Anda di halaman 1dari 18

RMK AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Konsep Keperilakuan dari Psikologi dan Psikologi Sosial

DOSEN :
Ni Luh Putu Sri Purnama Pradnyani, SE., M.Si., Ak., CA

OLEH :
NAMA : Made Dilla Puspita
NIM : 20111501013
KELAS : Akuntansi A

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS DHYANA PURA
2022
A. KONSEP DIRI

Istilah diri berarti bagian individu yang terpisah dari bagian lain. Menurut KBBI
(2008), konsep diri merupakan gambaran seseorang terhadap dirinya sendiri. Menurut Rice
dan Gage (1975), konsep diri merupakan suatu proses yang terus menerus berubah seperti
pada masa kanak – kanak dan remaja yang terdiri dari aspek sosial, aspek fisik dan moralitas.
Menurut Gage dan Berliner (1998), selain merupakan cara untuk individu melihat tentang
dirinya sendiri, konsep diri juga mengukur tentang yang akan dilakukan di masa mendatang
dan cara untuk mengevaluasi performa dirinya sendiri.
Menurut sosiawan, ada 2 komponen dalam konsep diri yaitu komponen kognitif (citra
diri / self image) dan komponen afektif (harga diri / self esteem). Hakikat konsep diri
sesungguhnya merupakan bayangan dari apa yang orang lain pikirkan tentang diri sendiri.

B. KONSEP SIKAP

Sikap adalah studi tentang semua kecenderungan yang berperilaku baik atau tidak baik
dalam kaitannya dengan tujuan, sasaran, ide, atau situasi seseorang. Sikap adalah
kecenderungan untuk bereaksi dan bereaksi terhadap diri sendiri..

Sikap bukanlah tindakan, tetapi sikap mewakili kesediaan untuk mengambil tindakan
yang mengarah pada tindakan. Sikap yang disimpulkan dari berbagai pengamatan terhadap
objek diekspresikan dalam bentuk respons kognitif, afektif (emosi), maupun perilaku.
Respons evaluatif dalam bentuk kognitif meliputi kepercayaan yang dimiliki individu
terhadap objek sikap dengan berbagai atributnya. Konsep terdekat terkait sikap yaitu :
 Kepercayaan secara luas
 Opini
 Nilai
 Kebiasaan

FUNGSI SIKAP

Sikap memiliki empat fungsi utama: pemahaman, kebutuhan akan kepuasan, ego yang
defensif, dan ungkapan nilai. Sikap juga berfungsi sebagai suatu hal yang bermanfaat atau
pemuasan kebutuhan Misalnya, manusia cenderung membentuk sikap positif terhadap objek
dalam menentukan sikap negatif.

SIKAP DAN KONSISTENSI


Riset pada umumnya telah menyimpulkan bahwa orang-orang mengusahakan
konsistensi antara sikap-sikapnya serta antara sikap dan perilakunya. Ini berarti individu
berusaha untuk menghubungkan sikap-sikap mereka yang terpisah dan menyelaraskan sikap
dengan perilaku mereka sehingga mereka kelihatan rasional dan konsisten Jika terdapat
inkonsistensi, kekuatan untuk mengembalikan individu itu ke keadaan seimbang terus
digunakan agar sikap dan perilakunya menjadi konsisten lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah sikap maupun perilaku atau mengembangkan suatu rasionalisasi mengenai
penyimpangan tersebut.

FORMASI SIKAP DAN PERUBAHAN


Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang mengarah pada objek
yang tidak ada sebelumnya. Faktor psikologis dan genetik dapat menciptakan suatu
kecenderungan yang mengarah pada pengembangan sikap tertentu.
Hal pokok paling fundamental mengenai cara sikap yang dibentuk sepenuhnya
berhubungan langsung dengan pengalaman pribadi terhadap objek. Kondisi ini menempatkan
lebih banyak penekanan pada rangsangan komponen dibandingkan pada tanggapan.

BEBERAPA TEORI TERKAIT DENGAN SIKAP


a. TEORI PERUBAHAN SIKAP
Setiap hari manusia dipaksa mengubah sikap dan perilaku melalui pesan yang
dirancang khusus untuk hal tersebut. Radio, televisi, dan iklan surat kabar selalu menghimbau
manusia untuk memilih suatu cara tertentu, membeli suatu produk tertentu, menjadi lebih
simpatik ke arah tertentu, dan berbuat sesuatu yang diarahkan oleh pesan tersebut.
b. TEORI PENGUATAN DAN TANGGAPAN STIMULUS
Teori penguatan dan tanggapan stimulus dari perubahan sikap terfokus pada bagaimana
orang menanggapi rangsangan tertentu. Tanggapan sepertinya diulangi jika tanggapan
tersebut dihargai dan dikuatkan.
c. TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL
Teori pertimbangan sosial ini merupakan hasil perubahan mengenal bagaimana orang-
orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam memercayai suatu
objek. 

d. KONSISTENSI DAN TEORI PERSELISIHAN


Beberapa teori perubahan sikap berasumsi bahwa orang-orang mencoba untuk
memelihara konsistensi atau kesesuaian antara sikap dan perilaku mereka. 
e. TEORI DISONANSI KOGNITIF
Pada tahun 1950-an, Leon Festinger (1957)16 mengemukakan Teori Disonansi Kognitif.
Teori ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti
adanya suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi yang
dipersepsikan oleh s dengan h seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau terhadap
perilaku sikapnya. Festinger mengatakan setiap inkonsistensi akan menghasilkan rasa tidak
nyaman, dan sebagai akibatnya seseorang akan mencoba untuk menguranginya. Disonansi
tidak bisa dilepaskan dari lingkungan kerja organisasi.
f. TEORI PERSEPSI DIRI
Teori persepsi diri menganggap orang-orang mengembangkan sikap berdasarkan pada
bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilakunya sendiri. Dengan kata
lain, teori ini mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap itu
dibentuk setelah perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang konsisten dengan perilaku.

C. KONSEP MOTIVASI
Motivasi adalah suatu konsep penting untuk perilaku akuntan karena efektivitas
Organisasi bergantung pada orang yang membentuk sebagaimana karyawan mengharapkan
untuk dibentuk. Manager dan akuntansi keperilakuan harus memotivasi orang kearah kinerja
yang diharapkan dalam rangka memenuhi tujuan organisasi.
 TEORI MOTIVASI DAN APLIKASINYA
Terdapat keyakinan bahwa perilaku manusia ditimbulkan oleh motivasi. Dengan
demikian, ada sesuatu yang mendorong (memotivasi) seseorang untuk berbuat sesuatu.
Dalam memberikan motivasi, terkadang terdapat banyak kendala yang dihadapi seorang
manajer.
Sistem pengendalian akuntansi mensyaratkan adanya suatu pemahaman tentang bagaimana
individu dapat termotivasi oleh teori akuntansi. Kebanyakan dari teori-teen ini telah
dibenarkan secara empiris dan berperan penting dalam mengakhiri pernyataan bahwa
motivasi adalah masalah lengkap yang tidak dapat diatasi oleh satu teori saja Terdapat
beberapa teori umum yang digunakan dalam kelompok teori yang ada pada saat ini.
Kelompok teori tersebut masing-masing telah banyak ditulis dalam literator, tetap pada
dasarnya masih bersifat umum dan setiap unit dimasukkan ke sebuah kelompok.
 TEORI MOTIVASI AWAL
Tiga teori spesifik dirumuskan selama kurun waktu tahu 1950-an. Ketiga teori ini adalah
teori hierarki kebutuhan,teori X dan Y, dan teori motivasi higiene. Teori-teori ini bersifat
awal karena: 1) teori-teori ini mewakili suatu dasar dari mana teori-teori kontemporer
berkembang, dan 2) para manajer mempraktikkan penggunaan teori dan istilah-istilah ini
untuk menjelaskan motivasi karyawan secara teratur.
1) Teori Kebutuhan dan Keputusan : Maslow (1954) mengembangkan suatu bentuk
teori kelas. Teorinya menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai beraneka ragam
kebutuhan yang dapat memengaruhi perilaku mereka. Secara ringkas, kelima hierarki
kebutuhan manusia oleh Maslow dijabarkan sebagai berikut : Kebutuhan Fisiologis
(physiological needs), Kebutuhan akan Keamanan (safety needs), Kebutuhan Sosial
(social needs), Kebutuhan akan Penghargaan (esteem needs) dan Kebutuhan akan
Aktualisasi Diri (self actualization needs).
2) Teori X dan Y : McGregor teori XY adalah pengingat bermanfaat dan sederhana dari
aturan alam untuk mengelola orang, yang berada di bawah tekanan kerja sehari-hari
dan terlalu mudah dilupakan. Pandangannya mengenai manusia menyimpulkan bahwa
manusia memiliki dasar negatif yang diberi tanda sebagai teori X, dan yang lain
positif, yang ditandai dengan teori Y.
3) Teori Kebutuhan McClelland : Teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan
yang berhubungan dengan teori kebutuhan dan kepuasan, yang awalnya
dikembangkan oleh McClelland (1961). Riset yang dilakukan oleh McClelland
memberikan hasil bahwa terdapat tiga karakteristik berikut dari orang yang memiliki
kebutuhan prestasi yang tinggi yaitu :
a. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki tanggung jawab
yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi atas suatu
permasalahan.
b. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan
tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung resikonya.
c. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang
kuat ntuk memperoleh umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pelaksanaan
tugasnya
4) Teori Dua Faktor : Asumsi terpenting dari bentuk teori Herzberg adalah faktor yang
mempunyai pengaruh positif dalam motivasi dan menjadi bahan untuk perbandingan
yang menyenangkan untuk pengaruh negatif, Herzberg juga mengusulkan bahwa
hubungan antara kepuasan kerja dan motivasi bersignifikan tinggi. Selain itu juga,
Herzberg juga menjelaskan Herzberg juga menjelaskan Tentang hasil riset yang
dilakukannya ke-200 responden yang terdiri atas akuntan dan Insinyur menunjukkan
bahwa terdapat 2 hal yang berkaitan dengan kepuasan dan motivasi :
1. Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik (extrinsic job conditions)
2. Sejumlah kondisi kerja intrinsik (intrinsic job conditions)

PROSES TEORI - TEORI MOTIVASI


Motivasi adalah proses yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis atau psikologis yang
mengaktifkan perilaku atau pemicu yang ditunjukkan untuk tujuan. perilaku karyawan akan
menjadi fungsi yang dapat memicu karyawan merasakan kebutuhan dan kesempatan bahwa
dia harus memenuhi kebutuhan mereka di tempat kerjanya. motivasi dapat diartikan sebagai
tindakan merangsang seseorang atau diri sendiri untuk mendapatkan tindakan yang
diinginkannya.
1) Teori ERG : Teori ERG (existence, relatedness, growth ) menganggap bahwa
kebutuhan akan manusia memiliki tiga hirarki kebutuhan, yaitu kebutuhan akan
eksistensi ( existence needs), kebutuhan akan keterikatan (relatedness needs) dan
kebutuhan akan pertumbuhan (growth needs )
2) Teori Harapan : Teori ini dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan
Edward Tolman. Teori harapan disebut juga teori valensi atau teori instrumentalis. Ide
dasar teori ini adalah bahwa motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan akan
diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya.
3) Teori Penguatan : Teori penguatan memiliki konsep dasar yaitu Pusat perhatian
adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah yang dapat diproduksi,
kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal produksi, dan sebagainya.
4) Teori Penetapan Tujuan : Teori ini dikembangkan oleh edwin locke(1986) konsep
dasar dari teori ini adalah bahwa karyawan yang memahami tujuan (apa yang
diharapkan organisasi terhadapnya) akan terpengaruh perilaku kerjanya.
5) Teori Atribusi : Teori Atribusi mempelajari proses bagaimana seorang
menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini
dikembangkan oleh Fritz Heider yang berargumentasi bahwa perilaku seseorang
ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu faktor-
faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan atau usaha, dan
kekuatan eksternal (eksternal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar seperti
kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan. Teori ini diterapkan dengan
menggunakan variable tempat pengendalian :
⮚ Tempat pengendalian internal : Perasaan yang dialami oleh seseorang
bahwa dia mampu secara personal mempengaruhi kinerja serta perilakunya
melalui kemampuan, keahlian, dan usahanya.
⮚ Tempat pengendalian eksternal : Perasaan yang dialami oleh seseorang
bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kendalinya.
6) Teori Agensi : Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan bahwa kinerja
organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan. Teori ini secara
umum mengasumsikan bahwa principal bersikap netral terhadap risiko sementara
agen bersikap menolak usaha dan risiko.
● TANGGAPAN TERHADAP SISTEM REWARD
Teori mengatakan bahwa kebutuhan akan mengidentifikasi seluruh kebutuhan yang
diinginkan di sisi lain, teori penetapan tujuan dan pengharapan menggambarkan proses
dimana setiap individu yang berbuat akan menerima reward sesuai yang diinginkan
didasarkan atas perilaku mereka. Ada tiga teori yang mengharuskan kita untuk
mempertimbangkan bagaimana setiap individu menerima reward :
1) Teori Ekuitas : John Stacey Adams, ahli psikologi perilaku dan tempat kerja
menerbitkan teori ekuitas tentang motivasi kerja pada tahun 1963. Teori ekuitas
Adams menjadi model motivasi yang jauh lebih kompleks dan model yang canggih
dibandingkan dengan sekedar menilai upaya (input) dan reward (output). Aspek
komparatif teori ekuitas memberikan apresiasi motivasi yang jauh lebih cair dan
dinamis dan biasanya muncul dalam teori motivasi dan model yang didasarkan pada
keadaan individu sendiri.
2) Teori Ekuitas di Tempat Kerja : Penting untuk dicatat bahwa ketika banyak
penelitian tentang teori ekuitas terfokus pada upah, karyawan tampak mencari ekuitas
sendiri dalam distribusi reward organisasi yang lain. Teori ekuitas menunjukkan
bahwa banyak karyawan, motivasi dipengaruhi secara signifikan oleh reward relatif,
seperti halnya reward absolut.
3) Teori Evaluasi Kognitif : Pada tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya
mewarnai konsep sikap. Istilah “kognisi” digunakan untuk menunjukkan adanya
proses mental dalam diri seseorang sebelum melakukan tindakan. Teori kognisi
kontemporer memandang manusia sebagai agen yang secara aktif menerima,
menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi.
4) Reward Ekstrinsik Versus Intrinsik : Pernyataan bahwa ketika reward ekstrinsik
digunakan oleh organisasi seperti pemberian imbalan untuk kinerja atasan, reward
intrinsik, yaitu memperoleh dari individu yang melakukan apa yang diinginkan,
dikurangi. Dengan kata lain, ketika reward ekstrinsik diberikan kepada seseorang
untuk melaksanakan satu tugas yang menarik, ini menyebabkan kepentingan intrinsik
dalam tugas sendiri menurun.
5) Meningkatkan Motivasi Intrinsik : Kenneth W. Thomas mengidentifikasi empat
kunci reward yang meningkatkan motivasi intrinsik seseorang yaitu rasa memilih,
rasa kompetensi, rasa yang penuh arti dan rasa maju.

D. KONSEP PERSEPSI
Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa,
objek, serta manusia ke dalam suatu gambaran yang terpadu dan penuh arti. Persepsi
merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi lebih banyak melibatkan kegiatan
kognitif dan dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran, dan bahasa.
● Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi:
1. Situasi : Yang terdiri dari waktu, keadan (tempat kerja), keadaan social.
Dalam melihat objek atau peristiwa, unsur-unsur yang ada di sekeliling
lingkungan kita mempengaruhi pengamatan kita. Tuntutan yang berbeda dari
situasi yang berlainan memunculkan aspek-aspek yang berlainan dari situasi
yang berbeda.
2. Pelaku persepsi : Yang terdiri dari sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan
pengharapan. persepsi seseorang mengenai objek dapat berbeda antara
seseorang dengan orang lainnya. Jadi, persepsi memberikan makna pada
stimuli, karena persepsi tentang objek atau peristiwa tersebut tergantung pada
suatu kerangka ruang dan waktu, maka persepsi akan sangat subjektif dan
situasional.
3. Target : Yang terdiri dari hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang,
kedekatan. Karakteristik target dapat memengaruhi apa yang dipersepsikan.

● Rangsangan Fisik VS Kecenderungan Individu


Rangsangan Fisik adalah input yang berhubungan dengan perasaan, seperti penglihatan
dan sentuhan. Sedangkan Kecenderungan Individu meliputi alasan, kebutuhan, sikap,
pelajaran dari masa lalu dan harapan. Perbedaan persepsi antar orang-orang disebabkan
karena perasaan individu yang menerimanya berbeda fungsi yang disebabkan oleh
kecenderungan perbedaan. Empat faktor lain yang berhubungan dengan kecenderungan
individu adalah kekerabatan, perasaan, arti penting dan emosi.
● Pilihan, Organisasi, dan Penafsiran Rangsangan
Persepsi merupakan proses dalam pemilihan, pengorganisasian, dan penginterpretasian
rangsangan. Maka, manusia terkonsentrasi pada sesuatu yang dipilih dan menolak yang lain.
● Keterkaitan Persepsi Bagi Para Akuntan
Para akuntan perilaku dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap banyak
aktivitas organisasi. Kesalahan persepsi disebabkan oleh permasalahan komunikasi dalam
organisasi oleh karena itu, seorang penyelia perlu menentukan penyebab terjadinya peristiwa
bisnis yang dipandang berbeda oleh setiap orang dan mencari jalan keluarnya.
● Keterkaitan Persepsi Bagi Para Manajer
Para manajer dapat menerapkan pengetahuan persepsi mengambil keputusan bisnis.
Para manajer dalam membuat keputusan dipengaruhi oleh risiko dan tingkat toleransi
terhadap risiko. Orang-orang yang mempersepsikan risiko tinggi cenderung untuk
"membatasi kategori." Mereka membatasi alternatif untuk keamanan dari alternatif itu
sendiri. Mereka yang mempersepsikan risiko yang rendah cenderung menjadi orang yang
berkarakter luas dalam memilih rentang alternatif yang lebih luas.
● Persepsi Orang: Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain
Persepsi orang dalam membuat penilaian terhadap orang lain dikaitkan dengan teori
atribusi. Teori atribusi merupakan dari penjelasan cara-cara manusia menilai orang secara
berlainan,bergantung pada makna apa yang dihubungkan ke suatu perilaku tertentu. Teori ini
menyarankan bahwa jika seseorang mengamati perilaku seorang individu, orang tersebut
berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau eksternal,
dimana hal tersebut bergantung pada tiga faktor berikut :
a. Kekhususan (ketersendirian).
b. Konsensus
c. Konsistensi

E. KONSEP NILAI
Nilai secara mendasar dinyatakan sebagai suatu modus perilaku atau keadaan akhir dari
eksistensi yang khas dan lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan dengan suatu
modus perilaku atau keadaan akhir yang berlainan. Nilai mengandung suatu unsur
pertimbangan dalam pengertian bahwa nilai mengemban gagasan-gagasan seorang individu
mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan.
● Arti Penting Sifat Nilai
Dalam mempelajari perilaku nilai dinyatakan penting karena nilai meletakkan dasar untuk
memahami sikap serta motivasi hingga mempengaruhi persepsi manusia. Seseorang
memasuki organisasi dengan gagasan. Gagasan tidak bebas dari nilai karena mengandung
penafsiran benar dan salah. Gagasan itu menyiratkan bahwa perilaku-perilaku atau hasil
tertentu lebih disukai ketimbang yang lain. Akibatnya, nilai memperkeruh tujuan dan
rasionalitas.
● Sifat Nilai
a. Nilai mempunyai sifat bertahan (enduring) : Nilai memiliki sifat bertahan karena
merupakan milik pribadi sebagai bagian dari diri yang proses terbentuknya
memerlukan waktu yang lama.
b. Nilai sebagai keyakinan : Nilai merupakan suatu keyakinan tunggal terhadap suatu
hal yang khas dan berkaitan dengan suatu cara bertingkah laku yang disukai atau
keadaan akhir yang mempunyai kualitas transendental, mengarahkan tindakan dan
sikap.
c. Nilai sebagai alat (instrumental) dan sebagai tujuan akhir (terminal) : Nilai
sebagai alat (instrumental) bersifat nilai moral dan nilai kompetensi. Sebagai nilai
moral berkaitan dengan cara bertingkah laku dan berkaitan hati nurani jika mereka
melanggar nilai maka akan menimbulkan kesedihan hati nurani atau perasaan bersalah
karena telah melakukan kesalahan.
d. Nilai bersifat eksplisit dan implisit : Nilai merupakan suatu konsepsi yang secara
eksplisit dan implisit dapat membedakan individu atau memberi ciri khas suatu
kelompok.

● Fungsi Nilai
1. Nilai sebagai standar : Fungsi nilai sebagai standar diwujudkan dalam tingkah laku
dengan berbagai cara yaitu: (1) membawa individu untuk mengambil posisi khusus
dalam masalah sosial (2) mempengaruhi individu dalam memilih masalah ideologi,
politik, atau agama; (3) menilai dan mengadili, menentukan kebenaran dan kesalahan
diri sendiri maupun orang lain; (4) nilai sebagai standar dalam proses rasionalisasi
terhadap tindakan yang kurang dapat diterima oleh pribadi maupun masyarakat; (4)
melakukan evaluasi dan membuat keputusan; dan (5) mengarahkan tampilan tingkah
laku membujuk dan mempengaruhi orang lain, memberitahu individu akan keyakinan
sikap, nilai, dan tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan
dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah.
2. Fungsi nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan
pengambilan keputusan : Nilai merupakan organisasi dari prinsip dan aturan yang
dipelajari untuk membantu dan memilih alternatif dalam memecahkan konflik dan
mengambil keputusan. Nilai dapat menjadi kerangka umum dalam penyelesaian
konflik dan pengambilan keputusan. Pada situasi tertentu, secara tipikal seseorang
akan mengaktivasi beberapa nilai dalam sistem nilai individu. Umumnya nilai yang
teraktivasi adalah nilai-nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan.
3. Fungsi nilai sebagai motivasi : Nilai instrumental merupakan motivasi karena mode
tingkah laku diidealisasikan untuk mencapai tujuan akhir yang dikehendaki. Nilai
merupakan motivasi karena sebagai senjata dan alat konseptual dalam upaya
mempertahankan dan meningkatkan self esteem. Fungsi nilai sebagai motivasi
mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak
langsungnya adalah mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan
memiliki fungsi motivasi. Nilai dapat memotivasi individu untuk melakukan suatu
tindakan tertentu. memberi arah, dan intensitas emosional tertentu terhadap tingkah
laku.
4. Nilai berfungsi sebagai ego defensif : Nilai dapat berfungsi untuk membantu proses
rasionalisasi, hal ini merupakan salah satu bentuk dari mekanisme pertahanan ego
(ego defense mechanism). Dalam fungsi ini dinyatakan bahwa fungsi nilai sama
halnya dengan sikap khususnya berfungsi ego defensif dalam hal memenuhi
kebutuhan, perasaan dan perbuatan yang secara pribadi dan sosial tidak dapat
diterima. Kemudian, hal tersebut disalurkan melalui proses rasionalisasi dan
pembentukan reaksi ke dalam langkah-langkah yang lebih dapat diterima.
● Survei Nilai Rokeach
Salah satu konsep yang paling penting dari teori Rokeach mengenai nilai dalam diri
manusia adalah nilai menjadi bagian dari suatu sistem nilai di mana masing-masing nilai
disusun berdasarkan prioritasnya terhadap nilai lainnya.
● Nilai dan Dilema Etika
Masalah profesi audit saat ini sangat dipengaruhi oleh masalah standar etika yang
lebih rendah dan krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan diri ini seharusnya menjadi pelajaran
bagi akuntan untuk memperbaiki diri, melatih diri, mengelola diri dengan baik, dan
membangun hubungan yang lebih baik dengan klien atau masyarakat luas. Contoh: Skandal
Enron yang melibatkan Arthur Andersen dan skandal yang melibatkan WorldCom, Merck,
Xerox, profesional akuntansi bingung. Ihksan menambahkan bahwa cara yang lebih baik dan
ideal untuk mengatasi dilema ini adalah dengan menilai kecukupan opsi yang tersedia dan
mengatasi kekhawatiran yang mereka kemukakan. Peluang dapat dilihat sebagai standar
etika yang diharapkan. Ini mencakup perubahan perilaku dalam organisasi profesi itu sendiri,
serta perubahan perilaku yang diharapkan dari organisasi lain. Akan jauh lebih baik jika
organisasi profesional dapat mengaturnya secara seimbang dan mengidentifikasi standar
perilaku yang melanggar kepercayaan. Organisasi profesi itu sendiri memiliki sedikit
kesabaran untuk menetapkan standar kualitas bagi para profesional dalam segala hal dan
untuk mengambil tindakan tegas terhadap para profesional yang merugikan profesi atau
yang tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai anggota.
● Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses dimana perilaku baru diperlukan. pembelajaran terjadi
sebagai hasil dari motivasi, pengalaman, dan pengulangan dalam merespon situasi.
● Pengondisian Keadaan Klasik
Singkatnya, pengkondisian klasik pada dasarnya adalah proses pembelajaran tanggapan
dan rangsangan tanpa syarat. Dengan menggunakan sepasang rangsangan, yang satu
memaksa yang lain untuk netral, stimulus netral menjadi stimulus terkondisi dan
menyampaikan sifat-sifat stimulus tidak terkondisi. Pengkondisian klasik bersifat pasif.
Sesuatu sedang terjadi dan orang-orang harus bereaksi dengan cara yang khusus. Ini
dihasilkan sebagai respons terhadap peristiwa tertentu yang dapat diidentifikasi. Namun,
sebagian besar perilaku, terutama perilaku kompleks individu dalam suatu organisasi,
diwariskan sebagai berlutut. Misalnya, karyawan memilih untuk datang tepat waktu, mencari
bantuan dari atasan mereka ketika masalah terjadi, atau membuang waktu ketika tidak ada
yang melihat.
● Pengondisian Operant
Pengondisian operant menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari konsekuensi-
konsekuensi. Perilaku operant berarti perilaku yang bersifat sukarela atau perilaku yang
dipelajari sebagai kontras terhadap perilaku semacam itu, yang dipengaruhi oleh ada atau
tidak adanya pungutan yang ditimbulkan oleh konsekuensi-konsekuensi dari perilaku
tersebut.
● Pembelajaran Sosial
Individu-individu juga dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada orang lain,
dengan diberitahu maupun dengan mengalami secara langsung. Jadi, banyak dari apa yang
telah dipelajari manusia berasal dari observasi atas karakteristik-karakteristik orang tua, guru,
teman sekerja, atasan, dan seterusnya. Pandangan bahwa manusia dapat belajar baik lewat
pengamatan maupun pengalaman langsung ini disebut sebagai teori pembelajaran social.
Walaupun teori pembelajaran sosial merupakan suatu perpanjangan dari
pengondisian operant, di mana teori tersebut mengandalkan perilaku sebagai suatu fungsi dari
konsekuensi-konsekuensi, teori itu juga mengakui eksistensi pembelajaran observasional
(lewat pengamatan) dan pentingya persepsi dalam belajar.
F. KONSEP KEPRIBADIAN
Kepribadian mengacu pada bagian karakteristik psikologi dalam diri seseorang yang
menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut merespons lingkungannya.
Kepribadian adalah inti sari dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung bersifat
konsisten dan kronis. Aplikasi utama teori kepribadian dalam organisasi adalah
memprediksikan perilaku.
● PENENTU KEPRIBADIAN
Pernyataan awal dalam riset kepribadian adalah apakah kepribadian seseorang
merupakan hasil keturunan atau lingkungan. Kepribadian tampaknya merupakan hasil dari
kedua pengaruh tersebut. Selain itu, dewasa ini dikenal faktor ketiga, yaitu faktor situasi.
Jadi, kepribadian seorang dewasa umumnya dianggap terbentuk dari faktor keturunan dan
lingkungan, yang diperlunak oleh kondisi situasi.
1. Keturunan
2. Lingkungan
3. Situasi :

● JENIS INDIKATOR KEPRIBADIAN MYERS-BRIGGS


Salah satu kerangka kerja kepribadian yang digunakan secara luas disebut jenis indikator
Myers-Briggs. Jenis indikator ini secara substansial 100 pertanyaan yang menguji
kepribadian dengan menanyakan orang-orang bagaimana mereka biasanya merasakan atau
bertindak dalam situasi tertentu. Myers-Briggs mengklasifikasikan orang-orang berdasarkan
pada bagaimana mereka terfokus pada apa yang mereka perhatikan, mengumpulkan
informasi, memproses dan mengevaluasi informasi, dan mengorientasikan diri mereka sendiri
terhadap dunia luar. Klasifikasi ini kemudian digabungkan ke dalam 16 jenis kepribadian.
Ringkasnya, kepribadian diklasifikasikan sepanjang mengikuti dimensi berikut ini.
a) Extraversion/Introversion (E or 1). Dimensi ini mengacu pada bagaimana orang
terfokus pada diri mereka sendiri: di dalam (introversion) atau di luar (extraversion).
b) Sensing/Intuiting (S or N). Dimensi ini mengacu pada bagaimana orang
mengumpulkan informasi: secara sistematik (sensing) atau secara intuisi (intuiting).
c) c.Thinking/Feeling (T or F). Dimensi ini mengacu pada bagaimana orang untuk
mengambil keputusan: secara objektif dan secara impersonal (thinking) atau secara
subjektif dan interpersonal (feeling).
d) Judging/Perceiving (or P). Dimensi ini mengacu pada bagaimana orang menawarkan
kehidupan sehari-hari mereka: dimensi ini mengacu pada bagaimana orang
menawarkan hidupnya sehari-hari: menjadi tegas dan berencana (menghakimi) atau
secara spontan dan fleksibel (melihat).
● ATRIBUT KEPRIBADIAN UTAMA YANG MEMENGARUHI PERILAKU
Pada bagian ini, kita akan mengevaluasi atribut kepribadian spesifik yang telah menemukan
prediktor yang kuat atas perilaku dalam organisasi. Pertama, berhubungan dengan locus of
control, yaitu seberapa besar kekuatan melampaui tujuan memikirkan apa yang dimiliki.
Kedua, adalah machiavellianism, self-esteem, kekuatan pemantauan (monitoring),
pengambilan risiko, dan jenis A dan kepribadian proaktif. Jika menginginkan mengetahui
lebih tentang karakteristik pribadi diri sendiri.
a) Locus of Control : Jenis pertama, semua percaya bahwa mereka mengendalikan
tujuannya, memiliki label internal, selanjutnya, yang melihat hidup mereka seperti
dikendalikan oleh kekuatan luar eksternal. Persepsi seseorang dari sumber terhadap
nasibnya dimasukkan ke dalam istilah locus of control. Seseorang dengan locus of
control internal sepertinya lebih pada pemecahan masalah ketika mereka
menyelesaikan atau menghadapi sesuatu untuk mencapai tujuan. Seseorang dengan
locus of control eksternal dari pengendalian lebih untuk melihat rintangan yang
disebabkan oleh kekuatan luar, dan mereka tidak perlu mengetahui apa yang harus
dilakukan dalam menghadapi rintangan itu. Manajer dengan demikian butuh
kesadaran lebih dari rintangan yang dihadapi karyawan yang memiliki locus of
control eksternal, dan melakukan apa yang mereka dapat untuk menyingkirkan
rintangan itu.
b) Machiavellianism : Karakteristik kepribadian dari machiavellisme
(machiavellianism-Mach) dinamai menurut Niccolò Machiavelli, seorang penulis
pada abad kesembilanbelas tentang bagaimana caranya memperoleh dan
mempergunakan kekuatan. Seorang individu yang tinggi dalam machiavellianism
adalah seorang yang memiliki praktik yang sangat tinggi, memelihara jarak
emosional, dan membenarkan arti. Jika digunakan pada situasi bekerja, perspektif
High Mach adalah meyakini bahwa akhirnya dapat konsisten. Adapun perspektif
High Machs mencakup:
1) orang melakukan interaksi secara langsung dengan yang lainnya dibanding
orang yang tidak berinteraksi secara
2) ketika peran situasi memiliki sejumlah peraturan minimum, sikap perlu
diimprovisasi,
3) ketika Low Machs keterlibatan emosional, kebebasan yang tidak sesuai perlu
diperinci. mengalami kekacauan disebabkan
c) Harga Diri : Orang-orang berbeda pada tingkat di mana mereka suka atau tidak
menyukai diri mereka sendiri. Ciri ini disebut self esteem. Penelitian pada harga diri
(SE) menawarkan pengertian yang mendalam ke dalam PO.
d) Pemantauan Diri : Beberapa orang mampu secara lebih baik memperhatikan
lingkungan eksternalnya dan mampu menanggapinya menurut karakteristik yang
dikenal dengan pemantauan (monitoring) diri.
e) Pengambilan Risiko : Setiap orang memiliki perbedaan maupun keinginannya
dalam membuat perubahan pada sebuah organisasi atau pada setiap peluang yang dia
dapatkan. Keberanian dalam membuat perubahan kadangkala berbeda antara
seseorang terhadap orang lainnya. Manajer yang mengambil risiko tinggi umumnya
mengharapkan return yang tinggi. Manajer yang cenderung menyukai risiko yang
rendah, biasanya mendapatkan return yang rendah. Artinya, semakin besar risiko
yang ditempuh, semakin besar peluang yang di dapat. Semakin kecil risiko yang
ditempuh, semakin kecil peluang yang dihasilkan. Oleh karena itu, besar kecilnya
risiko yang diambil dapat memengaruhi kinerja dari orang-orang yang mengambil
risiko tersebut.
f) Kepribadian Proaktif : Orang-orang dengan satu kepribadian proaktif
mengidentifikasi kesempatan, menunjukkan inisiatif, mengambil tindakan, dan
menambah hingga perubahan menjadi berarti.
● KEPRIBADIAN DAN BUDAYA NASIONAL
Terdapat kepastian bahwa tidak ada jenis kepribadian umum untuk satu negara tertentu.
Terdapat bukti bahwa budaya berbeda dalam istilah dari hubungan orang-orang untuk
lingkungan mereka. Dalam beberapa budaya, seperti di Amerika Utara, orang-orang percaya
bahwa mereka dapat mendominasi lingkungannya.

● EMOSI
Emosi adalah perasaan intens yang diarahkan pada seseorang atau sesuatu. Emosi berbeda
dari suasana hati (moods), yaitu merasakan bahwa kecenderungan untuk sedikit intensnya
dibandingkan emosi dan kekurangan satu rangsangan kontekstual. Emosi merupakan reaksi
terhadap satu objek, mereka akhirnya tidak bertahan pada ciri kepribadian dan
memperlihatkan emosi (marah) ke arah satu objek spesifik (teman Anda). Akan tetapi,
kemudian dalam suatu hari, Anda mungkin menemukan sendiri umumnya melemahkan
semangat.
Dan emosi tak dapat dilepaskan dari bagaimana seseorang mengartikan perubahan
yang akan dan sedang terjadi dalam organisasi. Untuk dapat memahami emosi sebagai bagian
integral dalam perubahan organisasi, maka beberapa hal mengenai peran emosi dalam
organisasi perlu diperjelas :
1. Emosi merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pemaknaan dalam proses
keorganisasian, termasuk perubahan organisasi
2. Emosi merupakan bagian integral dari proses adaptasi dan motivasi.

Koordinasi horizontal dan vertikal menghendaki sikap aktif anggota organisasi, yang
lebih menekankan pada terbentuknya pola hubungan antarindividu maupun antarunit
organisasi. Ini berarti anggota organisasi akan lebih mudah mengalami konflik antar-sesama
dan konflik selalu melibatkan faktor emosi. Kondisi seperti ini memudahkan timbulnya rasa
cemburu, marah, ditolak, kecewa, dan benci yang akan mewarnai kehidupan dalam organisasi
Pola hubungan yang akhirnya tercipta mengandung beberapa implikasi, antara lain :
1. Tidak mudah untuk memberikan prescriptive solutions
2. Pola pengelolaan emosi mengandaikan hubungan dengan pola saling ketergantungan
3. Cara pengelolaan emosi bukanlah sesuatu yang tetap (fixed)
4. Emosi tidak jarang merupakan pendorong perilaku individu dalam organisasi.
5. Pengelolaan emosi akan menjadikan organisasi lebih fleksibel, adaptif, dan
memudahkan pengelolaan saling ketergantungan antarunit organisasi maupun
antarindividu.
Penelitian telah mengidentifikasi enam komponen emosi secara universal, yaitu
kemarahan, ketakutan, kesedihan, kebahagiaan, jijik, dan kaget. Enam emosi yang dapat
dikonseptualisasikan sebagai keberadaan sepanjang satu rangkaian. Semakin dekat setiap dua
emosi terhadap yang lainnya pada rangkaian ini, semakin banyak orang-orang sepertinya
mungkin untuk mengacaukan mereka.
1. Emosi Tenaga Kerja : Emosi tenaga kerja mengacu pada kebutuhan bahwa
karyawan mengungkapkan emosi tertentu di tempat kerja (misalnya, gairah atau
kegembiraan) guna memaksimalkan produktivitas organisasi.
2. Rangkaian Emosi : Kebahagiaan, Kejutan, Ketakutan, Kesedihan, Kemarahan dan
Jijik. Emosi sepanjang transaksi interpersonal.
3. Inteligensi Emosional : Inteligensi emosional (emotional intelligence) mengacu pada
berbagai keterampilan nonkognitif, kemampuan, serta kompetensi yang memengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasil dalam tuntutan lingkungan dan tekanan.

● TAHAP RESPONS EMOSIONAL DALAM PERUBAHAN ORGANISASI


Perubahan organisasi, berdasarkan definisi, merupakan reorientasi fundamental
mengenai cara organisasi beroperasi, sehingga selalu bersifat menyeluruh (organization
wide). Namun harus diingat bahwa perubahan itu dimulai dan dilakukan oleh individu dalam
organisasi. Organisasi hanya berubah melalui perubahan anggotanya, baik secara individual
maupun secara kolektif. Pengertian mengenai proses perubahan individu. perubahan pada
tingkat individu diperlukan apabila diinginkan pengertian yang lebih menyeluruh terhadap
perubahan organisasi. Freeman (1996)50 meneliti perubahan yang terjadi pada industri
otomotif di Amerika menemukan bahwa konsep kehilangan (loss) yang dikemukakan oleh
Kubler-Ross ternyata dapat digunakan untuk memahami emosi yang terjadi selama proses
perubahan organisasi. Emosi yang terjadi dalam menanggapi perubahan organisasi,
mengikuti secara umum tahapan yang dikemukakan oleh Kubler-Ross meliputi: 1)
Penyangkalan dan pengasingan diri (denial & shock), 2) Marah (anger and irritability), 3)
Menawar (bargaining), 4) Depresi (depression and beginning acceptace), 5) Penerimaan
(acceptance).
● PENGELOLAAN EMOSI DALAM PERUBAHAN
Emosi merupakan hal yang tak boleh diabaikan kalau organisasi menghendaki
perubahan yang dilakukan berhasil. Anggapan bahwa emosi merupakan hal yang diabaikan
dan hanya merupakan faktor pengganggu serta merupakan pandangan yang menyesatkan
dalam menanggapi perubahan organisasi. Dalam pengelolaan perubahan organisasi adanya
ambiguitas, ketidakpastian akan menjadikan organisasi rentan terhadap konflik, yang harus
diantisipasi oleh pihak manajemen.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai