ASMA BRONKIALE
Disusun oleh:
Dokter Pendamping:
Ferry Fadilah, dr.
Murniati, dr.
LAPORAN KASUS
Usia : 49 tahun
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Pendidikan : S1
1.2. Anamnesis
Anamnesis Khusus:
Pasien datang ke IGD RSUD Malingping dengan keluhan sesak nafas sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan setelah pasien mengikuti kegiatan
studi wisata. Keluhan dirasakan sebanyak 3-4 kali/hari. Sesak nafas terutama dirasakan
saaat pasien kelelahan. Keluhan disertai batuk berdahak. Keluhan disertai nyeri ulu hati
dan mual. Keluhan tidak disertai demam ataupun pilek. Keluhan tidak disertai muntah.
dan sempat dirawat di RSUD Malingping. Setelah dirawat, pasien merasa sudah
sembuh. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tipe II tidak ada. Riwayat penyakit
asma ada sejak pasien masih kecil. Terdapat keluarga yang mengalami keluhan serupa,
Status Generalisata
Tanda-Tanda Vital
Kepala
Normocephali
Mata
THT
Leher
Toraks
Pulmo
Abdomen
Datar lembut
BU (+) normal
Ekstremitas
1.4. Diagnosis
1.5. Tatalaksana
Medikamentosa
Metilprednisolon 3x16 mg PO
Omeprazole 1x40 mg IV
Bromhexin 3x1 PO
CTM 3x4 mg PO
Deksametason 3x1 PO
Non Medikamentosa
Edukasi pada keluarga pasien untuk memantau asupan makanan pada pasien
1.6. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan
ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan
saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan
menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan
kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran
napas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan
2.2. Epidemiologi
berat saat terpapar allergen; debu, tungau, hewan, jamur, bahan kimia aerosol, asap
rokok, obat (aspirin, penyekat B), olah raga, polen, infeksi pernafasan, stress
emosional.1
2.4. Klasifikasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel.
Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus
inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat
asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan
pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas
reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Alergen
akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast
newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi ini timbul antara
6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil,
sel T CD4+, neutrofil dan makrofag. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi
kronik. Sel tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast
dan otot polos bronkus. Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+
subtipe Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4
berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi
sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi,
aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Sel epitel yang teraktivasi
mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi
membran markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau
masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule
sel epitel. Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam
sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain
LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi
protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil
peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel
saluran napas. Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi.
Cross-linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast yang
mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan protease serta newly generated
mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan
sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF. Makrofag dapat
menghasilkan berbagai mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin.
Selain berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway
fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-. Proses inflamasi kronik pada asma akan
menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses
selsel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan
regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama
menghasilkan jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam
struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui
proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel
perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot
polos dan kelenjar mukus. Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses
inflamasi dan remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling,
juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks
interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot
Karakteristik gejala asma adalah adanya serangan episodik mengi, sesak napas,
dan batuk yang bervariasi, dapat muncul secara spontan maupun dengan berjalannya
terapi. Gejala dapat memburuk pada malam hari dan pasien biasanya bangun pagi buta.
Pasien dapat mengeluhkan kesulitan bernapas dengan gejala tidak jelas seperti rasa
berat di dada. Awalnya batuk tanpa disertai sekret, namun terjadi peningkatan produksi
mukus kental yang sulit dikeluarkan, meningkatnya laju napas & ada penggunaan otot
gatal di bawah dagu, rasa tidak nyaman di antara skapula, atau perasaan takut.2
Ronkhi pada fase inspirasi & ekspirasi dapat ditemukan di seluruh lapang paru,
dapat ditemukan juga hiperinflasi. Pada beberapa pasien, terutama anak-anak, ada yang
gejalanya hanya batuk tanpa disertai dahak atau mengi, dikenal dengan istilah cough-
variant asthma. Bila hal ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala
asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus
non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas maupun
perubahan cuaca.2
2.7. Diagnosis
2. Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada dan berdahak
Riwayat alergi/atopi
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi
pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan nafas. Pada
keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran nafas, edema, dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran; maka sebagai kompensasi penderita bernafas pada volume paru
yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran nafas. Hal itu meningkatkan
kerja pernafasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak nafas, mengi, dan
hiperinflasi.3
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang
sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara,
Dewasa:
1. PPOK
2. Bronkitis kronik
6. Emboli paru3
Anak :
2. Laringotrakeomalasia
4. Tumor
5. Stenosis trakea
6. Bronkiolitis3
2.9. Penalatalaksanaan
hiposensitisasi.
agonis beta 2, dapat diberikan secara inhalasi atau nebulizer. Aminofilin dapat
Kortikosteroid digunakan pada serangan asma akut atau terapi pemeliharaan. Selain
2.9.2. Pengobatan:
a. Pencegah (controller)
Adalah obat yang dipakai setiap hari dalam jangka panjang untuk menjaga
agar gejala asma tetap terkendali melalui efek anti inflamasi obat. Termasuk
golongan ini antara lain glukokortikoid inhalasi dan sistemik, leukotriene modifiers,
lepas lambat, kromon, dan anti IgE. Glukokortikoid inhalasi adalah pengobatan
golongan ini adalah beta 2 agonis inhalasi kerja cepat, antikolinergik inhalasi, teofilin
pengobatan yang akan kita berikan. Setelah menilai status kontrol asma pada pasien,
pengobatan yang diberikan meliputi reliever untuk menangani gejala akut yang
dimulai pada step 2 (atau bila gejala sangat berat, step 3). Bila asma tidak terkontrol
sebagai asma yang sulit diobati. Pada pasien ini dapat dilakukan kontrol yang sebisa
jalan nafas sehingga dapat mencapai efek terapi dengan efek samping yang minimal.
Penggunaan inhaler juga harus diajarkan kepada pasien sehingga pasien dapat
menegakkan step yang lebih rendah dan dosis pengobatan untuk meminimalisir biaya
Secara tipikal, pasien perlu datang satu hingga tiga bulan setelah kunjungan
pertama dan tiga bulan sekali setelahnya. Setelah eksaserbasi, follow up harus
terjadi selama 1 bulan, namun harus ditinjau pula teknik medikasi, kepatuhan,
tergantung apakah ada pilihan yang lebih efektif, keamanan, dan harga obat,
Bila kontrol terjadi selama minimal 3 bulan, step down secara bertahap.
mempertahankan kontrol.4
nafas yang progresif, batuk, mengi, atau chest tightness atau kombinasi dari gejala –
gejala ini. Asma berat dapat mengancam jiwa sehingga penanganannya harus
diperhatikan dengan baik. Pasien dengan resiko tinggi asma yang berhubungan
dengan kematian memerlukan perhatian yang lebih dan harus dipacu untuk mencari
Dengan riwayat asma yang fatal sehingga memerlukan intubasi dan ventilasi
mekanik
Yang dirawat atau datang ke UGD karena asma dalam 1 tahun terakhir
Yang sekarang sedang menggunakan atau baru berhenti menggunakan
glukokortikoid oral
pengguna sedatif
x/menit.
- PEF kurang dari 60% nilai yang diprediksi, walaupun telah diterapi inisial
- Pasien kelelahan
penyambuhan
perawatan di rumah sakit yang lebih rendah dan perkembangan PEV dan
2. Jaclyn Quirt, Kyla J. Hildebrand, Harold Kim et all. Asthma. PubMed Central.
2018.
3. Mary Spitak Bilitski MSN, RN, Sally Wenzel MD; Cathy Vitari BSN, RN AE-C.
4. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. 2018.