GAMBARAN UMUM
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat indonesia, pemerintah menetapkan beberapa program
nasional yang menjadi prioritas. Program prioritas tersebut meliputi:
a) menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan angka
b) menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS
c) menurunkan angka kesakitan Tuberkulosis
d) pengendalian resistensi antimikroba
e) pelayanan geriatri
implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik apabila mendapat dukungan penuh dari
pimpinan/direktur rumah sakit berupa penetapan regulasi, pembentukan organisasi pengelola, penyediaan
fasilitas, sarana dan dukungan finansial untuk mendukung pelaksanaan program.
SASARAN 1 : PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI
Standar 1
Rumah sakit melaksanakan program PONEK 24 jam di rumah sakit beserta monitoring dan evaluasinya.
Maksud dan Tujuan Standar 1, Standar 1.1 dan Standar 1.2
Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan serta dengan mutu penanganan ibu hamil dan melahirkan,
maka proses ante natal care, persalinan dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu ditingkat
nasional dan regional. Pelayanan obsteri dan neonatal regional merupakan merupakan upaya penyediaan
pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk pelayanan obstetric neonatal emergency
comprehensive (PONEK) di rumah sakit dan obstetric neonatal emergency dasar (PONED) di tingkat
puskesmas.
Rumah akit PONEK 24 jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam pelayanan kedaruratan dalam
maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana,
sarana dan manajemen yang handal.
Rumah sakit dalam melaksanakan program PONEK sesuai dengan pedoman PONEK yang berlaku, dengan
langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut:
a) melaksanakan dan menerapkan standar pelayanan perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan
paripurna.
b) mengembangkan kebijakan dan SPO pelayanan sesuai dengan standar
c) meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk kepedulian terhadap ibu dan bayi.
d) meningkatkan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi pelayanan obstetrik dan neonatus
termasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK 24 jam)
e) meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai model dan pembina teknis dalam pelaksanaan IMD dan
pemberian ASI Eksklusif
f) meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan ibu dan bayi bagi sarana
pelayanan kesehatan lainnya.
g) meningkatkan fungsi rumah sakit dalam Perawatan Metode Kangguru (PMK) pada BBLR.
h) melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan program RSSIB 10 langkah menyusui dan
peningkatan kesehatan ibu
i) ada regulasi rumah sakit yang menjamin pelaksanaan PONEK 24 jam, meliputi pula pelaksanaan rumah
sakit sayang ibu dan bayi, pelayanan ASI eksklusif (termasuk IMD), pelayanan metode kangguru, dan
SPO Pelayanan Kedokteran untuk pelayanan PONEK (lihat juga PAP 3.1)
j) dalam rencana strategis (Renstra), rencana kerja anggaran (RKA) rumah sakit, termasuk upaya
peningkatan pelayanan PONEK 24 jam
k) tersedia ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk PONEK antara lain rawat gabung
l) pembentukan tim PONEK
m) tim PONEK mempunyai program kerja dan bukti pelaksanaannya
n) terselenggara pelatihan untuk meningkatan kemampuan pelayanan PONEK 24 jam, termasuk
stabilisasi sebelum dipindahkan
o) pelaksanaan rujukan sesuai peraturan perundangan
p) pelaporan dan analisis meliputi :
angka keterlambatan operasi section caesaria (SC) ( > 30 menit)
angka keterlambatan penyediaan darah ( > 60 menit)
angka kematian ibu dan bayi
kejadian tidak dilakukannya inisiasi menyusui dini (IMD) pada bayi baru lahir
Elemen Penilaian Standar 1 Telusur Skor
1. Ada regulasi rumah sakit R 1) Regulasi tentang pelaksanaan PONEK 24 jam 10 TL
tentang pelaksanaan PONEK 24 2) Program PONEK LENGKAPI TOR 5 TS
jam di rumah sakit dan ada 0 TT
rencana kegiatan PONEK dalam
perencanaan rumah sakit. (R)
2. Ada bukti keterlibatan D Bukti rapat tentang penyusunan kegiatan PONEK yang 10 TL
pimpinan rumah sakit di dalam melibatkan Pimpinan RS 5 TS
menyusun kegiatan PONEK. LENGKAPI DAFTAR HADIR TT
(D,W) W Direktur RS
Kepala bidang/divisi
Kepala unit pelayanan
Ketua/anggota tim PONEK
3. Ada bukti upaya peningkatan D Bukti pelaksanaan peningkatan kesiapan rumah sakit 10 TL
kesiapan rumah sakit dalam PONEK 24 jam, antara lain berupa: 5 TS
melaksanakan fungsi pelayanan 1) Daftar jaga PPA di IGD 0 TT
obstetrik dan neonatus 2) Daftar jaga staf di kamar operasi
termasuk pelayanan kegawat 3) Daftar jaga staf di kamar bersalin
daruratan (PONEK 24 Jam).
(D,W) W Ketua/anggota tim PONEK
Kepala bidang/divisi
Kepala/staf unit pelayanan
PPA
4. Ada bukti pelaksanaan rujukan D 1) Bukti laporan pelaksanaan rujukan ke fasilitas TL
dalam rangka PONEK (lihat juga pelayanan kesehatan 5 TS
ARK 5). (D,W) 2) Bukti daftar pasien PONEK yang dirujuk 0 TT
RUJUKAN DI PONEK SEBAIKNYA 3) Bukti kerjasama dengan fasilitas pelayanan
MELIBATKAN ARK 5 kesehatan rujukan
W Direktur/Kepala bidang/divisi
Kepala unit pelayanan
Ketua/anggota Tim HIV/ AIDS
4. Terbentuk dan berfungsinya D 1) Bukti penetapan Tim HIV/AIDS dilengkapi dengan 10 TL
Tim HIV/AIDS rumah sakit uraian tugasnya + 5 TS
(D,W) 2) Program kerja Tim HIV/AIDS + TT
3) Bukti laporan pelaksanaan kegiatan Tim HIV/ AIDS
+
W Ketua/anggota Tim HIV/AIDS
5. Terlaksananya pelatihan untuk D Bukti pelaksanaan pelatihan pelayanan HIV/AIDS oleh 10 TL
meningkatkan kemampuan narasumber yang kompeten 5 TS
teknis Tim HIV/AIDS sesuai TT
standar. (D,W) W Ketua/anggota Tim HIV/AIDS
Kepala diklat
6. Terlaksananya fungsi rujukan D 1) Bukti laporan pelaksanaan rujukan ke fasilitas TL
HIV/AIDS pada rumahsakit pelayanan kesehatan 5 TS
sesuai dengan kebijakan yang 2) Bukti daftar pasien HIV/AIDS yang dirujuk + TT
berlaku. (D) 3) Bukti kerjasama dengan fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan
7. Terlaksananya pelayanan VCT, D Bukti laporan pelaksanaan pelayanan yang meliputi 10 TL
ART, PMTCT, IO, ODHA dengan VCT, IO, ODHA dengan factor risiko IDU, penunjang + 5 TS
faktor risiko IDU, penunjang 0 TT
sesuai dengan kebijakan. (D)
SASARAN III: PENURUNAN ANGKA KESAKITAN TUBERKULOSIS
Standar 3
Rumah sakit melaksanakan program penanggulangan tuberkulosis di rumah sakit beserta monitoring dan
evaluasinya melalui kegiatan:
a) promosi kesehatan;
b) surveilans tuberkulosis;
c) pengendalian faktor risiko;
d) penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis;
e) pemberian kekebalan; dan
f) pemberian obat pencegahan.
Maksud dan Tujuan Standar 3, standar 3.1, standar 3.2, Standar 3.3
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penanggulangan tuberkulosis berupa upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif, preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan
untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian,
memutuskan penularan mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif akibat tuberkulosis.
Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan tubekulosis melalui kegiatan yang meliputi:
a) Promosi kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif
mengenai pencegahan penularan, pengobatan , pola hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga terjadi
perubahan sikap dan perilaku sasaran yaitu pasien dan keluarga, pengunjung serta staf rumah sakit
b) Surveilans tuberkulosis, merupakan kegiatan memperoleh data epidemiologi yang diperlukan dalam
sistem informasi program penanggulangan tuberkulosis, seperti pencatatan dan pelaporan tuberkulosis
sensitif obat, pencatatan dan pelaporan tuberkulosis resistensi obat.
c) Pengendalian faktor risiko tuberkulosis, ditujukan untuk mencegah, mengurangi penularan dan kejadian
penyakit tuberkulosis, yang pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian pencegahan infeksi
tuberkulosis di rumah sakit pengendalian faktor risiko tuberkulosis, ditujukan untuk mencegah,
mengurangi penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis, yang pelaksanaannya sesuai dengan pedoman
pengendalian pencegahan infeksi tuberkulosis di rumah sakit
d) Penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis
Penemuan kasus tuberkulosis dilakukan melalui pasien yang datang kerumah sakit, setelah pemeriksaan,
penegakan diagnosis, penetapan klarifikasi dan tipe pasien tuberkulosis. Sedangkan untuk penanganan
kasus dilaksanakan sesuai tata laksana pada pedoman nasional pelayanan kedokteran tuberkulosis dan
standar lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e) Pemberian kekebalan
Pemberian kekebalan dilakukan melalui pemberian imunisasi BCG terhadap bayi dalam upaya penurunan
risiko tingkat pemahaman tuberkulosis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f) Pemberian obat pencegahan
Pemberian obat pencegahan selama 6 (enam) bulan yang ditujukan pada anak usia dibawah 5 (lima)
tahun yang kontak erat dengan pasien tuberkulosisi aktif; orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak
terdiagnosa tuberkulosis; pupulasi tertentu lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
Kunci keberhasilan penanggulangan tuberkulosis di rumah sakit adalah ketersediaan tenaga-tenaga
kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang handal.
Elemen Penilaian Standar 3 Telusur Skor
1. Ada regulasi rumah sakit R 1) Regulasi tentang pelaksanaan penanggulangan TL
tentang pelaksanaan tuberkulosis 5 TS
penanggulangan tuberkulosis 2) Program tentang penanggulangan tuberkulosis TT
di rumah sakit dan ada rencana dengan strategi DOTS
kegiatan penanggulangan
tuberkulosis dengan strategi BUAT KERANGKA ACUAN DAN JADWAL
DOTS dalam perencanaan MONEV
rumah sakit. (R)
2. Pimpinan rumah sakit D Bukti keterlibatan pimpinan RS dalam pelaksanaan 10 TL
berpartisipasi dalam program pelayanan tuberkulosis yang melibatkan 5 TS
menetapkan keseluruhan pimpinan RS antara lain meliputi: TT
proses/mekanisme dalam 1) Ketersediaan anggaran program pelayanan
program pelayanan tuberkulosis (pelatihan, fasilitas, APD) +
tuberkulosis termasuk 2) Bukti laporan pelaksanaan program pelayanan
pelaporannya. (D,W) tuberculosis
W Direktur/Kepala bidang/divisi
Kepala unit pelayanan
Ketua/anggota Tim Tuberkulosis
3. Ada bukti upaya pelaksanaan D 1) Bukti laporan pelaksanaan edukasi upaya promosi 10 TL
promosi kesehatan tentang kesehatan tentang tuberculosis + PKRS 5 TS
tuberkulosis. (D,W) 2) Bukti materi edukasi tentang upaya promosi TT
kesehatan tentang tuberkulosis +
3) DOKTER, PERAWAT, AWAM
W
Ketua/anggota DOTS TB
Ketua/staf PKRS
4. Ada bukti pelaksanaan D 1) Bukti pelaksanaan surveilans tuberkulosis + 10 TL
surveilans tuberkulosis dan 2) Bukti laporan data surveilans tuberculosis + per 5 TS
pelaporannya. (D,W) TW 0 TT
sesuai dengan PPI 6
W
Ketua/anggota Tim DOTS TB
IPCN
5. Ada bukti pelaksanaan upaya D Bukti pelaksanaan tentang pemberian vaksinasi atau 10 TL
pencegahan tuberkulosis obat pencegahan meliputi : 5 -
melalui pemberian kekebalan 1) daftar pasien yang diberikan vaksinasi atau obat TT
dengan vaksinasi atau obat pencegahan tuberculosis -
pencegahan. (D,W) 2) daftar vaksin atau obat pencegahan tuberkulosis
yang telah digunakan -
W Petugas pendaftaran/admisi
Pasien/ keluarga
4. Ada bukti staf mematuhi O 1) Lihat kepatuhan staf dalam penggunaan APD di 10 TL
penggunaan alat pelindung diri unit pelayanan pasien tuberkulosis (Rawat Inap, 5 TS
(APD) saat kontak dengan Rawat Jalan, Laboratorium, saat transfer pasien) 0 TT
pasien atau specimen. (O,W) 2) Lihat ketersediaan APD di unit pelayanan pasien
tuberkulosis (Rawat Inap, Rawat Jalan, IGD,
Radiologi, Laboratorium)
W PPA
Staf klinis
5. Ada bukti pengunjung O 1) Lihat kepatuhan pengunjung dalam penggunaan 10 TL
mematuhi penggunaan alat APD di unit pelayanan pasien tuberkulosis (Rawat 5 TS
pelindung diri (APD) saat Inap, Rawat Jalan) 0 TT
kontak dengan pasien. (O,W) 2) Lihat ketersediaan APD untuk pengunjung di unit
pelayanan pasien Tuberkulosis (Rawat Inap, Rawat
Jalan)
W Pasien/Keluarga
Pengunjung RS
Staf klinis
SASARAN IV: PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
Resistensi terhadap antimikroba (disingkat : resistensi antimikroba, dalam bahasa inggris antimicrobial resisten,
AMR ) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan yang dapat
menurunkan mutu dan meningkatkan risiko pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien.
Yang dimaksud dengan reistensi antimikroba adalah ketidakmampuan antimikroba membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroba sehingga penggunaannya sebagai terapi penyakit infeksi menjadi tidak
efektif lagi.
Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat penggunaan antimikroba yang tidak bijak dan
bertanggungjawab dan penyebaran mikroba resisten dari pasien ke lingkungannya karena tidak
dilaksanakannya praktik pengendalian dan pencegahan infeksi dengan baik.
Dalam rangka mengendalikan miroba resisten di rumah sakit, perlu dikembangkan program pengendalian
resistensi antimikroba di rfumah sakit. Pengendalian resistensi antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan
untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya kejadian mikroba resisten.
Dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba secara luas baik difasilitas pelayanan kesehatan maupun di
komunitas ditingkat nasional telah dibentuk komite pengendalian antimikroba yang selanjutnya disingkat KPRA
oleh kementrian kesehatan, Disamping itu telah ditetapkan program aksi nasional/national action plan on
antimicrobial resistance ( NAP-AMR) yang didukung WHO. Program pengendalian resistensi antimikroba (PPRA)
merupakan upaya pengendalian resistensi secara terpadu dan paripurna difasilitas pelayanan kesehatan.
Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik apabila mendapat dukungan penuh dari
pimpinan/direktur rumah sakit berupa penetapan regulasi pengendalian resistensi antimikroba, pembentukan
organisasi pengelola, penyediaan fasilitas, sarana dan dukungan finansial untik mendukung pelaksanaan PPRA.
Penggunaan antimiroba secara bijak adalah penggunaan antimikroba yang sesuai dengan penyakit infeksi dan
penyebabnya dengan regimen dosis optimal, durasi pemberian optimal, efek samping dan dampak munculnya
mikroba resisten yang minimal pada pasien. Oleh sebab itu diagnosis dan pemberian antimikroba harus disertai
dengan upaya menemukan penyebab infeksi dan kepekaan mikroba pathogen terhadap antimikroba.
Penggunaan antimikroba secara bijak memerlukan regulasi dalam penerapan dan pengendaliannya. Pimpinan
rumah sakit harus membentuk komite atau Tim PPRA sesuai peraturan perundang undangan sehingga PPRA
dapat dilakukan dengan baik.
Standar 4
Rumah sakit menyelenggarakan pengendalian resistensi antimikroba sesuai peraturan perundang-undangan.
Maksud dan Tujuan Standar 4
Penyelenggaraan pengendalian resistensi antimikroba haruslah dilakukan untuk seluruh unit kerja terkait
(dokter, perawat,bidan,farmasis, laboratorium) di rumah sakit dalam rentang kendali direktur rumah sakit
Tersedia regulasi pengendalian resistensi antimikroba di RS yang meliputi:
Pengendalian resistensi antimikroba
Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis pembedahan
Organisasi pelaksana, Tim/ Komite PPRA terdiri dari tenaga kesehatan yang kompeten dari unsur:
Staf Medis
Staf Keperawatan
Staf Instalasi Farmasi
Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi klinis
Komite Farmasi dan Terapi
Komite PPI
Organisasi PRA dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat sertifikat pelatihan PPRA
Rumah sakit menyusun program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit terdiri dari :
a. peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga tentang masalah resistensi
antimikroba
b. pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit
c. surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit
d. surveilans pola resistensi antimikroba
e. forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
Rumah sakit membuat laporan pelaksanaan program/ kegiatan PRA meliputi:
a) kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan tentang pengendalian resistensi antimikroba
b) surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuk laporan pelaksanaan pengendalian antibiotik)
c) surveilans pola resistensi antimikroba
d) forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
Elemen Penilaian Standar 4 Telusur Skor
1. Ada regulasi dan program R Regulasi tentang pengendalian resistensi antimikroba 10 TL
tentang pengendalian resistensi di RS 5 TS
antimikroba di rumah sakit 1) Panduan penggunaan antibiotik profilaksis & 0 TT
sesuai peraturan perundang- terapi di RS)+
undangan. (R) 2) Program pengendalian resistensi antimikroba RS+
POLA KUMAN RS LUAR
2. Ada bukti pimpinan rumah sakit D 1) Bukti pelaksanaan rapat tentang penyusunan 10 TL
terlibat dalam menyusun program melibatkan pimpinan RS UMAN 5 TS
program. (D,W) 2) Bukti program PRA-RS yang sudah disetujui/ditanda 0 TT
tangani Direktur +
W Direktur
Kepala unit pelayanan
Kepala bidang/divisi
Komite/Tim PPRA
3. Ada bukti dukungan anggaran D Bukti tersedianya anggaran operasional PPRA dalam 10 TL
operasional, kesekretariatan, dokumen Anggaran 5 TS
sarana-prasarana untuk 0 TT
menunjang kegiatan fungsi, dan O Lihat kantor sekretariat Komite/Tim PPRA yang
tugas organisasi PPRA. (D,O,W) dilengkapi sarana kantor dan ATK
W Komite/Tim PPRA
4. Ada bukti pelaksanaan D Bukti dalam rekam medis tentang pelaksanaan 10 TL
penggunaan antibiotik terapi penggunaan antibiotik sebagai terapi dan profilaksis 5 TS
dan profilaksis pembedahan pembedahan pada seluruh proses asuhan pasien 0 TT
pada seluruh proses asuhan PANDUAN ADA
pasien sesuai panduan. (D,O,W) O BUKTI DI RM—PROFILAKSIS -
Dokter
Perawat
Apoteker
Komite/tim PPRA
5. Direktur melaporkan kegiatan D Bukti laporan tentang PPRA RS secara berKALA 10 TL
PPRA secara berkala kepada minimal 1 (satu) tahun sekali kepada KPRA Kemenkes - -
KPRA. (D,W) 0 TT
W Direktur RS-TW KE KEMKES 1TH
Komite/tim PPRA
Standar 4.1
Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) melaksanakan kegiatan pengendalian resistensi antimikroba.
Maksud dan Tujuan Standar 4.1
Kegiatan pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara operasional dilaksanakan oleh organisasi
yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit, dalam bentuk Komite atau Tim.
Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan evaluasi dan analisis indikator mutu PPRA sesuai peraturan
perundang-undangan meliputi:
a) perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
b) perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
c) peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi
d) penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba resisten
e) indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba resisten sesuai indikator
bakteri multi-drug resistant organism (MDRO), antara lain: bakteri penghasil extended spectrum beta-
lactamase (ESBL), Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Carbapenemase resistant
enterobacteriaceae (CRE) dan bakteri pan-resisten lainnya. (Lihat juga PPI.6)
Elemen Penilaian Standar 4.1 Telusur Skor
1. Ada organisasi yang mengelola R Bukti penetapan komite/tim PPRA yang dilengkapi 10 TL
kegiatan pengendalian uraian tugas, tanggung jawab dan wewenangnya -
resistensi antimikroba dan (Pedoman kerja) TT
melaksanakan program URAIAN TUGAS PER INDIVIDU
pengendalian resistensi
antimikroba rumah sakit
meliputi a) sampai dengan e) di
maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti kegiatan organisasi D Bukti pelaksanaan kegiatan komite/tim PPRA 10 TL
yang meliputi a) sampai dengan (sosialisasi program,pengendalian penggunaan 5 TS
e) di maksud dan tujuan. (D,W) antibiotik,audit antibiotik kuantitatif dan 0 TT
kualitatif,surveilans mikroba resisten, forum kajian
penyakit infeksi terintegrasi) + TH 2018 PELATIHAN
W Komite/tim PPRA
PPA
3. Ada penetapan indikator mutu D Bukti penetapan indikator mutu (peningkatan kualitas 10 TL
yang meliputi a) sampai dengan penggunaan 5 TS
e) di maksud dan tujuan. (D,W) TARGET 60% CAPAIAN 20% 0 TT
W Komite/Tim PPRA
Komite/Tim PMKP
4. Ada monitoring dan evaluasi D Bukti hasil pencapaian indikator mutu 10 TL
terhadap program 5 TS
pengendalian resistensi W Direktur RS + 0 TT
antimikroba yang mengacu Komite/Tim PPRA
pada indikator pengendalian Komite/Tim PMKP
resistensi antimikroba (D,W)
5. Ada bukti pelaporan kegiatan D Bukti tentang laporan kegiatan komite/tim PRA secara 10 TL
PPRA secara berkala dan berkala kepada Direktur RS 5 TS
meliputi butir a) sampai dengan TW 0 TT
d) di maksud dan tujuan. (D,W) W Komite/tim PPRA
Direktur RS
SASARAN V: PELAYANAN GERIATRI
Standar 5
Rumah sakit menyediakan pelayanan geriatri rawat jalan, rawat inap akut dan rawat inap kronis sesuai dengan
tingkat jenis pelayanan.
Maksud dan Tujuan Standar 5 dan Standar 5.1
Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multi penyakit/gangguan akibat penurunan fungsi organ,
psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara tepadu dengan
pendekatan multi disiplin yang bekerja sama secara interdisiplin. Dengan meningkatnya sosial ekonomi dan
pelayanan kesehatan maka usia harapan hidup semakin meningkat, sehingga secara demografi terjadi
peningkatan populasi lanjut usia. Sehubungan dengan itu rumah sakit perlu menyelenggarakan pelayanan
geriatri sesuai dengan tingkat jenis pelayanan geriatri:
a) tingkat sederhana
b) tingkat lengkap
c) tingkat sempurna
d) tingkat paripurna
Elemen Penilaian Standar 5 Telusur Skor
1. Ada regulasi tentang R Regulasi tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri 10 TL
penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit sesuai dengan tingkat jenis layanan + - -
geriatri di rumah sakit sesuai SEDERHANA 0 TT
dengan tingkat jenis layanan.
(R)
W Kepala/staf PKRS
Ketua/Anggota Tim Terpadu Geriatri
Pasien/keluarga
4. Ada bukti pelaksanaan D Bukti laporan pelaksanaan edukasi warga lanjut usia di 10 TL
kegiatan. (D,O,W) masyarakat 5 TS
BEUM MASIH DALAM RENCANA 0 TT
W Pimpinan RS
Ketua/anggota Tim Terpadu Geriatri