Anda di halaman 1dari 3

AKU & KAMU (KITA)

Oleh Rosaini

Pagi ini hujan turun sangat deras, tidak ada tanda akan berhenti. Tindak tanduk
keinginanku untuk membolos semakin bergelora. Perkenalkan, namaku Intan, aku mahasiswa
semester 4. Kuliah baru akan dimulai setengah jam lagi, jarak kos ke kampus hanya butuh 10
menit. Kalau sampai hujan berhenti di 5 menit terakhir, pasti sudah tidak mungkin untuk tidak
masuk kuliah. Sesekali aku melihat jam di tangan, berharap hujan tersebut tidak berhenti secepat
yang kupikirkan. Aku tidak bisa bolos kuliah, akhirnya kuputuskan mengambil paying dan jas
hujan untuk bersiap ke kampus.
Ku jalankan motorku pelan-pelan agar air genangan tidak mengenai pejalan kaki yang juga
terburu-buru ke kampus. Tidak lama aku sudah berada di parkiran, disampingku juga tiba mas
Arga, dia terlihat basah kuyub di beberapa bagian, karena kosnya memang cukup jauh dari kos
ku. Aku sebenarnya sudah lama melihat mas Arga, ya semenjak menjadi mahasiswa baru. Aku
bahkan tahu mas Arga dekat dengan siapa saja, karena aku sengaja mengikuti kegiatan yang
sama dengannya. Hati ini sudah tidak sabar ingin menyapanya dan berjalan pelan untuk
berbicara dengannya.

“Pagi mas… deras nih hujannya.” Sapaku yang terdengar basi sekali. Jujur aku tidak bisa
berkata banyak jika berada di dekatnya.
“eh Tan, yuk buruan hujan nih.” Kata Mas Arga yang membuatku senyum-senyum sendiri.
“mas, digedung lama atau Gedung baru?” tanyaku sambil berlari kecil.
“Gedung baru, Tan. Kamu dimana?” tanya nya balik yang membuatku senang.
“Gedung baru, Mas. Ayok buruan…” aku sudah lama membayangkan adegan ini, aku
menarik lengan bajunya untuk menari kecil.

Mas Arga berlari kecil bersamaku ke Gedung baru, rasanya seperti mimpi menjadi sedekat
ini, bahkan Mas Arga mengajakku makan siang bersama setelah selesai kelas. Rasanya ingin
kupercepat waktu selama kuliah dimulai, bahkan aku tidak bisa berkonsentrasi. Waktu sudah
menunjukkan pukul 11.50, kuliah harusnya sudah selesai 10 menit yang lalu. Tetapi, Pak Sontak
tidak segera menyelesaikan kuliahnya. Menunggu 10 menit lagi rasanya seperti menunggu 1 jam,
sampai akhirnya beliau mengatakan terimakasih. Aku pun langsung berlari keluar, dan melihat
ke arah kelas Mas Arga. Kelasnya sudah kosong, aku tidak membuang waktu, aku langsung
berlari ke kantin.

Setelah memerhatikan sekeliling, ternyata ia sedang makan bersama teman-teman


organisasi. Dia melambai tangan padaku, awalnya aku merasa seperti apa dia mengajak semua
orang, atau dia sebenarnya menungguku dan orang-orang datang. Pikiranku berkecamuk, agak
sedih, tetapi kuputuskan untuk pulang saja karena aku seperti terkena flu.

Ternyata benar saja, aku terkena flu dan demam. Padahal beberapa hari lagi akan ada
kegiatan baksos yang harus aku hadiri bersama Mas Arga.

TLING!
Suara sms di handphone ku menganggetkan lamunan soreku, kulihat nama pengirimnya
yang membuatku tak bisa menahan rasa bahagiaku.

“MAS ARGA!”

Aku pun langsung terjun bebas ke tempat tidur dan membaca pesan darinya. Dia
menanyakan tentang baksos yang akan kami hadiri lusa nanti. Mas Arga mengajakku untuk
berangkat bareng bersamanya, untuk menghemat bensin. Memang baksos ini hanya dihadiri
kami berdua sebagai perwakilan. Aku sudah tidak sabar akan datangnya lusa, bahkan aku minum
obat flu agar bisa beraktivitas dengan semangat bersama mas Arga.

Hari baksos pun tiba, kami harus berangkat pukul 06.00 pagi karena tempatnya hampir 2
jam untuk dilalui. Aku sudah siap dengan pakaian nyaman dan perlengkapan bekal sedikit di tas.
Aku menunggu mas Arga di depan kos, agar dia tidak perlu lagi menelponku. Aku siap sekali
untuk jalan bersamanya.

“Intan, kamu kenapa senyum senyum sendiri?” Mas Arga di depanku tanpa kusadari.
“ah mas, kenapa kenapa?” aku terkejut lalu menjadi salah tingkah.

Perjalanan baksos yang kami lakukan sangatlah menyenangkan, aku menghabiskan waktu
bersama mas Arga hingga sore. Setelah acara baksos ini kami menjadi lebih dekat, bahkan mas
Arga pernah menawarkan diri untuk menjemputku dan mengantarku pulang karena aku
terpeleset dan kaki ku keseleo.

Sudah 1 bulan kami banyak menghabiskan waktu bersama. Belum ada tanda-tanda mas
Arga akan menyatakan cintanya padaku. Aku pun merasa sebenarnya dia tidak menyukaiku. Aku
pun merasa putus asa, bahkan berpikir untuk bersikap biasa saja saat bertemu dengannya nanti.

“Intan, kamu kok ngelamun aja sih?” Tanya Pandu teman sekelasku.
“Gapapa, ndu. Tumben ke kantin? Biasanya juga bawa bekal makannya juga di kelas.”
kataku melirik Pandu dengan tatapan kepo.
“Ya kali, Ntan, boleh lah aku jajan sekali-kali.” Jawab Pandu langsung mengambil posisi
duduk di sampingku.
“Tan, temenin jalan yuk.” Mas Arga datang dari samping kiriku yang membuatku kaget.
“kemana mas?” tanyaku bingung.
“ada yang perlu dibeli untuk kegiatan lusa nanti.” Jawabnya gagap.
“bukannya ada yang lain ya mas?” tanyaku sambil memasang wajah tidak ingin
melihatnya.
“ga ada lah, yuk buruan, dah selesaikan makannya.” Ajaknya buru-buru.
“Ndu, aku tinggal ya, sorry ya.” Aku pun meninggalkan Pandu dan berjalan menuju
parkiran bersama Mas Arga.

Aku merasa badanku kaku sekali ketika tanganku dipegang oleh Mas Arga, tidak
sepertinya aku merasa seperti ini. Aku pun menghentikan mas Arga, lalu duduk di tempat duduk
dekat parkiran.
“Mas, bukannya semua udah dibeli ya?” Tanyaku kembali.
“iya sih..” jawabnya pelan.
“gimana sih mas, kan aku jadi ninggalin Pandu, kasihan tuh dia sendirian.” Kataku sambil
berdiri dan ingin kembali ke kantin.
“Ntan, jadi pacar mas?” rasanya seperti disambar petir, hampir berhenti nafas, aku senang,
aku bingung, rasanya berkecamuk.
“Mas, hmm… lama banget sih nembaknya, hampir aku gak mau deketin lagi.” Jawabku
jujur, kami pun tertawa bersama.
“Mas, udah suka dari kamu mahasiswa baru, tapi bingung mau deketinnya gimana, kamu
kayak biasa aja ke mas.” Tawa kami pun pecah, hari menjadi sangat cerah, bahkan semuanya
menjadi warna pink.

Pagi ini aku di jemput Mas Arga untuk pertama kalinya menjadi status pacar. Aku sangat
senang berada di dekatnya, bahkan di motor aku tidak bisa berhenti melihatnya. Saat makanpun
aku sangat senang melihatnya. Aku berterimakasih kepada Tuhan karena telah mempertemukan
kami. Tidak banyak kata yang bisa kugambarkan ketika melihatnya, aku sangat berharap semoga
kami tidak berpisah hanya karena hal sepele. Aku pikir aku sangat mencintainya walau hanya
sebulan berkenalan dekat.

Banyak waktu yang kami habiskan bersama, dari sarapan pagi bersama di warung soto atau
pun masak di kos lalu dimakan di kampus. Kami juga selalu makan siang dan malam bersama
jika sempat, karena biasanya jam kuliah yang berbeda membuat kami tidak bisa makan siang
bersama. Makan malam selalu bersama karena jam organisasi yang membuat kami pulang
bersama. Tidak terasa sebentar lagi Mas Arga lulus, karena tidak ingin tertinggal, aku pun mulai
mengejar mas Arga dalam hal skripsi.

Waktu yang kami habiskan bersama dengan pertengkaran kecil hingga besar, kembali
menjadi budak cinta, hingga akhirnya kami bisa lulus bersama. Tiba kini kami memperkenalkan
orang tua kami masing-masing saat wisuda. Mencari kerja bersama, bahkan menikmati proses
bersama di dunia kerja yang menuntut untuk selalu fokus. Perdebatan kecil diantara kami kadang
membuat kami menjadi egois, tetapi kami kembali saling memaafkan karena baiknya ini menjadi
pembelajaran untuk kami. Kedua orang tua kami sangat menyukai hubungan positif yang kami
bangun sejak kuliah, bahkan selalu memberikan semangat kepada satu sama lain jika merasa
down.

Apa yang bisa membuatku bahagia? Kado dari Allah yaitu semua orang di sekitarku. Kini
aku berdiri sendiri di sini, di pojok ruangan kamarku. Aku melihat foto kami berdua yang selalu
kami abadikan, tidak ada yang paling membuatku ingin menangis saat tahu bahwa akhir cerita
ini tidak seperti yang kami ingini. Mas Arga pergi untuk selamanya, aku bahkan tidak bisa
mengatakan aku mencintainya sangat dalam. Mas Arga pergi meninggalkan kami semua disini
selamanya, mas Arga tidak bisa lagi menemani aku, orang tuanya, dan saudara-saudaranya. Mas
Arga meninggalkan kami saat sedang dalam perjalanan menuju ke lokasi pernikahan, dia pergi
saat hari bahagia kami akan berlangsung. Aku dan Kamu atau Kita, kita dibutakan oleh cinta
yang kupikir itu akan selalu ada untukku, itu milikku, itu tidak akan pernah diambil dariku.
Nyatanya aku juga salah, aku tidak akan marah, karena itulah kehendakNya.

Anda mungkin juga menyukai