Anda di halaman 1dari 13

TUGAS JOURNAL READING

“Association of Hypertension With All-Cause Mortality among


Hospitalized Patient With COVID-19”

Pembimbing :
dr. Lukman Ali Husin, Sp.PD

Disusun Oleh :
Rifa Aulia Ramadhanty
2017730098

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Journal reading
tentang “Association of Hypertension With All-Cause Mortality among Hospitalized
Patient With COVID-19” ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan laporan ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang
diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Lukman Ali Husin, Sp.PD sebagai
dokter pembimbing.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak yang membaca ini, agar penulis dapat
mengoreksi dan dapat membuat laporan referat ini yang lebih baik kedepannya.
Demikianlah laporan ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Ilmu
Penyakit Dalam serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Jakarta, 24 Februari 2022

Rifa Aulia Ramadhanty


ABSTRAK

Peningkatan mortalitas (kematian) yang terjadi pada penyandang


hipertensi dengan COVID-19 masih belum jelas penyebabnya, kemungkinan hal ini
terjadi pada pasien yang lebih tua atau karena adanya suatu mekanisme spesifik.
Metode penelitian cross-sectional, deskriptif dan restrospektif, menganalisa 12.226
pasien yang dirawat di 150 rumah sakit pusat di Spanyol, yang termasuk dalam
jaringan COVID-19. Peneliti membandingkan karakteristik klinis pasien yang
selamat dan yang tidak selamat. Usia rata-rata subjek dari penelitian ini berusia 67
tahun dengan 42,6% adalah wanita. Secara keseluruhan, 2630(21,5%) subjek
meninggal dunia. Penyebab terbanyak adalah karena adanya komorbid hipertensi
sebanyak 50,9%, dengan diabetes (19,1%), dan dengan atrial fibrilasi (11,2%).
Analisis multivariat menunjukkan setelah di golongkan berdasarkan jenis kelamin,
usia, dan indeks komorbiditas Charlson, semua penyebab mortalitas hipertensi
secara signifikan dapat di prediksi dengan tingkat penghambat angiotensin
converting enzim atau jenis penghambat renin angiotensin-aldosteron atau
penghambat reseptor angiotensin II (ARBs). Hipertensi memiliki nilai prognosis
dari semua penyebab kematian pasien dengan COVID-19 yang di rawat di rumah
sakit. Penghambat reseptor angiotensin II (ARB) menunjukkan risiko yang rendah
terhadap kematian pasien dengan hipertensi daripada jenis antihipertensi lainnya.
PENDAHULUAN
Penyakit coronavirus (COVID-19) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
sindrom pernapasan akut yang parah. Pada 14 Agustus 2020, hampir 21 juta orang
terdiagnosa COVID-19 dan 760.371 pasien telah meninggal dunia.
Salah satu ciri dari COVID-19 baru-baru ini pertamakali di laporkan di
China dan Italalia, menunjukkan bahwa kelompok usia tua dengan risiko penyakit
kardiovaskular memiliki risiko tinggi untuk terkena COVID-19 yang lebih buruk.
Dengan demikian, hipertensi menjadi salah satu faktor risiko yang menyebabkan
peyakit kardiovaskular dan juga sebagai salah satu faktor prognostik terkena
COVID-19 yang lebih berat.
Beberapa argumen mendukung hipotesis penyebab hubungan antara hipertensi
dan COVID-19, berikut ini akan di jelaskan lebih lanjut:
1. Inflamasi mikrovaskular memiliki peran penting dalam patogenesis
hipertensi dan COVID-19, sebagai gambaran tinggi nya kadar sitokin pada
hipertensi dan COVID-19.
2. ACE-2 (angiotensin converting enzyme) memiliki peran penting sebagai
reseptor pengikat penetrasi seluler COVID-19. Ini juga di distribusikan
secara luas pada epitel pernapasan seperti di jantung, ginjal, dan pembuluh
darah.
Penghambat angiotensin converting enzyme (ACEIs) dan penghambat reseptor
angiotensin II (ARBs) merupakan obat anti hipertensi terbanyak yang digunakan pada
hipertensi. Aktivasi ACE atau angiotensin atau reseptor angiotensin 2 tipe 1 (AT1R)
telah di akui tidak hanya meningkatkan kerentanan tetapi juga meningkatkan
keparahan infeksi SARS COV-2.
Berdasarkan hasil hipotesis alternatif berasumsi bahwa usia tua dengan penyakit
kardiovaskular, termasuk hipertensi masih menjadi faktor yang membingungkan
pada COVID-19. Sehingga masih di butuhkan kejadian-kejadian lebih lainnya untuk
mendukung hubungan antara hipertensi dengan penyakit kardiovaskular pada
penderita COVID-19 yang tidak bergantung pada usia. Prevalensi hipertensi
meningkat pada usia lanjut dan meningkat >60% pada usia lebih dari 60 tahun. Usia
juga memiliki peranan pada penyakit jantung koroner dan peningkatan risiko
terjadinya stroke.
Obat antihipertensi penghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron memiliki
efek yang menguntungkan pada pasien COVID-19. Penghambat ACE dan ARB
berkontribusi dalam peningkatan pro-inflamasi angiotensin II sebagai hasil
menurunkan aktivitas kadar ACE2. Penghambat ACE dan ARB kemungkinan
memiliki persamaan dan perbedaan mekanisme pada pasien COVID-19, namun
beberapa peneliti memprediksi adanya efek yang lebih menguntungkan pada ARB
dibandingkan dengan penghambat ACE, karena angiotensin II sebagai produk akhir
yang mewakili RAAS, yang efek pro-inflamasinya harus di hindari. Olehkarena itu,
banyak peneliti yang menganjurkan untuk menggunakan penghambat ACE dan ARB
pada pasien dengan COVID-19. Penelitian intervasional saat ini sedang melakukan
penelitian mengenai manfaat penggunaan ACE dan ARB sebagai pengobatan pada
COVID-19, meskipun dilakukan pada pasien dengan tekanan darah normal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah hipertensi merupakan
faktor risiko independen kematian pada pasien COVID-19 yang di rawat di rumah
sakit Spanyol. Lebih khususnya, penelitian ini mencari dan memeriksa efek
pengobatan sebelumnya dengan penghambat ACE atau ARB pada pasien ini, serta
mencari tahu hubungan antara hipertensi ACE atau ARB dengan perawatan di ICU
yang menerima ventilasi mekanis.

Subjek dan Metode


SEMI-COVID-19 merupakan registrasi pendaftaran nasional yang
multisenter, observasional, retrospektif yang sedang berlangsung. Total dari 150
rumah sakit dari 17 wilayah yang ada di Spanyol berpartisipasi dalam pendaftaran,
sehingga menunjukkan sampel yang representatif dari seluruh Negara. Kriteria
inklusi pada pasien yang berusia >18 tahun yang pertamakali masuk ke rumah sakit
di Spanyol yang telah di diagmosis COVID-19 dengan pemeriksaan mikrobiologi
RT-PCR nasofaringeal. Kriteria eksklusi merupakan pasien yang sama pada
pemriksaan berikutnya (pada pasien sudah pernah di rawat dirumah sakit dengan
terdiagnosa COVID-19 atau pada pasien yang menolak persetujuan, didapatkan total
dari 13.121 pasien yang terkumpul dari 1 Maret 2020-24 Juni 2020 dengan rentang
usia 18-106 tahun.
Sekitar 300 variabel yang dikumpulkan secara retrospektif, sebagai beikut:
1. Kriteria inklusi
2. Data epidemiologi
3. Data RT-PCR dan serologi
4. Pengobatan personal dan riwayat pengobatan, termasuk pengobatan
antihipertensi seperti penghambat ACE, ARB, dan lainnya
5. Tanda dan pemeriksaan fisik yang ditemukan
6. Laboratorium (gas darah, metabolik, darah lengkap, dan koagulasi) dan tes
pencitraan
7. Data tambahan pada tujuh hari setelah masuk atau saat masuk ke ICU
8. Pengobatan farmakologi dan ventilator selama rawat inap, 9. Komplikasi
selama perawatan
9. Kemajuan setelah keluar dan atau 30 hari setelah terdiagnosis.
Variabel penelitian diuji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil
yang di tampilkan sebagai rata-rata (standar deviasi) atau median (persentil ke-25
hingga ke-75) untuk variable kontinu dan angka (%) untuk variabel kategori.
Untuk membandingkan data demografis dan karakteristik klinis diantara
kelompok yang berbeda, peneliti menggunakan uji analisis varian ANOVA atau
menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk variabel lanjut. Hipertensi dapat
dikategorikan sebagai ada dan tidak ada, apabila ada hipertensi maka di golongkan
menjadi 3 kelompok berdasarkan obat anti hipertensinya, yaitu: a. Obat anti
hipertensi non ACEIs atau ARB, b. Penghambat ACE, c. ARBs.

Hasil
a. Karakteristik demografi populasi dalam penelitiatn
SEMI COVID-19 dapat mengumpulkan data sebanyak 13.121 responden. 895
nya kehilangan informasi, sehingga hanya 12.226 (93,2%) responden yang
masuk dalam penelitian.

Dari 13.121 responden yang dapat dikumpulkan, 196 nya tidak memiliki
data yang lengkap terkait usia, jens kelamin ataupun ras nya, 304 diantara nya
tidak memiliki data yang lengkap terkait tanggal kematian dan kepulangannya,
dan 395 diantara nya tidak memiliki data terkait anti hipertensi yang digunakan.
Rata-rata usia responden dalam penelitian adalah 67.5 dengan presentase
terbanyak pada wanita yaitu 42.6%. Hipertensi (50.9%) adalah komorbid yang
paling sering ditemukan, sedangkan terdapat 19.1% dengan diabetes mellitus,
terdapat 11,2% dengan atrial fibrilasi, 8.0% dengan penyakit jantung coroner,
7.7% dengan penyakit stroke, 7.1% dengan gagal jantung, 7.0% dengan ppok,
6.0% dengan penyakit ginjal kronik. Saat membagi tingkatan populasi
berdasarkan mampu bertahan hidup atau tidak mampu bertahan hidup nya, rata-
rata usia yang lebih tua pada responden menunjukkan lebih tinggi pada
kelompok yang tidak dapat bertahan hidup. Demikian pula semua komorbiditas
kronis pada tabel 1 menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok
yang tidak dapat bertahan.

Untuk dapat lebih mengkarakterisasi hubungan antara hipertensi dan hasil,


peneliti membandingkan pasien dengan tekanan darah normal (normo tensif)
dengan hipertensi dari ketiga kategori hipertensi berdasarkan antihipertensi
yang digunakan.

Pada diagram di atas menjelaskan tingkat mortalitas (kematian) responden


dalam penelitian, menunjukkan bahwa responden yang memiliki hipertensi
secara signifikan memiliki angka kematian yang tinggi dibandingkan
responden dengan tekanan darah normal (normotensi). Selain itu, pada
kelompok hipertensi dengan pengobatan non ACEI/ARB menunjukkan
tingkat mortalitas (kematian) yang paling tinggi dibandingkan dengan
kelompok yang menggunakan ACEI/ARB. Menariknya peneliti melihat
nahwa di antara subjek yang menggunakan ARB memiliki hasil yang lebih
baik daripada yang menggunakan ACEI.
Kurva Kaplan-Meier dibawah ini menggambarkan angka kemampuan
bertahan pada responden selama pengamatan dengan kelompok tekanan
darah normal (normotension) dan responden hipertensi dengan tiga kategori.

Responden yang tidak hipertensi menunjukkan angka kemampuan


bertahan hidup yang baik, sedangkan pada responden dengan kelompok yang
tidak menggunakan antihipertensi ACEI ataupun ARB menunjukkan angka
kemampuan bertahan yang rendah.
Selanjutnya, pada tabel di atas menunjukkan perbedaan pasien
hipertensi dan pasien yang tidak hipertensi Gambar di atas menjelaskan
distribusi komorbiditas pada responden tanpa hipertensi memiliki risiko yang
paling rendah untuk mengalami kematian sedangkan pada responden dengan
pengobatan anti hipertensi yang bukan dari ACEI ataupun ARB memiliki
risiko yang tinggi sebabkan kematian.
Menggunakan kovariat kematian sebagai variabel dependen ini,
peneliti melakukan analisis regresi bertahap yang disesuaikan dengan usia dan
jenis kelamin. Indeks komorbiditas Charlson dan usia merupakan dua faktor
independen utama yang memprediksi kematian. Jenis kelamin laki-laki, atrial
fibrilasi, dan gagal jantung tetap menjadi penentu yang signifikan penyebab
kematian sedangkan pada diabetes dan PPOK tidak dijadikan sebagai penentu.

Diskusi
Hipertensi dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien COVID-19 yang
di rawat inap di rumah sakit yaitu sekitar 20% (terlepas dari faktor usia, gagal
jantung, fibrilasi atrium, dan penyakit komorbid lainnya). Penelitian ini sejalan
dengan penelitian besar lainnya yang mendukung pengamatan bahwa pasien COVID-
19 yang lebih tua memiliki faktor risiko untuk lebih rentan daripada populasi umum
lainnya.
Dalam penelitian populasi peneliti mengamati bahwa semakin tinggi skor
indeks Cahrlson maka semakin tinggi pula angka kematiannya.Namun, hubungan
spesifik antara hipertensi dengan COVID-19 saat ini masih kontroversial. Beberapa
penelitian menghubungkan adanya hipertensi dapat sebabkan semakin buruknya
pasien yang terkena COVID-19, sementara penelitian lainnya beranggapan bahwa
hipertensi hanya sebagai faktor pembaur berdasarkan usia, penyakit kardiovaskular
dan peningkatan kematian karena COVID-19.
Menurut (Laccarino, et.al) dalam studi cross-sectional, observasi, dan
multisenter yang menganalisis komorbiditas pada 1.591 pasien COVID-19 di
Italia.Mereka menemukan bahwa hipertensi adalah kondisi yang sudah ada
sebelumnya 73,4%. Dalam penelitian nya menunjukkan bahwa kondisi klinis, usia,
riwayat penyakit komorbid seperti diabetes mellitus, PPOK, penyakit ginjal kronik,
serta pada pasien yang tidak memiliki hipertensi yang menunjukkan nilai prognosis
kematian akibat COVID-19. Meskipun penelitian yang dilakukan oleh Laccariona
dkk dan penelitian ini menunjukkan banyak kesamaan, seperti nilai median usia
responden yang mampu bertahan dan tidak mampu bertahan hidup, kondisi
prevalensi dasar, penyesuaian multivarian, dan semua penyebab kematian, perbedaan
yang mendasar adalah hingga 72,7% penelitian yang dilakukan di Italia masih dalam
fase aktif COVID-19. Pada tahap suatu penyakit setidaknya Argumen lebih lanjut
menjelaskan bahwa hingga 7% pasien dalam penelitian Italia menerima perawatan
rawat jalan, karena masuk rumah sakit bukanlah kriteria inklusi nya. Hal ini Ini
mencerminkan adanya perbedaan derajat keparahan penyakit yang berbeda pada
pasien tersebut.
Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya dengan ACEI/ARB pada
pasien hipertensi tidak berhubungan dengan terjadinya peningkatan risiko yang lebih
tinggi sebagai penyebab mortalitas pada pasien dengan COVID-19 yang dirawat inap
dibandingkan dengan pengobatan antihipertensi lainnya. Dua makalah terbaru yang
membahas mengenai hubungan antara pengobatan sebelumnya dengan ACEI/ARB
dan COVID-19 mengkonfirmasi pengamatan penelitian ini, dimana mereka tidak
menemukan adanya peningkatan keparahan COVID-19 pada kelompok pasien yang
diobati dengan ACEI/ARB dibandingkan dengan obat lain untuk penyakit jantung
koroner. Penting untuk di garis bawahi bahwa penggunaan ACE dan ARB pada
kedua penelitian diatas tidak sama dengan hipertensi, karena prevalensi hipertensi
pada kelompok pasien yang diobati dengan ACEI/ARB berkisar antara 58%-71%. .
Dengan kata lain, penyakit lain di mana ACEI/ARB juga dapat diindikasikan sebagai
terapi dasar dimasukkan dalam analisis dalam penelitian ini dan dapat bertindak
sebagai faktor perancu dari manfaat atau bahaya ACEI/ARB dari perspektif mereka
sebagai pengobatan sebelum masuk rumah sakit. Sebaliknya, peneliti dalam
penelitian ini membahas penggunaan ACEI/ARB secara ekslusif untuk hipertensi dan
sebelum masuk rumah sakit. Oleh karena itu, hasil kedua penelitian tidak boleh
ditafsirkan sebagai argumen yang menentang hubungan antara HT dan COVID-19,
tetapi sebagai bukti bahwa pengobatan CVD sebelumnya dengan ACEI/ARB tidak
berhubungan dengan tingkat keparahan atau kerentanan terhadap COVID-19 itu
sendiri.
Risiko terendah dari semua penyebab kematian pada pasien COVID-19
dengan hipertensi yang diobati sebelumnya, dapat diamati pada kelompok ARB
selain itu, kelompok ini juga menunjukkan adanya kecenderungan untuk menjadi
protektif dalam dua minggu. Sindrom “badai sitokin” umumnya berkembang setelah
minggu kedua infeksi COVID-19. Angiotensin II terbukti meningkat pada COVID-
19, ARB bertindak pada langkah terakhir dalam sistem RAAS tepatnya memblokir
reseptor angiotensin I agar angiotensin II tidak terbentuk, sehingga di klaim bahwa
ARB lebih unggul daripada ACE inhibitor dalam meningkatkan prognosis COVID-
19.
Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian ini, mortalitas meningkat pada
pasien yang dicegah untuk melanjutkan pengobatan sebelumnya dengan ACEI/ARB
selama mereka tinggal di rumah sakit. Oleh karena itu, wajib untuk melakukan
evaluasi yang cermat terhadap obat yang digunakan pada pasien hipertensi yang
didiagnosis dengan COVID 19.
Kesimpulan
Hipertensi dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi untuk semua penyebab
kematian secara independen dari komorbiditas lain, jenis kelamin, dan usia.
Pengobatan sebelumnya dengan ACEI/ARB, dibandingkan dengan obat
antihipertensi lainnya, tidak mengubah hasil pada pasien hipertensi. Dibandingkan
dengan obat antihipertensi lain, pasien hipertensi yang sebelumnya diobati dengan
penghambat reseptor angiotensin II (ARB) memiliki risiko terendah untuk semua
penyebab kematian.

Anda mungkin juga menyukai