Pembimbing :
dr. Lukman Ali Husin, Sp.PD
Disusun Oleh :
Rifa Aulia Ramadhanty
2017730098
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Journal reading
tentang “Association of Hypertension With All-Cause Mortality among Hospitalized
Patient With COVID-19” ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan laporan ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang
diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Lukman Ali Husin, Sp.PD sebagai
dokter pembimbing.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak yang membaca ini, agar penulis dapat
mengoreksi dan dapat membuat laporan referat ini yang lebih baik kedepannya.
Demikianlah laporan ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Ilmu
Penyakit Dalam serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Hasil
a. Karakteristik demografi populasi dalam penelitiatn
SEMI COVID-19 dapat mengumpulkan data sebanyak 13.121 responden. 895
nya kehilangan informasi, sehingga hanya 12.226 (93,2%) responden yang
masuk dalam penelitian.
Dari 13.121 responden yang dapat dikumpulkan, 196 nya tidak memiliki
data yang lengkap terkait usia, jens kelamin ataupun ras nya, 304 diantara nya
tidak memiliki data yang lengkap terkait tanggal kematian dan kepulangannya,
dan 395 diantara nya tidak memiliki data terkait anti hipertensi yang digunakan.
Rata-rata usia responden dalam penelitian adalah 67.5 dengan presentase
terbanyak pada wanita yaitu 42.6%. Hipertensi (50.9%) adalah komorbid yang
paling sering ditemukan, sedangkan terdapat 19.1% dengan diabetes mellitus,
terdapat 11,2% dengan atrial fibrilasi, 8.0% dengan penyakit jantung coroner,
7.7% dengan penyakit stroke, 7.1% dengan gagal jantung, 7.0% dengan ppok,
6.0% dengan penyakit ginjal kronik. Saat membagi tingkatan populasi
berdasarkan mampu bertahan hidup atau tidak mampu bertahan hidup nya, rata-
rata usia yang lebih tua pada responden menunjukkan lebih tinggi pada
kelompok yang tidak dapat bertahan hidup. Demikian pula semua komorbiditas
kronis pada tabel 1 menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok
yang tidak dapat bertahan.
Diskusi
Hipertensi dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien COVID-19 yang
di rawat inap di rumah sakit yaitu sekitar 20% (terlepas dari faktor usia, gagal
jantung, fibrilasi atrium, dan penyakit komorbid lainnya). Penelitian ini sejalan
dengan penelitian besar lainnya yang mendukung pengamatan bahwa pasien COVID-
19 yang lebih tua memiliki faktor risiko untuk lebih rentan daripada populasi umum
lainnya.
Dalam penelitian populasi peneliti mengamati bahwa semakin tinggi skor
indeks Cahrlson maka semakin tinggi pula angka kematiannya.Namun, hubungan
spesifik antara hipertensi dengan COVID-19 saat ini masih kontroversial. Beberapa
penelitian menghubungkan adanya hipertensi dapat sebabkan semakin buruknya
pasien yang terkena COVID-19, sementara penelitian lainnya beranggapan bahwa
hipertensi hanya sebagai faktor pembaur berdasarkan usia, penyakit kardiovaskular
dan peningkatan kematian karena COVID-19.
Menurut (Laccarino, et.al) dalam studi cross-sectional, observasi, dan
multisenter yang menganalisis komorbiditas pada 1.591 pasien COVID-19 di
Italia.Mereka menemukan bahwa hipertensi adalah kondisi yang sudah ada
sebelumnya 73,4%. Dalam penelitian nya menunjukkan bahwa kondisi klinis, usia,
riwayat penyakit komorbid seperti diabetes mellitus, PPOK, penyakit ginjal kronik,
serta pada pasien yang tidak memiliki hipertensi yang menunjukkan nilai prognosis
kematian akibat COVID-19. Meskipun penelitian yang dilakukan oleh Laccariona
dkk dan penelitian ini menunjukkan banyak kesamaan, seperti nilai median usia
responden yang mampu bertahan dan tidak mampu bertahan hidup, kondisi
prevalensi dasar, penyesuaian multivarian, dan semua penyebab kematian, perbedaan
yang mendasar adalah hingga 72,7% penelitian yang dilakukan di Italia masih dalam
fase aktif COVID-19. Pada tahap suatu penyakit setidaknya Argumen lebih lanjut
menjelaskan bahwa hingga 7% pasien dalam penelitian Italia menerima perawatan
rawat jalan, karena masuk rumah sakit bukanlah kriteria inklusi nya. Hal ini Ini
mencerminkan adanya perbedaan derajat keparahan penyakit yang berbeda pada
pasien tersebut.
Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya dengan ACEI/ARB pada
pasien hipertensi tidak berhubungan dengan terjadinya peningkatan risiko yang lebih
tinggi sebagai penyebab mortalitas pada pasien dengan COVID-19 yang dirawat inap
dibandingkan dengan pengobatan antihipertensi lainnya. Dua makalah terbaru yang
membahas mengenai hubungan antara pengobatan sebelumnya dengan ACEI/ARB
dan COVID-19 mengkonfirmasi pengamatan penelitian ini, dimana mereka tidak
menemukan adanya peningkatan keparahan COVID-19 pada kelompok pasien yang
diobati dengan ACEI/ARB dibandingkan dengan obat lain untuk penyakit jantung
koroner. Penting untuk di garis bawahi bahwa penggunaan ACE dan ARB pada
kedua penelitian diatas tidak sama dengan hipertensi, karena prevalensi hipertensi
pada kelompok pasien yang diobati dengan ACEI/ARB berkisar antara 58%-71%. .
Dengan kata lain, penyakit lain di mana ACEI/ARB juga dapat diindikasikan sebagai
terapi dasar dimasukkan dalam analisis dalam penelitian ini dan dapat bertindak
sebagai faktor perancu dari manfaat atau bahaya ACEI/ARB dari perspektif mereka
sebagai pengobatan sebelum masuk rumah sakit. Sebaliknya, peneliti dalam
penelitian ini membahas penggunaan ACEI/ARB secara ekslusif untuk hipertensi dan
sebelum masuk rumah sakit. Oleh karena itu, hasil kedua penelitian tidak boleh
ditafsirkan sebagai argumen yang menentang hubungan antara HT dan COVID-19,
tetapi sebagai bukti bahwa pengobatan CVD sebelumnya dengan ACEI/ARB tidak
berhubungan dengan tingkat keparahan atau kerentanan terhadap COVID-19 itu
sendiri.
Risiko terendah dari semua penyebab kematian pada pasien COVID-19
dengan hipertensi yang diobati sebelumnya, dapat diamati pada kelompok ARB
selain itu, kelompok ini juga menunjukkan adanya kecenderungan untuk menjadi
protektif dalam dua minggu. Sindrom “badai sitokin” umumnya berkembang setelah
minggu kedua infeksi COVID-19. Angiotensin II terbukti meningkat pada COVID-
19, ARB bertindak pada langkah terakhir dalam sistem RAAS tepatnya memblokir
reseptor angiotensin I agar angiotensin II tidak terbentuk, sehingga di klaim bahwa
ARB lebih unggul daripada ACE inhibitor dalam meningkatkan prognosis COVID-
19.
Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian ini, mortalitas meningkat pada
pasien yang dicegah untuk melanjutkan pengobatan sebelumnya dengan ACEI/ARB
selama mereka tinggal di rumah sakit. Oleh karena itu, wajib untuk melakukan
evaluasi yang cermat terhadap obat yang digunakan pada pasien hipertensi yang
didiagnosis dengan COVID 19.
Kesimpulan
Hipertensi dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi untuk semua penyebab
kematian secara independen dari komorbiditas lain, jenis kelamin, dan usia.
Pengobatan sebelumnya dengan ACEI/ARB, dibandingkan dengan obat
antihipertensi lainnya, tidak mengubah hasil pada pasien hipertensi. Dibandingkan
dengan obat antihipertensi lain, pasien hipertensi yang sebelumnya diobati dengan
penghambat reseptor angiotensin II (ARB) memiliki risiko terendah untuk semua
penyebab kematian.