Anda di halaman 1dari 38

AKULTURASI BAHASA DAERAH DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

DI KELURAHAN BONEOGE KECAMATAN LAKUDO


KABUPATEN BUTON TENGAH

OLEH :

NANI FADLIA
A1A1 16 053

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum bahasa merupakan simbol khas dari suatu Negara ataupun wilayah

di setiap suku. Bahasa merupakan unsur vital dalam berkomunikasi atau sebagai alat

komunikasi paling utama. Dalam melakukan interaksi sosial antara individu dengan

individu lainnya, maka di butuhkan peran bahasa. Bahasa sangat beragam di dunia

ini, karena setiap Negara mempunyai bahasa masing-masing yang berbeda satu sama

lain, bahkan bahasa dapat membedakan antara Negara yang satu dengan degara yang

lain.

Selain itu, bahasa juga dapat menjadi ciri dari satu Negara, terutama Negara

Indonesia yang terdiri dari banyak pulau atau wilayah yang mempunyai berbagai

macam bahasa yang berbeda-beda di setiap pulau dan daerah-daerahnya yang disebut

bahasa daerah. Bahasa daerah ini dipakai dalam keadaan nonformal, dalam arti bahwa

saat berinteraksi sesama warga dalam suatu daerah, sehingga bahasa daerah ini dapat

membedahkan wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Bahasa-bahasa daerah

dalam kehidupan serta kontrak sehari-hari yang tidak resmi memiliki fungsi dan

kedudukan yang amat penting disamping bahasa Indonesia.

Akulturasi bahasa daerah ini dimaksudkan agar mempertahankan kedudukan

budaya masyarakat, seperti bahasa daerah lokal. Namun penggunaan bahasa daerah
ini juga berdampak terhadap budaya karena adanya akulturasi bahasa daerah yang ada

di Indonesia.

Dengan akulturasi bahasa daerah ini menyebabkan budaya daerah lokal semakin

terkikis, bahkan jarang digunakan, mereka lebih mengutamakan budaya daerah lain

dibandingkan daerahnya sendiri, hal ini seperti yang terjadi pada daerah Kelurahan

Boneoge. Kelurahan Boneoge merupakan salah satu Kelurahan yang terdapat di

Kecamatan Lakudo, dimana Kelurahan ini mengalami akulturasi bahasa daerah di

dalamnya, hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat Kelurahan Boneoge

bermata pencaharian di luar daerah (perantau), sehingga mengalami perubahan

bahasa daerah. Hal ini mengakibatkan budaya masyarakat semakin terisolir atau

semakin jarang digunakan oleh masyarakat, seperti penggunaan bahasa lokal, padahal

jika disadari bahasa daerah merupakan suatu identitas.

Akulturasi terjadi karena tidak ada lagi solidaritas dalam masyarakat, dimana

perubahan itu terjadi, dan salah satu yang lebih memperkuat perubahan itu adalah

adanya imigran. Oleh karena itu, dalam Keluraha Boneoge sebagian masyarakatnya

terutama dalam sebuah keluarga yang tidak lagi mengajarkan budaya terhadap anak-

anaknya tentang pentinnya budaya atau bahasa daerah.

Akulturasi yang terjadi di Kelurahan Boneoge di sebabkan oleh adanya proses

dari hasil aktivitas masyarakat setempat, dimana masyarakat melakukan proses

imigrasi, sehingga hal ini menyebabkan adanya akulturasi bahasa daerah di

Kelurahan Boneoge. Penyebab masyarakat Boneoge memiliki kebudayaan yang


berbeda-beda adalah karena proses imigrasi, sehingga individu-individu lebih

menganut dan menerima budaya-budaya asing.

Akulturasi budaya pada dasarnya merupakan sebuah proses yang timbul manakala

suatu kelompok dihadapkan dengan unsur-unsur budaya yang berbeda, sehingga

proses sosial yang timbul dalam suatu kelompok manusia dengan kebudayaan

tertentu dihadapkan dengan kebudayaan daerah lain. Masyarakat Kelurahan Boneoge

dapat menerima dan mengolah kebudayaan daerah-daerah lain tanpa menyadari

budaya sendiri, sehingga menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan itu sendiri atau

budaya lokal.

Akulturasi bahasa daerah yang terjadi di Kelurahan Boneoge itu disebabkan oleh

adanya arus globalisasi, termasuk mempertahankan keeksistensian bahasa daerah itu

sendiri. Penggunaan bahasa di Kelurahan Boneoge saat ini mengalami percampuran

bahasa daerah. Kelurahan Boneoge merupakan salah satu Kelurahan yang terletak di

Kecamatan Lakudo yang memiliki budaya yang kental, yang saat ini yang mengalami

pergeseran, sehingga akan merentan kemurnian bahasa daerah karena peristiwa

percampuran bahasa daerah yang tidak terkontrol. Terlebih pada fenomena

percampuran bahasa antar daerah seperti bahasa Ambon, bahasa Irian (papua), bahasa

Jakarta, bahasa Wolio, serta bahasa Boneoge (lokal).

Akulturasi bahasa ini adalah suatu bentuk bergesernya budaya lokal karena

keberadaan bahasa daerah lain. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat Kelurahan

Boneoge lebih mewaspadai dan memberikan perhatian pada budaya lokal, terutama

dimulai dari penggunaan bahasa pada diri sendiri. Terjadinya percampuran bahasa
tersebut tidak hanya berasal dari pendatang, tetapi masyarakat yang menerima

bahasa-bahasa itu, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya akulturasi bahasa daerah

mengalami perubahan.

Akulturasi bahasa daerah dalam suatu daerah tercermin pada bagian budaya-

budaya yang berkembang di masyarakat. Akulturasi tersebut tidak saja terdapat

secara internal, tetapi juga karena pengaruh-pengaruh yang membentuk suatu

kebudayaan. Perkembangan budaya lokal di setiap daerah tentu memiliki peran yang

signifikan dalam meningkatkan semangat nasionalisme, karna kesenian budaya lokal

tersebut mengandung nilai-nilai sosial dalam masyarakat.

Namun dalam daerah arus globalisasi , budaya lokal pada sisi lain mengalami

kemajuan yang sangat pesat, tetapi di sisi lain juga mengakibatkan kerusakan dan

pengikisan budaya lokal yang luar biasa, sehingga hal ini berdampak dalam kalangan

generasi muda, dimana saat ini generasi muda mulai menggunakan budaya-budaya

luar daerah dan tidak lagi menggunakan budaya dalam daerah. Akulturasi ini bukan

hanya berdampak pada generasi muda , tetapi berdampak pada suatu keluarga,

sehingga hal ini berdampak pada karakter seorang anak. Hal ini karena dalam sebuah

keluarga tidak lagi mengajarkan budaya-budaya lokal terhadap seorang anak tentang

bagaimana pentingnya budaya lokal.

Apabila kita menganalisis bahwa generasi muda adalah harapan masa depan.

Oleh karna itu, di pundak generasi muda lah nasib suatu daerah di pertaruhkan.

Apabila generasi muda memiliki kualitas yang unggul dan semangat yang kuat untuk

memajukan budaya daerah yang di dadasari dengan keimanan dan ahlak mulia, maka
daerah itu akan besar. Namun demikian, saat ini dapat kita melihat betapa lemahnya

generasi muda dalam menjaga dan melestarikan budaya daerahnya.

Pada umumnya, dapat dilihat bahwa generasi muda lebih suka mengikuti

budaya modern yang kebarat-baratan lebih dari pada budaya daerah kita yang lebih

beradat dan beradab. Apabila generasi muda lebih memperhatikan budaya lokal,

maka budaya lokal suatu daerah tidak akan punah pada era globalisasi ini, mereka

akan lebih menghargai nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial,

kekeluargaan dan cinta tanah air yang di rasakan semakin kuat.

Hal ini mengakibatkan kedudukan budaya lokal, dimana sebagai kebudayaan

daerah lokal telah mengalami pergesaran akibat pegaruh generasi muda yang banyak

memakai budya luar daerah, sehingga budaya daerah lokal tergeser dari

kedudukannya. Jika kita terima kedudukan budaya daerah sebagai kebudayaan daerah

dan kebudayaan lama, maka kita harus menolak kemunduran bahasa daerah lokal di

lapangan perkembangan ilmu, teknik dan ekonomi,yaitu pertumbuhan kebudayaan

modern di daerah.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di Kelurahan Boneoge, Kecamatan

Lakudo, di temukan bahwa dilihat dari kondisi masyarakat, Kelurahan Boneoge

merupakan suatu daerah atau wilayah yang mayoritas sukunya adalah suku Buton

yang dimana suku Buton merupakan salah satu suku yang terletak di Sulawesi

Tenggara. Suku Buton mendiami beberapa Kabupaten yaitu, Kabupaten Buton

Tengah, Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Bombana,

dan Kabupaten Wakatobi. Selain itu suku ambon yang dimana suku Ambon
merupakan suku yang memiliki bahasa tersendiri dari bahasa asli yang di pengaruhi

oleh bahasa melayu . kemudian suku Bugis yang dimana suku tersebut merupakan

salah satu suku yang berdomisili di Sulawesi yang kemudian sebagian masyarakatnya

transmigrasi ke daerah-daerah tertentu, salah satu tujuan transmigrasinya yaitu daerah

Buton.

Berdasarkan uraian beberapa suku di atas, di khawatirkan masyarakat

Kelurahan Boneoge, Kecamatan Lakudo yang merupakan salah satu komunitas

Kelurahan yang mempunyai adat istiadat atau status budaya yang cukup kental

mengalami berbagai masalah atau perubahan sosial sebagai berikut : (1) adanya

pengalihan bahasa daerah yang di terapkan oleh masyarkat kelurahan Boneoge

kedalam bahasa Indonesia pada umumnya, dan (2) adanya pengaruh eksternal

(perrgaulan) dalam kehidupan sosial masyarakat di kelurahan Boneoge, khususnya di

kalangan remaja atau pemuda.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses Akulturasi bahasa daerah di Kelurahan Boneoge,

Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah?

2. Apa penyebab terjadinya perubahan sosial budaya di Kelurahan Boneoge,

Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah?


1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui proses Akulturasi bahasa daerah di Kelurahan

Boneoge, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah.

2. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial

budaya di Kelurahan Boneoge, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton

Tengah.

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaaat penelitian yang hendak di capai, yaitu

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran terkait dampak akulturasi

bahasa daerah terhadap sosial budaya.

b. Dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi disiplin ilmu, khususnya

tentang akulturasi bahasa daerah terhadap perubahan sosial budaya.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat di jadikan sebagai sumber referensi bagi peneliti/penulis lain

yang hendak meneliti tentang dan akulturasi bahasa daerah dan

perubahan sosial budaya.


b. Dapat di jadikan sebagai pedoman bagi masyarakat Boneoge dalam

kaitannya dengan akulturasi bahasa daerah dan perubahan sosial

budaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akulturasi dan Perubahan sosial

2.1.1 Pengertian Akulturasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), Akulturasi di artikan

sebagai penyerapan yang terjadi oleh seorang individu atau kelompok masarakat,

terhadap bebrapa sifat tertentu dari kebudayaab kelompok lain sebagai akibat dari

kontak atau interkasi antar dua kelompok kebudayaan tersebut. Sendangkan ahli lain

berpendapat bahwa akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok

manusia dengan suatu kebbudayaan tertentu di hadapkan dengan unsur-unsur dari

suatu kebudayaan asing dengan demikian rupa,sehingga unsur-unsur kebudayaan

asing itu labat laun di terimah dan di olah kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan

hilangnya kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat, (1985)

Di samping itu , Suyono (Rumonador, 1995). Mendefisinisikan akulturasi

sebagai proses pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan

yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa unsure budaya yang saling

berhubngan atau saling bertemu.

Sendangkan menurut Koentjaraningrat (1990), “Akuturasi adalah perhatian

terhadap saliran-saluran yang di mulai dari unsure-unsur kebudaan asing untuk masuk

kedalam kebudayaan penerima akan memberikan suatu gambaran yang kongkrit

tentang jalannya suatu proses akulturasi.


Menurut Rumanador, 1995, akulturasi merupakan pengambilan atau

penerimaan satu atau beberapa unsure kebudayaan yang berasal dari pertemuan

beberapa dua atau bebrpa unsure kebudayaan yang saling berhubungan aatau swaling

bertem.Selain iru, Lauer (1989) juga mendefisinisikan akultrasurasi sebagai suatu

konsep yang di gambarkan sebagai pola penyatuan antara du kebudayaan , diman

dalam konsep penyatuan dalam hal ini tidak berarti kesamaannya lebih banyak dari

pada perbedaannya, akan tetapi kepada pendekatan yang menyebabkan bahwa dua

kebudayaan yang saling berinteraksi menjadi semakin serupa di banding sebelumnya

terjadinya antar kontak kebudayaan

Akulturasi merupakan suatu konsep yang menjelaskan beberpa aspek

penting , yaitu : Pertama, akulturasi menunjuk pada suatu jenis perubahan budaya

yang terjadi apabila dua sistem budaya tertentu. Kedua, akulturasi menunjuk pada

suatu proses perubahan yang di bedakan dari proses difusi, inoasi, invensi maupun

penemuan. Ketiga, akulturasi dpat di pahami sebagai suatu konsep yang di gunakan

sebagai kata sifat untuk menunjuk pada suatu kondisi”(Hadi, 2006)

Mulyana dan Rakhmat (2005) menjelaskan bahwa akulturasi merupakan suatu

proses dimana pendatang menyesuaikan diri dengan dan memperoleh buudaya

pribumi. Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang imigran. Akulturasi

terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambing-lamnbang masyarakat pribumi

yang signifikan. Di samping itu, Krober (1948) juga menyatakan bahwa akulturasi

terdiri dari berbagai perubahan-perubahan dalam kebudayaan tersebut, dimana


perubahan terjadi akibat perrtemuannya dua kebudayaan yang meningkatkan

persamaan antar dua budaya

2.1.2 Perubahan sosial

Setiap masyarakat manusia selama hidp pasti mengalami perubahan-

perubahan yang bdapat berupa perubahan yang tidak menaik dalam arti yang kurang

mencolok . adapula perubahan-perubahan yang pengaruhnya yang terbatas maupun

yang luas, serta ada perubahan-perubaahn yang lambat sekali, tatpi ada juga yang

berjalan dengan cepat.

Menurut Bungin (1994) ”perubahan sosial adalah proses sosial yang di alami

oleh anggota masyarakat serta semua unsure-unsur budaya dan sistem sosial, dimana

semua tingkat kehidupan masyarakat secara suka rela atau di pengaruhi olaeh unsure

menyesuaikan diri dan mengguanakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial

yang baru.

Menurut Durkheim (2013), perrubahan sosial adalah perubahan yang terjadi

pada pola dan sifat hubungan manusia dari pola sifat solidaritas mekaniak yang di

dasarkan atas kesadaran kolektifitas kepada solidaritas organik yang di dasarkan atas

rasa saling ketergantungan yang tinggi. Rasa ketergantungan tersebut timbul akibat

pembagian kerja yang semakin luas dan benar. Ciri utama masyarakat dari kedua pola

hubungan adalah homogenitas untuk solidaritas mekanik dan heterogenitas untuk

solidaritas organik.
Sedangkan Halivan (1998), menyatakan bahwa perubahan terjadi disebabkan

oleh penemuan baru , difusi, hilangnya unsur kebudayaan dan akulturasi. Selain itu

Soekanto (1990), mengatakan perubahan juga terjadi di sebabkan oaleh lingkungan

manusia, pengaruh kebudayaan lain dan kontak budaya. Sedangkan menurut Syani

(1987), perubahan adalah suatu proses yang mengakibatkan keadaan sekarag berbeda

dengan keadaan sebelumnya, peubahan bisa berupa kemunduran dan juga bisa

kemajuan (progress). Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan-perubahan.

Berkenaan dengan adanys perubahan soaial, Nurudin (2004) bahwa timbulnya

perubahan sosial mengakibatkan terganggunya keseimbangan antara kesatuan-

kesatuan sosial dalam masyarakat, bertambahnya besarnya urbanisasi penduduk

daerah pedesaan menuju kearah perkotaan. Sedangkan soemardjan dan soemardi

(syani, 1995) mengatakan bahwa perbahan-perubahan pada lembaga-lembaga

kemasyarakatan dalam sutau masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial termasuk

di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola-pola perilakuan di antara kelompok-

kelompok dalam masyarakat.

Pada dasarnya perubahan banyak di pelajari dari sudut pandang,”gerak

masyarakat” karna para ahli sosiologi sepakat untuk menyatakan bahwa fenomena

sosial yang mengenai perkembangan (gerak masyarakat) adalah identik dengan

perubahan sosial. Padda abad ke-19, telah berkembang teori yang melihat perubahan

sosial itu sebagai suatu evolusi. Dalam teori evolusi di gambarkan secara implisif

maupun eksplisif tentang gagsan perkembangn dan kemajuan (progress) dari suatu

masyarakat.
Perkembangan secara evolusi dapat merupakan suatu garis dengan tingkatan-

tingkatan atau tahapan, tetapi ada juga yang menggambarkan sebagai suatu siklus

yang lain yaitu : lahir, tumbuh, berkembang, mundur dan mati, dan ada pula yang

menggambarkan dengan pola kehidupan struktur fungsi yang terus bekembang. Teori

evolusi klasik (classical evolutionary theory) dan teori evolusiyang modern (modern

variant of evolutinarytheory) gagassan perkembangan teori dari teori evolusu yang

modern menyebutkan sebagai teori neo evolusi (neo evolutionary theory)’

Perubahan juga dapat berlangsung secara cepat dengan waktu singkat maupun

perubahan secara lambat yang relatif lama. Faktor yang menyebabkan perubahan

dapat berasaal dari dalam maupun dari luar yang dapat mempengaruhi masyarakat itu

sendiri. Lister Barutu (2002) menyebabkan ada dua faktor yang mempengaruhi

perubahan yang tejadi pada masyarakat, yaitu perubahan yang terjadi perubahan dari

dari dalam dan perubahan yang di pengaruhi dari luar nnasyarakat itu, perubahan

tersebut dapat menyebabkan adanya pergeseran, pegurangan atau penambahan

terhadap kebudayaan masyarakat tersebut.

Keseimbangan arau keharmonisan dalam masyarakat bertujuan sebagai suatu

keadaan dimana suatu lembaga-lembga kemasyarakatan yang pokok dari masyarakat

benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Adakalanya unsur-unsur baru dan lama

bertentangan sehingga mengakibatkan terganggunya keseimbangan.

Menurut Koentjaraningrat(1990), dalam melihat suatu perubahan sosial

budaya, ada beberapa konsep yang harus di perhatikan agar dapat perubahan sosial

budaya sebagai suatu yang komerhensif, dimana masyarakat yang bersangkutan


memiliki proses belajar dalam masyarakt sendiri, seperti internalisai, sosialisasi, dan

enkulturiasi. Kemudian mac iver (Asra, 2012) mendefisinisikan perubahan sosial

adalah perubahan-perrubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan sosial

terhadap keseimbangan hubungan sosial. Menurut Gillin dan Gilin (Asra, 2012)

perubahn sosial adalah suatu variasi bagi keluarga seperti, tempat kerja yang jauh dari

rumah berrpisahnya suami denag istri, dan berpisahnya orang tua dengan anak dalam

dalam waktu yang lama.

Menurut Adi (2012) masyarakat mengalami perubahan sosial yang

membuatnya semakin sulit untuk membangun atau memelihara hubungan sosial.

Masyarkat mengalami isolasi budaya dan isolasi ekonomi yang di sebabkan oleh

tingginya keluarga. Arah perrkembangan keluarga sangat berkaitan dengan perubahan

sistem sosialnya. Perubahan kehidupan keluarga dari tradisional/pra modern menjadi

modern dan post modern dapat di lihat dari aspek jenis keluarga, landasan dan kondisi

suami istri, serta praktek pembesaran anak. Pada sostem sosial tradisiona/pre modern,

diman masih dominannya pertanian dan budaya pertanian.

Secara umum, bentuk keluarga yang luas (ekstended) dan hubungan

kekerabatan masih erat merupakan keluarga besar yang ikut serta dam berbagi peran

dalam praktek pembesaran anak. Keluarga tradisional menekankan pentingnya

harmony dengan lingkungan. Segala presepsi pemikiran, dan perasaan tercermin

secara detail dalam simbol-simbol, ritual, dan adat-adat di lingkungan. Adapun faktor

perubahan sosial budaya dalam masyarakat adalah sebagai berikut :


1. Perubahan dalam kehidupan keluarga

Banyak tekanan-tekanan eksternal dalam keluarga, serta terdapatnya

perbenturan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga dapat menyebabkan kondisi chaos

dan kejenuhan sosial dalam kehidupan keluarga. Keluarga postmodern dicirikan dari

pengakuan barbagai nilai dan kepercayaan yang beragam yang membawa kesituasi

toleransi lebih besar terhadap pebedaan-perbedaan pandangan hidup. Sisi negative

dari pemahaman tersebut adalah terrdapatnya kebebasan, kesejahteraan yang lebih

baik, dan kesempatan yang lebih besar untuk eksplorasi kehidupan.

Menurut Zeitlin (1995) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi perubahan dalam kehidupan keluarga, yaitu faktor eksternal dan

faktor internal.

a. Faktor eksternal

Secara umum, faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kehidupan keluarga

di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Industrialisasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi, transformasi ekonomi dari agraris

ke industry telah mengubah kehidupan keluaga melalui perubahan nilai arti ikatan

kekerabatan, dan semakin elastisitasnya ikatan keluarga.


2) Modernisasi menyebabkan komersialisasi pada berbagai aspek, informasi global

menyebabkan terjadinya globalisasi nilai standar hidup termasuk di dalamnya

perawatan kesehatan gizi, pendidikan, dan hak asasi manusia.

3) Migrasi penduduk, karna daya orang desa (agrasi) dan daya tarik kota (industry).

Migrasi penduduk baik urbanisasi maupun tranmigrasi, telah merrubah gambaran

keluarga dari keluarga luas (ektended) menjadi keluarga inti (nuclear), dan segala

konsekuensi dari perubahan tersebut.

4) Perubahan permintaan tenaga kerja. Perkembangan ekonomi telah merubah

bidang-bidang usaha dan jenis-jenis pekerjaan serta kualifikasi dan kompetensi

yang di butuhkan masing-masing jenis pekerjaan. Meningkatnya kebutuhan tenaga

kerja yang memiliki ketekunan dan ketelitian, yang biasanya menjdi ciri keahlian

wanita, telah mendorong wanit, bersaing dengan pria memasuku pasaran kerja.

5) Peningkatan pedidikan wanita. Semkin meningkatnya pendidikan wanita (belum

menikah dan telah menikah ) untuk bekerja di luar rumah.

6) Perubahan demografi penduduk dangan menurunnya tingkat pertambahan

penduduk dan penurunan tingkat kematian. Penurunan laju pertambahan penduduk

terjadi berkat program pengendalian pertambahan penduduk, yaitu program KB (di

Indonesia).
b. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang terjadi oleh adanya perubahan sosial

yang di lihat dari ikatan suami istri yang iqual, dimana wanita atau istri memiliki

posisi tawar (bargaining position) yang lebih baik akibat peningkatan pendidikan dan

peningkatan akses terhadap informasi dan kemajuan-kemajuan global,serta kualitas

dan kuantitas pengasuhan anak, terutam akarna keputudan wanita untuk memasuki

sekor puublik. Transformasi pada keluarga bisa di lihat dari tiga aspek (Zeitlin et al,

1995), yaitu : (1) perubahan disiplin oaring tua yang semula lebih menekankan pada

hukuman fisik, terjadi nilai toleransi nilai kepatuhan anak, serta lebih menekankan

pada di mengertinya alasan-alasan suatu aturan, (2) lebih perhatiamn dan lebih

intimnyahun=bungan personal ayah anak dengan berbagai rekreasi antara orang tua

dan anak, dan (3) dalam hal pendidikan, peniingkatan penekanan pada tanggung

jawab verbal dengan menggunakan penjelasan-penjelasan, dari pada demonstrasi

kekuatan fisik.

2. Perubahan Adat Istiadat

Menurut Ensiklopedia umum, adat merupakan aturan-aturan tentang beberapa

segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah tertentu di

Indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota

masyarakatnya. Adat istiadat adalah segala dalil dan ajaran mengenai bagaimana
orang bertingkah laku dalam masyarakat. Rumusanny sangat abstrak, karna itu

memerlukan usaha untuk memahami dan merincinya lebih lanjut.

Menurut Fauzi (2007), adapun faktor-faktor yang mempenaruhi perubahan

adat istiadat (hukum adat) adalah sebagai berikut.

a. Faktor agama

Masuknya agama di Indonesia cukup banyak memberikan pengaruh terhadap

perkembangan hukum adat misalnya pada abad ke-14 dan awal abad 15 oleh

pedagang-pedagang dari malaka, iran. Pengaruh agama islam terlihat dalam hukum

perkawinan yaitu dengan cara melangsungkan dan memutuskan perkawinan dan

dalam juga bidang wakaf. Pengaruh hukum perkawinan islamdi dalam hukum adat di

beberapa daerah di Indonesia tidak sama kuatnya misalnya daerah jawa dan Madura,

Aceh pengaruh agama islam sangart kuat, namun daerah tertentu walaupun sudah di

adakan menurut hukum perkawinan islam, tetapi tetap di lakukan upacara-upacara

perkawinan menurut hukum adat, misal di lampung, tapanuli.

b. Faktor kekuasaan yang lebih tinggi

Kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi yang di maksud adalah kekuasaan-

kekuasaan raja-raja, nagari dan lain-lain. Tidak semua raja-raja yang pernah bertahta

di negeri ini baik, ada juga raja yang bertindak sewenang-wenang bahkan tidak jarang

terjadi di keluarga dan lingkungan kerajaan ikut serta dalam menentukan


kebijaksanaan kerajaan misalnya penggantian kepala adat banyak diganti oleh orang

–orang yang kerajaan tanpa menghiraukan adat istiadat bahkan menginjak hukum

adat yang ada dan berlaku di dalam masyarakat.

3. Perubahan hubungan antar etnik

Menurut syabrini (2011), “ Rukun berarti dalam keadaan selaras, tenang dan

tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk bersatu”.

Berperilaku berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan ketenangan dalam

masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga hubugann-hubungan sosial tetap

terlihat selaras dan baik. Hartoyo (1996) mengatakan bahwa basis dari interaksi dan

integrasi ialah mengundurnya diskriminasi yang berakar dari etnik, budaya dan

agama tersebut.

Setiap etnik memilik doktrin akan kerukunan dalam kehidupan sosial, selain

itu doktrin untuk menjunjung nilai –nilai gotong royong atau saling membantu satu

sama lain. Menurut Tarigan (2011) untuk dapat memandang setiap etnik sebagai

pelengkap bagi etnis lainnya, orang beretnik apapun harus terrbebas dari dogma

superiorisme, yakni dogma atau akidah yang memandang entnik sendiri sebagai etnik

pemenang yang mengungguli semua etnik lainnya dalam segala segi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan antar etnnik, seperti yang

di kemukakan oleh Pahl& way 2006; phinney, 2003; Kiang & Fuligni,2009, yaitu
a. Bahasa

Bahasa adalah kegiatan etnik yang paling luas diasosiasikan denag hubungan

etnis. Etnografi linguistic kontemporer yan tergerak oleh pertanyaan fungsional

mengenai suatu peran interaksi linguistic dalam mengekpresikan identitas sosial dan

pembentukan nilai. Penggunaann prgmatik menunjukan bahwa orang tidak berrbicara

tentang dunia di luar sana, mereka juga membuat banyak realitas sosial dengan

mereka berrbicara,sehingga akuisisi bahasa bukan hanya internilisasi dari kode

bahasa tertentu, tetapi juga memerlukan pembelajaran status dan peran, efek sosial

yang tepat, dan (akhirnya) dari pandangan dunia, bahasa menyediakan dasar yang

baik untuk identitas etnnis (Debernardi, 2003).

b. Teman sebaya

Teman sebaya merupakan faktor yang mempengaruhi identitas etnis. Dalam

hal bahwa hubungan pertemanan dari etnis yang sawm secara actual menunjukan

etnik belonging :commitment dan exploration yang signifikan pada remaja. Remaja

lebih nyaman dengan diri mereka dan mengeksplor etnisitas mereka jika teman

dengan memiliki etnis yang sama dengan mereka.

c. Tempat tinggal

Area atau tempat tinggal juga merupakan faktor yang mempengaruhi

hubungan antar etnis. Tempat tinggal di gunakan untuk melihat jumlah atau proporsi
dari anggota kelompok etnis yang sama dengan area tempat tinggal para individu.

Huang (1998, dalam Kiang & Fuligni, 2009) menemukan bahwa remaja Asia-

Amerika merasa menjadi orang Asia saat mereka berada di rumah, dan merasa

menjadi orang amerika saat di sekolah.

d. Kelompok sosial

Partisipasi dalam klub-klub etnis, kemasyarakatan atau orrganisasi,misalnya,

bahwa individu menampilkan diri merekan dan berrperilakuberrbeda di seluru

konteks sosial yang berbeda (Kiang & Fuligni, 2009). Demikian pula, konsep

relasional self-worth menunjukan bahwa individu mengevaluasi diri tergantung pada

hubungan tertentu dimana mereka berinteraksi.


2.2 Konsep akulturasi budaya

Menurut Hasyim (2011), “Akulturasi merupakan perpaduan antara kedua

budaya yang terjadi dalam kehidupan yang serasi dan damai. Dapat di simpulkan

bahwa akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk

kebudayaan tanpa menghilangkan unsure kebudayaa asli”.Kamus Besar Bahasa

Indonesia (1989) bahwa mengatakan akulturasi dapat di artikan sebagai hasil

interaksi manusia dari percampuran dri beberapa macam kebudayaan secaraperlahan

membentuk menuju bentuk budaya baru.

Dyson (sujarwa, 2001) mengemukakan bahwa akulturasi adalah bertemunya

antara dua atau lebih kebudayaan berbeda. Unsur-unsur budaya yang berbeda itu

saling bersentuhan dan saling meminjam, tetapi ciri khas masing-masing budaya yang

berbeda tidak hilang dan di pertahankan keberadaannya. Spredley (Koentjaranigrat,

2000) mengatakan bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang dapat di

peroleh melalui proses belajar, yang di gunakan untuk menginteprestasikan

pengalaman sehingga melahirkan tingkah laku seseorang.

Koentjaraningrat (2000) mengemukakan bahwa menurut ilmu antropolgi

kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

dalam rangka kehidupan masyarakat yang di jadikan milik diri manusia dengan

belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluru tindakan manusia adalah:

kebudayaan karna hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan


masyarakat yang tidak perlu di biasakan dengan belajar. Berkenaan dengan hal

itutersebut, Parsons (Koentaraningrat 2000) mengungkapkan bahwa kebuudayaan

dapat di wujudkan dalam tiga wujud, yaitu :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide gagasan,nilai-

nilai,norma-norma, dan sebagainya

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks suatu aktivitas seta tindakan berpola

dari manusia dalam msyarakat

3. Wujud kebuudayaa sebagai benda-benda hasil karya manusia

Tylor (Soekanto, 1982) mengemukakan bahwa kebudayaaan adalah komleks

yang mencakup pengetahuan, keperrcayaan, kesenian, moral, hukum,ada istiadat,

dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan lainyang di

butuhkan oleh manusia sebagai warga masyarakat. Soekanto ((1982) mengatakan

bahwa setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dengan yang

lainnya, namun semua kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum

bagi semua kebudayaan diman pun berada, yaitu :

1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia

2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahuluinya suatu generasi tertentu

dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.

3. Kebudayaaan di perlukan manusia dan di wujudkan dengan tingkah lakunya.


4. Kebudayaan berisi aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,

tindakan-tindakn yang di terima dan di olah, tindakan-tindakan yang di larang

dan tindakn-tindakan yang di inginkan.

Pada dasarnya perubahan sosial dan kebudayaan tidak dapat berrdiri

sendir. Kebudayaa mempengaruhi satu sama lain perubahan merupakan suatu

proses hyang dapat di ukur melaui skala maju mundur, naik dan turun, banyak

atau sedikit, terintegrasi dan di sentegrasi (Simanjuntak, 2002)

2.3 Konsep Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi yang di gunakan oleh manusia. Dalam

nkelompok masyarakat ada interaksi yang di hubungkan dengan komunikasi. Salah

satu alat yang di gunakan dalam komunikasi adalah bahasa. Chaer (2003)

mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang ynag di

gunakan oleh kelompok sosial untuk kerja sama, berkomunikasi dan

mengedentifikasi diri. Sebagai system bahaha sekaligus bersifat sistematis. Artinya

bahasa tersusun menurut suatu pola, tidak tesusun secara acak,. Dengan kata lain,

bahsa bukan merupakan suatu sistem yang tunggal, tetapi dari subsistem,seperti

fonologi, morfologi, sintaksis dan semantic.

Kridalaksana 2008) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi

yang di pergunakn oleh anggota untuk kerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

dir. Dari beberrapa pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa bahasa adalah
sistem lambang bunyi yang arbitrer dan sebagai alat komunikasi yang utama.

Sendngkan ahli lain berpendapat bahwa bahasa adalah sistem symbol lisan yang di

gunakan oleh anggota masyarakat untuk berkomunikasi antar sesamanya,

berlandaskan pada budaya mereka miliki bersama (Dardjowidjojo, 2005).

Secara umum bahasa lebih menitiberarkan pada peranannya Lyons (Siberani

1992) mengemukakan bahwa bahasa berperan sebagai alat komunikasi dan

merupakan kebenaran yang tidak dapat di sangkal lagi. Selain itu, sulit

membayangkan batasan istilah yang memuaskan tanpa menghubungkannya dengan

pengertian komunikasi. Bahasa merupakan suatu produk budaya suatu bangsa bahkan

dengan bahasa kita bisa mengetahui budaya lain. Lebih jauh lagi ada yang

mengatakan suatu bangsa tercemin dari budayanya. Keraf (1981) berpendapat bahwa

bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang di

hasilkan oleh alat ucap manusia.

Felicia (2001) mendefisinisikan bahwa bahasa sebagai alat yang di gunakan

untuk berkomunikasi sehari-hari, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Menurut

Sunaryo (2000) “bahasa dalam struktur budaya ternyata memilki kedudukan, fungsi

dan persn ganda yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekawligus berfungsi

sebagai sarana berfungsi dan sarana sebagai pendukung pertumbuhan dan

perkembangan ilmu pengethuan dan teknologi”.


Carol (1961) mengemukakan bahwa bahasa merupakan sistem bunyi atau

urutan bunyi yang vocal yang terstruktur yang di gunakat atau dapat di gunakan

dalam komunikasi internasianal oleh sekelompok manusia dan secara lengkap di

gunakan untuk mengungkapkan sesuatu , peristiwa dan yang terdapat di sekitar

manusia. Tarigan (1989) memberrikan dua devinisi bahasa yaitu : (1) bahasa adalah

suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sisen generative, dan (2) bahasa

adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau symbol-simbol arbiter.

Sedangkan Walija (1996) mengemukakan bahwa bahasa adalah komunikasi

yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide,gagasan, maksud, perasaan

dan pendapat orang lain. Di samping itu syamsudin (1986) mendefisinisikan bahasa

kedalam dua pengertian yaitu: (1) Bahasa adalah alat yang di pakai untuk membentuk

pikiran dn perasaan, keinginana dan perbuatan-perbuatan, alat yang di gunakan untuk

mempengaruhi dan di pengaruhi, dan (2) bahasa adalah tanda yang jelas dari

kepribadian yang baik maupun yang buruk, serta tanda yang jelas dari kelurga dan

bangsa.

Bahasa menurut teori structural daptan di defisinisikan sebagai suatu suatu

sistem tanda arrbitrer yang konvesional(Soeparno,2002) Artinya bahwa bahasa

memiliki ciri arbitrer dan konvesional. Ciri arbitrer, yakni hubungna yang sifatnya

semena-mena antara atau antara makna (signifikan dan bentuk signifikasi).


Kesemena-menaan ini di batasi oleh kesepakatan antar penutur. Oleh karna itu.

Bahasa juga memiliki ciri yang konvesional (Soepomo, 2002). Hal senada juga di

berikan oleh Harimurti (Hidayat 2006) bahwa batasan bahasa adalah sebagai sistem

lambang arbitrer yang di pergunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama,

berinteraksi dan mengidentifikasi diri.

Berdasarkan pengetian di atas, maka dapat di simpulkan bahwa bahasa adalah

suatu sistem tanda yang arbitrer. Sifat kearibtreran bahasa dalam hal ini di tentukan

oleh konvensi dimana bahasa tersebut dapat di gunakan atau di terapkan. Dengan

demikian, antara yang tempat yang satu dengan tempat yang lain bisa berbeda-beda

dalam menentukan konvensi suatu bahsa. Itulah kekhasan dari bahasa yang di

gunakan oleh manusia di bandingkan dengan bahsa-bahsa yang lain.

2.4 Konsep Bahasa dan Kebudayaan

Bahasa dan budaya sebagai aspek cultural kehidupan sehari-hari. Banyak ahli

dan peneliti sepakat bahwa bahasa dan budaya adalah dua hal yang tak dapat di

pisahkan. Suryadi (2009) menyebutkan bahwa bahasa adalah produk budaya

pemakai bahasa . sebelumnya, pakar-pakar linguistic jufa sepakat antara bahasadan

budaya memiliki kajian yang erat. Kajian yang sangat terkenal dalam hal ini adalah

teori Sapir-Whorf. Kedua hal ini menyatakan bahwa “jalan pikiran dan kebudayaan

suat masyarakat di tentukan atau di pengaruhi oleh strktur bahsanya” (Chaer, 2003).
Sementara itu, Piaget (Herman, 2009) menyebutkan bahwa budaya (pikiran)

akan membentuk bahasa seseorang. Dari sinilah lahir teori petumbuhan kognisi oleh

Piaget. Sedikit berbeda dengan itu, Vigotsky (Heman 2009) berpendapat bahwa

perkembangan bahasa lebih awal satu tahap sat sebelum berkembangnya pemikiran

(budaya) yang kemidian keduanya bertemu, sehingga melahirkan pikiran berbasa da

berbahsa berpikir.

Noam Chomsky juga sepakat bahwa kajian bahasa memiliki erat kaitan

dengan budaya. Demikian halnhya dengan Eric Leeneberg yang mamiliki kesamaan

andangan dengan teori bahasaan yang di kemukakan oleh Chomsky dan Piaget

(Chaer,2003). Berdasarkan pemahaman tersebut, mka timbul pertanyaan bahwa “

bagaimanaka hubungan dan keterkaitan antara budaya bahasa?”.inilah yang akan di

coba di ulas dalam bagian ini, tentunya berdarkan teori-teori yang sudah dan

mengaitkan sedikit dengan lokalitas dan hasil-hasil penelitian yang terkait

Hubungan bahasa dan kebudayaan menurut koenjaraningrat (1992) bahasa

adalah bagian dari kebudayaan. Hubungan antara bahasa dan kebudayaan merpakan

hubungan yang subordinatif, suatu bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan.

Disamping itu, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan

yang mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang

kedudukannya sama tinggi.

Masinambouw (1997) mempersoalkan bagaimana hubungan antara kebahasan

dan kebudayaan, apakah bersifat subordinatif, ataukah bersifat koordinat. Kalau


bersifat subordinat mana yang menjadi main sistem (sistem atasan) dan mana pula

yang menjadi subsystem (sistem bawahan). Kebanyakan ahli mengatakan bahwa

kebudayaan lah yang menjadi main system, sedangkan bahasa hanya merupakan

subsistem. Mengenai hubuungan bahasa dan kebudayaa yang bersifat koordinat ada

dua hal yaitu hibungan kebahasan dan kebudayaan itu seperti kembar siam, dan buah

fenomena yang terikat erat sepeti hubungan sisi satu dengan sisi yang lainpada

sekepinh uang logam Silzer (Crista 2012). Dengan demikian, pendapat ini

mengatakan kebahsan dan kebudayaaan merupakan dua fenomena yang berbeda,

tetapi hubungannya sangat erat sehingga tidak dapat di pisahkan atau sejalan dengan

konsep Masinambouw.
2.5 Kerangka Pikir

Masyarakat

Akulturasi Bahasa Perubahan sosial


Daerah

Perubahan
Penyebab

Keluarga : Adat Istiadat : Hub Suatu Etnik :


 Faktor Internal  Faktor agama  Faktor internal
 Faktor eksternal
 Faktor  Faktor teman
kekuasaan sebaya
 Faktor tempat
tinggal
 Faktor kelompok
sosial

Gambar 2.1 Kerangka Pikir


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan di Kelurahan Boneoge, Kecamatan

Lakudo, Kabupaten Buton Tengah. Penelitian ini di dasarkan oleh adanya

suatu perubahan sosial budaya pada masyarakat Kelurahan Boneoge,

Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah. Menyangkut akulturasi

bahasa daerah yang sering di gunakan oleh masyarakat Kelurahan Boneoge,

Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah.

3.2 Tipe Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yakni menggambarkan dengan

fakta, data dan informasi guna menjelaskan penyelesaian masalah penelitian

tentang Akulturasi bahasa Daerah dan Perubahan Sosial Budaya di Kelurahan

Boneoge, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah.

3.3 Informan Penelitian

Informasi penelitian merupakan orang yang di manfaatkan untuk untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian

(Moleong, 2000:97). Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui

permasalahan yang akan di teliti. Subjek penelitian menjadi informan yang


akan memberikan berbagai informasi yang di lakukan selama proses penelitian.

Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu : (1) informan kunci (key

informan). Yaitu mereka yang mengetahui dan memilik informan yang pokok

yang yang di perlukan dalam pelitian, (2) informan biasa, yaitu mereka yang

terlibat secaralangsung dalam interaksi sosial yang di teliti, dan (3) informan

tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walautidak langsung

dalam inteeaksi soial yang di teliti (Suyanto, 2005)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti

menggukan teknik purposive sampling dalam menentukan informannya.

Purposive sampling merupakan penentuan inforaman yang tidak di dasarkan

atas strata, kedudukan, pedoman atau wilayah, akan tetapi di dasarrkan pada

tujuan dan pertimbangan tertentu yang tetap berhubungan denagan permaalahan

peneliti.

Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1)

informan kunci, yaitu Tokoh adat, Lurah Boneoge, kepala rumah tangga, (2)

informan biasa, yaitu masyarakat yang berada dalam Kelurahan Boneoge

Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah.


3.4 Jenis Data dan Sumber data

3.4.1 Jenis Data

Jenis data yang di ambil dan di gunakan dalam penelitian ini adalah data

kualitatif, yaitu data yang di deksprisikan berlandaskan pada informasi pada

suatu obyek yang akan di teliti, serta menggunakan data kuantitatif yakni untuk

menentukan jumlah masyarakat Boneoge yang akan menjadi informan dalam

penelitian ini.

3.4.2 Sumber Data

Adapun sumber data peneltian terdiri dari dua bagian yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang di peroleh secara langsung dari peneliti

dengan cara obsevasi dan wawancara dengan informan selama penelitian

berlangsung.

2. Data sekunder, yaitu data penunjang yang di peoleh dari sumber-sumber

berupa teori-teori yang relefan, hasil penelitian, gambaran umum lokasi

penelitian.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Untuk mengasilkan kualitas data dan informasi serta analisi yang dan

bermutu, penulis beberapa teknik pengumpulan data secara efektin dan

efisien, yaitu

1. Pengamatan (observasi). Yaitu teknik pengumpulan data dengan

menggunakan penglihatan (mata). Proses obsevasi penelitian di lakukan

dengan mengamati secara langsung kondisi lokasi penelitian.

2. Wawancara (interview), yaitu metode atau teknik penelitian yang di

lakuakan dengan cara melakukan percakapan atau dialog dengan informan

dalam suatu penelitian

3. Studi dokumentasi (documentation), yaitu mempeljari dokumen-dokumen

yang ada di lokasi penelitian. Menurut Arikunto (2002:135), dalam

melaksanakan dokumentasi, maka peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan dan

catatan harian.

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi

kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan analisis dengan

menggambarkan keadaan di lapangan kemudian dengan membandingkan

dengan teori-teori yang ada. Dalam penelitian ini data yang di peroleh akan di

analisis, kemudian di sajikan dalam bentuk data presentase dalam bentuk tabel

frekuensi yang di maksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai

Dampak Akulturasi Daerah Terhadap Perubahan Sosial Budaya.


DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. (2012). Peningkatan kapasitas keluarga sebagai potensi dan
sumber kesejahteraan sosial., Bogor, Jawa Barat

Berutu, Lister. 2002.Aspek-Aspek kulturan Etnis Pakpak. Monora:Medan

Bungin, Burhan. (Ed) 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif:aktualisasi Metodologi


ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Brown, Gillian &Yule geoerge (di indonesiankan oleh Soetikno). 1996.Analisis


Wacana. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Chaer,Abdul. 2003. Linguitik umum.jakarta:Rineka Cipta

Daud, ali Muhammad.1999. Hukum Isla, Penagntar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, Jakarta:PT RajaGrafindi Persada

Fauzi, M. Latif. 2007. “Hukum Adat dan Perubahan


Sosial”.http//mlatifauzi.Wordpres.com (1-12 2018)

Halivand, William.1988. Pengantar antropologi jilid I dan Jilid II. Jakarta:


Universitas Indonesia.Press

Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna,
dan Tanda. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Widjono. 2007. Bahasa
Indonesia.Jakarta:Grasindo

Koentjaraningrat. 1985.Kebudayaa, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta:gramedia.

Koentjaranigrat. 1990. Pemngantar Ilmu antropologi. Jakarta :Universitas Indonesia


Press

Kridalaksana, H,2008. Kamus Linguistik(edisi ke-edisi keempat). Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama
Mulyani , Deddy dan Jalaludin Rahmat. 2005. Komunikassi Antar Budaya.
Bandung:PT Remaja Rosdakarya’

Moeliono, A.M. 1997. “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia dalam Era
Globalisai”, Jakarta Depdikbud

Nababan,PWJ. 1984. Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia

Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang : Cespur

Rakhmat, Loanes. 2011. Peran Kaum Mudah Indonesia Dalam Membangun Umat
Beragama. http://counter theocracy.blokspot.com/2011/01/. Peran-Kaum-
Muda-Indonesia-dalam.html. Akses 1-12-2018

Rumondor,Alex dkk. 1995.Komunikask Antarbudaya. Jakarta:Universitas Terbuka

Sibarani,Robert,1992. Hakikat Bahasa Bandung:Citra Adtya Bakti

Simanjutak, Antonius,2002.Konflik Status dan Kekuasan Orang Batak Toba.


Jendela:Yogyakarta

Soelaeman,M, Munandar , 2001, Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung


Gramedia

Soekanto,Soejono.2013.Pengantar Sosiolgi. Jakarta:PT Raja Grafindo.

Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Sudiyat, Iman. 1982. Asas Asas Hukum Adat Bekal Pengantar. Yogyakarta: Liberty

Suryadi. 2009. Hubungan antar bahasa dan budaya. Universitas Sumatera Utara
(makalah Seminar Nasional Budaya Etnik III, di selenggarakan oleh
Universitas Sumatera Utara, Medan April 2009)

Syani A.1987, Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial.

Anda mungkin juga menyukai