Kelompok :
Hal
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kortikosteroid
Hipotalamus
Hipofisis
3
menghasilkan ACTH (AdrenoCorticoThropyne Hormone) yaag berperan dalam
pembentukan glkokortikoid oleh kelenjar adrenal. 4, 6
Kelenjar adrenal
Tubuh memiliki dua buah kelenjar adrenal yang sebenarnya terdiri dari dua
organ endokrin dimana yang satu mengelilingi yang lain. Bagian pertama, medula
adrenal, mensekresi katekolamin. Bagian kedua, korteks adrenal, menyusun 80%
bagian kelenjar tersebut dan terdiri dari 3 lapisan, zona glomerulosa, fasikulata dan
retikularis. , ACTH lebih berpengaruh terhadap zona zona fasikulata, dan akan
menghasilkan kortisol dan kortikosteron. 7
Poros hipotalamus-hipofisis-adrenal
Pada orang dewasa normal, dengan tidak adanya faktor stress, 10-20 mg
kortisol dihasilkan tiap hari sebagaimana diatur oleh irama sirkardian yang diatur oleh
ACTH yang mencapai puncak pada pagi hari. Mekanisme umpan balik negatif dari
ACTH melalui mekanisme direk dan indirek pada serabut saraf CRH dengan cara
menurunkan kadar mRNA CRH dan pelepasan dan efek langsung pada cortikotropin.
Efek pelepasan CRG diatur oleh reseptor kortikosteroid di hipokampus, yang
merupakan peran penting dari mekanisme umpan balik negaid. Pada kandungan
kortisol yang rendah, reseptor mineralokortikoid (tipe I) yang mempunyai
afinitas yang lebih tinggi terhadap glukokortikoid akan diikat.
4
Semakin tinggi kadar glukokortikoid di darah, maka glukokortkioid akan juga diikat.
Mekanisme ini yang menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif.1, 2, 4
5
Gambar 2. Sintesis Steroid 1
6
2.1.2 Struktur Kimia
7
Gambar 3. Struktur Kimia Cortisol 3
2.1.3 Farmakokinetik
Kortisol akan diikat protein di dalam darah lebih dari 90% dan hanya bagian
dari kortikosteroid yang tidak terikat yang dapat memasuki sel untuk menghasilkan
efek yang diinginkan. Ada dua plasma protein yang berguna sebagai pengkikat
kortikosteroid yaitu corticosteroid-binding globulin (CBG) dan albumin. CBG adalah
alfa-globulin yang dihasikan oleh hepar yang mempunyai afinitas tinggi dengan
kortikosteroid namun kapasitas ikat totalnya hanya sedikit, sedangkan albumin
mempunyai ikatan yang lemah namun kapasitasnya relatif lebih besar. Pada kadar
kortikosteroid yang normal atau rendah,
8
mayoritas akan diikat oleh protein tersebut, namun pada konsentrasi yang lebih tinggi
kapasitas akan melebihi ambang batas sehingga banyak kortikosteroid yang tidak
akan diikat dan berbentuk pada steroid yang bebas. Kortikosteroid akan berkompetisi
satu sama lain di situs pengikatan pada CBG. CBG mempunyai daya afinitas yang
lebih tinggi dengan kortisol dan sintetisnya dibanding dengan mineralokortikoid.2, 3, 4,
6
Waktu paruh plasma dari berbagai jenis steroid tidak menentukan durasi kerja
dari kortikosteroid. Hidrokortison, prednisone dan prednisolon harus diberikan lebih
sering dibandingkan dengan deksametason. Waktu paruh dari kortisol pada sirkulasi
yang normal adalah sekitar 60-90 menit, yang akan meningkat apabila hydrokortison
diberikan dalam dosis besar ataupun pada stress, hypothyroidism ataupun penyakit
hepar. Hanya 1% kortisol yang akan diekskresi ke urin dalam keadaan tidak
termetabolisme, sekitar 20% akan dikonversi di ginjal dan organ lain menjadi 11-
hydroxysteroid.2, 4
9
2.1.4 Farmakodinamik
10
mekanis, kimiawi serta stimulus imunologis. Walau glukokortikoid sebagai agen
antiinflamasi tidak memperbaiki penyebab penyakit, namun dengan supresi dari
inflamasi membuat kortikosteroid banyak digunakan kalangan medis. Efek anti-
inflamasi berasal dari beberapa faktor yang berbeda termasuk penghambatan
fosfolipase, perubahan pada limfosit, penghambatan ekspresi sitokin dan stabilisasi
membrane seluler. Mekanisme antiinflamasi glukokortikoid salah satunya adalah
menghambat produksi dari sel–sel yang merupakan respon dari inflamasi. Sebagai
akibatnya akan menurunkan pelepasan zat vasoaktif dan faktor kemoatraktif,
menghilangkan sekresi dari lipolitik, enzim proteolitik, menurunkan ekstravasasi
leukosit dari daerah trauma, dan juga menurunkan terjadinya fibrosis. Faktor lain
yang akan diinhibisi adalah interferon gamma, faktor stimulasi koloni granulosit dan
monosit, interleukin (IL-1, IL-2, IL-3, IL-6) dan TNF- α (tumor necrosis factor α). 2, 4,
7
11
Interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis faktor (TNF) merupakan komponen
integral dari respon imun yang dimediasi sel terhadap trauma. Ekspresi dari sitokin ini
dapat dihambat oleh kortikosteroid secara efektif. IL-1 berasal dari makrofag,
monosit dan berbagai sel parenkim dan memicu produksi endothelial yang berbahan
dasar protein. Hasilnya yaitu pembentukan thrombus dan pada akhirnya aktivasi
inflamasi dan sel imun. IL-1 juga mempengaruhi protein prokoagulan, faktor adesif
dan metabolisme asam arakidonat di dalam sel endothelial. TNF menstimulasi
produksi berbagai mekanisme kemotaksis yang berasal dari neutrofil dan protein
granulositik.2, 4
12
2.1.5 Contoh obat Golongan Kortikosteroid
Prednisolon
Prednisolon merupakan derivat sintetik dari dari kortisol yang lebih kuat kira-kira 5
kali. yang tersedia secara oral ataupun parenteral yang mempunyai ikatan rangkap
pada C1-2 sehingga rasio potensi retensi lebih tinggi. Efek antiinflamasi 5 mg
prednisolon hampir sama dengan 20 mg kortisol. Obat ini cocok digunakan utuk
terapi penggantu pada insufisiensi adrenokortikal. Efek retensi natriun dan retensi urin
minimal pada dosis normal.2, 3
Prednison
Prednison merupakan derivat sintetis dari kortisol yang tersedia dalan bentuk
preparasi oral ataupun parenteral. Merupakan obat prekursor dari prednisolon, dan
mempunyai efek yang sama dan penggunaan klinis yang hampir sama dengan
prednisolon. Menginduksi retensi natrium dan air serta hilangnya kalium ke dalam
urin.2, 3
Metilprednisolon
Betametason
13
Deksametason
Isomer dari Betametason, tersedia dalam sediaan oral ataupun parenteral. Efek 0,75
mg Deksametason setara dengan efek 20 mg kortisol. Deksametason sangat mudah
untuk dijumpai dan merupakan pilihan utama untuk berbagai macam terapi terutama
pada edema serebral dan anti alergi. Tersedia dalam sediaan tablet, inhalasi serta
injeksi. Deksametason juga digunakan untuk penatalaksanaan post-operative nausea
and vomiting. 2, 3, 4, 5, 6
Triamsinolon
Hidrokortison Prednisolon
Betametason Triamsinolon
14
Obat-obat kortikosteroid secara individual menunjukkan berbagai potensi
anti inflamasi, retensi garam, waktu paruh dan durasi kerja. Obat-obatan ini antara
lain:
15
hidrokortison, kortison, prednisone, prednisolon, metilprednisolon, triamsinolon,
betametason dan deksametason. Pemilihan jenis obat biasanya didasarkan pada
pengalaman praktisi, ketersediaan obat dan prosedur yang dilakukan.
16
Tabel 3. Perbandingan Potensi Beberapa Sediaan Kortikosteroid 3
NATURAL STEROID :
Kortisol 1 1 1
Kortison 0,8 0.8 0.8
Kortikosteron 15 0.35 0.3
11-Desoksikortikosteron 100 0 0
Aldosteron 3000 0,3 7
SYNTHETIC STEROID
Prednisolon 1 4 4
Triamsinolon 0 5 5
Parametason 0 10 10
Betametason 0 25 25
Deksametason 0 25 25
17
Tabel 4. Beberapa Preparat Kortikosteroid & Analog Sintetiknya 3
18
Betamatasaon 0.6 mg - - 0,05; -
Dipropionat - - 0,1% -
Na fosfat dan asetat -
- 6mg/ml -
Valarat 0,01 : 0,1%
- (suspensi) -
-
19
2.1.6 Efek Samping Kortikosteroid
Efek samping lokal dari kortikosteroid biasanya terjadi lokal di daerah kulit,
jaringan lunak, atau daerah periartikuler di daerah injeksi. Perubahan pigmentasi kulit
dapat dilihat pada beberapa kasus bila dilihat secara dekat, terutama pada pasien
berkulit gelap. Atropi pada jaringan subkutan dan periartikuler terjadi bila dilakukan
pemberian injeksi berulang. Hal ini terutama terjadi setelah pemberian injeksi
berulang pada daerah epikondiler medial dan lateral, setelah blok saraf oksipital, dan
daerah spinal dimana injeksi berulang dari kortikosteroid diberikan. Efek ini dapat
diminimalisir atau dihilangkan dengan secara hati- hati membilas jarum dengan
cairan salin atau anestetik sebelum memasukkan jarum ke dalam kulit. Adanya
rupture tendon, erosi tendon, kerusakan tulang rawan, arthritis oleh karena
penumpukan kristal dan kalsifikasi perikapsuler juga dilaporkan pada beberapa
literatur.1, 3, 7
20
glukosa yang diberikan kortikosteroid akan mengalami peningkatan serum glukosa.
Pasien ini harus diberitahu mengenai masalah yang akan dihadapi dan harus
dimonitor ketat mengenai perubahan kadar glukosa untuk menyesuaikan dosis obat
hipoglikemik yang akan diberikan. 1, 4, 6, 7
Salah satu komplikasi yang lebih serius dari penggunaan kortikosteroid yaitu
insufisiensi adrenal. Kondisi ini disebabkan oleh penekanan pada aksis hipotalamik-
pituitari- adrenal. Jika aksis ini mengalami penekanan, kemampuan individu untuk
berespon terhadap situasi stress seperti infeksi atau pembedahan akan
membahayakan. Hal ini biasanya terjadi pada penggunaan kortikosteroid dosis tinggi
dalam jangka waktu lama. Efek samping lain yang cukup serius dari penggunaan
kortikosteroid yaitu gangguan penyembuhan luka yang disebabkan oleh
penghambatan sintesa kolagen dan fungsi fibroblastik. 2, 3, 7
2.1.7 Toksisitas
Ada dua kategori untuk toksisitas dari kortikosteroid. Pertama,adalah hasil dari
penghentian terapi dan yang kedua adalah pemberian yang terus menerus dengan
dosis suprafisiollogis. Keduanya mengancam nyawa dan memerlukan
penatalaksanaan yang lebih hati – hati.
21
timbul adalah myalgia, demam, athralgia, malaise yang sering disalahartikan dengan
gejala dari penyakit yang diterapi.
2.1.8 Kontraindikasi
22
BAB III SIMPULAN
Selain itu, steroid masih mendapat tempat untuk penanganan sepsis di ruang
terapi intensif (ICU) ataupun penanganan infeksi nosokomial di rumah sakit. Namun
tidak semudah itu menggunakannya, terutama di ICU oleh karena penggunaan
steroid jangka panjang di ICU dapat menyebabkan terjadinya efek samping seperti
efek metabolik dalam hal ini hiperglikemia yang dapat memperberat keadaan pasien
dan juga efek retensi natrium.
23
Ketersediaan kortikosteroid yang mudah didapat dan juga cukup ekonomis
dari segi harga merupakan salah satu faktor pendukung untuk aplikasi klinis secara
luas. Prednison dan Dexamethasone cukup banyak tersedia di rumah sakit daerah
sekalipun, sehingga meskipun ditempatkan di daerah perifer pun sebagai dokter
anestesi tidak akan susah untuk mencari sediaan kortikosteroid. Meski tetap tidak bisa
dikesampingkan bahwa untuk penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat
menimbulkan efek samping yang merugikan sehingga justru akan menimbulkan
beban biaya terapi yang lebih besar.
24
DAFTAR ISI
14. S. A. Jabbour, Steroids and the surgical patient. Medical Clinics of North America.
2001:85(5):1311-17.
15. Knudsen L, Christiansen L A, Lorentzen J E. Hypotension during and after operation
in glucocorticoid-treated patients. Br J Anaesth. 1981;53(3):295–301.
16. R. Udelsman, J. A. Norton, and S. E. Jelenich, Responses of the hypothalamic-
pituitary-adrenal and renin-angiotensin axes and the sympathetic system during
25
controlled surgical and anesthetic stress. Journal of Clinical Endocrinology and
Metabolism. 1987:64(5):986–94.
17. Glowniak J V, Loriaux D L. A double-blind study of perioperative steroid
requirements in secondary adrenal insufficiency. Surgery. 1997;121(2):123–9.
18. Mathis A S, Shah N K, Mulgaonkar S. Stress dose steroids in renal transplant patients
undergoing lymphocele surgery. Transplant Proc. 2004;36(10):3042–5.
26
19. Shapiro R, Carroll P B, Tzakis A G, Cemaj S, Lopatin W B, Nakazato P. Adrenal
reserve in renal transplant recipients with cyclosporine, azathioprine, and prednisone
immunosuppression. Transplantation. 1990; Salem M, Tainsh R E Jr, Bromberg J,
Loriaux D L, Chernow B. Perioperative glucocorticoid coverage. A reassessment 42
years after emergence of a problem. Ann Surg. 1994;219(4):416–25.
20. 49(5):1011–3.
31. B. M. Arafah. Review: hypothalamic pituitary adrenal function during critical illness:
limitations of current assessment methods. Journal of Clinical Endocrinology and
Metabolism. 2006:91(10):3725–45
32. Yong S L, Marik P, Esposito M. et al. Supplemental perioperative steroids for
surgical patients with adrenal insufficiency. Cochrane Database Syst Rev. 2009:4.
33. L. Wise, H. W. Margraf, and W. F. Ballinger. A new concept on the pre- and
27
postoperative regulation of cortisol secretion. Surgery.1972:72(2):290–9.
28
29