Anda di halaman 1dari 57

MINI PROJECT

GAMBARAN INDEKS MASA TUBUH PADA PASIEN


TUBERKULOSIS DEWASA
DI DESA MALINGPING UTARA, KECAMATAN MALINGPING

Disusun oleh:

Farah Eka Salsabela, dr.

Dokter Pendamping:

Ayi Irma Marliana, dr.

Disusun Dalam Rangka Mengikuti Kegiatan Internsip Dokter Indonesia Periode


Februari 2019 s/d Februari 2020 di Puskesmas Malingping
Lebak - Banten
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kesempatan kepada saya dalam menyelesaikan laporan mini project ini. Laporan ini
dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Program Internsip Dokter
Indonesia. Saya tidak mungkin dapat menyelesaikan laporan ini tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayi Irma Marliana, dr., selaku pendamping Internsip di Puskesmas Malingping
yang telah memberi arahan kepada saya dalam pengerjaan mini project ini.
2. Juju Suardi, SKM, MM. Kes., sebagai Kepala Puskesmas Malingping yang telah
memberikan data dalam pengerjaan mini project ini.
3. Endang Sularmi, S. ST., sebagai pemegang program TB yang telah memberikan
data dan arahan dalam pengerjaan mini project ini.
4. Budhi Mulyanto, dr., selaku Kasie SDMK Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak yang
telah membimbing dan memberikan masukan.
5. Tenaga medis dan nonmedis Puskesmas Malingping, yang telah membantu
pengumpulan dan pengolahan data.
6. Responden yang ikut berpartisipasi sebagai subjek penelitian untuk mini project ini.
7. Orangtua dan keluarga serta teman-teman seperjuangan internsip penulis, yang
telah memberikan dukungan dan doa dalam penyelesaian mini project ini.
Saya berharap hasil studi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan seluruh
pihak terkait.

Malingping, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii

DAFTAR TABEL………………………………………………………………...vi

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….vii

DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………..viii

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….ix

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….…1

1.1. Latar Belakang………………………………………………………….….1

1.2. Identifikasi Masalah……………………………………………………… .4

1.3. Tujuan Penelitian……………………………………………………….….4

1.4. Kegunaan Penelitian……………………………………………………….5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………..6

2.1. Tuberkulosis………………………………………………………………..6

2.1.1. Definisi dan Etiologi……………………………………………………….6

2.1.2. Epidemiologi……………………………………………………………….7

2.1.3. Transmisi…………………………………………………………………...9

2.1.4. Klasifikasi………………………………………………………………...10

2.1.5. Patogenesis………………………………………………………………..14

2.1.6. Manifestasi Klinis…….…...……………………………………………...15

iii
2.1.7. Diagnosis………………………………………………………………….16

2.1.8. Pengobatan………………………………………………………………..19

2.2. Indeks Masa Tubuh……………………………………………………...…21

2.2.1. Definisi…………………………………………………………………....21

2.2.2. Klasifikasi..……………………………………………………………….21

2.2.3. Klasifikasi Status Nutrisi………………………………...………………..23

2.3. TB dan Penurunan Indeks Masa Tubuh…..………………………...……...23

2.4. Kerangka Pemikiran…………………………………………………….....25

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………….26

3.1. Rancangan Penelitian……………………………………………………...26

3.2. Lokasi Penelitian……………..……………………………………………26

3.3. Waktu Penelitian………...………...……………………………………….26

3.4. Subjek Penelitian………….……………………………………………….26

3.5. Seleksi……………………………………………………………………..27

3.5.1. Kriteria Inklusi…………………………………………………………....27

3.5.2. Kriteria Eksklusi…………………………………………………………..27

3.6. Variabel Penelitian dan Deskripsi Operasional Variabel………………......28

3.6.1. Variabel Penelitian……………………………………………………......28

3.6.2. Deskripsi Operasional Variabel…………………………………………...28

3.7. Instrumen Penelitian……………………………………………………....29

3.7.1. Lembar Identitas Responden……………………………………………...29

3.7.2. Rekam Medis Status Gizi………..………………………………………..30

3.8. Pengumpulan dan Analisis Data…………………………………………...30

iv
3.9. Etika Penelitian…………………………………………………………….32

BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………………..33

4.1. Profil Desa Malingping Utara……………………………………………...33

4.1.1. Gambaran Umum…………………………………………………………..33

4.1.2. Kependudukan/Demografi………………………………………………...34

4.1.3. Kondisi Sosial Masyarakat………………………………………………...35

4.2. Hasil Penelitian………………………………………………………………36

4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian…………………………………………….36

4.2.2. Tingkat Indeks Masa Tubuh Berdasarkan Karakteristik…………………...37

4.3. Pembahasan………………………………………………………………….38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………..41

5.1. Kesimpulan…………………………………………………………………..41

5.2. Saran…………………………………………………………………………41

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….....42

LAMPIRAN……………………………………………………………………...46

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel………………………………………....28

Tabel 3.2. Karakteristik Subjek Penelitian………………………………………..30

Tabel 3.3. Tingkat Indeks Masa Tubuh Berdasarkan Karakteristik………………31

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk…………………………….……..............................34

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur…………………….35

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan………………35

Tabel 4.4. Hasil Penelitian dalam Karakteristik Subjek Penelitian………..…….36

Tabel 4.5. Hasil Penelitian dalam Tingkat Indeks Masa Tubuh Berdasarkan
Karakteristik…………………………………………………………..37

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Grafik Pencapaian Kasus TB Paru BTA (+) Kabupaten Lebak Tahun

2009 - 2013…………………………………………………………..8

Gambar 2.2. Skema Alur (Algoritme) Diagnosis TB Paru Dewasa………………18

Gambar 2.3. Perbandingan Klasifikassi IMT Menurut WHO dan Asia Pasifik….22

Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran………………………………………...25

vii
DAFTAR SINGKATAN

ART: Antiretroviral Therapy

ARTI: Annual Risk of Tuberculosis Infection

BTA: Basil Tahan Asam

CAP: Community – Acquired Pneumonia

E: Etambutol

Hb: Hemoglobin

HIV: Human Immunodeficiency Virus

IMT: Indeks Masa Tubuh

INH: Isoniazid

LAM: Lipoarabinomannan

MAC: Mycobacterium complex

MDGs: Millenium Development Goals

Mtb: Mycobacterium tuberculosis

OAT: Obat Anti TB

PKM: Pusat Kesehatan Masyarakat

R: Rifampisin

S: Streptomisin

SDGs: Sustainable Development Goals

TB: Tuberkulosis

WHO: World Health Organization

Z: Pirazinamid
viii
GAMBARAN INDEKS MASA TUBUH PADA PASIEN

TUBERKULOSIS DEWASA DI DESA MALINGPING UTARA,

KECAMATAN MALINGPING

MINI PROJECT

FARAH EKA SALSABELA

Lembar ini menyatakan bahwa kami telah memeriksa salinan mini project hasil karya

penulis dengan nama di atas dan menyatakan telah lengkap dan memuaskan dalam segala

aspek untuk diajukan dalam presentasi mini project

Malingping, 28 Mei 2019

Dokter Penguji Dokter Pendamping Penulis

Budhi Mulyanto, dr. Ayi Irma Marliana, dr. Farah Eka Salsabela, dr.

9
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan suatu masalah kesehatan umum utama dan

menjadi salah satu ancaman terbesar di dunia, khususnya bagi negara-negara

berkembang.1,2 TB menjadi salah satu penyebab utama kematian pada orang dewasa di

negara-negara berkembang, dan menjadi salah satu permasalahan dalam bidang

kesehatan yang paling penting di Indonesia.3 Pemberantasan TB dunia berubah dari

Millenium Development Goals (MDGs) menjadi Sustainable Development Goals

(SDGs), dan dari Strategi Menghentikan TB (Stop TB Strategy) menjadi Strategi

Mengakhiri TB (End TB Strategy) di tahun 2015.2

Jumlah pasien TB diperkirakan mencapai 9,6 juta orang di seluruh dunia; terdiri

dari 5,4 juta pria; 3,2 juta wanita, dan 1 juta anak-anak pada tahun 2014.2 TB telah

membunuh 1,5 juta orang, yang terdiri dari 890.000 pria, 480.000 wanita, dan 140.000

anak-anak di tahun yang sama.2 Insidensi TB dunia menurun hingga rata-rata 1,5 %

per tahun sejak tahun 2000 dan di tahun 2014 turun 18 % lebih rendah dibandingkan

insidensi tahun 2000.2 Hal ini menjadi salah satu perhatian utama dunia, khususnya

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan jumlah penderita TB terbesar di dunia.4

1
2

Pedoman Nasional Pelayanan Tuberkulosis 2013 menunjukkan bahwa

Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah India, Cina, dan Afrika Selatan,

dengan 0,38-0,54 juta kasus pada tahun 2011.5 World Health Organization (WHO)

menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua penderita TB terbesar di dunia

dengan prevalensi 647 per 100.000 pada tahun 2014.2

Sebanyak 176.677 kasus baru Basil Tahan Asam (BTA) (+) ditemukan pada

tahun 2014 di Indonesia; menurun jika dibandingkan jumlah kasus baru BTA (+) pada

tahun 2013 yang mencapai 196.310 kasus.6 Proporsi pasien baru dengan BTA (+)

dalam seluruh kasus di Provinsi Banten sebesar 65 %.7 Hal tersebut membuat Provinsi

Banten termasuk dalam 15 provinsi dengan proporsi pasien BTA (+) dalam seluruh

kasus terendah di Indonesia.6

Sebanyak 743 penderita TB paru BTA (+) ditemukan pada tahun 2013 di

Kabupaten Lebak (55 % dari perkiraan TB paru BTA (+)); menurun jika dibandingkan

jumlah penderita TB paru BTA (+) pada tahun 2012 yang mencapai 921 penderita (69,3

% dari perkiraan BTA (+)).7

Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) Malingping merupakan fasilitas kesehatan

tingkat pertama utama di Kecamatan Malingping. PKM Malingping memiliki 8 desa

binaan, terdiri dari Malingping Utara, Malingping Selatan, Sukaraja, Kersaratu,

Pagelaran, Cilangkahan, Sukamanah, dan Kadujajar. Desa Malingping Utara yang

terletak di Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak menempati urutan kedua dengan


3

angka insidensi tertinggi di Kecamatan Malingping setelah Desa Kadujajar, sebesar 16

%.

Malnutrisi sering dijumpai pada pasien yang menderita TB, namun pendataan

status nutrisi pada pasien tersebut masih belum terdokumentasi dengan baik.8

Prevalensi malnutrisi, khususnya undernutrition, pada pasien TB dewasa tinggi di

dunia, khususnya negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.9 Seperempat pasien

TB yang terdokumentasi dalam kasus baru TB mengalami undernutrition di seluruh

dunia.9

Malnutrisi pada pasien TB ditandai dengan adanya penurunan secara signifikan

terhadap Indeks Masa Tubuh (IMT); skinfold thickness (trisep, bisep, subskapula, dan

suprailiaka); lingkar lengan atas bagian tengah; proporsi lemak; dan konsentrasi serum

albumin, hemoglobin (Hb) darah, plasma retinol, dan plasma seng.8 Body wasting,

meliputi penurunan pada IMT, skinfold thickness, lean tissue, lingkar lengan atas

bagian tengah, dan proporsi lemak, menjadi ciri khas dari pasien TB.10 Wasting

disebabkan adanya kombinasi dari penurunan nafsu makan (menyebabkan penurunan

asupan energi) dan perubahan metabolisme sebagai bagian dari respon imun tubuh.

Wasting menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi tubuh, sehingga jika dibiarkan

akan menyebabkan kematian pada pasien TB.10 Pasien TB dapat mengalami wasting

selama berbulan-bulan, bahkan setelah pasien mulai menjalani terapi anti-TB.10

Seseorang yang mengalami IMT rendah akan mengalami penurunan fungsi

sistem imun tubuh, sehingga terjadi penurunan kemampuan untuk melawan infeksi,
4

seperti infeksi TB, dan kemampuan untuk mengontrol perkembangan penyakit.9

Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami TB aktif menyebabkan

penurunan asupan nutrisi dan menyebabkan terjadinya penurunan berat badan.9 Status

nutrisi yang buruk pada pasien TB disebabkan oleh anoreksia, absorpsi nutrisi yang

terganggu, atau peningkatan katabolisme tubuh.8 Malnutrisi pada pasien TB ini akan

menyebabkan permasalahan kesehatan yang lebih serius, seperti peningkatan angka

mortalitas, jika tidak teridentifikasi segera.9 Penelitian mengenai pengobatan pasien

TB secara nutrisi belum banyak dilakukan; sebagian besar penelitian mengenai

pengobatan pasien TB membahas tentang pengobatan TB secara farmakologi.

Atas alasan tersebut di atas, maka peneliti melakukan penelitian deskriptif

dengan judul, “Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Pasien Tubekulosis di Desa

Malingping Utara, Kecamatan Malingping”.

1.2. Identifikasi Masalah

Pertanyaan penelitian berdasarkan latar belakang tersebut adalah: Berapa

proporsi Indeks Masa Tubuh pada pasien Tuberkulosis dewasa di Desa Malingping

Utara, Kecamatan Malingping?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi Indeks Masa Tubuh pada

pasien Tuberkulosis dewasa di Desa Malingping Utara, Kecamatan Malingping.


5

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terutama dalam hal data

ilmiah mengenai gambaran Indeks Masa Tubuh pada pasien Tuberkulosis di Desa

Malingping Utara, Kecamatan Malingping, yang diharapkan ke depannya dapat

menjadi pedoman dalam memberikan penatalaksanaan nutrisi sebagai salah satu

indikator penting untuk kesembuhan pasien dan meningkatkan angka kesembuhan

pada pasien TB dewasa di Desa Malingping Utara, Kecamatan Malingping.

Penelitian ini diharapkan juga dapat mengembangkan pengobatan yang lebih

efektif pada pasien TB dewasa dan berkontribusi dalam upaya mensukseskan MDGs

dan End TB Strategy.

Penelitian ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat tentang pentingnya

status nutrisi yang baik bagi kesehatan, khususnya pada pasien TB yang mengalami

penurunan nafsu makan dan berat badan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Definisi dan Etiologi

TB adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri

berbentuk batang Mycobacterium tuberculosis (Mtb) dan dapat menyerang berbagai

organ, khusunya paru-paru.11 Definisi lain meneyebutkan bahwa tuberkulosis

merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium complex (MAC).12

Penyakit TB yang tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menyebabkan

komplikasi berbahaya hingga kematian.11

Mtb dan beberapa spesies Mycobacterium lainnya, seperti Mycobacterium

bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti, Mycobacterium caprae,

Mycobacterium pinnipedii, Mycobacterium canetti, dan Mycobacterium mungi,

merupakan bagian dari MAC, yang sebagian besar ditemukan dapat menyebabkan

penyakit pada manusia, dalam hal ini penyakit TB.13,14

Mtb termasuk dalam genus Mycobacterium yang memiliki lebih dari 80 spesies

lainnya.12 Bakteri ini berbentuk batas lurus tipis dengan ukuran 0.4 x 0.3 µm.14 Bakteri

ini merupakan bakteri aerob, tidak motil, tidak membentuk spora, dan memiliki dinding

6
7

sel yang terdiri dari asam mikolat (suatu jenis lemak yang memiliki berat molekul

tinggi).14

Mtb memiliki cell envelope (struktur berlapis banyak kompleks yang berfungsi

untuk melindungi organisme dari faktor lingkungan yang sering tak terprediksi dan

tidak mendukung) dan terdiri dari 3 makro molekul yang berikatan satu sama lain

dalam bentuk ikatan kovalen (peptidoglikan, arabinogalaktan, dan asam mikolat) dan

LAM (lipoarabinomannan; suatu jenis lipopolisakarida).12,15

2.1.2. Epidemiologi

Jumlah pasien TB diperkirakan mencapai 9,6 juta orang di seluruh dunia; terdiri

dari 5,4 juta pria; 3,2 juta wanita; dan 1 juta anak-anak pada tahun 2014.2 TB telah

membunuh 1,5 juta orang, yang terdiri dari 890.000 pria, 480.000 wanita, dan 140.000

anak-anak di tahun yang sama.2 Insidensi TB dunia menurun hingga rata-rata 1,5 %

per tahun sejak tahun 2000 dan di tahun 2015 turun 18 % lebih rendah dibandingkan

insidensi tahun 2000.2

2 juta orang mengalami penyakit TB, atau sepertiga dari populasi dunia, dengan

perkiraan 8,7 juta kasus baru, 13 % kasus baru merupakan koinfeksi dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV), dan 1.4 juta kematian akibat TB di dunia pada tahun

2011.5

Pedoman Nasional Pelayanan Tuberkulosis 2013 menunjukkan bahwa

Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah India, Cina, dan Afrika Selatan,
8

dengan 0,38-0,54 juta kasus, pada tahun 2011.5 WHO menyatakan bahwa Indonesia

berada di peringkat kedua penderita TB terbesar di dunia dengan prevalensi 647 per

100.000 pada tahun 2014.2

Sebanyak 176.677 kasus baru Basil Tahan Asam (BTA) (+) ditemukan pada

tahun 2014 di Indonesia; menurun jika dibandingkan jumlah kasus baru BTA (+) pada

tahun 2013 yang mencapai 196.310 kasus.6 Proporsi pasien baru dengan BTA (+)

dalam seluruh kasus di Provinsi Banten sebesar 65 %.6

Sebanyak 743 penderita TB paru BTA (+) ditemukan pada tahun 2013 di

Kabupaten Lebak (55 % dari perkiraan TB paru BTA (+)); menurun jika dibandingkan

jumlah penderita TB paru BTA (+) pada tahun 2012 yang mencapai 921 penderita (69,3

% dari perkiraan BTA (+)).7

Grafik pencapaian kasus TB paru BTA (+) Kabupaten Lebak tahun 2009-2013

dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.1. Grafik Pencapaian Kasus TB Paru BTA (+)


Kabupaten Lebak Tahun 2009-20137
9

Menurut kelompok umur, kasus baru BTA (+) paling banyak ditemukan pada

kelompok umur 25-34 tahun, sedangkan menurut jenis kelamin, kasus baru BTA (+)

pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.7

Resiko penularan setiap tahunnya di Indonesia, yang ditunjukkan dalam Annual

Risk of Tuberculosis Infection (ARTI), bervariasi antara 1-3 %.16 Resiko penularan

tersebut diartikan sebagai proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB selama

setahun. Jika ARTI di Indonesia berkisar 1-3 %, berarti 10-30 orang diantara 1000

penduduk di Indonesia terinfeksi TB setiap tahun.16

2.1.3. Transmisi

Mtb yang berdiameter 1-5 µm ini ditransmisikan dalam bentuk percikan dahak

(droplet nuclei) yang disebarkan lewat udara dari penderita TB BTA positif; baik TB

paru maupun TB laring; sedang mengalami batuk (sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak), menyanyi, teriak, atau bersin.13,16 Seseorang dapat

tertular bakteri Mtb ketika menghirup percikan dahak yang mengandung basil tuberkel

(tubercle bacilli), dan percikan tersebut masuk melewati mulut atau hidung, lalu

berjalan melalui saluran pernafasan atas, bronkus, hingga akhirnya sampai di alveoli

paru-paru.13

Faktor lingkungan tertentu dapat meningkatkan probabilitas transmisi bakteri

Mtb.13 Penularan terjadi di ruangan dengan percikan dahak yang berada dalam waktu

lama; dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang sempit, gelap, tertutup,
10

lembab, bertekanan udara positif yang menyebabkan bakteri Mtb dapat menyebar ke

berbagai penjuru, dan memiliki sirkulasi udara yang mengandung percikan dahak.13,16

Semakin banyak percikan dahak di udara, semakin meningkat kemungkinan bakteri

Mtb ditransmisikan.13 Jumlah percikan dahak dapat dikurangi dengan adanya ventilasi,

sementara sinar matahari dapat membunuh kuman secara langsung.16

Tingkat penularan TB dari seorang pasien ditentukan oleh banyaknya bakteri

TB yang dikeluarkan dari paru-paru pasien tersebut dan akan semakin menular jika

derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak semakin tinggi.16 Faktor-faktor penting,

seperti durasi paparan, frekuensi paparan, dan jarak paparan menentukan tingkat

transmisi bakteri Mtb.13 Paparan yang semakin lama dan sering, serta jarak seseorang

yang semakin dekat dengan paparan menyebabkan resiko transmisi bakteri Mtb

semakin meningkat.13 Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar bakteri tersebut

adalah konsentrasi percikan dahak dalam udara dan lamanya menghirup udara yang

terkena percikan dahak tersebut.16 Pasien TB paru dengan BTA positif memiliki resiko

penularan lebih tinggi dari pasien TB paru dengan BTA negatif.16

2.1.4. Klasifikasi

TB terbagi menjadi 2 kategori berdasarkan lokasi penyakit:

1. TB paru: Merujuk pada kasus TB terkonfirmasi dari adanya bakteri Mtb atau

terdiagnosa TB secara klinis yang meliputi parenkim paru atau

tracheobronchial tree. TB milier masuk dalam kelas ini dikarenakan adanya


11

lesi yang ditemukan pada paru-paru. Jika seseorang mengalami TB paru dan

ekstra paru, maka digolongkan dalam kelas TB paru.17,18,19

2. TB ekstra paru: Merujuk pada kasus TB terkonfirmasi dari adanya bakteri Mtb

atau terdiagnosa TB secara klinis yang meliputi organ-organ selain paru-paru,

seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit,

sendi dan/atau tulang, dan selaput otak.17,18,19

TB terbagi menjadi 3 kategori berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1. Pasien baru (New patients): Belum pernah mendapat pengobatan TB atau telah

mengonsumsi obat anti-TB selama kurang dari 1 bulan.18

2. Pasien yang menjalani pengobatan sebelumnya (Previously treated patients):

Telah mendapat pengobatan TB selama 1 bulan atau lebih sebelumnya.18

Klasifikasi lebih lanjut berdasarkan luaran dari pengobatan terbaru pasien.

➢ Pasien kambuh (Relapse patients): Merupakan pasien yang telah menjalani

pengobatan TB sebelumnya, telah dinyatakan sembuh atau selesai

(berhasil) di akhir masa pengobatan, dan sekarang didiagnosa kembali

mengalami TB (baik kambuh maupun tahapan baru TB yang disebabkan

reinfeksi).18

➢ Pasien yang menjalani pengobatan setelah gagal (Treatment after failure

patients): Merupakan pasien yang telah menjalani pengobatan TB dan

dinyatakan gagal di akhir masa pengobatan.18


12

➢ Pasien yang menjalani pengobatan setelah kehilangan tindakan lanjut

(Treatment after loss to follow - up patients): Merupakan pasien yang telah

menjalani pengobatan TB, dan dinyatakan hilang tindakan lanjut di akhir

masa pengobatan.18

➢ Lainnya (Other previously treated patients): Merupakan pasien yang telah

menjalani pengobatan TB, namun hasil pengobatannya tidak diketahui atau

tidak tercatat.18

3. Pasien dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya yang tidak diketahui

(Patients with unknown previous TB treatment history): Merupakan pasien

yang tidak masuk dalam 2 kelas di atas (pasien baru dan pasien yang menjalani

pengobatan sebelumnya).18

Berdasarkan status HIV, TB terbagi menjadi 3 kategori:

1. Pasien TB dengan HIV positif: Merujuk pada pasien TB terkonfirmasi dengan

adanya Mtb atau terdiagnosa TB secara klinis yang memiliki hasil positif dari

uji HIV di waktu pasien didiagnosa mengalami TB atau adanya bukti yang

menunjang pasien mendapatkan penanganan yang berkaitan dengan HIV,

seperti terdaftar dalam pra-Antiretroviral Therapy (ART), ART, atau menjalani

ART.18

2. Pasien TB dengan HIV negatif: Merujuk pada pasien TB terkonfirmasi dengan

adanya Mtb atau terdiagnosa TB secara klinis yang memiliki hasil negatif dari

uji HIV di waktu pasien didiagnosa mengalami TB. Jika ada pasien TB dengan
13

HIV negatif dan kemudian ditemukan positif HIV, maka perlu diklasifikasikan

lebih lanjut.18

3. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: Merujuk pada pasien TB

terkonfirmasi dengan adanya Mtb atau terdiagnosa TB secara klinis yang tidak

memiliki hasil uji HIV atau tidak ada bukti yang tercatat tentang penanganan

pasien yang berkaitan dengan HIV. Jika status HIV pasien telah diketahui

(positif/negatif HIV), maka perlu diklasifikasikan lebih lanjut.18

Berdasarkan resistensi obat, TB dibagi menjadi 5 kategori:

1. Monoresistance: Pasien TB yang mengalami resistensi terhadap salah satu

OAT (Obat Anti TB) lini pertama.18

2. Polydrug resistance: Pasien TB yang mengalami resistensi terhadap lebih dari

satu jenis OAT lini pertama, selain Rifampisin dan Isoniazid.18

3. Multidrug resistance: Pasien TB yang mengalami resistensi terhadap sekurang-

kurangnya kombinasi Rifamipisin dan Isoniazid.18

4. Extensive drug resistance: Pasien TB yang mengalami resistensi terhadap

kombinasi Rifampicin dan Isoniazid, salah satu obat dari golongan

fluorokuinolon, dan sekurang-kurangnya satu dari tiga obat injeksi lini ketiga

(Kapreomisin, Kanamisin, Amikasin).18

5. Rifampicin resistance: Pasien TB yang mengalami resistensi terhadap

Rifampisin yang terdeteksi dengan metode genotip atau fenotip, dengan atau

tanpa resistensi terhadap OAT (Obat Anti TB) lainnya.18


14

2.1.5. Patogenesis

Seseorang mengalami infeksi TB jika ia menghirup percikan dahak yang

mengandung basil tuberkel yang masuk ke dalam alveoli paru-paru dan dimakan oleh

makrofag; sebagian besar dari basil tuberkel tersebut dihancurkan dan sejumlah kecil

bermultiplikasi secara intrasel di alveoli dan dikeluarkan jika makrofag mati.13

Basil tuberkel hidup masuk ke dalam aliran darah dan menyebar di seluruh

tubuh. Basil tersebut dapat memasuki berbagai bagian tubuh, termasuk bagian tubuh

yang umumnya menjadi tempat tumbuhnya basil, seperti paru-paru, laring, otak,

kelenjar getah bening, tulang (termasuk tulang belakang), atau ginjal.13

Makrofag menelan dan mengelilingi basil tuberkel dalam 2-8 minggu.

Kemudian, makrofag membentuk granuloma (suatu struktur berbentuk cangkang

penghalang (barrier shell)) yang menjaga basil di bawah kontrol.13 Fase ini disebut

infeksi TB laten.13 Orang yang berada dalam fase infeksi TB laten memiliki Mtb di

dalam tubuhnya, namun tidak memiliki penyakit TB dan tidak dapat menyebarkan

infeksi tersebut ke orang lain.13 Infeksi TB laten dapat dideteksi menggunakan

Tuberculin Skin Test (TST) atau Interferon-Gamma Release Assay (IGRA).13

Basil mulai bermultiplikasi dengan cepat jika sistem imun tidak dapat

mengontrol basil tuberkel.13 Fase ini dikatakan sebagai penyakit TB, dan dapat

menyebar ke berbagai bagian tubuh.13 Orang yang mengalami penyakit TB dapat

menyebarkan bakteri Mtb ke orang lain.13


15

2.1.6. Manifestasi Klinis

Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru umumnya menunjukkan tanda

dan gejala, seperti kedinginan, demam, keringat malam, hilang nafsu makan, berat

badan turun, lemah atau mudah lelah, dan malaise (rasa tidak nyaman pada tubuh).20

Pasien yang mengalami TB paru umumnya menunjukkan tanda dan gejala yang khas,

seperti batuk, batuk berdahak atau batuk dengan mengeluarkan darah, dan nyeri dada

ketika batuk atau bernafas.20

Pasien yang mengalami TB ekstraparu juga umumnya menunjukkan tanda dan

gejala khas yang bergantung pada bagian tubuh yang terlibat.20 TB pleura dapat

menyebabkan batuk, nyeri dada, demam, penurunan berat badan, keringat malam, dan

malaise.5 TB tulang belakang (spondilitis) dapat menyebabkan nyeri punggung dan

penonjolan tulang belakang.5,20 TB tulang panggul (koksitis) dapat menyebabkan

gangguan berjalan (termasuk pincang) atau peradangan pada panggul.5 TB tulang lutut

(gonitis) dapat menyebabkan pincang dan/atau bengkak pada lutut.5 TB tulang tangan

dan kaki (daktilitis/spina ventosa) dapat menyebabkan bengkak pada persendian

tangan dan kaki.5 TB ginjal dapat menyebabkan hematuria.20 TB selaput otak dapat

menyebabkan sakit kepala dan gejala-gejala psikiatris akibat keterlibatan saraf-saraf

otak yang terpengaruh, seperti kejang.5,20 TB kelenjar dapat menyebabkan

pembengkakan kelenjar getah bening multipel (berdiameter ≥ 1 cm, konsistensi kenyal,

dan terkadang saling melekat (confluence)) dan nyeri tekan, sering ditemukan pada

bagian bawah leher.5,20 TB laring dapat menyebabkan suara parau (hoarseness).13


16

TB dengan gejala sistemik dicirikan dengan adanya demam lama, batuk

persisten, berat badan turun, malaise, dan keringat malam; sedangkan TB dengan gejala

lokal bergantung pada area yang terkena.5

2.1.7. Diagnosis

Pasien TB memiliki tanda-tanda khas yang dapat membantu membenarkan

kecurigaan ada tidaknya penyakit TB pada seseorang.

Dari anamnesis, dapat diketahui berbagai informasi pasien yang dibutuhkan,

seperti:

➢ Tingkat paparan pasien dengan percikan dahak yang mengandung basil

tuberkel.20

➢ Hasil tes menunjukkan positif adanya infeksi Mtb.20

➢ Adanya faktor resiko, seperti pernah mengunjungi daerah endemik TB, terkena

infeksi HIV, tunawisma, atau pernah mengalami masa penahanan.20

➢ Didiagnosa mengalami Community - Acquired Pneumonia (CAP) yang belum

membaik 7 hari setelah menjalani pengobatan.20

Pasien TB memiliki tanda dan gejala khas khas, seperti:

➢ Batuk lama (≥ 2 – 3 minggu) dengan atau tanpa berdahak yang dapat pula

mengeluarkan darah (hemoptisis)

➢ Nyeri dada

➢ Kedinginan, demam, keringat malam


17

➢ Nafsu makan hilang

➢ Berat badan mengalami penurunan

➢ Lemah atau mudah lelah

➢ Malaise20

Hasil foto toraks, merupakan salah satu pemeriksaan penunjang pada TB, juga

menunjukkan ciri khas. Pada pasien TB dengan imunokompeten, ditemukan adanya

kekeruhan pada paru-paru lobus atas (bagian apeks paru), sering ditemukan adanya

fibrosis dan kavitasi, sedangkan pada pasien TB dengan infeksi HIV serius ditemukan

adanya kekeruhan pada lobus bawah paru-paru dan multilobar, pembesaran kelenjar

getah bening perihilar paru, atau kekeruhan pada interstisium.20


18

Skema alur (algoritme) diagnosis TB paru pada orang dewasa digambarkan

pada bagan di bawah ini:

Suspek TB Foto toraks

BTA (+) BTA (-)

Kasus definitif TB Lihat klinis dan foto


BTA (+) toraks

Tidak sesuai TB Sesuai TB

Antibiotik 2 minggu Kasus TB BTA (-)

Perbaikan Tidak perbaikan,


klinis sesuai TB

Bukan TB Obat sesuai kasus TB BTA (-),


serta melakukan pemeriksaan
biakan sputum Mtb

Catatan:
Garis putus-putus= Bila terdapat fasilitas
Bila terdapat riwayat OAT sebelumnya, selain melakukan pemeriksaan
sputum mikroskopis BTA juga dilakukan pemeriksaan biakan sputum Mtb /
identifikasi kuman dan uji kepekaan obat.

Gambar 2.2. Skema Alur (Algoritme) Diagnosis TB Paru Dewasa5


19

2.1.8. Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase yang terdiri dari fase intensif (2-

3 bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan).21 Obat Anti TB (OAT) yang dapat

digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.21

OAT utama (lini pertama) terdiri dari Rifampisin, Isoniazid (INH),

Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol.21

Terdapat kombinasi dosis tetap (fixed dose combination) yang terdiri dari:

➢ 4 OAT dalam satu tablet, yaitu Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg,

Pirazinamid 400 mg, dan 275 mg, dan21

➢ 3 OAT dalam satu tablet, yaitu Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg, dan

Pirazinamid 400 mg.21

Untuk OAT tambahan (lini kedua) terdiri dari Kapreomisin, Kanamisin,

Amikasin, Kuinolon, serta derivat Rifampisin dan INH.21

Panduan penggunaan OAT:

➢ Tahap intensif: RHZE selama 2 bulan21

➢ Tahap lanjutan: RH selama 4 bulan21

➢ Kategori 1: 2RHZE/4RH (Untuk pasien yang masuk dalam kategori pasien

baru)21

➢ Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5(HRE)3 (Untuk pasien yang masuk dalam

kategori pasien yang menjalani pengobatan sebelumnya)21


20

➢ Obat sisipan (HRZE): Sama seperti tahap intensif kategori 1 yang diberikan

selama 28 hari.21

Sebagian besar pasien TB tidak mengalami efek samping dari penggunaan

OAT, namun sebagian kecil mengalami efek samping, dan perlu pemantauan lebih

lanjut terhadap pengobatan yang dijalani pasien.21 Efek samping yang muncul

beragam, mulai dari efek samping ringan hingga efek samping berat.21

INH memiliki efek samping ringan berupa keracunan pada syaraf tepi,

kesemutan, nyeri otot, dan rasa terbakar di kaki, sedangkan efek samping berat dapat

menyebabkan hepatitis.21

Rifampisin memiliki efek samping ringan berupa menggigil, demam, nyeri

tulang, mual, muntah, sakit perut, nafsu makan hilang, dan gatal-gatal kemerahan,

sedangkan efek samping berat dapat mengakibatkan hepatitis imbas obat atau ikterik,

purpura, anemia hemolitik akut, syok, dan gagal ginjal. Namun, efek samping berat

tersebut jarang terjadi.21

Pirazinamid memiliki efek samping utama berupa hepatitis imbas obat.21 Nyeri

sendi dan arthritis gout dapat terjadi.21

Etambutol memiliki efek samping pada mata yang dapat menyebabkan

gangguan penglihatan berupa penurunan daya penglihatan dan buta warna terhadap

warna merah atau hijau.21


21

Streptomisin memiliki efek samping pada telinga yang dapat menyebabkan

gangguan pendengaran dan keseimbangan, dan akan meningkat seiring dengan

bertambahnya usia pasien dan peningkatan dosis yang dikonsumsi.21

2.2. Indeks Masa Tubuh

2.2.1. Definisi

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupupakan alat

atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.22 Berat badan kurang dapat

meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan

meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif.22

2.2.2. Klasifikasi

Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal,

kurus atau gemuk.22 Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun

dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.22
22

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:22

Berat Badan (Kg)


Berat Badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------------------
IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

Terdapat 3 jenis klasifikasi IMT; terdiri dari klasifikasi IMT menurut WHO dan

Asia-Pasifik.

Klasifikasi IMT menurut WHO dan Asia-Pasifik dapat dilihat pada gambar di

bawah ini:

Gambar 2.3. Perbandingan Klasifikasi IMT Menurut WHO dan Asia

Pasifik23
23

1.2.3. Klasifikasi Status Nutrisi

Suatu kondisi yang terjadi ketika jumlah asupan nutrisi berlebihan atau kurang,

atau pemanfaatan nutrisi dalam tubuh tidak sesuai disebut malnutrisi.24 Malnutrisi

terdiri dari 2 jenis:

➢ Undernutrition: Terjadi akibat adanya kekurangan dalam konsumsi satu atau

lebih jenis nutrisi.24

➢ Overnutrition: Terjadi akibat adanya kelebihan dalam konsumsi sejumlah jenis

nutrisi.24

1.3. TB dan Penurunan IMT (Deskripsi Kerangka Pemikiran)


Malnutrisi pada pasien TB ditandai dengan adanya penurunan secara signifikan

terhadap IMT; skinfold thickness; lingkar lengan atas bagian tengah; proporsi lemak;

dan konsentrasi serum albumin, Hb darah, plasma retinol, dan plasma seng. Kadar

Vitamin A juga umumnya ditemukan dalam jumlah rendah pada pasien TB.3

Body wasting, meliputi penurunan pada IMT, skinfold thickness, lean tissue,

lingkar lengan atas bagian tengah, dan proporsi lemak, menjadi ciri khas dari pasien

TB.10 Wasting disebabkan adanya kombinasi dari penurunan nafsu makan

(menyebabkan penurunan asupan energi) dan perubahan metabolisme sebagai bagian

dari respon imun tubuh.10 Wasting menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi

tubuh, sehingga jika dibiarkan akan menyebabkan kematian pada pasien TB.10 Pasien
24

TB dapat mengalami wasting selama berbulan-bulan, bahkan setelah pasien mulai

menjalani terapi anti-TB.10

Seseorang yang mengalami IMT rendah akan mengalami penurunan fungsi

sistem imun tubuh, sehingga terjadi penurunan kemampuan untuk melawan infeksi,

seperti infeksi TB, dan kemampuan untuk mengontrol perkembangan penyakit.9

Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami TB aktif menyebabkan

penurunan asupan nutrisi dan menyebabkan terjadinya penurunan berat badan.9 Status

nutrisi yang buruk pada pasien TB disebabkan oleh anoreksia, absorpsi nutrisi yang

terganggu, atau peningkatan katabolisme tubuh.3 Sejumlah sitokin, seperti interleukin-

6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), menyebabkan berbagai manifestasi

klinis, seperti sintesis protein reaktan fase akut dalam hati, penghambatan produksi

serum albumin, dan perubahan konsentrasi nutrisi esensial tertentu secara signifikan,

sehingga pasien TB mengalami status nutrisi buruk; termasuk IMT rendah.3 IMT

rendah pada pasien TB ini akan menyebabkan permasalahan kesehatan yang lebih

serius, seperti peningkatan angka mortalitas, jika tidak teridentifikasi segera.9


25

1.4. Kerangka Pemikiran

Orang sehat Pasien TB (+) aktif

Nafsu makan baik IL-6 TNF-α

Penurunan Absorpsi Peningkatan


Asupan nutrisi
nafsu nutrisi katabolisme
(makronutrisi dan
makan terganggu tubuh
mikornutrisi)
tercukupi
Penurunan
asupan Perubahan
Status nutrisi baik energi metabolisme tubuh

Asupan nutrisi
(makronutrisi dan
mikronutrisi) tidak
tercukupi

Status nutrisi buruk

Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Malingping Utara, Kecamatan Malingping,

Kabupaten Lebak.

3.3. Waktu Penelitian

Persiapan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2019 dan

diusulkan pada bulan Mei 2019. Pengambilan data akan dilakukan pada bulan April –

Mei 2019.

3.4. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah pasien TB paru dewasa yang sedang

menjalani perawatan di PKM Malingping, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak.

26
27

Peneliti menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel penelitian yang

dilakukan dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus atau pertimbangan tertentu yang

sesuai dengan tujuan penelitian.

3.5. Seleksi

3.5.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Usia pasien ≥ 18 tahun

2. Pasien TB paru dewasa yang sedang menjalani perawatan pada periode Januari

- Desember 2018

3. Bersedia menjadi responden penelitian

3.5.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Mengalami komorbid

2. Mengalami gangguan status nutrisi sebelum didiagnosa mengalami TB

3. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang mempengaruhi status nutrisi


28

3.6. Variabel Penelitian dan Deskripsi Operasional Variabel

Variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.1. Variabel Penelitian

1. Indeks Masa Tubuh (IMT)

2. Jenis kelamin

3. Usia

4. Alamat

3.6.2. Deskripsi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel pada penelitian ini tertera pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel


No. Variabel Definisi Metode Hasil Skala
Operasional Pengukuran Pengukuran Pengu-
kuran
1 Indeks Masa IMT menjadi Rekam medis IMT (kg/m2) Ordinal
tolak ukur dari Pengukuran 1. Kurus (<18.5)
Tubuh (IMT) status nutrisi dan langsung pada 2. Normal (18.5-
dibedakan pasien 22.9)
menjadi kurus, 3. Kegemukan
normal, dan (23-24.9)
kegemukan. 4. Obseitas (≥25)
2 Jenis kelamin Jenis kelamin Rekam medis 1. Laki-laki Nominal
dibedakan 2. Perempuan
menjadi laki-laki
dan perempuan,
sesuai dengan
yang tertera di
kartu identitas.
3 Usia Usia dibedakan Rekam medis 1. <24 tahun Ordinal
menjadi <24 2. 24-30 tahun
tahun, 24-30 3. 31-40 tahun
29

tahun, 31-40 4. >40 tahun


tahun, dan >40
tahun; sesuai
dengan yang
tertera di kartu
identitas.
4 Alamat Alamat dibedakan Rekam medis 1. Kampung Nominal
menjadi Kampung Kaum
Kaum, Cinagrog, 2. Kampung
Pasir Haur Timur, Cinagrog
Pasir Haur Barat, 3. Kampung Pasir
Pasir Haur Lebak, Haur Timur
Girilaya, Cibogo, 4. Kampung Pasir
Sawahbaru, Haur Barat
Talubukur, 5. Kampung Pasir
Wulangsari, Haur Lebak
Warung Asem, 6. Kampung
dan Cikadu; sesuai Girilaya
dengan yang 7. Kampung
tertera di kartu Cibogo
identitas. 8. Kampung
Sawahbaru
9. Kampung
Talubukur
10. Kampung
Wulangsari
11. Kampung
Warung Asem
12. Kampung
Cikadu

3.7. Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini adalah:

3.7.1. Lembar Identitas Responden

Berisi data diri responden yang mencakup nama lengkap, nomor identitas

(Kartu Tanda Penduduk (KTP)), tempat dan tanggal lahir, usia, serta alamat.
30

3.7.2. Rekam Medis Status Gizi

Instrumen pengumpulan data skor untuk Indeks Masa Tubuh pada Pasien TB

ini menggunakan rekam medis pasien TB paru dewasa yang datang ke PKM

Malingping dalam kurun waktu Januari – Desember 2018. Rekam medis ini terdiri dari

data yang mencakup identitas, berat badan, dan lama pengobatan di PKM Malingping,

Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak.

3.8. Pengumpulan dan Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang diambil dari

pengukuran tinggi badan pada pasien di Desa Malingping Utara dan data sekunder

yang diambil dari rekam medis. Analisis data pada penelitian ini menggunakan

Microsoft Excel yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel yang menggambarkan

variabel yang digunakan pada penelitian ini.

Pada penelitian ini, data yang telah diolah disajikan dalam format dummy table

sebagai berikut:

Tabel 3.2. Karakteristik Subjek Penelitian


Karakteristik subjek n (%)

1. Usia
<24 tahun
24-30 tahun
31-40 tahun
>40 tahun
31

2. Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
3. Alamat
Kampung Kaum
Kampung Cinagrog
Kampung Pasir Haur Timur
Kampung Pasir Haur Barat
Kampung Pasir Haur Lebak
Kampung Girilaya
Kampung Cibogo
Kampung Sawahbaru
Kampung Talubukur
Kampung Wulangsari
Kampung Warung Asem
Kampung Cikadu

Tabel 3.3. Tingkat Indeks Masa Tubuh Berdasarkan Karakteristik


Tingkat Indeks Masa Tubuh pada Subjek
Karakteristik subjek
Kurus Normal Kegemukan Obesitas
(n, %) (n, %) (n, %) (n, %)
1. Usia
<24 tahun
24-30 tahun
31-40 tahun
>40 tahun
2. Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
3. Alamat
Kampung Kaum
Kampung Cinagrog
Kampung Pasir Haur Timur
Kampung Pasir Haur Barat
Kampung Pasir Haur Lebak
Kampung Girilaya
Kampung Cibogo
Kampung Sawahbaru
Kampung Talubukur
Kampung Wulangsari
Kampung Warung Asem
Kampung Cikadu
32

3.9. Etika Penelitian

1. Autonomy

Responden yang bersedia mengikuti bagian dari penelitian ini akan diberikan

penjelasan singkat mengenai penelitian ini. Peneliti memastikan bahwa

responden mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan bersedia mengikuti

bagian dari penelitian.

2. Beneficence

Responden yang bersedia mengikuti bagian dari penelitian ini dapat

meningkatkan pengetahuannya mengenai indeks masa tubuh yang dapat

memberikan pengaruh pada penyakit yang dialami responden (TB).

3. Nonmaleficence

Kerugian yang mungkin dialami responden adalah waktu luang responden

terpakai dan mungkin mengganggu kenyamanan responden pada saat

mengikuti bagian dari penelitian ini.

4. Justice

Tiap responden mendapat perlakuan yang sama pada saat mengikuti bagian dari

penelitian.

5. Menghormati dan menjaga privasi responden

Kerahasiaan identitas responden terjaga pada saat pelaksanaan penelitian ini.

Peneliti hanya akan mencantumkan kode nama responden pada lampiran hasil

akhir penelitian.
33

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Profil Desa Malingping Utara

4.1.1. Gambaran Umum

Desa Malingping Utara merupakan salah satu desa dalam wilayah Kecamatan

Malingping Kabupaten Lebak. Secara administratif, Desa Malingping Utara memiliki

batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Kandangsapi, Kecamatan

Cijaku

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Malingping Selatan

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Kadujajar

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Rahong, Desa Sanghiang

Luas wilayah Desa Malingping Utara yaitu 649 HA; terdiri dari 49%

permukiman; 19% daratan yang digunakan untuk lahan pertanian; serta 39% lahan

ladang, perkebunan, dan galian. Desa Malingping Utara termasuk wilayah yang

beriklim tropis dengan 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau dalam tiap

tahun nya. Rata-rata perbandingan musim penghujan lebih besar daripada musim
34

kemarau. Hal tersebut disebabkan wilayahnya masih hijau dengan vegetasi serta relatif

dekat dengan wilayah kawasan perkebunanan karet dan Hutan Lindung Cilajim.

Jarak pusat desa dengan ibukota kabupaten dapat ditempuh melalui perjalanan

darat ± 270 km. Jarak pusat kota dengan ibukota kecamatan dapat ditempuh sekitar ±

0,3 km. Jarak dari Kantor Kecamatan Malingping dengan PKM dapat di tempuh ± 1

menit dilalui dengan kendaraan roda dua, roda empat, maupun dengan berjalan kaki.

Sarana dan prasarana jalan yang ada dapat menjangkau seluruh wilayah Desa

Malingping Utara.

4.1.2. Kependudukan/Demografi

Desa Malingping Utara memiliki 10 kampung yang terdiri dari 13 RT dan 5

RW. Berdasarkan data profil desa, jumlah penduduk desa Malingping Utara pada tahun

2018 adalah 6.399 jiwa dari 2.090 kartu keluarga.

Tabel jumlah penduduk Desa Malingping Utara dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk


Kampung / RW Laki-laki Perempuan Jumlah KK
RW 01 834 821 488
RW 02 592 586 416
RW 03 639 599 399
RW 04 612 579 433
RW 05 578 559 354
Total 3.255 3.144 2.090
35

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur


RW I RW II RW III RW IV RW V
Kel.Umur
L P L P L P L P L P
0–5 80 61 49 45 51 47 46 52 63 51
6 – 14 64 58 43 44 41 34 42 33 34 37
15 -29 236 243 149 159 197 180 186 158 158 158
30 – 44 189 184 143 150 154 150 142 137 129 126
45 – 59 118 114 86 84 97 90 79 72 70 69
> 60 46 75 52 40 39 36 40 31 34 37

4.1.3. Kondisi Sosial Masyarakat


Fasilitas pendidikan memadai dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya

menempuh pendidikan formal maupun non-formal mempengaruhi taraf pendidikan,

keagamaan, kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan yang beragam.

Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan


No Pendidikan Jumlah
1 Tidak/ belum sekolah 1020
2 Tidak/ tamat SD Sederajat 808
3 SD/MI sederajat 2.597
4 SLTP/MTS sederajat 842
5 SLTA/MA sederajat 939
6 S1 / Diploma 193
Jumlah 6.399
36

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 4.4. Hasil Penelitian dalam Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek n (%)


1. Usia
<24 tahun 6.67
24-30 tahun 26.67
31-40 tahun 40.00
>40 tahun 26.67
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 40.00
Perempuan 60.00
3. Alamat
Kampung Kaum 40.00
Kampung Cinagrog 20.00
Kampung Pasir Haur Timur 13.33
Kampung Pasir Haur Barat 6.67
Kampung Pasir Haur Lebak 6.67
Kampung Girilaya 6.67
Kampung Cibogo 0
Kampung Sawahbaru 0
Kampung Talubukur 0
Kampung Wulangsari 0
Kampung Warung Asem 0
Kampung Cikadu 6.67

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek perempuan lebih banyak daripada laki-

laki yaitu sebanyak 60 % pasien. Kategori usia terbanyak dari penelitian adalah 31-40

tahun yaitu sebanyak 40 % pasien. Usia termuda adalah 22 tahun dan usia tertua adalah

55 tahun.
37

4.2.2. Tingkat Indeks Masa Tubuh Berdasarkan Karakteristik

Tabel 4.5. Hasil Penelitian dalam Tingkat Indeks Masa Tubuh Berdasarkan
Karakteristik
Tingkat Indeks Masa Tubuh pada Subjek
Karakteristik subjek Kurus Normal Kegemukan Obesitas
(46.67%) (53.33%) (0%) (0%)
(n, %) (n, %) (n, %) (n, %)
1. Usia
<24 tahun 14.29 0 0 0
24-30 tahun 28.57 25.00 0 0
31-40 tahun 42.85 37.50 0 0
>40 tahun 14.29 37.50 0 0

2. Jenis Kelamin
Laki-laki 33.33 33.33 0 0
Perempuan 66.67 66.67 0 0
3. Alamat

Kampung Kaum 57.14 25.00 0 0


Kampung Cinagrog 14.29 25.00 0 0
Kampung Pasir Haur Timur 0 25.00 0 0
Kampung Pasir Haur Barat 14.29 0 0 0
Kampung Pasir Haur Lebak 14.29 0 0 0
Kampung Girilaya 0 12.50 0 0
Kampung Cibogo 0 0 0 0
Kampung Sawahbaru 0 0 0 0
Kampung Talubukur 0 0 0 0
Kampung Wulangsari 0 0 0 0
Kampung Warung Asem 0 0 0 0
Kampung Cikadu 0 12.50 0 0
38

4.3. Pembahasan

TB sering dihubungkan dengan gizi kurang dan kekurangan berat badan.25 TB

dapat menurunkan asupan energi yang disebabkan oleh perubahan metabolisme akibat

penurunan nafsu makan sebagai bagian dari respon inflamasi dan imun.25 26

Suatu penelitian di Uganda menemukan bahwa terjadi penurunan sejumlah

nutrisi, terdiri dari makronutrisi dan mikronutrisi, seperti karbohidrat, energi, protein,

lemak total, kalsium, vitamin A, dan folat pada pasien TB.26 Gizi kurang merupakan

faktor risiko penting terhadap TB, karena Cell-Mediated Immunity (CMI) merupakan

kunci utama dalam melawan TB.27 Populasi dengan nutrisi buruk memiliki risiko tinggi

terhadap TB.27 Penelitian ini menunjukkan bahwa 53,33% pasien memiliki IMT

normal weight (IMT 18,5-22.9 kg/m2) dan 46,67 % pasien memiliki IMT underweight

(IMT <18,5 kg/m2). Penelitian di Addis Ababa, Ethiopia menunjukkan hasil serupa,

yaitu 39,7 % pasien TB dewasa mengalami gizi kurang.9

Faktor budaya dapat memengaruhi asupan nutrisi pada wanita dalam suatu

keluarga, seperti distribusi makanan yang tidak merata dalam keluarga, atau laki-laki

memiliki kesempatan yang lebih besar dibandingkan perempuan dalam mengonsumsi

makanan yang lebih bervariasi dan lebih berkualitas di luar rumah, seperti restoran,

dibandingkan perempuan.26 Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti

kebiasaan perempuan yang dilatih untuk mengurangi konsumsi makanan,

mendahulukan anggota keluarga tertentu untuk makan terlebih dulu, dan memberikan

makanan terbaik untuk laki-laki.26 Hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor
39

penyebab jumlah perempuan dewasa yang menderita TB paru lebih banyak

dibandingkan pria dalam suatu penelitian di Uganda. Hasil tersebut sebanding dengan

penelitian ini, yaitu 60 % penderita TB dewasa adalah perempuan.26 Sebanyak 66.67

% penderita TB dewasa dengan IMT kurus adalah perempuan dan sebanyak 66.67 %

penderita TB dewasa dengan IMT normal adalah perempuan.

Berdasarkan usia, penderita TB dewasa dengan IMT rendah dalam kelompok

usia 31-40 tahun dan 24-30 tahun menempati peringkat teratas dengan 42.85 % dan

28.57 % masing-masing. Penderita TB dewasa dengan IMT normal dalam kelompok

usia 31-40 tahun dan >40 tahun menempati peringkat teratas dengan 37.50 % masing-

masing. Hal tersebut sesuai dengan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014 yang

menyatakan bahwa kelompok usia 25-34 tahun dan 45-54 tahun menempati posisi

teratas dengan kasus baru BTA (+) dengan angka 20.76 % dan 19.57 %.6

Berdasarkan alamat, pasien TB dewasa yang tinggal di Kampung Kaum lebih

banyak dibandingkan daerah lainnya di Malingping Utara, yaitu sebesar 40.00 % dan

sebanyak 57.14 % pasien dengan IMT underweight tinggal di Kampung Kaum. Hal

tersebut disebabkan jarak antar rumah penduduk sangat berdekatan dan jumlah

ventilasi rumah kurang. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan transmisi bakteri

Mycobacterium tuberculosis di daerah tersebut.

Pasien TB mengalami beban ganda akibat pendapatan berkurang dan

pengeluaran meningkat.28 Hal tersebut berdampak pada peningkatan kebutuhan energi

serta pemburukan kondisi pasien dan persedian makanan.25,28 Body wasting, meliputi
40

penurunan pada BMI, menjadi ciri khas dari pasien TB.10 Wasting menyebabkan

terjadinya gangguan pada fungsi tubuh, sehingga jika dibiarkan akan menyebabkan

kematian pada pasien TB.10 Pasien TB dapat mengalami wasting selama berbulan-

bulan, bahkan setelah pasien mulai menjalani terapi OAT.26 Gizi kurang meningkatkan

risiko perkembangan dari infeksi TB menjadi penyakit TB aktif dan meningkatkan

risiko kematian.28 Gizi kurang berhubungan dengan pemburukan fungsi tubuh dan

merupakan faktor resiko utama terhadap morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan

berkontribusi sebagai faktor risiko yang lebih besar terhadap TB dibandingkan

HIV/AIDS dalam populasi.10 Gizi kurang meningkatkan risiko kematian secara

signifikan.29 M Naseer dan kawan-kawan menunjukkan bahwa 8,6 % subjek

mengalami resiko gizi kurang selama 7 tahun follow-up dan 34,6 % subjek meninggal

akibat gizi kurang.30 M Naseer dan kawan-kawan menjelaskan lebih lanjut bahwa

angka harapan hidup pada pasien gizi kurang adalah 18,7 %.30 Tiga penelitian

menunjukkan IMT rendah berkaitan dengan peningkatan resiko kematian pada pasien

TB.31

Hal ini menunjukan bahwa gizi kurang berhubungan dengan peningkatan resiko

mortalitas pada pasien TB.31 Hal ini juga menunjukkan bahwa indeks masa tubuh dapat

digunakan sebagai prognosis pasien tuberkulosis yang menjalani rawat jalan.


41

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

IMT kurang pada pasien TB paru dewasa sebesar 46.67 % atau lebih dari

sepertiga saat ditegakkan diagnosis mengalami TB.

5.2. Saran

Penilaian status dan asupan nutrisi rutin serta konseling mengenai asupan

nutrisi (makronutrisi dan mikronutrisi) bergizi dan seimbang serta mencukupi Angka

Kecukupan Gizi (AKG) sebaiknya menjadi bagian dari penatalaksanaan TB. Penelitian

lebih lanjut perlu dilakukan agar dapat memberikan penatalaksanaan yang lebih efektif,

khususnya penatalaksanaan nutrisi, dan meningkatkan angka kesembuhan pada pasien

TB, khususnya pada pasien TB dewasa di Desa Malingping Utara.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. Mrinal Pal, Dr. Subinay Datta, Dr. Ritabrata Mitra. Tuberculosis is

Associated with Low Levels of Vitamin D. World Journal of Pharmacy and

Pharmaceutical Sciences. 2014; 3(2): 1449-1463.

2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2015.

3. Elvina Karyadi, Werner Schultink, Ronald H. H. Nelwan, Rainer Gross,

Zulkifli Amin, Will M. V. Dolmans, Jos W. M. van der Meer, dkk. Poor

Micronutrient Status of Active Pulmonary Tuberculosis Patients in Indonesia.

The Journal of Nutrition. 2000; 130: 2953-2958.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Aksi Nasional

Pengendalian Tuberkulosis. 2011.

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. 2013.

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2014.

2014.

7. Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak. Profil Kesehatan Kabupaten Lebak Tahun

2013. 2013.

8. Elvina Karyadi, Werner Schultink, Ronald H. H. Nelwan, Rainer Gross,

Zulkifli Amin, Will M. V. Dolmans, Jos W. M. van der Meer, dkk. Poor

42
43

Micronutrient Status of Active Pulmonary Tuberculosis Patients in Indonesia.

The Journal of Nutrition. 2000; 130: 2953-2958.

9. Berihun Dargie, Gezahegn Tesfaye, Amare Worku. Prevalence and Associated

Factors of Undernutrition among Adult Tuberculosis Patients in Some Selected

Public Health Facilities of Addis Ababa, Ethiopia: A Cross-Sectional Study.

BioMed Central Nutrition. 2016; 2(7).

10. Nicholas I Paton, Yueh-Khim Chua, Arul Earnest, Cynthia BE Chee.

Randomized Controlled Trial of Nutritional Supplementation in Patients with

Newly Diagnosed Tuberculosis and Wasting. The American Journal of Clinical

Nutrition. 2004; 80:460-465.

11. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Tuberkulosis: Temukan

Obat Sampai Sembuh. 2015.

12. Robert L. Serafino Wani MBSS, MRCP, MSc. Tuberculosis 2:

Pathophysiology and Microbiology of Pulmonary Tuberculosis. South Sudan

Medical Journal. 2013; 6(1): 10-12.

13. Centers for Disease Control and Prevention. Core Curriculum on Tuberculosis:

What the Clinician Should Know. 2013.

14. Karen C. Carroll, Stephen A. Morse, Timothy Mietzner, Steve Miller, dkk.

Jawetz, Melnick, and Adelberg’s Medical Microbiology. Singapore: Lange;

2016.
44

15. Thomas J. Silhavy, Daniel Kahne, Suzanne Walker. The Bacterial Cell

Envelope. Cold Spring Harbor Perspectives in Biology. 2010; 2.

16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. 2006.

17. American Thoracic Society. Diagnostic Standards and Classification of

Tuberculosis in Adults and Children. 2000; 161: 1376-1395.

18. World Health Organization. Definitions and Reporting Framework for

Tuberculosis – 2013 Revision. 2014.

19. San Mateo County Health Department. Public Health Reporting Guidelines:

Tuberculosis Classification. 2007; 2.

20. Washington State Department of Health. Washington State Tuberculosis

Services Manual: Diagnosis of Tuberculosis Disease. 2012.

21. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Tuberkulosis di Indonesia. 2011.

22. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Praktis Memantau

Status Gizi Orang Dewasa. 2013.

23. Jeong Uk Lim, Jae Ha Lee, Ju Sang Kim, Yong Il Hwang, dkk. Comparison of

World Health Organization and Asia-Pacific Body Mass Index Classifications

in COPD Patients. Semantic Scholar. 2017.

24. Loma Linda University. Nutritional Status. 2010.


45

25. Meena Mehta. Impact of Nutrition Education on Pulmonary Tuberculosis

Patients. Global Journal for Research Analysis. 2016;5(6):317-320.

26. Ezekiel Mupere, Isabel M Parraga, Daniel J Tisch, Harriet K Mayanja,

Christopher C Whalen. Low Nutrient Intake among Adult Women and Patients

with Severe Tuberculosis Disease in Uganda: A Cross-Sectional Study.

BioMed Central Public Health. 2012; 12:1050-1057.

27. J. P. Cegielski, D. N. McMurray. The Relationship between Malnutrition and

Tuberculosis: Evidence from Studies in Humans and Experimental Animals.

2004;8(3): 286-298.

28. D. Pedrazzoli, R. M. Houben, N. Grede, S. de Pee, D. Boccia. Food Assistance

to Tuberculosis Patients: Lessons from Afghanistan. International Union

Against Tuberculosis and Lung Disease. 2016; 6(2):147-153.

29. Ulrich E. Schaible, Stefan H. E. Kaufmann. Malnutrition and Infection:

Complex Mechanisms and Global Impacts. Public Library of Science

Medicine. 2007.

30. M. Naseer, H Forssell, C Fagerstrom. Malnutrition, Functional Ability, and

Mortality among Older People Aged ≥ 60 Years: a 7-year Longitudinal Study.

European Journal of Clinical Nutrition. 2015; 70: 399-404.

31. Yung-Feng Yen, Pei-Hung Chuang, Muh-Yong Yen, Shu-Yi Lin, Pei-Chuang,

Mei-Jen Yuan, dkk. Association of Body Mass Index with Tuberculosis

Mortality. Medicine – Wolters Kluwer Health. 2016;95(1).


LAMPIRAN

46
47

56

Anda mungkin juga menyukai