BAB
KAJIAN LITERATUR DAN
4
PRESEDEN
BAB 4 | 1
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
Istilah FTZ secara lebih khusus digunakan untuk merujuk pada area yang mana bea
masuk dan jenis pajak tidak langsung lain tidak diterapkan atau akan dibayarkan
kembali. Bea masuk umumnya dibayarkan jika barang atau hasil produksi
dipindahkan dari FTZ ke area yang pabean normal. FTZ merupakan zona yang
umumnya memberikan layanan untuk pedagang dan ditujukan untuk memfasilitasi
prosedur perdagangan dengan mengizinkan lebih sedikit formalitas bea cukai.
Sementara itu, International Finance Corporation World Bank Group dalam Special
Economic Zones Performance, Lessons Learned, and Implication For Zone
Development (2008) menyatakan FTZ merupakan salah satu bentuk dari Special
Economic Zone (SEZ), yang didefinisikan sebagai:
“Suatu kawasan di mana luas areanya sempit, dibatasi secara jelas, barang-barang
tertentu yang masuk dan keluar dari daerah tersebut bebas bea, menawarkan
fasilitas pergudangan, penyimpanan dan distribusi untuk perdagangan, operasional
transshipment dan re-export, dan umumnya terletak di pelabuhan laut yang
menjadi pintu masuk”.
Sejarah FTZ dimulai awal abad ke 18 konsep ini telah banyak berkembang di
berbagai belahan dunia: Gibraltar (1704), Singapura (1819), Hongkong (1848),
Hamburg (1888), dan Copenhagen (1891) (El Shimy, 2008). Perkembangan konsep
ini membawa banyak perubahan tentang tujuan, strategi pasar dan aktivitas dalam
FTZ sehingga batasan yang jelas tentang evolusi terminologi FTZ semakin tidak
nyata. Objektif dari pembentukan FTZ juga bermacam-macam, misalnya sebagai
sarana pendukung reformasi ekonomi, pengentasan angka pengangguran,
peningkatan penanaman modal asing dan bahkan sebagai sarana eksperimentasi
dari sebuah kebijakan ekonomi.
Selain istilah FTZ, ada istilah lainnya lainnya, seperti Export Processing Zone (EPZ),
Hybrid EPZ (HEPZ), dan Enterprise Zone (EZ) (IFC-World Bank, 2008). Zona-zona
tersebut pada umumnya dibedakan berdasarkan tujuan pengembangan, luas
kawasan operasional, lokasi, fasilitas, kegiatan, dan tujuan pemasaran.
BAB 4 | 2
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
Tabel 4.1 Evolusi Istilah Zona dari Waktu ke Waktu yang diterapkan berdasarkan
Negara
Merujuk Pasal 1 angka 1 Perppu No.1/2000 KPBPB adalah suatu kawasan yang
berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak
pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan cukai.
BAB 4 | 3
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
Selain Pelabuhan Sabang, ada pula kawasan lain yang ditetapkan sebagai KPBPB
yaitu Batam, Bintan dan Karimun. Penetapan keempat kawasan tersebut sebagai
KPBKB ditetapkan dalam UU No.44/2007 yang kemudian di sempurnakan pada UU
No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 151-152 serta di perkuat dengan
Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2021.
Untuk pertama kalinya pada tahun 1876 kawasan industri dikembangkan di Inggris
yaitu Trafford Park Estates, dengan luas sekitar 500 Ha yang merupakan kawasan
industri terluas sampai pada tahun 1950-an. Pada awal abad 20, kawasan industri
di Amerika Serikat dikembangkan di kota Chicago yaitu antara lain Central
Manufacturing District dibangun pada tahun 1902 dengan luas 105 Ha, The
Clearing Industrial District yang dibangun pada tahun 1909 seluas 215 Ha, dan The
Pershing Road District dibangun tahun 1910 dengan luas 40 Ha.
BAB 4 | 4
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
Selain itu pada tahun 1986, pemerintah melalui PT. Kawasan Berikat Nusantara
mengembangkan Kawasan Berikat atau Bonded Zone dengan tujuan untuk
meningkatkan ekspor non migas. Kawasan Berikat merupakan suatu kawasan
industri khusus dimana untuk melancarkan arus barang ekspor semua kegiatan
kepabean 1 Berdasarkan Permendagri No. 5 Tahun 1974 diatur bahwa yang dapat
diberikan lahan untuk usaha kawasan industri adalah badan hukum yang seluruh
modalnya berasal dari Pemerintah. untuk barang ekspor dilakukan pada kawasan
tersebut dan bahan baku untuk ekspor mendapat fasilitas bebas Bea Masuk.
Sampai pada tahun 2020 misalnya, jumlah kawasan industri yang tercatat di
Himpunan Kawasan Industri (HKI) adalah sebanyak 225 lokasi dengan total luas
lahan sebesar 53.750,61Ha yang sebagian besar tersebar di Pulau Batam (13,12%
dari total jumlah Kawasan industry), Bekasi (10%) dan Karawang (9,5%). Untuk lebih
jelas lihat tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Daftar Kawasan Industri di Indonesia, 2020
BAB 4 | 5
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 6
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 7
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 8
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 9
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 10
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 11
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 12
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 13
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 14
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
NIB
Persetujuan lingkungan (PKPLH-UKL/UPL atau Amdal-SKKL)
Verifikasi
Izin berusaha dari system OSS
FS
Masteplan/Siteplan
DED
Menurut World Bank, KEK dalam segala bentuknya terdiri atas, sedikitnya, area
yang secara geografis dibatasi dengan area kepabeanan yang terpisah, dibawahi
oleh sebuah badan pengatur, dan di mana manfaatnya dapat dirasakan oleh
BAB 4 | 15
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
mereka yang berlokasi di dalam kawasan (Akinci & Crittle, 2008). Dengan kata lain,
KEK adalah sebuah zona di mana pemerintah berharap untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor dan investasi dengan
menyediakan berbagai keunggulan kompetitif bagi entitas yang memilih untuk
berlokasi di dalam zona.
Terdapat tiga jenis KEK yang berbeda-beda: Kawasan Perdagangan Bebas (Free
Trade Zone, FTZ), Kawasan Pengolahan Ekspor (Export Processing Zones, EPZ), dan
Kawasan Pelabuhan Bebas (Freeports). Perlu diingat bahwa dari sekian banyak
literatur yang membahas topik ini, istilah-istilah tersebut digunakan silih berganti
dengan KEK. Meskipun demikian, nama-nama tersebut menjelaskan sedikit
perbedaan yang terletak pada tujuan serta dan ekspektasi hasil dari setiap zona.
Zona Perdagangan Bebas, yang juga diketahui sebagai Zona Komersial Bebas,
adalah sebuah KEK yang paling banyak berlokasi di pelabuhan global. Zona ini
dirancang untuk menyokong perdagangan, pengiriman, dan ekspor dengan
menyediakan area bebas pajak, dan fasilitas seperti penyimpanan, pergudangan,
dan lainlain. Singapura, sebagai contoh, memiliki enam Zona Perdagangan Bebas
di area pelabuhannya di mana barang-barang dapat disimpan dan bebas dari
biaya, dan di mana prosedur kepabeanan sudah mengalami penyederhanaan
untuk barang-barang yang memasuki atau melewati Singapura.
Terakhir, Freeports adalah sebuah zona yang lebih besar yang mengakomodasi
seluruh jenis kegiatan, bertentangan dengan model KEK yang hanya menekankan
pada ekspor dan kegiatan yang berkaitan dengan perdagangan lainnya, atau
kegiatan yang berpusat pada manufaktur dan industri produksi. Sama seperti KEK
lainnya, Freeports membantu kegiatan yang berkaitan dengan perdagangan, atau
kegiatan manufaktur, tetapi Freeports dapat mempromosikan turisme, ritel,
memperbolehkan masyarakat tinggal secara permanen di dalam zona. Manfaat
serta insentif yang disediakan dalam Freeports tentunya lebih beragam. China
dikenal dengan keberhasilannya menciptakan beberapa Freeports, seperti Kawasan
Ekonomi Khusus Shenzhen. Sementara itu, Batam yang berlokasi di Indonesia,
BAB 4 | 16
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
sebuah KEK yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Shenzhen, termasuk
kategori KEK jenis ini
Pada umumnya sasaran penerapan KEK adalah untuk meningkatkan investasi asing
di suatu negara dengan menyediakan berbagai insentif berupa :
1. Insentif perpajakan berupa: PPN, PPnBM, PPh Pasal 22,dan Tax Holiday.
2. Insentif kepabean berupa pembebasan atau pengurangan tarif dan
penyederhanaan prosedur : cukai, bea masuk.
3. Insentif penanaman modal dengan menyederhanakan syarat dan prosedur.
4. Insentif perlindungan lingkungan hidup.
Selain Indonesia telah banyak negara yang berusaha menarik investor asing
dengan menerapkan Special Economic Zone (SEZ) untuk menggairahkan
perekonomian negara tersebut. Diantara banyaknya Special Economic Zone (SEZ)
ada yang berhasil mengalami pertumbuhan dengan pesat dan fantastis seperti
Shenzen di Republik Rakyat Cina dan ada yang gagal total sama sekali seperti
korea utara.
a. Peningkatan investasi.
BAB 4 | 17
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 18
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 19
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
Begitu banyak dan besarnya peran infrastruktur sehingga dalam sebuah studi yang
dilakukan di Amerika Serikat (Aschauer, 1989 dan Munnell, 1990) menunjukkan
bahwa tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi, adalah sebesar 60% (Suyono Dikun, 2003). Bahkan studi dari World Bank
(1994) disebutkan elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur
di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan
kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan
pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%, variasi angka yang cukup
signifikan. Secara empiris jelas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan
infrastruktur berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi (secara makro
dan mikro) serta perkembangan suatu negara atau wilayah.
1) Infrastruktur transportasi;
2) Infrastruktur jalan;
3) Infrastruktur pengairan;
4) Infrastruktur air minum;
5) Infrastruktur air limbah ;
BAB 4 | 20
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 21
LAPORAN ANTARA
PENYUSUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA BATAM
BAB 4 | 22
LAPORAN ANTARA