Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

GOSIP PERSPEKTIF HADITS

Ratisa Umar : Nim (22020031)

Amirudin Makatita : Nim (22020029)

Makalah Ini Diajukan Sebagai Bahan Diskusi Pada Mata Kuliah Studi Al-
Quran Dan Hadits Tematik Semester Satu

PASCASARJANA IAIN TERNATE

TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. Karena berkat inayah-

Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan baik walaupun

masih banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan. Sholawat serta salam kita

haturkan kepada baginda Muhammad Saw. Sang revolusioner sejati hingga akhir

zaman aamiin. Kami ucapkan terimakasih kepada bapak Dosen pengampuh Mata

Kuliah Studi Al-Qur’an Dan Hadist, dengan tugas yang telah di berikan ini sehingga

memacu dan pengasah kemampuan kami sebagai mahasiswa agar lebih menjadi

pribadi yang kritis.

Dan kami sangat mengharapkan kepada Bapak Dosen pengampu matakuliah

Filsafat Ilmu , dan para mahsiswa pascasarjana IAIN Ternate khususnya mahasiawa

progran Pendidikan Agama Islam atas kritik dan sarannya terhadap makalah yang

telah kami susun ini,semoga apa yang di sampaikan dari isi makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua Amiin.

ii
DAFTAR ISI
Cover i

Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan penulisan 4

BAB II PEMBAHSAN 5
A. Penertian Gosip 5

B. Bentuk-bentuk gosip dalam hadis 7

1. Haram 7

2. wajib 7

3. boleh 8

C. Dampak gosip dalam pandangan hadis……………..………………………10

1. Dampak Duniawi 10

2. Dampak Ukhrawi 11

D. Menghindari gossip 11

1. Merenungi Dosa 11

2. Melakukan Klarifikasi 11

BAB III PENUTUP 15


A. Kesimpulan 15

B. Saaran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an dan Hadis Nabi saw. merupakan dua sumber utama hukum Islam. 1

Namun karena al-Qur’an menjelaskan hal-hal yang bersifat global saja, dibutuhkan

Rasulullah untuk menjelaskan dan menerangkan hal tersebut, baik yang bersumber

dari al-Qur’an itu sendiri maupun yang bersumber dari Nabi saw. Melalui firman-Nya

dalam QS: al-Nahl: 44:

ِ َّ‫ ُِر َواَ ْنزَ ْلنَٓا اِلَ ْيكَ ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬Jۗ ‫الزب‬
. َ‫م يَتَفَ َّكرُوْ ن‬Jُْ‫اس َما نُ ِّز َل اِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّه‬ ِ ‫بِ ْالبَيِّ ٰن‬
ُّ ‫ت َو‬

Terjemahnya: ‚Dan kami turunkan kepadamu zikir (al-Qur’an) agar kamu

menjelaskannya kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka

berfikir‛. Rasulullah kemudian menjelaskan al-Qur’an melaui khutbah-khutbah,

majelis ta’lim, nasehat, pertanyaan-pertanyaan atau merespon berbagai persoalan

umatnya.2

Dengan demikian, para sahabat yang hadir atau mengetahui informasi dari

Nabi saw. dituntut untuk menghafal dan menyampaikannya kepada sahabat dan

generasi berikutnya. Informasi melalui lisan tersebut terus berlangsung hingga 99 H.

1
. Abu ‘Abdillah Malik ibn Anas, al-Muwatta’ Malik, Juz. II (Cet. I; Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H./1989
M.), h. 602.
2
. Muhammad Mubarak al-Sayyid, Manahij al-Muhaddis\in (Cet. II; Mesir: Dar al-Syuruq, 1421
H./2000 M.), h. 4.

1
Pada tahun 99 hingga 101 H. ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz selaku khalifah pada

masa itu, mengeluarkan perintah untuk membukukan hadis-hadis Rasulullah saw.

dengan alasan menjaga keautentikan hadis sekaligus menjaganya dari kemusnahan.

Meskipun sudah dibukukan sedemikian rupa, ternyata hadis masih

disangsikan keautentikannya karena jarak antara masa Nabi saw. dan pembukuan

hadis secara resmi sekitra 100 tahun tanpa pembukuan dan hanya mengandalkan

periwayatan secara lisan dan hafalan. Ulama hadis dari generasi ke generasi berusaha

sekuat tenaga untuk membuat dan menciptakan metode penelitian hadis demi

melahirkan hadis yang dapat dipertanggungjawabkan sampai kepada Nabi saw. Di

sisi lain, kandungan hadis Nabi saw. begitu luas dan banyak meliputi aqidah, ibadah

mahdah (vertikal), gair mahdah (horizontal) dan akhlak yang mencakup akhlak

kepada Tuhan, manusia dan alam sekitar, baik yang terkait dengan urusan duniawi

maupun urusan ukhrawi..3

Salah satu masalah kekinian yang tak kunjung usai diperdebatkan oleh

sekelompok orang adalah gosip, bahkan semakin marak dengan banyaknya muncul

perilaku-perilaku yang berbau gosip, padahal Rasulullah saw. berpesan bahwa

muslim sejati adalah muslim yang menjaga lidah dan tangannya dari orang lain.

Rasulullah saw. memberikan petunujuk dalam berinteraksi dengan sesama

manusia yaitu dengan saling menjaga satu sama lain, saling menghormati, saling

menyayangi dan menghindarkan orang lain dari segala hal yang bisa mencederainya
3
Metode maudui adalah pensyarahan atau pengkajian hadis berdasarkan tema yang dipermasalahkan,
baik menyangkut aspek ontologism, epistemologis maupun aksiologisnya, atau salah satu sub dari
ketiga aspek tersebut. Lihat: Arifuddin Ahmad, Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis (Makassar:
Rapat Senat Luar Biasa UIN Alauddin Makassar, 2008 M.), h. 4.

2
baik dalam bentuk ucapan maupun dalam bentuk perbuatan. Bahkan disisi lain,

Rasulullah saw. pernah bersabda: "Saya diutus untuk memyempurnakan akhlak yang

mulia".4

Gosip yang berarti menceritakan keadaan orang lain yang belum pasti benar

tidaknya hal tersebut, telah menjadi aktivitas dan trend masa kini, menjadi sesuatu

yang lumrah salah satu contohnya dijadikan acara utama untuk kebanyakan siaran tv,

dan parahnya hal ini juga sudah mendarah daging dan telah meningkat menjadi

tuntunan bagi makhluk yang bernama manusia pada umumnya dan umat muslim pada

khususnya. Meskipun demikian, ia tetaplah suatu hal yang perlu untuk dihindari dan

dijauhi, bukan hanya karena aspek dosanya, tetapi ada banyak dampak negatif yang

bisa ditimbulkan oleh hal ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan gosip dalam hadis?

2. Apa saja bentuk-bentuk gosip dalam hadis ?

3. Apa saja dampak gosip dalam pandangan hadis ?

4. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan dalam menghindari gossip ?

C. Tujuan penulisan

4
Abu ‘Abdillah Muh}ammad ibn ‘Abdillah al-Hakim al-Naisaburi, al-Mustadrak 'alaal-Sahihain, Juz
II (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1411 H./1990 M.), h. 670.

3
1. mengerahui maksud gosip dalam hadist!

2. mengetahui bentuk-bentuk gosip dalam hadist!

3. mengetahui dampak gosip dalam hadis!

4. mengetahui Langkah-langkah apa saja yang dilakukan dalam menghindari

gossip!

BAB II

4
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gosip

Gosip agaknya telah menjadi salah satu hobi bagi sebahagian orang.

Meskipun banyak yang mengaku tidak menyukai kegiatan bercerita tidak baik

tentang seseorang, tidak dapat dinafikan bahwa aktivitas gosip telah menjadi suatu

kelaziman.

Secara etimologi, gosip berasal dari bahasa inggris yaitu ‘gosip’ yang dalam

kamus ilustrasi bahasa inggris yang berarti sesuatu yang tidak penting, kabar angin

yang sering terjadi dan biasanya bersifat pribadi, sensasional, akrab pembawaannya,

bisa juga berarti omong kosong, seseorang yang terlibat dalam suatu percakapan, hal

yang sepele (tak berarti).5

Dalam hadis nabi ghibah didefinisikan sebagai berikut:

: ‫ َقا َل‬،‫ هللاُ َو َرس ُْولُ ُه َأعْ لَ ُم‬: ‫ َأ َت ْدر ُْو َن َما ْال ِغ ْي َب ُة ؟ َقالُ ْوا‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫َعنْ َأ ِبيْ ه َُري َْر َة َأنَّ َرس ُْو َل‬
َ ‫ ِإنْ َك‬: ‫ان فِيْ َأ ْخيْ َما َأ ُق ْو ُل ؟ َقا َل‬
ْ ‫ان فِ ْي ِه َما َت ُق ْو ُل َف َق ِد‬
‫' َو ِإنْ لَ ْم‬،‫اغ َت ْب َت ُه‬ َ ‫ْت ِإنْ َك‬ َ ‫ َأ َف َرَأي‬: ‫ َفقِ ْي َل‬،ُ‫ك ِب َما َي ْك َره‬
َ ‫ُك َأ َخا‬
َ ‫ذ ِْكر‬
‫َي ُكنْ فِ ْي ِه َما َتقُ ْو ُل َف َق ْد َب َه َّت ُه‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “’Tahukah kalian apa itu ghibah?’ Lalu
sahabat berkata: ‘Allah dan rasulNya yang lebih tahu’. Rasulullah bersabda: ‘Engkau
menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci’. Beliau ditanya: ‘Bagaimana
pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang saudaraku?’ Rasulullah
bersabda: ‘jika engkau menyebutkan tentang kebenaran saudaramu maka sungguh
engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan yang

5
. William Morris dkk., Vol I, h. 569.

5
sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan tentang saudaramu.’” (HR.
Muslim no. 2589)

Hadis di atas sudah sangat jelas bahwa ghibah atau gosip adalah perbuatan
yang tidak elok dalam Islam.

Dalam kamus Al-Mawrid, kata gosip ini merupakan kata yang modern yang

mempunyai beberapa arti yakni:

1. Bapak atau ibu baptis (orang tua baptis), teman atau seseorang yang

kebiasaannya mengungkapkan atau menceritakan rahasia-rahasia orang lain.

2. Desas-desus

3. Orang yang suka menyebarkan kabar angin atau berita bohong.

Yang berarti kabar angin, fitnah/palsu, gunjingan/ghibah. Dalam Kamus

Indonesia-Arab, Istilah Umum Dan Kata-Kata Populer kata ini berarti kabar angin,

gunjingan, berita-berita yang tidak bertanggung jawab.

Sehubungan dengan perkembangan zaman, kata gosip sudah menjadi kata

yang tidak asing lagi dalam perkembangan bahasa Indonesia sehingga kata ini sudah

diIndonesiakan dan mempunyai arti tidak jauh beda dengan apa yang telah di

sebutkan diatas yakni gosip yang bermakna obrolan tentang orang lain, cerita negatif

tentang seseorang, pergunjingan. 6

6
. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (Cet,
Deparemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990), h. 282

6
Gosip memiliki dua unsur, yaitu:

1. Bercerita tentang orang lain

2. Yang diceritakan adalah yang terkait dengan cerita negatif atau keburukan orang

tersebut, dalam bahasa agamanya disebut ‘aib.

Oleh karena itu, sebuah informasi atau berita baru dikatakan gosip apabila

kedua unsur tersebut terpenuhi. Sebagai contoh, :

si A memberikan bantuan ke panti asuhan sebesar Rp. 20.000.000,-, maka ini

tidak dikatakan gosip karena yang diceritakan bukanlah sebuah keburukan atau ‘aib

seseorang tetapi sesuatu yang bernilai positif. Namun bila contohnya mengatakan, si

B itu adalah orang yang suka menyakiti dan mengambil barang orang lain. Maka

inilah yang dikatakan gosip karena yang diceritakan adalah sesuatu yang buruk atau

negative.

B. Bentuk-bentuk gosip dalam hadis

1. Haram

Hukum asal gosip adalah haram. Gosip yang haram adalah ketika anda

membicarakan aib sesama muslim yang dirahasiakan. Baik aib itu terkait dengan

bentuk fisik atau perilaku; terkait dengan agama atau duniawi. Hukum haram ini

tersurat secara tegas dalam Al-Quran, hadits seperti disebut di atas dan ijmak ulama

sebagaimana disebutkan oleh Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi 16/436.

7
Yang menjadi perselisihan ulama hanyalah apakah gosip termasuk dosa besar

atau kecil. Mayoritas ulama menganggapnya sebagai dosa besar. Menurut Ibnu Hajar

Al-Haitami ghibah dan namimah (adu domba) termasuk dosa besar.

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar berkata: Ghibah itu haram tidak hanya

bagi pembawa gosip tapi juga bagi pendengar yang mendengar dan mengakui. Maka

wajib bagi siapa saja yang mendengar orang memulai berghibah untuk berusaha

menghentikannya apabila ia tidak kuatir pada potensi ancaman.

Apabila takut maka ia wajib mengingkari dengan hatinya dan keluar dari

majelis pertemuan kalau memungkinkan. Apabila mampu mengingkari dengan lisan

atau dengan mengalihkan pembicaraan maka hal itu wajib dilakukan. Apabila tidak

dilakukan, maka ia berdosa.

2. Wajib

Ghibah atau membicarakan / menyebut aib orang lain adakalanya wajib. Hal

itu terjadi dalam situasi di mana ia dapat menyelamatkan seseorang dari bencana atau

potensi terjadinya sesuatu yang kurang baik. Misalnya, ada seorang pria atau wanita

yang ingin menikah.

Dia meminta nasihat tentang calon pasangannya. Maka, si pemberi nasihat

wajib memberi tahu keburukan atau aib calon pasangannya sesuai dengan fakta yang

diketahui pemberi nasihat. Atau seperti si A memberitahu pada si B bahwa si C

berencana untuk mencuri hartanya atau membunuhnya atau mencelakakan istrinya,

8
dlsb. Ini termasuk dalam kategori memberi nasihat. Dan hukumnya wajib seperti

disebut dalam hadits di atas tentang 6 hak muslim atas muslim yang lain.

3. Boleh

Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin 2/182 membagi gosip atau ghibah

yang dibolehkan menjadi enam sebagai berikut:

Pertama, At-Tazhallum. Orang yang terzalimi boleh menyebutkan kezaliman

seseorang terhadap dirinya. Tentunya hanya bersifat pengaduan kepada orang yang

memiliki qudrah (kapasitas) untuk melenyapkan kezaliman.

Kedua, isti’ānah (meminta pertolongan) untuk merubah atau menghilangkan

kemunkaran. Seperti mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu

menghilangkan kemungkaran: “Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk).

Cegahlah dia.”

Ketiga, Al-Istifta’ atau meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan peminta

nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): “Saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau

suami.”

Keempat, at-tahdzīr lil muslimīn (memperingatkan orang-orang Islam) dari

perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka.

Kelima, orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti

menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dll.

9
Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang. Apabila seseorang dikenal

dengan julukan.

Kategori dan bolehnya ghibah untuk enam kasus di atas disetujui oleh Imam

Qurtubi dan dianggap pendapat yang ijmak.

1. Dalam Tafsir Al-Qurtubi 16/339 iya menyatakan:

Begitu juga ucapan anda pada hakim meminta tolong untuk mengambil hak

anda yang diambil orang yang menzalimi lalu anda berkata pada hakim: Saya

dizalimi atau dikhianati atau dighasab olehnya maka hal itu bukan ghibah. Ulama

sepakat atas hal ini.

2. As-Shan’ani dalam Subulus Salam 4/188 menyatakan:

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa boleh memanggil orang fasik

(pendosa) dengan sebutan Wahai Orang Fasiq!, Hai Orang Rusak! Begitu juga boleh

meggosipi mereka dengan syarat untuk bermaksud menasihatinya atau menasihati

lainnya untuk menjelaskan perilaku si fasiq atau untuk mencegah agar tidak

melakukannya. Bukan dengan tujuan terjatuh ke dalamnya. Maka (semua itu) harus

timbul dari maksud yang baik.7

C. Dampak gosip dalam pandangan hadis

Setelah melakukan kajian terhadap nash-nash al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw.,
diketahui bahwa dampak gosip dapat diklasifikasi dalam dua bagian, yaitu:

7
.  www.pengacaramuslim.com di Download 10;47,4-11-2022

10
1. Dampak Duniawi

a. Merusak Nama Baik

Setiap pelaku gosip, baik yang mengarah kepada gibah atau al-buhta>n
pada dasarnya telah membuka aib orang lain, padahal di sisi lain Allah menyuruh
untuk menjaga rahasia seseorang, begitu juga Rasulullah menyuruh
menyembunyikan aib orang lain bahkan Rasulullah saw.
b. Merusak Persaudaraan
Salah satu dampak gosip yang dapat dirasakan di dunia adalah rusaknya hubungan

persaudaraan, baik persaudaraan karena sesama manusia (ukhuwwah basyariyah),

hubungan karena seagama (ukhuwwah islamiyah), hubungan karena serumpun

(ukhuwwah wat}aniyah) maupun hubungan karena senasab (ukhuwwah al-


nasabiyah).

11
1. Dampak Ukhrawi
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa gosip dapat merusak
kehormatan orang lain dan dapat memicu perpecahan dan perselisihan di tengah-
tengah masyarakat. Oleh sebab itu, sanksi bagi para pelakunya berdasarkan hadis-
hadis Rasulullah saw. sebagai berikut:
Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, di dalam sebagian riwayatnya diungkapkan:

َ َّ‫ َو َكـانَ ْاآل َخ ُر يُْؤ ِذي الن‬،‫َكانَ َأ َح ُدهُ َمـا الَ يَ ْستَتِ ُر ِمنَ ْالبَوْ ِل‬
‫ـاس بِلِ َسـانِ ِه َويَ ْم ِشي بَ ْينَهُ ْم بِالنَّ ِمي َم ِة‬

“Adalah salah satu di antara mereka berdua tidak menjaga dirinya dari air kencing

dan yang lainnya menyakiti orang lain dengan lisannya dan selalu mengadu domba

orang lain.8

Hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah mendengarkan siksaan dari

dalam dua kubur yang salah satunya disiksa karena dosa gibah/gossip mengadu

domba orang lain

D. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan dalam menghindari gossip

a. Merenungkan Dosa Gosip

Salah satu langkah utama dalam menjauhi, menghindari, bahkan


menghilangkan gosip adalah merenungi dosa-dosa yang ditimbulkannya.
Sebelumnya tidak diuraikan bahwa gosip pada umumnya diarahkan pada hal- hal
yang negative sehingga ujung-ujungnya mengarah kepada gibah (menggunjing
orang lain) atau al-buhtan (fitnah).

8
. Ibnu Hibban dalam Shahiihnya (no. 140 –Mawaarid). Hadits ini dishahihkan oleh al-Hafizh di dalam
kitab Fat-hul Baari (I/385

12
Penjelasan tentang dosa-dosa gosip, baik yang terkait dengan gobah atau
al-buhta>n telah dijelas pada sub bab sebelumnya, sehingga dalam masalah ini,
peneliti tidak perlu menyebutkan kembali hal tersebut.
b. Melakukan Klarifikasi

Seorang mukmin jika mendengar sesuatu yang belum pasti kebenarannya,


maka langkah yang seharusnya dilakukan adalah mencari kebenaran informasi
tersebut atau melakukan klarifikasi.
Langkah klarifikasi merupakan langkah terbaik dalam menghadapi gosip.
Oleh sebab itu, Allah swt. melalui al-Qur’an mengajarkan hal itu, bahkan Allah
swt. menyebutkan alasan pentingnya melakukan klarifikasi: (Q.S Al-hujurat; 6 )
‫ْن‬Jَ ‫ص ْيبُوْ ا قَوْ ًم ۢا بِ َجهَالَ ٍة فَتُصْ بِحُوْ ا ع َٰلى َما فَ َع ْلتُ ْم ٰن ِد ِمي‬ ٌ ۢ ‫اس‬
ِ ُ‫ق بِنَبَا ٍ فَتَبَيَّنُ ْٓوا اَ ْن ت‬ ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ ْن َج ۤا َء ُك ْم ف‬
Terjemahan: Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu
membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan
suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu
.itu

Oleh karena itu, Wahbah al-Zuha}ili mengatakan bahwa salah satu cara
menjaga persatuan umat dan menghindari penyebab-penyebab perpecahan adalah
memastikan kebenaran informasi yang sampai padanya dan tidak hanya mendengar
pembicaraan dari mulut ke mulut saja. Hal itu dilakukan untuk menghindari
terjadinya fitnah pada setiap individu atau kelompok.9

Bahkan Rasulullah menganggap tidak sempurna iman seseorang yang tidak


mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.10 Seseorang yang mencintai

9
. Al-Zuhaili, Wahbah ibn Mustafa. al-Tafsir al-Munial-‘Aqidah wa al-Syari’ah wa al-
Manhaj. Juz. IV. Cet. II; Damsyiq: Dar al-Fikr al-Mu’asir, 1418 H.
10
. Al-Bukhari, Abu‘Abdillah Muhammad ibn Isma’il. al-Jami' al-Sahih {al-Mukhtas} ar.
Juz. II. Cet. I; Beirut: Da>r Ibn Kas\i>r, 1407 H./1987 M.

13
orang lain seperti mencintai dirinya tidak mungkin melakukan hal- hal yang
buruk, karena tak seorangpun yang menginginkan keburukan dan kejelakan terjadi
pada dirinya, begitupun kepada orang yang dicintainya.

14
15

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sebagaimana telah diungkapkan bahwa gosip merupakan perbuatan yang


tidak terpuji karena akan berujung pada penggunjingan jika hal yang diceritakan
merupakan kebenaran dan menjadi fitnah jika berita yang disampaikan merupakan
kebohongan.
Karena konotasinya yang negatif, maka dampak gosip dapat dirasakan di
dunia, yaitu mencemarkan nama baik seseorang, menyabarkan aib, membuat
berita bohong, bahkan bisa jadi merusak persaudaraan, baik sebagai umat
manusia, seagama serumpun dan seketurunan. Dan yang lebih fatal lagi,
dampaknya dapat dirasakan di akhirat kelak dengan hangusnya amal ibadah yang
pada akhirnya mengantarkan pelakunya masuk ke dalam api neraka yang penuh
siksaan.
Oleh karena itu, perlu ada usaha dan langkah-langkah untuk menghindari
gosip sehingga dampaknya tidak terjadi dengan cara merenungkan dosa gosip,
membiasakan diri untuk melakukan klarifikasi jika ada berita yang kurang baik,
menghindari praduga prasangka kepada sesama, bahkan jika perlu membayangkan
berita itu menimpa diri sendiri. Jika hal itu dilakukan, seseorang akan senantiasa
berusaha untuk menghindari gosip yang sudah menjadi trend dan konsumsi
setiap saat dalam berbagai media.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa, masih banyak
kekurangan-kekurangan atau kurang jelasnya pemaparan materi yang penilis
paparkan, dikarenakan keterbatasan refrensi sehingga untuk lebih memboboti isi
dari makalah ini penulis mengahrapkan kritik yang sifatnya membangin dari
pembaca sekalian. Demi untuk perbaikan-perbaikan maklah setelahnya.

DAFTAR PUSTKA

15
16

Abu ‘Abdillah Malik ibn Anas, al-Muwatta’ Malik, Juz. II (Cet. I; Beirut: Dar al-
Fikr, 1409 H./1989 M.)
Muhammad Mubarak al-Sayyid, Manahij al-Muhaddis\in (Cet. II; Mesir: Dar al-
Syuruq, 1421 H./2000 M.)

Metode maudui adalah pensyarahan atau pengkajian hadis berdasarkan tema yang
dipermasalahkan, baik menyangkut aspek ontologism, epistemologis maupun
aksiologisnya, atau salah satu sub dari ketiga aspek tersebut. Lihat: Arifuddin Ahmad,
Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis (Makassar: Rapat Senat Luar Biasa UIN
Alauddin Makassar, 2008 M.)

Abu ‘Abdillah Muh}ammad ibn ‘Abdillah al-Hakim al-Naisaburi, al-Mustadrak 'alaal-


Sahihain, Juz II (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1411 H./1990 M.)

William Morris dkk., Vol I,

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Kedua (Cet, Deparemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990), h. 282

www.pengacaramuslim.com di Download 10;47,4-11-2022

Ibnu Hibban dalam Shahiihnya (no. 140 –Mawaarid). Hadits ini dishahihkan oleh al-
Hafizh di dalam kitab Fat-hul Baari (I/385

Al-Zuhaili, Wahbah ibn Mustafa. al-Tafsir al-Munial-‘Aqidah wa al-Syari’ah wa al-


Manhaj. Juz. IV. Cet. II; Damsyiq: Dar al-Fikr al-Mu’asir, 1418 H.

Al-Bukhari, Abu‘Abdillah Muhammad ibn Isma’il. al-Jami' al-Sahih {al-Mukhtas}

16

Anda mungkin juga menyukai