Anda di halaman 1dari 16

Makalah Riya dan Sum'ah

Disusun oleh:
Elisa
Safira
Reno Setiawan
Susan ameliana
Muhammad aziz
Indah Aprilia wardini
Dewi Putri Novitasari
Zulfikri fizhar abdillah
KATA PENGANTAR

Rahmat Allah dan hidayah-Nya kami sebagai penulis dapat


membuat sebuah makalah tentang "Riya dan Sum'ah"

Dalam makalah ini, kami menyajikan materi materi yang


bersangkutan dengan Riya dan Sum'ah. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat banyak
kekurangan kekurangan. Untuk itu, kami meminta kritik dan
saran mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun. Atas perhatian pembaca, kami
ucapkan terima kasih.

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................i
Daftar isi......................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN

A.Latar belakang.........................................................................1
B.Rumusan masalah...................................................................1
C.Tujuan makalah........................................................................1

BAB II PENDAHULUAN
A.Pengertian Riya dan Sum'ah..................................................2
B.Fenomena Riya dan Sum'ah...................................................4
C.Factor penyebab Riya dan Sum'ah.........................................5
D.Dampak buruk Riya' dan Sum'ah...........................................8
E.Kiat mengatasi Riya dan Sum'ah.............................................11

BAB III PENDAHULUAN

A.Kesimpulan..............................................................................13
B.Saran.........................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Sesungguhnya pembahasan tentang riya & Sum'ah adalah
pembahasan yang sangat penting yang berkaitan dengan
agama Islam yang hanif (lurus) ini, hal dikarenakantauhid
adalah inti dan poros dari agama dan Allah tidaklah
menerima kecuali yangmurni diserahkan untukNya
bahwasanya riya & Sum'ah itu samar sehingga
terkadangmenimpa seseorang padahal ia menyangka
bahwa ia telah melakukan yang sebaik- baiknya. ikisahkan
bahwasanya ada seseorang yang selalu sholat ber!ama"ah
dishaf yang pertama, namun pada suatu hari ia terlambat
sehingga sholat di saf yangkedua, ia pun merasa malu
kepada jamaah yang lain yang melihatnya sholat di shaf
yang kedua itu ia sadar bahwasanya selama ini senangnya
hatinya,tenangnya hatinya tatkala sholat di shaf yang
pertama adalah karena pandangan manusia.

B.Rumusan masalah
1. Apa pengertian Riya dan Sum'ah
2. Apa fenomena Riya' dan Sum'ah
3. Apa faktor penyebab Riya dan Sum'ah
4. Apa dampak buruk Riya dan Sum'ah
5. Apa cara mengatasi Riya dan Sum'ah

C.Tujuan makalah
1. untuk mengetahui pengertian Riya dan Sum'ah
2. untuk mengetahui fenomena Riya' dan Sum'ah
3. untuk mengetahui faktor penyebab Riya dan Sum'ah
4. untuk mengetahui dampak buruk Riya dan Sum'ah
5. untuk mengetahui cara mengatasi Riya dan Sum'ah

1
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Riya dan Sum'ah
Secara etimologi kata riya’ (‫ )الرياء‬berasal dari kata ‫الرؤية‬
/ru’yah, yang artinya menampakkan. Dikatakan‫أراي الرجل‬
/arar-rajulu, berarti seseorang menampakkan amal shalih
agar dilihat oleh orang lain. Makna ini sejalan dengan firman
Allah SWT:
)7( ‫) َوَيْم َنُع وَن اْلَم اُع وَن‬6( ‫اَّلِذيَن ُه ْم ُيَراُءوَن‬
“…Orang-orang yang berbuat riya dan enggan menolong
dengan barang berguna.” (QS. Al-Maa’uun : 6-7)
Sedangkan pengertian riya’ secara istilah/terminologi
adalah sikap seorang muslim yang menampakkan amal
shalihnya kepada orang lain secara langsung agar dirinya
mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari
mereka, atau mengharapkan keuntungan materi. Kata
sum’ah (‫ )السمعة‬berasal dari kata ‫ سّم ع‬samma’a
(memperdengarkan). Kalimat ‫سّم ع الناس بعمله‬/samma’an
naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan
amalnya kepada orang lain yang semula tidak
mengetahuinya.
Pengertian sum’ah secara istilah/terminologi adalah sikap
seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan
amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau
tersembunyi- kepada orang lain agar dirinya mendapatkan
kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau
mengharapkan keuntungan materi.
Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani
mengetengahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam yang
membedakan antara riya’ dan sum’ah. Bahwa riya adalah
sikap seseorang yang beramal bukan untuk Allah;
sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang
menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan
hal tersebut kepada orang lain.
2
Sehingga, menurutnya semua riya itu tercela, sedangkan
sum’ah adalah amal terpuji jika ia melakukannya karena
Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika
dia membicarakan amalnya untuk memperoleh ridha
manusia.
Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan tentang
sum’ah dan riya ini:
‫َيا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اَل ُتْب ِط ُلوا َص َد َق اِتُكْم ِباْلَم ِّن َو اَأْلَذ ى َك اَّلِذي ُيْنِف ُق َم اَلُه‬
‫ِرَئاَء الَّناِس‬

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu


menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah SAW juga memperingatkan dalam haditsnya:
‫َم ْن َس َّم َع َس َّم َع ُهَّللا ِبِه َوَم ْن ُيَراِئي ُيَراِئي ُهَّللا ِبِه‬
Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan
sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan
dibalas dengan riya. (HR. Bukhari)
Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah
diumumkan aib-aibnya di akhirat. Sedangkan dibalas dengan
riya artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak diberi
pahala kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan tentang
kekhawatirannya atas umat ini terhadap riya yang akan
menimpa mereka. Riya yang tidak lain merupakan syirik kecil.
‫ِإَّن َأْخ َو َف َم ا َأَخاُف َع َلْي ُكْم الِّش ْر ُك اَأْلْص َغ ُر َق اُلوا َوَم ا الِّش ْر ُك اَأْلْص َغ ُر َيا َرُس وَل‬
‫ِهَّللا َق اَل الِّرَياُء َيُق وُل ُهَّللا َع َّز َوَجَّل َلُه ْم َيْو َم اْلِق َي اَم ِة ِإَذ ا ُجِزَي الَّناُس ِبَأْع َم اِلِه ْم‬
‫اْذ َه ُبوا ِإىَل اَّلِذيَن ُكْنُتْم ُتَراُءوَن ِفي الُّد ْنَي ا َف اْنُظ ُروا َهْل َتِج ُدوَن ِع ْنَدُه ْم َجَزاًء‬
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah
syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud
dengan syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah
menjawab, “Riya.” “Allah akan berfirman pada hari kiamat
nanti ketika Ia memberi ganjaran amal perbuatan hamba-Nya,
‘Pergilah kalian kepada orang yang kalian berlaku riya
terhadapnya.’ Lihat Apakah kalian memperoleh balasan dari
mereka (HR. Ahmad)
3
B. Fenomena Riya dan Sum'ah
Agar seorang muslim mengetahui posisinya dalam riya
dan sum'ah, hendaknya dia memahami betul fenomena
atau tanda-tandanya, antara lain:
1. Giat beramal saat bersama orang lain atau mendapat
pujian
Giat beramal dan melipatgandakan tenaganya jika
mendapat pujian atau sanjungan, dan malas atau
cenderung mengurangi amal jika mendapat celaan dan
kecaman. Juga apabila sedang bersama-sama dengan
orang lain cenderung menambah dan meningkatkan
amal,sementara kalau sendirian dan jauh dari pantauan
orang lain cenderung mengurangi amal.
Terhadap dua ciri ini, Ali bin Abu Thalib r.a. Pernah
bertutur, “Ada beberapa tanda bagi orang yang berlaku
riya, yakni malas ketika ia seorang diri, tetapi akan
sangat rajin jika bersama orang lain. Bertambah amalnya
jika mendapat pujian dan berkurang amalnya jika
mendapat celaan.” (Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali dan
Al-Kabair, Adz-Dzahabi)

2. Menjauhi larangan Allah jika bersama orang lain,


melakukannya saat sendiri
Menjauhi larangan-larangan Allah jika bersama orang
lain dan melanggar larangan-larangan-Nya jika ia sedang
sendiri dan jauh dari penglihatan manusia.
Rasulullah SAW bersabda:
“Aku akan mengetahui beberapa kaum dari umatku yang
datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan
laksana pegunungan yang tinggi berkilau. Akan tetapi,
Allah menjadikannya debu yang beterbangan (tidak
bernilai). Mereka itu adalah saudara-saudara kalian, dan
berasal dari keturunan kalian. Mereka mengerjakan
amalan pada waktu malam sebagaimana kalian
mengerjakannya. Akan tetapi mereka adalah kaum yang
jika dalam keadaan sendiri akan melanggar larangan-
larangan Allah.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani
dalam Shahih Jami' as-Saghir)
4
C.Faktor penyebab Riya dan Sum'ah
Faktor-faktor penyebab riya dan sum'ah adalah sebagai
berikut:
1. Latar belakang kehidupan
Jika seorang anak tumbuh dalam asuhan keluarga yang
memiliki suasana riya dan sum'ah, atau ia tumbuh dalam
lingkungan dengan tradisi perilaku riya dan sum'ah yang
kental, maka sangat besar kemungkinannya ia juga terjangkit
penyakit hati itu. Jika penyakit tersebut telah lama hinggap
padanya, sulit baginya untuk melepaskan diri dari riya dan
sum'ah. Karenanya, Rasulullah berpesan agar umatnya
memilih pasangan hidup yang islami.
Kepada kaum laki-laki, beliau berpesan :
‫َف اْظ َف ْر ِبَذ اِت الِّديِن َتِرَبْت َيَداَك‬
“...Maka pilihlah wanita yang taat menjalankan agama,
niscaya engkau akan beruntu
[12/10 16.29] fiii: “...Maka pilihlah wanita yang taat
menjalankan agama, niscaya engkau akan beruntung.”
(Muttafaq ‘Alaih)HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Kepada orang tua atau wali dari akhwat beliau berpesan :
‫ِإَذ ا َأَتاُكْم َم ْن َتْر َض ْو َن ُخُلَق ُه َو ِديَنُه َف َزِّوُجوُه ِإاَّل َتْف َع ُلوا َتُكْن ِفْتَنٌة ِفي اَأْلْر ِض‬
‫َو َف َس اٌد َع ِريٌض‬
“Jika didatangi oleh seseorang (untuk meminang putrimu)
yang engkau ridha akhlak dan agamanya, maka nikahkanlah
ia (dengan putrimu), jika kamu tidak melakukannya, maka
akan terjadi suatu fitnah di permukaaan bumi dan
kerusakan yang besar”. (HR. Ibnu Majah)
2. Persahabatan yang buruk
Persahabatan yang buruk juga bisa mengakibatkan riya dan
sum'ah. Terutama bagi orang yang lemah kepribadiannya
sehingga mudah terpengaruh. Bahkan bagi orang yang tidak
terlalu lemah sekalipun, jika ia biasa bergaul dan
berinteraksi dengan teman-teman yang suka riya dan
sum'ah serta cenderung mencela “cacat” dan “kekurangan”
pada temannya, ia pun akan terpengaruh. Sangat
pentingnya persahabatan ini sehingga Rasulullah
mengumpamakan dengan penjual minyak wangi dan pandai
besi. 5
Kita bisa mendapat “bau harum” dari pertemanan, kita juga
bisa terkena “asap” dan “bau tidak sedap” dari pertemanan.
Maka memilih teman yang baik, persahabatan dengan
orang-orang shalih, memperkuat ukhuwah imaniyah, adalah
hal penting yang harus dilakukan sejak dini sebagai solusi.
3. Tidak memiliki ma'rifatullah
Tidak memiliki ma'rifatullah menjadikan manusia bersikap
riya dan sum'ah. Sebab orang yang tidak mengenal Allah
tidak dapat bersikap benar terhadap-Nya. Jika seseorang
memiliki ma'rifatullah yang baik, ia akan beribadah ikhlas
kepada Allah dan yakin ibadah itu dilihat oleh Allah dan
dinilai-Nya. Ia juga sadar jika niatnya sudah beralih kepada
pandangan manusia, Allah justru tidak memberinya apa-apa.
4. Ambisi mendapatkan kedudukan atau kepemimpinan
Ini faktor penyebab yang kerap terjadi. Seseorang karena
ingin memiliki kedudukan tinggi dalam pandangan manusia
atau supaya orang lain menilai ia layak mendapatkan
amanah kepemimpinan menjadikannya bersikap riya dan
sum'ah. Ia ingin segala amal kebaikannya terekspos dan
secara langsung mempengaruhi pencitraannya. Ia dianggap
baik, shalih, dihormati, dikagumi, dan diangkat atau dipilih
menjadi pemimpin.

5. Tamak terhadap milik orang lain


sikap rakus terhadap harta atau kepemilikan orang lain
juga bisa mengakibatkan riya dan sum'ah. Seperti orang
yang berperang tetapi niatnya mendapatkan ghanimah,
atau popularitas. Sebagaimana diriwayatkan Abu Musa
bahwa Rasulullah pernah ditanya, “Ya Rasulullah, ada
seorang yang berperang untuk memperoleh ghanimah,
ada yang ingin disebut-sebut, dan ada yang ingin
posisinya dilihat manusia. Manakah di antara mereka
yang berperang di jalan Allah?” Rasulullah SAW
menjawab, “Barangsiapa berperang dengan tujuan
meninggikan kalimat Allah, dialah mujahid fi sabilillah.”
(HR. Bukhari)

6
6. Suka dipuji dan disanjung
perangai suka dipuji dan disanjung akan mendorong
seseorang berlaku riya dan sum'ah. Berupaya menjadi
buah bibir. Berusaha menjadi news maker. Sikap ini
harus dilawan dengan menyadari bahwa pujian makhluk
kerap mencelakakan, sementara kritik justru akan
membuatnya maju menjadi lebih baik.
7. Terlalu ketat penilaian pemimpin/qiyadah
Dalam sebuah organisasi atau jamaah, jika pemipin atau
qiyadah terlalu ketat dalam menilai seseorang, bisa
mengakibatkan timbulnya riya dan sum'ah pada orang
tersebut, khususnya yang tidak memiliki jiwa besar.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang baik itu tidak mengerjakan sesuatu
kecuali ia menilainya baik dan tidak meninggalkan
sesuatu kecuali jika ia menilainya buruk.” (HR. Muslim
dan Abu Dawud) 8. Terlalu dikagumi orang lain
Terlalu dikagumi orang lain juga bisa bisa menjadi sebab
timbulnya riya dan sum'ah. Kekaguman bisa menjadi
semacam candu. Semakin dikagumi seseorang akan
semakin berusaha agar kekaguman orang lain bertahan
atau meningkat. Karenanya Rasulullah mengingatkan
agar tidak memuji orang di depannya secara langsung.
9. Takut menjadi omongan orang lain
Ini juga bisa menyebabkan timbulnya riya dan sum'ah.
Karena takut dinilai jelek orang lain, atau menjadi bahan
perbincangan, menjadi obyek ghibah, maka seseorang
kemudian berbuat yang baik dan berupaya
mengeksposnya, atau mendemonstrasikan kebaikan dan
amal shalihnya.
10. Lalai terhadap dampak buruk riya dan sum'ah
Ketidaktahuan dan kelalaian seseorang terhadap dampak
buruk dan bahaya riya dan sum'ah menjadikannya tidak
merasa salah atau menyesal berlaku riya dan sum'ah,
bahkan larut dalam sikap itu. Sebaliknya, jika seseorang
memahami dengan baik dampak riya dan sum'ah, yang
sangat merugikan dirinya di akhirat kelak, ia akan berusaha
menjaga diri agar terhindar dari riya dan sum'ah itu.

7
D. Dampak Riya dan Sum'ah
Sebagai penyakit jiwa, riya’ dan sum’ah dapat menimbulkan
dampak buruk bagipelakunya. Di antara dampak buruknya
yang terpenting adalah :
1. Terhalang dari Hidayah dan Taufiq Allah
Hidayah Allah SWT adalah anugerah Allah yang
dikaruniakan-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki-
Nya. Ini hak prerogatif Allah. Ia tidak bisa dipaksa untuk
menghampiri kita atau orang-orang tertentu. Kita bisa
berdoa agar mendapat hidayah, namun terserah Allah
apakah menurunkan hidayah-Nya atau tidak.
Namun demikian, Allah telah membuat ketetapan di
dalam Al-Qur'an bahwa hidayah itu akan diberikan kepada
orang-orang yang ikhlas.
... dan Ia memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang
yang kembali (kepada-Nya) (QS. As-Syura : 13)
...dan Ia menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-
Nya (QS. Ar-Ra'd : 27) Seseorang yang riya dan sum'ah
pada dasarnya telah merobek keikhlasan dan menyimpang
dari kebenaran. Karenanya prasyarat untuk mendapatkan
hidayah dan taufiq dari Allah telah hilang darinya.
Meskipun tahu banyak ilmu, orang seperti ini akan sulit
mengamalkannya. Ini dampak buruk riya' dan sum'ah.
...Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah
memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. As-Shaf : 5)
2. Batal Amalnya
Sesungguhnya salah satu dari syarat diterimanya amal
adalah ikhlas. Seperti firman-Nya dalam QS. Al-Bayyinah
ayat 5.
Jika seseorang melakukan ibadah atau amal shalih namun
dilandasi dengan riya' atau sum'ah maka amal itu akan
menjadi sia-sia. Tidak diterima Allah SWT. Lalu Kami
hadapkan amal yang mereka kerjakan, kemudian Kami
jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (QS. Al-
Furqan : 23)

8
Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
Aku adalah yang paling tidak membutuhkan sekutu.
Barangsiapa yang beramal untuk-Ku dengan menyekutukan
selain-Ku, maka Aku bebas dari dia dan dia Aku serahkan
kepada sekutunya itu. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
3. Mendapat Azab di Akhirat
Amal-amal yang banyak, yang disangka membuat masuk
surga, justru menyeret manusia ke neraka ketika amal-amal
itu dibangun di atas riya' dan sum'ah. Seperti hadits shahih
yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa di pengadilan
akhirat nanti ada 3 orang yang diadili pertama kali; orang
yang mati syahid, orang alim yang mengajarkan ilmunya,
dan orang kaya yang dermawan. Ketiganya menyangka akan
masuk surga. Ini tercermin dari jawabannya saat ditanya
tentang apa yang dilakukan dengan nikmat-nikmat itu. Tapi
rupanya, Allah menilai berbeda dari persangkaan ketiga
orang itu sebab mereka melakukannya karena riya' dan
sum'ah. Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret
mereka ke neraka.
4. Aibnya akan terbuka baik di dunia maupun di akhirat
Orang yang riya' dan sum'ah ingin mendapatkan pujian,
penghormatan, atau kedudukan dari orang lain. Namun
seringkali Allah justru membuka aib orang seperti itu di
dunia sehingga terbongkarlah kebusukannya.
Adapun di akhirat nanti, tidak ada rahasia yang bisa
disembunyikan saat yaumul hisab, saat pengadilan Allah
SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Barangsiapa yang berlaku sum'ah, maka ia akan dibalas
Allah dengan sum'ah (dibuka aibnya) pula.
5. Menderita Kesempitan dan Kegelisahan
Orang yang riya' atau sum'ah akan dilanda kegelisahan
dalam hidupnya. Ia berada dalam dua kesempitan. Merasa
sempit karena khawatir niatnya terbongkar, dan merasa
sempit saat niatnya tidak tercapai. Berbeda dengan orang
ikhlas yang sejak awal melakukan amal telah mendapatkan
ketenangan karena Allah-lah yang melihat dan akan
membalas amalnya meskipun tidak ada orang lain yang
tahu.
9
6. Tercabutnya kewibawaan dan pengaruh
Kewibawaan seorang muslim bisa hadir karena Allah yang
menanamkan pada dirinya. Maka saat seorang hamba ikhlas
dalam menjalankan agama-Nya, ibadah, dan dakwah, Allah
memberikan kewibawaan itu. Namun jika Allah
menghinakan seseorang, maka dengan cara bagaimanapun
kewibawaan itu dipoles, ia tetap saja luntur dan tak
berbekas.
Barangsiapa yang dihinakan Allah, niscaya tiada
seorangpun yang akan memuliakannya. (QS. Al-Hajj : 18)
Pernah suatu ketika Ibnu Hubairah, gubernur Kufah dan
Bashrah memanggil Hasan Al-Basri dan Amir bin Syarahbil
untuk meminta nasihat berkenaan dengan intruksi Yazid
yang zalim. Amir bin Syarahbil saat itu menjawab dengan
jawaban yang moderat dan cenderung memaafkan Ibnu
Hubairah seandainya ia melakukan intruksi itu karena pada
dasarnya ia terpaksa. Namun saat Hasan Al-Basri dimintai
nasihat, ia menjawab dengan tegas: "Wahai Ibnu Hubairah,
takutlah kepada Allah dalam menghadapi Yazid, dan jangan
takut kepada Yazid saat menghadapi Allah. Allah dapat
melindungimu dari Yazid, tetapi Yazid tidak dapat
melindungimu dari Allah..." Mendengar nasihat seperti itu
Ibnu Hubairah menangis tersedu-sedu dan memakai
pendapat Hasan Al-Basri serta menghormatinya. Ia tidak
mengambil pendapat Amir bin Syurahbil.
Ketika keluar dan berhadapan dengan banyak orang, Amir
bin Syarahbil mengakui kesalahannya karena ingin dekat
dan mendapat persetujuan Ibnu Hubairah. Ia juga
menyatakan kemuliaan Hasan Al-Basri. Amir bin Syarahbil
insaf.
7. Tidak tekun dalam beramal
Karena berorientasi pandangan manusia dan materi, orang
yang riya' dan sum'ah tidak akan bisa istiqamah dalam
beramal. Saat manusia tidak lagi memperhatikannya, saat
media tidak lagi meliputnya, saat keuntungan-keuntungan
materi tidak didapatkannya, ia pun berhenti dari amal itu.

10
E.Kiat mengatasi Riya dan Sum'ah
1. Mengingat dan merenungi akibat riya' dan sum'ah baik di
dunia maupun di akhirat Dengan merenungkan akibat riya'
dan sum'ah yang membuat kita tidak mendapatkan apa-
apa dari sisi Allah, bahkan menyeret kita ke neraka, akan
membuat kita lebih mudah
melawan penyakit hati yang satu ini. Di dunia pun, kalau
kita mau merenungkan, kekecewaan akan sering hadir
bersamaan dengan riya' dan sum'ah yang kita lakukan.
2. Memilih teman dan lingkungan yang relatif bersih dari
riya' dan sum'ah
Diakui atau tidak, interaksi kita dengan teman dan
lingkungan hanya mengakibatkan dua hal. Kita yang
mempengaruhi mereka atau kita yang akan dipengaruhi
mereka. Bagi Anda yang tahu kapasitas diri bukan
pengubah sejati, jagalah dari pertemanan atau lingkungan
yang rawan riya' dan sum'ah. Perbanyaklah teman-teman
yang shalih, yang membawa aura keikhlasan serta carilah
lingkungan yang relatif aman dari riya' dan sum'ah.
3. Memperhatikan sejarah orang-orang terdahulu, baik
yang menjadi contoh ikhlas maupun sebaliknya
Membaca atau mendengarkan kisah mereka akan memiliki
bekas di hati dan berpengaruh dalam membantu kita untuk
menghindari riya' dan sum'ah. Misalnya para sahabat yang
begitu ikhlas. Ada yang ikhlas dalam amal yang terang-
terangan, ada pula yang ikhlas dengan menjaga amal
secara sembunyi-sembunyi. Ada pula seperti Khalid yang
saat perang Yarmuk menjadi ikon keikhlasan. Atau Arab
Badui yang tidak mau mendapatkan ghanimah saat perang
Khaibar. Sebaliknya, ada pula orang yang masuk neraka
padahal ikut jihad di Khaibar karena tidak ikhlas dan
mencari dunia.
4. Mengkaji nash-nash syar'i tentang ikhlas dan bahaya riya'
serta sum'ah
Baik itu ayat-ayat Al-Qur'an (akan lebih baik jika berikut
dengan tafsirnya), maupun hadits-hadits Nabi. Saat jiwa
kita terbiasa mengkonsumsi suplemen ruhiyah dan
tsaqafah seperti ini,
11
kita akan lebih mudah membawa diri kepada keikhlasan dan
melawan riya' serta sum'ah.
5. Meningkatkan Intensitas Muhasabah
Yakni mengevaluasi amal kita sendiri atau melakukan
intospeksi. Akan lebih baik jika hal ini dijadwalkan secara
berkala. Idealnya harian. Seperti para slafaus shalih yang
sebelum tidurnya senantiasa mengingat-ingat apa yang
dilakukannya sepanjang hari. Jika ia ingat ada amal yang
dilakukan dengan riya' atau sum'ah, segera bertaubat dan
mengazamkan diri untuk tidak melawan riya' dan sum'ah ini.
6. Senantiasa berdoa kepada Allah
Ini karena Allah-lah penguasa dan pemilik hati. Memohon
kepada Allah agar hati lurus dan ikhlas adalah solusi yang
harus dilakukan. Saat kita merasa bisa ikhlas karena usaha
kita, sesungguhnya kita telah terjamah riya' kepada Allah.
Rasulullah mencontohkan sebuah doa yang sering beliau
panjatkan:Ya muqallibal quluub, tsabbit qalbii 'alaa diinik
(Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku
di atas agama-Mu)
7. Menyadari bahwa segala sesuatu berjalan di atas takdir-
Nya
Pemahaman yang benar terhadap takdir akan membuat kita
sadar bahwa tak pantas kita bersikap riya' dan sum'ah. Toh,
segala keberhasilan sejatinya atas karunia-Nya. Ini sangat
perlu dimiliki khususnya oleh seorang muslim yang terlibat
intes dengan amal jama'i atau aktif dalam jama'ah dakwah.
Pemahaman takdir yang benar membuatnya lebih ikhlas,
bukan menganggap bahwa kemenanangan dakwah adalah
karena peran dan prestasinya.

(‫)وهللا أعلم بالصواب‬


(Sumber: Aafaat 'Ala Ath-Thariq, oleh Dr. Sayyid Muhammad
Nuh)

12
A. Kesimpulan
Pada intinya, keikhlasan menginginkan bagaimana
seorang hamba mampumemberikan porsi ketawazunan
(baca; keseimbangan) dalam amalannya antara
yangdzahir dan bathin. Karena yang diinginkan dari
ikhlas adalah adanya kesamaan dalamkedua amalan ini,
baik yang dzhir (amalan yang terlihat oleh orang lain),
maupunyang bathin (yang hanya diketahui sendiri oleh
dirinya). Jika amalan dzahirnyamelebihi amalan
bathinnya, berarti terdapat indikasi keriyaan. Contoh
amalan yangdilakukan secara bathin adalah senantiasa
hati seseorang
“basah”
dengan dzikirkepada Allah, dimanapun dan kapanpun
dia berada. Demikian juga dalamkesendirian-
kesendiriannya, ia justru memperbanyak dzikir dan
melakukan aktivitasibadah, bukan malah merupakan
kesempatan untuk berlaku maksiat.

B.Saran
Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang
ikhlas. karena betapapun kitamelakukan sesuatu hingga
bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga
danterkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya,
tidak akan ada nilainya di hadapanAllah. Bertempur
melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai
pahlawan,ia tidak memiliki nilai apapun

13

Anda mungkin juga menyukai