................................................................................3
1.2. Sistem Struktur................................................................................................3
1.3. Acuan................................................................................................................3
1.4. Spesifikasi Material..........................................................................................4
1.6. Kombinasi Pembebanan..................................................................................6
BAB II...............................................................................................................................7
2.1. Layout Bangunan.............................................................................................7
2.2. Properti Material..............................................................................................8
2.3. Perencanaan Awal Dimensi Struktur.............................................................8
2.4. Dimensi Komponen........................................................................................16
2.5. Pembebanan Struktur....................................................................................16
2.6. Permodelan Struktur.....................................................................................26
3

BAB I
DATA UMUM STRUKTUR
1.1. Data Struktur
1.1.1. Fungsi Bangunan : Klinik
1.1.2. Sistem Struktur : Beton Bertulang
1.1.3. Jumlah Lantai :4
1.1.4. Elevasi Tiap Lantai : a. Tingkat 1 = 4,5 m
b. Tingkat lainnya = 3,7 m
1.2. Sistem Struktur
Sistem struktur pada suatu bangunan merupakan penggabungan berbagai
elemen struktur secara tiga dimensi, yang cukup rumit. Fungsi utama dari
sistem struktur adalah untuk memikul secara aman dan efektif beban yang
bekerja pada bangunan, serta menyalurkannya ke tanah melalui fondasi.
Beban yang bekerja pada bangunan terdiri dari beban vertikal, horizontal,
perbedaan temperatur, getaran dan sebagainya. Sistem struktur dalam proses
perancangannya selalu menghadapi beberapa kendala, diantaranya:
persyaratan arsitektural, sistem mekanikal dan elektrikal, metode konstruksi
dan aspek ekonomi. Dalam berbagai sistem struktur, baik yang menggunakan
bahan beton bertulang, baja maupun komposit, selalu ada komponen
(subsistem) yang dapat dikelompokkan dalam sistem yang digunakan untuk
menahan gaya gravitasi dan sistem untuk menahan gaya lateral.
1.3. Acuan
Beberapa acuan/peraturan yang digunakan pada perencanaan struktur ini
antara lain:
 SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan
Gedung
 SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain
 SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung
4

 PPURG 1987 tentang Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah


dan Gedung
1.4. Spesifikasi Material
1.4.1. Diameter Tulangan : a. D13 untuk tulangan utama
b. D10 untuk tulangan geser/sengkang
1.4.2. Mutu Tulangan (fy) : 420 MPa
1.4.3. Mutu Beton (fc’) : 30 MPa
1.5. Pembebanan
1.5.1. Beban Mati
Berdasarkan SNI 1727:2013 Pasal 3.1.1, beban mati adalah berat seluruh
bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding,
lantai, atap, plafond, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung
dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan
terpasang lain termasuk berat keran.
Beban mati yang digunakan pada perencanaan struktur kali ini mengacu
pada Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung
(PPPURG) tahun 1987 Pasal 2.1.1 pada tabel 1 halaman 5-6 serta Standar
Nasional Indonesia (SNI) nomer 1727 tahun 2013 Pasal 3.
1.5.2. Beban Hidup
Berdasarkan SNI 1727:2013 Pasal 4.1, beban hidup dapat diartikan sebagai
beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau
struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan,
seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir atau beban
mati.
Beban hidup yang digunakan pada perencanaan struktur kali ini mengacu
pada Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung
(PPPURG) tahun 1987 Pasal 2.1.2 pada tabel 2 halaman 12 serta Standar
Nasional Indonesia (SNI) nomer 1727 tahun 2013 Pasal 4.
Selain itu, ditambahkan pula beban hidup berupa genangan hujan. Beban ini
mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) nomer 1727 tahun 2013
Pasal 8.
5

1.5.3. Beban Gempa


Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung
tahun 1987 Pasal 1.3. ayat (4), beban gempa adalah semua beban statik
ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan
pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dengan kata lain, beban
gempa adalah gaya-gaya di dalam struktur yang terjadi oleh gerakan tanah
akibat gempa tersebut.
Beban gempa yang digunakan pada perencanaan struktur kali ini mengacu
pada Standar Nasional Indonesia (SNI) nomer 1726 tahun 2012.
Data-data yang diperhatikan pada perhitungan beban gempa ini antara lain:
1. Kelas situs (SA, SB, SC, SD, SE atau SF)
2. Kategori risiko bangunan
3. Faktor Keutamaan Gempa (Ie)
4. Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa untuk Perioda Pendek
(Ss)
5. Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa untuk Perioda 1 detik
(S1)
6. Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda
pendek (Fa)
7. Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda 1
detik (Fv)
8. Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS),
didapatkan dengan rumus:
SMS = Fa × Ss
9. Parameter spektrum respons percepatan pada perioda 1 detik (S M1),
didapatkan dengan rumus:
SM1 = Fv × S1
10. Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek (SDS)
11. Parameter percepatan spektral desain untuk perioda 1 detik (SD1)
6

12. Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan


pada perioda pendek
13. Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan
pada perioda 1 detik
14. Faktor R, Cd dan Ω0
15. Berat seismik efektif (WT)
16. Batasan perioda fundamental struktur (T)
17. Perhitungan geser dasar seismik (V), didapatkan dengan rumus:
V = Koefisien respon seismik (Cs) × Berat seismik eektif
(WT)
Cs = SDS / (R / Ie)
18. Distribusi vertikal gaya gempa (Fx), didapatkan dengan rumus:
Fx = Cvx × V
k
wx ×hx
n
Cvx =
∑ wi × hik
i=1

Dengan k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur


1.6. Kombinasi Pembebanan
Pada perencanaan struktur gedung kali ini, digunakan kombinasi pembebanan
pada perhitungan ETABS sesuai dengan SNI 1727:2013 Pasal 2.3.2 halaman
11. Kombinasi pembebanan tersebut antara lain:
 Kombinasi 1 = 1,4 D (Beban Mati)
 Kombinasi 2 = 1,2 D + 1,6 L (Beban Hidup) + 0,5 R (Beban
Hujan)
 Kombinasi 3 = 1,2 D + 1,6 R + 0,5 W (Beban Angin)
 Kombinasi 4 = 1,2 D + 1,0 L + 1,0 L + 0,5 W
 Kombinasi 5 = 1,2 D + 1,0 L + 1,0 E (Beban Gempa)
 Kombinasi 6 = 0,9 D + 1,0 W
 Kombinasi 7 = 0,9 D + 1,0 E
7

BAB II
PERENCANAAN & PEMODELAN STRUKTUR
1.
2.
2.1. Layout Bangunan
Pada perencanaan struktur kali ini, bangunan yang didesain adalah berupa
Klinik yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Layout bangunan yang
didesain adalah sebagai berikut:

Tampak Atas Bangunan


8

Tampak Samping Bangunan

2.2. Properti Material


Properti material yang digunakan pada perencanaan Klinik di daerah Jakarta
Selatan kali ini antara lain:
a. Beton
Beton yang direncanakan memiliki mutu 30 MPa.
b. Baja Tulangan
Baja Tulangan yang direncanakan memiliki mutu 420 MPa dengan
diameter rencana D13 untuk tulangan utama, serta D10 untuk tulangan
geser.

2.3. Perencanaan Awal Dimensi Struktur


2.3.1. Pelat
a. Penentuan Tipe Pelat
9

2 3

1 2 2 1
1 4 5 1

1 3 2 3 3 1

4 4

Skema Pelat Lantai

Tipe pelat Ly (m) Lx (m) Ly/Lx Jenis Pelat


1 6.5 1.2 5.42 Satu arah
2 6.5 6 1.08 Dua arah
3 6.5 5 1,3 Dua arah
4 6.5 5 1,3 Dua arah

b. Perhitungan dimensi balok rencana


Pada perhitungan ini, bentang yang digunakan adalah bentang dengan
dimensi terbesar, yaitu 6,5 m.
10

Berdasarkan tabel di atas, di asumsikan kondisi perletakan adalah


peretakan sederhana dengan h min = l/16
 Tinggi (h) min = 1/16 × Bentang pelat terpanjang (ly)
= 1/16 × 6500 mm → 406,25 mm ≈ 450 mm
 Lebar (b) min = 2/3 × h min
= 2/3 × 406,25 mm → 270,83 mm ≈ 300 mm
c. Merencanakan Tebal Pelat
Dalam menentukan tebal pelat awal minimum, gunakan asumsi bahwa
pelat tidak menggunakan balok dalam sesuai Tabel 8.3.1.1 SNI 2847:2019
halaman 134 dengan tipe pelat yang ditinjau adalah pelat tipe 5 (Ly = Lx =
6,5 m).

Berdasarkan ketentuan pada tabel, digunakan kondisi pelat adalah panel


eksterior dengan balok pinggir. Sehingga:
Bentang bersih pelat (ln) = ly – 2 × (1/2 lebar balok induk)
11

= 6500 mm – 2 × (1/2 × 300 mm)


= 6200 mm
Tebal pelat awal min (h) = ln / 33
= 6200 mm / 33 → 187,88 mm ≈ 190 mm
Penentuan lebar efektif balok T berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 6.3.2.1
halaman 97 adalah sebagai berikut:

bf1 = Lebar Balok + 2 × (8 × tebal pelat (h))


= 300 mm + 2 × (8 × 190 mm) → 3340 mm
bf2 = Lebar Balok + Jarak antar balok (sw) / 2
= 300 mm + 6500 mm / 2 → 3550 mm
bf3 = Lebar Balok + 2 × (Jarak bersih balok (ln) / 8)
= 300 mm + 2 × (6200 mm / 8) → 1850 mm
Dari perhitungan di atas, nilai yang digunakan adalah nilai yang terkecil
(bf3). Maka lebar sayap efektif penampang yang diambil adalah 1850 mm.
Dengan menggunakan web https://calcresource.com/moment-of-inertia-
tee.html, didapatkan:
Ib1 = 4,73 × 109 mm4
Penentuan lebar efektif balok L berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 6.3.2.1
halaman 97 adalah sebagai berikut:
12

 bf1 = Lebar Balok + (6 × tebal pelat (h))


= 300 mm + (6 × 190 mm) → 1440 mm
 bf2 = Lebar Balok + (Jarak antar balok (sw) / 2)
= 300 mm + (6500 mm / 2) → 3550 mm
 bf3 = Lebar Balok + (Bentang bersih balok (ln) / 12)
= 300 mm + (6200 mm / 12) → 1333,33 mm
Dari perhitungan di atas, nilai yang digunakan adalah nilai yang terkecil
(bf3). Maka lebar sayap efektif penampang yang diambil adalah 1333,33
mm.
1333,33

190

240

Dengan menggunakan web https://calcresource.com/moment-of-inertia-


tee.html, didapatkan:
Ib2 = 4,22 × 109 mm4
Berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 8.3.1.2, untuk menentukan tebal
minimum pelat dicari terlebih dahulu nilai αfm, yaitu rasio kekakuan lentur
penampang balok (EcbIb) dan kekakuan lentur pelat (EcsIs).
13

Untuk penampang arah panjang,


1
Is = × lebar pelat (arah panjang) × tinggi pelat3
12
1
= × 6500 × 1903 → 3715291667 mm4
12
Karena modulus elastisitas (E) balok dan pelat sama, maka:
αf1 = Ib1 / Is
= 4728460000 / 3715291667 → 1,273
αf2 = Ib2 / Is
= 4220670000 / 3715291667 → 1,136
Untuk penampang arah pendek,
1
Is = × lebar pelat (arah pendek) × tinggi pelat3
12
1
= × 6500 × 1903 → 3715291667 mm4
12
Karena modulus elastisitas (E) balok dan pelat sama, maka:
αf1 = Ib1 / Is
= 4728460000 / 3715291667 → 1,273
αf2 = Ib2 / Is
= 4220670000 / 3715291667 → 1,136
Maka,
αfm = (αf1 + αf2) + (αf1 + αf2) / 4
= (1,273 + 1,136) + (1,273 + 1,136) / 4 → 1,204
Berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 8.3.1.2, karena 0,2 < αfm < 2, maka
penentuan tebal (h) minimum pelat aktual adalah sebagai berikut:
β = ly / lx
= 6500 mm / 6500 mm → 1,0
fy
l n (0,8+ )
h1 = 1400
36+5 β (α fm−0,2)
420
6200 mm (0,8+ )
= 1400 = 166,253 mm
36+5 ( 1,0 ) (1,204−0,2)
14

Maka, untuk tebal pelat aktual digunakan ketebalan sebesar 170 mm


(Sesuai ketentuan pada SNI 2847:2019 Pasal 8.3.1.2).
15

2.3.2. Balok
Pada perhitungan ini, bentang yang digunakan adalah bentang dengan
dimensi terbesar, yaitu 6,5 m.

Berdasarkan tabel di atas, di asumsikan kondisi perletakan adalah


peretakan sederhana dengan h min = l/16
 Tinggi (h) min = 1/16 × Bentang pelat terpanjang (ly)
= 1/16 × 6500 mm → 406,25 mm ≈ 450 mm
 Lebar (b) min = 2/3 × h min
= 2/3 × 406,25 mm → 270,83 mm ≈ 300 mm
Dipakai balok ukuran 300 x 450 mm
2.3.3. Kolom
Untuk dimensi kolom diasumsikan bahwa kolom didapat dengan:
Sk minimum=l balok +10 cm =30+10=40 cm
Digunakan kolom: 400 x 400 mm
2.4. Dimensi Komponen
Dimensi kompponen yang sudah direncanakan pada poin 2.3, yang sudah
dirangkum dibawah ini:
1. Pelat dengan tebal 170 mm (17 cm)
2. Balok dengan ukuran 300 x 450 mm (semua lantai)
3. Kolom dengan ukuran 400 x 400 mm (semua lantai)
16

2.5. Pembebanan Struktur


2.5.1. Beban Mati (Berdasarkan PPIUG 1987 Pasal 2.1.1)
Beban Mati Pelat Atap
 Berat Plafond + Rangka → 18 kg/m2
 Berat Penutup Lantai (2 cm) → 2 × 24 kg/m2 = 48 kg/m2
 Berat Finishing (2 cm) → 2 × 21 kg/m2 = 42 kg/m2
 Berat ME → = 21 kg/m2
 Berat Waterproofing (2 cm) → 2 × 21 kg/m2 = 42 kg/m2
 Berat Mati Total→ 18 + 48 + 42 + 21 + 42 = 171 kg/m2
Beban Mati Pelat Lantai
 Berat Dinding → Tebal dinding × BJ Dinding Bata Merah
→ 0,2 m × 250 kg/m3 = 50 kg/m2
 Berat Plafond + Rangka → = 18 kg/m2
 Berat Penutup Lantai (2 cm) → 2 × 24 kg/m2 = 48 kg/m2
 Berat Finishing (2 cm)→ 2 × 21 kg/m2 = 42 kg/m2
 Berat ME → = 21 kg/m2
 Berat Mati Total → 50 + 18 + 48 + 42 + 21 = 179 kg/m2
2.5.2. Beban Hidup (Berdasarkan SNI 1727:2013 Tabel 4-1 halaman 26)
Beban Hidup Pelat Atap
Tabel Beban Hidup untuk Atap

Sumber : SNI 1727:2013 Pasal 4


Berdasarkan tabel di atas, beban hidup yang digunakan untuk atap datar
yaitu sebesar 20 psf atau 97,65 kg/m2
Beban Hidup Pelat Lantai
17

Tabel Beban Hidup untuk Rumah

Sumber : SNI 1727:2013 Pasal 4


Berdasarkan tabel di atas, beban hidup yang digunakan untuk hunian yaitu
sebesar 40 psf atau 195,3 kg/m2
2.5.3. Beban Gempa
Pada perencanaan beban gempa, digunakan perhitungan yang mengacu pada
SNI 1726:2012.
Ketentuan:
 Jumlah lantai : 4 lantai
 Dimensi Kolom 1 & 2 : 50 cm × 50 cm
 Dimensi Kolom 3 & 4 : 45 cm × 45 cm
 Dimensi Balok Induk : 30 cm × 45 cm
 Tebal Pelat : 17 cm
 Klasifikasi Situs : SD (Tanah Sedang)
Tabel Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban
Gempa

Sumber : SNI 1726:2012 Pasal 4.1.2


18

Berdasarkan tabel di atas, bangunan yang difungsikan sebagai rumah toko


termasuk ke dalam kategori risiko II.
Tabel Faktor Keutamaan Gempa (Ie)

Sumber : SNI 1726:2012 Pasal 4.1.2


Berdasarkan tabel di atas, untuk bangunan dengan kategori risiki II
memiliki Faktor Keutamaan Gempa (Ie) sebesar 1,0.

Selanjutnya untuk daerah Palembang, berdasarkan web


http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/, dapat
ditentukan nilai parameter percepatan respon spektral MCE pada perioda
pendek (Ss) sebesar 0,263 g. Sedangkan nilai parameter percepatan respon
spektral MCE pada perioda 1 detik (S1) sebesar 0,164 g. Maka:
19

 Koefisien situs untuk untuk perioda pendek (Fa):


Tabel Koefisien Situs, Fa

Sumber : SNI 1726:2012 Pasal 6.2

(0,263−0,25)
→ Fa = 1,6 + × (1,4 – 1,6) → 1,59
(0,5−0,25)
 Koefisien situs untuk untuk perioda 1 detik (Fv):
Tabel Koefisien Situs, Fv

Sumber : SNI 1726:2012 Pasal 6.2


(0,164−0,1)
→ Fv = 2,4 + × (2 – 2,4) → 2,14
(0,2−0,1)
 Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa untuk Perioda Pendek
(SMS):
→ SMS = Fa × Ss
= 1,59 × 0,263 g → 0,418 g
 Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa untuk Perioda 1 Detik
(SM1):
→ SM1 = Fv × S1
= 2,14 × 0,164 g → 0,352 g
20

 Parameter Respons Spektral Percepatan Desain untuk Perioda 1 Detik


(SDS):
2
→ SDS = × SMS
3
2
= × 0,418 → 0,279 g
3
 Parameter Respons Spektral Percepatan Desain untuk Perioda 1 Detik
(SD1):
2
→ SD1 = × SM1
3
2
= × 0,352 → 0,234 g
3
 Berdasarkan nilai SDS, SD1, dan tabel di bawah, ditentukan kategori
desain seismik termasuk kategori B dan C.
Tabel Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan
pada Periode Pendek

Sumber : SNI 1726:2012 Pasal 6.5


Tabel Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan
pada Periode 1 Detik

Sumber : SNI 1726:2012 Pasal 6.5


21

 Untuk nilai Faktor Koefisien Modifikasi Respon (R), Faktor Kuat


Lebih Sistem (Ω0) dan Faktor Pembesaran Defleksi (Cdb), ditentukan
berdasarkan Tabel 3.34
Tabel Koefisien Gempa Untuk Struktur Non Gempa Serupa Gedung

Sumber : SNI 1726:2012 Pasal 10.2.7

Berdasarkan tabel di atas, kondisi bangunan dapat dikategorikan berupa


rangka beton bertulang pemikul momen khusus. Maka, nilai koefisien
masing-masing faktor adalah sebagai berikut:
→R =8
→ Ω0 =3
→ Cd = 5,5
 Penentuan Batasan Perioda Fundamental Struktur (T), menggunakan
data-data sebagai berikut:
→ hn = 15,2 m
→ SD1 = 0,234 g
22

(0,234−0,2)
→ Cu = 1,5 + × (1,4 – 1,5)
(0,3−0,2)
= 1,47 (Berdasarkan Tabel Koefisien untuk Batas Atas pada
Perioda yang Dihitung di bawah)
→ Ct = 0,00466 (Berdasarkan Tabel Nilai Parameter Perioda
Pendekatan Ct dan x di bawah)
→x = 0,9 (Berdasarkan Tabel Nilai Parameter Perioda
Pendekatan Ct dan x di bawah)
Tabel Koefisien untuk Batas Atas pada Perioda yang Dihitung

Sumber : SNI 1726:2012 Pasal 7.8.2


Tabel Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct dan x

Sumber : SNI 1726:2012 Pasal 7.8.2


Maka:
→ Ta = Ct × hnx
= 0,0466 × 15,20,9 → 0,539
→ Tmaks = Cu × T a
= 1,47 × 0,539 → 0,791
23

 Perhitungan Berat Seismik Efektif (W)


Pembebanan b h t Panjang Luas BJ BS Wi (kg) Pu (kg)
Pelat 0,17 221,85 2400 90514,8 362059
Balok 0,3 0,45 104,3 2400 33793,2 135173
Kolom Lt. 1 0,5 0,5 4,7 2400 2820 2820
Kolom Lt. 2 0,5 0,5 3,5 2400 2100 2100
Kolom Lt. 3 & 4 0,45 0,45 3,5 2400 1701 3402
Plafond & Rangka 221,85 18 3993,3 15973,2
ME 221,85 21 4658,85 18635,4
Penutup Lantai 221,85 48 10648,8 42595,2
Finishing 221,85 42 9317,7 37270,8
Waterproofing 221,85 42 9317,7 37270,8
Dinding Lt. 1 4,7 97,8 250 114915 114915
Dinding Lt. Atas 3,5 97,8 250 85575 256725
TOTAL 1028939

 Perhitungan Geser Dasar Seismik


→ Cs min = 0,044 × SDS × Ie ≥ 0,01
= 0,044 × 0,278 × 1 ≥ 0,01
= 0,0122
S DS
→ Cs = R
Ie
0,278
= 8
1
= 0,0348
SD1
→ Cs maks = R

Ie
0,234
= 8
0,539×
1
= 0,0543
Sehingga,
V = Cs × W
= 0,0348 × 1028,94 Ton
= 35,847 Ton ≈ 351,547 kN
 Distribusi Vertikal Gaya Gempa
24

Gaya gempa lateral (Fi) di setiap tingkat dihitung dengan persamaan


sebagai berikut:
Fi = Cvx × V
Dan,
k
w ×h
n
Cvx =
∑ w × hk
i=1

w = Beban seismic total tiap lantai


V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur
Dengan Periode (T) = 0,539, maka:
→k =1
Setelah dihitung, didapatkan gaya gempa lateral di setiap tingkat dan
dirangkum dalam tabel di bawah ini:
k
k Wi × hi Fi x-y Untuk Setiap Portal
Lantai hi (m) hi Wi (kN)
(kN.m) (kN) 1/4 Fix 1/3 Fiy
Atap 15,2 15,2 1467,97 22313,2 96,0514 24,013 32,017
4 11,7 11,7 2355,64 27561 118,642 29,660 39,547
3 8,2 8,2 2355,64 19316,2 83,1506 20,788 27,717
2 4,7 4,7 2654,35 12475,4 53,703 13,426 17,901
Σ 8833,59 81665,8

Lantai Beban Gempa Arah X Beban Gempa Arah Y


(KN) (KN)
Atap 24,013 32,017
4 29,660 39,547
3 20,788 27,717
2 13,426 17,901

2.5.4. Faktor Reduksi Komponen Struktur


Dalam perencanaan bangunan terhadap beban gempa, momen inersia
penampang dari setiap komponen struktur direduksi karena
25

mempertimbangkan penampang akan terjadinya retak saat gempa. Besarnya


faktor reduksi dan permodelan tiap elemen tersebut yaitu:
 Balok
Dimodelkan sebagai elemen beam biasa dimana distribusi tegangan
masih elastis. Reduksi momen inersia menghasilkan Ie = 70% dari Ig
untuk arah lenturnya. Torsional constant juga diisi dengan angka 30%.
 Kolom
Dimodelkan sebagai line element biasa, reduksi momen inersia
menghasilkan Ie = 70% dari Ig untuk kedua arah.
 Dinding Geser
Dimodelkan sebagai shell element karena memiliki DOF terlengkap.
Reduksi kekakuan diambil 70% untuk kekakuan membrane arah f22
dan 35% jika terjadi cracking.
 Pelat
Dimodelkan sebagai membrane element karena asumsi bahwa pelat
sangat kaku dalma arah bidangnya dan hanya mentransfer gaya
gravitasi ke sistem penahan gaya gravitasi (tidak berkontribusi dalam
menahan gaya gravitasi). Reduksi kekakuan diambil sebesar 25% untuk
kekakuan membrane dan shear.
2.5.5. Menentukan Rigid Zone Factor
ASCE 41-06 (termasuk supplement no. 1) memberikan panduang bahwa
jika kekakuan joint tidak dimodelkan secara eksplisit, kekakuan balok-
kolom joint diizinkan dimodelkan secara implisit, dengan menyesuaikan
rigid-end offset dari balok dan kolom yang bertemu pada joint.
a. Untuk ΣMnc / ΣMnb > 1.2, column offset adalah sebesar 1,0 dan beam
offset tidak rigid (0).
b. Untuk ΣMnc / ΣMnb < 0.8, beam offset adalah sebesar 1,0 dan column
offset tidak rigid (0).
c. Untuk 0.8 < ΣMnc / ΣMnb < 1.2, beam dan column offset adalah sebesar
0,5.
26

Dengan demikian, untuk sistem rangka penahan momen khusus dirancang


dengan prinsip strong column-weak beam, dengan kolom diberikan rigid
zone factor sebesar 1,0 dan balok diberikan rigid zone factor sebesar 0.
27

2.5.6. Menentukan Eksentrisitas Rencana


a. Eksentrisitas pada arah sumbu-X
Lebar arah X = 14,9 m
Pusat massa sb-x = 7,45 m
Pusat kekakuan sb-x = 7,45 m
ex = 7,45 m – 7,45 m
=0m
edx1 = (1,5 × ex) + (0,0015 × bx)
= (1,5 × 0) + (0,0015 × 14,9)
= 0,224 m
edx2 = ex – 0,005 × bx
= 0 – 0,005 × 14,9
= - 0,745 m
Digunakan ed mutlak terbesar, yaitu 0,745 m.
No Lantai Xm Xk ex bx 0,3 . bx edx1 edx2 |edx|
1 4 7,45 7,45 0 14,9 4,47 0,224 -0,745 0,745
2 3 7,45 7,45 0 14,9 4,47 0,224 -0,745 0,745
3 2 7,45 7,45 0 14,9 4,47 0,224 -0,745 0,745
4 1 7,45 7,45 0 14,9 4,47 0,224 -0,745 0,745

b. Eksentrisitas pada arah sumbu-Y


Lebar arah Y = 16,5 m
Pusat massa sb-y = 8,25 m
Pusat kekakuan sb-y = 8,25 m
ey = 8,25 m – 8,25 m
=0m
edy1 = (1,5 × ey) + (0,0015 × by)
= (1,5 × 0) + (0,0015 × 16,5)
= 0,248 m
edy2 = ey – 0,005 × by
= 0 – 0,005 × 16,5
= - 0,825 m
Digunakan ed mutlak terbesar, yaitu 0,825 m.
28

No Lantai Ym Yk ey by 0,3 . bx edy1 edy2 |edy|


1 4 8,25 8,25 0 16,5 4,95 0,248 -0,825 0,825
2 3 8,25 8,25 0 16,5 4,95 0,248 -0,825 0,825
3 2 8,25 8,25 0 16,5 4,95 0,248 -0,825 0,825
4 1 8,25 8,25 0 16,5 4,95 0,248 -0,825 0,825

2.5.7. Scale Factor


a. Respon Spektrum arah X
Untuk scale factor U1, digunakan persamaan:
SFU1 = 9,81 × Ie / R
= 9,81 × 1,0 / 8
= 1,23
SFU2 = 30% × U1
= 30% × 1,23
= 0,37

b. Respon Spektrum arah Y


SFU2 = 9,81 × Ie / R
= 9,81 × 1,0 / 8
= 1,23
SFU1 = 30% × U2
29

= 30% × 1,23
= 0,37
30

BAB III
HASIL DAN ANALISA
3.
3.1. Karakteristik Dinamik Struktur
Karakteristik yang ditinjau meliputi periode getar fundamental, pola getar dan
partisipasi massa pola ragam getar fundamental yang didapat dari analisis 3
dimensi ETABS, yaitu ada di bawah berikut ini.
Periode fundamental (Ta) yang digunakan memiliki nilai batas minimum dan
batas maksimum, yaitu:
a. Untuk Arah X
Ta = Ct × hnx
= 0,0466 × 15,20,9 → 0,539
Tmaks = Cu × T a
= 1,47 × 0,539 → 0,791
TETABS = 1,014
b. Untuk Arah Y
Ta = Ct × hnx
= 0,0488 × 15,20,75 → 0,376
Tmaks = Cu × T a
= 1,47 × 0,376 → 0,552
TETABS = 0,924
Maka, periode fundamental yang digunakan yaitu untuk arah x maupun
arah y adalah:
Tx = 0,791
Ty = 0,552
Berikut adalah pola ragam getar yang terjadi pada pemodelan struktur untuk
mode pertama, kedua, dan ketiga beserta gambarnya:
31

Pola Ragam Getar untuk Mode Shape ke-1


Pada gambar di atas yang menyajikan pola ragam getar (mode shape)
pertama, gedung mengalami translasi ke arah sumbu x dengan periode
sebesar 1,014 detik.

Pola Ragam Getar untuk Mode Shape ke-2


Pada gambar di atas yang menyajikan pola ragam getar (mode shape) kedua,
gedung mengalami translasi ke arah sumbu y dengan periode sebesar 0,924
detik.
32

Pola Ragam Getar untuk Mode Shape ke-3


Pada gambar di atas yang menyajikan pola ragam getar (mode shape) ketiga,
gedung mengalami translasi ke arah sumbu x dan y dengan periode sebesar
0,759 detik. Hal ini menunjukkan bahwa mode shape pertama dan kedua
tidak menunjukkan rotasi. Namun pada mode shape ketiga baru terjadi rotasi.
Partisipasi massa adalah jumlah massa bangunan yang dibawa oleh tiap pola
ragam getar (mode). Sesuai dengan SNI 1726:2012, partisipasi massa
akumulatif dari bangunan untuk ketiga arah DOF (translasi x, translasi y, dan
rotasi z) haruslah melebihi 90%.
Nilai partisipasi massa dapat dilihat pada tabel berikut:
TABLE: Modal Participating Mass Ratios
Cas e Mode Period UX UY UZ SumUX SumUY SumUZ RX RY RZ SumRX SumRY SumRZ
sec
Modal 1 1,014 85,18 0 0 85,18 0 0 0 19,92 0 0 19,92 0
Modal 2 0,924 0 86,21 0 85,18 86,21 0 18,68 0 0,03 18,68 19,92 0,03
Modal 3 0,759 0 0,03 0 85,18 86,24 0 0,01 0 86,17 18,69 19,92 86,2
Modal 4 0,293 10,94 0 0 96,12 86,24 0 0 66,81 0 18,69 86,73 86,2
Modal 5 0,273 0 10,3 0 96,12 96,54 0 69,34 0 0,004631 88,03 86,73 86,2
Modal 6 0,229 0 0,004665 0 96,12 96,54 0 0,03 0 10,35 88,06 86,73 96,56
Modal 7 0,138 3,12 0 0 99,24 96,54 0 0 9,58 0 88,06 96,31 96,56
Modal 8 0,132 0 2,77 0 99,24 99,31 0 8,36 0 0,00143 96,42 96,31 96,56
Modal 9 0,112 0 0,001454 0 99,24 99,31 0 0,004375 0 2,76 96,42 96,31 99,32
Modal 10 0,08 0,76 0 0 100 99,31 0 0 3,69 0 96,42 100 99,32
Modal 11 0,079 0 0,69 0 100 100 0 3,58 0 0,0003952 100 100 99,32
Modal 12 0,067 0 0,0003825 0 100 100 0 0,001989 0 0,68 100 100 100

Dapat dilihat, pada pola ragam getar ke-4, jumlah partisipasi massa dalam
arah x sebesar 96,12%, pada pola ragam getar ke-5 arah y sebesar 96,54%
dan rotasi z sebesar 96,56% pada pola ragam getar ke-6. Dimana nilai
ketiganya telah melebihi nilai minimum yaitu 90%.
33

3.2. Perbesaran momen torsi tak terduga (Mta)


Ketidakberaturan torsi harus mempunyai pengaruh diperhitungkan dengan
mengalikan Mta di masing-masing tingkat dengan faktor pembesaran torsi (Ax)
yang ditentukan dari persamaan berikut:

Di mana:
δmax = adalah perpindahan maksimum di tingkat x (mm) yang dihitung
dengan mengasumsikan Ax = 1 (mm)
δavg = adalah rata-rata perpindahan di titik-titik terjauh struktur di
tingkat
x yang dihitung dengan mengasumsikan Ax = 1 (mm)
Faktor pembesaran torsi (Ax) tidak diisyaratkan melebihi 3,0.
Dalam pemeriksaan ketidakberaturan, diketahui dua tipe peryaratan, antara
lain:
- Tipe 1.a, apabila rasio Δmax dan Δavg < 1,2
- Tipe 1.b, apabila rasio Δmax dan Δavg < 1,4
a. Pengecekan pada arah-x
TABLE: Story Max Ove r Avg Drifts
Story Output Case Case Type Step Type Step Numbe r Direction Max Drift Avg Drift Ratio
Story4 ELF-X LinStatic Step By Step 2 X 3,922 3,63 1,081
Story3 ELF-X LinStatic Step By Step 2 X 5,813 5,362 1,084
Story2 ELF-X LinStatic Step By Step 2 X 6,516 6,002 1,086
Story1 ELF-X LinStatic Step By Step 2 X 6,127 5,63 1,088

Nilai Δmax dan Δavg diambil dari tabel “Story Max Over Avg Drifts” dengan
output case ELF-X, step number 2, dan direction X.
Δmax/Δa
Δmax Δavg Tipe 1.a Tipe 1.b Ax
vg
0,003922 0,00363 1,080441 OK OK 0,810661
0,005813 0,005362 1,08411 OK OK 0,816177
0,006516 0,006002 1,085638 OK OK 0,818479
0,006127 0,00563 1,088277 OK OK 0,822463
34

Pada tabel di atas, didapatkan bahwa rasio Δmax dan Δavg masih lebih
kecil dari 1,2 maupun 1,4, sehingga ketidakberaturan torsi tidak
ditemukan.
35

b. Pengecekan pada arah-y


TABLE: Story Max Ove r Avg Drifts
Story Output Case Case Type Step Type Step Numbe r Direction Max Drift Avg Drift Ratio
Story4 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Y 2,903 2,698 1,076
Story3 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Y 4,523 4,204 1,076
Story2 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Y 5,218 4,851 1,076
Story1 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Y 5,229 4,874 1,073

Nilai Δmax dan Δavg diambil dari tabel “Story Max Over Avg Drifts” dengan
output case ELF-Y, step number 2, dan direction Y.
Δmax/Δa
Δmax Δavg Tipe 1.a Tipe 1.b Ay
vg
0,002903 0,002698 1,075982 OK OK 0,803985
0,004523 0,004204 1,07588 OK OK 0,803832
0,005218 0,004851 1,075655 OK OK 0,803495
0,005229 0,004874 1,072835 OK OK 0,799289
Pada tabel di atas, didapatkan bahwa rasio Δmax dan Δavg masih lebih
kecil dari 1,2 maupun 1,4, sehingga ketidakberaturan torsi tidak
ditemukan.
3.3. Pengecekan gaya geser dasar struktur
Dari pemodelan struktur yang telah dilakukan didapatkan nilai gaya geser
dasar hasil analisis dinamik dengan menggunakan program ETABS kemudian
nilai gaya geser dasar ini dibandingkan dengan nilai gaya geser dasar hasil
analisis statik ekuivalen.
Dalam pada SNI 1726-2012 disyaratkan bahwa gaya geser dasar dari hasil
analisa dinamik harus mempunyai nilai minimal 85% dari gaya geser dasar
analisa statik ekivalen (pasal 7.9.4.1).
Vdinamik > 0,85 Vstatik
Gaya geser static pada ETABS di rangkum pada tabel di bawah ini:
TABLE: Story Forces
Story Output Case Case Type Step Type Step Numbe r Location P VX VY
Story4 Earthquake LinStatic Bottom 0 -96,052 -96,051
Story3 Earthquake LinStatic Bottom 0 -214,692 -214,692
Story2 Earthquake LinStatic Bottom 0 -297,844 -297,843
Story1 Earthquake LinStatic Bottom 0 -351,548 -351,546

Vstatik-x = 351,548 kN
Vstatik-y = 351,546 kN
Gaya geser dinamik pada ETABS di rangkum pada tabel di bawah ini:
36

TABLE: Story Forces


Story Output Case Case Type Step Type Step Numbe r Location P VX VY
Story4 ELF-X LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 -75,9957 0
Story3 ELF-X LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 -136,534 0
Story2 ELF-X LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 -177,399 0
Story1 ELF-X LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 -199,9779 0

TABLE: Story Forces


Story Output Case Case Type Step Type Step Numbe r Location P VX VY
Story4 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 0 -72,9145
Story3 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 0 -132,8434
Story2 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 0 -175,0526
Story1 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 0 -199,9779

Vdinamik-x = 199,978 kN
Vdinamik-y = 199,978 kN
Geser Gaya Geser Gaya Geser Statik 85% Gaya Geser
Keterangan
Dasar Dinamik (kN) (kN) Statik (kN)
X 199,978 351,547 298,815 TIDAK OK
Y 199,978 351,547 298,815 TIDAK OK
Dari tabel di atas, dijelaskan bahwa Gaya Geser Dinamik yang didapatkan
pada ETABS sebesar 199,978 kN. Nilai tersebut masih lebih kecil dari 85%
Gaya Geser Statik (298,815 kN), sehingga harus dilakukan perubahan pada
factor scale pada ETABS.
Factor Scale = 298,815 kN / 199,978 kN
= 1,494 → 1,5
TABLE: Story Forces
Story Output Case Case Type Step Type Step Numbe r Location P VX VY
Story4 ELF-X LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 -113,9935 0
Story3 ELF-X LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 -204,801 0
Story2 ELF-X LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 -266,0985 0
Story1 ELF-X LinStatic Step By Step 2 Bottom 0 -299,9669 0

Geser Gaya Geser Gaya Geser Statik 85% Gaya Geser


Keterangan
Dasar Dinamik (kN) (kN) Statik (kN)
X 299,967 351,547 298,815 OK
Y 299,967 351,547 298,815 OK
37

STATIC STORY FORCE ARAH-X


350
300
250
200
150
100
50
0
4 3 2 1

Gaya Geser Dinamik Arah-x (Sesudah Scale Factor)


Gaya Geser Dinamik Arah-x (Sebelum Scale Factor)
85% Gaya Geser Statik

STATIC STORY FORCE ARAH-Y


350
300
250
200
150
100
50
0
4 3 2 1

Gaya Geser Dinamik Arah-y (Sesudah Scale Factor)


Gaya Geser Dinamik Arah-y (Sebelum Scale Factor)
85% Gaya Geser Statik

Grafik di atas merupakan gaya static dari tiap story/lantai, baik dari arah-x
maupun arah-y.
3.4. Kontrol simpangan antar lantai
Penentuan simpangan antar tingkat desain (Δ) harus dihitung sebagai
perbedaan simpangan pada pusat massa di atas dan di bawah tingkat yang
ditinjau. Apabila pusat massa tidak segaris dalam arah vertikal, diizinkan
untuk menghitung simpangan di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal
dari pusat massa tingkat di atasnya. Jika desain tegangan izin digunakan, Δ
38

harus dihitung menggunakan gaya seismik desain yang ditetapkan dalam


pasal 7.8.1 tanpa reduksi untuk desain tegangan izin.
Menurut SNI 1726-2012, penentuan simpangan antar lantai tingkat desain (δ)
harus dihitung berdasarkan perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat
teratas dan terbawah. Defleksi pusat massa di tingkat x (δx) dihitung sesuai
dengan:

Cd yang digunakan sebesar 5,5, Ie yang digunakan 1,0, serta ρ yang


digunakan sebesar 1,3.
Batas simpangan izin pada lt. 1:
Δa / ρ = (0,025 × 4,7 m) / 1,3
= 0,067 m
Batas simpangan izin pada lt. di atasnya:
Δa / ρ = (0,025 × 3,5 m) / 1,3
= 0,09 m
Untuk mendapatkan nilai δxe, digunakan tabel “Story Max Over Avg
Displacements” pada ETABS dengan output case ELF-X, step number 2, dan
direction X.
TABLE: Story Max Over Avg Displacements
Story Output Case Case Type Step Type Step Number Dire ction Maximum Average Ratio
Story4 ELF-X LinStatic Step By Step 2 X 22,335 20,624 1,083
Story3 ELF-X LinStatic Step By Step 2 X 18,423 16,994 1,084
Story2 ELF-X LinStatic Step By Step 2 X 12,626 11,632 1,085
Story1 ELF-X LinStatic Step By Step 2 X 6,127 5,63 1,088

Sehingga kontrol simpangan antar lantai untuk arah-x dapat dirangkum


sebagai berikut:

Lantai hi (m) Δa / ρ δxe δe Δ Keterangan


4 15,2 0,067 0,02234 0,1228425 0,02152 OK
3 11,7 0,067 0,01842 0,1013265 0,03188 OK
2 8,2 0,067 0,01263 0,069443 0,03574 OK
1 4,7 0,090 0,00613 0,0336985 0,0337 OK
Berdasarkan analisa di atas, maka simpangan yang terjadi masih di bawah
batas ijin simpangan.
39

Untuk mendapatkan nilai δye, digunakan tabel “Story Max Over Avg
Displacements” pada ETABS dengan output case ELF-Y, step number 2, dan
direction Y.
TABLE: Story Max Over Avg Displacements
Story Output Case Case Type Step Type Step Number Dire ction Maximum Average Ratio
Story4 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Y 17,832 16,628 1,072
Story3 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Y 14,938 13,929 1,072
Story2 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Y 10,43 9,726 1,072
Story1 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 Y 5,229 4,874 1,073

Sehingga kontrol simpangan antar lantai untuk arah-x dapat dirangkum


sebagai berikut:

Lantai hi (m) Δa / ρ δye δe Δ Keterangan

4 15,2 0,067 0,01783 0,098076 0,01592 OK


3 11,7 0,067 0,01494 0,082159 0,02479 OK
2 8,2 0,067 0,01043 0,057365 0,02861 OK
1 4,7 0,090 0,00523 0,0287595 0,02876 OK
Berdasarkan analisa di atas, maka simpangan yang terjadi masih di bawah
batas ijin simpangan.
3.5. Center of Mass and Rigidity
TABLE: Centers Of Mass And Rigidity
Story Diaphragm Mass X Mass Y XCM YCM Cum Mass X Cum Mass Y XCCM YCCM
kg kg m m kg kg m m
Story1 D1 154962 154962 7,4273 8,25 154962 154962 7,4273 8,25
Story2 D2 148248 148248 7,4301 8,25 148248 148248 7,4301 8,25
Story3 D3 146161,8 146161,8 7,431 8,25 146161,8 146161,8 7,431 8,25
Story4 D4 135955,8 135955,8 7,4358 8,25 135955,8 135955,8 7,4358 8,25

3.6. Story Drift Determination


a. Diaphgram Displacement arah-x
TABLE: Diaphragm Center Of Mass Displacements
Story Diaphragm Output Case Case Type Step Type Step Number UX
Story4 D4 ELF-X LinStatic Step By Step 2 20,624
Story3 D3 ELF-X LinStatic Step By Step 2 16,994
Story2 D2 ELF-X LinStatic Step By Step 2 11,632
Story1 D1 ELF-X LinStatic Step By Step 2 5,63

Nilai displacement arah-x dirangkum pada tabel di bawah ini:


Story UX Cd Ie Cd*UX/Ie
4 0,02062 5,5 1,0 0,113432
3 0,01699 5,5 1,0 0,093467
2 0,01163 5,5 1,0 0,063976
1 0,00563 5,5 1,0 0,030965
40

b. Diaphgram Displacement arah-y


TABLE: Diaphragm Center Of Mass Displacements
Story Diaphragm Output Case Case Type Step Type Step Number UY
Story4 D4 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 16,625
Story3 D3 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 13,926
Story2 D2 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 9,723
Story1 D1 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 4,873

Nilai displacement arah-y dirangkum pada tabel di bawah ini:


Story UY Cd Ie Cd*UY/Ie
4 0,01663 5,5 1,0 0,0914375
3 0,01393 5,5 1,0 0,076593
2 0,00972 5,5 1,0 0,0534765
1 0,00487 5,5 1,0 0,0268015
c. Design Displacement
Displacement arah-x dan arah-y dirangkum pada grafik di bawah ini:

d. Diaphgram Drift arah-x


TABLE: Diaphragm Max Over Avg Drifts
Story Output Case Case Type Step Type Step Number Max Drift
Story4 ELF-X LinStatic Step By Step 2 0,001121
Story3 ELF-X LinStatic Step By Step 2 0,001661
Story2 ELF-X LinStatic Step By Step 2 0,001862
Story1 ELF-X LinStatic Step By Step 2 0,001304
Nilai drift arah-x dirangkum pada tabel di bawah ini:
41

Story Drift X Cd Ie Cd*Drift X/Ie Drift Limit Keterangan


4 0,00112 5,5 1,0 0,0061655 0,067 OK
3 0,00166 5,5 1,0 0,0091355 0,067 OK
2 0,00186 5,5 1,0 0,010241 0,067 OK
1 0,0013 5,5 1,0 0,007172 0,090 OK

e. Diaphgram Drift arah-y


TABLE: Diaphragm Max Over Avg Drifts
Story Output Case Case Type Step Type Step Number Max Drift
Story4 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 0,000829
Story3 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 0,001292
Story2 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 0,001491
Story1 ELF-Y LinStatic Step By Step 2 0,001112
Nilai drift arah-y dirangkum pada tabel di bawah ini:
Story Drift X Cd Ie Cd*Drift X/Ie Drift Limit Keterangan
4 0,00083 5,5 1,0 0,0045595 0,067 OK
3 0,00129 5,5 1,0 0,007106 0,067 OK
2 0,00149 5,5 1,0 0,0082005 0,067 OK
1 0,00111 5,5 1,0 0,006116 0,090 OK

f. Design Drift
Drift arah-x dan arah-y dirangkum pada grafik di bawah ini:
42

BAB IV
PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR
Untuk perhitungan tulangan elemen struktur, digunakan output yang dikeluarkan
oleh program ETABS.
4.
4.1. Perhitungan Penulangan Pelat

1 2 2 1

1 3 3 1

4 4
43

4.1.1. Perhitungan Pelat Atap

1 2 2 1

1 3 3 1

4 4

Denah Pelat Atap


1. Perhitungan Pelat Dua Arah
a. Menghitung tinggi efektif pelat
Tulangan yang digunakan pada perencanaan pelat atap ini
berdiameter 10 mm (D10). Berdasarkan ketentuan SNI 2847:2019
Pasal 20.6.1.3.1, beton yang berhubungan dengan cuaca atau tanah
disyaratkan menggunakan selimut beton dengan tebal 40 mm.
44

Maka pada perencanaan pelat atap ini, selimut beton yang digunakan
adalah 40 mm.
1
dx = tebal pelat – selimut beton - × d tulangan
2
1
= 170 – 40 - × 10 → 125 mm
2
1
dy = tebal pelat – selimut beton - d tulangan - × d tulangan
2
1
= 170 – 40 – 10 - × 10 → 115 mm
2
1,4
ρ min =
fy
1,4
= → 0,0033
420
45

Mutu beton (fc’) yang digunakan pada perencanaan ini adalah 35


MPa. Maka sesuai SNI 2847:2019 Pasal 22.2.2.4.3, nilai β1
digunakan adalah:
0,05 ×( f c' −28)
β1 = 0,85−
7
0,05 ×(35−28)
= 0,85−
7
= 0,8
0,85× fc ' × β 1 600
ρ bal = ×
fy 600+fy
0,85× 35 ×0,8 600
= × → 0,033
420 600+420
ρ max = 0,75 × ρ bal
= 0,75 × 0,033 → 0,025
b. Perhitungan momen pada pelat
Nilai momen pada pelat dapat diambil berdasarkan perhitungan pada
ETABS. Nilai tersebut dirangkum pada tabel di bawah ini:
Tipe pelat Ly (m) Lx (m) Ly/Lx Jenis Pelat
1 6.5 1.2 5.42 Satu arah
2 6.5 6 1.08 Dua arah
3 6.5 5 1,3 Dua arah
4 6.5 5 1,3 Dua arah

c. Perhitungan penulangan pelat


Contoh perhitungan pada pelat 2.
Mn = Momen Ultimit / Faktor Reduksi (θ)
= 13,21 kN.m / 0,8 → 16,52 kN.m
Mn
As =
fy .0,9 . d
16,52×10 6 N . mm
= → 349,45 mm2
420 ×0,9 ×125
46

As× fy
A =
0,85× fc ' × b
349,45× 420
= → 4,94 mm
0,85× 35 ×1000
Maka, As aktual dapat ditentukan sebagai berikut,
Mn
As =
( a2 )
fy . d−

6
16,52×10
=
420 × 125−( 2 )
4,933 → 320,9 mm2

As
ρ =
b.d
320,9
= 1000× 125 → 0,00258

Karena ρ min > ρ, maka perhitungan tulangan menggunakan ρ min


(0,0033)
As = ρ min × b × d
= 0,0033 × 1000 × 125 → 416,667 mm2
Dengan menggunakan tulangan diameter 10 mm, jarak antar
tulangan adalah:
Ab = π × r2
= π × 52 → 78,54 mm2
Ab
S = 1000 ×
As
78,54
= 1000 × → 188,571 mm ≈ 180 mm
416,667
Maka pada pelat 4 menggunakan D10 – 150
d. Rekap perhitungan pelat atap dua arah
Mn As Awal a As aktual p Ab Jarak Dipakai
Nama Pelat p Keterangan
(KNm) (mm2) (mm) (mm2) dipakai (mm2) (mm) (mm)
Pelat 2 16.52 349.6296 4.94 321.01 0.002568 0.0033 416.67 188.6 150 Dua Lapis
Pelat 3 14.04 297.1429 4.23 272.82 0.002183 0.0033 416.67 188.6 150 Dua Lapis
Pelat 4 14.28 302.2222 4.27 277.48 0.00222 0.0033 416.67 188.6 150 Dua Lapis

2. Perhitungan Pelat Satu Arah


47

a. Menghitung tinggi efektif pelat


Tulangan yang digunakan pada perencanaan pelat atap ini
berdiameter 10 mm (D10). Berdasarkan ketentuan SNI 2847:2019
Pasal 20.6.1.3.1, beton yang berhubungan dengan cuaca atau tanah
disyaratkan menggunakan selimut beton dengan tebal 40 mm.

Maka pada perencanaan pelat atap ini, selimut beton yang digunakan
adalah 40 mm.
1
dx = tebal pelat – selimut beton - × d tulangan
2
1
= 170 – 40 - × 10 → 125 mm
2
1
dy = tebal pelat – selimut beton - d tulangan - × d tulangan
2
1
= 170 – 40 – 10 - × 10 → 115 mm
2
48

1,4
ρ min =
fy
1,4
= → 0,0033
420
Mutu beton (fc’) yang digunakan pada perencanaan ini adalah 35
MPa. Maka sesuai SNI 2847:2019 Pasal 22.2.2.4.3, nilai β1
digunakan adalah:
'
0,05 ×( f c −28)
β1 = 0,85−
7
0,05 ×(35−28)
= 0,85−
7
= 0,8
0,85× fc ' × β 1 600
ρ bal = ×
fy 600+fy
0,85× 35 ×0,8 600
= × → 0,033
420 600+420
ρ max = 0,75 × ρ bal
= 0,75 × 0,033 → 0,025
b. Perhitungan momen pada pelat
Nilai momen pada pelat dapat diambil berdasarkan perhitungan pada
ETABS. Nilai tersebut dirangkum pada tabel di bawah ini:
Ly Lx Mmax
Nama Pelat
(m) (m) (kN.m)
Pelat 1 6,5 1,2 7,652
6,5
c. Perhitungan penulangan pelat 1,2 8,125

Penulangan Lentur
Contoh perhitungan pada pelat 2.
Mn = Momen Ultimit / Faktor Reduksi (θ)
= 7,652 kN.m / 0,8 → 9,57 kN.m
Mn
As =
fy .0,9 . d
6
9,57 ×10 N . mm
= → 202,54 mm2
420 ×0,9 × 125
49

As× fy
A =
0,85× fc ' × b
202,54 × 420
= → 2.86 mm
0,85× 35 ×1000
Maka, As aktual dapat ditentukan sebagai berikut,
Mn
As =
( a2 )
fy . d−

6
9,57 × 10
=
(
420 × 125−
2 )
2.86 → 185,96 mm2

As
ρ =
b.d
185,96
= 1000× 125 → 0,00149

Karena ρ min > ρ, maka perhitungan tulangan menggunakan ρ min


(0,0033)
As = ρ min × b × d
= 0,0033 × 1000 × 125 → 416,667 mm2
Dengan menggunakan tulangan diameter 10 mm, jarak antar
tulangan adalah:
Ab = π × r2
= π × 52 → 78,54 mm2
Ab
S = 1000 ×
As
78,54
= 1000 × → 188,571 mm ≈ 180 mm
416,667
Maka pada pelat 1 menggunakan D10 – 150
Penulangan Susut
Sesuai dengan SNI 2847:2019 Pasal 24.4.3.2, maka penulangan
susut dapat direncanakan sebagai berikut:
50

ρ = (0,0018 ×420)/fy
= (0,0018 ×420)/420 → 0,0018
As =ρ×b×d
= 0,0018 × 1000 × 125 → 225 mm2
Dengan menggunakan tulangan diameter 10 mm, jarak antar
tulangan adalah:
Ab = π × r2
= π × 52 → 78,54 mm2
s = 1000 × Ab/As
= 1000 × 78,54/180 → 349,206 mm
Maka tulangan susut menggunakan D10 – 200
d. Rekap perhitungan pelat atap dua arah
Tulangan Lentur
Mn As Awal a As aktual p Ab Jarak Dipakai
Nama Pelat p Keterangan
(KNm) (mm2) (mm) (mm2) dipakai (mm2) (mm) (mm)
Pelat 1 9.57 202.5397 2.859384 185.96 0.001488 0.0033 416.67 188.6 150 Dua Lapis

Tulangan Susut
As aktual Ab s1 s2 s3 Dipakai
Nama Pelat ρ 2 2
(mm ) (mm ) (mm) (mm) (mm) (mm)
Pelat 1 0,0018 225 78,571 349,206 850 450 200
Pelat 2 0,0018 225 78,571 349,206 850 450 200
4.1.2. Perhitungan Pelat Lantai
51

1 2 2 1

1 3 3 1

4 4

Denah Pelat Lantai


1. Perhitungan Pelat Dua Arah
a. Menghitung tinggi efektif pelat
Tulangan yang digunakan pada perencanaan pelat atap ini
berdiameter 10 mm (D10). Berdasarkan ketentuan SNI 2847:2019
Pasal 20.6.1.3.1, beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau
tanah disyaratkan menggunakan selimut beton dengan tebal 20 mm.
52

Maka pada perencanaan pelat lantai ini, selimut beton yang


digunakan adalah 20 mm.
1
dx = tebal pelat – selimut beton - × d tulangan
2
1
= 170 – 20 - × 10 → 145 mm
2
1
dy = tebal pelat – selimut beton - d tulangan - × d tulangan
2
1
= 170 – 20 – 10 - × 10 → 135 mm
2
1,4
ρ min =
fy
1,4
= → 0,0033
420
53

Mutu beton (fc’) yang digunakan pada perencanaan ini adalah 35


MPa. Maka sesuai SNI 2847:2019 Pasal 22.2.2.4.3, nilai β1
digunakan adalah:
0,05 ×( f c' −28)
β1 = 0,85−
7
0,05 ×(35−28)
= 0,85−
7
= 0,8
0,85× fc ' × β 1 600
ρ bal = ×
fy 600+fy
0,85× 35 ×0,8 600
= × → 0,033
420 600+420
ρ max = 0,75 × ρ bal
= 0,75 × 0,033 → 0,025
b. Perhitungan momen pada pelat
Nilai momen pada pelat dapat diambil berdasarkan perhitungan pada
ETABS. Nilai tersebut dirangkum pada tabel di bawah ini:
Tipe pelat Ly (m) Lx (m) Ly/Lx Jenis Pelat
2 6.5 6 1.08 Dua arah
3 6.5 5 1,3 Dua arah
4 6.5 5 1,3 Dua arah

c. Perhitungan penulangan pelat


Contoh perhitungan pada pelat 2 lantai 2.
Mn = Momen Ultimit / Faktor Reduksi (θ)
= 17.97 kN.m / 0,8 → 22,46 kN.m
Mn
As =
fy .0,9 . d
6
22,46 ×10 N .mm
= → 475,39 mm2
420 ×0,9 ×145
As× fy
A =
0,85× fc ' × b
54

475,39× 420
= → 6,71 mm
0,85× 35 ×1000
Maka, As aktual dapat ditentukan sebagai berikut,
Mn
As =
( a2 )
fy . d−

6
22,46 ×10
=
420 × 145−
2(
6,71 → 439.66 mm2
)
As
ρ =
b.d
439.66
= 1000× 145 → 0,0035

Karena ρ min < ρ, maka digunakan ρ


As = ρ min × b × d
= 0,0035 × 1000 × 145 → 439,67 mm2
Dengan menggunakan tulangan diameter 10 mm, jarak antar
tulangan adalah:
Ab = π × r2
= π × 52 → 78,54 mm2
Ab
S = 1000 ×
As
78,54
= 1000 × → 178,54 mm ≈ 150 mm
439,67
Maka pada pelat 4 lantai 2 menggunakan D10 – 150
d. Rekap perhitungan pelat atap dua arah
Mn As Awal a As aktual p Ab Jarak Dipakai
Tingkat Nama Pelat p Keterangan
(KNm) (mm2) (mm) (mm2) dipakai (mm2) (mm) (mm)
Pelat 2 10.527 222.7937 3.145322 203.07 0.001625 0.0033 203.0692 188.6 150 Dua Lapis
Lantai 4 Pelat 3 15.444 326.8571 4.614454 299.70 0.002398 0.0033 299.7033 188.6 150 Dua Lapis
Pelat 4 15.708 332.4444 4.693333 304.92 0.002439 0.0033 304.9244 188.6 150 Dua Lapis
Pelat 2 11.5797 245.073 3.459854 223.66 0.001789 0.0033 223.6611 188.6 150 Dua Lapis
Lantai 3 Pelat 3 16.9884 359.5429 5.075899 330.29 0.002642 0.0033 330.2947 188.6 150 Dua Lapis
Pelat 4 17.2788 365.6889 5.162667 336.06 0.002688 0.0033 336.0599 233.5893 150 Dua Lapis
Pelat 2 15.05361 318.5949 4.497811 291.99 0.002336 0.0033 291.9887 268.8461 150 Dua Lapis
Lantai 2 Pelat 3 22.08492 467.4057 6.598669 432.07 0.003457 0.0033 432.0695 181.6837 150 Dua Lapis
Pelat 4 22.46244 475.3956 6.711467 439.66 0.003517 0.0033 439.659 178.5475 150 Dua Lapis

2. Perhitungan Pelat Satu Arah


55

a. Menghitung tinggi efektif pelat


Tulangan yang digunakan pada perencanaan pelat atap ini
berdiameter 10 mm (D10). Berdasarkan ketentuan SNI 2847:2019
Pasal 20.6.1.3.1, beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau
tanah disyaratkan menggunakan selimut beton dengan tebal 20 mm.

Maka pada perencanaan pelat lantai ini, selimut beton yang


digunakan adalah 20 mm.
1
dx = tebal pelat – selimut beton - × d tulangan
2
1
= 170 – 20 - × 10 → 145 mm
2
1
dy = tebal pelat – selimut beton - d tulangan - × d tulangan
2
1
= 170 – 20 – 10 - × 10 → 135 mm
2
56

1,4
ρ min =
fy
1,4
= → 0,0033
420
Mutu beton (fc’) yang digunakan pada perencanaan ini adalah 35
MPa. Maka sesuai SNI 2847:2019 Pasal 22.2.2.4.3, nilai β1
digunakan adalah:
'
0,05 ×( f c −28)
β1 = 0,85−
7
0,05 ×(35−28)
= 0,85−
7
= 0,8
0,85× fc ' × β 1 600
ρ bal = ×
fy 600+fy
0,85× 35 ×0,8 600
= × → 0,033
420 600+420
ρ max = 0,75 × ρ bal
= 0,75 × 0,033 → 0,025
b. Perhitungan momen pada pelat
Nilai momen pada pelat dapat diambil berdasarkan perhitungan pada
ETABS. Nilai tersebut dirangkum pada tabel di bawah ini:
Ly Lx Mmax
Tingkat Nama Pelat
(m) (m) (kN.m)
Pelat 1 6,5 1,2 10,577
Lantai 4
Pelat 2 6,5 1,2 10,103
Pelat 1 6,5 1,2 12,086
Lantai 3
Pelat 2 6,5 1,2 11,23
Pelat 1 6,5 1,2 12,333
Lantai 2
Pelat 2 6,5 1,2 11,386
c. Perhitungan penulangan pelat
Penulangan Lentur
Contoh perhitungan pada pelat 1 lantai 2.
Mn = Momen Ultimit / Faktor Reduksi (θ)
= 12,333 kN.m / 0,8 → 15,416 kN.m
57

Mn
As =
fy .0,9 . d
12,333× 106 N . mm
= → 281,267 mm2
420 ×0,9 ×145
As× fy
A =
0,85× fc ' × b
281,267 × 420
= → 3,971 mm
0,85× 35 ×1000
Maka, As aktual dapat ditentukan sebagai berikut,
Mn
As =
( a2 )
fy . d−

15,416 ×10 6
=
(
420 × 145−
2 )
3,971 → 256,655 mm2

As
ρ =
b.d
256,655
= 1000× 145 → 0,00177

Karena ρ min > ρ, maka perhitungan tulangan menggunakan ρ min


(0,0033)
As = ρ min × b × d
= 0,0033 × 1000 × 145 → 483,333 mm2
Dengan menggunakan tulangan diameter 10 mm, jarak antar
tulangan adalah:
Ab = π × r2
= π × 52 → 78,54 mm2
Ab
S = 1000 ×
As
78,54
= 1000 × → 162,562 mm ≈ 150 mm
483,333
Maka pada pelat 1 lantai 2 menggunakan D10 – 150
Penulangan Susut
58

Sesuai dengan SNI 2847:2019 Pasal 24.4.3.2, maka penulangan


susut dapat direncanakan sebagai berikut:

ρ = (0,0018 ×420)/fy
= (0,0018 ×420)/420 → 0,0018
As =ρ×b×d
= 0,0018 × 1000 × 125 → 225 mm2
Dengan menggunakan tulangan diameter 10 mm, jarak antar
tulangan adalah:
Ab = π × r2
= π × 52 → 78,54 mm2
s = 1000 × Ab/As
= 1000 × 78,54/180 → 349,206 mm
Maka tulangan susut menggunakan D10 – 200
d. Rekap perhitungan pelat atap dua arah
Tulangan Lentur
Mn As awal a As aktual ρ As Ab Jarak Dipakai
Tingkat Nama Pelat 2 2 ρ 2
(kN.m) (mm ) (mm) (mm ) dipakai dipakai (mm ) (mm) (mm)
Pelat 1 13,221 241,22 3,405 219,677 0,00152 0,00333 483,333 78,571 162,562 150
Lantai 4
Pelat 2 12,629 230,41 3,253 209,721 0,00145 0,00333 483,333 78,571 162,562 150
Pelat 1 15,108 275,634 3,891 251,445 0,00173 0,00333 483,333 78,571 162,562 150
Lantai 3
Pelat 2 14,038 256,112 3,616 233,411 0,00161 0,00333 483,333 78,571 162,562 150
Pelat 1 15,416 281,267 3,971 256,655 0,00177 0,00333 483,333 78,571 162,562 150
Lantai 2
Pelat 2 14,233 259,67 3,666 236,695 0,00163 0,00333 483,333 78,571 162,562 150

Tulangan Susut
59

As aktual Ab s1 s2 s3 Dipakai
Tingkat Nama Pelat ρ 2 2
(mm ) (mm ) (mm) (mm) (mm) (mm)
Pelat 1 0,0018 225 78,571 349,206 850 450 200
Lantai 4
Pelat 2 0,0018 225 78,571 349,206 850 450 200
Pelat 1 0,0018 225 78,571 349,206 850 450 200
Lantai 3
Pelat 2 0,0018 225 78,571 349,206 850 450 200
Pelat 1 0,0018 225 78,571 349,206 850 450 200
Lantai 2
Pelat 2 0,0018 225 78,571 349,206 850 450 200

4.2. Perhitungan Penulangan Balok


4.2.1. Penulangan balok lantai atap
Tulangan lentur
a. Menentukan luas kebutuhan tulangan
Luas kebutuhan tulangan dapat diketahui melalui ETABS pada gambar
di bawah ini:
60

Nilai luas tulangan yang digunakan dirangkum pada tabel di bawah ini:
Lapangan Tumpuan
Lantai Atap 2 2
(mm ) (mm )
Tulangan Atas 438 438
Tulangan Bawah 474 438
b. Jumlah tulangan
Dimensi tulangan yang digunakan diameter 16 mm.
2
d
Ab =π×
4
132
=π× → 132,786 mm2
4
Untuk tulangan atas daerah lapangan:
61

As
Jumlah Tul =
Ab
438
= → 3,29 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Untuk tulangan bawah daerah lapangan:
As
Jumlah Tul =
Ab
474
= → 3,57 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Untuk tulangan atas daerah tumpuan:
As
Jumlah Tul =
Ab
438
= → 3,29 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Untuk tulangan bawah daerah tumpuan:
As
Jumlah Tul =
Ab
438
= → 3,29 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Jarak antar tulangan:
S =
lebar balok−( 2× selimut beton )−( 2 ×tul . sengkang ) −( jmltul × d tul)
Jumlah Tulangan−1
300 mm−( 2 × 40 )−( 2 ×10 ) −( 4 ×13)
S =
4−1
S = 49,33 mm ≥ 25 mm (Jarak min tulangan sesuai SNI 2847:2013
Pasal 7.6.)
Karena jarak tulangan > 25 mm, maka tulangan dibuat 1 baris
c. Rekap penulangan balok atap
62

Tulangan Atas Tulangan Bawah


Lantai Atap
Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan
2
Momen (mm ) 438 438 474 438
Jumlah (batang) 4 4 4 4
Jarak (mm) 49,333 49,333 49,333 49,333

Tulangan Sengkang

Gaya geser maksimum dari ETABS: 596,29 kN


φ Vc = φ × (0,17 × λ × √fc’ × b × d)
= 0,75 × (0,17 × 1 × √35 × 300 × 393,5 → 89045,1 N ≈ 89,045 kN
1 1
φ Vc = ×89045,1 → 44522,6 N ≈ 44,523 kN
2 2
VC1 = 0,33 × √fc’ × b × d
= 0,33 × √35 × 300 × 393,5 → 230470 N ≈ 230,47 kN
63

VC2 = 0,66 × √fc’ × b × d


= 0,66 × √35 × 300 × 393,5 → 460940 N ≈ 460,94 kN
Karena Vu (596,29 kN) > φVc (89,045 kN), maka diperlukan tulangan geser.
Berdasarkan buku Perencanaan Struktur Beton Bertulang Agus Setiawan
halaman 103, perhitungannya adalah sebagai berikut:
V U −φ V C
Vs =
φ
596,29−89,045
= → 640,326 kN
0,75
2× π × d 2
Av =
4
2
2× π ×10
= → 157,143 mm2
4
Karena VC1 < Vs, maka jarak ditentukan dari nilai yang terkecil antara:
d
s1 =
2
393,5
= → 196,75 mm
2
Av ×f yt
s2 =
0,35× b
157,143× 420
= → 628,571 mm
0,35 ×300
s3 = 600 mm
Nilai yang terkecil dari persamaan di atas adalah s1 (196,75 mm), maka
penulangan geser pada balok atap menggunakan sengkang D10-150.
4.2.2. Penulangan balok lantai 4
Tulangan lentur
a. Menentukan luas kebutuhan tulangan
Luas kebutuhan tulangan dapat diketahui melalui ETABS pada gambar
di bawah ini:
64

Nilai luas tulangan yang digunakan dirangkum pada tabel di bawah ini:
Lapangan Tumpuan
Lantai 4 2 2
(mm ) (mm )
Tulangan Atas 438 565
Tulangan Bawah 582 438
b. Jumlah tulangan
Dimensi tulangan yang digunakan diameter 16 mm.
2
d
Ab =π×
4
132
=π× → 132,786 mm2
4
Untuk tulangan atas daerah lapangan:
65

As
Jumlah Tul =
Ab
438
= → 3,29 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Untuk tulangan bawah daerah lapangan:
As
Jumlah Tul =
Ab
582
= → 4,38 ≈ 5 Tulangan
132,786
Digunakan 5D13
Untuk tulangan atas daerah tumpuan:
As
Jumlah Tul =
Ab
565
= → 4,25 ≈ 5 Tulangan
132,786
Digunakan 5D13
Untuk tulangan bawah daerah tumpuan:
As
Jumlah Tul =
Ab
438
= → 3,29 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Jarak antar tulangan:
S =
lebar balok−( 2× selimut beton )−( 2 ×tul . sengkang ) −( jmltul × d tul)
Jumlah Tulangan−1
300 mm−( 2 × 40 )−( 2 ×10 ) −(5 ×13)
S =
5−1
S = 33,75 mm ≥ 25 mm (Jarak min tulangan sesuai SNI 2847:2013
Pasal 7.6.)
Karena jarak tulangan > 25 mm, maka tulangan dibuat 1 baris
c. Rekap penulangan balok lantai 4
66

Tulangan Atas Tulangan Bawah


Lantai 4
Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan
2
Momen (mm ) 438 565 582 438
Jumlah (batang) 4 5 5 4
Jarak (mm) 49,333 33,750 33,750 49,333

Tulangan Sengkang

Gaya geser maksimum dari ETABS: 617,21 kN


φ Vc = φ × (0,17 × λ × √fc’ × b × d)
= 0,75 × (0,17 × 1 × √35 × 300 × 393,5 → 89045,1 N ≈ 89,045 kN
1 1
φ Vc = ×89045,1 → 44522,6 N ≈ 44,523 kN
2 2
VC1 = 0,33 × √fc’ × b × d
= 0,33 × √35 × 300 × 393,5 → 230470 N ≈ 230,47 kN
67

VC2 = 0,66 × √fc’ × b × d


= 0,66 × √35 × 300 × 393,5 → 460940 N ≈ 460,94 kN
Karena Vu (617,21 kN) > φVc (89,045 kN), maka diperlukan tulangan geser.
Berdasarkan buku Perencanaan Struktur Beton Bertulang Agus Setiawan
halaman 103, perhitungannya adalah sebagai berikut:
V U −φ V C
Vs =
φ
617,21−89,045
= → 704,22 kN
0,75
2× π × d 2
Av =
4
2
2× π ×10
= → 157,143 mm2
4
Karena VC1 < Vs, maka jarak ditentukan dari nilai yang terkecil antara:
d
s1 =
2
393,5
= → 196,75 mm
2
Av ×f yt
s2 =
0,35× b
157,143× 420
= → 628,571 mm
0,35 ×300
s3 = 600 mm
Nilai yang terkecil dari persamaan di atas adalah s1 (196,75 mm), maka
penulangan geser pada balok lantai 4 menggunakan sengkang D10-150.
4.2.3. Penulangan balok lantai 3
Tulangan lentur
a. Menentukan luas kebutuhan tulangan
Luas kebutuhan tulangan dapat diketahui melalui ETABS pada gambar
di bawah ini:
68

Nilai luas tulangan yang digunakan dirangkum pada tabel di bawah ini:
Lapangan Tumpuan
Lantai 3 2 2
(mm ) (mm )
Tulangan Atas 438 631
Tulangan Bawah 580 438
b. Jumlah tulangan
Dimensi tulangan yang digunakan diameter 16 mm.
d2
Ab =π×
4
2
13
=π× → 132,786 mm2
4
Untuk tulangan atas daerah lapangan:
69

As
Jumlah Tul =
Ab
438
= → 3,29 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Untuk tulangan bawah daerah lapangan:
As
Jumlah Tul =
Ab
580
= → 4,37 ≈ 5 Tulangan
132,786
Digunakan 5D13
Untuk tulangan atas daerah tumpuan:
As
Jumlah Tul =
Ab
631
= → 4,75 ≈ 5 Tulangan
132,786
Digunakan 5D13
Untuk tulangan bawah daerah tumpuan:
As
Jumlah Tul =
Ab
438
= → 3,29 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Jarak antar tulangan:
S =
lebar balok−( 2× selimut beton )−( 2 ×tul . sengkang ) −( jmltul × d tul)
Jumlah Tulangan−1
300 mm−( 2 × 40 )−( 2 ×10 ) −(5 ×13)
S =
5−1
S = 33,75 mm ≥ 25 mm (Jarak min tulangan sesuai SNI 2847:2013
Pasal 7.6.)
Karena jarak tulangan > 25 mm, maka tulangan dibuat 1 baris
c. Rekap penulangan balok lantai 3
70

Tulangan Atas Tulangan Bawah


Lantai 3
Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan
2
Momen (mm ) 438 631 580 438
Jumlah (batang) 4 5 5 4
Jarak (mm) 33,750 33,750 33,750 33,750

Tulangan Sengkang

Gaya geser maksimum dari ETABS: 625,69 kN


φ Vc = φ × (0,17 × λ × √fc’ × b × d)
= 0,75 × (0,17 × 1 × √35 × 300 × 393,5 → 89045,1 N ≈ 89,045 kN
1 1
φ Vc = ×89045,1 → 44522,6 N ≈ 44,523 kN
2 2
VC1 = 0,33 × √fc’ × b × d
= 0,33 × √35 × 300 × 393,5 → 230470 N ≈ 230,47 kN
71

VC2 = 0,66 × √fc’ × b × d


= 0,66 × √35 × 300 × 393,5 → 460940 N ≈ 460,94 kN
Karena Vu (617,21 kN) > φVc (89,045 kN), maka diperlukan tulangan geser.
Berdasarkan buku Perencanaan Struktur Beton Bertulang Agus Setiawan
halaman 103, perhitungannya adalah sebagai berikut:
V U −φ V C
Vs =
φ
625,29−89,045
= → 714,993 kN
0,75
2× π × d 2
Av =
4
2
2× π ×10
= → 157,143 mm2
4
Karena VC1 < Vs, maka jarak ditentukan dari nilai yang terkecil antara:
d
s1 =
2
393,5
= → 196,75 mm
2
Av ×f yt
s2 =
0,35× b
157,143× 420
= → 628,571 mm
0,35 ×300
s3 = 600 mm
Nilai yang terkecil dari persamaan di atas adalah s1 (196,75 mm), maka
penulangan geser pada balok lantai 3 menggunakan sengkang D10-150.
4.2.4. Penulangan balok lantai 2
Tulangan lentur
a. Menentukan luas kebutuhan tulangan
Luas kebutuhan tulangan dapat diketahui melalui ETABS pada gambar
di bawah ini:
72

Nilai luas tulangan yang digunakan dirangkum pada tabel di bawah ini:
Lapangan Tumpuan
Lantai 2 2 2
(mm ) (mm )
Tulangan Atas 438 626
Tulangan Bawah 581 438
b. Jumlah tulangan
Dimensi tulangan yang digunakan diameter 16 mm.
d2
Ab =π×
4
2
13
=π× → 132,786 mm2
4
Untuk tulangan atas daerah lapangan:
73

As
Jumlah Tul =
Ab
438
= → 3,29 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Untuk tulangan bawah daerah lapangan:
As
Jumlah Tul =
Ab
581
= → 4,37 ≈ 5 Tulangan
132,786
Digunakan 5D13
Untuk tulangan atas daerah tumpuan:
As
Jumlah Tul =
Ab
626
= → 4,71 ≈ 5 Tulangan
132,786
Digunakan 5D13
Untuk tulangan bawah daerah tumpuan:
As
Jumlah Tul =
Ab
438
= → 3,29 ≈ 4 Tulangan
132,786
Digunakan 4D13
Jarak antar tulangan:
S =
lebar balok−( 2× selimut beton )−( 2 ×tul . sengkang ) −( jmltul × d tul)
Jumlah Tulangan−1
300 mm−( 2 × 40 )−( 2 ×10 ) −(5 ×13)
S =
5−1
S = 33,75 mm ≥ 25 mm (Jarak min tulangan sesuai SNI 2847:2013
Pasal 7.6.)
Karena jarak tulangan > 25 mm, maka tulangan dibuat 1 baris
c. Rekap penulangan balok lantai 3
74

Tulangan Atas Tulangan Bawah


Lantai 2
Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan
2
Momen (mm ) 438 626 581 438
Jumlah (batang) 4 5 5 4
Jarak (mm) 49,333 33,750 33,750 49,333

Tulangan Sengkang

Gaya geser maksimum dari ETABS: 633,12 kN


φ Vc = φ × (0,17 × λ × √fc’ × b × d)
= 0,75 × (0,17 × 1 × √35 × 300 × 393,5 → 89045,1 N ≈ 89,045 kN
1 1
φ Vc = ×89045,1 → 44522,6 N ≈ 44,523 kN
2 2
VC1 = 0,33 × √fc’ × b × d
= 0,33 × √35 × 300 × 393,5 → 230470 N ≈ 230,47 kN
75

VC2 = 0,66 × √fc’ × b × d


= 0,66 × √35 × 300 × 393,5 → 460940 N ≈ 460,94 kN
Karena Vu (633,12 kN) > φVc (89,045 kN), maka diperlukan tulangan geser.
Berdasarkan buku Perencanaan Struktur Beton Bertulang Agus Setiawan
halaman 103, perhitungannya adalah sebagai berikut:
V U −φ V C
Vs =
φ
633,12−89,045
= → 725,433 kN
0,75
2× π × d 2
Av =
4
2
2× π ×10
= → 157,143 mm2
4
Karena VC1 < Vs, maka jarak ditentukan dari nilai yang terkecil antara:
d
s1 =
2
393,5
= → 196,75 mm
2
Av ×f yt
s2 =
0,35× b
157,143× 420
= → 628,571 mm
0,35 ×300
s3 = 600 mm
Nilai yang terkecil dari persamaan di atas adalah s1 (196,75 mm), maka
penulangan geser pada balok lantai 2 menggunakan sengkang D10-150.
76

4.3. Perhitungan Penulangan Kolom


4.3.1. Penulangan kolom lantai 3 dan 4
Tulangan Utama
Gaya aksial (Pu) yang digunakan = 2025 kN (Dari Etabs)
Dimensi tulangan yang digunakan diameter 16 mm.
4
Pnxfy 2052 x 10 x 420
As = '
= =1810,58 mm2
0.85 x f c x Ag 0.85 x 30 x 400 x 400
As/Ag = 1%-8%
As 1810,58
= =1,13 % (Masuk kedalam 1−8 %)
Ag 400 x 400
d2 2
Ab = π × = π × 16 = 200.96 mm2
4 4
Untuk tulangan utama:
As 1810,58
Jumlah Tul = = =9,01 ≈ 10 Buah
Ab 200.96
DIGUNAKAN 10 D16
Tulangan Geser
Gaya Geser yang digunakan: 921 kN
4
Vn xfy 921 x 10 x 420
As geser = = =734,4 mm 2
0.85 x f c x Ag 0.85 x 30 x 400 x 400
'

Dengan menggunakan tulangan diameter 13 mm, jarak antar tulangan adalah:


Ab = π × r2 = π × 52 = 78.5 mm2
78.5
s = 1000 × Ab/As = 1000 × → 106,89 mm
734,4
Digunakan D10 - 100
4.3.2. Penulangan kolom lantai 1 ke 2
Tulangan Utama
Gaya aksial (Pu) yang digunakan = 2631 kN (Dari Etabs)
Dimensi tulangan yang digunakan diameter 16 mm.
4
Pnxfy 2 631 x 10 x 420
As = = =2321,4 mm 2
0.85 x f c x Ag 0.85 x 30 x 400 x 400
'

As/Ag = 1%-8%
77

As 2321,4
= =1 , 4 % (Masuk kedalam1−8 %)
Ag 400 x 400
d2 2
Ab = π × = π × 16 = 200.96 mm2
4 4
Untuk tulangan utama:
As 2321,4
Jumlah Tul = = =11,55 ≈ 12 Buah
Ab 200.96
DIGUNAKAN 12 D16
Tulangan Geser
Gaya Geser yang digunakan: 921 kN
4
Vnxfy 921 x 10 x 420
As geser = = =734,4 mm 2
0.85 x f c x Ag 0.85 x 30 x 400 x 400
'

Dengan menggunakan tulangan diameter 13 mm, jarak antar tulangan adalah:


Ab = π × r2 = π × 52 = 78.5 mm2
78.5
s = 1000 × Ab/As = 1000 × → 106,89 mm
734,4
4.3.3. Rekap Penulangan kolom
Kolom As Ab Penulangan Penulangan
utama Sengkang
Lantai 3-4 dan 4 ke atap 1810,58 200.96 10 D16 D10 – 100
Lanta 1-2 dan 2-3 2321,4 200,96 12 D16 D10 - 100
78

BAB V
GAMBAR DETAIL STRUKTUR
79

Anda mungkin juga menyukai