Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL

KRITERIA RIYA’ DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

OLEH :
ALFITHRAH RAMADHAN
12030214731

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang telah senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga proposal yang
berjudul “Kriteria Riya’ dalam Perspektif Al-Qur’an” dapat diselesaikan oleh
penulis walaupun masih banyak kekurangan.
Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis juga
ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang setinggi-
tingginya. Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapatkan
pahala yang berlipat ganda dari Allah swt, dan semoga karya ini bermanfaat bagi
semua pihak. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pekanbaru, 16 Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1
B. Batasan Masalah …………………………………………….. 3
C. Rumusan Masalah …………………………………………… 3
D. Tujuan Masalah ……………………………………………... 3
E. Manfaat Masalah ……………………………………………. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………. 4
A. Pengertian Riya’ …………………………………………….. 4
B. Hukum Riya’ ………………………………………………... 5
C. Beberapa Tingkatan Riya’ ………………………………….. 6
D. Balasan Bagi Orang yang Riya’ …………………………….. 6
E. Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Al-Misbah Quraish 7
Shihab ………………………………………………………..
F. Sumber Penafsiran ………………………………………….. 7
G. Tinjauan Kepustakaan ………………………………………. 8
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………... 10
A. Jenis penelitian ……………………………………………… 10
B. Jenis penelitian ……………………………………………… 10
C. Teknik Pengumpulan Data ………………………………….. 11
D. Teknis Analisis Data ………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA

iiiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Riya’ merupakan penyakit yang sangat berbahaya, penyakit yang
sangat berbahaya ini, mengakibatkan hancurnya amalan dan menjadikannya
seperti debu yang berterbangan tak bernilai. Betapa banyak amalan yang
seseorang lakukan dan yang mereka kumpulkan namun semua itu hilang
karna niat riya’ yang mereka kerjakan. Seseorang melakukan kebaikan
bukan karna mengharapkan ridha Allah semata melainkan agar mereka
mendapat pujian dihadapan manusia (Al-Farmawi, 2002).
Menurut Al-Ghazali Riya’ berasal dari kata ru’yah yang artinya
melihat, riya’ asalnya mencari kedudukan di hati manusia dengan cara
mempertontomkan kepada manusia kebajikan yang mereka lakukan
sehingga orang-orang menontonnya dan memujinya. hanya saja pangkat dan
kedudukan di hati manusia itu kadang-kadang di cari dengan amalan selain
ibadah, dan kadang-kadang di cari dengan amalan ibadah Contohnya riya’
dalam selain ibadah, antara lain berpura-pura mengenakan pakaian kasar dan
membuatnya menjadi berwarna kusam, tampil dengan kulit pucat, bermata
sayu, mengacak-ngacak rambut, memelankan suara dan berjalan dengan di
buat-buat dan bersikap lemah lembut semua ini merupakan pelengkap dari
riya’ dalam bentuk ibadah. Semua ini haram apabila tujuannya riya’ (Al-
Ghazali, 1997).
Ibnu Katsir rahimahullah, berkata bahwa sesorang yang melakukan
sesuatu dengan niat riya’ “Diibaratkan seperti hujan yang lebat menjadikan
batu yang licin yang berdebu tersebut bersih”, yaitu tanpa tersisa sedikitpun
debu sama sekali, bahkan semua debu telah hilang dan bersih terkena hujan
yang lebat. Maka seperti itulah lah amalan-amalan orang-orang yang
mempunyai sifat riya’ akan hancur dan sirna tak ternilai di sisi Allah swt.
Meskipun yang napak pada orang-orang, mereka memiliki amal
sebagaimana tanah yang nampak pada batu yang licin tadi.

1
Sungguh ini merupakan perumpamaan yang sangat menghinakan
orang-orang yang beramal karena riya’ mereka menyangka bahwa mereka
telah mengumpulkan amal yang banyak. Bahkan bukan hanya mereka yang
menyangka demikian, akan tetapi orang-orang yang melihatnya juga
menyangka demikian, bahwa mereka adalah orang-orang yang shaleh yang
memiliki banyak amal, padahal di hadapan Allah SWT tidak demikian.
Inilah yang sangat menyedihkan dan sangat menyakitkan serta sangat,
menghinakan, tatkala orang yang beramal karena riya’ menyangka bahwa ia
telah mengumpulkan amal yang sangat banyak dan dia telah bangga dengan
hal itu bahkan masyarakat menyangka bahwa dirinya adalah orang shaleh
dan memujinya namun pada hakikatnya amalan nya tidak bernilai sedikitpun
di hadapan Allah (Al-Ghazali, 2007).
Berkaitan dengan statment di atas bahwasanya riya’ banyak di
jelaskan oleh, Quraish Shihab dalam beberapa karyanya salah satunya
adalah dalam buku yang berjudul Tafsir Al-Misbah. Yang di dalam nya
menyinggung masalah riya’ yang terdapat dalam beberapa surah antara lain
yakni surah An-Nisa’ ayat 38 dan 142, pada Tafsir Al-Misbah vol ke 3,
surah Al-Baqarah ayat 264 pada vol ke 1, surah Al-Anfal ayat 47 dan surah
Al-Ma’un ayat 4-7 yang akan menjadi topik dalam penelitian ini.
Adapun alasan ketertarikan penulis mengambil judul yang akan di
teliti ialah di lihat dari diri pribadi penulis sendiri belum terlalu memahami
makna riya’ yang sesungguhnya maka dari itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian menganai riya’ dan agar bisa sedikit mengubah diri
pribadi peneliti dan dilihat dari sekitar masyarakat juga. Melihat dari
banyaknya penulisan-penulisan terdahulu penulis belum menemukam
penelitian mengenai riya’ menurut persfektif M. Quraish Shihab maka dari
itu penulis tertarik untuk mengkajiatau melakukan penelitian tentang riya’
menurut Quraish Shihab. Akan tetapi penulis membatasi penelitian ini dari
banyaknya buku di karenakan keterbatasan ilmu dan juga kemampuan
penulis untuk melakukan penelitian secara menyeluruh dari buku-buku dan
kitab-kitab tafsir yang ada, karena hal ini penulis hanya bisa mengkaji
mengenai “Kriteria Riya’ dalam Perspektif Al-Quran”.

2
B. Batasan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis membatasi batasan masalah
sebagai berikut Analisis pemikiran menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir
Al-Misbah.

C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis dapat mengangkat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana metode dan corak tafsir Al-Misbah?
2. Bagaimana penafsiran M. Quraish Shihab tentang riya’ dalam tafsir Al-
Misbah?

D. Tujuan Masalah
Berdasarkan dari rumusan masalah diatas secara umum tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang
bagaimana metode dan corak penafsiran tafsir al-Misbah. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui penafsiran M. Quraish
Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengenai makna riya”.

E. Manfaat Penelitian
1. Segi Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan dan
keilmuan mengenai riya’ secara spesifik.
2. Segi Praktis
Penelitian ini dapat diharapkan memberi pengetahuan mengenai riya’
menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Riya’
Dalam kamus ilmu Al-Qur‟an yang di susun oleh Ahsin W. al-
Hafidz di jelaskan bahwa riya’ adalah sifat ingin menonjolkan diri untuk
mendapatkan pujian/perhatian dari orang lain, bukan karna ingin mendapat
keridhaan Allah semata. Hal demikian bisa dilakukan oleh orang-orang
munafik sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Albaqarah ayat 264, QS. An-
Nisa’ ayat 38 dan 142, QS. Al-Anfal ayat 47, dan QS. Al-Ma’un ayat 6.
Orang-orang demikian biasa di sebut sebagai orang yang suka menambil
muka untuk mencari ketenangan sesaat (Nazir, 2011).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia riya’ (pamer) berarti
menunjukkan (mendemonstraksikan) sesuatu yang dimiliki kepada orang
lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau, keunggulan untuk
menyombongkan diri. Sedangkan menurut Al-ghazali dalam bukunya
intisari Ihya’ Ulumuddin ia mengatakan bahwa riya’ berasal dari kata Ar-
ru’yah (melihat) sementara sum’ah berasal dari kata As-Sima’ (mendengar).
Pada dasarnya, riya’ berarti menginginkan agar orang-orang melihat untuk
memperoleh kedudukan di sisi mereka. Sedangkan Abu Ja’far mengartikan
riya’ ialah suka mendapat pujian dari oranglain atas perbuatan baik yang ia
lakukan (Shihab, 2000).
Adapun riya’ yang menggugurkan pahala amal dan yang tidak
menggugurkannya ialah: Jika seseorang tersusupi riya’ maka boleh jadi riya’
itu datang setelah dia selesai mengerjakanya atau sebelum mengarjakannya.
Setelah seseorang mengerjakan ibadah itu dia di susupi rasa senang tanpa
menampakkannya, maka rasa senangnya itu tidak menggugurkan amalnya,
sebab dia sudah menyelesaikan sifat ikhlas, sehingga dia tidak terkait
dengan apa yang datang sesudah itu. Terlebih lagi jika dia tidak
memaksakan diri untuk tidak memperlihatkannya dan tidak
mengucapkannya. Namun apabila dia mengatakannya setelah dia selesai
mengerjakanya, maka hal ini perlu dikhawatirkan. Sebab biasanya dalam

4
keadaan seperti ini hatinya bisa di masuki sifat riya’ “kalaupun dia bisa
melepaskan diri ari riya” maka pahalanya berkurang. Sebab antara
merahasikan dan menampakkan itu ada tujuh puluh tingkatan. Jika
riya’menyusup sebelum ibadah di selesaikan, sepaerti shalat yang
seharusnya di kerjakan dengan tulus, jika hanya sekedar rasa senang, tidak
berpengaruh terhadap amal. Jika riya’ yang membangkitkan amal seperti
orang yang memanjangkan shalatnya agar di lihat oleh orang lain maka hal
ini menggugurkan amal (Shihab, 2000).
Riya’ dan sum’ah sama dengan dua sifat buruk lainnya, yaitu sifat
pamrih dan tidak beriman kepada Allah swt. Seseorang yang mempunyai
sifat pamrih juga melakukan hal dengan mengharapkan pujian dari manusia
lainnya, serta berharap dianggap menjadi manusia yang baik di sisi manusia
lainnya, bukan di sisi Allah swt. Orang yang mempunyai sifat ini tidak layak
untuk mendapatkan ganjaran dari Allah swt. Orang yang memiliki sifat
pamrih ini melakukan perbuatan untuk manusia saja. Maka jika ia ingin
menuntut balasan dari perbuatannya, maka seharusnya ia meminta balasan
tersebut pada orang yang ia tujukan pekerjaan itu. Tidak lah benar dan
sesuai ketika seseorang meminta upah kepada orang yang kamu tidak
berkerja untuknya. Yang pamrih hanya mengharapkan upah di dunia ini jika
demikian ia tidak percaya dengan hari kemudia, dan karena hal itu dia tidak
wajar apabila ia menuntut ganjaran ketika itu. Apalagi kelakuannya
menunjukkan bahwa dia tidak percaya kepada Allah dan hari kemudian
(Shihab, 2002).

B. Hukum Riya’
Dapat kalian ketahui bahawa Riya‟ itu haram dan pelakunya di
murkai Allah swt hal ini di isyaratkan oleh firman Nya:

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang


yang lalai dari sholatnya, dan orang-orang yang berbuat riya’. (QS. Al-
Ma’un:56).

5
C. Beberapa Tingkatan Riya’
1. Yang paling buruk dan paling tinggi tingkatannya ialah jika maksud dari
ibadah bukan untuk mendapat pahala sama sekali, seperti yang ketika
shalat bersama orang-orang, tapi meninggalkannya ketika sendiri.
2. Dimaksud untuk mendapatkan pahala dan di sertai riya’, dengan porsi
yang sedikit untik tujuan yang pertama.
3. Dimaksud untuk riya’, dan mencari pahala dengan porsi yang sama.
apabila keduanya di pisahkan maka dia tidak merasa tergerak untuk
berbuat apa yang membuatnya baik sama dengan yang membuatya
rusak. Orang yang seperti ini tidak terbebas dari dosa.
4. Pandangan manusia terhadap dirinya bisa mendorong semangatnya, dan
andaikan tidak ada orang yang melihat, maka dia pun tidak
meninggalkan ibadah.

D. Balasan Bagi Orang Yang Riya’


Allah taala berkata di hari kiamat ketika membalas manusia-manusia
atas amal-amal mereka, “pergilah kepada orang-orang yang dulu kamu
berbuat riya’ terhadap mereka di dunia. Lihatlah, apakah kamu mendapat
balasan dari mereka?”.
Ketika para malikat naik membawanya ke langit dunia yang pertama
hingga langit ketujuh.kemudian para malikat naik membawa amal manusia
ke langit yang ketujuh berupa puasa, shalat, nafkah, ijtihad, dan wara’.
Amal-amal itu bersuara seperti suara guruh dan sinarnya seperti matahari
dan ribuan malaikat. Mereka menyampaikan ke langit yang ketujuh, namun
malikat yang bertugas disana mencegatnya, “Berhentilah dan pukulkan ia ke
anggota tubuhnya, tutupkan ia pada hatinya.Tuhanku menyuruh ku agar aku
menutup darinya setiap amal yang tidak diniatkannya untuk mengarap
ridhanya.Kata malaikat lagi, “Ia niatkan amalnya bagi selain Allah taala. Ia
menginginkan kemuliaan di antara para puqaha dan kebenaran di kalangan
para ulama serta kemasyhuran di kota-kota. Tuhanku menyuruhku agar tidak
membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat yang lain dan setiap

6
amal yang tidak murni karena Allah taala, maka ia adalah riya‟ dan Allah
tidak akan menerima amal oeang yang berbuat riya’.

E. Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Al-Misbah Quraish Shihab


Seiring dengan perjalanan waktu, ilmu tafsir terus berkembang, dan
jumlah kitab tafsir serta corak penafsirannya pun semakin banyak dan
beraneka ragam. Para ulama membedakan corak kitab tafsir itu berdasarkan
jenis metode yang di pergunakan dalam penulisannya. Abu al-Hayy al-
Farmawi misalnya, membagi metode tafsir menjadi empat macam yaitu
metode atau manhaj tahlili, ijmali, muqarrin, dan maudu’i.
Setelah memperhatikan metode-metode penafsiran Al-Qur’an
sebagaimana yang telah dipetakan di atas dan kemudian dibandingkan
dengan metode penafsiran yang dilakukan oleh M. Quraish Shihab dalam
karyanya Tafsir Al-Misbah, maka dapat disimpulkan bahwa Tafsir Al-
Misbah menggunakan metode Tahlili. Dengan metode ini, M. Quraish
Shihab menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan lebih memperhatikan
semua sudut pandang yang terdapat pada ayat yang ditafsirkanya. Hal itu dia
lakukan dengan maksud dan tujuan untuk bisa menghasilkan makna yang
relevan dari setiap ayat sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam mushaf
Al-Qur’an.
Namun demikian, jika yang di pakai sbagai ukuran untuk
menentukan corak kitab tafsir itu adalah ghalib-nya atau keumumannya
cakupan isi kitab tafsir tersebut, maka Tafsir Al-Misbah lebih condong
untuk disebut sebagai corak kitab tafsir bi Al-Ma’tsur. Dari segi coraknya,
tafsir termasuk adabi ijtima’i.

F. Sumber Penafsiran
Untuk menyusun kitab tafsir Al-Misbah, Quraish shihab
mengemukakan sejumlah kitab tafsir yang ia jadikan sebagai rujukan atau
sumber pengambilan. Kitab-kitab rujukan itu secara umum telah disebutkan
dalam sekapur sirih dan pengantar kitab tafsirnya yang terdapat pada volume

7
I, kitab tafsir Al-Misbah. Selanjutnya kitab-kitab rujukan itu dapat dijumpai
beredar di berbagai tempat ketika ia menafsirkanayat ayat Al-Qur’an.
Sumber-sumber penafsiran di maksud diantaranya Shahih Al-
Bukhari karya Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Muslim karya
Muslim bin Hajjaj, Nazm al-Durar karya Ibrahim bin Umar al-Biqa’I, Fi
Zilzlil Al-Qur’an karya Sayyid Qutub; Tafsir al-Mizan karya Muhammad
Husain al-Thabathaba’I, Tafsir Asma’ al-Husna karya al-Hajjaj, Tafsir al-
Qur’an Al-Azhim karya Ibnu Katsir’, Tafsir Jalalain karya Jalaluddin Al-
Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuty, Tafsir Aal-Khabir karya Fakarrudin ar-
Razzi, al-Kasyaf karya az-Zamaksari, dll.

G. Tinjauan Kepustakaan
Kajian ini membahas mengenai Riya’ Dalam persfektif Al-Quran
(Analisis pemikiran M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah) adapun
beberapa penelitian-penelitian sebelumnya yang akan di gunakan penulis
untuk melakukan penelitian dapat di lihat sebagai berikut:
1. Muhammad Mufid, Skripsi yang berjudul “konsep riya’ menurut Al-
Ghazali program studi aqidah dan falsafat Islam” fakultas ushuluddin
UIN syarif hidayatullah skripsi ini membahas tentang makna riya’
menurut Al-Ghazali, yaitu tujuan riya’ menurut Al-Ghazali, tingkatan-
tingkatan riya’ dan lain-lain. Persaman skripsi Muhammad Mufid ini
dengan judul penelitian yang penulis teliti ialah sama-sama membahas
tentang makna Riya’, akan tetapi perbedaannya Adalah skripsi
Muhammad Mufid ini membahas tentang riya’ menurut Al-Ghazali,
sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti,
membahas tentang makna riya’ dalam persfektif Al-Qur’an menurut
Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah.
2. Abu Mukhsin Firandda Andirja “Ikhlas dan Bahaya Riya” yang dibahas
dalam buku ini berisi tentang makna ikhlas dan bahaya riya’ persamaan
buku ini dengan judul penelitian yang akan penulis teliti adalah sama-
sama membahas tentang riya’, namun perbedaannya adalah Abu
Mukhsin Firanda Andiraj ini tidak hanya membahas tentang makna riya’

8
saja akan tetapi juga membahas tentang makna ikhlas sedangkan dalam
penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti akan membahas tentang
makna riya’ dalam persfektif Al-Qur’an menurut pendapat Quraish
Shihab dalam tafsir Al-Misbah.
3. Eko Zulfikar, “Interpretasi Makna Riya’ Dalam Al-Qur’an Studi Kritis
Perilaku Riya’ Dalam Kehidupan Sehari-hari Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Tulungagung. Persamaan jurnal ini dengan judul
penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama membahas
makna riya’, namun dalam penelitian Eko Zulfikar ini membahas tentang
makna riya’ secara umum tidak terbatas dengan mengkaji pemikiran
para tokoh sedangkan peneliti, dalam penelitian ini akan membahas
mengenai riya’ dalam perspektif Al-Qur’an menurut pendapat Quraish
Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (Mufid, 2018).

9
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan


data. Para peneliti dapat memilih jenis metode dalam melaksanakan
penelitian maka dalam penelitian ini penulis merangkaikan serangkayan
metode sebagai berikut:

A. Jenis penelitian
Penelitian ini jenis penilitian pustaka (library research), yaitu
penelitian yang di lakukan melalui riset kepustakaan yang penelitiannya
menggunakan buku-buku atau bahan-bahan tertulis yang memiliki
keterkaitan dengan tema masalah yang akan di teliti sebagai sumber data
penelitian ini juga menggunakan model penelitian historis faktual mengenai
tokoh dan metode yang di gunakan adalah metode maudu’I.
Metode maudu’I ialah “menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang
memiliki tujuan dan tema yang sama” setelah itu, kalau mungkin di susun
berdasarkan kronologis turunnya dengan memperhatkan sebab-sebab
turunnya langkah selanjurnya adalah menguraikannya dengan menjelajahi
seluruh aspek yang dapat digali. Al-Qur’an sesungguhnya menghimpun
tema-tema yang perlu digali dengan menggunakan metode maudu’I
(tematik).

B. Sumber Data Penelitian


Sumber data dari penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah tempat atau yang orisinil dari data
sejarah data primer merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan
bukti atau saksi utama dari kejadian yang lalu. Data yang langsung di
kumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya. Sesuai dengan topik
pembahasan penelitian ini adalah “Kriteria Riya dalam Perspektif Al-

10
Qur’an” maka yang menjadi sumber data primer penulis adalah kitab
Tafsir Al-Misbah.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data skunder adalah catatan tentang adanya suatu
peristiwa, ataupun catatan-catatan yang jaraknya sudah jauh dari sumber
orisinil. Data sekunder itu biasanya telah tersusun dalam bentuk
dokumen-dokumen. Adapun yang menjadi data skunder dalam
penelitian ini adalah sumber data yang di gunakan untuk membantu
menelaah data-data yang di himpun dan sebagai pembanding sumber
data primer yakni kitab-kitab tafsir lain dan buku-buku yang berkaitan
tentang riya’.
C. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Menentukan ayat-ayat yang berkaitan dengan riya’ dalam Tafsir Al-
Misbah.
b. Melacak pendapat para ilmuan Islam dalam menafsirkan ayat-ayat
tersebut.

D. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan metode penelitian
Content Analisis (Analiai isi). Analisis yang digunakan untuk menganalisis
aplikas aplikasi mengenai “Kriteria Riya dalam Perspektif Alquran” adalah
data secara induktif. Analisis data secara induktif ini digunakan karena
beberapa alasan:
Pertama proses induktif lebih dapat menemukan Kenyataan-
kenyataan jamak sebagai terdapat dalam data. Kedua, analisis induktif lebih
dapat membuat hubungan penelitian responden menjadi ekplisit, dapat
dikenal dan agkutable. Ketiga analisis lebih dapat menguraikan latar secara
penuh dan dapat menentukan pengaruh bersama yang mempertajem
hubungan-hubungan kelima analisis dapat memperhitungkan nilai-nilai
ekplisit sebagai dari struktur analitik.

11
Berdasarkan hal di atas maka peneliti mengunakan metode analisis
induktif untuk menganalisis hasil yang di dapat kan. Jadi Dengan analisis
induktif ini meneliti memulai mengolah fakta-fakta infiris yang ditemukan
kemudian dicocokan dengan landasan teori yang ada.
Pada penelitian ini, analisis data telah dilaksanakan bersamaan
dengan proses pengumpulan data. Alur analisis mengikuti model analisis
interaktif sebagaimana di ungkapkan Miles Huberman. Tehnik yang di
gunakan dalam menganalisis data dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Setelah data terkumpul, selanjutnya dibuat reduksi data guna
memilih data yang relevan dan bermakna, memfokuskan data yang untuk
memecahkan masalah, penemuan, pemaknaan atau untuk menjawab
pertanyaan penelitian. langkah selanjutnya menyederhanakan dan
menyusun secara sistematis dan menjabarkan hal-hal penting tentang
hasil temuan dan maknanya. Reduksi data digunakan untuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang yang tidak
penting serta mengorganisasikan data, sehingga memudahkan peneliti
untuk menarik kesimpulan.
b. Conclusion Drawing/ Verification
Langkah kedua adalah verification atau penarikan kesimpulan.
Menurut Miles dan Huberman penarikan kesimpulan yaitu bersifat
sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abu Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu‟i (Dan Cara Penerapannya), trj.
Rosihon Anwar, (Bandung:cv pustaka setia, 2002),

Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin. Bandung: MIZAN, 1997.

Al-Ghazali, Intisari Ihya’ Ulumuddin. Jakarta:Bintang Terang, 2007.

Muhammad Mufid, Konsep Riya’ Menurut Al-Ghazali, skripsi, FSUD UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta 2018.

Moh Nazir, Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011

M. Quraish Shihsb, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an),


vol 1 Cipuput:Lentera Hati. cet. 1. 2000.

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan,Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol


5, Jakarta:Lentera Hati, 2002.

13

Anda mungkin juga menyukai