Anda di halaman 1dari 37

Hadis-Hadis Tentang Menggunjing, Adu Domba, Dan

Larangan Melaknat
Makalah Ini Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Ganjil Pada Mata Kuliah Hadis Tematik

Oleh:
Syifa Nurtsania (17210901)

Dosen Pengampu:
Sofian Effendi, SQ. MA.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
1440 H/2019 MKATA PENGANTAR
Alhamdulillâhirabbil’âlamîn segala puji hanya milik Allah Swt. yang
telah memberikan penulis kesehatan sehingga penulis dapat mengumpulkan
tugas perkuliahan ini tepat pada waktunya. Salawat serta salam selalu
mengalir kepada nabi junjungan kita Nabi Muhammad saw. yang telah
membawa kita kepada zaman yang penuh dengan keilmuan.

Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas Ujian Akhir Semeseter
(UAS) pada mata kuliah Hadis Tematik pada semester ganjil ini. Sekiranya,
dalam penulisan makalah ini penulis ucapkan terimakasih kepada bapak
Sofian Effendi, SQ, MA. yang telah sabar membimbing dalam proses
penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidaklah sempurna. Oleh karena


itu, penulis sangat membuka kritik dan saran agar pada tulisan selanjutnya
bisa menjadi lebih baik lagi.

Jakarta, September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………..
i

DAFTAR ISI

…………………………………………………………………………………
.. ii

BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang
…………………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah
………………………………………………………….. 1
C. Tujuan Penulisan
………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN
…………………………………………………………………….. 3

A. Hakikat Menggunjing
…………………………………………….. 3
B. Larangan Menggunjing
………………………………………………. 5

ii
C. Dampak Yang Ditimbulkan Dari Menggunjing
……………………….. 8
D. Hakikat Adu Domba
…………………………………………………………. 14
E. Alasan Tidak Boleh Mengadu Domba
…………………………………… 16
F. Larangan Melaknat
…………………………………………………………. 21
G. Alasan Tidak Boleh Melaknat
……………………………………………… 26

BAB III PENUTUP


……………………………………………………………………. ..
29

Kesimpulan

…………………………………………………………………………………
29

iii
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………………..
32BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, menggunjing, adu domba, dan melaknat antar
saudara semuslim dianggap hal yang biasa, lumrah terjadi bahkan
dianggap remeh. Namun ternyata hal-hal tersebut memiliki dampak
yang besar. Prilaku yang demikian haruslah diubah agar tidak
berkelanjutan dan menjadi kebiasaan yang buruk di kalangan umat
muslim.
Rasulullah telah banyak menyampaikan hal-hal demikian.
Maka sudah seharusnya sebagai umat muslim diingatkan kembali dan
meninjau ulang akan permasalahan tersebut sesuai dengan ajaran
yang Rasulullah bawa.
Sebab permaslahan tersebut, penulis mencoba menyajikan
beberapah riwayat hadis yang berkenaan dengan mengggunjing, adu
domba, dan larangan melaknat. Harapannya, umat myslim dapat
tersadarkan kembali dan dapat memperbaiki kebiasaan yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan menggunjing?
2. Bagaimana bunyi hadis tentang menggunjing?
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari menggunjing?
4. Apa yang dimaksud dengan adu domba?
5. Mengapa adu domba tidak diperbolehkan?
6. Bagaimana bunyi hadis tentang larangan melaknat?
7. Mengapa melaknat tidak diperbolehkan?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa hakikat menggunjing.
2. Untuk mengetahui hadis tentang menggunjing.
3. Untuk mengetahu dampak yang ditimbulkan dari menggunjing.
4. Untuk mengetahui makna adu domba.
5. Untuk mengetahui hadis tentang adu domba.
6. Untuk mengetahui alasan tidak diperbolehkannya adu domba.
7. Untuk mengetahui hadis tentang larangan melaknat
8. Untuk mengetahui alasan tidak diperbolehkannya melaknat.

2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Menggunjing

Menggunjing atau ghibah diartikan sebagai perkataan yang


memburuk-burukkan orang lain. Dapat pula diartikan penggunjingan
diidentikan dengna kata gosip, yaitu kata negatif tentang seseorang. 1
Menggunjing merupakan istilah yang menunjukkan kepada hal yang
membicarakan tentang keburukan atau aib seseorang yang tidak ada.
Orang yang dibicarakan tidak senang dan tidak ada di tempat
pembicaraan berlansung. Informasi yang membicarakan tentang gosip
seseorang dapat dikategorikan dalam menggunjing atau ghibah,
khususnya yang berhubungan dengan masalah privatisasi seseorang,
pribadi dan keluarganya, serta semua yang berhubungan dengan dirinya,
seperti agama, harta, keturunan, bahkan termasuk menggunjing
pembicaraan tentang aib antara kelompok masyarakat.

Pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu obrolan


dapat dikatakan menggunjing bila orang yang dibicarakan tidak ada dan
obyek pembicaraan tentang kekurangan atau aib seseorang dan orang
tersebut tidak rela dengan pembicaraan itu.
Pengertian tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah saw. Yaitu
sebagai berikut:

‫ َع ْن‬،‫ َع ِن الْ َعاَل ِء‬،‫ َح َّدثَنَا َعْب ُد الْ َع ِزي ِز َي ْعيِن ابْ َن حُمَ َّم ٍد‬،ُّ ‫َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْ ُن َم ْس لَ َمةَ الْ َق ْعنَيِب‬

:‫اك مِب َا يَ ْك َرهُ قِي َل‬ ِ ِ ِ َ ‫ أَنَّه قِي ل ي ا رس‬،َ‫ عن أَيِب هري رة‬،‫يه‬
َ ‫ ذ ْك ُرَك أ‬:‫ول اللَّه َم ا الْغيبَ ةُ؟ قَ َال‬
َ ‫َخ‬ ُ َ َ َ ُ َ َْ ُ ْ َ ‫أَب‬
ِِ

1
Musyfikah Ilyas, “Ghibah Persepktif Sunnah”, dalam Jurnal Al-Qadāu,Vol. 5 No. 1 Juni
2018, h. 145.

3
‫ َوإِ ْن مَلْ يَ ُك ْن فِ ِيه‬،ُ‫ُول َف َق ْد ا ْغتَْبتَ ه‬
ُ ‫ول؟ قَ َال إِ ْن َكا َن فِ ِيه َم ا َتق‬ ِ ‫أََفرأَيت إِ ْن َكا َن يِف أ‬
ُ ُ‫َخي َما أَق‬ َ َْ
)‫ول َف َق ْد َب َهتَّهُ (رواه ابو داود‬
ُ ‫َما َت ُق‬

Abdullah bin Maslamah al-Qanabi menyampaikan kepada kami


dari Abdul Aziz bin Muhammad, dari Al-‘Ala, dari ayahnya , dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya, “Wahai
Rasulullah, apa yang dimaksud dengan gibah itu?” Beliau
menjawab, “Engkau membicarakan saudaramu (seagama) dengan
sesuatu yang tidak disukainya.” Kemudian beliau ditanya lagi,
“Bagaimana jika yang aku bicarakan itu ada pada saudaraku?”
engkau telah menggunjingnya, jika yang negkau bicarakan itu tidak
ada padanya, engkau telah membuat kebohongan atas dirinya.”
(HR. Abu Daud/4874)2

1. Penjelasan Hadis
Hakikat menggunjing kamu membicarakan saudaramu mengenai
sesuatu yang ia tidak sukai. Dari proses tanya- jawab yang dilakukan
Rasulullah saw dan sahabat dalam hadis ini adalah salah satu bentuk
etika atau tata krama dalam majlis Rasulullah saw.3
Hadis di atas menjelaskan gambaran tentang menggunjing
adalah pengungkapan yang dilakukan seorang muslim mengenai diri
sesamanya muslim yang apabila didengar menimbulkan rasa benci 4 dapat

2
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu Daud, (Jakarta: Almahira,
2016), Cet. 2, Diterjemahkan oleh Tim Darussunnah, dkk, h.1017.
3
Muhammad Ibn ‘Alan al-Siddiqi al-Syafi’iy al-Asy’ariy al-Makkiy, Dalil al- Falihin li
Turuq Riyad al-Salihin, Juz 4 (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), h. 357.
4
Khalil Ma’mun, al-Manhaj Syarh Shahih Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Cet.II, Beirut
Libanon : Dar al-Ma’rifah, 1996), h. 358.

4
juga dimaknai menggunjing yaitu menyebutkan sesuatu yang terdapat
pada diri seorang muslim, padahal ia tidak suka bila disebutkan.5
Berdasarkan uraian diatas dipahami menggunjing merupakan
pengungkapan aib atau cacat seseorang baik yang dilakukan secara lisan,
tulisan, isyarat maupun gerakan yang dapat dipahami maksudnya sebagai
bentuk penghinaan atau merendakan derajatnya, dan apabila yang
didengar atau diketahui oleh orang yang digunjing itu timbul rasa
permusuhan, malu dan sebagainya.
B. Larangan Menggunjing

ٍ َّ‫ َح َّد َثنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن َعي‬،‫َس َوُد بْ ُن َع ِام ٍر‬


‫ َع ِن‬،‫اش‬ ْ ‫ َح َّد َثنَا اأْل‬،َ‫َح َّدثَنَا عُثْ َم ا ُن بْ ُن أَيِب َش ْيبَة‬
‫ول اللَّ ِه‬
ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫ قَ َال‬،‫َس لَ ِم ِّي‬ ِ ِ ِِ
ْ ‫ َع ْن أَيِب َبْرَزةَ اأْل‬،‫ َع ْن َسعيد بْ ِن َعْبد اللَّه بْ ِن ُجَريْ ٍج‬،‫ش‬
ِ ‫َع َم‬
ْ ‫اأْل‬

‫ اَل َت ْغتَ ابُوا‬،ُ‫ َومَلْ يَ ْد ُخ ِل اإْلِ ميَ ا ُن َقْلبَ ه‬،‫ يَ ا َم ْع َش َر َم ْن َآم َن بِلِ َس انِِه‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬
َ
ِ‫هِت‬ ِ‫هِت‬ ِِ
ُ‫ َوَم ْن َيتَّبِ ِع اللَّهُ َع ْوَرتَه‬،ُ‫ فَِإنَّهُ َم ِن اتَّبَ َع َع ْوَرا ْم َيتَّبِ ُع اللَّهُ َع ْوَرتَه‬،‫ َواَل َتتَّبِعُوا َع ْوَرا ْم‬،‫ني‬
َ ‫الْ ُم ْسلم‬
)‫ض ْحهُ يِف َبْيتِ ِه (رواه ابو داود‬
َ ‫َي ْف‬

Utsman bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari Abu


Aswad bin Amir, dari Abu Bakar bin Ayyasy, dari al-A’masy dari
Sa’id bin Abdullah bin Juraij, dari Abu Barzah al-Aslami bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Wahai orang-orang yang mengaku
beriman dengan lisan, tetapi iman belum memasuki hatinya!
Janganlah kalian sekali-kali membicarakan kejelekan kaum
Muslimin dan jangan pula mencari-cari aib mereka, Allah akan
menyingkap aibnya (di akhirat). Siapa yang Allah singkap aibnya,
5
Muhammad Shalih al-Munajjid, Muharramat Istihana al-Nas, Diterjemahkan oleh Ainul
Haris Umar Thayib dengan judul Dosa-dosa Yang Dianggap Biasa, Cet. I, (Jakarta: Akafa
Press, 1997), h. 103.

5
tentu Allah akna perlihatkan aibnya (meski aib itu) di rumahnya
sendiri (sangat tertutup).” (HR. Abu Daud/4880)6

1. Penjelasan Hadis
Hadis yang berhubungan dengan larangan melakukan gunjing
tersebut di atas menurut riwayat Abu Daud , dalam hadis tersebut
Rasulullah saw. melarang kaum muslimin untuk melakukan penggunjingan
sesama kaum muslimin.

Kalimat ‫(اَل َت ْغتَ ابُوا‬janganlah kalian mengumpat) dalam hadis

tersebut menunjukkan larangan. Dalam makna hadis “Wahai orang-orang


yang beriman lisannya namun keimanannya belum masuk ke dalam
hatinya, janganlah kalian mengumpat seorang muslim” sebagai peringatan
bahwa perbuatan menggunjing termasuk sifat orang munafik bukan orang
mukmin,7 karena salah satu tanda munafik adalah mengaku dengan
perkataannya beriman sebenarnya tidak beriman.

Lain halnya dengan ijtihad ulama dalam menyikapi


penggunjingan, pada kasus-kasus tertentu mereka membolehkannya
sebagaimana hasil ijtihad Ibrahim Muhammad Jamal yang menurutnya,
menggunjing dibolehkan dalam beberapa hal sebagai berikut:8

a. Ketika menyampaikan penganiayaan orang lain kepada


penguasa/pemerintah dengan menerangkan hakikat yang
sebenarnya dan menerangkan keadaan orang yang
melakukannya.

6
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu Daud, h. 1018.
7
Muhammad Muhyiddin abdul Hamid, Sunan Abu Daud, Juz. 4, (Indonesia: Maktabah
Dahlan, t.th), h. 270.
8
Ibrahim Muhammad al-Jamal, Amrad al-Nufus, Diterjemahkan oleh Amir Hamzah
Fahcrudin dengan judul Penyakit-penyakit Hati, Cet. I (Bandung : Pustaka Hidayah, 1995),
h. 109-110.

6
b. Ketika meminta pertolongan untuk mengubah sesuatu
kemungkaran yang pada saat itu diminta keterangan dan
penjelasannya.
c. Ketika meminta fatwa dalam masalah terkadang membutuhkan
banyak perincian bukti, bahkan sifat-sifat agar pemberi fatwa
mengerti kedudukan masalah yang dibicarakan.
d. Ketika hendak memberikan peringatan dari musibah atau
kefasikan yang membutuhkan penjelasan dan untuk
membersihkan diri ketika ditanya tentang seorang saksi yang
dianggap tidak benar dan merugikan.
e. Ketika menanyakan seseorang yang lebih dikenal dengan
gelarnya.
f. Menyebutkan orang-orang yang secara terang-terangan berbuat
kefasikan agar berhati-hati kepadanya.

Dengan demikian, keharaman gibah sangat kuat dan tidak


menyisakan perbedaan pendapat. Sejauh ini tidak ditemukan pendapat
yang membolehkan menggunjing tanpa alasan sebagaimana yang
dikemukakan, dan menggunjing itu dibolehkan bilamana bukan bertujuan
untuk merendahkan dan mengurangi kehormatan seseorang.

7
C. Dampak Yang Ditimbulkan Dari Menggunjing

ِ
ْ ‫ َح َّدثَنَا اأْل‬:‫ َح َّدثَنَا َوكي ٌع قَ َال‬:‫َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَيِب َش ْيبَةَ قَ َال‬
:‫َس َوُد بْ ُن َش ْيبَا َن قَ َال‬

.‫ بَِقْب َريْ ِن‬،‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ


َ ُّ ‫ َم َّر النَّيِب‬:‫ َع ْن َج دِّه أَيِب بَ ْك َرَة قَ َال‬،‫َح َّدثَيِن حَبْ ُر بْ ُن َم َّرا ٍر‬
‫ َوأ ََّما اآْل َخ ُر‬،‫ب يِف الَْب ْوِل‬ ِ ِ ِ
َ ‫ أ ََّما أ‬،‫ َوَم ا يُ َع َّذبَان يِف َكبِ ٍري‬،‫ إن َُّه َم ا لَُي َع َّذبَان‬:‫َف َق َال‬
ُ ‫َح ُدمُهَا َفُي َع َّذ‬
)‫ب يِف الْغِيبَ ِة (رواه ابن ماجه‬
ُ ‫َفُي َع َّذ‬

Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari waki’
dari al-Aswad bin Syaibah, dari Bahr bin Marrar bahwa kakeknya,
Abu Bakrah, berkata, “Nabi saw. melintas di dekat dua kuburan,
beliau bersabda, “Sungguh, keduanya sedang disiksa karena suatu
perkara besar. Seorang dari mereka disiksa karena air kencing,
sedangkan yang lain disiksa karena ghibah.” (HR. Ibnu
Majah/349)9

1. Penjelasan Hadis
Hadis di atas menjelaskan tentang dampak menggunjing
sekaligus menginformasikan tentang menggunjing termasuk dosa kecil.
Ada beberapa ulama berbeda pendapat tentang apakah menggunjing
termasuk dosa besar atau hanyalah dosa kecil. Sebagian ulama
berpendapat bahwa menggunjing tergolong dosa besar sementara ulama
yang lain mengatakan bahwa menggunjing jika dilakukan oleh orang-
orang yang tidak menuntut ilmu atau pengkaji al-Qur’an (masyarakat
biasa) maka hanya masuk dalam kategori dosa kecil.

9
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 8; Sunan Ibnu Majah, (Jakarta: Almahira,
2016), Cet. 2, Diterjemahkan oleh Tim Darussunnah, dkk, h.64.

8
Menggunjing merupakan perbuatan yang sangat berbahaya
menurut pandangan Islam. Hal tersebut sesuai sabda Rasulullah saw yang
menyatakan bahwa menggunjing termasuk dosa besar.
ٍ ‫ب َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْن أَىِب ُحس نْي‬ ِ ٍ
َ ُ ٌ ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َع ْوف َح َّد َثنَا أَبُو الْيَ َم ان َح َّدثَنَا ُش َعْي‬
‫ قَ َال إِ َّن‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ِّ ‫يد بْ ِن َزيْ ٍد َع ِن النَّىِب‬
ِ ِ‫اح ٍق عن س ع‬
َ َْ
ِ ‫ح َّدثَنَا نَوفَل بن مس‬
َ ُ ُْ ُ ْ َ
)‫ (رواه ابو داود‬.‫ض الْ ُم ْسلِ ِم بِغَرْيِ َح ٍّق‬
ِ ‫اال ْستِطَالَةَ ىِف ِع ْر‬
ِ ‫الربا‬ ِ
َِّ ‫م ْن أَرْىَب‬
Muhammad bin 'Auf menyampaikan kepada kami dari Abu al-
Yaman, dari Syu'’ib, dari Abdullah bin Abu Husain, dari Naufal
bin Musahiq, dari Sa'’d bin Zaid bahwa Nabi saw. bersabda,
"Termasuk riba yang paling besar adalah mencemarkan
kehormatan seorang muslim tanpa hak.” (HR. Abu Daud/4876) 10
Menggunjing juga dapat dilihat sebagai dosa besar pada hadis
sebagai berikut:

‫ َع ِن الْ َعاَل ِء بْ ِن‬،‫ َح َّدثَنَا ُزَهْي ٌر‬:‫ قَ َال‬،َ‫ َح َّدثَنَا َع ْم ُرو بْ ُن أَيِب َس لَ َمة‬،‫َح َّدثَنَا َج ْع َف ُر بْ ُن ُم َس افِ ٍر‬

‫ إِ َّن ِم ْن‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫ قَ َال‬،َ‫ عن أَيِب هري رة‬،‫ عن أَبِ ِيه‬،‫الرمْح ِن‬ ِ
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َْ ُ ْ َ ْ َ َ َّ ‫َعْبد‬

َّ ‫ َوِم َن ال َكبَ ائِِر‬،‫ُل ُم ْس لِ ٍم بِغَرْيِ َح ٍّق‬


ِ َ‫الس بَّت‬
‫ان‬ ِ ‫اس تِطَالَةَ الْ َم ْرِء يِف ِع ْر‬
ٍ ‫ض َرج‬ ِ
ْ ،‫أَ ْكرَبِ الْ َكبَ ائ ِر‬
)‫ (رواه ابو داود‬.‫السبَّ ِة‬
َّ ِ‫ب‬
Ja’far bin Musafir menyampaikan kepada kami dari Amr bin Abu
Salamah, dari Zuhair, dari al-Ala’ bin Abdurrahman, dari
ayahnya, dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda,
“Termasuk dosa besar jika seseorang mencemarkan kehormatan

10
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu Daud, h. 1017.

9
seorang Muslim tanpa hak. Termsauk dosa besar membalas satu
cacian dengan dua cacian.” (HR. Abu Daud/4877)11
Berdasarkan kedua hadis diatas yang menjelaskan tentang
menggunjing merupakan dosa besar yang melebihi riba. Oleh karena itu,
menurut hadis tidak ada kemungkinan untuk membolehkan orang
melakukan menggunjing.
Memperhatikan hadis-hadis yang telah dipaparkan, dapat
dipahami bahwa menggunjing merupakan sesuatu yang diharamkan.
Meskipun terjadi perselisihan pendapat tentang apakah menggunjing
masuk dosa besar atau hanyalah dosa kecil, hal terpenting dari
menggunjing bukan terletak pada dosa besar atau dosa kecilnya akan
tetapi menggunjing merupakan tindakan yang dikecam, baik oleh al-
Qur’an, hadis maupun oleh manusia itu sendiri dan merupakan sifat yang
harus dihindari oleh setiap manusia, khususnya umat Islam tanpa
memandang apakah orang terpelajar, intelektual atau masyarakat biasa,
sebab dampak dari menggunjing dapat dirasakan dan dialami oleh siapa
saja. Siapapun pelakunya akan mendapatkan dosa dan hukuman di sisi
Allah Swt, sedangkan besar-kecilnya dosa itu adalah wewenang mutlak
Allah Swt.12
Dicantumkan juga dalam hadis lain, yaitu:

‫ َح َّدثَيِن َر ِاش ُد‬:‫ص ْف َوا ُن قَ َال‬ ِ ِ ِ


َ ‫ َح َّدثَنَا‬: ‫ قَااَل‬،‫ َوأَبُو الْ ُمغ َرية‬،ُ‫ َح َّدثَنَا بَقيَّة‬،‫ص فَّى‬
َ ‫َح َّدثَنَا ابْ ُن الْ ُم‬
ٍ ِ‫س ب ِن مال‬
ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫ قَ َال‬،‫ك‬ ٍ
ُ‫ص لَّى اهلل‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ ْ ِ َ‫ َع ْن أَن‬، ٍ‫ َو َعْب ُد ال َّرمْح َ ِن بْ ُن ُجَبرْي‬،‫بْ ُن َس ْعد‬
‫ُوه ُه ْم‬ ٍ َ‫ت بَِق ْوٍم هَلُ ْم أَظْ َف ٌار ِم ْن حُن‬
َ ‫اس خَي ْ ُم ُش و َن ُوج‬
ِ
ُ ‫ " لَ َّما عُر َِج يِب َم َرْر‬:‫َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
ِ ‫ُوم الن‬ ِ َّ ِ ِِ ِ
‫ َوَي َقعُو َن‬،‫َّاس‬ َ ‫ين يَأْ ُكلُو َن حُل‬
َ ‫ َه ُؤاَل ء الذ‬:‫ قَ َال‬،‫يل‬
ُ ‫ َم ْن َه ُؤاَل ء يَا جرْب‬:‫ت‬
ُ ‫ َف ُق ْل‬،‫ص ُد َورُه ْم‬
ُ ‫َو‬
11
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu Daud, h. 1017.
12
Musyfikah Ilyas, “Ghibah Persepktif Sunnah”, h. 155-156.

10
ِ ِ ‫ لَي‬،َ‫ عن ب ِقيَّة‬،‫ ح َّد َثنَاه حَي بن عثْم ا َن‬:‫اض ِهم" قَ َال أَبُو داود‬
ِ
ٌ َ‫س فيه أَن‬
‫ (رواه ابو‬.‫س‬ َ ْ َ ْ َ َ ُ ُ ْ ‫ْىَي‬ َ َُ َ ْ ‫يِف أ َْعَر‬
)‫داود‬

Ibnu Al-Mushaffa menyampaikan kepada kami dari Baqiyyah dan


Abu Al-Mughirah, dari Shafwan, dari Rasyid bin Sa’d dan
Abdurrahman bin Jubair, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Pada saat peristiwa Mi’raj, aku melewati
sekumpulan orang yang memiliki kuku terbuat dari tembaga,
mereka mencakari wajah dan dada mereka sendiri. Aku pun
bertanya, “Siapakah mereka, wahai Jibril?” Jibril menjawab
“Mereka adalah orang-orang yang dahulunya suka memakan
daging manusia (menggibah) dan mencemarkan kehormatan orang
lain.”

Abu Daud berkata, “Yahya bin Utsman juga menyampaikannya


kepadaku dari Baqiyyah dengna lanjutan sanad sama seperti hadis
sebelumnya, tetapi tanpa menyebut nama Anas (Hadis Mursal).”
(HR. Abu Daud/4878)13

13
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu Daud, h. 1017.

11
D. Menggunjing Yang Dibolehkan
Asalnya ghibah itu terlarang dan diharamkan. Tapi ada beberapa
keadaan dimana ghibah dibolehkan. bahwasanya ghibah dibolehkan
karena adanya tujuan yang dibenarkan oleh syariat, yang tidak mungkin
tujuan itu tercapai kecuali dengan menempuh cara ghibah. Dalam hal ini
ada enam sebab.14
Pertama, Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang
lain.
Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang
mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari
orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili
si dzalim itu.
Kedua, Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan
mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran. Seseorang
boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia harapkan bisa
merubah kemungkaran. Si fulan itu berbuat kejahatan ini dan itu, maka
dengan demikian dia akan menasehatinya dan melarangnya berbuat
jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah kemungkaran/kejahatan,
jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah tersebut haram.
Ketiga, Meminta fatwa. Orang itu mengatakan kepada sang
pemberi fatwa : ayahku atau saudaraku atau suamiku telah mendzalimi
diriku, apakah hal ini boleh? Bagaimana jalan keluarnya? dll. Ghibah
seperti ini boleh karena suatu kebutuhan/tujuan. Tapi yang lebih utama
tidak disebutkan namanya. Misalnya: Bagaimana pendapat Bapak
tentang seorang suami atau ayah yang begini dan begitu? Hal ini juga

14
Imam An-Nawawi, Riyadhus shalihin, Diterjemahkan oleh Arif Rahman Hakim dan Pipih
Imran Nurtsani, (Solo: Insan Kamil, 2011), h. 615-616.

12
bisa dilakukan dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan meskipun
tanpa menyebut nama/personnya.
Keempat, Memperingatkan kaum muslimin dari bahaya kesesatan
dan sekaligus dalam rangka saling menasehati. Yang demikian itu
mencakup beberapa hal, dinataranta mencela para perawi-perawi (hadits)
atau para saksi yang tidak memenuhi syarat. Hal ini dibolehkan secara
ijma’ kaum muslimin bahkan bisa jadi hal tersebut wajib hukumnya.
Kelima, Menyebutkan aib orang yang menampakkan kefasikan
dan bid’ahnya. Misalkan orang yang bangga meminum arak, menganiaya
orang lain, merampas harta dan melakukan hal-hal yang batil. Boleh bagi
orang yang mengetahui keadaan orang di atas untuk menyebutkan aib-
aibnya agar orang lain berhati-hati darinya.
Keenam, Mengenalkan orang lain dengan menyebut gelarnya
yang sudah terkenal. Misalnya Al-A’masy (yang cacat matanya), Al-A’raj
(yang pincang), Al-Ashom (yang tuli) dan selainnya. Boleh mengenalkan
dengan julukan-julukan di atas tapi tidak untuk mencela/mengejeknya
dan seandainya mengenalkan tanpa menyebutkan julukan-julukan
tersebut ini lebih baik.
Inilah enam sebab yang telah disebutkan olehpara ulama yang
sudah disepakati bersama. Dalil-dalilnya pun masyhur bersumber dari
hadis-hadis sahih, diantaranya yaitu:

ِ ‫ ح َّد َثنَا روح بن ال َق‬،‫ ح َّدثَنَا حُم َّم ُد بن س و ٍاء‬،‫ح َّدثَنَا عم رو بن ِعيس ى‬
‫ َع ْن حُمَ َّم ِد بْ ِن‬،‫اس ِم‬ ُ ْ ُ َْ َ َ َ ُ ْ َ َ َ ُْ ُ َْ َ
‫ َفلَ َّما‬،‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬
َ ِّ ‫اس تَأْذَ َن َعلَى النَّيِب‬ َّ ‫ أ‬:َ‫ َع ْن َعائِ َش ة‬،َ‫ َع ْن ع ُْرَوة‬،‫املْن َك ِد ِر‬
ْ ‫َن َر ُجاًل‬ ُ
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ ِ ‫ وبِْئس ابن‬،‫ «بِْئس أَخو الع ِشريِة‬:‫رآه قَ َال‬
َ ُّ ‫س تَطَلَّ َق النَّيِب‬
َ َ‫العش َرية» َفلَ َّما َجل‬
َ ُْ َ َ َ َ ُ َ َُ
ِ ِ َ ‫ ي ا رس‬:ُ‫الرجُل قَ الَت لَ ه عائِ َش ة‬ ِ َ ‫وس لَّم يِف وج ِه ِه وا ْنبس‬
َ ‫ ح‬،‫ول اللَّه‬
‫ني‬ َُ َ َ ُ ْ ُ َّ ‫ َفلَ َّما انْطَلَ َق‬،‫ط إِلَْي ه‬ ََ َ َْ َ ََ

13
‫ول اللَّ ِه‬
ُ ‫ت إِلَْي ِه؟ َف َق َال َر ُس‬ ِ
َ ْ‫ت يِف َو ْج ِه ه َوا ْنبَ َس ط‬
َ ‫ مُثَّ تَطَلَّ ْق‬،‫ت لَ هُ َك َذا َوَك َذا‬
َ ‫ُل ُق ْل‬
َ ‫الرج‬
َّ ‫ت‬َ ْ‫َرأَي‬
‫َّاس ِعْن َد اللَّ ِه َمْن ِزلَةً َي ْوَم‬ ً ‫ مَىَت َع ِه ْدتِيِن فَ َّح‬،ُ‫ «يَا َعائِ َشة‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ ‫ إِ َّن َشَّر الن‬،‫اشا‬ َ
)‫َّاس ِّات َقاءَ َشِّرِه» (رواه البخاري‬ ِ ِ
ُ ‫القيَ َامة َم ْن َتَرَكهُ الن‬
Amr bin Issa menyampaikan kepada kami dari Muhammad bin
Sawa’, dari Rauh bin al-Qasim, Muhammad bin Munkadir, dari
Urwah, dari Aisyah bahwa seorang pria meminta izin kepada
Nabi saw, setelah beliau melihatnya, beliau bersabda: “Dia
seburuk-buruknya putra kabilah.” Ketika orang itu duduk, wajah
Nabi berseri-seri dan beliau berlaku lembut kepadanya. Setelah
dia pergi, Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, ketika engkau
melihat orang itu, engkau bertanya begini dan begini. Kemudian
wajahnya berseri-seri dan engkau berlaku lembut kepadanya.”
Rasulullah saw berkata, “Wahaia Aisyah, kapan engkau
melihatku berlaku keji? Sungguh, manusia terburuk disisi Allah
pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan manusia
karena mereka khawatir akan kejahatannya.” (HR. Al-
Bukhari/6032)15
E. Hakikat Adu Domba

ِ
ُ ‫ مَس ْع‬،ُ‫ َح َّدثَنَا ُش ْعبَة‬،‫ َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر‬: ‫ قَ ااَل‬،‫ َوابْ ُن بَ َّش ا ٍر‬، ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمَثىَّن‬
‫ت‬
ٍ ِ ِ
َ ‫ إِ َّن حُمَ َّم ًدا‬:‫ قَ َال‬،‫ َع ْن َعْبد اهلل بْ ِن َم ْسعُود‬،‫ص‬
ُ‫صلَّى اهلل‬ ِ ‫َح َو‬
ْ ‫ِّث َع ْن أَيِب اأْل‬ َ ‫أَبَا إِ ْس َح‬
ُ ‫ حُيَد‬،‫اق‬

‫ص لَّى‬ ِ ِ ‫ أَاَل أُنبِّئ ُكم م ا الْعض ه؟ ِهي الن َِّميم ة الْقالَ ة ب الن‬:‫علَي ِه وس لَّم قَ َال‬
َ ‫ َوا َّن حُمَ َّم ًدا‬.‫َّاس‬ َ ‫َ ُ َ ُ َنْي‬ َ ُْ َ َ ْ َُ َ ََ َْ

Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih Al-Bukhari 2, (Jakarta:


15

Almahira, 2016), Cet. 2, Diterjemahkan oleh Tim Darussunnah, dkk, h. 535.

14
‫ب َك َّذابًا‬ ِ ِ َ‫الرجُل يص ُد ُق حىَّت يكْت‬ ِ ِ
َ َ‫ب َحىَّت يُكْت‬
ُ ‫ َويَ ْك ذ‬.‫ب ص د ِّْي ًقا‬
َ ُ َ ْ َ َ َّ ‫ ا َّن‬:‫اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم قَ َال‬
)‫(رواه املسلم‬

Muhammad bin al-Mutsanna dan Ibnu Basyar menyampaikan


kepapda kami dari Muhammad bin Ja’far, dari Syu’bah yang
mengatakan, aku mendeangar dariAbu Ishaq, dari Abu al-Ahwash
dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Muhammad saw. bersabda,
“Perhatikanlah, aku akan memberitahukan kepada kalian apa itu
al-Adhu? Al-Adhu adalah mengadu domba dengan
menyebarluaskan kebohongan di tengah masyarakat.” Muhammad
saw. juga bersabda, “Sesungguhnya orang yang senantiasa berkata
jujur akan dicatat sebagai seorang yang jujur, dan orang yang
senantiasa berdusta akan dicatat sebagai pendusta.” (HR.
Muslim/2606)

1. Penjelasan Hadis
Adu domba adalah mengutip perkataan sebagian orang dan
disampaikan kepada sebagian lainnya dengan tujuan menimbulkan

ِ ِ ْ ‫أَاَل أَُنبِّئُ ُكم م ا الْع‬


kerusakan. Sabda Rasulullah saw. َ ‫يم ةُ الْ َقالَ ةُ َبنْي‬
َ ‫ض هُ؟ ه َي النَّم‬ َ َْ
ِ ‫الن‬
‫َّاس‬ (Perhatikanlah, aku akan memberitahukan kepada kalian apa itu

al-Adhu? Al-Adhu adalah mengadu domba dengan menyebarluaskan


kebohongan di tengah masyarakat) Redaksi yang diriwaytkan oleh para
periwayat disini ada dua bentuk:16

16
Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Jilid. 16, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), Cet.
1, diterjemahkan oleh Ahmad Khatib, h. 579.

15
Pertama, ْ ِ‫الع‬
ُ‫ضه‬ yaitu dengan kasrah huruf ‘ain dan fathah huruf

dhadh, sepola dengan kata ‫ العِ َدة‬dan ‫ال ِزنة‬.

Kedua, ُ‫ض ه‬
ْ ‫ الْ َع‬yaitu dengan fathah huruf ‘ain dan sukun huruf

dhadh, sepola dengan kata ُ‫الو ْجه‬.


َ
Redaksi yang kedua inilah yang paling dikenal luas di antara
beberapa riwayat yang ada di negeri kami. Juga merupakan redaksi yang
paling dikenal luas tertera dalam kitab hadis dan gharib al-hadits.
Sedangkan redaksi yang pertama merupakan redaksi yang dikenal luas
tertera dalam berbagai kitab berbahasa Arab.
Al-Qadhi mengutip bahwa redaksi yang kedua itu merupakan
redaksi yang diriwayatkan oleh mayoritas guru mereka. Perkiraan

susunan kalimat haidts tersebut- wallahu a’lam – adalah ‫أَاَل أَُنبِّئُ ُك ْم َم ا‬

‫َّح ِرمْيِ ؟‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ش الْغَلْي ظ الت‬
ُ ‫ض هُ الْ َف اح‬
ْ ‫( الْ َع‬Perhatikanlah, aku akan memberitahukan

kepada kalian apa itu al-Idhdhah yang kotor, kasar dan diharamkan? Ia
adalah adu domba yang biasa diucapkan orang banyak).
F. Alasan Tidak Boleh Mengadu Domba

]1 :‫{ويْ ٌل لِ ُك ِّل مُهََزٍة لُ َمَزٍة} [اهلمزة‬ ٍِِ ٍ ِِ


َ ‫ َو‬.]11 :‫ {مَهَّاز َمشَّاء بنَمي ٍم}[القلم‬: ‫َوَق ْوله تعاىل‬
ِ ‫ و‬:‫يه ِمز وي ْل ِمز يعِيب‬
.‫اح ٌد‬ َ ُ َ ُ ََ ُ ْ َ

16
‫ ُكنَّا َم َع‬:‫ قَ َال‬،‫ َع ْن مَهَّ ٍام‬،‫يم‬ ِ ِ ٍ ُ ‫ َع ْن َمْن‬،‫ َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن‬،‫َح َّد َثنَا أَبُو نُ َعْي ٍم‬
َ ‫ َع ْن إ ْب َراه‬،‫ص ور‬
ِ ِ ِ
‫صلَّى‬ ُ ‫ مَس ْع‬:ُ‫ َف َق َال لَهُ ُح َذ ْي َفة‬،‫يث إِىَل عُثْ َما َن‬
َ َّ ‫ت النَّيِب‬ َ ‫ إِ َّن َر ُجاًل َي ْرفَ ُع احلَد‬:ُ‫يل لَه‬
َ ‫ فَق‬،َ‫ُح َذ ْي َفة‬
)‫َّات (رواه البخاري‬ ُ ‫اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق‬
ٌ ‫ اَل يَ ْد ُخ ُل اجلَنَّةَ َقت‬:‫ول‬

Allah Swt. Berfirman, “Suka mencela yang kian ke mari


menyebarkan fitnah” (QS. Al-Qalam: 11). Allah Swt. Berfirman,
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela” (QS. Al-Humazah:
1). Yahmizu, yalmizu, dan yai’bu maknanya sama (yaitu mencela).

Abu Nu’aim menyampaikan kepada kami dari Sufyan, dari Mansur,


dari Ibrahim bahwa Hammam berkata, “Kami bersama Hudzaifah,
lalu dikatakan padanya, “Seorang telah melaporkan sesuatu kepada
Utsman, lalu Hudzaifah berkata, “Aku mendengar Nabi bersabda,
Tidak akan masuk surga orang yang suka memfitnah.” (HR.
Bukhari/6056)17

Diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan jalur lain. Disertakan


pula takhrij hadisnya.

‫ َع ْن مَهَّ ِام‬،‫يم‬ ِ ِ ٍ ُ ‫ َع ْن َمْن‬،َ‫ َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن بْن عَُيْينَ ة‬:‫ قَ َال‬،‫َح َّد َثنَا ابْن أَيِب عُم ر‬
َ ‫ َع ْن إ ْب َراه‬،‫ص ور‬ ُ ََ ُ
ِ ِ ِ ِِ
َ ‫ إِ َّن َه َذا يَُبلِّ ُغ األ َُمَراءَ احلَ د‬:ُ‫يل لَه‬
‫يث‬ َ ‫ َمَّر َر ُج ٌل َعلَى ُح َذ ْي َفةَ بْ ِن اليَ َمان فَق‬:‫ قَ َال‬،‫بْ ِن احلَارث‬
ُ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َيق‬
َ‫ الَ يَ ْد ُخ ُل اجلَنَّة‬:‫ُول‬ ِ َ ‫ مَسِ عت رس‬:ُ‫ َف َق َال ح َذي َفة‬،‫َّاس‬
َ ‫ول اهلل‬ َُ ُ ْ ْ ُ ِ ‫َع ِن الن‬

.‫َّم ُام‬
َّ ‫َّات الن‬
ُ ‫ َوال َقت‬:‫ قَ َال ُس ْفيَا ُن‬.‫َّات‬
ٌ ‫َقت‬

)‫ (رواه الرتمذي‬.‫يح‬ ِ ‫يث حسن‬ ِ


ٌ ‫صح‬َ ٌ َ َ ٌ ‫َوَه َذا َحد‬
17
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih Al-Bukhari 2, h. 540.

17
Ibnu Abu Umar menyampaikan kepada kami dari Sufyan bin
Uyaynah, dari Mansur, dari Ibrahim bahwa Hammam bin al-Harits
berkata, “Pernah seorang laki-laki lewat di hadapan Hudzaifah bin
Al-Yaman, lalu dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya orang ini
sering menyiarkan hal-hal buruk orang-orang kepada para
pemimpin (untuk mengadu domba mereka). Hudzaifah berkata,
“Aku pernah mendengar Nabi bersabda, Tidak akan masuk surga
al-qattat,” Sufyan berkata, “al-Qattat artinya pengadu domba.”

Hadis ini hasan sahih. (HR. At-Tirmidzi/2026)18

1. Penjelasan Hadis
ٍ ‫ مَهَّا ٍز مش‬: ‫وَقولِِه تعاىل‬
‫َّاء بِنَ ِمي ٍم‬ (Firman Allah, “Yang suka mencela
َ َْ
yang kian ke mari menyebarkan fitnah.”) Ar-Raghib berkata bahwa
kalimat hamaza al-insan bermakna menggunjing seseorang. Adapun kata
an-namamu adalah menampakkan berita yang telah dibumbui. Asal kata
namimah adalah gerakan dan bisikan.19

َ‫( الَ يَ ْد ُخ ُل اجلَنَّة‬Tidak akan masuk surga) Maksudnya, tidak masuk


surge pada kali pertama.

‫َّات‬
ٌ ‫َقت‬ (Orang yang menyebar fitnah) Kata qattât artinnya

nammâm. Sebagaimana ynag disebutkan dalam hadis yang dikutip oleh


Imam Muslim. Disebutkan perbedaan qattât dan nammâm bahwa
nammâm menghindari pembicaraan lalu memindahkan kepada orang lain.
Sedangkan qattât adalah mencuri pembicaraan tanpa diketahui kemudian
memindahkan apa yang didengar.

18
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 6; Jami’ At-Tirmidzi, (Jakarta: Almahira,
2016), Cet. 2, Diterjemahkan oleh Tim Darussunnah, dkk, h. 680.
19
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2008) Diterjemahkan oleh Amiruddin, h. 247.

18
Al-Gazali berpendapat bahwa jika seseorang menyebar fitnah,
maka agar bertabayun dan melarangnya untuk menyampaikan berita
tersebut. Bahkan harus membencinya jika seseorang tersebut tidak ingin
berhenti untuk menyebarkan fitnah tersebut. Tidak diperbolehkan juga
untuk merespon apa yang dikatakan oleh penyebar fitnah tersebut.20
Namun an-Nawawi menjelaskan bahwa hal diatas berlaku apabila
tidak mengandung maslahat syar’i. karena apabila dalam berita tersebut
mengandung masalah syar’I, yang demikian itu diperbolehkan, bahkan
mustahab (disukai).
Para ulama berbeda pendapat tentang ghibah dan namimah,
apakah keduanya sama atau tidak. Pendapat yang paling kuat adalah
bahwa keduanya berbeda, karena namimah adlaah memindahkan keadaan
seseorang kepada orang lain tanpa persetujuannya dengan tujuan merusak,
baik dia mengetahui atau tidak. Sednagkan ghibah adalah menceritakan
seseorang saat dia tidak ada tentang sesuatu yang dia tidak sukai. Dengan
demikian namimah bertujuan merusak dan ini tidak disyaratkan pada
ghibah. Sedangkan ghibah dilakukan saat orang yang dibicarakan tidak
ada. Namun keduanya memiliki kesamaan pada selain hal-hal tersebut.21
Dijelaskan juga di dalam riwayat hadis yang lain, yaitu:

‫ َع ِن‬،‫اه ٍد‬
ِ ‫ عن جُم‬،‫ عن مْنص وٍر‬،‫الرمْح ِن‬ ِ ٍ
ْ ‫ أ‬،‫َح َّدثَنَا ابْ ُن َس الٍَم‬
َ ِ‫َخَبَرنَا َعب‬
َ ْ َ ُ َ ْ َ َ َّ ‫يدةُ بْ ُن مُحَْي د أَبُو َعْب د‬
‫ فَ َس ِم َع‬،‫ان امل ِدينَ ِة‬ ِ َ‫ض ِحيط‬ ِ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِم ْن َب ْع‬
َ ُّ ٍ َّ‫ابْ ِن َعب‬
‫ َخ َر َج النَّيِب‬:‫ قَ َال‬،‫اس‬
َ
ِ ‫ وما يع َّذب‬،‫ان‬
‫ َكا َن‬،ٌ‫ َوإِنَّهُ لَ َكبِري‬،‫ان يِف َكبِ ٍري‬ ِ ‫مِه‬ ِ ِ َ ‫صو‬
َ َ ُ َ َ َ‫ يُ َع َّذب‬:‫ َف َق َال‬،‫ت إنْ َسا َننْي ِ يُ َع َّذبَان يِف ُقبُوِر َا‬ َْ
ِ ‫يد ٍة فَ َكس رَها بِ ِكس رَتنْي‬
َ ‫يم ِة مُثَّ َد َعا جِب َ ِر‬ ِ ِ ِ ِ ‫أَح ُدمُهَا الَ يستَرِت ِمن‬
َْ ََ َ ‫اآلخُر مَيْشي بالنَّم‬
َ ‫ َوَكا َن‬،‫الب ْول‬
َ َ ُ َْ َ

20
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h. 248.
21
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, h. 249.

19
ِ ِ ِ
ُ ‫ لَ َعلَّهُ خُيَف‬:‫ َف َق َال‬،‫ َوك ْس َرًة يِف َقرْبِ َه َذا‬،‫ فَ َج َع َل ك ْس َرًة يِف َقرْبِ َه َذا‬، ِ ‫أ َْو ثْنَتنْي‬
ْ‫َّف َعْن ُه َم ا َم ا مَل‬
)‫َيْيبَ َسا (رواه البخاري‬

Ibnu Salam menyampaikan kepada kami dari Abidah bin Humaid


Abu Abdurrahman, dari Mansur, dari Mujahid bahwa Ibnu Abbas
berkata, “Nabi saw. keluar dari dinding kota Madinah, lalu beliau
mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kuburan
mereka. Beliau berkata, “Mereka sedang disiksa, bukan disiksa
karena suatu kesalahan yang sulit dihindari, namun meskipun
demikian, kesalahan itu termasuk dosa besar. Salah satu dari
mereka berdua tidak menjaga diri dari cipratan air kencing,
sedangkan yang lain suka mengadu domba. Beliau membagi
pelepah itu menjadi dua potong, satu potong beliau letakkan di
kuburan yang ini dan satu potong lagi beliau letakkan di kuburan
yang ini. Beliau berkata, “Semoga azab mereka berdua diringankan
selama pelepah kurma ini belum kering.” (HR. Bukhari/6055)22

G. Larangan Melaknat

‫ َع ْن‬،‫ َح َّد َثنَا ِه َش ٌام‬:‫ قَ َال‬،‫ي‬


ٍّ ‫ َح َّدثَنَا َعْب ُد ال َّرمْح َ ِن بْ ُن َم ْه ِد‬:‫ قَ َال‬، ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمَثىَّن‬

َ‫ ال‬:‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫ب قَ َال‬


َ ‫ول اهلل‬ َُ
ٍ ‫ َعن مَسُرةَ بْ ِن جْن َد‬،‫ َع ِن احلس ِن‬،َ‫َقتَ َادة‬
ُ َ ْ ََ
.‫يح‬ ِ ‫يث حس ن‬ ِ ِ ‫قَ َال أب‬.‫ والَ بِالنَّا ِر‬،‫ والَ بِغَض بِ ِه‬،‫اهلل‬
ِ ِ ِ
ٌ ‫صح‬َ ٌ َ َ ٌ ‫ َه َذا َح د‬:‫يس ى‬
َ ‫ُو ع‬
ْ َ َ َ ‫تَالَ َعنُوا بلَ ْعنَ ة‬
)‫(رواه الرتمذي‬

22
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih Al-Bukhari 2, h. 539.

20
Muhammad bin al-Mutsanna menyampaikan kepada kami dari
Abdurrahma bin Mahdi, dari Hisyam, dari Qatadah, dari al-Hasan,
dari Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah saw. bersabda,
(Janganlahn kalian saling melaknat dengan mengucapkan, Allah
melaknatmu atau engkau mendapatkan murka Allah, atau semoga
Allah memasukkanmu ke dalam neraka.”

Abu Isa berkata, “Hadis ini hasan shahih.” (HR. At-


Tirmidzi/1976)23

Dijelaskan juga di dalam riwayat yang lain, yaitu:

‫ َح َّد َثنَا أَبَا ُن بْ ُن‬:‫ قَ َال‬،‫ َح َّدثَنَا بِ ْش ُر بْ ُن عُ َم َر‬:‫ قَ َال‬،‫ي‬


ُّ ‫ص ِر‬ ِ
ْ َ‫َخ َزَم الطَّائ ُّي الب‬
ْ ‫َح َّدثَنَا َزيْ ُد بْ ُن أ‬

ُ‫ص لَّى اللَّه‬


ِ ‫الر‬
َ ِّ ‫يح عْن َد النَّيِب‬ ٍ َّ‫ َع ِن ابْ ِن َعب‬،‫العالِيَ ِة‬
َّ ‫ أ‬،‫اس‬
َ ِّ ‫َن َر ُجالً لَ َع َن‬ َ ‫يَِز‬
َ ‫ َع ْن أَيِب‬،َ‫ َع ْن َقتَ َادة‬،‫يد‬
ِ ‫ وإِنَّه من لَعن َش يئًا لَيس لَ ه بِأَه ٍل رجع‬،ٌ‫الريح فَِإنَّه ا م أْمورة‬ ِ
‫ت‬ َ َ َ ْ ُ َ ْ ْ َ َ ْ َ ُ َ َ ُ َ َ َ ِّ ‫ الَ َتْل َع ِن‬:‫َعلَْي ه َو َس لَّ َم َف َق َال‬
)‫ (رواه الرتمذي‬.‫َسنَ َدهُ َغْيَر بِ ْش ِر بْ ِن عُ َمَر‬
ْ ‫َح ًدا أ‬ ٌ ‫ َه َذا َح ِد‬.‫اللَّ ْعنَةُ َعلَْي ِه‬
ٌ ‫يث َغ ِر‬
َ ‫يب الَ َن ْعلَ ُم أ‬
Zaid bin Akhzam ath-Tha’I al-Bashri menyampaikan kepada kami
dari Bisyr bin Umar, dari Aban bin Yazid, dari Qatadah, dari Abu
al-Aliyah, dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki-laki melaknat angin
di hadapan Nabi saw. lantas beliau bersabda, “janganlah engkau
melaknat angin, karena ia diperintah. Siapa yang melaknat sesuatu,
sedangkan yang dilaknat itu tidak berhak atasnya (laknat itu) maka
laknat itu akan kembali kepadanya.”

23
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 6; Jami’ At-Tirmidzi, h. 667.

21
Abu Isa berkata, “Ini adalah hadis gharib yang tidak kami ketahui
seorangpun menyambungnya sanadnya (sampai Nabi saw.), kecuali
Bisyr bin Umar.” (HR. At-Tirmidzi/1978)24

‫ َع ِن‬،‫ُو ابْ ُن بِاَل ٍل‬ ٍ ‫ َح َّدثَنَا ابْن وْه‬،‫يد اأْل َيْلِ ُّي‬
‫ أ ْ يِن‬،‫ب‬ ٍ ِ‫ح َّدثَنا ه ارو ُن بن س ع‬
َ ‫َخَب َر ُس لَْي َما ُن َوه‬ َُ َ ُْ ُ َ َ َ
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ َ ‫َن رس‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،َ‫ َع ْن أَيِب ُهَرْي َرة‬،‫ َح َّدثَ هُ َع ْن أَبي ه‬،‫الْ َعاَل ء بْ ِن َعْب د ال َّرمْح َ ِن‬
ٍ ‫صد‬
)‫ِّيق أَ ْن يَ ُكو َن لَ َّعانًا (رواه املسلم‬ ِ ِ‫ اَل يْنبغِي ل‬:‫ قَ َال‬،‫وسلَّم‬
ََ َ ََ

Harun bin Sa’id al-Ali menyampaikan kepada kami dari Ibnu Wahb,
dari Sulaiman bin Bilal yang mengabarkan dari al-Ala’ bin
Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Tidak sepantasnya orang yang jujur suka
melaknat.” (HR. Muslim/2597)25

ِ ِ‫َن َعب َد الْمل‬ ِ ٍِ


‫ك بْ َن‬ ْ ‫ َع ْن َزيْد بْ ِن أ‬،َ‫ص بْ ُن َمْي َسَرة‬
َ ْ َّ ‫ أ‬،‫َس لَ َم‬ ُ ‫ َح َّدثَيِن َح ْف‬،‫َح َّدثَيِن ُس َويْ ُد بْ ُن َسعيد‬
ِ ِ‫ قَام َعب ُد الْمل‬،‫ات لَيلَ ٍة‬
‫ك ِم َن‬ ِِ ِ ِ ٍ ِ
َ ْ َ ْ َ ‫ َفلَ َّما أَ ْن َكا َن َذ‬،‫ث إِىَل أ ُِّم الد َّْرَداء بِأَجْنَاد م ْن عْنده‬
َ ‫ َب َع‬،‫َم ْرَوا َن‬
ِ ِ
َ ُ‫ مَسِ ْعت‬:‫ت لَ هُ أ ُُّم الد َّْرَداء‬
‫ك‬ ِ
ْ ‫ َفلَ َّما أ‬،ُ‫ َفلَ َعنَ ه‬،‫ فَ َكأَنَّهُ أَبْطَ أَ َعلَْي ه‬،ُ‫ فَ َد َعا َخاد َم ه‬،‫اللَّْي ِل‬
ْ َ‫َص بَ َح قَ ال‬
ِ ‫ول‬
‫اهلل‬ ُ ‫ت أَبَ ا ال د َّْرَد ِاء َيق‬
ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫ُول‬ ِ َ‫ َف َق ال‬،‫ك ِحني دعوتَ ه‬
ُ ‫ مَس ْع‬:‫ت‬
ْ
ِ
َ ‫ لَ َعْن‬،َ‫اللَّْيلَ ة‬
ُ ْ َ َ َ َ ‫ت َخاد َم‬
)‫ َي ْوَم الْ ِقيَ َام ِة (رواه املسلم‬،َ‫ اَل يَ ُكو ُن اللَّ َّعانُو َن ُش َف َعاءَ َواَل ُش َه َداء‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ

Suwaid bin Sa’id menyampaikan kepadaku dari Hafsh bin Misarah,


dari Zaid bin Aslam bahwa Abdul Malik bin Marwan pernah
mengirimkan perabit rumah miliknya kepada Ummu ad-Darda.
24
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 6; Jami’ At-Tirmidzi, h. 667.
25
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 4; Shahih Muslim 2, (Jakarta: Almahira,
2016), h. 565.

22
Pada suatu malam, Abdul Malik terbangun dan memanggil
pembantunya. Namun pembantu itu seolah lambat dalam memenuhi
panggilannya sehingga Abdul Malik melaknatnya. Pagi harinya,
Ummu ad-Darda berkata kepadanya, “Semalam aku mendengar
engkau melaknat pembantu ketika memanggilnya. Aku pernah
mendengar Abu ad-Darda berkata, Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya orang-orang yang suka melaknat tidak akan dapat
memberi syafaat dan tidak dapat pula menjadi syuhada pada hari
kiamat kelak.” (HR. Muslim/2598)26

1. Penjelasan Hadis

Sabda Rasulullah saw. ٍ‫صد‬


‫ِّيق أَ ْن يَكُو َن لَ َّعانًا َواَل يَكُو ُن‬ ِ ِ‫اَل يْنبغِي ل‬
ََ
‫ َي ْوَم الْ ِقيَ َام ِة‬،َ‫( اللَّ َّعانُو َن ُش َف َعاءَ َواَل ُش َه َداء‬Tidak sepantasnya orang yang jujur

suka melaknat. Dan orang-orang yang suka melaknat tidak akan dapat
memberi syafaat dan tidak dapat pula menjadi syuhada pada hari
kiamat kelak). Hadis ini menjelaskan tentang larangan mengutuk dan
bahwa siapa saja yang memiliki sifat ini, berarti pada dirinya tidak
terdapat sifat-sifat yang terpuji. Sebab kutukan dalam sebuah doa itu
bertujuan u tuk menjauhkan yang dikutuk dari rahmat Allah Swt.
Doa seperti ini bukanlah termasuk akhlak orang tang-orang yang
saling beriman, yang disifati Allah sebagai orang yang saling
menyayangi anatara sesama mereka, saling bekerja sama dalam kebaikan
dan takwa, ibarat sebuah bangunan yang satu sama lain saling menopang
dan saling menguatkan, diumpamakan seperti batang tubuh yang satu,
dan bahwa seorang muslim itu mencintai saudaranya layaknya mencintai
dirinya sendiri.

26
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 4; Shahih Muslim 2, h. 565.

23
Dengan demikian, muslim mana saja yang melontarkan kutukan
kepada saudaranya sesama muslim, sementara kutukan merupakan doa
agar jauh dari rahmat Allah, maka kutukan ini merupakan puncak dari
sebuah pemboikotan dan sikap membelakanginya. Ini merupakan puncak
dari apa yang diinginkan dan didoakan oleh seorang muslim atas seorang
kafir.

ِ ‫الْ ُم ْؤِم‬
Oleh karena itu dalam sebuah hadis shahih ditegaskana: ‫ن‬ ‫لَ ْع ُن‬

‫( َك َقْتلِ ِه‬mengutuk seorang mukmin itu seperti membunuhnya). Sebab

pembunuhan memutuskan terbunuh dari keknikmatan dunia, sedangkan


kutukan memutuskan terkutuk dari kenikmatan ukrawi dan rahmat Allah.

Menurut satu pendapat, maksud hadis: ‫( لَ ْع ُن الْ ُم ْؤِم ِن َك َقْتلِ ِه‬mengutuk


seorang mukmin itu seperti membunuhnya). Adalah dalam hal dosanya.
Pendapat inilah ynag lebih kuat.
Adapun maksud sabda Rasulullah saw, (Sesungguhnya orang-
orang yang suka melaknat tidak akan dapat memberi syafaat dan tidak
dapat pula menjadi syuhada pada hari kiamat kelak) adalah mereka
tidak diizinkan untuk memberikan syafaat, saat orang-orang beriman
lainnya diizinkan untuk memberi syafaat bagi saudara-saudaranya yang
divonis masuk neraka.
Adapun mengenai keberadaan mereka yang tidak dapat menjadi
saksi, dalam hal ini ada tiga penadapat:
Pertama, mereka tidak bisa menjadi saksi pada hari kiamat kelak
bagi umat-umat lainnya bahwa risalah semua rasul telah disampaikan
kepada mereka. Pendapat inilah yang paling tepat dan paling masyhur.
Kedua, mereka tidak bisa menjadi saksi di dunia, maksudnya
kesaksian mereka tidak bisa diterima di dunia karena kefasikan mereka.

24
Ketiga, mereka tidak akan diakaruniai mati syahid, yakni
meninggala dunia di jalan Allah.

Rasulullah saw. mengatakan, ٍ ‫صد‬


‫ِّيق أَ ْن يَكُو َن لَ َّعانًا َواَل يَكُو ُن‬ ِ ِ‫اَل يْنبغِي ل‬
ََ
‫ َي ْوَم الْ ِقيَ َام ِة‬،َ‫( اللَّ َّعانُو َن ُش َف َعاءَ َواَل ُش َه َداء‬Tidak sepantasnya orang yang jujur

suka melaknat. Dan orang-orang yang suka melaknat tidak akan dapat
memberi syafaat dan tidak dapat pula menjadi syuhada pada hari
kiamat kelak) maksudnya dengna menggunakakn kata yang berbentuk

jama’ taksir dan tidak mengatakan ‫ الَ ِعنًا‬atau ‫ الالَ ِعُن ْو َن‬karena sabda beliau
ini bertujuan untuk melontarkan kecaman kepada orang yang sering
mengutuk dan bukan hanya sekali atau dua kali saja dalam
melakukannya.27

H. Alasan Tidak Boleh Melaknat

‫ ح َو َح َّدثَنَا ابْ ُن أَيِب‬،‫ُو ابْ ُن َزيْ ٍد‬ ٌ َّ‫ َح َّد َثنَا مَح‬: ‫ قَ ااَل‬،‫الربِي ِع‬
َ ‫اد َوه‬
ٍ ِ‫ح َّدثَنا ُقتيب ةُ بن س ع‬
َّ ‫ َوأَبُو‬،‫يد‬ َ ُ ْ َْ َ َ َ
ِ ‫َن يِف ح ِد‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِِ ُّ‫ كِاَل مُه ا عن أَي‬،‫الث َق ِفي‬
‫يث‬ َ َّ ‫ إاَّل أ‬،‫ حَنْ َو َحديث ه‬،‫يل‬
َ ‫ بإ ْس نَاد إمْسَاع‬،‫وب‬
َ َْ َ ُّ َّ ‫ َح َّد َثنَا‬،‫عُ َم َر‬
‫ خُ ُذوا َم ا‬:‫ َف َق َال‬:‫الث َق ِف ِّي‬ ِ ‫ ويِف ح ِد‬،‫ نَاقَ ةً ورقَ اء‬،‫ فَ َك أَيِّن أَنْظُر إِلَيه ا‬:‫ قَ َال ِعم را ُن‬:‫مَحَّ ٍاد‬
َّ ‫يث‬ َ َ َ َْ َْ ُ َْ
)‫ فَِإن ََّها َم ْلعُونَةٌ (رواه املسلم‬،‫وها‬
َ ‫َعلَْي َها َوأ َْعُر‬

Qutaibah bin Sa’id dan Abu ar-Rabi’ menyampaikan kepada kami


dari Hammad bin Zaid, dalam sanad lain, Ibnu Abu Umar
menyampaikan kepada kami dari ats-Tsaqafi. Keduanya darai Ayub
dengan lanjutan sanad seperti hadis riwayat Ismail. Matannya
27
Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Jilid. 16, h. 548-551.

25
serupa hadis sebelumnya. Namun di dalam Hadis Hammad, Imran
berkata, “Sepertinya aku melihat unta tersebut berwarna putih
bercampur dengan warna hitam.” Sementara di dalam hadir ats-
Tsaqafi, beliau bersabda, “Turunkanlah beban dari atas untamu
dan lepaskanlah, karena sesungguhnya ia telah dikutuk.” (HR.
Muslim/2595)28

Dalam riwayat yang lain:

،‫ َح َّد َثنَا التَّْي ِم ُّي‬،‫يد َي ْعيِن ابْ َن ُزَريْ ٍع‬


ُ ‫ َح َّد َثنَا يَِز‬، ٍ ‫ضْي ُل بْ ُن ُح َسنْي‬ ُّ ‫َح َّد َثنَا أَبُو َك ِام ٍل اجْلَ ْح َد ِر‬
َ ُ‫ي ف‬
ٍ ِ ‫ عن أَيِب ب رَزَة اأْل‬،‫عن أَيِب عثْم ا َن‬
ُ ‫ َعلَْي َه ا َب ْع‬،‫ َبْينَ َم ا َجا ِريَةٌ َعلَى نَاقَ ة‬:‫ قَ َال‬،‫َس لَم ِّي‬
‫ض َمتَ ِاع‬ ْ َْ ْ َ َ ُ ْ َ
ِ‫هِب‬ ِ ِ
‫الله َّم‬ ْ َ‫ َف َق ال‬،‫ض ايَ َق ِم اجْلَبَ ُل‬
ُ ،‫ َح ْل‬:‫ت‬ َ ِّ ‫ت بِ النَّيِب‬
َ َ‫ َوت‬،‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬ ُ َ‫ إِ ْذ ب‬،‫الْ َق ْوم‬
ْ ‫ص َر‬
ِ ‫ اَل تُص‬:‫ َف َق َال النَّيِب صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم‬:‫ قَ َال‬،‫الْعْنها‬
)‫احْبنَا نَاقَةٌ َعلَْي َها لَ ْعنَةٌ (رواه املسلم‬ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ُّ ََ
Abu Kamil al-Jahdari Fudhail bin Husain menyampaikan kepada
kami dari Yazid bin Zurai’, dari At-Taimi, dari Abu Utsman bahwa
Abu Barzah al-Aslami berkata, “Suatu ketika, seorang maula
wanita sedang mengendarai unta dengan membawa perbekalan
kaumnya. Dia melihat Nabi saw. lalu, rombongan tersebut melewati
pegunungan yang sempit (sehingga unta perempuan itu
memberontak). Dia berkata, “Hus, hus, ya Allah kutuklah unta ini.”
Mendengar ucapannya, Nabi saw. bersabda, “Janganlah menyertai
kami seekor unta yang telah dikutuk (pemiliknya).” (HR.
Muslim/2596)29

1. Penjelasan Hadis

28
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 4; Shahih Muslim 2, h. 564.
29
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 4; Shahih Muslim 2, h. 564.

26
Sabda Rasulullah saw. tentang onta yang dikutuk wanita tersebut

ٌ‫ فَِإن ََّه ا َم ْلعُونَ ة‬،‫وه ا‬


َ ‫( خُ ُذوا َم ا َعلَْي َه ا َوأ َْعُر‬Turunkanlah beban dari atas untamu
dan lepaskanlah, karena sesungguhnya ia telah dikutuk). Dalam riwayat

lain, dinyatakan ٌ‫لَ ْعنَة‬ ِ ‫الَتُص‬


‫احُبنَا نَاقَة َعلَْي َها‬ َ (Onta yang telah terkena kutukan

tidak boleh menyertai kami), dalam hal ini perlu diketahui bahwa
Rasulullah saw. mengatakan sabdanya itu demi melarang wanita tersebut
dan yang lainnya (agar tidak mengutuk binatang). Akibat tindakannya
yangmengutuk binatang tersebut, maka wanita itupun dihukum harus
melepaskan onta tersebut. Maksud beliau adlah agar onta tersebut tidak
menyertai perjalanan beliau.
Adapun mengenai wanita tersebut yang apabola ingin menjual,
menyembelih, menunggangi unta tersebut di luar perjalanan bersama
Rasulullah saw. atau jikma dia ingin melakukan transaksi apapun yang
diperbolehkan sebelumnya atas unta tersebut, semua ini tetap
diperbolehkan. Sebab agama hanya melarang unta tersebut menyertai
perjalanan beliau, sehingga di luar itu tetap seperti semula.

Sabda Rasulullah saw. ‫وها‬


َ ‫( خُ ُذوا َم ا َعلَْي َه ا َوأ َْعُر‬Turunkanlah beban
dari atas untamu dan lepaskanlah) lafaz ‫وها‬
َ ‫أ َْعُر‬ tersebut dibaca dengan

menggunakan hamzah qatha’ dan huruf ra’-nya di dhammah-kan.

Dikatakan: ‫( أ َْعَرْيتُهُ َو َعَّرْيتُهُ اِ ْع َراءَ َوَت ْع ِريَ ةً َفَت َع َّر‬Aku menelanjangi

(mengosongkan)nya). Maksud sabda beliau tersebut adalah, ambillah


oleh kalian apa yang ada pada binatang tersebut, yaitu barang-barang,
peralatan dan perlengkapan yang ada di atasnya.30
Di dalam hadis yang lain dijelaskan pula sebagai berikut:
30
Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Jilid. 16, h. 548.

27
‫ َع ِن‬،‫يل‬ِ ِ ٍِ ُّ ‫ص ِر‬
َ ‫ َع ْن إ ْس َرائ‬،‫ َح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َس ابق‬:‫ قَ َال‬،‫ي‬ ُّ ‫َح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن حَيْىَي األ َْزِد‬
ْ َ‫ي الب‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه‬ ِ ‫ عن عب ِد‬،َ‫ عن ع ْل َقم ة‬،‫ عن إِب ر ِاهيم‬،‫ش‬
ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫اهلل قَ َال‬
َ ‫ول اهلل‬ َُ َْ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ ِ ‫َع َم‬ ْ ‫األ‬
ِ ‫ش والَ الب ِذ‬
ٌ ‫ َه َذا َح ِد‬.‫يء‬ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ‫ لَيس الْم‬:‫وس لَّم‬
‫يث َح َس ٌن‬ َ َ ِ ‫ُؤم ُن بالطَّ َّعان َوالَ اللَّ َّعان َوالَ ال َف اح‬ َ ْ َ ََ
)‫ (رواه الرتمذي‬.‫الو ْج ِه‬ ِ ِِ ِ ٌ ‫َغ ِر‬
َ ‫ َوقَ ْد ُرِو‬،‫يب‬
َ ‫ي َع ْن َعْبد اهلل م ْن َغرْي َه َذا‬
Muhammad bin Yahya al-Azdi al-Bashri menyampaikan kepada
kami dari Muhammad bin Sabiq, dari Israil, dari Ibrahim, dari
Alqamah, dari Abdullah bahwa Rasulullah saw. bersaba, “Tidaklah
termasuk hamba yang beriman yaitu mereka yang selalu
mengungkap aib (orang lain), melaknat, berperangai buruk, dan
orang yang tidak memiliki rasa malu.”

Abu Isa berkata, “Hadis ini hasan gharib. Diriwayatkan pula dari
Abdullah dari Abdullah dari selain jalur ini.” (HR. At-
Tirmidzi/1977)31

‫ُو‬ َ ‫ َع ْن يَِز‬،‫ي‬ ِ ‫ ح َّد َثنَا م روا ُن يعنِي‬: ‫ قَ ااَل‬،‫ وابن أَيِب عم ر‬،‫ح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بن عبَّ ٍاد‬
َّ ‫ان الْ َف َزا ِر‬
َ ‫يد َوه‬ َ ْ َ َْ َ َ ََُ ُ ْ َ َ ُ ْ َ
ِ ِ َ ‫ ي ا رس‬:‫ قِي ل‬:‫ قَ َال‬،َ‫ عن أَيِب هري رة‬،‫ عن أَيِب ح ا ِزٍم‬،‫ابن َكيس ا َن‬
َ ‫ول اهلل ْادعُ َعلَى الْ ُم ْش ِرك‬
‫ني‬ َُ َ َ َ َْ ُ ْ َ َ َْ َ ْ ُْ
ِ
ُ ْ‫ َوإِمَّنَا بُعث‬،‫ث لَ َّعانًا‬
)‫ت َرمْح َةً (رواه املسلم‬ ْ ‫ إِيِّن مَلْ أ ُْب َع‬:‫قَ َال‬

Muhammad bin ‘Abbad dan Ibnu Abu Umar menyampaikan kepada


kami dan Marwan al-Fazari, dari Yazid bin Kaisan, dari Abu Hazim
bahwa Abu Hurairah berkata, “Seseorang pernah berkata, Ya
Rasulullah saw. do’akanlah orang-orang musyrik (agar mereka
caelaka)” Rasulullah saw. menjawab, “Sesungguhnya aku diutus

31
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 6; Jami’ At-Tirmidzi, h. 667.

28
bukan untuk menjadi pelaknat, melainkan sebagai penebar
rahmat.” (HR. Muslim/2599)32

32
Abu Abdullah Muhammad, Ensiklopedia Hadits 4; Shahih Muslim 2, h. 565.

29
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Menggunjing merupakan pengungkapan aib atau cacat seseorang
baik yang dilakukan secara lisan, tulisan, isyarat maupun gerakan yang
dapat dipahami maksudnya sebagai bentuk penghinaan atau merendakan
derajatnya, dan apabila yang didengar atau diketahui oleh orang yang
digunjing itu timbul rasa permusuhan, malu dan sebagainya.

Keharaman gibah sangat kuat dan tidak menyisakan perbedaan


pendapat. Sejauh ini tidak ditemukan pendapat yang membolehkan
menggunjing tanpa alasan sebagaimana yang dikemukakan, dan
menggunjing itu dibolehkan bilamana bukan bertujuan untuk merendahkan
dan mengurangi kehormatan seseorang.

Menggunjing merupakan dosa besar yang melebihi riba. Oleh


karena itu, menurut hadis tidak ada kemungkinan untuk membolehkan orang
melakukan menggunjing. Adapun menggunjing yang diperbolehkan adalh
menggunjing yang mengandung unsur kemaslahatan syar’i.

Adapaun adu domba adalah mengutip perkataan sebagian orang


dan disampaikan kepada sebagian lainnya dengan tujuan menimbulkan
kerusakan. Ini merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan dalam
agama.

Perbedaan ghibah dan namimah adalah namimah adalah


memindahkan keadaan seseorang kepada orang lain tanpa persetujuannya
dengan tujuan merusak, baik dia mengetahui atau tidak. Sedangkan ghibah
adalah menceritakan seseorang saat dia tidak ada tentang sesuatu yang dia
tidak sukai.

30
Muslim mana saja yang melontarkan kutukan kepada saudaranya
sesama muslim, sementara kutukan merupakan doa agar jauh dari rahmat
Allah, maka kutukan ini merupakan puncak dari sebuah pemboikotan
dan sikap membelakanginya. Ini merupakan puncak dari apa yang
diinginkan dan didoakan oleh seorang muslim atas seorang kafir.

31
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Baari syarah Shahih Al-Bukhari, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008.
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Amrad al-Nufus, Diterjemahkan oleh Amir
Hamzah Fahcrudin dengan judul Penyakit-penyakit Hati, Cet. I
Bandung: Pustaka Hidayah, 1995.
Al-Makkiy, Muhammad Ibn ‘Alan al-Siddiqi al-Syafi’iy al-Asy’ariy, Dalil
al- Falihin li Turuq Riyad al-Salihin, Juz 4, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Al-Munajjid, Muhammad Shalih, Muharramat Istihana al-Nas,
Diterjemahkan oleh Ainul Haris Umar Thayib dengan judul Dosa-
dosa Yang Dianggap Biasa, Cet. I, Jakarta: Akafa Press, 1997.
Hamid, Muhammad Muhyiddin Abdul, Sunan Abu Daud, Juz. 4, Indonesia:
Maktabah Dahlan, t.th.
Ilyas, Musyfikah, “Ghibah Persepktif Sunnah”, dalam Jurnal Al-Qadāu, Vol.
5 No. 1 Juni 2018,
Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Jilid. 16, Cet. 1, Diterjemahkan
oleh Ahmad Khatib, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011.
Ma’mun, Khalil, al-Manhaj Syarh Shahih Shahih Muslim bin al-Hajjaj,
Cet.II, Beirut Libanon : Dar al-Ma’rifah, 1996.
Muhammad, Abu Abdullah, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih Al-Bukhari 2,
Cet. 2, Diterjemahkan oleh Tim Darussunnah, dkk, Jakarta:
Almahira, 2016.
_______, Ensiklopedia Hadits 4; Shahih Muslim 2, Diterjemahkan oleh Tim
Darussunnah, dkk, Jakarta: Almahira, 2016.
_______, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu Daud, Cet. 2, Diterjemahkan
oleh Tim Darussunnah, dkk, Jakarta: Almahira, 2016.

32
_______, Ensiklopedia Hadits 6; Jami’ At-Tirmidzi, Cet. 2, Diterjemahkan
oleh Tim Darussunnah, dkk, Jakarta: Almahira, 2016.
_______, Ensiklopedia Hadits 8; Sunan Ibnu Majah, Cet. 2, Diterjemahkan
oleh Tim Darussunnah, dkk, Jakarta: Almahira, 2016.

33

Anda mungkin juga menyukai