FTZ atau Free Trade Zone yang beberapa bulan terakhir kembali dibicarakan di kalangan pelaku
investasi dan bisnis, masyarakat serta pemerintah khususnya di Provinsi Kepulauan Riau yang
beberapa daerah kabupaten dan kotanya telah resmi mendapatkan fasilitas yang termasuk di
dalam regulasi FTZ. DPR akan mengeluarkan keputusan untuk menerima atau menolak
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/ 2007 tentang kawasan
perdagangan bebas FTZ atau Frree Trade Zone di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK). Kalimat
tersebut di salin dari sebuah situs di internet pada tanggal 2 Oktober 2007, sepekan kemudian
produk hukum tersebut disetujui dan upaya semua pihak yang mendukung terbentuknya kawasan
tersebut di wilayah Batam, Bintan dan Karimun akhirnya membuahkan hasil.
Sejak saat itu sampai akhir tahun 2008 pembicaraan tentang FTZ di tengah-tengah masyarakat
seakan-akan menghilang, namun tidak demikian halnya karena di kalangan pemerintahan, baik
pusat maupun daerah sibuk mempersiapkan produk hukum yang mendukung kebijakan ini serta
sistem dan manajemen yang akan mengatur jalannya FTZ tersebut. Di tingkat provinsi dibentuk
Dewan Kawasan sampai Badan Pengusahaan Kawasan yang berada di masing-masing daerah
FTZ. Tanpa terasa 1 tahun persiapan tersebut dilakukan dan pada akhirnya Presiden Republik
Indonesia meresmikan dimulainya FTZ di Batam, Bintan dan Karimun pada tanggal 19 Januari
2009 dengan menerbitkan PP. No 2/2009 tentang Juklak Kepabeanan sekaligus mencabut PP. No
63/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM). Momentum ini juga dimanfaatkan untuk meresmikan sejumlah proyek investasi.
Pada semester kedua tahun 2006, kepala negara Republik Indonesia dan Singapura telah bertemu
di Nongsa Batam dan menyepakati sejumlah kerjasama investasi termasuk kerangka kerjasama
ekonomi oleh menteri kedua negara. Tepat pada tanggal 19 Januari 2009 tempat ini juga
dijadikan bertemunya sejumlah investor asing dan lokal yang berkesempatan berdialog dengan
Presiden Republik Indonesia dan beberapa menteri terkait. Sebuah perjalanan yang jika ditelaah
tidak terlalu lambat bahkan relatif cepat, meskipun sempat terjadi perbedaan pendapat di tingkat
legislatif yang secara tidak langsung melahirkan sikap pesimis masyarakat. Sebuah waktu yang
singkat jika dibandingkan dengan beberapa negara yang sebelumnya telah lebih dulu
menerapkan FTZ. Sebut saja Cina dengan banyak daerah yang memiliki fasilitas semacam ini.
Negara Cina menempuh perjalan panjang untuk menerapkannya. Suatu prestasi luar biasa dari
pemerintah Republik Indonesia (presiden sampai kepala daerah) dan masyarakat yang dalam
kurun waktu 3 tahun dapat mewujudkan FTZ di Batam, Bintan dan Karimun yang selanjutnya
menjadi model FTZ bagi daerah lain di Indonesia.
Lalu apa sebenarnya FTZ? Sebuah istilah asing yang kemudian diartikan sebagai Zona
Perdagangan Bebas. Secara harfiah adalah kawasan perdagangan bersifat bebas, namun bukan
bebas berdagang (logika bahasa), maka disana terdapat jenis perdagangan dengan berbagai
macam regulasi yang mengaturnya. FTZ adalah sebuah kebijakan yang berbentuk fasilitas atau
membebaskan beberapa jenis obyek perdagangan dari beberapa aturan kepabeanan termasuk
pajak dan retribusi. Artinya kebebasan tersebut berkaitan dengan fasilitas. FTZ sendiri
sebenarnya istilah yang masih terlalu luas, karena di dalamya meliputi berbagai bentuk sistem
perdagangan bebas. SEZ atau Special Economic Zone di Indonesia dikenal dengan KEK atau
Kawasan Ekonomi Khusus yang secara umum adalah Kawasan yang mendapatkan fasilitas
khusus dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya, artinya tidak ada perbedaan pengertian
dengan FTZ itu sendiri, meskipun pada tingkatannya FTZ bagian turunan dari SEZ atau KEK.
Penulis pernah melakukan penelitian sederhana ke beberapa daerah di dataran Cina yang
menerapkan sistem perdagangan ini. Ternyata Cina adalah negara yang memilki ratusan daerah
berfasilitas FTZ dengan membaginya berdasarkan potensi dan penataan daerah yang tepat dan
sesuai bagi investasi. Macau sebuah kawasan wisata terpadu (hotel, restoran dan perjudian) yang
mendapatkan fasilitas STZ atau Special Trade Zone (Zona Perdagangan Khusus) istilah ini juga
dipakai untk Special Tourism Zone. Konsep ini nyaris diterapkan di sebuah kawasan wisata di
daerah Bintan, hanya saja terbentur dengan beberapa pihak yang tidak setuju adanya lokasi
perjudian, padahal konsep ini tidak harus dihubungkan dengan perjudian karena tanpa perjudian
konsep ini tetap akan bisa berjalan. Lagi-lagi masalah persepsi dan kurangnya sosialisasi yang
menjadi penghambat penerapan konsep STZ atau lebih spesifik adalah kawasan wisata terpadu
atau kawasan wisata terpadu eksklusif (KWTE). Daerah berpotensi adalah Lagoi, pulau Mapur,
pulau Buluh, Trikora di wilayah Bintan, di wilayah Batam seperti Nongsa, pulau Nipah,
Waterfront City serta di wilayah Karimun seperti daerah Pelawan, pulau Buru, Tanjung Balai,
pulau Sugibawah dan beberapa daerah dan pulau di Tanjung Pinang seperti pulau Senggarang,
pulau Penyengat dan kota tua Tanjung Pinang.
SIZ atau Special Industrial Zone (Zona Industri Khusus) kawasan industri yang paling banyak
terdapat di daerah Cina (kabupaten) dari industri besar hingga industri rumah tangga. Maka tidak
heran jika Cina termasuk negara industri dan pengekspor terbesar di dunia. Di Singapura dan
Malaysia terdapat wilayah yang telah menerapkan SIZ. Konsep ini dapat diterapkan di daerah
Lobam Bintan, kawasan industri di Batam, serta beberapa pulau yang memungkinkan dijadikan
sebagai daerah industri. Sebagai catatan industri logistik dan perkapalan termasuk penopang
terbesar petumbuhan ekonomi di Kepulauan Riau. Industri ini sudah dibangun di daerah Batam
dan masih berpotensi besar untuk diperluas.
SMZ atau Special Mining Zone (Zona Penambangan Khusus) adalah kawasan yang diberikan
fasilitas khusus untuk mendukung kegiatan penambangan. Sebuah konsep baru yang dapat
diterapkan di wilayah Bintan dan Karimun yang memiliki potensi besar dalam bidang
penambangan. Apabila fasilitas ini dapat diterapkan maka akan berdampak positif bagi investor
lokal yang mampu memilki kuasa pertambangan dan mengelolanya, karena salah satu tantangan
dan hambatan bagi penambang lokal adalah tingginya harga alat-alat berat untuk penambangan
yang juga dipengaruhi oleh adanya pengenaan pajak, sehingga hanya negara-negara maju yang
dapat berinvestasi di pertambangan, padahal lokasi bahan tambangnya ada di wilayah Indonesia.
Melalui perbandingan empirik dari negara Cina, kita dapat belajar melaksanakan FTZ.
Pemerintah Cina memberikan fasilitas-fasilitas tersebut kepada daerah provinsi dan kabupaten di
negaranya untuk mendukung industri dan perdagangan, sehingga negara Cina mampu
menghasilkan jutaan jenis barang komoditi yang dapat diekspor ke hampir seluruh negara di
dunia bahkan beberapa negara maju telah mempercayakan Cina untuk memproduksi barangbarang atas hak cipta dan paten negara tersebut, baik sebatas komponen maupun secara
keseluruhan. Tak pelak negeri Cina penghasil jepit rambut sampai kendaraan bermotor dan
mesin-mesin industri canggih. Dengan demikian tujuan diberlakukan konsep FTZ di Cina telah
tercapai, hasil dari kebijakan tersebut dapat dirasakan oleh semua rakyat Cina. Jika masih ada
beberapa wilayah yang miskin dan memilki taraf hidup rendah, hal itu bukan indikator kegagalan
FTZ melainkan ada faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakatnya.
Ada hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat Bintan,
Batam dan Karimun bahwa di China para warga negaranya justru menjadi investor di negara
sendiri, mereka memanfaatkan berbagai kebijakan pemerintah yang menguntungkan investor.
Meskipun dalam jumlah besar ada yang hanya sebagai pedagang kecil, tetapi ini menunjukan
bahwa FTZ memerlukan kesiapan mental masyarakat yang tinggal di wilayah atau zona tersebut.
Mampukah kita memanfaatkan hal ini secara optimal, karena tujuan pemberian fasilitas ini
adalah memberikan peluang melakukan kegiatan perdagangan dengan mudah dan relatif murah
(karena pemangkasan bea dan pajak) bukan hanya kepada investor asing tapi harus diprioritaskan
bagi investor lokal.
STZ, SIZ, SMZ dan sebagainya adalah cara mengkategorikan wilayah-wilayah yang
mendapatkan fasilitas khusus yang dimaksudkan untuk memudahkan penetapan aturan dan
produk hukum dan memberikan pilihan yang beragam bagi investor untuk berinvestasi sesuai
dengan potensi wilayah investasi dan core business. Jika pemerintah pusat telah memberikan
fasilitas ini lengkap dengan produk hukumnya, maka sebenarnya pemerintah daerah dapat
mengembangkan kebijakan sesuai dengan keinginan untuk membangun daerah tersebut. Adapun
regulasi yang bersifat mendasar dan perlu persetujuan pemerintah pusat atau konsultasi lembaga
legislatif, maka hal tersebut bukan menjadi alasan untuk tidak mengembangkan fasilitas
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk memajukan daerah dan masyarakat.
Terselenggaranya kebijakan ini secara konsisten akan mempengaruhi aspek kehidupan
masyarakat, maka daya saing serta produktivitas akan mengalami peningkatan. Kunci
keberhasilannya terletak pada potensi sumber daya manusia yang dioptimalkan, sumber daya
alam yang dikelola dengan bijak serta dukungan pelbagai peraturan yang dapat menguntungkan
semua pihak dan melindungi negara dan bangsa.
Struktur Dewan Kawasan (DK) dan Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) sudah tepat sebagai
lembaga yang mengatur dan menjalankan sistem, namun lembaga ini perlu dioptimalkan dengan
cara meningkatkan profesionalisme, seperti memberikan aturan dan arahan yang tepat,
pengawasan yang ketat, memiliki sejumlah pakar dan konsultan. Mampu berkoordinasi dengan
semua dinas dan lembaga di daerahnya, karena dalam area ini beberapa hal tidak akan terlepas
dari dinas-dinas yang berkompeten. Penguasaan bahasa asing dan teknologi, proaktif, informatif,
serta memastikan bahwa semua investor dapat memiliki rasa aman dalam berinvestasi. Bagi
Badan Pengusahaan Kawasan, fungsi promosi dan pemasaran harus dijalankan dengan baik,
maka sistem informasi yang akurat dan cepat menjadi senjata yang tepat untuk kemudahan
investor mendapatkan informasi.
Pengalaman yang dimiliki Badan Pengusahaan Kawasan di Batam sudah lebih banyak karena
pernah menangani era ini pada saat masih bernama Badan Otorita Batam, maka pengalaman
tersebut dapat dibagi dengan Bintan, Karimun serta Tanjung Pinang. Para profesional di bidang
perdagangan yang dimiliki Badan Pengusahaan Kawasan Batam harus lebih sering berbagi dan
kawasan lainpun perlu terbuka dan memiliki hasrat yang tinggi untuk terus belajar, memahami
dan menjalankan secara profesional.
Kesiapan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur juga tidak kalah pentingnya dalam
membangun kawasan ini, mulai dari kantor pelayanan terpadu satu atap (one stop service), akses
jalan, listrik, penerangan, air bersih, pelabuhan udara dan pelabuhan laut, jaringan komunikasi
dan telekomunikasi (media cetak, elektronik, telepon dan internet), serta jaminan keamanan bagi
para investor serta pemetaan tata ruang wilayah yang tepat. Semua harus segera dipersiapkan
untuk mempermudah jalannya program Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan,
Karimun. Seluruh masyarakat (terutama lokal) yang memiliki keahlian dan profesi perlu
melakukan persiapan untuk turut serta dalam era ini, seperti konsultan pajak, konsultan
keuangan, biro psikologi dan sumber daya manusia (hubungan industrial), biro perjalanan dan
wisata, biro penerjemah, pedagang kecil dan besar, transportasi dan penyewaan alat berat,
kontraktor dan lain-lain. Sebuah kesempatan untuk membangun masyarakat yang sejahtera,
cerdas dan berakhlak mulia, seperti tujuan Provinsi Kepulauan Riau.
Euforia FTZ
Penulis pernah bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Riau
dalam menyelenggarakan Workshop Free Trade Zone dengan judul Sosialisasi dan
Implementasi berbagai peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan Free Trade Zone
dan kebijakan diberbagai sektor pada bulan November tahun 2007. Workshop tersebut
diselenggarakan pada saat yang tepat, yakni ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD-RI)
menyetujui beberapa produk hukum yang manjadi dasar pemberlakuan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas di Batam, Bintan, Karimun. Kegiatan semacam ini masih perlu
diselenggarakan bagi anggota DPRD tingkat II Batam, Bintan, Karimun serta Tanjung Pinang,
mengingat akan banyak regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk mengatur
penyelenggaraan dan pengusahaan kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
dan elektronik asal luar negeri dengan harga murah. Pola pikir dan sikap masyarakat dapat
mengalami perubahan dengan cepat dari yang produktif menjadi konsumtif atau bahkan yang
belum sempat produktif menjadi konsumtif. Pada dasarnya adalah menjadi hak masyarakat untuk
menikmati fasilitas yang diberikan pemerintah dalam era ini, namun alangkah lebih baik jika
prinsip-prinsip yang diterapkan oleh negara Cina dapat dicontoh, menjadi investor di negeri
sendiri.
FTZ bukan mobil murah, FTZ bukan elektronik murah, karena hal ini hanya bagian kecil fasilitas
yang bukan prioritas utama bahkan bukan hal yang mendesak. FTZ adalah kesempatan emas
bagi seluruh masyarakat lokal dan bangsa Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Oleh sebab itu nama Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang digunakan bertujuan agar
lebih memperjelas maksud dan tujuan diberikan fasilitas ini kepada sebuah daerah. Sehingga
pola konsumtif yang sudah merebak di hampir seluruh masyarakat Indonesia dapat disadari,
lambat laun dikurangi dan berubah menjadi produktif (perubahan mindset). Maka euforia FTZ
yang saat ini dirasakan harus diimbangi dengan sebuah perubahan mindset yang lebih
mengarahkan kepada hal-hal yang produktif tadi, misalnya dengan memanfaatkan hal-hal yang
kecil (mulai dari pedagang makanan, kedai, restoran dan sebagainya) segera melirik daerahdaerah potensial yang akan dijadikan daerah industri dan bisnis. Di daerah tersebut pasti akan
tumbuh komunitas masyarakat baru yang memiliki aktivitas. Pemilik lahan-lahan kosong mulai
memanfaatkan peluang bisnis dengan mempelajari adakah kebutuhan tempat tinggal bagi para
pekerja yang akan berada disana, bahkan bukan tidak mungkin apabila dimulainya pertanian
beberapa jenis tanaman tertentu yang dapat disesuaikan dengan kondisi tanah dan kebutuhan.
Masyarakat yang berada di daerah yang berpotensi mendatangkan wisata perlu proaktif
mempromosikan daerahnya melalui berbagai kemudahan seperti memanfaatkan teknologi
internet, media cetak dan elektronik lainnya. Para pebisnis di bidang transportasi dapat
mengembangkan sayap untuk menyediakan armada antar jemput atau jasa penyewaan. Para
profesional seperti pengacara, notaris, sumber daya manusia, psikolog, dokter, perawat dan
sebagainya sudah pasti dapat mengembangkan profesianya dengan masuk dalam zona bisnis dan
tetap mengedapankan etka profesi. Sebagai contoh di Cina, beberapa dokter lokal telah membuka
klinik dan rumah sakit berstandar sebagai rujukan bagi perusahaan penanaman modal asing
(PMA), hal ini bukan tidak mungkin juga bagi pengacara untuk membuka kantor konsultan
hukum, biro konsultan sumber daya manusia dan sebagainya, sehingga penciptaan lapangan
kerja dapat ditingkatkan. Pemerintah dan masyarakat juga harus mahir dalam bernegosiasi
memanfaatkan peluang. Pada intinya PMA tidak perlu membawa dokter, konsultan hukum,
konsultan SDM, ahli masak dan sebagainya dari negaranya, karena masyarakat kita dapat
mengambil peran di bidang-bidang tersebut.
Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan dapat membuat dan menerapkan aturanaturan yang sama-sama menguntungkan investor, pemerintah dan masyarakat. Jadi tidak semua
harus menguntungkan investor, karena secara umum fasilitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas sebenarnya telah banyak menguntungkan investor apalagi PMA. Saat ini bagaimana
caranya agar masyarakat dapat menikmati era ini untuk meningkatkan kesejahteraan. Tidak ada
alasan untuk tidak memberikan ijin kepada masyarakat sejauh masyarakat mampu mengikuti
standar yang diminta investor, baik lokal maupun PMA, dengan demikian secara tidak langsung
masyarakat profesi akan tertantang untuk tumbuh dan berkembang sejalan dengan kemajuan
daerahnya. Daerah maju adalah daerah yang masyarakatnya maju dan sejahtera. Di indonesia
banyak daerah kaya tapi belum tentu sebagai daerah maju, daerah kaya yang potensi sumber
daya alamnya dikelola belum tentu menjadi daerah maju sepanjang masyarakatnya hanya jadi
penonton dan bukan bagian dari pelaku bisnis atau investor.
Sekali lagi Penulis tidak menampikkan bahwa Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas telah
memberikan angin segar akan murahnya barang-barang impor terutama kendaraan bermotor dan
elektronik, namun hal itu bukan tujuan utama dari pemberian fasilitas ini, oleh karena itu
pemerintah dan masyarakat perlu mengoptimalkan kesempatan ini agar dapat meningkatkan
kesejahteraan. Dengan menitikberatkan pada keuntungan atau manfaat jangka panjang, maka
paradigma menjadi investor dan pelaku bisnis di negeri sendiri dapat diwujudkan.
Melalui investasi akan terserap tenaga kerja, hal ini juga menjadi peluang yang baik bagi
masyarakat yang memutuskan untuk menjadi pekerja, namun perlu diingatkan bahwa bekerja
bukan sekedar melakukan rutinitas namun bagaimana bekerja sebagai upaya untuk mencipta dan
melayani. Sehingga setiap pekerja dapat merasakan kemajuan dan kesejahteraan. Di Singapura
negara tetangga terdekat dengan wilayah Batam, Bintan, Karimun memilki turnover (arus keluar
masuk tenaga kerja) yang tinggi, salah satu penyebabnya karena kebutuhan perusahaan akan para
pekerja ahli terus meningkat, sehingga pekerja yang terus mengembangkan dirinya akan
mendapatkan tawaran upah dan fasilitas yang semakin tinggi, oleh sebab itu terjadi turnover.
Diharapkan para pekerja di daerah-daerah industri pada kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas ini nantinya juga akan sama dengan Singapura dan Cina sebagai negara
perbandingan. Maka para negara PMA tidak perlu mengirimkan tenaga kerjanya dalam jumlah
yang besar, pemerintah dan masyarakat harus mampu menyiapkan sumber daya ini untuk
mengurangi pemakaian tenaga asing yang ahli.
Singkatnya yang perlu beralih adalah teknologinya, bukan tenaga ahlinya, artinya tenaga ahli
dapat diciptakan seperti teknologi, jadi setiap investasi asing yang berdiri di kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas harus dapat memberikan kesempatan alih teknologi
kepada tenaga lokal. Hal ini sudah terjadi di Cina, sebagai bukti beberapa produsen elektronik,
telekomunikasi, barang-barang industri dari plastik, karet, alumunium asal Amerika dan Eropa
telah mempercayakan sepenuhnya kepada negara Cina untuk memproduksi barang-barang
tersebut, setelah diproduksi barang-barang tersebut dikirim ke negara pemesan dan di ekspor ke
berbagai negara termasuk Indonesia. Tak heran sebuah barang elektronik merek asal Jepang atau
Amerika bertuliskan made in China
Dengan demikian akan berpengaruh juga pada standar upah pekerja, meskipun dianggap murah
oleh pelaku PMA karena konversi nilai mata uang Rupiah terhadap mata uang asing, namun
tidak berarti murah bagi masyarakat, artinya tenaga kerja lokal dapat memperoleh upah yang
tinggi menurut standar yang berlaku di masyarakat kita. Apalagi jika pekerja lokal mampu
bersaing dan memilki keahlian yang sama dengan tenaga asing akibat alih teknologi, maka bukan
tidak mungkn seluruh atau banyak pabrik di kawasan industri seperti Batam atau Lobam
dipercaya memproduksi barang asal negara maju mulai dari komponen sampai pengepakan. Jika
seluruh komponen pemerintah dan masyarakat sepakat bahwa tujuan diberikannya fasilitas
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas seperti di atas, maka Batam, Bintan, Karimun akan
cepat berkembang dan menjadi model bagi daerah lain, bahkan berskala internasional.
FTZ dan Pendidikan dan Sosialisasi
Bagaimana kesiapan sumber daya masyarakat dengan diberlakukannya fasilitas Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas ini? Bagaimana sebuah teknologi dapat beralih dari negara pencipta
ke negara pembuat? Alih teknologi bukanlah hal yang sulit, bukan pula hal yang tidak mungkin
terjadi, semua dapat terwujud manakala keinginan muncul dan ada gerakan awal yang bernama
take action. Gerakan awal ini telah dilakukan oleh pemerintah pusat (presiden dan menteri)
membawa konsep FTZ ke hadapan lembaga legislatif, di daerah pemerintah provinsi, kabupaten
dan kota terus memperjuangkan sampai membentuk Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan
Kawasan, media cetak dan elektronik tak henti-hentinya melaporkan perkembangan FTZ,
sekarang saatnya masyarakat dengan semangat membangun melakukan gerakan awal.
Gerakan awal dapat dimulai dari hal yang paling dekat dengan diri kita, yakni profesi, hobby,
pekerjaan dan sebagainya. Guna mengembangkan hal-hal tersebut di atas maka ada cara atau
media yang efektif yakni pendidikan, baik formal maupun informal. Pendidikan sangat penting
dan termasuk dalam prioritas dalam membangun bangsa. Apabila keinginan alih teknologi
muncul, menjadi negara produsen dan negara pengekspor, maka pendidikan adalah jalannya. Di
dalam pendidikan ada proses belajar, ada proses analisis, ada proses mencipta dan sebagainya.
Sudah saatnya wilayah yang memilki fasilitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
menyiapkan sarana pendidikan bagi masyarakatnya. Lebih lagi dengan spesifikasi khusus yang
dapat mendukung di bidang investasi industri barang, teknologi, pariwisata dan sebagainya.
Perguruan tinggi yang sudah berskala nasional dan internasional dapat membuka jurusan atau
fakultas baru yang lebih berfokus pada kegiatan yang berkenaan dengan aktivitas Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas, dengan demikian dalam kurun waktu lima tahun akan tersedia
tenaga ahli profesional di bidangnya. Hal ini memberikan peluang yang besar untuk anak bangsa
menjadi ahli dan mampu bersaing dengan tenaga ahli asing. Bukan tidak mungkin dalam kurun
waktu sepuluh tahun alih teknologi dapat terjadi.
Selain bidang pendidikan, Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan perlu
menyelenggarakan program studi banding ke beberapa negara yang telah berhasil menerapkan
FTZ dengan segala model dan sistemnya. Melakukan penelitian-penelitian, survey secara berkala
menganai kemajuan pelaksanaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, menyelenggarakan
seminar, workshop, pelatihan dan sebagainya sebagai upaya sosialisasi dan membuka wawasan
bagi masyarakat dan pemerintah.
Pembuatan berbagai media informasi guna mempromosikan kawasan yang memilki fasilitas
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas antara lain dengan membangun website, promotion
dvd, brochure, leaflet, poster dan beberapa bentuk promosi melalui kunjungan ke daerah-darah
dan negara-negara investor, mengikuti pameran investasi berskala nasional dan internasional,
serta menjadi tuan rumah berbagai penyelenggaraan penting dan strategis seperti pemilihan Duta
Wisata Indonesia, Kongres Kamar Dagang dan Industri, memprakarsai pertemuan negara-negara
penyelenggara FTZ. penyelenggaraan pertandingan olah raga nasional dan internasional,
penyelenggaraan program kunjungan wisata Batam, Bintan, Karimun sampai Kepulauan Riau,
Jika perlu mempromosikan investasi Batam, Bintan dan Karimun dengan memilih duta investasi
yang profesional dan beragam kegiatan lainnya. (bag 1. 1-2009 lendyfreetradezone@yahoo.com)
Menimbang
Mengingat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Pasal 1
1.
2.
3.
4.
Pasal 2
(1)
(2)
(3)
Saat terutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) adalah pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari
Kawasan Bebas.
(4)
a.
b.
(5)
(6)
a.
Pada kolom nama dan kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi
dengan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Orang yang
menerima Barang Kena Pajak;
b.
(7)
(8)
(9)
Pasal 3
(1)
(2)
a.
b.
(3)
a.
b.
c.
pemberian cuma-cuma.
Pasal 4
(1)
(2)
(3)
a.
b.
c.
d.
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Pasal 5
Keuangan ini.
Pasal 6
(1)
(2)
Pasal 7
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 8
(1)
(2)
a.
(3)
b.
c.
fotokopi invoice.
(4)
(5)
Dalam hal pemberitahuan pabean tidak sesuai dengan dokumendokumen yang harus dilampirkan dalam rangka Endorsement,
Barang Kena Pajak tetap dapat dikeluarkan dari pelabuhan/bandar
udara yang ditunjuk dan atas pemasukan Barang Kena Pajak tidak
dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut.
(6)
(7)
Pasal 9
Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
dilakukan di Kawasan Bebas sejak berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan ini, tidak dapat diterbitkan Faktur Pajak.
Pasal 10
Pasal 11
1.
2.
3.
4.
Pasal 12
Ditetapkan di Jakarta.
MENTERI KEUANGAN
Lampiran.
LAMPIRAN I
PENGAWASAN,
PENGADMINISTRASIAN,
DAN
PEMASUKAN
PENYERAHAN
DAN /ATAU
BARANG
JASA
KENA
DAN / ATAU
KENA
PAJAK
PAJAK
DARI
KAWASAN BEBAS
I.
UMUM
a.
Atas pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
(TLDDP) terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Orang yang mengeluarkan BKP.
b.
Atas penyerahan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau ke Tempat Penimbunan Berikat dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai.
c.
Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang adalah:
Harga Jual untuk pengeluaran BKP Berwujud dan BKP Tidak Berwujud;
Harga Pasar Wajar dalam hal penyerahan BKP antar cabang, penyerahan BKP
dari kantor pusat ke cabang atau sebahknya, atau pemberian cuma-cuma BKP.
d.
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah adalah:
e.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang atas pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas harus
dipungut dan disetor oleh Orang yang mengeluarkan BKP melalui kantor pos atau
bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP).
f.
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan BKP Tidak Berwujud atau
JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau Tempat Penimbunan Berikat (TPB)
dipungut dan disetor ke kas negara oleh Orang yang memanfaatkan BKP Tidak
Berwujud atau JKP di TLDDP atau Tempat Penimbunan Berikat (TPB) melalui
kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
g.
Saat penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang:
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan terjadinya
pemungutan.
II.
a.
1)
Rp. 60.000.000,00
(10% X DPP)
Rp.
(10% X DPP)
6.000.000,00
Rp. 6.000.000,00
pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP
PT B;
2)
Rp 50.000.000,00
Rp 5.000.000,00
Rp 5.000.000,00
pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP
PT C;
3)
Rp 50.000.000,00
Rp
5.000.000,00
Rp
5.000.000,00
pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP
PT Y;
b.
Rp 500.000.000,00
Rp 50.000.000,00
Surat Setoran Pajak (SSP) pada kolom nama dan kolom NPWP diisi
dengan nama dan NPWP PT Y;
c.
Penyerahan JKP
Rp 500.000,00
Rp 50.000,00
PPN yang terutang dipungut dan disetor oleh Tuan Andi dengan
menggunakan SSP paling lama tanggal 15 September 2009;
Surat Setoran Pajak (SSP) pada kolom nama dan kolom NPWP diisi
dengan nama dan NPWP Tuan Andi;
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Tuan Andi merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan oleh Tuan Andi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
d.
Pengeluaran BKP dari Pusat di Kawasan Bebas ke Cabang di TLDDP atau dari
Cabang di Kawasan Bebas ke Cabang di TLDDP atau dari Cabang di Kawasan
Bebas ke Pusat di TLDDP.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan ketentuan perpajakan
atas pengeluaran BKP tersebut sebagai berikut:
Rp 30.000.000,00
Rp 3.000.000,00.
Rp 3.000.000,00
pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP
PT A cabang Medan,
MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI
INDRAWATI
LAMPIRAN II
PENGAWASAN,
PENGADMINISTRASIAN,
DAN
PEMASUKAN
PENYERAHAN
DAN /ATAU
BARANG
JASA
KENA
DAN / ATAU
KENA
PAJAK
PAJAK
DARI
KAWASAN BEBAS
A.
Umum
1.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud dari
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas inendapatkan fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah tidak dipungut, apabila Barang Kena Pajak Berwujud tersebut benar-benar
telah masuk di Kawasan Bebas.
2.
Pembuktian bahwa Barang Kena Pajak Berwujud tersebut benar-benar telah masuk
di Kawasan Bebas adalah dengan menyampaikan dokumen-dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) untuk diberikan Endorsement oleh pejabat/pegawai
Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean.
3.
a.
b.
c.
B.
1.
2.
a.
b.
Memastikan bahwa data dalam Bill of Lading atau Airway Bill, invoice, Faktur
Pajak dan manifest telah sesuai dengan data dalam pemberitahuan pabean;
c.
Dalam hal data dalam Bill of Lading atau Airway Bill,invoice, Faktur Pajak dan
manifest telah sesuai dengan data dalam pemberitahuan pabean,
pejabat/pegawai membubuhkan cap dan tanda tangan pada pemberitahun
pabean sebagai berikut
Nama
NIP
d.
Dalam hal data dalam Bill of Lading atau Airway Bill,invoice, Faktur Pajak dan
manifest tidak sesuai dengan data dalam pemberitahuan pabean, maka
pejabat/pegawai membubuhkan cap dan tanda tangan pada pemberitahuan
pabean sebagai berikut:
Pejabat/Pegawai DJP
Nama
NIP
3.
Proses Endorsement pemberitahuan pabean dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja
sejak dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diterima
oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean
yang wilayah kerjanya meliputi pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk.
4.
MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI
INDRAWATI
Selama beberapa hari ini (30/08-03/09, 2012), tim konsultan Value Alignment Advisory
(VA2) berada di Pulau Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), diundang oleh Kepolisian
Daerah Kepulauan Riau untuk ikut serta memikirkan peranan Polda Kepri untuk mensukseskan
pelaksanaan FTZ (free trade zone) di sana. Provinsi Kepri merupakan wilayah yang memiliki
kekhususan secara geografis karena berbatasan dengan negara tetangga sehingga merupakan
pintu masuk lintas batas antara Indonesia, Singapura, Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas
wilayah 252.602 Km2 dengan luas perairan 242.497 Km2 (96%). Provinsi Kepri yang
wilayahnya didominasi dengan perairan merupakan daerah lintas kepulauan yang menjadi
lintasan strategis jalur perekonomian, perdagangan, pariwisata, industri dan investasi. Dari segi
sumber daya alam Kepri memiliki pertambangan, gas alam. Dengan kondisi wilayah 96% lautan
mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan dan pariwisata. Dengan potensi
wilayah Kepri yang besar pemerintah menciptakan kawasan ekonomi khusus atau disebut juga
FTZ.
FTZ adalah wilayah dimana ada beberapa hambatan perdagangan seperti tarif dan kuota
dihapuskan dan mempermudah urusan birokrasi dengan harapan menarik bisnis baru dan
investasi asing. Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan, Karimun dan Tanjung Pinang adalah
amanat yang terkandung dalam UU No. 44 tahun 2007 serta peraturan pelaksanaan yang berada
dibawahnya. Sebagai amanat undang-undang, maka menjadi kewajiban bagi setiap instansi
terkait untuk melaksanakannya secara konsekuen dan konsisten.
Batam, Bintan dan Karimun (BBK) adalah bagian dari strategi pembangunan perekonomian
Indonesia untuk dapat berinteraksi secara produktif dalam kancah perekonomian regional dan
internasional. Dengan demikian, pelaksanaan FTZ ini merupakan kepentingan nasional untuk
meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di tengah globalisasi ekonomi dunia yang semakin
deras dengan tuntutan deregulasi, debirokratisasi, dan penghapusan berbagai proteksi baik tarif
maupun nontarif. Karena menyangkut kepentingan nasional maka pelaksanaan FTZ di wilayah
Batam, Bintan dan Karimun harus segera direalisasikan. Sebagaimana dijelaskan dalam UU
No.44 tahun 2007, pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas akan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan perekonomian nasional pada umumnya dan
perekonomian wilayah Batam, Bintan dan Karimun pada khususnya.
Sebagai amanat undang-undang maka menjadi kewajiban bagi setiap instansi terkait untuk
melaksanakan secara konsekuen dan konsisten. Untuk itu, Gubernur Kepri mencanangkan Dual
Track Strategy. Pertama, pengembangan kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun (BBK),
sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 44 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan dan
Pelabuhan Bebas (FTZ). Serta PP No. 46, 47, 48 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kawasan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun. Kedua, Kawasan Natuna, Anambas,
dan Lingga (NAL) sebagai pusat pengembangan kelautan dan perikanan, pertanian dan
pariwisata sertaconnectivity. Langkah-langkah tersebut diatas merupakan bagian rencana strategi
pengembangan wilayah Kepri oleh Gubernur Kepri.
Dengan adanya sistem FTZ ini, banyak sekali dampak positif yang akan didapatkan oleh
pemerintah Indonesia, khususnya bagi wilayah setempat, yang diantaranya adalah
penyederhanaan sistem birokrasi, menciptakan lapangan kerja, dan menumbuhkan serta
meningkat investor, penghapusan bea dan tarif ekspor, meningkatkan devisa dan hasil ekspor,
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Selain dampak positif, tentunya dengan diberlakukannya FTZ di kawasan BBK dapat pula
menimbulkan dampak negatif, khususnya yang menyangkut kerawanan keamanan bagi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini setidaknya akan menyulitkan Indonesia dalam
memberikan pengamanan, karena dengan diberlakukannya FTZ di BBK tentunya hubungan yang
terjadi bukan saja bentuk lokal (negara Indonesia saja), namun juga telah melibatkan beberapa
negara (Singapura dan Malaysia).
Tingkat kerawanan yang dirasa berat adalah ketika terjadinya trans national crime, sehingga
perlu adanya kesamaan kebijakan dari pemerintah masing masing, sehingga tingkat kerawanan
dapat ditekan semaksimal mungkin. Masalah inilah yang memerlukan pengawasan dan
pengamanan yang ekstra ketat, karena timbul masalah kriminalitas yang sudah melibatkan lebih
dari satu negara.
Pada acara kunjungan Presiden Republik Indonesia di Kepri tanggal 27 April 2012, Presiden
menyetujui rencana strategi yang dipaparkan oleh Gubernur Kepri agar instansi instansi terkait
dalam pelaksanaan FTZ saling mendukung dan bersinergi dengan rencana strategi Gubernur
Kepri. Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, maka Provinsi Kepri
dijadikan kawasan FTZ khususnya di tiga kawasan, yaitu: Batam, Bintan dan Karimun
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya yaitu pada Peraturan Pemerintah No. 46, 47 dan
48 tahun 2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam, Bintan dan
Karimun.
Tentunya dengan adanya kebijakan ini akan sangat berpengaruh besar terhadap situasi dan
kondisi wilayah nusantara khususnya di Kepri, terutama di tiga kawasan tesebut, baik yang
menyangkut masalah perubahan sosial budaya, politik, ekonomi maupun keamanan. Masalah
keamanan dan kepastian hukum di kawasan FTZ akan sangat ditentukan oleh faktor geografi,
demografi, politis dan sumber daya alam. Secara geografis daerah BBK berbatasan dengan
beberapa negara yaitu, Singapura, Malaysia dan Vietnam. Di samping itu, kawasan BBK juga
terletak diwilayah perairan yang merupakan jalur pelayaran internasional yang sangat padat di
lewati kapal dagang atau niaga, sehingga sangat rentan terjadinya kejahatan antar negara.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2012
TENTANG
PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA
LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA
BERADA DI KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
lihat di pasal 3nya..
klo ngomongin soal endorsement, itu artinya pemasukan bkp ke kawasan bebas (batam). yg layak mendapat fasilitas
ppn tidak dipungut hanya pembeli yang memasukkan bkp ke kawasan bebas yang ftz 03 nya sudah mendapat
endorse dari kpp madya batam.
bila ternyata ftz03 nya belum mendapat endorsement, maka penjual harus melakukan penggantian faktur pajak,
menggantinya ke kode fp 011.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tertuang atas
penyerahan BKP Berwujud dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan bebas mendapatkan fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut, apabila
BKP berwujud tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas.
2.
Pembuktian bahwa BKP Berwujud tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas adalah dengan
menyampaikan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) untuk
diberikan Endorsement oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean.
3.
Dokumen yang harus disampaikan dalam rangka Endorsement oleh pejabat/petugas Direktorat Jenderal Pajak adalah
Pemberitahuan Pabean ( PP FTZ-03 ) yang telah didaftarkan pada kantor pabean, yang dilampiri dengan :
a.
b.
c.
d.
e.
4.
Penerbitan Faktur Pajak dan Invoice tidak boleh melewati tanggal pengiriman ( tanggal Bill of Lading, Airway Bill ).
5.
6.
Faktur Pajak dan Invoice yang diterbitkan wajib dibubuhkan dengan cap PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK
DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012
7.
Penulisan keterangan nama pengirim, nama penerima dan nama barang pada Bill of Lading, Airway Bill harus sesuai
dengan Faktur Pajak
Dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 3 di atas disampaikan ke pejabat/pegawai Direktorat
Jenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean.
2.
a.
b.
c.
d.
Nama
NIP
e.
Dalam hal data dalam Bill of Lading, Airway Bill, Invoice, Faktur Pajak dan Manifes tidak sesuai dengan data
dalam Pemberitahuan Pabean atau Faktur Pajak tidak diisi secara lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5)
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka pejabat/pegawai membubuhkan cap dan tanda tangan pada
Pemberitahuan Pabean sebagai berikut :
Nama
NIP
NOMOR SE - 39/PJ/2009
TENTANG
TATA CARA ENDORSEMENT, PEREKAMAN,
PEMBERKASAN
b)
pengeluaran barang dari
Kawasan Bebas Ke Luar Daerah Pabean;
c)
pengeluaran barang dari
Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah
Pabean.
2)
PPFTZ-02 untuk:
a)
pemasukan barang dari
Tempat Penimbunan Berikat Ke Kawasan Bebas;
b)
pemasukan barang dari
Kawasan Bebas lainnya Ke Kawasan Bebas;
c)
pengeluaran barang dari
Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat;
d)
pengeluaran barang dari
Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas Lainnya.
3)
PPFTZ-03 untuk pemasukan barang
dari TLDDP ke Kawasan Bebas.
h.
Inward Manifest adalah Pemberitahuan
Pabean atas kedatangan sarana pengangkut ke
Kawasan Bebas.
i.
Outward Manifest adalah Pemberitahuan
Pabean atas keberangkatan sarana pengangkut dari
Kawasan Bebas.
j.
Endorsement adalah pernyataan
mengetahui dari pejabat/pegawai Direktorat Jenderal
Pajak
pada PP FTZ-03 atas pemasukan Barang Kena
Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
ke Kawasan Bebas, berdasarkan penelitian
formal atas dokumen yang terkait dengan
pemasukan Barang Kena Pajak tersebut.
k.
Dokumen yang terkait dengan pemasukan
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
huruf j adalah:
1)
Dokumen PPFTZ-03;
2)
Inward Manifest; dan
3)
Dokumen pelengkap pabean, yang
terdiri:
a)
Fotokopi Faktur Pajak
Standar (lembar pembeli) yang telah diberi cap "PPN
b)
c)
d)
Asli surat kuasa pengurusan
kepabeanan dari Pengusaha kepada Pengusaha
Pengurusan Jasa Kepabeanan/PPJK
dalam hal pengurusan kepabeanan
dilakukan oleh PPJK.
l.
Pajak Pertambahan Nilai yang
selanjutnya disebut dengan PPN adalah Pajak
Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
m.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan
yang selanjutnya disebut KPP adalah instansi vertikal
Direktorat Jenderal Pajak yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah Kanwil DJP Riau dan
Kepulauan Riau yang bertugas melakukan
pengelolaan Kawasan Bebas.
n.
Unit Pelaksana Kawasan Bebas yang
selanjutnya disebut UPKB adalah instansi vertikal
Direktorat Jenderal Pajak yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada KPP,
yang khusus ditunjuk untuk melaksanakan
kegiatan endorsement, perekaman, pemberkasan
dan analisa dokumen pemberitahuan pabean di
Kawasan Bebas.
o.
Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi
IV yang selanjutnya disebut dengan Kasi PK IV
adalah pejabat Direktorat Jenderal Pajak
setingkat Eselon IV di KPP yang bertugas khusus
untuk melaksanakan kegiatan endorsement,
perekaman, pemberkasan dan analisa dokumen
pemberitahuan pabean di Kawasan Bebas.
p.
Pelaksana bagian endorsement yang
selanjutnya disebut dengan Petugas Endorsement adalah
pegawai Direktorat Jenderal Pajak di KPP
yang bertugas untuk melakukan Endorsement atas
dokumen PPFTZ-03 yang ditempatkan di Kantor
Pabean di Pulau Bintan atau Pulau Batam.
q.
Pelaksana bagian perekaman yang
selanjutnya disebut dengan Pelaksana Perekaman adalah
pelaksana di KPP yang bertugas melakukan
perekaman dokumen PPFTZ yang ditempatkan di
UPKB di Pulau Bintan atau Pulau Batam.
r.
Pelaksana bagian pemberkasan yang
selanjutnya disebut dengan Pelaksana Pemberkasan
adalah pelaksana di KPP yang bertugas
melakukan pemberkasan dokumen PPFTZ yang
ditempatkan di UPKB di Pulau Bintan atau
Pulau Batam.
s.
Pelaksana bagian analisa yang
selanjutnya disebut dengan Pelaksana Analisa adalah
pelaksana di KPP yang bertugas melakukan
analisa dokumen PPFTZ yang ditempatkan di UPKB
di Pulau Bintan atau Pulau Batam.
t.
Pemasukan Barang Kena Pajak berwujud
dari TLDDP atau dari Tempat Penimbunan Berikat ke
Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar
udara yang ditunjuk, tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
u.
Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari TLDDP atau
dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan
Bebas, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
v.
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut sebagaimana
dimaksud pada huruf t diberikan apabila:
1)
Barang Kena Pajak Berwujud
tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas;
2)
Dokumen PPFTZ-03 telah
didaftarkan pada kantor pabean; dan
3)
Dokumen PPFTZ-03 telah
memperoleh Endorsement dari Petugas Endorsement.
w.
Atas pemasukan Barang Kena Pajak
berwujud dari TLDDP ke Kawasan Bebas wajib dibuatkan
Faktur Pajak Standar sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
x.
Saat pembuatan Faktur Pajak Standar
sebagaimana dimaksud pada huruf w adalah paling lama
pada saat pengiriman Barang Kena Pajak ke
Kawasan Bebas.
y.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada huruf u wajib dibuatkan
Faktur Pajak Standar sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
z.
Faktur Pajak Standar sebagaimana
dimaksud w dan huruf y harus diberi cap "PPN TIDAK
DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 2 TAHUN 2009"
oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan.
aa. Proses endorsement pemberitahuan
pabean dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja
sejak
dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada
huruf k diterima lengkap oleh
pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak
yang ditempatkan di kantor pabean yang wilayah
kerjanya meliputi pelabuhan atau bandar
udara yang ditunjuk.
ab. Dalam hal pemberitahuan pabean tidak
sesuai dengan dokumen-dokumen yang harus
dilampirkan dalam rangka endorsement,
Barang Kena Pajak tetap dapat dikeluarkan dari
pelabuhan/bandar udara yang ditunjuk dan
atas pemasukan Barang Kena Pajak tidak dapat
diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Maret 2009
Direktur Jenderal,
ttd.
Darmin Nasution
NIP 130605098
Tembusan:
1.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak.
TENTANG
I.
a.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut dengan
Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk,
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
b.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan
dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen
yang didalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
c.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disebut dengan TLDDP adalah
Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain
yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu
pemuatan atau pengeluarannya.
e.
Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan
Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka
melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam UndangUndang Kepabeanan.
g.
Pemberitahuan Pabean Free Trade Zone yang selanjutnya disebut dengan PPFTZ adalah
dokumen Pemberitahuan Pabean yang digunakan dalam rangka pemasukan barang ke Kawasan
Bebas atau pengeluaran barang dari Kawasan Bebas, yang terdiri dari tiga (3) jenis, yaitu:
1)
PPFTZ-01 untuk:
a)
b)
c)
pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean.
2)
PPFTZ-02 untuk:
a)
b)
c)
d)
3)
h.
Kawasan Bebas.
i.
Pajak pada PPFTZ-03 atas pemasukan Barang Kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah
Pabean ke Kawasan Bebas, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan
pemasukan Barang Kena Pajak tersebut.
2.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pemasukan Barang Kena Pajak
Pemasukan Barang Kena Pajak berwujud dari TLDDP ke Kawasan Bebas melalui
pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b.
Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari TLDDP
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut atas pemasukan Barang Kena Pajak dari TLDDP ke Kawasan
Bebas diberikan apabila Barang Kena Pajak tersebut benar-benar telah masuk ke Kawasan Bebas
yang dibuktikan dengan dokumen yang telah didaftarkan pada kantor pabean dan telah diberikan
endorsement yang menyatakan bahwa data dalam dokumen Pemberitahuan Pabean (PPFTZ-03)
dan dokumen pelengkap yang dipersyaratkan telah sesuai yang dibuktikan dengan cap/stempel
DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PPN TIDAK DIPUNGUT oleh Pejabat Endorsement.
d.
Dokumen yang harus disampaikan oleh pengusaha/Wajib Pajak di Kawasan Bebas dalam
2)
a)
Fotokopi Faktur Pajak Standar (lembar pembeli) yang telah diberi cap PPN TIDAK
c)
d)
Transaksi Tertentu (PPBTT) yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
pengusaha di TLDDP terdaftar untuk pemasukan/pengeluaran Barang Kena Pajak untuk
transaksi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan
Menteri Keuangan Nomor : 240/PMK.03/2009; dan
e)
Asli surat kuasa pengurusan kepabeanan dari pengusaha kepada Pengusaha Pengurusan
Jasa Kepabeanan (PPJK) dalam hal pengurusan kepabeanan dilakukan oleh PPJK.
e.
Atas pemasukan Barang Kena Pajak berwujud dari TLDDP ke Kawasan Bebas
sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib dibuatkan Faktur Pajak Standar sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
f.
Saat pembuatan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada huruf e adalah paling
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib dibuatkan Faktur Pajak Standar sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
h.
Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf g harus diberi cap
Proses endorsement dokumen Pemberitahuan Pabean dilakukan paling lama 1 (satu) hari
kerja sejak dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf d diterima lengkap oleh
pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean atau tempat lain
yang ditentukan, yang wilayah kerjanya meliputi pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjuk.
j.
Dalam hal Pemberitahuan Pabean tidak sesuai dengan dokumen-dokumen yang harus
dilampirkan dalam rangka endorsement, Barang Kena Pajak tetap dapat dikeluarkan dari
pelabuhan/Bandar udara yang ditunjuk, dan atas pemasukan Barang Kena Pajak tersebut tidak
dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut.
3.
Kawasan Bebas.
a.
Pejabat Endorsement atau Kepala Seksi adalah Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi
pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam yang ditunjuk untuk mengkoordinasikan
pelaksanaan tugas dalam rangka endorsement di lingkungan Kawasan Bebas Batam, Bintan, dan
Karimun sebagaimana diatur dalam diktum KETIGA Keputusan Menteri Keuangan Nomor
426/KMK.03/2010.
b.
Kantor Pelayanan Pajak Kawasan Bebas yang selanjutnya disebut dengan KPP Kawasan
Bebas adalah Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam tempat Pejabat Endorsement bertugas.
c.
Unit Pelaksana Kawasan Bebas yang selanjutnya disebut dengan UPKB adalah unit
vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang melaksanakan tugas-tugas dalam rangka endorsement
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Kepala KPP Kawasan Bebas.
d.
adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak setingkat pelaksana di KPP Kawasan Bebas, yang
ditempatkan di kantor pabean atau tempat lain yang ditentukan dan bertugas melakukan
endorsement pada dokumen Pemberitahuan Pabean PPFTZ-03 atas pemasukan Barang Kena
Pajak Berwujud dari TLDDP ke Kawasan Bebas.
e.
adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak setingkat pelaksana di KPP Kawasan Bebas, yang
bertugas melakukan perekaman dokumen Pemberitahuan Pabean.
f.
adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak setingkat pelaksana di KPP Kawasan Bebas, yang
bertugas melakukan pemberkasan dokumen Pemberitahuan Pabean beserta lampiranlampirannya.
g.
Pelaksana bagian analisis yang selanjutnya disebut dengan Pelaksana Analisis adalah
pegawai Direktorat Jenderal Pajak setingkat pelaksana di KPP Kawasan Bebas, yang bertugas
melakukan analisis dokumen Pemberitahuan Pabean beserta lampiran-lampirannya.
II.
Lampiran-lampiran
Tata Cara Endorsement atas Penyerahan/Pemasukan Barang Kena Pajak Berwujud dari Tempat
Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) ke Kawasan Bebas dan tata cara lainnya berkaitan dengan
endorsement dan pengelolaan serta pengawasan Kawasan Bebas adalah sebagaimana terlampir
dalam Surat Edaran ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Lampiran I
Berwujud dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) ke Kawasan Bebas.
2.
Lampiran II
Lampiran III :
Lampiran IV :
5.
Lampiran V
Lampiran VI :
Lampiran VII
Bebas.
7.
Lampiran VIII
Lampiran IX :
Lampiran X
11.
Lampiran XI :
Contoh Stempel Endorsement atas Dokumen Pemberitahuan Pabean (PPFTZ-03) dan Stempel
Persetujuan atas Dokumen Pemberitahuan Pemasukan/Pengeluaran Barang Transaksi Tertentu
(PPBTT).
12.
Lampiran XII :
13.
Lampiran XIII
Pabean.
14.
Lampiran XIV:
15.
Lampiran XV :
Dengan ditetapkannya Surat Edaran ini, ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-39/PJ/2009 tanggal 30 Maret 2009 tentang Tata Cara
Endorsement, Perekaman, Pemberkasan dan Analisa Dokumen Pemberitahuan Pabean di
Kawasan Bebas, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
IV.
dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ/2010 tanggal 1 Februari 2010.
Sepengalaman saya dan sesuai Permenkeu terbaru No. 62/PMK.03/2012 (pasal 10, 11,12), maka penyerahan
barang/jasa dari pabean ke kawasan bebas, mendapatkan fasilitas ppn dibebaskan dengan ketentuan (secara garis
besar);
1. Faktur pajak lengkap + diberi cap PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP
NOMOR 10 TAHUN 2012
2. harus mendapatkan Endorsement yang dikeluarkan oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak Batam (sesuai
KPP tempat customer terdaftar)
untuk detail bisa dilihat pada aturan 62/PMK.03/2012 (pasal 10, 11,12)