Anda di halaman 1dari 13

ARTIKEL

KESELARASAN AGAMA DAN PANCASILA SEBAGAI


IDEOLOGI BANGSA

Disusun oleh :
Indah Wuri Ponco Wati
2001244010
Prodi Seni Rupa Murni
Universitas Negeri Surabaya
KESELARASAN AGAMA DAN PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI BANGSA

INDAH WURI PONCO WATI

Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK
Semboyan nasional Indonesia “Bhinneka tunggal ika” (Berbeda-beda
tetapi tetap satu jua) memiliki makna keberagaman sosial-budaya yang membentuk
satu kesatuan negara.Indonesia merupakan negara pluralisme agama, karena tidak
hanya memluk satu agama melainkan lebih dari satu agama beserta kepercayaannya.
Artinya setiap warga Indonesia memiliki kebebasan memeluk agama dan
mengajarkan sesuai dengan keyakinannya. Di dalam pancasila terdapat nilai-nilai
dalam menjamin hak atas kebebasan beragama dan beribadah diIndonesia.
Pancasila dikatakan sebagai alat pemersatu bangsa dalamkebebasan beragama
tersebut. Utamanya nilai Ketuhanan Yang Maha Esa kemudianmenjiwai pasal 28 E
ayat 1 dan pasal 29 sebagai dasar hukum hak dan kewajiban warga negara
Indonesia dalam kebebasan beragamaPancasila adalah ideologi bangsa dan
landasan jati diri bangsaIndonesia. Agama dan negara tidak dapat bertentangan
dalam keadaan apa pun, dan ada hubungan yang saling menguntungkan antara
agama dan negara. Agama membutuhkan negara untuk menyadari nilai-nilai agama
dalam kehidupan, dan negara membutuhkan agama untuk mewujudkan pemerintahan
yang adil, bersih, dan sejahtera bagi rakyat, bahkan menata negara. Selain itu,
dalam merumuskan ideologi bangsa, agama berperan penting dalam lahirnya
Pancasila, Agama dijamin dalam UUD 1945 dan sila pertama..(Amelia, 2019)

Kata kunci: Agama, Ideologi, Pancasila, Negara


PENDAHULUAN

Keberadaan Pancasila sebagai falsafah kenegaraan berfungsi sebagai


filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa di antara
masyarakat dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberadaan
Pancasila sebagai ideologi bangsa berbeda dengan sistem yang dianut oleh
kapitalisliberal dan sosial-komunis, Pancasila mengakui melindungi hak individu
hingga hak masyarakat pada semua aspek kehidupan. Indonesia sendiri lahir karena
disatukan dari berbagai jenis ras, bahasa, budaya dan agama yang berbeda serta
wilayah yang berbentuk kepulauan

Realitas ini menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang plural berdimensi


multikultural dan dapat menyatu menjadi sebuah bangsa. Menurut Muslimin ideologi
Pancasila dikenal sebagai ideoogi terbuka yang mampu mengikuti arus
perkembangan zaman, dinamis, pemikiran yang terbuka dan merupakan hasil dari
kesepakatan masyarakat. Dalam menjalankan sistem hukum dan ketatanegaraan di
Indonesia, Ideologi Pancasila dijadikan sebagai rujukan karena memiliki peran
penting atas nilai-nilai dasar kehidupan masyarakat. Eddy mengatakan bahwa selain
itu penerapan nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
merupakan suatu kewajiban agar Pancasila selalu relevan dalam memberikan
pedoman serta menjadi jalan terbaik dalam pemecahan suatu masalah(Fathani &
Qodir, 2020). Pancasila sebagai dasar negara dijadikan untuk tidak terlepas dari arus
globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan
globalisasi juga memiliki dampak yang tidak bisa dihindarkan, pembudayaan nilai-
nilai Pancasila perlu diupayakan pada seluruh aspek kehidupan
masyarakat(Asmaroini, 2017)

Yunus mengatakan bahwa demokrasi Pancasila timbul dari nilai-nilai


masyarakat asli Indonesia yang melekat padanya, selain itu demokrasi Pancasila
merupakan jalan tengah yang harus disikapi dengan bijak karena merupakan alternatif
pemersatu bangsa. Pancasila muncul pada saat kesadaran bersama pada saat
masamasa krisis, kesadaran ini muncul dari keberanian untuk berkorban demi
kepentingan yang besar dalam membentuk bangsa yang besar (Kirom, 2016)

Agama membutuhkan Pancasila dalam menyelesaikan keterbatasannya,


khususnya dalam mempertemukan kehendak bersama antar agama dan/atau
mereduksi ikatan primordial yang potensial menghadirkan konflik. Dalam dimensi
sosiologis agama seringkali memiliki fungsi laten sebagai ”pemecah” (out group) dan
sekaligus fungsi manifes sebagai ”perekat” (in group). ”Cacat” agama ini hanya dapat
dijembatani melalui konsensus bersama, yang antara lain melalui Pancasila.
Sebaliknya Pancasila membutuhkan agama dalam memperkaya kedalaman
makna hidup, khususnya yang berkaitan beyond reality (penjelasan tentang kematian,
dan sebagainya). Dengan kata lain, untuk mengetahui relasi antara Pancasila, Agama
dan Kebudayaan, khususnya dalam semangat mengkompromikan jelas membutuhkan
pelacakan sejarah, baik dari aspek diakronis maupun sinkronisnya. Manfaatnya
adalah selain untuk menghindari berbagai ketegangan yang tidak produktif juga untuk
mencegah terjadinya ”clash of cultural” dan/atau ”clash of ideology” yang bisa
membawa porak-porandanya bangsa Indonesia di masa yang akan datang.(Anwar,
2018)

PEMBAHASAN

Pengembangan nilai nilai Pancasila


Pancasila mempunyai pengertian secara umum sebagai pandangan dunia (way
of life), pandangan hidup (weltanschauung), pegangan hidup (weldbeschauung),
petunjuk hidup (wereld en levens beschouwing). Dalam hal ini, Pancasila
diperuntukkan sebagai petunjuk hidup yang harus diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari (Kaelan, 1993:67). Dengan kata lain, Pancasila diperuntukkan sebagai petunjuk
arah semua kegiatan dan aktivitas hidup dan kehidupan di segala bidang : politik,
pendidikan, agama, budaya, sosial dan ekonomi. Ini berarti semua tingkah laku dan
tindak tanduk perbuatan manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran
dari semua sila Pancasila. Secara etimologis, menurut tingkatnya, kata “Pancasila”
berasal dari bahasa Sansekerta, India (bahasa kasta Brahmana).

Secara filsafati, Pancasila merupakan sistem nilai-nilai ideologis yang


berderajat. Artinya di dalamnya terkandung nilai luhur, nilai dasar, nilai instrumental,
nilai praksis, dan nilai teknis. Agar ia dapat menjadi ideologi bangsa dan negara
Indonesia yang lestari tetapi juga dinamis berkembang, nilai luhur dan nilai dasarnya
harus dapat bersifat tetap, sementara nilai instrumentalnya harus semakin dapat
direformasi dengan perkembangan tuntutan zaman. Di samping itu, Pancasila mampu
dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan (science
of knowledge) yang dalam karya-karya berikutnya ditunjukkan segisegi ontologik,
epistemologi, dan aksiologinya sebagai raison d’etre bagi Pancasila sebagai suatu
faham atau aliran filsafati (Kirom, 2016)

Menurut Prof. Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta perkataan


”Pancasila” ada dua macam arti, yaitu: Panca artinya ‘lima’, sedangkan, syiila
berkaitan dengan peraturan tingkah laku yang penting/ baik. Dengan demikian,
Pancasila itu memiliki prinsip-prinsip moral dan etika Yudi Latif – merumuskan
tentang nilai-nilai dari Pancasila yaitu :

Pertama, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai-nilai ketuhanan


(religiositas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat vertikal-
transendental) dianggap penting sebagai fundamen etika kehidupan bernegara. Dalam
kaitan ini, Indonesia bukanlah negara sekuler yang ekstrim, yang memisahkan
“agama” dan “negara” dan berpretensi untuk menyudutkan peran agama ke ruang
privat/komunitas. Negara menurut alam Pancasila bahkan diharapkan dapat
melindungi dan mengembangkan kehidupan beragama; sementara agama diharapkan
bisa memainkan peran publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Tetapi
saat yang sama, Indonesia juga bukan “negara agama”, yang hanya
merepresentasikan salah satu (unsur) agama dan memungkinkan agama untuk
mendikte negara. Sebagai negara yang dihuni oleh penduduk dengan multiagama dan
multikeyakinan, negara Indonesia diharapkan dapat mengambil jarak yang sama
terhadap semua agama/keyakinan, melindungi semua agama/keyakinan, dan harus
dapat mengembangkan politiknya sendiri secara independen dari dikte-dikte agama.
Perspektif lain yang terkait dengan situasi, kondisi, dan juga psikologi masyarakat
Indonesia terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah, adanya argumentasi
negara Indonesia adalah negara yang religius.

Kedua, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai- nilai
kemanusiaan yaitu adanya sebuah pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia
dengan segala hak dan kewajibannya, selain itu adanya perlakuan yang adil terhadap
sesama manusia, diri sendiri, alam sekitar, dan terhadap Tuhan. Sila ini juga
menegaskan bahwa manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki
daya cipta, rasa, karsa dan keyakinan. Di sisi lain bahwa kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat
manusia yang berbudi, sadar nilai, dan berbudaya. Potensi kemanusiaan dimiliki oleh
semua manusia di dunia, tidak pandang ras dan warna kulit, jadi bersifat universal.
Mereka sama-sama memiliki martabat yang tinggi, karena itu harus diperlakukan
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk
Tuhan. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah suatu rumusan sifat keluhuran
budi manusia Indonesia. Dengan konsep tersebut, maka setiap warga negara
mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama dihadapan undang-undang negara,
mempunyai kewajiban dan hak-hak yang sama; setiap warga negara dijamin haknya
serta kebebasannya yang menyangkut hubungan dengan Tuhan, dengan negara
masyarakat, dan menyangkut pula kemerdekaan menyatakan pendapat dan mencapai
kehidupan yang layak sesuai dengan hak asasi manusia.

Ketiga, dalam internalisasi nilai-nilai persaudaraan ini, Indonesia adalah


negara persatuan kebangsaan yang mengatasi paham golongan dan perseorangan.
Persatuan dan kebhinnekaan masyarakat Indonesia dikelola berdasarkan konsepsi
kebangsaan yang mengekspresikan persatuan dalam keragaman, dan keragaman
dalam persatuan, yang dalam slogan negara dinyatakan dengan ungkapan “Bhinneka
Tunggal Ika”. Di satu sisi, ada wawasan kosmopolitanisme yang berusaha mencari
titik temu dari segala kebhinekaan yang terkristalisasikan dalam dasar negara
(Pancasila), UUD, dan segala turunan perundang-undangannya, negara persatuan,
bahasa persatuan, dan simbol-simbol kenegaraan lainnya. Di sisin lain, ada wawasan
pluralisme yang menerima dan memberi ruang hidup bagi aneka perbedaan, seperti
aneka agama/keyakinan, budaya dan bahasa daerah, dan unit-unit politik tertentu
sebagai warisan tradisi budaya. Dengan demikian, Indonesia memiliki prinsip dan
visi kebangsaan yang kuat, yang bukan saja dapat mempertemukan kemajemukan
masyarakat dalam kebaruan komunitas politik bersama, tetapi juga mampu memberi
kemungkinan bagi keragaman komunitas untuk tidak tercerabut dari akar tradisi dan
kesejarahannya masing- masing. Sila persatuan Indonesia hakikatnya adalah universal
dan melampaui paham atau ikatan-ikatan golongan, suku bangsa, ras dan sebagainya
yang bersifat sektarianistik maupun primordialistik. Sila Persatuan Indonesia
merupakan perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan
Yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Keempat, menurut alam pikiran Pancasila, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,


dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat dalam semangat permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan. Dalam visi demokrasi permusyawaratan, demokrasi memperoleh
kesejatiannya dalam penguatan daulat rakyat, ketika kebebasan berpolitik berkelindan
dengan kesetaraan ekonomi, yang menghidupkan semangat. Konsep Bhinneka
Tunggal Ika yang dilahirkan oleh Mpu Tantular dengan sangat brilian
menggambarkan kesatuan Nusantara berhasil di bangun karena semangat Bhinneka
Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrwa, yang dijunjung tinggi warga bangsa,
menghargai keragaman kultural, atau pluralisme, dalam kesatuan berbangsa, dalam
semangat menghargai perbedaan, ‘berbeda-beda tetapi tetap satu, karena yang
terpenting adalah pengabdian, atau dharmanya, yang terbaik bagi bangsa, negara, dan
kemanusiaan persaudaraan dalam kerangka “musyawarah mufakat”. Dalam prinsip
musyawarah mufakat, keputusan tidak didikte oleh golongan mayoritas
(mayorokrasi) atau kekuatan minoritas elite politik dan penguasa (minorokrasi),
melainkan dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan yang memuliakan daya-daya
rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap warga tanpa pandang bulu.Sila keempat ini
mengandung makna bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat atau disebut juga
dengan kedaulatan rakyat dengan menggunakan akal pikiran atau rasio yang sehat
dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat
dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong oleh
itikad baik untuk merumuskan dan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan
kehendak rakyat hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau
mufakat. Dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan ini menurut Soejadi, terkandung nilai kerakyatan antara
lain; negara adalah untuk kepentingan rakyat; kedaulatan ada di tangan rakyat;
manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama; pimpinan kerakyatan adalah hikmah
kebijaksanaan yang diladasi akal sehat; serta keputusan diambil berdasarkan
musyawarah untuk mufakat oleh wakil-wakil rakyat.

Kelima, menurut alam pikiran Pancasila, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan


dan cita kebangsaan, serta demokrasi permusyawaratan itu memperoleh kepenuhan
artinya sejauh dapat mewujudkan keadilan sosial. Di satu sisi, perwujudan keadilan
sosial itu harus mencerminkan imperatif etis keempat sila lainnya. Di sisi lain,
otentisitas pengamalan sila-sila Pancasila bisa ditakar dari perwujudan keadilan sosial
dalam perikehidupan kebangsaan. Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, yang
dikehendaki adalah keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani,
keseimbangan antara peran manusia sebagai makhluk individu (yang terlembaga
dalam pasar) dan peran manusia sebagai makhluk sosial (yang terlembaga dalam
negara), juga keseimbangan antara pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak
ekonomi, sosial, dan budaya. Sila kelima ini merupakan tujuan dari empat sila
sebelumnya, dan merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang
perwujudannya ialah tata masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila.
Perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan sikap dan cita-
cita mulia dari pendiri bangsa yang harus diterapkan oleh pemerintah. Secara jelas
pula bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia, bukan bagi kelompok atau golongan tertentu saja(Rosana, 2017).

Keterkaitan antara agama dan pancasila


Hubungan antara agama dengan pancasila adalah hubungan yang sangat menguatkan.
Bukan hubungan saling bertentangan. Konsep pancasila digali dari nilai-nilai yang
luhur, pancasila dapat dipahami dalam tiga tataran yakni nilai filosofis, nilai
instrumentalia, dan nilai pragmatis. Sebagai nilai instrumental misalnya, pancasila
merupakan sumber segala simber hukum yang berlaku dalam negara hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Shaleh & Wisnaeni, 2019)

Prinsip atau asas Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila utama dalam
struktural piramida Pancasila. Pemahaman yang benar akan nilai-nilai, sifat dan
karakter Ketuhanan Yang Maha Esa akan memberikan moralitas spiritual ilmiah
sehingga mampu memberikan konsepsi dalam membangun peradaban bangsa yang
akan selalu terjadi sepanjang masa. Tiga dari empat indikator moderasi beragama
yaitu, komitmen, kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, mempertegas keharusan
Negara untuk menjamin egalitarianism hak semua warga Negara serta hadir sebagai
fasilitator untuk menjembatani perbedaan yang ada. Komitmen kebangsaan berarti
pandangan, sikap, dan praktek beragama yang bersinergi dengan komitmen dan
loyalitas pada empat consensus dasar (NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka
Tunggal Ika). Afirmasi prinsip egalitarianism dan dialog merupakan salah satu bentuk
komitmen dan loyalitas kepada keempat consensus dasar bangsa tersebut. Sebagai
indicator moderasi, toleransi dimaknai atau diartikan sebagai sikap memberi ruang
dan tidak mengganggu hak orang lain untuk berkeyakinan dan mengekspresikan
keyakinannya, meskipun hal tersebut berbeda dengan apa yang kita yakini. (Saidi,
2009)

Toleransi yang dimaksud mencakup relasi antar danitra agama. Toleransi


antaragama mencakup kesediaan, dialog, interaksi, dan kerjasama. Untuk
pembangunan bangsa dengan menciptakan karakter kebangsaan melalui nilai luhur
Pancasila, Implementasi membangun peradaban dengan melakukan karyakarya
konkrit dalam bidang budaya, sosial dan ilmiah. Perpaduan spiritual Pancasila dan
teknologi akan menghasilkan peradaban bangsa bahkan dunia. Indonesia akan
menjadi bangsa besar dan pelita dunia manakala seluruh manusia Nusantara yang
terikat oleh perjanjian luhur satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa kembali
menjadikan

Ketuhanan Peranan Pancasila Dalam Beragama Dan Berteknologi Yang Maha


Esa sebagai karakter bangsa. Semua hidup ini terikat oleh hukum waktu, semua
dipergilirkan sesuai jamannya. Dalam ideologi pancasila selalu mencoba untuk tetap
menjaga hubungan yang baik antara agama dan negara serta tidak akan melakukan
upaya memisahkan keduanya. Dengan dasar tersebut yang tertuang dalam sila sila
pancasila dan penjelasan UUD 1945 ada beberapa bentuk hubungan antara agama dan
negara berdasarkan ideologi Pancasila
diantaranya seperti:

 Hubungan negara dan agama menurut fungsi Pancasila sebagai ideologi


negara menjadikan setiap warga negara dengan Ideologi Pancasila memiliki
hak asasi manusia untuk dapat memeluk agama dan menjalankan ibadahnya
sesuai dengan ajaran agama yang dikehendakinya.
 Negara harus dapat memberikan toleransi setiap Agama menjalankan
ibadahnya tanpa terkecuali sehingga tidak ada tempat untuk berkembanganya
pertentangan antara agama, konflik agama, hingga paksaan untuk bertakwa
pada agama tertentu karena dalam idelogi pancasila dijelaskan bahwa agama
tidak dipeluk atas dasar paksaan.
 Segala bentuk aspek penyelengaraan negara harus berdasarkan atas nilai nilai
dalam ketuhanan yang maha esa. Setiap aturan yang dibuat harus
memperhatikan sikap toleransi antara beragama.

Itulah beberapa penjelasan mengenai hubungan negara dan agama menurut ideologi
Pancasila yang diterapkan sebagai dasar dari negara Indonesia. Penjelasan hubungan
yang diuraikan tersebut akan memapu memahami lebih jauh mengenai ideologi
Pancasila yang berkembang di Indonesia(Arump, 2021).

PENUTUP

Kesimpulan

Hubungan antara agama dan Negara senantiasa menghadirkan sebuah konsekuensi


hukum di Indonesia yang berlandaskan ketuhanan yang maha esa, menegasakan
bahwa Negara atas nama Konstitusi mengurusi urusan agama dan kepercayaan,
sehingga munculnya pluralisme hukum di dalam menjalani politik hukum yang
harmonis. Negara secara aktif dan dinamis harus menyokong setiap individu-individu
sehingga terciptanya kerukunan umat beragama dan tercapai lah hubungan ideal yang
di harapkan oleh pendiri Negara ini dan pejuang-pejuang yang telah susah payah
mempertahankan kemerdekan karena jika rasa aman, tentram, dan damai dan jiwa
Bhineka Tunggal Ika melekat di jiwa masyarakat Indonesia. Dewasa ini
mendefinisikan bukan negara sekuler dan agama, maka dengan tegas Indonesia
adalah negara bertuhan. Negara bertuhan adalah mengdedikasikan tuhan yang maha
esa sebagai landasan dalam kehidupan yang berbngsa dan bernegara
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, T. (2019). Keselarasan agama dan pancasila di indonesia.


https://doi.org/10.31227/osf.io/85m3h

Anwar, C. (2018). Islam dan kebhinekaan di Indonesia: Peran agama dalam merawat
perbedaan. Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam, 4(2), 1.
https://doi.org/10.31332/zjpi.v4i2.1074

Arump, A. N. H. A. M. R. N. A. U. N. A. D. U. (2021). Peranan pancasila dalam


beragama dan berteknologi. Jurnal Nasional Indonesia, 1(2), 6.
http://fusion.rifainstitute.com/index.php/fusion/article/view/23

Asmaroini, A. P. (2017). Menjaga eksistensi pancsila dan penerapannya bagi


masyarakat di era globalisasi. Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan, 4(2), 9–
15. http://journal.umpo.ac.id/index.php/JPK/article/view/307/0

Fathani, A. T., & Qodir, Z. (2020). Agama musuh pancasila? studi sejarah dan peran
agama dalam lahirnya pancasila. Al-Qalam, 26(1), 117.
https://doi.org/10.31969/alq.v26i1.828

Kirom, S. (2016). Filsafat ilmu dan arah pengembangan pancasila: Relevansinya


dalam mengatasi persoalan kebangsaan. Jurnal Filsafat, 21(2), 99–117.
https://doi.org/10.22146/jf.3111

Rosana, E. (2017). Eksistensi pancasila sebagai kontrak sosial umat beragama. TapIs,
13(02), 9–15.

Saidi, A. (2009). Relasi pancasila, agama dan kebudayaan: Sebuah refleksi1. Jurnal
Masyarakat & Budaya, 11(1), 25–50.
http://jmb.lipi.go.id/index.php/jmb/article/viewFile/233/213

Shaleh, A. I., & Wisnaeni, F. (2019). Hubungan agama dan negara menurut pancasila
dan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, 1(2), 237–249.
https://doi.org/10.14710/jphi.v1i2.237-249

Anda mungkin juga menyukai