Anda di halaman 1dari 115

Putusan Nomor : PUT-105214.15/2010/PP/M.

IIIA Tahun 2018

Jenis Pajak : PPh. Bd

K
Tahun Pajak : 2010

JA
Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini
adalah koreksi atas Nilai Penghasilan Netto Pajak
Penghasilan Badan Tahun Pajak 2010 sebesar
Rp574.649.951.866,00 yang terdiri dari:

PA
1 Koreksi Positif Penghasilan dari Luar Usaha Rp 420.118.000.000,00

N
2 Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas OC Service Fee Rp 158.822.535.223,00

LA
3 Koreksi Positif Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Penyusutan Rp 136.760.857.745,00

4 Koreksi Positif Penyesuaian Fiskal Positif atas Penyesuaian Rp 32.325.724.645,00


Fiskal Positif lainnya
A DI
5 Koreks Penyesuaian Fiskal Negatif atas Selisih Penyusutan Rp (120.862.415.747,00)
Komersial di bawah Penyusutan Fiskal
NG

6 Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif Atas Selisih Amortisasi Rp (52.514.750.000,00)


Komersial Di Bawah Amortisasi Fiskal
PE

yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

Menimbang, bahwa hasil pembahasan tiap pokok sengketa adalah


T

sebagai berikut.
IA

1. Koreksi Positif Penghasilan dari Luar Usaha sebesar


Rp420.118.000.000,00
AR

Menurut Terbanding :

a Dasar Hukum
ET

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan


Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
(selanjutnya disebut UU PPh)
KR

Pasal 4 ayat (1)

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
SE

menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, termasuk:

a Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang ini;
b hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c laba usaha;

d keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

K
1 keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

JA
2 keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

PA
3 keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;

4 keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,

N
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk

LA
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
DI
5 keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
A
perusahaan pertambangan;
NG

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 2

Misalnya, PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya


dengan nilai sisa buku sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil
tersebut dijual dengan harga Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan
PE

demikian, keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah


Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah
seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta
rupiah), nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar
Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp20.000.000,00 (dua
T

puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S dan bagi pemegang saham
yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
IA

merupakan penghasilan;

Pasal 6 ayat (1)


AR

a Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
ET

1 biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
2 biaya pembelian bahan;
KR

3 biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
4 bunga, sewa, dan royalti;
5 biaya perjalanan;
6 biaya pengolahan limbah;
SE

7 premi asuransi;
8 biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
9 biaya administrasi; dan
10 pajak kecuali Pajak Penghasilan;

b penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi


atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan Pasal 11A;

Pasal 10 ayat (1)

K
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)

JA
adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima;

PA
Pasal 18 ayat (3)

Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan


pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa

N
dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang
tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode

LA
perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan
kembali, metode biaya plus, atau metode lainnya;

Penjelasan Pasal 18 ayat (3)


DI
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran
pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa.Apabila terdapat
A
hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari
semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya.Dalam hal
NG

demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya


penghasilan atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib
Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah
penghasilan dan atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara
pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga
PE

penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost plus method), atau
metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba
bersih trasaksional (transactional net margin method);

Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan


T

menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan.Penentuan
IA

tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara


modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa atau berdasar data atau indikas lainnya.Dengan demikian, bunga
AR

yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan


modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham
yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang
dikenai pajak;
ET

Pasal 18 ayat (4) huruf a

Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sampai dengan ayat (3d),
KR

Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila Wajib Pajak
mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain;hubungan antara Wajib Pajak dengan
penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau
lebih; atau hubungan diantara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
SE

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ.2010 tanggal 6 September


2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi
antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa

Pasal 2 ayat (1)


Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini adalah transaksi yang dilakukan
Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;

Pasal 19

Wajib Pajak wajib melaporkan transaksi yang dilakukannya dengan pihak-pihak yang

K
mempunyai Hubungan Istimewa dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan

JA
yang berlaku;

Pasal 20 ayat (1)

PA
Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;

Pasal 20 ayat (2)

N
Penghitungan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan sebagaimana

LA
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan metode dan dokumen
penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang diterapkan oleh Wajib Pajak;

Pasal 20 ayat (3)


DI
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai dan /atau
menunjukkan dokumen pendukung penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
A
Usaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini, maka Direktur Jenderal
berwenang menetapkan Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan data atau
NG

dokumen lain dan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dinilai tepat
oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangan berdasarkan Pasal 13
ayat (1) Undang-undang KUP;

bahwa Terbanding melakukan koreksi penghasilan dari luar usaha sebesar


PE

Rp420.118.000.000,00 karena berdasarkan hasil penilaian Terbanding (dalam hal ini


Tim Penilai) terdapat selisih atas nilai pengambilalihan aktiva Anak Perusahaan yakni
(PT. Sampoerna Printpack (SPP), PT. Perusahaan Dagang dan Industri Panamas
(Panamas), PT. Handal Logistik Nusantara (Handal) oleh Pemohon Banding selaku
pemegang saham dari ketiga anak perusahaan dengan nilai aktiva yang
T

sesungguhnya (berwujud dan tidak berwujud) merupakan penghasilan bagi Pemohon


Banding dengan rincian sebagai berikut:
IA

Menurut Terbanding Jumlah


Keuntungan atas selisih pengambilalihan aktiva berwujud 249.093.000.000
AR

dan tidak berwujud PT PG dan Industri Panamas


("Panamas") di bawah nilai wajar
Keuntungan atas selisih pengambilalihan aktiva berwujud 100.734.000.000
dan tidak berwujud PT SP ("SPP") di bawah nilai wajar
ET

Keuntungan atas selisih pengambilalihan aktiva berwujud 70.291.000.000


dan tidak berwujud PT. HLN ("Handal") di bawah nilai wajar
TOTAL 420.118.000.000
KR

bahwa Koreksi penghasilan dari luar usaha sebesar Rp420.118.000.000,00


merupakan selisih atas nilai pengambilalihan aktiva anak perusahaan oleh Pemohon
Banding dengan nilai aktiva yang sesungguhnya (Aktiva berwujud dan Aktiva tidak
SE

berwujud) berdasarkan penilaian kembali dari Tim Tenaga Ahli Penilai dengan uraian
sebagai berikut:

bahwa berdasarkan Surat Wajib Pajak kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Nomor 001/CLD/HMS/I/2010 tanggal 6
Januari 2010 dan Nomor 019/CLD/HMS/II/2010 tanggal 2 Februari 2010 dinyatakan
bahwa selama ini kegiatan penjualan rokok dilakukan oleh Panamas, kegiatan
percetakan kemasan produk rokok dilakukan oleh SPP, dan kegiatan pengangkutan
produk rokok dilakukan oleh Handal. Efektif sejak tanggal 1 Januari 2010, seluruh
karyawan Panamas, SPP di Pabrik Sukorejo dan Handal telah menjadi karyawan Wajib
Pajak. Semua hak (termasuk manfaat) dan kewajiban serta tugas karyawan tersebut
tidak berubah. Masa kerja seluruh karyawan akan tetap diperhitungkan dari awal masuk

K
kerja pada anak perusahaan terkait.

bahwa Pemeriksa telah meminta bantuan Tenaga Ahli Penilai. Pada tanggal 26 s.d. 29

JA
Agustus 2014 Pemeriksa bersama Tim Tenaga Ahli Penilai melakukan pemeriksaan ke
lapangan (pengamatan langsung, wawancara dengan pegawai/direktur eks anak
perusahaan) dan diperoleh fakta sebagai berikut:

PA
bahwa terdapat Divisi baru dari Usaha Wajib Pajak berupa Divisi Distribusi, Divisi
Pengangkutan dan Divisi Percetakan. Divisi baru ini dimulai sejak akuisisi aktiva PT P,
PT Handal dan PT SP (anak perusahaan) Wajib Pajak;

bahwa semua bisnis anak perusahaan (Distribusi rokok yang sebelumnya dilakukan

N
oleh PT P, percetakan kemasan produk rokok yang sebelumnya dilakukan oleh PT
SPP, pengangkutan rokok yang sebelumnya dilakukan oleh PT Handal) berpindah ke

LA
induk perusahaan (HMS);

bahwa seluruh karyawan anak perusahaan dipindahkan menjadi karyawan Pemohon


Banding;
DI
bahwa setelah pengambilalihan aktiva, anak perusahaan sudah tidak melakukan usaha
lagi (Dormant), untuk PT SPP sudah tidak melakukan usaha percetakan kertas dan
A
karton;
NG

bahwa telah terjadi pengambilalihan bisnis ketiga anak perusahaannya (SPP, Panamas
dan Handal) oleh Pemohon Banding (restrukturisasi usaha grup). Bisnis penjualan rokok
yang sebelumnya dilakukan oleh Panamas, bisnis percetakan kemasan produk rokok
yang sebelumnya dilakukan oleh SPP, dan bisnis pengangkutan produk rokok yang
sebelumnya dilakukan oleh Handal sejak tanggal 1 Januari 2010 telah diambil alih oleh
PE

Pemohon Banding;

bahwa nilai Transaksi atas pengambilalihan usaha anak perusahaan ini tidak bisa
dihitung hanya berdasarkan nilai aktiva tetap anak perusahaan saja (sebagaimana yang
telah dilaporkan oleh Wajib Pajak), akan tetapi harus dihitung sebagai satu kesatuan
T

nilai aktiva (bisnis) yang terdiri dari aktiva berwujud dan aktiva tidak berwujud.
IA

bahwa yang mendasari nilai aktiva tidak berwujud dari entitas anak perusahaan adalah:

bahwa Kualitas dan keahlian tenaga ahli dan manajemen perusahaan yang terkait
AR

dengan investasi sumber daya manusia;

bahwa Cukup dikenal oleh publik/industri distribusi dan pemasaran, percetakan,


transportasi dan logistik (bussiness name recognition);
ET

bahwa Perusahaan memiliki alasan kuat untuk berbisnis di Indonesia karena didukung
sepenuhnya oleh perusahaan induk (PT HM Sampoerna Tbk dan PT Philip Morrris
Indonesia);
KR

bahwa Memiliki komitmen penyelesaian pekerjaan yang tinggi;

bahwa Memiliki tingkat pendapatan yang stabil (stability of earnings) karena hampir
seluruh pendapatan operasi diperoleh dari perusahaan yang masih dalam satu Grup;
SE

bahwa Catatan produksi atau pesanan, kontrak pelanggan dan hubungan dengan
pelanggan termasuk hubungan non kontrak, dan perjanjian sewa;

bahwa Technology based, diantaranya know-how (teknologi yang tidak dipatenkan),


data base, dan prosedur kerja yang dijalankan;
bahwa Memiliki pangsa pasar yang cukup besar (bussiness marketability).

Skema transaksi Wajib Pajak dengan anak perusahaan adalah sebagai berikut:

K
JA
PA
N
LA
A DI
NG
T PE
IA
AR

b ahwa
dari
ET
KR
SE

skema transaksi diatas tampak dengan jelas dan nyata bahwa transaksi antara Wajib
Pajak dengan anak perusahaan merupakan transaksi pengambilalihan bisnis, bukan
hanya pengalihan aktiva berwujud sebagaimana dilaporkan oleh Wajib Pajak. Untuk
menilai kewajaran transaksi tersebut harus dilakukan melalui penilaian bisnis anak
perusahaan yang dialihkan;

untuk menilai Nilai Wajar transaksi, Tim Pemeriksa telah meminta bantuan Tenaga Ahli
Penilai. Berdasarkan hasil penilaian oleh Tim Penilai dengan berpedoman pada Standar
Penilaian Indonesia diketahui Nilai Wajar Bisnis anak perusahaan adalah sebagai
berikut.

a. Nilai Wajar Bisnis PT SP


Berdasarkan metode DCF Rp 936.537.000.000

K
Berdasarkan metode EEM
- Nilai Pasar Aktiva Berwujud Rp 797.475.000.000

JA
- Nilai Pasar Aktiva Tidak Berwujud Rp 100.734.000.000 Rp 898.209.000.000

b. Nilai Wajar Bisnis PT PG dan Industri

PA
Panamas
Berdasarkan metode DCF Rp 746.713.000.000
Berdasarkan metode EEM
- Nilai Pasar Aktiva Berwujud Rp 464.688.000.000
- Nilai Pasar Aktiva Tidak Berwujud Rp 249.093.000.000 Rp 713.781.000.000

N
c. Nilai Wajar Bisnis PT. HLN

LA
Berdasarkan metode DCF Rp 127.730.000.000
Berdasarkan metode EEM
- Nilai Pasar Aktiva Berwujud Rp 65.736.000.000
- Nilai Pasar Aktiva Tidak Berwujud Rp 70.291.000.000 Rp 136.027.000.000

DI
berdasarkan hasil penilaian tersebut Terbanding memilih menggunakan hasil penilaian
berdasarkan Metode EEM sebagai dasar untuk menentukan nilai yang seharusnya dari
transaksi Pemohon Banding dengan anak perusahaan. Hal ini karena dengan
A
menggunakan metode ini jelas terlihat nilai Aktiva Tidak Berwujud yang berdasarkan
hasil pemeriksaan telah dialihkan oleh anak perusahaan kepada Pemohon Banding.
NG

berdasarkan hasil penilaian oleh Tim Penilai terdapat selisih atas nilai pengambilalihan
aktiva anak perusahaan oleh Pemohon Banding dengan nilai aktiva yang sesungguhnya
(berwujud dan tidak berwujud) yang merupakan penghasilan bagi Pemohon Banding,
PE

dengan rincian sebagai berikut:

Keuntungan atas selisih pengambilalihan aktiva PT SP dibawah Rp 100.734.000.000


nilai wajar
T
IA

Keuntungan atas selisih pengambilalihan aktiva PT PG dan Rp 249.093.000.000


Industri Panamas dibawah nilai wajar
AR

Keuntungan atas selisih pengambilalihan aktiva PT. HLN dibawah Rp 70.291.000.000


nilai wajar
ET

Rp 420.118.000.000

keuntungan atas selisih pengambilalihan aktiva anak perusahaan tersebut memenuhi


kriteria objek penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka
KR

2 UU PPh, beserta penjelasannya, yang menegaskan bahwa:

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
SE

maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk: keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota
yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

Penjelasan:
Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku
atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut merupakan
keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan
pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan
keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar.

K
Misalnya, PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya
dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil

JA
tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan
demikian, keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp
20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah

PA
seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 55.000.000,00 (lima puluh lima juta
rupiah), nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S dan bagi pemegang saham yang
membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) merupakan

N
penghasilan

Mengingat transaksi pengambilalihan aktiva tersebut melibatkan pihak-pihak yang

LA
memiliki hubungan istimewa maka DJP (Pemeriksa) berwenang untuk menentukan
kembali harga wajar pengambilalihan aktiva tersebut sesuai Pasal 10 ayat (1) dan Pasal
18 ayat (3) UU PPh yang menegaskan bahwa:

Pasal 10 ayat (1) DI


Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
A
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah
jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat
NG

hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.

Pasal 18 ayat (3)

Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan


PE

pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya


Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan
harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya
T

plus, atau metode lainnya.


IA

Terbanding berpendapat bahwa Pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap lawan


transaksi (dalam hal ini ketiga anak perusahaan Pemohon Banding) tidak menyebabkan
hilangnya kewajiban pemenuhan kewajiban formal dan/atau kewajiban material bagi
AR

Pemohon Banding untuk membayar pajak sebagaimana mestinya sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

bahwa fakta yang ditemukan Terbanding merupakan fakta yang baru terungkap, yang
ET

jelas berbeda dengan fakta yang ditemukan oleh Terbanding pada saat melakukan
pemeriksaan atas ketiga anak perusahaan Pemohon Banding. Sebelumnya ketiga anak
perusahaan Pemohon Banding tidak pernah melaporkan adanya keuntungan atas
selisih pengambilalihan aktiva berupa nilai aktiva tidak berwujud
KR

Koreksi Terbanding atas Penghasilan dari Luar Usaha sebesar Rp420.118.000.000,00


telah sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 2 UU PPh beserta
Penjelasannya. Dalam hal ini Terbanding menemukan adanya penghasilan yang
diperoleh Pemohon Banding dari adanya selisih nilai pengambilalihan aktiva anak
SE

perusahaan dengan nilai aktiva yang sesungguhnya (nilai wajar/harga pasar) akibat
belum diperhitungkannya nilai aktiva tidak berwujud dalam pembelian anak perusahaan
oleh Wajib Pajak.

bahwa Dasar hukum yang digunakan Terbanding dalam menentukan nilai wajar aktiva
anak perusahaan oleh Pemohon Banding sesuai Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (3)
UU PPh.
bahwa dengan demikian alasan Pemohon Banding yang menyatakan Terbanding tidak
menjalankan prosedur sesuai aturan khusus yang mengatur perihal transaksi hubungan
istimewa (Pasal 17 ayat (1) PER-43/PJ/2010) tidak dapat diterima karena Terbanding
telah menggunakan ketentuan hukum yang kuat yakni Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18
ayat (4) UU PPh sebagai aturan yang lebih tinggi yang menaungi PER-43/PJ/2012.

K
Koreksi Terbanding tidak terkait dengan penerapan pajak berganda sebagaimana
alasan Pemohon Banding yang mengacu pada ketentuan PER-32/PJ/2011 tentang

JA
Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan
Istimewa, yang mengatur:

PA
Pasal 2 ayat (1)

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk Penentuan Harga Transfer
(Transfer Pricing) atas transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia.”

N
Pasal 2 ayat (2)

LA
Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini hanya berlaku untuk transaksi
DI
yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa untuk memanfaatkan perbedaan tarif pajak...
A
bahwa dalam hal ini transaksi yang dilakukan adalah melibatkan Pemohon Banding
dengan anak perusahaan yang keduanya sama-sama merupakan Wajib Pajak Dalam
NG

Negeri sehingga tidak memungkinkan untuk memanfaatkan adanya perbedaan tarif


yang dapat menyebabkan kerugian negara sehingga acuan PER 32/PJ/2011 tersebut di
atas adalah tidak tepat.

Terkait penyataan Pemohon Banding tentang telah diterimanya laporan pengambilalihan


PE

aktiva oleh BAPEPAM-LK dan tidak ada permintaan perubahan atas laporan tersebut,
Terbanding berpendapat bahwa BAPEPAM-LK hanya mempertimbangkan pemenuhan
ketentuan formal Wajib Pajak selaku perusahaan terbuka sedangkan Terbanding (DJP)
berwenang melakukan kajian material terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan
Pemohon Banding yang telah melakukan transaksi antara pihak-pihak terafiliasi. Dalam
T

hal ini nilai pengambilalihan aktiva yang dilaporkan Pemohon Banding diyakini tidak
wajar karena tidak mempertimbangkan adanya aktiva tidak berwujud, mengingat jika
IA

transaksi tersebut dilakukan oleh para pihak yang tidak terafiliasi, tentunya akan
mempertimbangkan seluruh manfaat yang akan diterima (aktiva berwujud dan tidak
berwujud) anak perusahaan yang dialihkan.
AR

Koreksi terhadap Penghasilan Dari Luar Usaha didasarkan atas serangkaian kegiatan
pemeriksaan terhadap Pemohon Banding, dimana berdasarkan bukti-bukti berupa
informasi maupun hasil wawancara di lapangan diperoleh fakta bahwa telah terjadi
ET

pengambilalihan bisnis ketiga anak perusahaan (SPP, Panamas dan Handal) oleh
Pemohon Banding (restrukturisasi usaha grup) bukan hanya pengalihan aktiva berwujud
sebagaimana dilaporkan oleh Pemohon Banding. Untuk menilai kewajaran transaksi
tersebut harus dilakukan melalui penilaian bisnis anak perusahaan yang dialihkan.
KR

Dalam Laporan Kaji Ulang Penilaian Perusahaan yang dilakukan oleh Terbanding (Tim
Penilai DJP), disebutkan antara lain:

 Laporan Kaji ulang penilaian didasarkan pada kondisi saat dilakukan penilaian
SE

berdasarkan data dan informasi yang diberikan oleh Wajib Pajak, maupun data
lain yang diperoleh dari basis data perpajakan serta pengalaman dan
pengamatan Penilai;

 Penggunaan pendekatan, metode dan prosedur penilaian dalam Laporan kaji


ulang penilaian ini adalah sah sepanjang sesuai dengan kaidah dan prinsip-
prinsip umum penilaian yang berlaku.

 Tugas, tanggung jawab dan wewenang Penilai dalam laporan ini hanya sebatas
menilai objek pajak untuk penentuan Nilai Pasar Wajar (Fair Market Value)
dengan menggunakan hasil rekonsiliasi nilai berdasarkan pendekatan

K
pendapatan (Income Approach) dan pendekatan aset (Asset-Based Approach);

 Dasar hukum yang melandasi dilakukan kaji ulang penilaian ini adalah Pasal 18

JA
(3) UU No.36 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.7 tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan yaitu Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk
menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan

PA
utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya
sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara
pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus,

N
atau metode lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, penilaian oleh Terbanding dalam hal ini Tim Penilai DJP

LA
adalah sah dan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (1)
UU Pajak Penghasilan sehingga alasan Pemohon Banding tidak dapat diterima;

Menurut Pemohon Banding :


A DI
bahwa Pemohon Banding sangat tidak setuju dan sangat keberatan atas koreksi positif
atas penghasilan dari luar usaha sebesar Rp420.118.000.000 dengan alasan dan
NG

argumentasi yang dapat dirangkum sebagai berikut:

Pokok-Pokok Argumentasi Pemohon Banding Referensi


PE

Terbanding (yang telah bertindak sebagai Pemeriksa Panamas, SPP, dan 2.1.2.1.
Handal) telah melakukan pemeriksaan terhadap ketiga Anak Perusahaan
untuk tahun pajak 2010, di mana SKP-SKP yang diterbitkan oleh Terbanding
bagi ketiga Anak Perusahaan tersebut telah menetapkan bahwa transaksi
yang dilakukan oleh Pemohon Banding dan Anak Perusahannya merupakan
T

transaksi penjualan aktiva berwujud dan atas hal ini sudah dilakukan pengujian
kewajaran dan kelaziman usaha ditandai dengan adanya koreksi fiskal
terhadap beberapa nilai aktiva tetap yang dialihkan oleh ketiga Anak
IA

Perusahaan. Selain itu, atas kewajiban pajak Pemohon Banding untuk tahun
pajak 2011 telah dilakukan pemeriksaan oleh Terbanding, namun sama sekali
tidak terdapat koreksi negatif atas selisih amortisasi komersial di bawah
AR

amortisasi fiskal terkait perkara a quo.

Objek pajak yang dikoreksi Terbanding dengan menggunakan ketentuan Pasal 2.1.2.2.
4 Ayat (1) (d) UU PPh dan Penjelasannya merupakan transaksi hubungan
istimewa yang pengaturannya secara khusus diatur dalam peraturan
ET

perundang-undangan perpajakan.

Dalam transaksi afiliasi yang Pemohon Banding lakukan dengan ketiga Anak 2.1.2.3.
Perusahaan merupakan transaksi domestik, tidak terdapat risiko penghindaran
KR

pajak sehingga sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh maka Terbanding
tidak berwenang untuk melakukan koreksi.

Sebagai Perusahaan Terbuka, Pemohon Banding telah mematuhi ketentuan 2.1.2.4.


dan persyaratan yang diwajibkan oleh Bapepam-LK sehubungan dengan
SE

keterbukaan informasi terkait transaksi dengan pihak-pihak afiliasi

Pendapat Terbanding bahwa telah terjadi pengambilalihan usaha Anak 2.1.2.5.


Perusahaan oleh Pemohon Banding adalah keliru. Faktanya, kegiatan usaha
Anak Perusahaan disebabkan oleh hubungan kontraktual dengan Pemohon
Banding, sehingga tidak mungkin dapat terjadi pengambilalihan usaha
sebagaimana dimaksud oleh Terbanding.
Kegiatan usaha Anak Perusahaan disebabkan oleh hubungan kontraktual 2.1.2.5.1.
dengan Pemohon Banding.

Perjanjian antara Anak Perusahaan dan Pemohon Banding hanya berjangka 2.1.2.5.2.
waktu selama 1 tahun, sehingga sewaktu-waktu Pemohon Banding dapat

K
memberhentikan kegiatan usaha Anak Perusahaan. Hal ini menunjukkan
bahwa ‘usaha’ yang dimaksud Terbanding faktanya tidak pernah dimiliki oleh
Anak Perusahaan, namun dimiliki oleh Pemohon Banding sendiri. Dengan

JA
demikian, Anak Perusahaan tidak mungkin dapat mengalihkan ‘usaha’ tersebut
kepada Pemohon Banding.

Pembuktian bahwa transaksi Pemohon Banding dengan ketiga Anak 2.1.2.6.

PA
Perusahaan adalah transaksi pengalihan harta berwujud dan bukan
pengalihan harta tak berwujud yang tidak dimiliki oleh ketiga Anak Perusahaan
yang berkarakteristik contract service provider yang menjalankan hanya fungsi
rutin serta hanya memperoleh laba yang cenderung stabil.

N
Ketiga Anak Perusahaan merupakan perusahaan dengan karakteristik sebagai 2.1.2.6.1.
contract service provider yang tidak memiliki harta tak berwujud sesuai
penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha

LA
Kompensasi atas jasa yang diterima ketiga Anak Perusahaan adalah dalam 2.1.2.6.1.1.
bentuk aransemen Cost Plus, yaitu sebagaimana sesuai dengan ciri-ciri suatu
perusahaan dengan risiko yang rendah (contract service provider).

Performa bisnis Anak Perusahaan menunjukkan bahwa tingkat labaDI


operasional Anak Perusahaan cenderung stabil, yaitu sebagaimana khasnya
ciri-ciri suatu perusahaan penyedia jasa dengan risiko yang rendah (low risk
A 2.1.2.6.1.2.

service provider).
NG

Suatu perusahaan dengan karakter contract service provider tidak memiliki 2.1.2.6.1.3.
harta tak berwujud yang berharga.

Ketiga Anak Perusahaan hanya menjalankan fungsi rutin sehingga tidak 2.1.2.6.2.
mungkin memiliki harta tak berwujud berdasarkan penerapan prinsip
PE

kewajaran dan kelaziman usaha

Data perusahaan pembanding dari database Oriana menunjukkan bahwa 2.1.2.6.3.


tingkat laba operasi ketiga Anak Perusahaan cenderung stabil. Padahal
penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usahapun mengkonfirmasi bahwa
T

apabila suatu perusahaan memiliki harta tak berwujud, maka laba operasinya
cenderung lebih tinggi daripada perusahaan sejenis.
IA

Tidak mungkin terjadi pengalihan harta tidak berwujud dari ketiga Anak 2.1.2.7.
Perusahaan kepada Pemohon Banding. Hal ini dikarenakan pekerja yang
dialihkan hanya merupakan pekerja yang menjalankan fungsi operasional
AR

rutin (SOP base).

Seandainyapun terdapat pengalihan harta tidak berwujud (yang dalam hal ini 2.1.2.8.
Pemohon Banding sangkal), maka prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
ET

atas transaksi pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan oleh


Terbanding harus melalui pelaksanaan pemeriksaan dengan standar
pemeriksaan atas transaksi hubungan istimewa yang meliputi tahapan-
tahapan analisis sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Ayat (3) PER-43, Bab IV
Huruf ‘B’ PER-22, dan Bab II Bagian 3 Huruf ‘C’ Lampiran SE-50, dan
KR

tahapan-tahapan pemeriksaan ini belum dijalankan oleh Terbanding.

Seandainyapun terdapat pengalihan harta tidak berwujud (yang dalam hal ini 2.1.2.9.
Pemohon Banding sangkal), maka perhitungan hanya dapat dilakukan apabila
Terbanding terlebih dahulu melakukan identifikasi aktiva tidak berwujud dan
SE

perhitungannya dilakukan sesuai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.

Berikut ini adalah uraian dari butir-butir argumentasi tersebut di atas:

2.1.2.1. Terbanding (Dalam Hal Ini Pemeriksa Panamas, Spp, Dan Handal) Telah
Melakukan Pemeriksaan Terhadap Ketiga Anak Perusahaan Untuk Tahun
Pajak 2010, Di Mana SKP-SKP Yang Diterbitkan Oleh Terbanding Bagi Ketiga
Anak Perusahaan Tersebut Telah Menetapkan Bahwa Transaksi Yang
Dilakukan Oleh Pemohon Banding Dan Anak Perusahannya Merupakan
Transaksi Penjualan Aktiva Berwujud Dan Atas Hal Ini Sudah Dilakukan
Pengujian Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Ditandai Dengan Adanya Koreksi

K
Fiskal Terhadap Beberapa Nilai Aktiva Tetap Yang Dialihkan Oleh Ketiga Anak
Perusahaan. Selain Itu, Atas Kewajiban Pajak Pemohon Banding Untuk Tahun
Pajak 2011 Telah Dilakukan Pemeriksaan Oleh Terbanding, Namun Sama

JA
Sekali Tidak Terdapat Koreksi Negatif Atas Selisih Amortisasi Komersial Di
Bawah Amortisasi Fiskal Terkait Perkara A Quo;

PA
 bahwa Majelis Hakim yang Mulia, perlu Pemohon Banding sampaikan, bahwa
atas ketiga Anak Perusahaan (Panamas, SPP, dan Handal) sudah dilakukan
pemeriksaan untuk tahun pajak 2010. Kemudian, dari hasil pemeriksaan
tersebut diketahui bahwa Terbanding (yang telah bertindak sebagai Tim
Pemeriksa Panamas, SPP, dan Handal) telah melakukan koreksi fiskal atas

N
beberapa nilai transaksi penjualan yang dilakukan oleh Anak Perusahaan
kepada Pemohon Banding yang berakibat kepada koreksi laba atau rugi atas
penjualan aktiva berwujud yang dialihkan sebagai berikut.

LA
Anak Nomor Ketetapan Ringkasan Koreksi PPh Badan
Perusahaan Pajak
Panamas SKP No.  Koreksi biaya usaha lainnya atas biaya
00014/406/10/631/12
tanggal 11 April 2012
diterbitkan oleh KPP
A DI
penyusutan aktiva yang tidak berhubungan
dengan kegiatan usaha dan beban pajak
sebesar Rp467.551.364.
Madya Surabaya
 Koreksi penghasilan dari luar usaha atas
NG

kerugian penjualan tanah, biaya penyusutan


dan beban pajak sebesar Rp918.831.026.

SPP SKP No.  Tambahan koreksi fiskal positif atas


PE

00026/406/10/092/12 kesalahan perhitungan laba penjualan


tanggal 25 April 2012 aktiva tetap sebesar Rp26.824.635.
diterbitkan oleh KPP
Wajib Pajak Besar II  Pengurangan koreksi fiskal negatif atas
kesalahan penghitungan beban penyusutan
T

sebesar Rp295.795.890.
IA

Handal SKP No.  Tambahan koreksi fiskal negatif atas


00017/406/10/631/12 keuntungan penjualan aktiva yang telah
AR

tanggal 19 April 2012 dikenakan PPh Final sebesar


diterbitkan oleh KPP Rp88.840.805.
Madya Surabaya
ET

 bahwa sebagai tambahan, baik Panamas, SPP maupun Handal telah


menyetujui seluruh penerbitan SKP-SKP tersebut, sehingga tidak terdapat
sengketa pajak atas penerbitan SKP-SKP tersebut. Oleh karena itu, sesuai
KR

dengan Pasal 13 dan Pasal 15 UU KUP, SKP-SKP tersebut telah berkekuatan


hukum tetap dan memberikan kepastian hukum bagi ketiga Anak Perusahaan
dan Pemohon Banding;

bahwa Lebih lanjut, dari SKP-SKP tersebut di atas, Terbanding (Tim


SE

Pemeriksa Panamas, SPP, dan Handal) nyata-nyata telah menetapkan


bahwa:

bahwa atas transaksi perluasan usaha yang dilakukan oleh Pemohon Banding
dan Anak Perusahaan (Panamas, SPP, maupun Handal) bukan merupakan
transaksi pengalihan usaha, tetapi merupakan transaksi penjualan aktiva
berwujud;
bahwa Terbanding (dalam hal ini Tim Pemeriksa Panamas, SPP, dan Handal)
telah mengkonfirmasikan kewajaran transaksi yang dilakukan oleh Pemohon
Banding dan ketiga Anak Perusahaan sebagai akibat dari pembelian aktiva
berwujud yang dilakukan oleh Pemohon Banding. Dalam hal ini, Tim
Pemeriksa Panamas, SPP, dan Handal juga telah melakukan koreksi fiskal

K
terhadap beberapa nilai aktiva yang dialihkan oleh ketiga Anak Perusahaan
kepada Pemohon Banding sebelum menerbitkan SKP-SKP. Oleh karena itu,
transaksi yang dilakukan, nyata-nyata telah dilakukan pengujian penerapan

JA
prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, serta telah mencerminkan nilai pasar,
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh;

PA
 Hal ini dapat dibuktikan melalui Daftar Temuan Hasil Pemeriksaan, dokumen
Risalah Pembahasan, Berita Acara serta SKP-SKP yang diterbitkan oleh
Terbanding atas Panamas, SPP, dan Handal sebagaimana terlampir dalam
Lampiran 4, 5, dan 6 pada surat ini;
 Lebih lanjut, di lain pihak, atas kewajiban pajak Pemohon Banding untuk

N
tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan pajak oleh Terbanding (dilakukan
oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal ini sama halnya

LA
dengan pemeriksaan tahun 2010 yang juga dilaksanakan oleh Direktorat
Pemeriksaan dan Penagihan). Bahwa dari hasil pemeriksaan sebagaimana
tertuang dalam SPHP Nomor PHP-02/PJ.04/2014 tanggal 09 Juni 2014,
diketahui bahwa Terbanding tidak melakukan koreksi negatif selisih amortisasi
DI
komersial di bawah amortisasi fiskal terkait perkara a quo. Pada saat di tingkat
keberatanpun, Tim Peneliti Keberatan tahun 2011 melalui Surat
Pemberitahuan Untuk Hadir Nomor S-6882/WPJ.11/2015 tanggal 15
A
September 2015, sama sekali tidak melakukan koreksi negatif terkait perkara
a quo. Dalam hal ini secara eksplisit menunjukkan dan membuktikan bahwa
NG

Terbanding (dalam hal ini Tim Pemeriksa tahun 2011 maupun Tim Peneliti
Keberatan tahun 2011) pun tidak mengakui adanya koreksi positif atas
penghasilan dari luar usaha untuk tahun pajak 2010;
 Lebih lanjut, bahwa yang harus diperhatikan oleh Terbanding (Pemeriksa
PE

Pajak maupun Peneliti Keberatan tahun pajak 2010) adalah bahwa setiap
tindakan otoritas pajak akan selalu menimbulkan harapan-harapan bagi Wajib
Pajak terkait dampak dari tindakan otoritas pajak tersebut terhadap hak dan
kewajiban Wajib Pajak, sehingga jika harapan sudah terlanjur diberikan oleh
otoritas pajak maka tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak
T

menguntungkan bagi otoritas pajak (principle of legitimate expectation/prinsip


pengharapan yang legitimate/sah). Prinsip perlindungan atas pengharapan
IA

Wajib Pajak dalam hukum pajak dinyatakan oleh Prof. Dennis Weber
(University van Amsterdam) dalam buku Tax Law, Design, and Drafting, hal.
241 dan 247, sebagai berikut:
AR

Principles of legal certainty and legitimate expectations apply to the ACTIONS


AND DECISIONS of national authorities where they are taking a decision or
acting within the… LAW
 bahwa prinsip kepastian dan pengharapan ini menyatakan bahwa tindakan
ET

atau putusan otoritas pajak akan menimbulkan harapan bagi Pemohon


Banding bahwa tindakan otoritas tersebut telah berada dalam koridor hukum.
Bahwa sesuai
KR

Hasil Pemeriksaan Terbanding (Pemeriksa Hasil Pemeriksaan Terbanding (Pemeriksa


Panamas, SPP, dan Handal) Terhadap Pemohon Banding) untuk Tahun Pajak 2011
Ketiga Anak Perusahaan untuk Tahun
Pajak 2010
SKP-SKP yang diterbitkan oleh Terbanding Atas kewajiban pajak Pemohon Banding
SE

bagi ketiga Anak Perusahaan tersebut untuk tahun pajak 2011 telah dilakukan
menetapkan bahwa transaksi jual beli pemeriksaan oleh Terbanding, namun sama
aktiva berwujud yang dilakukan oleh sekali tidak terdapat koreksi negatif atas
Pemohon Banding dan Anak selisih amortisasi komersial di bawah
Perusahannya merupakan transaksi amortisasi fiskal terkait perkara a quo.
penjualan aktiva berwujud dan atas hal ini
sudah dilakukan pengujian kewajaran dan
kelaziman usaha ditandai dengan adanya
koreksi fiskal terhadap beberapa nilai aktiva
tetap yang dialihkan oleh ketiga Anak
Perusahaan.

Pada dasarnya telah menimbulkan harapan dan keyakinan bagi Pemohon


Banding bahwa tidak terdapat pengalihan aktiva tidak berwujud dari ketiga

K
Anak Perusahaan kepada Pemohon Banding;

JA
 bahwa tindakan Terbanding (Tim Pemeriksa tahun pajak 2010) telah
berlawanan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, yaitu asas
kepercayaan dan pengharapan yang wajar, sebagaimana dinyatakan oleh
Prof. Dr. A. Muin Fahmal dalam buku Peran Asas-Asas Umum Pemerintahan

PA
yang Layak dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, hal. 233, sebagai
berikut
bahwa asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga Negara. Oleh

N
karena itu, aparat pemerintah harus memperhatikan asas ini sehingga jika
suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga Negara tidak boleh
ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah

LA
 Dengan demikian, uraian-uraian Pemohon Banding di atas sudah
menjelaskan dan membuktikan bahwa koreksi Terbanding tidak dapat
dipertahankan dan harus dibatalkan;
DI
2.1.2.2 Objek Pajak Yang Dikoreksi Terbanding Dengan Menggunakan Ketentuan
Pasal 4 Ayat (1) (D) UU PPH Dan Penjelasannya Merupakan Transaksi
A
Hubungan Istimewa Yang Pengaturannya Secara Khusus Diatur Dalam
Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan
NG

Untuk lebih mempermudah penjelasan dapat dilihat pada bagan sebagai


berikut.

 Bahwa dalam hal ini Terbanding melakukan koreksi positif atas pos
PE

penghasilan dari luar usaha sebesar Rp420.118.000.000 karena


mendasarinya pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) (d) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang perubahan keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut dengan UU PPh)
beserta Penjelasannya;
T

 bahwa Penjelasan Pasal 4 ayat (1) (d) UU PPh menyebutkan sebagai berikut:
IA

 … Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan
pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk
AR

penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar;


 Bahwa penjelasan tersebut di atas adalah klausul untuk menerangkan lebih
lanjut bunyi dari Pasal 4 ayat (1) (d) huruf 3 UU PPh yang menyebutkan
sebagai berikut:
ET

(1) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:


2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
KR

badan lainnya;
 Menurut dasar hukum yang digunakan oleh Terbanding, hal tersebut
menunjukkan bahwa jenis objek pajak yang dilakukan koreksi adalah
sehubungan dengan:
SE

Pengalihan harta (dalam kasus ini jenis harta yang dikoreksi oleh Terbanding
adalah harta tak berwujud);
Pengalihan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang
sahamnya;
 bahwa antara badan usaha dan pemegang sahamnya terdapat hubungan
istimewa sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 18 ayat (4) huruf ‘a’
UU PPh;
 bahwa kemudian dikarenakan menurut Terbanding terdapat pengalihan harta
dari antara badan usaha dan pemegang sahamnya (dalam hal ini antara
ketiga Anak Perusahaan yaitu Panamas, SPP, dan Handal kepada Pemohon
Banding selaku pemegang saham), maka Terbanding menggunakan

K
ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU PPh untuk melakukan koreksi penghasilan
dari luar usaha. Adapun bunyi Pasal 10 ayat (1) UU PPh tersebut adalah

JA
sebagai berikut:
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang
tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

PA
ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima,
sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima;
 bahwa dalam hal ini, Pasal 10 ayat (1) UU PPh ini adalah merupakan
ketentuan umum yang mensyaratkan bahwa dalam hal terjadi jual beli harta

N
yang terdapat hubungan istimewa, maka:
Harga perolehan (dari sisi penerima) merupakan jumlah yang seharusnya

LA
dikeluarkan; sedangkan
Harga penjualan (dari sisi penjual) merupakan jumlah yang seharusnya
diterima;
DI
 Bahwa dalam hal Pemohon Banding dikoreksi karena Terbanding
menganggap telah terjadi pengalihan harta (dalam hal ini harta tak berwujud)
dari ketiga Anak Perusahaan kepada Pemohon Banding, maka seharusnya
A
Terbanding memperhatikan ketentuan khusus yang secara spesifik mengatur
tentang transaksi hubungan istimewa berupa pengalihan harta tak berwujud;
NG

 Bahwa ketentuan khusus tersebut secara eksplisit termaktub dalam bunyi


Pasal 17 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010
tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi
antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
PE

(selanjutnya disebut dengan PER-43) yang ditetapkan pada tanggal 6


September 2010, yang mengatur sebagai berikut:
 Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi
pemanfaatan dan pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan oleh Wajib
T

Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;


IA

 bahwa dari bunyi Pasal 17 ayat (1) PER-43 tersebut di atas, ketentuan
tersebut sangat jelas menunjukkan bahwa apabila terjadi transaksi hubungan
istimewa sehubungan pengalihan harta tidak berwujud (sebagaimana menjadi
AR

dasar koreksi Terbanding), maka wajib menerapkan prinsip kewajaran dan


kelaziman usaha;
 bahwa tabel berikut ini merupakan persandingan antara kedua ketentuan, dan
dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
ET

Keterangan Pasal 10 ayat (1) UU PPh Pasal 17 ayat (1) PER-43


Jenis Objek Pajak Jual beli harta (sebagaimana dimaksud Pengalihan harta tidak
Pemeriksa, harta dalam konteks ini berwujud
adalah harta tidak berwujud)
KR

Jenis transaksi Terdapat hubungan istimewa Terdapat hubungan


istimewa
Dasar hukum Pasal 18 ayat (4) UU PPh Pasal 18 ayat (4)
penentuan
ada/tidaknya
SE

hubungan istimewa
Prinsip yang harus Dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan Prinsip kewajaran dan
diterapkan dalam hal terjadi transaksi hubungan kelaziman usaha
istimewa, maka harga perolehan adalah
“jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima”.
“Jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima” adalah merupakan
refleksi dari penerapan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha, dan
untuk lebih rincinya dapat dilihat pada
butir argumentasi 1.10.1.
Pedoman Tidak diatur Diatur, yaitu dalam Pasal
penerapan prinsip 17 ayat (3) PER-43 dan

K
pengalihan harta aturan turunannya, dan
tidak berwujud untuk lebih jelasnya

JA
dapat dilihat pada butir
argumentasi 2.

Jumlah Yang Seharusnya Dikeluarkan Atau Diterima” Sebagaimana Dimaksud

PA
Dalam Pasal 10 Ayat (1) UU PPh Adalah Refleksi Dari Penerapan Prinsip
Kewajaran Dan Kelaziman Usaha

bahwa Pasal 18 ayat (3) UU PPh menyebutkan sebagai berikut:

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya

N
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang

LA
mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan
kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang
independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode
lainnya DI
bahwa Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh tersebut menyatakan:
A
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya
NG

penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa.


Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan
dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari
yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang
untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai
PE

dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat
hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau
biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang
independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan
T

kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau


metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan
IA

metode laba bersih transaksional (transactional net margin method);

bahwa Pasal 18 ayat (3) UU PPh beserta Penjelasannya tersebut di atas,


AR

secara jelas menunjukkan bahwa:

Prinsip yang harus diterapkan dalam hal terjadi transaksi hubungan istimewa
adalah kewajaran dan kelaziman usaha;
ET

Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha ini menjadi pedoman DJP dalam
menguji transaksi hubungan istimewa untuk memastikan penghasilan
dilaporkan semestinya atau pembebanan biaya yang seharusnya;
KR

bahwa hal ini menunjukkan bahwa “jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima” dalam konteks Pasal 10 ayat (1) UU PPh adalah untuk menguji
apakah dalam transaksi hubungan istimewa yang dilakukan oleh Wajib Pajak
dengan pihak afiliasinya telah melaporkan penghasilan yang semestinya atau
SE

pembebanan biaya yang seharusnya, sehingga transaksi hubungan istimewa


tersebut telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.

bahwa untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:

bahwa hal tersebut di atas jelas menunjukkan bahwa jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau jumlah yang seharusnya diterima menurut ketentuan Pasal 10
ayat (1) UU PPh adalah mengacu kepada penerapan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha. Di mana untuk pengujian penerapan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha terdapat tahapan-tahapan yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

bahwa tahapan/prosedur yang seharusnya dilakukan Terbanding dalam hal


Terbanding mengindikasikan terdapat pengalihan harta tidak berwujud dari

K
ketiga Anak Perusahaan kepada Pemohon Banding, akan diuraikan dalam butir
selanjutnya;

JA
2.1.2.3. Dalam Transaksi Afiliasi Yang Pemohon Banding Lakukan Dengan Ketiga Anak
Perusahaan Merupakan Transaksi Domestik, Tidak Terdapat Risiko

PA
Penghindaran Pajak Sehingga Sesuai Ketentuan Pasal 18 Ayat (3) UU PPh
Maka Terbanding Tidak Berwenang Untuk Melakukan Koreksi;

bahwa sebagaimana telah diuraikan dalam butir sebelumnya, bunyi Pasal 18


ayat (3) UU PPh menyatakan bahwa:

N
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk

LA
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan
kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang

lainnya;
A DI
independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus atau metode

Kemudian, Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh tersebut menyatakan:


NG

Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya


penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa.
Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan
dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebih dari
yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang
PE

menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan


keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat
hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau
biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang
independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan
T

kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method) dan


metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan
IA

metode laba bersih (transactional net margin method);

bahwa dalam penjelasan Pasal 18 UU PPh dijelaskan bahwa penghindaran


AR

pajak melalui transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dapat terjadi apabila transaksi tersebut dilakukan oleh
Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib
Pajak Luar Negeri di luar Indonesia. Dengan kata lain, transaksi tersebut adalah
ET

transaksi lintas batas negara yang dimana Wajib Pajak dapat memanfaatkan
perbedaan tarif pajak dalam rangka mengurangi beban pajak. Dalam kasus ini,
transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak merupakan transaksi antara Wajib
Pajak Dalam Negeri di dalam yurisdiksi perpajakan Indonesia sehingga praktik
KR

transfer pricing dalam rangka menghindari pajak, tidak ada;

bahwa sesuai dengan peraturan pelaksana Pasal 18 ayat (3) UU PPh yaitu
Pasal 2 PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-
SE

32/PJ/2011 terkait penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman mengatur


bahwa penghindaran pajak akibat adanya hubungan istimewa dapat dilakukan
apabila:

1. Transaksi tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri di luar Indonesia;
atau
2. Transaksi dilakukan antara Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia dengan memanfaatkan perbedaan tarif pajak yang
disebabkan oleh:

Perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan Final atau Tidak Final pada sektor
usaha tertentu;

K
Perlakuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; atau

JA
Transaksi yang dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja
Sama Migas;

PA
bahwa transaksi Pemohon Banding dengan ketiga Anak Perusahaan tidak
termasuk dalam kategori penghindaran pajak akibat adanya hubungan istimewa
sebagaimana disebutkan dalam PER-32/PJ/2011. Baik ketiga Anak
Perusahaan maupun Pemohon Banding adalah Subyek Pajak Dalam Negeri
yang berkedudukan di Indonesia dan memiliki tarif pajak yang sama.

N
bahwa dengan telah diaturnya peraturan pelaksanaan terkait penerapan prinsip

LA
kewajaran dan kelaziman usaha melalui PER-43/PJ/2010 dan perubahannya
PER-32/PJ/2011, telah memberikan kepastian dan kelancaran dalam
penerapan kewajaran dan kelaziman usaha. Selanjutnya, Direktorat Jenderal
Pajak juga memperbaharui peraturan pelaksana terkait dengan prosedur
DI
pemeriksaan hubungan istimewa melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-22/PJ/2013. Lebih lanjut, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan
petunjuk teknis PER-22/PJ/2013 yaitu Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
A
Nomor SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Bahwa PER-22/PJ/2013 dan SE-
NG

50/PJ/2013 telah mengadopsi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam PER-


43/PJ/2010 dan PER-32/PJ/2011 sehingga ketentuan dalam PER-22/PJ/2013
dan SE-50/PJ/2013 jelas telah sejalan dan seiring dalam memastikan
penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sesuai semangat dan
perintah dari Undang-Undang Perpajakan yang berlaku di Indonesia;
PE

bahwa pada Bab I Lampiran I PER-22/PJ/2013 menyatakan hal berikut:

Mengingat bahwa perusahaan multinasional melakukan operasi di beberapa


negara yang memiliki ketentuan dan tarif pajak yang berbeda-beda, terdapat
T

risiko bagi administrasi perpajakan (tax administration) di setiap negara tentang


adanya kemungkinan upaya penghindaran pajak melalui transaksi yang terjadi
IA

antara perusahaan multinasional yang tergabung dalam suatu grup usaha yang
berkedudukan di negara yang berbeda. Pada umumnya, upaya penghindaran
pajak dapat dilakukan antara lain dengan melakukan penggeseran laba (profit
AR

shifting) dari suatu negara ke negara yang lain melalui transaksi antara pihak-
pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang
berbeda (cross-border transactions). Penggeseran laba juga dapat terjadi
antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di
ET

negara yang sama (domestic transactions) dengan cara memanfaatkan


perbedaan tarif pajak yang disebabkan antara lain, dalam hal perlakuan
pengenaan Pajak Penghasilan final atau tidak final pada sektor usaha tertentu,
perlakukan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, atau transaksi
KR

yang dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas;

bahwa upaya penghindaran pajak juga ditegaskan oleh PER-22/PJ/2013 dapat


dilakukan antara lain dengan melakukan penggeseran laba (profit shifting) dari
SE

suatu negara ke negara yang lain melalui transaksi antara pihak-pihak yang
memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang berbeda
(cross-border transactions) dan yang berkedudukan di negara yang sama
dengan cara memanfaatkan perbedaan tarif pajak;

bahwa hal ini sejalan dengan Lampiran I SE-50/PJ/2013 yang menyebutkan


sebagai berikut:
7. Apabila Wajib Pajak memiliki transaksi afiliasi dengan pihak Wajib Pajak
Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, maka Pemeriksa
Pajak perlu melakukan konfirmasi kepada KPP domisili lawan transaksi
untuk memastikan:

kebenaran nilai dan jenis transaksi;

K
tidak terdapat penghindaran pajak dengan memanfaatkan perbedaan tarif

JA
pajak atau hal lainnya dalam transaksi afiliasi sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) PER-32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Antara Wajib Pajak yang

PA
Mempunyai Hubungan Istimewa atau peraturan penggantinya.

8. Pemeriksa Pajak menguji risiko penghindaran Pajak dalam transaksi afiliasi,


dengan mempertimbangkan faktor sebagaimana dimaksud dalam tahapan
persiapan pemeriksaan (huruf A angka 4). Jika dalam pelaksanaan
pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meyakini bahwa terdapat risiko

N
penghindaran pajak, maka Pemeriksa Pajak membuat perubahan rencana
pemeriksaan dan program pemeriksaan”;

LA
bahwa Terbanding sampai dengan dibuatnya surat permohonan banding ini,
belum melakukan konfirmasi kepada KPP domisili lawan transaksi Panamas,
SPP, dan Handal. Justru sebaliknya, sebagaimana telah diuraikan dalam butir
DI
2.1.2.1. bahwa pihak Terbanding justru telah melakukan pemeriksaan terhadap
Panamas, SPP, dan Handal untuk tahun pajak 2010, di mana SKP-SKP yang
diterbitkan oleh pihak Terbanding bagi ketiga Anak Perusahaan tersebut telah
A
menetapkan bahwa transaksi jual beli aktiva berwujud yang dilakukan oleh
Pemohon Banding dan Anak Perusahannya bukan merupakan transaksi
NG

pengalihan usaha, tetapi merupakan transaksi penjualan aktiva berwujud yang


sudah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;

bahwa lebih lanjut, tidak dilakukannya konfirmasi ke KPP domisili lawan


transaksi menyebabkan Terbanding melanggar petunjuk teknis pemeriksaan
PE

terhadap Wajib Pajak yang melakukan transaksi hubungan istimewa dan


maksud & tujuan dari SE-50/PJ/2013 bagian pendahuluan agar pemeriksaan
berkualitas dalam menjalankan wewenangnya tersebut;

bahwa apabila Terbanding melakukan hal ini, maka sangat jelas bahwa tidak
T

terdapat risiko penghindaran pajak sama sekali;


IA

bahwa sebagaimana Pemohon Banding telah uraikan diatas, maka berikut


adalah rangkuman dari ketentuan-ketentuan terkait dengan kewenangan
Terbanding untuk melakukan pemeriksaan transfer pricing untuk memastikan
AR

apakah terdapat risiko penghindaran pajak:

Namun demikian, fakta yang terjadi pada perkara a quo adalah sebagai berikut:
ET

bahwa lebih lanjut, bahwa risiko terjadinya penghindaran pajak dalam konteks
transfer pricing hanya dapat terjadi dalam transaksi lintas batas negara/atau
adanya perbedaan tarif disebutkan juga dalam literatur sebagai berikut:
KR

Paragraf 1.1.6 UN Practical Manual on Transfer Pricing for Developing


Countries menyatakan sebagai berikut:

Transfer pricing is the general term for the pricing of cross-border, intra-firm
transactions between related parties;
SE

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Transfer pricing adalah istilah umum untuk menjelaskan harga transfer pada
transaksi lintas batas negara antara perusahaan-perusahaan intra-grup, yaitu
transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa;
Paragraf 12 OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and
Tax Administrations dinyatakan sebagai berikut.

Transfer prices are significant for both taxpayers and tax administrations
because they determine in large part the income and expenses, and therefore
taxable profits, of associated enterprises in different tax jurisdictions;

K
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

JA
Transfer pricing merupakan hal yang penting baik bagi Wajib Pajak maupun
Otoritas Pajak, sebab transfer pricing akan menentukan besarnya penghasilan

PA
dan biaya, dan dengan demikian juga besarnya penghasilan kena pajak
perusahaan-perusahaan afiliasi di berbagai yuridiksi perpajakan;

bahwa Jens Wittendorf, Transfer Pricing and the Arm’s Length Principle in
International Tax Law (the Netherlands: Kluwer, 2010), hal. 8 menyatakan:

N
Second, transfer pricing is increasingly seen as concerning the international
income allocation between states

LA
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Kedua, transfer pricing semakin banyak dipandang sebagai isu internasional


DI
terkait dengan alokasi penghasilan antara negara-negara.

bahwa Jamal Hejazi, Transfer Pricing - The Basic from a Canadian Perspective
A
(Canada: LexisNexis, 2009), hal. 9 menyatakan:
NG

The Canadian transfer pricing rules found in s. 247 of the Income Tax Act (ITA)
are based on the arm’s length principle. In other words, the terms and
conditions of a cross-border transaction between non-arms’ length parties
would approximate those that would be negotiated between arms’ length
parties;
PE

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Peraturan transfer pricing Kanada sebagaimana dapat ditemukan dalam s. 247


Undang-undang Pajak Penghasilan (ITA) adalah berdasarkan prinsip kewajaran
T

dan kelaziman usaha (arm’s length). Dengan kata-kata lain, kondisi-kondisi


dalam suatu transaksi lintas batas negara antara pihak-pihak yang bertindak
IA

non-arm’s length harus mendekati kondisi-kondisi yang terjadi jika seandainya


transaksi tersebut dinegosiasikan antara pihak-pihak yang bertindak sesuai
dengan arm’s length.
AR

bahwa Jian Li dan Alan Paisley, International Transfer Pricing in Asia Pacific –
Perspectives on Trade between Australia, New Zealand, and China (New York:
Palgrave, 2005), hal. 113 menyatakan sebagai berikut:
ET

The transfer pricing legislation – Article 13 of the Income Tax Law of the
People’s Republic of China for Enterprise with Foreign Investment and Foreign
Enterprises – adopts the arm’s length principle, which stipulates that the prices
KR

charged or paid in business dealings between the establishments of foreign


investment enterprises within China and their associated enterprises should be
the same as the prices charged or paid in comparable uncontrolled transactions
between independent, unrelated enterprises;
SE

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Peraturan transfer pricing – Pasal 13 Undang-undang Pajak Penghasilan


Republik Rakyat Cina untuk Perusahaan Investasi Asing dan Perusahaan Asing
– menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length). Prinsip
tersebut mengatur bahwa harga yang dibebankan atau dibayar dalam transaksi
bisnis antara perusahaan investasi asing di Cina dengan perusahaan afiliasinya
harus sama dengan harga yang dibebankan atau dibayarkan dalam transaksi
independen atau transaksi yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa;

bahwa Paul Balkus dan Peter Austin, “Australia – Transfer Pricing (Topical
Analysis), IBFD Database, Paragraf 2.2.1 menyatakan:

K
Division 13 was enacted in 1982 and contained language primarily focused on
determining an arm’s length consideration in respect of a specific transaction.

JA
The ITAA 1997 was amended in September 2012 to include new provisions on
transfer pricing contained in Subdivision 815-A. Subdivision 815-A applies to
income years commencing on or after 1 July 2004 and prior to 30 June 2013.

PA
Application of these rules will apply only to international dealings with related
parties in countries with which Australia has an international tax agreement. The
second tranche of transfer pricing reforms introduced Subdivisions 815-B to D
of the ITAA 1997 and Subdivision 284-E of the Taxation Administration Act
1953 (“TAA 1953”), and applies to income years commencing on or after 1 July
2013. Unlike Subdivision 815-A, these amendments are applicable to

N
international arrangements with both treaty and non-treaty countries;

LA
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Divisi 13 disahkan pada tahun 1982 dan mengatur mengenai prinsip kewajaran
dan kelaziman usaha terkait dengan transaksi spesifik. ITAA 1997 (undang-
DI
undang pajak penghasilan) diubah pada bulan September tahun 2012 dan
memasukkan peraturan baru mengenai transfer pricing pada Sub-Divisi 815-A.
Sub-Divisi 815-A berlaku untuk dari tahun pajak yang bermula pada atau
A
setelah tanggal 1 Juli 20013 dan sebelum 30 Juni 2013. Penerapan peraturan-
peraturan ini hanya berlaku untuk transaksi internasional dengan pihak-pihak
NG

yang mempunyai hubungan istimewa di negara-negara yang mempunyai


perjanjian pajak internasional dengan Australia. Tahap kedua reformasi transfer
pricing dimulai dengan berlakunya Sub-Divisi 815-B sampai D pada ITAA 1997
dan Sub-Divisi 284-E Undang-undang Administrasi Pajak 1953 (TAA 1953),
yang berlaku untuk tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Juli
PE

2013. Tidak seperti Sub-Divisi 815-A, perubahan-perubahan ini berlaku untuk


transaksi internasional baik dengan negara treaty maupun negara yang tidak
mempunyai treaty dengan Australia;

bahwa D.P. Mittal, Transfer Pricing in India, 3rd edition (New Delhi: Taxmann),
T

hal. 89 menyatakan sebagai berikut:


IA

The basic intention underlying the new transfer pricing regulations is to prevent
the shifting of profits by manipulating prices charged or paid in international
transactions, thereby eroding the country’s tax base;
AR

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Maksud utama diadakannya peraturan transfer pricing yang baru adalah untuk
ET

mencegah terjadinya pergeseran laba dengan cara manipulasi harga transfer


yang dibebankan atau dibayarkan dalam suatu transaksi internasional yang
dapat menyebabkan pengurangan basis pajak nasional;
KR

bahwa Karl Gruendel dan Ken Okawara, Transfer Pricing in Japan (Japan:
CCH, 2010), Paragraf 3-310 menyatakan:

Transactions between a corporation that is obliged to pay Japanese corporation


tax and its foreign related parties (defined more specifically below) are subject
SE

to the transfer pricing rules. (…) All types of transaction with foreign related
parties, including transactions of tangible assets, intangible assets (including
both transfer of intangibles assets and licensing of intangible assets), and
financial transactions (including loans, guarantee, and global trading of financial
instruments) are covered by the transfer pricing rules;

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:


Transaksi antara perusahaan yang wajib membayar pajak di Jepang dengan
perusahaan afiliasi di luar negeri (didefinisikan lebih lanjut dibawah) tunduk
pada peraturan transfer pricing. (...) Semua jenis transaksi dengan pihak afiliasi
di luar negeri, termasuk transaksi harta berwujud, transaksi harta tak berwujud
(baik transfer harta tak berwujud maupun lisensi harta tak berwujud) dan

K
transaksi keuangan (termasuk pinjaman, garansi dan perdagangan global
instrumen-instrumen keuangan) masuk dalam cakupan peraturan transfer
pricing;

JA
bahwa Uraian-uraian di atas menunjukkan secara jelas bahwa Terbanding tidak
berwenang untuk melakukan koreksi dengan penerapan prinsip kewajaran dan

PA
kelaziman usaha berdasarkan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Bahwa dengan mempertimbangkan PER-43/PJ/2010
sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011, serta petunjuk
teknis pemeriksaan sebagaimana diatur dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-
50/PJ/2013, maka seharusnya Terbanding hanya mempunyai kewenangan

N
melakukan koreksi transfer pricing hanya apabila terdapat risiko penghindaran
pajak. Bahwa dalam transaksi Pemohon Banding dengan ketiga Anak
Perusahaan sama sekali tidak terdapat upaya penghindaran pajak. Oleh karena

LA
itu, Pemohon Banding mohon kepada Majelis yang Mulia untuk dapat
membatalkan dan tidak mempertahankan koreksi ini;

2.1.2.4. Sebagai Perusahaan Terbuka, Pemohon Banding Telah Mematuhi Ketentuan


DI
Dan Persyaratan Yang Diwajibkan Oleh BAPEPAM-LK Sehubungan Dengan
Keterbukaan Informasi Terkait Transaksi Dengan Pihak-Pihak Afiliasi;
A
bahwa sebagai perusahaan terbuka yang sahamnya tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI), terdapat kewajiban bagi Pemohon Banding untuk melakukan
NG

keterbukaan informasi sehubungan dengan transaksi material dan transaksi


dengan pihak-pihak afiliasi. Dalam hal ini Pemohon Banding telah mematuhi
seluruh persyaratan berkenaan dengan keterbukaan informasi atas transaksi
usahanya dengan pihak afiliasi dengan melaporkan semua transaksi yang telah
dilakukannya kepada Bapepam-LK;
PE

bahwa khususnya dalam hal ini dalam rangka memenuhi ketentuan angka 3
Peraturan No. IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan
Transaksi Tertentu, Wajib Pajak telah melaporkan transaksi jual beli aktiva
T

berwujud yang dilakukannya kepada Bapepam-LK melalui Surat No.


001/CLD/HMS/I/2010 tertanggal 6 Januari 2010 dan Surat No.
IA

019/CLD/HMS/II/2010 tertanggal 2 Februari 2010;

2.1.2.5. Pendapat Terbanding Bahwa Telah Terjadi Pengambilalihan Usaha Anak


AR

Perusahaan Oleh Pemohon Banding Adalah Keliru. Faktanya, Kegiatan Usaha


Anak Perusahaan Disebabkan Oleh Hubungan Kontraktual Dengan Pemohon
Banding, Sehingga Tidak Mungkin Dapat Terjadi Pengambilalihan Usaha
Sebagaimana Dimaksud Oleh Terbanding;
ET

bahwa Pemohon Banding sangat tidak setuju dengan pendapat Terbanding


bahwa terdapat pengambilalihan usaha Anak Perusahaan. Adapun alasan
Pemohon Banding dapat dirangkum sebagai berikut:
KR

bahwa Kegiatan usaha Anak Perusahaan disebabkan oleh hubungan


kontraktual dengan Pemohon Banding;

bahwa Perjanjian antara Anak Perusahaan dan Pemohon Banding hanya


SE

berjangka waktu selama 1 tahun, sehingga sewaktu-waktu Pemohon Banding


dapat memberhentikan kegiatan usaha Anak Perusahaan. Hal ini menunjukkan
bahwa ‘usaha’ yang dimaksud Terbanding faktanya tidak pernah dimiliki oleh
Anak Perusahaan, namun dimiliki oleh Pemohon Banding sendiri. Dengan
demikian, Anak Perusahaan tidak mungkin dapat mengalihkan ‘usaha’ tersebut
kepada Pemohon Banding;

Berikut Pemohon Banding uraikan penjelasannya secara lebih terperinci:


bahwa Kegiatan Usaha Anak Perusahaan Disebabkan Oleh Hubungan
Kontraktual Dengan Pemohon Banding;

bahwa Ketiga Anak Perusahaan pada hakikatnya tidak memiliki usaha sendiri,
namun sangat bergantung pada usaha Pemohon Banding;

K
bahwa sebagaimana Pemohon Banding uraikan sebelumnya, terlihat bahwa
tingkat ketergantungan ketiga Anak Perusahaan terhadap Pemohon Banding

JA
sangat tinggi, sehingga nyata-nyata dapat disimpulkan bahwa ketiga Anak
Perusahaan tidak memiliki usaha sendiri namun sangat bergantung pada
bisnis, bantuan, dan dukungan dari Pemohon Banding;

PA
bahwa Tabel di bawah ini menunjukkan persentase ketergantungan Anak
Perusahaan dalam transaksi utama dengan Pemohon Banding:

Anak perusahaan Ketergantungan pembelian / penjualan (Dalam Juta Rupiah)

N
2008 2009

LA
Panamas 99.52% 99.40%

SPP 89.57% 92.55%

Handal 95.58% 97.33%


DI
Sumber: laporan audit Panamas, SPP, dan Handal tahun 2008-2009
A
bahwa mempertimbangkan hal di atas, apabila terdapat pihak ketiga yang
NG

mengambilalih Anak Perusahaan, maka pihak ketiga tersebut hanya akan


mendapatkan aktiva berwujud dari ketiga Anak Perusahaan saja;

bahwa Perjanjian Antara Anak Perusahaan Dan Pemohon Banding Hanya


Berjangka Waktu Selama 1 Tahun, Sehingga Sewaktu-Waktu Pemohon
PE

Banding Dapat Memberhentikan Kegiatan Usaha Anak Perusahaan. Hal Ini


Menunjukkan Bahwa ‘Usaha’ Yang Dimaksud Terbanding Faktanya Tidak
Pernah Dimiliki Oleh Anak Perusahaan, Namun Dimiliki Oleh Pemohon Banding
Sendiri. Dengan Demikian, Anak Perusahaan Tidak Mungkin Dapat
T

Mengalihkan ‘Usaha’ Tersebut Kepada Pemohon Banding;


IA

bahwa dalam OECD Guidelines 2010, paragraf. 9.92 menyebutkan suatu


situasi dimana suatu hak kontraktual dapat membentuk suatu harta tak
berwujud, adalah dalam hal sebagai berikut:
AR

For instance, assume that company A has valuable long-term contracts with
independent customers that carry significant profit potential for A. Assume that
at a certain point in time, A voluntarily terminates its contracts with its customers
under circumstances where the latter are legally or commercially obligated to
ET

enter into similar arrangements with company B, a foreign entity that belongs to
the same MNE group as A. As a consequence, the contractual rights and
attached profit potential that used to lie with A now lie with B;
KR

Terjemahannya:

Misalnya, asumsikan bahwa perusahaan A mempunyai kontrak jangka panjang


yang berharga dengan pelanggan-pelanggan pihak ketiga, yang mana kontrak
SE

tersebut mempunyai potensi keuntungan yang besar bagi A. Kemudian


asumsikan bahwa dalam suatu waktu tertentu, A secara sukarela
memberhentikan kontrak dengan pelanggan-pelanggannya dengan syarat
bahwa pelanggan-pelanggannya tersebut secara hukum maupun komersial
diwajibkan untuk membuat suatu kondisi-kondisi serupa dengan perusahaan B
(suatu perusahaan yang merupakan anggota suatu kelompok perusahaan
multinasional yang sama dengan A). Dengan demikian, hak kontraktual beserta
potensi keuntungan yang melekat pada hak kontraktual tersebut yang dulunya
berada di A sekarang berada di B;

Bahwa dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hak kontraktual dapat
membentuk suatu harta tak berwujud yang berharga jika:

K
 Kontrak tersebut merupakan kontrak jangka panjang; dan

JA
 Kontrak tersebut merupakan kontrak dengan pihak-pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa atau independen dengan Wajib Pajak;

PA
bahwa dalam kasus ini, kontrak ketiga Anak Perusahaan mempunyai
karakteristik sebagai berikut:

Referensi Kontrak Penjelasan


PT PG dan Industri Panamas (“Panamas”)
Pihak mitra Perjanjian Distribusi, Sebagaimana disebutkan dalam lampiran 8,

N
kontrak tertanggal 13 Juli 2005, Pemohon Banding merupakan mitra bisnis
hal.1 utama Panamas (pada tahun 2008 dan 2009

LA
sebesar 86.12% dan 85.23% dari total
pembelian yang dilakukan Panamas adalah
dengan Pemohon Banding). Adapun Pemohon
Banding merupakan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Panamas.
Jangka Waktu Pasal

Juli 2005
4 DI
Perjanjian 1 tahun dengan perpanjangan secara otomatis,
Distribusi, tertanggal 13 jika Pemohon Banding tidak memberhentikan
A
kontrak tersebut dalam jangka waktu 30 hari
sebelum berakhirnya kontrak.
NG

PT SP (“SPP”)
Pihak mitra Berdasarkan purchasing Sebagaimana disebutkan dalam lampiran 8,
kontrak order Pemohon Banding merupakan mitra bisnis
utama SPP (pada tahun 2008 dan 2009 sebesar
93.88% dan 85.80% dari total penjualan yang
PE

dilakukan SPP adalah dengan Pemohon


Banding). Adapun Pemohon Banding
merupakan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan SPP.
Jangka Waktu Berdasarkan purchasing Tidak terdapat keterikatan sama sekali bagi
T

order Pemohon Banding untuk secara terus menerus


membeli jasa/barang dari SPP.
IA

PT. HLN (“Handal”)


Pihak mitra Halaman 1 Perjanjian Jasa Sebagaimana disebutkan dalam lampiran 8,
kontrak tertanggal 1 April 2008 Pemohon Banding merupakan mitra bisnis
AR

utama Handal (pada tahun 2008 dan 2009


sebesar 84.57% dan 81.86% penjualan yang
dilakukan Handal adalah dengan Pemohon
Banding). Adapun Pemohon Banding
merupakan pihak yang mempunyai hubungan
ET

istimewa dengan Handal.


Jangka waktu Pasal 5 Service 12 bulan dengan perpanjangan secara otomatis,
Agreement tertanggal 1 jika Pemohon Banding tidak memberhentikan
April 2008 kontrak tersebut dalam jangka waktu 1 bulan
KR

sebelum berakhirnya kontrak.

bahwa sebagaimana dapat dilihat di atas, maka sangat jelas bahwa hak
kontraktual ketiga Anak Perusahaan bukan merupakan harta tak berwujud yang
berharga, dan hal ini dapat dibuktikan dengan fakta bahwa:
SE

 Kontrak-kontrak ketiga Anak Perusahaan bukan merupakan kontrak jangka


panjang, namun hanya merupakan kontrak dengan jangka waktu 1 tahun
yang dapat sewaktu-waktu diberhentikan oleh Pemohon Banding; dan

 Kontrak-kontrak ketiga Anak Perusahaan merupakan kontrak dengan pihak-


pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yakni Pemohon Banding sendiri;
bahwa Lebih lanjut, hal-hal di atas justru membuktikan bahwa ‘bisnis’ yang
dimaksud Terbanding faktanya tidak pernah dimiliki oleh Anak Perusahaan,
namun dimiliki oleh Pemohon Banding sendiri. Sesuai dengan prinsip hukum
yang berlaku, seseorang tidak mungkin dapat menyerahkan sesuatu melebihi
daripada apa yang dimilikinya (asas nemo plus iuris). Dengan demikian, adalah

K
tidak mungkin bagi Anak Perusahaan untuk mengalihkan suatu ‘bisnis’ yang
bukan merupakan milik Anak Perusahaan sendiri;

JA
2.1.2.6. Pembuktian Bahwa Transaksi Pemohon Banding Dengan Ketiga Anak
Perusahaan Adalah Transaksi Pengalihan Harta Berwujud Dan Bukan
Pengalihan Harta Tak Berwujud Yang Tidak Dimiliki Oleh Ketiga Anak

PA
Perusahaan Yang Berkarakteristik Contract Service Provider Yang Menjalankan
Hanya Fungsi Rutin Serta Hanya Memperoleh Laba Yang Cenderung Stabil;

bahwa secara substansi transaksi pengalihan aktiva berwujud telah sesuai


dengan formalitasnya yaitu sebagai transaksi pengalihan aktiva berwujud.
Substansi yang dimaksud, merujuk pada fakta bahwa ketiga Anak Perusahaan

N
tidak mempunyai aktiva tidak berwujud yang berharga, sehingga suatu
transaksi pengalihan aktiva tidak berwujud tidak dapat terjadi antara Pemohon

LA
Banding dan ketiga Anak Perusahaan. Dengan kata lain, transaksi Pemohon
Banding dengan ketiga Anak Perusahaan merupakan murni transaksi aktiva
berwujud saja. Adapun fakta-faktanya adalah sebagai berikut:

DI
bahwa Ketiga Anak Perusahaan merupakan perusahaan dengan karakteristik
sebagai contract service provider yang tidak memiliki harta tak berwujud sesuai
penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
A
bahwa Ketiga Anak Perusahaan hanya menjalankan fungsi rutin sehingga tidak
NG

mungkin memiliki harta tak berwujud berdasarkan penerapan prinsip kewajaran


dan kelaziman usaha; dan

bahwa Data perusahaan pembanding dari database Oriana menunjukkan


bahwa tingkat laba operasi ketiga Anak Perusahaan cenderung stabil. Padahal
PE

penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usahapun mengkonfirmasi bahwa


apabila suatu perusahaan memiliki harta tak berwujud, maka laba operasinya
cenderung lebih tinggi daripada rata-rata perusahaan sejenis;

bahwa Ketiga Anak Perusahaan Merupakan Perusahaan Dengan Karakteristik


T

Sebagai Contract Service Provider Yang Tidak Memiliki Harta Tak Berwujud
Sesuai Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha;
IA

bahwa Pemohon Banding sangat tidak setuju dengan pendapat Pemeriksa


bahwa terdapat harta tak berwujud yang berharga di dalam Anak Perusahaan.
AR

Adapun alasan Pemohon Banding dapat dirangkum sebagai berikut.

bahwa Kompensasi atas jasa yang diterima ketiga Anak Perusahaan adalah
dalam bentuk aransemen Cost Plus, yaitu sebagaimana sesuai dengan ciri-ciri
ET

suatu perusahaan dengan risiko yang rendah (contract service provider);

bahwa Performa bisnis Anak Perusahaan menunjukkan bahwa tingkat laba


operasional Anak Perusahaan cenderung stabil, yaitu sebagaimana khasnya
KR

ciri-ciri suatu perusahaan penyedia jasa dengan risiko yang rendah (low risk
service provider);

bahwa Suatu perusahaan dengan karakter contract service provider tidak


memiliki harta tak berwujud yang berharga;
SE

bahwa Kompensasi Atas Jasa Yang Diterima Ketiga Anak Perusahaan Adalah
Dalam Bentuk Aransemen Cost Plus, Yaitu Sebagaimana Sesuai Dengan Ciri-
Ciri Suatu Perusahaan Dengan Risiko Yang Rendah (Contract Service
Provider)

bahwa Pasal 11 ayat (11) Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-43/PJ/2010


tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi
antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
(selanjutnya disebut dengan PER-43) sebagaimana terakhir telah diubah
dengan PER-32/PJ/2011 (selanjutnya disebut dengan PER-32) menyebutkan
bahwa:

K
Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method)
antara lain adalah:

JA
 barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa;

PA
 terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility
agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply
agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau

N
 bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.

bahwa Sejalan dengan peraturan di atas OECD Guidelines 2010, paragraf 2.39

LA
menyebutkan bahwa:

This method probably is most useful where semi finished goods are sold
between associated parties, where associated parties have concluded joint
DI
facility agreements or long-term buy-and-supply arrangements, or where the
controlled transaction is the provision of services;
A
Terjemahannya:
NG

Metode ini akan sangat berguna pada transaksi penjualan barang-barang


setengah jadi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa,
transaksi terkait suatu perjanjian fasilitas bersama, atau transaksi jual-beli
jangka panjang maupun dalam transaksi penyediaan jasa antara pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa;
PE

bahwa dengan demikian jelas bahwa metode cost-plus adalah metode


penetapan harga yang umum dipakai oleh perusahaan penyedia jasa. Bahwa
kegiatan penyedia jasa dapat dipersamakan dengan perusahaan contract
T

manufacturing (contract service provider) atau perusahaan dengan asumsi


risiko yang rendah, disebutkan dalam OECD Guidelines 2010, paragraf 7.40,
IA

sebagai berikut:

Contract manufacturing is another example of an activity that may involve intra-


AR

group services. In such cases the producer may get extensive instruction about
what to produce, in what quantity and of what quality. The production company
bears low risks and may be assured that its entire output will be purchased,
assuming quality requirements are met. In such a case the production company
could be considered as performing a service, and the cost plus method could be
ET

appropriate, subject to the principles in Chapter II;

Terjemahannya:
KR

Contract manufacturing merupakan contoh lainnya suatu aktivitas yang


merupakan transaksi jasa intra-grup. Dalam kasus ini, produsen akan
mendapatkan instruksi yang lengkap mengenai barang yang harus diproduksi,
besaran kuantitasnya dan tingkat kualitasnya. Perusahaan produksi
SE

menanggung risiko yang rendah dan seluruh output produksinya akan pasti
(terjamin) dibeli jika syarat-syarat kualitasnya terpenuhi. Dalam kasus seperti
ini, perusahaan melakukan aktivitas jasa produksi, dan metode cost-plus dapat
merupakan metode yang paling sesuai, dengan mempertimbangkan prinsip-
prinsip sebagaimana dibahas didalam Bab 2;

bahwa Uraian diatas semakin memperjelas bahwa ciri-ciri suatu perusahaan


contract manufacturing (atau contract service provider) adalah penggunaan
metode cost-plus sebagai dasar penetapan harga;

bahwa hal ini juga dikonfirmasikan dalam SE-50, dalam Lampiran I, contoh 19,
dimana disebutkan contoh berikut dalam konteks penerapan metode cost plus;

K
No. Faktor Transaksi Afiliasi (F Transaksi Tingkat
Kesebandingan Corp) Independen Kesebandingan

JA
1. Karakteristik barang Sepatu Sandal Sepatu Sedang
2. Analisis fungsi Contract Contract Tinggi
manufacturing manufacturing
3. Ketentuan kontrak

PA
 Mark up 10% 10% Tinggi

 Basis Biaya langsung + Biaya langsung Tidak sebanding,


biaya tidak langsung + 40% biaya diperlukan
aktual langsung penyesuaian

N
(estimasi)
4. Keadaan ekonomi Negara M Negara N Tinggi
5. Strategi bisnis Tidak terdapat Tidak terdapat Tinggi

LA
strategi khusus strategi khusus

Tabel 9. Analisis Kesebandingan Metode Cost Plus

DI
bahwa dalam literatur juga disebutkan bahwa suatu perusahaan contract
manufacturing (atau contract service provider) menggunakan metode cost-plus,
yaitu sebagai berikut:
A
Sunny Kishore Bilaney, “Supply Chain Management Using Alternative Manufacturing Models”
NG

International Transfer Pricing Journal (March/April 2014), halaman 87.


“The return earned by the contract manufacturer is essentially based on cost-plus markup on
the manufacturing costs incurred by the contract manufacturer.”
Terjemahannya:
PE

“Keuntungan yang diterima oleh suatu perusahaan contract manufacturer esensinya


merupakan keuntungan yang didasarkan pada mark-up biaya, yaitu biaya produksi yang
dikeluarkan oleh perusahaan contract manufacturer tersebut.”
T

Anuschka Bakker (ed.), Transfer Pricing and Business Restructuring (Amsterdam: IBFD, 2009),
IA

halaman 22.
“The contract manufacturer is traditionally also seen as a service provider and is remunerated
on a cost-plus basis (assuming that the CUP method cannot be used).”
AR

Terjemahannya:
“Perusahaan contract manufacturer secara tradisional dilihat sebagai perusahaan penyedia
jasa dan dibayar berdasarkan metode cost plus (dengan asumsi bahwa metode CUP tidak
ET

dapat digunakan).”

Deloris R. Wright dan Harry A. Keates, “ United States – The Cost Plus Method” International
Transfer Pricing Journal (January/February 1999), halaman 28.
KR

“When a contract manufacturer sells to related parties, the cost-plus method is applied in both
the traditional and turn- key situations; “
Terjemahannya:
SE

“Jika suatu perusahaan contract manufacturer melakukan penjualan kepada pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, maka metode cost plus adalah metode yang diterapkan baik
dalam situasi tradisional maupun situasi turn key.”

bahwa dalam kasus ini, kontrak Pemohon Banding dengan Anak Perusahaan
adalah sebagai berikut:
Anak Perusahaan Referensi kontrak Services Fee

PT PG dan Industri Pasal 5.1. Perjanjian Cost (Harga beli produk) Plus
Panamas (“Panamas”) Distribusi, tertanggal 13 Juli Markup 3,5%
2005

K
PT SP (“SPP”) Berdasarkan purchasing order Berdasarkan Cost Plus Mark Up

JA
PT. HLN (“Handal”) Pasal 2.1. Services Cost Plus Markup 5%
Agreement, dated 1 April 2008

PA
Sebagaimana dapat dilihat di atas, Anak Perusahaan diremunerasikan
berdasarkan metode cost plus, yaitu sesuai dengan aransemen yang umum
dilakukan dengan perusahaan yang berfungsi sebagai contract service
provider;

N
bahwa Performa Bisnis Anak Perusahaan Menunjukkan Bahwa Tingkat Laba
Operasional Anak Perusahaan Cenderung Stabil, Yaitu Sebagaimana Khasnya

LA
Ciri-Ciri Suatu Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Risiko Yang Rendah (Low
Risk Service Provider);

bahwa OECD Guidelines 2010, paragraf 1.45 menyebutkan bahwa:


DI
Usually, in the open market, the assumption of increased risk would also be
compensated by an increase in the expected return, although the actual return
A
may or may not increase depending on the degree to which the risks are
actually realised;
NG

Terjemahannya:

Pada umumnya dalam pasar yang terbuka, asumsi kenaikan risiko akan
dikompensasikan dengan kenaikan ekspektasi keuntungan, walaupun
PE

keuntungan yang didapatkan sebenarnya belum tentu meningkat, sebab hal ini
tergantung pada tingkat terwujudnya suatu risiko yang benar-benar terjadi;

bahwa Lebih lanjut, OECD Guidelines 2010, paragraf 1.47 menyebutkan


bahwa:
T

The functions carried out (taking into account the assets used and the risks
IA

assumed) will determine to some extent the allocation of risks between the
parties, and therefore the conditions each party would expect in arm’s length
transactions. … Similarly, a contract manufacturer or a contract research
AR

provider that takes on no meaningful risk would usually expect only a limited
return;

Terjemahannya:
ET

Fungsi yang dijalankan (dengan memperhitungkan aset yang digunakan dan


risiko yang ditanggung) akan menentukan dalam derajat tertentu alokasi risiko
antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan oleh karena itu
KR

juga kondisi yang wajar (arms’ length) didapatkan setiap pihak. … Serupa
dengan hal itu, suatu perusahaan contract manufacturer atau contract research
provider yang tidak menanggung risiko-risiko yang berarti hanya dapat memiliki
suatu keuntungan yang terbatas;
SE

bahwa dengan demikian jelas bahwa suatu perusahaan yang mempunyai profil
sebagai contract manufacturing (atau dalam hal perusahaan penyedia jasa
disebut juga dengan contract service provider) mempunyai asumsi risiko yang
rendah, sehingga potensi tingkat laba juga rendah dan cenderung stabil;

bahwa sejalan dengan panduan OECD Guidelines di atas, SE-50 dalam


Lampiran I, Bab 2 menyebutkan bahwa:
Dalam menentukan karakteristik usaha Wajib Pajak serta memahami
fungsi-fungsi pihak lawan transaksinya, Pemeriksa Pajak akan mendapatkan
gambaran mengenai remunerasi yang diharapkan (expected return) oleh
masing-masing pihak yang bertransaksi, serta risiko terjadinya penghindaran
pajak menggunakan transfer pricing;

K
bahwa kemudian juga PER-22, dalam Lampiran I, Bab 2, menyebutkan bahwa:

JA
Analisis fungsi dilakukan untuk mendapatkan identifikasi yang akurat terhadap
karakteristik usaha Wajib Pajak serta lawan transaksinya. Dengan mengetahui
karakteristik usaha Wajib Pajak dan lawan transaksinya, maka akan dapat

PA
diperkirakan tingkat risiko yang ditanggung dan remunerasi (profit) yang
sepadan dengan risiko yang ditanggung tiap-tiap pihak;

bahwa Peraturan-peraturan di atas semakin memperjelas bahwa terdapat


korelasi antara karakteristik perusahaan dengan tingkat remunerasi
perusahaan, sehingga tingkat remunerasi suatu perusahaan dapat memberi

N
gambaran mengenai karakteristik perusahaan tersebut;

LA
bahwa dalam literatur transfer pricing disebutkan bahwa tingkat remunerasi
suatu perusahaan contract manufacturing (atau contract service provider) dapat
digambarkan sebagai berikut:

DI
bahwa Hendrik Swanefeld, Charles Osoro, Martin Przysuski, Srini Lalapet dan
Pallavi Paul, “Transfer Pricing and Characterization of Multinational Enterprise
Operations With a Focus on Canada and the U.S.” Tax Notes International
A
(2004), halaman 754
NG
T PE
IA
AR
ET
KR

Anuschka Bakker (ed.), Transfer Pricing and Business Restructuring


(Amsterdam: IBFD, 2009), halaman 20.
SE
K
JA
PA
Gareth Greend (ed.), Transfer Pricing Manual (London: BNA International,
2008), halaman 18.

Gambar-gambar di atas mengkonfirmasikan bahwa ciri-ciri tingkat laba suatu

N
perusahaan contract manufacturing (atau contract service provider) adalah:

LA
 Tingkat laba yang terbatas (cenderung rendah); dan

 Stabil dari tahun ke tahun (fluktuasi tingkat laba dari tahun ke tahun berada
dalam rentang yang tidak luas).

selama periode tahun 2006 -2009:


A DI
bahwa berikut Pemohon Banding paparkan tingkat laba Anak Perusahaan

PT PG dan Industri Panamas


NG

(dinyatakan dalam Rupiah)


T PE
IA
AR
ET
KR

PT SP (SPP)

(dinyatakan jutaan Rupiah)


SE
K
JA
PA
N
LA
PT. HLN (Handal)

(dinyatakan dalam Rupiah)


A DI
NG
T PE
IA
AR

Sumber: SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2006, 2007, 2008, dan 2009

bahwa sebagaimana dapat dilihat di atas, maka sangat jelas bahwa tingkat laba
Anak Perusahaan memiliki ciri-ciri suatu perusahaan contract service provider;
ET

bahwa Suatu Perusahaan Dengan Karakter Contract Service Provider Tidak


Memiliki Harta Tak Berwujud Yang Berharga;
KR

bahwa, dalam contoh kasus sebagaimana diuraikan dalam SE-50 terlihat


dengan jelas bahwa suatu perusahaan yang memiliki karakterisasi sebagai
contract manufacturing (atau dalam hal perusahaan penyedia jasa disebut juga
dengan contract service provider) tidak mempunyai harta tidak berwujud yang
SE

berharga adalah sejalan dengan literatur transfer pricing mengenai keberadaan


suatu harta tak berwujud pada contract service provider, yaitu sebagai berikut:

bahwa Deloris R.Wright and Harry A. Keates, “United States – The Cost Plus
Method”, International Transfer Pricing Journal: January/February 1999,
halaman 28;
A contract manufacturer generally owns no product-related intangible property
and no manufacturing intangibles other than the know-how required to
assemble the product;

Terjemahannya:

K
Suatu perusahaan contract manufacturer umumnya tidak memiliki harta tak
berwujud terkait dengan produk dan sama sekali tidak memiliki harta tak

JA
berwujud terkait dengan proses produksi selain daripada know how yang
dibutuhkan untuk merakit suatu produk;

PA
Hendrik Swanefeld, Charles Osoro, Martin Przysuski, Srini Lalapet, and Pallavi
Paul, “Transfer Pricing and Characterization of Multinational Enterprise
Operations with a focus on Canada and the US”, Tax Notes International, Tax
Analyst: 17 May 2004, halaman 750-751;

Generally, compared to full-fledged manufacturers, contract manufacturers are

N
manufacturing entities that perform limited functions, assume fewer risks, and
employ or own no intangibles;

LA
Terjemahannya:

Pada umumnya, dibandingkan dengan fully fledged manufacturer, suatu


DI
contract manufacturer menjalankan fungsi yang terbatas, menanggung risiko
yang lebih kecil dan tidak menggunakan atau memiliki harta tak berwujud;
A
Anuschka Bakker (ed.), Transfer Pricing and Business Restructuring
(Amsterdam: IBFD, 2009), halaman 34-35.
NG

Service providers can range from shared service centre providing centralized
support services for the benefit of group companies, to a contract service
provider performing activities on a contract basis for a principal company with
the intention that developed intangibles are owned by the principal company,...
PE

The above service provider models can be summarized as follows:

Contract service provider


Investment in assets used to render service Tends to be low
T

Human resources Lower compensated/ less sophisticated staff


Valuable intangibles
IA

Routine intangibles X
Invoicing and collection (X)
General administrative functions X
AR

Market risk
Bad debt risk
Foreign exchange risk
Liability risk (X)
ET

Terjemahannya:

Suatu perusahaan penyedia jasa dapat berupa penyedia jasa terpusat (yaitu
suatu penyedia jasa terpusat yang memberikan jasa bagi semua anggota
KR

dalam satu grup), sampai dengan penyedia jasa secara kontrak (penyedia jasa
yang melakukan aktivitas jasanya secara kontrak untuk perusahaan
prinsipalnya, dengan maksud bahwa harta tak berwujud yang terbentuk dalam
penyediaan jasa tersebut akan dimiliki oleh perusahaan prinsipal);
SE

Model-model penyedia jasa di atas dapat dirangkum sebagai berikut:

Penyedia jasa secara kontrak


Investasi dalam aset yang digunakan rendah
untuk menyediakan jasa
Sumber daya manusia Gajinya cenderung rendah/ memiliki pengalaman
yang terbatas
Harta tak berwujud yang berharga
Harta tak berwujud rutin X
Penagihan (X)
Fungsi administratif umum X
Risiko Pasar
Risiko piutang tidak tertagih

K
Risiko Nilai Kurs
Risiko Pertanggung Jawaban (X)

JA
bahwa Pemohon Banding perlu jelaskan bahwa satu-satunya harta tak
berwujud yang dapat dimiliki suatu contract service provider adalah routine
intangible, yaitu suatu harta tak berwujud yang umum dimiliki juga oleh pihak-

PA
pihak lain, mudah dicari penggantinya dan terkait semata-mata dengan proses
(bukan terkait dengan produk). Dengan demikian walaupun routine intangible
dapat dikatakan sebagai harta tak berwujud, namun routine intangible tidak
mempunyai nilai sama sekali;

N
bahwa Perbedaan antara routine dan non-routine intangibles dijelaskan dalam
literatur sebagai berikut:

LA
Lorraine Eden, Taxing Multinationals: Transfer Pricing and Corporate Income
Taxation in North America (Toronto: University of Toronto Press Incorporated,
1998), halaman 430;

DI
The regulations define a nonroutine intangible as an intangible central to the
conduct of a business activity and without which the business activity could not
be conducted. It would normally be expected that such property is unique or
A
nearly unique, that its use or application is very valuable, and that there
subsequently would not be examples of substantially similar transactions
NG

between unrelated parties…The term would not include intangible property that
is a normal result of conducting a business… or… for which there may be
acceptable substitutes available in the market-place at a comparable price;

Terjemahannya:
PE

Peraturan mendefinisikan harta tak berwujud non-rutin sebagai harta tak


berwujud yang penting dalam melakukan suatu aktivitas bisnis yang tanpa hal
tersebut suatu aktivitas bisnis tidak dapat dijalankan. Pada umumnya harta tak
T

berwujud seperti itu merupakan harta tak berwujud yang unik atau mendekati
unik, yaitu suatu harta tak berwujud yang penggunaannya atau penerapannya
IA

merupakan hal yang sangat berharga dan tidak dapat dijumpai serupanya
dalam transaksi independen… Terminologi tersebut namun tidak mencakup
harta tak berwujud yang merupakan hasil dari menjalankan bisnis sehari-hari
AR

atau harta tak berwujud yang mudah dijumpai subsitusinya dalam pasar terbuka
pada harga yang dapat dibandingkan;

bahwa berdasarkan fakta-fakta dan penjelasan di atas, Pemohon Banding


berpendapat bahwa tidak terdapat harta tak berwujud yang berharga di dalam
ET

Anak Perusahaan Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas


keberadaan harta tak berwujud pada Anak Perusahaan adalah tidak tepat dan
harus dibatalkan;
KR

bahwa Ketiga Anak Perusahaan Hanya Menjalankan Fungsi Rutin Sehingga


Tidak Mungkin Memiliki Harta Tak Berwujud Sesuai Penerapan Prinsip
Kewajaran Dan Kelaziman Usah;
SE

bahwa berikut adalah persandingan penjelasan kegiatan usaha antara


Panamas dan Pemohon Banding:

PT PG dan Industri Panamas Pemohon Banding


(Panamas)
Sejarah Panamas didirikan berdasarkan Pemohon Banding memulai
Pendirian undang-undang dan hukum yang operasional usahanya (produksi
Perusahaan berlaku di Indonesia pada tanggal rokok) dalam bentuk industri rumah
8 Juli 1989. tangga pada tahun 1913.

Walaupun nama perusahaan Pada tahun 1930, industri rumah


adalah sama dengan PT PG dan tangga tersebut diresmikan dengan
Industri Panamas yang didirikan nama NVBM Handel Maatschappij
pada tahun 1963, namun perlu Sampoerna.

K
diperhatikan bahwa Panamas
merupakan entitas yang berbeda Pada tahun 1963, NVBM Handel

JA
dengan PT PG dan Industri Maatschappij diubah bentuk badan
Panamas yang didirikan pada hukumnya menjadi Perseroan
tahun 1963. Terbatas dengan nama PT PG dan
Industri Panamas.

PA
PT PG dan Industri Panamas
yang didirikan pada tahun 1963 Pada tahun 1988, perseroan terbatas
sekarang telah diubah namanya tersebut diubah namanya menjadi
menjadi HMS. Sedangkan Pemohon Banding.
Panamas merupakan entitas yang
didirikan secara baru pada tahun Pada tahun 1990 perusahaan

N
1989. menjadi perseroan terbatas terbuka
(Tbk.)

LA
Pada tahun 2005, Philip Morris
International Inc. (PMI) mengakuisisi
kepemilikan saham mayoritas HMS.

Peran
Perusahaan
Fungsi Panamas hanya sebatas
kepada menjual/ mendistribusikan
A DI Fungsi Pemohon Banding adalah
melakukan aktivitas pemasaran
dalam menjual rokok Pemohon Banding di (marketing) strategis, yaitu antara lain
produk berbagai wilayah atas instruksi melakukan analisis karakteristik
atau keputusan yang dibuat oleh pasar untuk produk tertentu dan di
NG

Pemohon Banding. Lebih lanjut, wilayah tertentu, dan perumusan


aktivitas penjualan dan distribusi strategi pemasaran dan penjualan.
Panamas dikerjakan oleh Adapun, proses pengambilan
karyawan-karyawan Panamas keputusan (decision making process)
berdasarkan SOP tertentu. pemasaran produk-produk rokok
PE

dilakukan oleh Pemohon Banding.


Business Procedure (SOP) yang Keputusan-keputusan tersebut
diikuti oleh karyawan Panamas kemudian dikomunikasikan kepada
dapat diperinci lebih lanjut Panamas melalui Memorandum.
sebagai berikut: Kegiatan pemasaran strategis yang
T

dilakukan Pemohon Banding antara


 Pre-Journey: lain meliputi:
IA

Merupakan proses persiapan  Melakukan keputusan-keputusan


sebelum salesman berangkat strategis pemasaran
AR

ke lapangan. Aktivitas dalam


proses ini meliputi: penentuan Strategi pemasaran yang dilakukan
jumlah produk yang akan oleh Pemohon Banding meliputi
dibawa, persiapan dokumen- antara lain keputusan-keputusan
dokumen, konfirmasi mengenai hal-hal sebagai berikut:
ET

persediaan barang, loading


produk dan lain-lain.  Penentuan mekanisme distribusi,
yaitu keputusan terkait wilayah
 Check Journey:
pemasaran, tanggal resmi
KR

Merupakan proses klarifikasi launching suatu produk, outlet-


Journey yang akan dikerjakan outlet yang dituju (tingkatan
oleh Salesman. Aktivitas dalam retailer/wholesaler tertentu)
proses ini meliputi: beserta prioritas lokasinya (urban
SE

pemeriksaan daftar pelanggan area, rural area, shopping centre,


yang akan dikunjungi perkantoran atau yang lain).
salesman, dan proses
konfirmasi daftar pelanggan
dengan loading produk yang
 Penentuan harga penjualan,
akan dibawa oleh salesman.
Jika terdapat kesalahan dalam yaitu penentuan harga retail
daftar pelanggan maka (price setting).
rencana perjalanan akan
diperbarui.  Perumusan strategi distribusi,
yaitu meliputi strategi area
 Penambahan Produk di distribusi, channel distribusi (top
lapangan: key account, independent

K
modern outlet atau tipe-tipe
Merupakan proses
penambahan produk pada saat pelanggan yang lain), aktivitas

JA
salesman sudah berada di promosi (sebagai contoh
lapangan. Aktivitas dalam beberapa produk dipromosikan
proses ini meliputi: proses oleh HMS melalui Direct Selling
permintaan penambahan Team, yaitu tim promosi yang

PA
barang oleh salesman, proses terdiri dari perempuan), support
konfirmasi oleh supervisor,
POSM (pemasangan banner,
loading produk dari gudang,
pengiriman penambahan iklan pack display, pack
produk kepada salesman, dan dispenser atau bahan advertising
dokumentasi. visual lainnya di outlet-outlet

N
tertentu), dan penentuan target
 Perpindahan Produk dari market,

LA
Kendaraan ke Kendaraan Lain
 Menentukan sales target
Merupakan proses
pemindahan stock dari Pemohon Banding merumuskan
kendaraan ke kendaraan lain
(antar salesman). Aktivitas
dalam proses ini meliputi:
DI sales target per kuartal yang
meliputi target sales volume,
distribution level, rasio antara out
proses permintaan
A
of stock dan distribution level,
penambahan stock antar market share, dan perumusan
salesman, loading/unloading skema insentif. Adapun secara
NG

stock antar salesman, proses berkala karyawan-karyawan senior


revisi dokumentasi stock. Pemohon Banding bertemu untuk
membahas strategi pemasaran
 Kunjungan Penjualan yang dilakukan oleh Pemohon
Banding.
PE

Merupakan proses salesman


melakukan kunjungan pada
pelanggan. Aktivitas dalam  Menentukan prosedur dan
proses ini meliputi: kunjungan kebijakan pemasaran (sebagai
sales kepada pelanggan, check contoh: Sampoerna Task Force at
T

stock, melakukan survey


Rural – [STAR Project])
wholesaler, melakukan survey
IA

visibility, melakukan survey


STAR Project yang diterbitkan
harga, melakukan survey
pada tahun 2006 merupakan
produk competitor,
kebijakan strategis yang disusun
AR

melaksanakan sales program,


oleh Pemohon Banding dalam
dan memungut pembayaran
rangka menggarap pangsa pasar
atas invoice yang belum
di rural area. Salah satu strategi
dibayar. Aktivitas-aktivitas
yang diterapkan adalah dengan
diatas dilakukan secara manual
memberdayakan outlet penyalur
ET

(paper-based).
(wholesaler) potensial di suatu
area (kecamatan) untuk
 Available Credit mendistribusikan produk-produk
Pemohon Banding pada area yang
Merupakan prosedur yang
KR

masih memiliki potensi (jumlah


harus dijalankan oleh salesman outlet dan pangsa pasar) namun
ketika penjualan kreditnya belum di-cover secara langsung
melebihi dari batas kredit yang oleh tim Pemohon Banding.
tersedia. Aktivitas dalam
SE

proses ini meliputi: proses


 Melakukan approval terhadap
notifikasi oleh supervisor
kepada salesman, proses tindakan-tindakan Panamas
approval untuk menaikkan
batas kredit, dan Pemohon Banding melakukan
dokumentasi/pelaporan. berbagai jenis approval terhadap
tindakan-tindakan Panamas, seperti:
 Pelunasan Piutang / Pengganti  Approval untuk bonus atas
Tolakan pencapaian sales target;

Merupakan kegiatan penagihan  Approval untuk menaikkan batas


kepada pelanggan yang kredit untuk wholesaler tertentu;
dilakukan oleh salesman
dengan dasar dari bukti

K
penagihan piutang dan bukti  Approval untuk menentukan
penggantian tolakan. harga khusus/discount.

JA
 Penarikan Produk  Melakukan kegiatan promosi,
advertising, dan marketing dalam
Merupakan kegiatan penarikan rangka meningkatkan brand

PA
produk yang ada di outlet, yaitu awareness dan permintaan
untuk produk dengan status produk.
sebagai berikut:
 Status OK (Rotasi dan Pemohon Banding merupakan pihak
reshuffle); dan yang melakukan kegiatan-kegiatan

N
promosi, yaitu seperti penempatan
 Status Expired/Damaged materi-materi promosi, branding di
(Withdrawal) tempat-tempat penjualan pelanggan,

LA
displaying produk dengan overhead
Aktivitas dalam proses ini placement dan backwall dispenser.
meliputi: pemeriksaan
kesegaran produk, penarikan

dan unloading di gudang.


A DI
produk, penerbitan kredit nora,

 Mengakhiri Kunjungan
NG

Merupakan kegiatan yang


dilakukan salesman ketika
berada di kantor pada sore
hari. Aktivitas dalam proses ini
meliputi: update dokumentasi
dengan jumlah produk yang
PE

tersisa, unloading produk di


gudang, pemeriksaan sisa
produk, pembayaran kepada
kasir perusahaan,
pemeriksaan.
T

 Kunjungan Multiple
IA

Merupakan hal-hal yang perlu


diperhatikan oleh salesman
AR

yang melakukan lebih dari 1


tujuan.

bahwa berikut adalah persandingan penjelasan kegiatan usaha antara SPP dan
Pemohon Banding
ET

PT SP (SPP) Pemohon Banding


Ruang lingkup Pencetak kemasan rokok Produsen Rokok
usaha
KR

perusahaan
Peran SPP akan menerima GTP (Go To Menyiapkan GTP, yaitu suatu buku
Perusahaan Print) dari Pemohon Banding. GTP petunjuk (manual) untuk mencetak
dalam berisikan informasi mengenai cara kemasan rokok tertentu. Pada
mencetak untuk mencetak, jenis material umumnya GTP mencakup cara
SE

kemasan rokok yang akan digunakan dalam mencetak, jenis material dan warna
produksi, hingga warna yang yang digunakan.
harus digunakan. Dengan
demikian, SPP akan langsung
melakukan pencetakan/printing
berdasarkan standard dan
petunjuk yang terdapat dalam
GTP. Hal ini disebabkan karena
SPP tidak memiliki tim/fungsi
desain.
Sehubungan dengan kemampuan Alat percetakan kemasan rokok
untuk menggunakan mesin seluruhnya dikerjakan dan dimiliki
produksi, kemampuan tersebut oleh Pemohon Banding. Alat
diperoleh karyawan SPP dari percetakan tersebut berupa cylinder

K
penyedia mesin tersebut ketika printing diperoleh Pemohon Banding
mesin pertama kali dibeli, ataupun dari pihak ketiga untuk kemudian

JA
dari petunjuk manual penggunaan digunakan oleh SPP di dalam proses
mesin yang diperoleh dari pihak produksi kemasan rokok Pemohon
ketiga (supplier mesin). Banding.
Busines process. Langkah awal dimulai dari penetapan

PA
desain dan packaging dalam GTP
yang dilakukan oleh Product
Development Pemohon Banding.
Selanjutnya akan ditetapkan
Production Planning, yaitu berkaitan
dengan waktu pencetakan, waktu

N
pengiriman, dan lain-lain.
Kemudian akan dilanjutkan Sparepart sehubungan dengan hal
dengan proses produksi, yaitu tersebut disediakan oleh Pemohon

LA
proses pencetakan. Produk hasil Banding.
cetakan selanjutnya akan
disimpan dalam warehouse dan
maintenance.
Produk yang dihasilkan oleh SPP
merupakan temporary finished
goods, di mana produk tersebut
A DI
selanjutnya akan ditransfer ke
factory warehouse Pemohon
Banding.
NG

Bahan baku disimpan di SPP. Sehubungan dengan bahan baku,


Jadi, apabila SPP membutuhkan penentuan bahan baku ditetapkan
bahan tertentu, maka SPP akan oleh Pemohon Banding melalui divisi
mengecek ketersedian procurement, meliputi seperti jenis
bahan/spareparts tersebut. tinta kertas, dan lain-lain.
PE

Apabila barang dimaksud tidak


ada, maka akan dikirimkan
request kepada tim procurement
Pemohon Banding.
Permintaan/request tersebut
T

dilakukan dengan menggunakan


program SAP.
IA

bahwa berikut adalah persandingan penjelasan kegiatan usaha antara Handal


dan Pemohon Banding:
AR

PT Handal Logistik Nusantara Pemohon Banding


(Handal)
Ruang lingkup Jasa pengangkutan rokok Produsen Rokok
usaha
ET

perusahaan
Peran Pemohon Banding menanggung
Perusahaan seluruh biaya pelatihan, honor, dan
dalam training karyawan. Di tahun 2009
mencetak jumlah karyawan Handal adalah 309,
KR

kemasan rokok di mana seluruh proses HR, payroll


untuk karyawan termasuk rekruitmen
dilakukan oleh Pemohon Banding.
SE

Handal menunjuk perusahaan Dalam hal ini penentuan sewa pun


pihak ketiga penyedia jasa ditentukan oleh Pemohon Banding,
pengangkutan oleh karena Handal contohnya bila Handal ingin
tidak memiliki sumber daya berupa menyewa truk, Pemohon Banding
truk dan supir yang cukup untuk yang menentukan truknya. Pemilihan
menjalankan fungsinya. Hal ini vendor tesebut pada dasarnya
juga menunjukkan bahwa fungsi dilakukan oleh Handal dan Pemohon
dari Handal dapat dengan mudah Banding, dalam konteks ini Handal
digantikan oleh pihak lain. Tidak turut terlibat melakukan uji kelayakan.
terdapat suatu nilai di dalam Namun, keputusan akhir tetap berada
usaha Handal yang di tangan Pemohon Banding.
mengakibatkan Pemohon Banding
menjadi bergantung pada Handal.
Tugas Handal lebih mengarah

K
melayani Pemohon Banding.
Handal akan mengangkut

JA
(transportasi) produk dari pabrik
sampai ke area-area. Kegiatan ini
meliputi antara lain: penentuan
jumlah yang harus dikirim,

PA
penentuan area pengiriman, dan
penentuan asal pengambilan
pabrik.
Penjadwalan dilakukan di Handal. Pemohon Banding memberikan
instruksi kepada Handal untuk
mengambil dan mengirim.

N
Dalam operasi bisnisnya Handal Pemohon Banding menentukan dan
memiliki SOP. menyetujui SOP untuk Handal.

LA
bahwa sebagaimana dapat dilihat dari fakta-fakta dan bukti-bukti di atas maka
sangat jelas bahwa fungsi Pemohon Banding adalah fungsi strategis (brains)
sedangkan ketiga Anak Perusahaan berperan sebagai operasional rutin (legs);

DI
bahwa perusahaan yang menjalankan fungsi tidak memiliki harta tak berwujud
yang berharga disebut oleh Philipp Sheuplein sebagai berikut:
A
If however, a routine function is transferred, no goodwill is going over because
routine functions do not include the possibility of deriving autonomous profit;
NG

Terjemahannya:

Namun, apabila fungsi rutin yang ditransfer, maka tidak terdapat pengalihan
goodwill sebab fungsi rutin tidak dapat menghasilkan keuntungan secara
PE

mandiri;

bahwa sebagai referensi, di Jerman peraturan transfer pricing mengenai


transfer harta tak berwujud sebagaimana diuraikan oleh Heinz-Klaus Kroppen
T

dan Stephan Rash menyebutkan bahwa:


IA

Sec. 2 (2) excludes the activities of so-called “companies with routine functions”
from the application of the transfer package and, hence, from relocation. This
refers to cases where the receiving company solely renders the function in
AR

question towards the transferring company and where the transfer pricing is
based on the cost-plus method. In these cases, significant intangible assets are
not transferred and thus Sec. 1 (3) sentence 10, 1st alter- native of the AStG
will apply. In almost all of these cases, the function will constitute a service on
the part of the receiving company (e.g. contract or toll manufacturing);
ET

bahwa dalam peraturan transfer pricing mengenai transfer harta tak berwujud di
Jerman sebagaimana dikutip di atas, diatur dalam Sec. 2 (2) mengenai
penerapan transfer package dan relokasi fungsi tidak berlaku bagi aktivitas-
KR

aktivitas perusahaan yang menjalankan fungsi rutin. Hal ini mengacu pada
perusahaan yang menjalankan fungsinya hanya kepada satu pihak saja dengan
menggunakan metode transfer pricing cost plus. Dalam hal demikian, tidak
terdapat transfer harta tak berwujud yang berharga, sehingga Sec. 1 (3) kalimat
SE

10, alternatif pertama AStG (hukum pajak Jerman) berlaku. Lebih lanjut, pada
banyak kasus, fungsi-fungsi tersebut berupa pemberian jasa (seperti contract
atau toll manufacturing);

bahwa hal tersebut di atas juga dipertegas oleh Keputusan Kementerian


Keuangan Jerman No. IV B 5 – S 1341/08/10003 2010/0598886 (diterjemahkan
oleh Ulf Andersen), yaitu sebagai berikut:
2.2.2.1.Businessrestructuringswitharoutineenterprise ,§2Paragraph 2 Sentence
1 FVerlV

66 If the receiving enterprise performs the transferred function


exclusively for the transferring enterprise (No. 9.99 OECD Guidelines for
“Outsourcing”), and it is appropriate to calculate the remuneration for the

K
performance of the function and the provision of the corresponding
services by using the cost-plus method (e.g. toll manufacturer, recital

JA
20_ et seq.), it is to be assumed, that with the transfer package no
material intangible assets and advantages are transferred or conferred
for use and benefit against payment, so that § 1 Paragraph 3 Sentence

PA
10 first alternative AStG is to be applied (recital 71);

bahwa dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa jika perusahaan menjalankan
fungsinya secara eksklusif untuk kepentingan satu perusahaan lain (No. 9.99
OECD Guidelines for “Outsourcing”) dan remunerasi perusahaan yang pantas
untuk kegiatan fungsinya/atau pemberian jasanya tersebut adalah berdasarkan

N
metode cost plus (seperti toll manufacturer, ref 20 dan selanjutnya), maka
diasumsikan bahwa dalam hal terjadi transfer package tidak terdapat

LA
pengalihan harta tak berwujud yang berharga atau keuntungan-keuntungan
yang lain yang dapat memberi manfaat, sehingga § 1 Paragraf 3 Kalimat 10
pilihan pertama AStG harus diterapkan (recital 71);

DI
bahwa interpretasi Pemohon Banding terhadap penerapan prinsip kewajaran
dan kelaziman usaha yang terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan Indonesia, dengan menggunakan pendekatan perbandingan
A
regulasi dengan negara lain dan penerapan pendapat ahli (penggunaan
interpretasi comparative), Pemohon Banding mohon untuk dapat
NG

dipertimbangkan seluruhnya oleh Majelis Hakim yang Mulia;

bahwa Data Perusahaan Pembanding Dari Database Oriana Menunjukkan


Bahwa Tingkat Laba Operasi Ketiga Anak Perusahaan Cenderung Stabil.
Padahal Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usahapun
PE

Mengkonfirmasi Bahwa Apabila Suatu Perusahaan Memiliki Harta Tak


Berwujud, Maka Laba Operasinya Cenderung Lebih Tinggi Daripada Rata-Rata
Perusahaan Sejenis.

bahwa Bab II Huruf ‘B’ Sub Bagian ‘B’ Angka 7 dari Lampiran SE-50
T

menyebutkan bahwa
IA

Kontribusi yang diberikan oleh Wajib Pajak terkait kesuksesan produk


seharusnya mendapat remunerasi di atas fungsi rutin yang dilakukan. Oleh
karena itu, rentang wajar performa keuangan Wajib Pajak seharusnya berada di
AR

atas rata-rata perusahaan sejenis yang tidak mempunyai kontribusi terhadap


harta tak berwujud;

bahwa dalam hal ini Pemohon Banding telah mencari perusahaan pembanding
ET

yang menjalan fungsi yang serupa dengan Panamas dengan database


ORIANA. Adapun kriteria pencarian data perusahaan pembanding dilakukan
dengan kriteria pencarian sebagai berikut:
KR

Product name Oriana-Neo


Update number 112
Software version 41.00
Data update 27/08/2014 (n° 1120)
SE

Username ORIANA
Export date 06/11/2014
Cut off date 31/03
1. All companies 29,323,951
2. Legal Status: Active companies 23,393,675
3. BvD Independence indicator: A+, A, A- 338,697
4. All companies with Overview information 699,891
5. US-SIC (primary codes only, incl. related words): 5141 - Groceries, 142,128
general line wholesale dealing in, 5149 - Groceries and related products,
not elsewhere classified wholesale dealing in, 5194 - Tobacco and
tobacco products wholesale dealing in

6. Years with available accounts: 2010 2,503,576

K
7. NAICS (primary codes only, incl. related words): 42441 - General Line 148,076
Grocery Merchant Wholesalers, 42449 - Other Grocery and Related

JA
Products Merchant Wholesalers, 42494 - Tobacco and Tobacco Product
Merchant Wholesalers

8. NACE Rev. 2 (primary codes only, incl. related words): 4635 - 134,382

PA
Wholesale of tobacco products, 4639 - Non-specialised wholesale of
food, beverages and tobacco
9. Intangible fixed assets (th USD): Last available year, min=0, max=0 1,320,036

Boolean search : 1 And 2 And 3 And 4 And 6 And (5 Or 7 Or 8) And 9

N
TOTAL 36

LA
bahwa dari 36 data pembanding potensial, kemudian Pemohon Banding
melakukan manual screening untuk memastikan kesebandingan fungsi yang
dijalankan perusahaan pembanding potensial dengan fungsi yang dijalankan
oleh Panamas, yaitu dengan kriteria sebagai berikut:

Reason of Rejection
Non comparable main activities
A DI Rejected Companies
11
Non comparable line of business and/or product 7
Negative average margin results 2
NG

Company with unconsolidated Financial Accounts 2


Limited availability financial information 3
Total accepted companies 11
PE

bahwa berdasarkan pencarian pembanding melalui database ORIANA maka


ditemukan 11 perusahaan pembanding yang menjalankan fungsi yang serupa
dengan Panamas, yaitu sebagai berikut

No. Company name 2010


T

1 HOE SENG CHAN CO. SENDIRIAN BERHAD 2.31%


IA

2 YANTA 4.74%
3 FOOD ONE SERVICE CO.,LTD. 2.61%
AR

4 TORGOVAYA KOMPANIYA ADITI 0.06%


5 RAVIRAJ SDN BHD 0.89%
6 B.O.T. CO LTD 8.71%
7 INDOMA (P.P) SDN BHD 3.49%
ET

8 ESS TEE UNITED TRADERS (THAILAND) LTD 1.24%


9 JAJAKNAMOO CO.,LTD. 2.81%
10 GREEN SYSTEM CO.,LTD. 3.58%
11 PRODEKS-NOYABRSK 0.80%
KR

RESULT
AVERAGE 2.84%
QUARTILE 1 1.07%
MEDIAN 2.61%
SE

QUARTILE 3 3.53%
STDEV 2.40%

bahwa Data ORIANA menunjukkan bahwa perusahaan pembanding yang


menjalankan fungsi rutin distributor mempunyai margin ROS (berdasarkan
weighted avg pada tahun 2010) sebesar 1.42%-3.83%, sedangkan Panamas
sendiri mempunyai ROS sebesar sekitar 3%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga
Anak Perusahaan tidak mempunyai profit di atas rata-rata, sedangkan suatu
perusahaan yang mempunyai harta tak berwujud seharusnya mendapatkan
profit di atas rata-rata perusahaan pembanding lainnya yang tidak mempunyai
harta tak berwujud. Hal ini berarti menunjukkan bahwa ketiga Anak Perusahaan
tidak mempunyai harta tak berwujud yang berharga;

K
2.1.2.7.Tidak Mungkin Terjadi Pengalihan Harta Tidak Berwujud Dari Ketiga Anak
Perusahaan Kepada Pemohon Banding. Hal Ini Dikarenakan Pekerja Yang

JA
Dialihkan Hanya Merupakan Pekerja Yang Menjalankan Fungsi Operasional
Rutin (SOP BASE);

PA
bahwa Pemohon Banding sangat tidak setuju dengan pendapat Terbanding
bahwa terdapat harta tak berwujud yang berharga di dalam Anak Perusahaan
berupa pekerja yang menjalankan fungsi operasional rutin dengan alasan dan
argumentasi sebagai berikut:

bahwa menurut pendapat Pemohon Banding, pekerja yang menjalankan fungsi

N
operasional rutin bukan merupakan harta tak berwujud, namun hanya
merupakan faktor kesebandingan dalam melakukan analisis fungsi untuk tujuan

LA
identifikasi pembentukan suatu harta tak berwujud oleh perusahaan, yaitu
sebagaimana disebutkan dalam SE-50, Lampiran 1, Bab II:

Dalam melakukan analisis fungsi, Pemeriksa Pajak perlu mengidentifikasi


DI
kontribusi Wajib Pajak terhadap pembentukan, pengembangan, perlindungan
atau pemeliharaan harta tak berwujud. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengidentifikasikan kontribusi Wajib Pajak antara lain:
A

NG

(e) Adanya pegawai yang memiliki kualifikasi khusus yang diperkerjakan di


fungsi pemasaran, pabrikasi, ataupun riset dan pengembangan atau fungsi
lain yang menentukan, kesuksesan produk Wajib Pajak. Pegawai tersebut
dapat diidentifikasi dari berbagai hal, seperti pengalaman, latar belakang
PE

pendidikan, penghasilan, penilaian kinerja serta tugas pegawai tersebut;

bahwa pekerja yang menjalankan fungsi operasional rutin bukan merupakan


harta tak berwujud, melainkan hanya merupakan faktor kesebandingan juga
disebutkan dalam Paragraf 1.152, OECD/G20 BEPS Project – Action 8-10 Final
T

Reports: Aligning Transfer Pricing Outcomes with Value Creation, yaitu sebagai
berikut:
IA

Some businesses are successful in assembling a uniquely qualified or


experienced cadre of employees. The existence of such an employee group
AR

may affect the arm’s length price for services provided by the employee group
or the efficiency with which services are provided or goods are produced by the
enterprise. Such factors should ordinarily be taken into account in a transfer
pricing comparability analysis;
ET

Terjemahannya:

Beberapa perusahaan telah berhasil mengkader suatu kelompok pegawai


KR

tertentu yang unik, terkualifikasi atau berpengalaman. Keberadaan kelompok


pegawai tersebut dapat mempengaruhi harga wajar atas jasa-jasa yang
diberikan oleh pegawai-pegawai tersebut atau dapat mempengaruhi tingkat
efisiensi perusahaan dalam memberikan jasa atau memproduksi barang. Hal-
hal diatas umumnya harus diperhitungkan dalam analisa kesebandingan
SE

transfer pricing;

bahwa Literatur transfer pricing juga menyebutkan bahwa pekerja yang


menjalankan fungsi operasional rutin bukan merupakan harta tak berwujud,
yaitu sebagai berikut:
Jingyi Wang, “A Tentative Improvement: Comments on OECD Discussion Draft on the Transfer
Pricing of Intangibles”, International Transfer Pricing Journal, May/June 2013, halaman 139 .
“The one example of assembled workforce as an intangible for transfer pricing purposes raised
by the Discussion Draft (allegedly in a particular circumstance) is a long-term contractual

K
commitment to make available the services of a particular group of uniquely qualified
employees, although the Draft stresses that the transfer or secondment of isolated employees

JA
does not, in and of itself, constitute the transfer of an intangible.”
Terjemahannya:
“Satu-satunya contoh dimana sumber daya manusia yang dikumpulkan oleh suatu perusahaan

PA
dapat merupakan harta tak berwujud dalam konteks transfer pricing, sebagaimana disebutkan
dalam Discussion Draft) adalah jika suatu kelompok pegawai dengan kualifikasi yang unik
terikat kontrak jangka panjang untuk bekerja. Discussion Draft juga menyebutkan bahwa
pengalihan pegawai tidak dapat secara langsung merupakan pengalihan harta tak berwujud.”

N
Isabel Verlinden dan Yoko Mondelaers, “Transfer Pricing Aspects of Intangibles: At the
Crossroads between Legal, Valuation and Transfer Pricing Issues” International Transfer

LA
Pricing Journal, January/February 2010, halaman 50.
“Whereas a great deal of knowledge is tacit, embedded in routines and processes and
embodied in people and practices, the only way to claim the ownership of this knowledge would
be to lock up all employees. Needless to say, this would be a less appealing option to a
responsible employer.”
Terjemahannya:
A DI
“Bahwa sebagian besar ilmu merupakan hal yang tidak berwujud, yaitu sebagai pengetahuan
yang melekat dikarenakannya terdapat suatu rutinitas dan proses yang diwujudkan melalui
NG

praktik-praktik tertentu. Satu-satunya cara untuk mengklaim hak kepemilikan atas ilmu tersebut
adalah dengan mengikat (secara kontraktual) para pegawai. Namun hal ini tentu bukan pilihan
yang bijaksana terutama bagi pemberi kerja yang bertanggung jawab.”
PE

bahwa Dengan demikian, sangat jelas bahwa pekerja yang menjalankan fungsi
operasional rutin merupakan faktor kesebandingan yang harus diperhatikan
dalam suatu analisis fungsi dan nyata-nyata bukan merupakan harta tak
berwujud yang tersendiri. Satu-satunya kemungkinan bahwa pekerja yang
T

menjalankan fungsi operasional rutin dapat dijadikan sebagai harta tak


berwujud adalah jika para pegawai perusahaan diikat secara kontrak untuk
IA

bekerja terus menerus bagi perusahaan dalam jangka waktu yang tertentu;

bahwa Faktanya para pegawai ketiga Anak Perusahaan sama sekali tidak
AR

terikat secara kontraktual untuk terus menerus bekerja bagi perusahaan. Hal ini
dapat dibuktikan dari klausul termination (pemberhentian kerja) dalam kontrak
para pegawai Anak Perusahaan, yang sama sekali tidak melarang para
pegawai untuk berhenti bekerja sewaktu-waktu. Satu-satunya syarat yang
ditentukan adalah pemberitahuan sebelumnya sepanjang periode beberapa
ET

bulan tertentu (standarnya adalah 3 bulan). Dengan demikian, sangat jelas


bahwa pekerja yang menjalankan fungsi operasional rutin bukan merupakan
harta tak berwujud, sehingga koreksi Pemeriksa tidak dapat dipertahankan dan
Pemohon Banding mohon agar dibatalkan sepenuhnya;
KR

bahwa mempertimbangkan komposisi pegawai pada Anak Perusahaan, maka


sangat jelas bahwa pegawai-pegawai yang dialihkan kepada Pemohon Banding
merupakan pegawai yang tidak memiliki keahlian dan kualifikasi khusus, namun
SE

hanya bekerja sesuai dengan standar prosedur yang ditetapkan. Merujuk pada
daftar pegawai pada PT PG dan Industri Panamas pada tahun 2010, maka
diketahui bahwa komposisi jumlah pegawai adalah sebagai berikut
K
JA
PA
N
Keterangan

LA
Jumlah
Manager 86
Director 1
Head
Analyst DI
Pekerjaan bersifat “SOP Base” yang terdiri dari:
A 3
61

 Admin 78
 Officer 9
NG

 Driver 10
 Secretary 1
 Helper 160
 Sales 3.772
PE

181
 Security
7
 Key account
1
 Receptionist 2
 On assignment
T

Total 4372
IA

Sumber: Daftar pegawai pada PT PG dan Industri Panamas pada tahun 2010

bahwa sebagaimana dapat dilihat di atas, maka sangat jelas bahwa sebagian
AR

besar pegawai-pegawai yang dialihkan kepada Pemohon Banding merupakan


pegawai tanpa kealihan dan kualifikasi khusus. Adapun untuk komposisi
pegawai yang memiliki pekerjaan yang bersifat Manajemen atau Analis, perlu
Pemohon Banding sampaikan bahwa Pemohon Banding banyak memberikan
ET

bantuan dan dukungan dalam seluruh bidang di dalam kegiatan usaha anak
perusahaan melalui Perjanjian Penyediaan Jasa, sehingga Pemohon Banding
merupakan pihak yang sebenarnya membuat keputusan-keputusan strategis
terkait dengan kegiatan-kegiatan usaha komersial yang dilakukan oleh Anak
KR

Perusahaan;

bahwa berdasarkan fakta-fakta dan penjelasan di atas, Pemohon Banding telah


menunjukkan dan membuktikan bahwa tidak terdapat harta tak berwujud yang
berharga di dalam pekerja yang menjalankan fungsi operasional rutin, sehingga
SE

koreksi Terbanding yang didasarkan pada asumsi keberadaan harta tak


berwujud pada Anak Perusahaan adalah tidak tepat. Dengan demikian, koreksi
Terbanding, mohon agar dibatalkan sepenuhnya oleh Majelis Hakim yang
Mulia;

2.1.2.8. Seandainyapun Terdapat Pengalihan Harta Tidak Berwujud (Yang Dalam Hal
Ini Pemohon Banding Sangkal), Maka Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha
Atas Transaksi Pengalihan Harta Tidak Berwujud Yang Dilakukan Oleh
Terbanding Harus Melalui Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Standar
Pemeriksaan Atas Transaksi Hubungan Istimewa Yang Meliputi Tahapan-
Tahapan Analisis Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 17 Ayat (3) PER-43, BAB
IV HURUF ‘B’ PER-22, DAN BAB II BAGIAN 3 HURUF ‘C’ Lampiran Se-50,

K
Dan Tahapan-TahapanPemeriksaan Ini Belum Dijalankan Oleh Terbanding;

bahwa Bab II tentang Ruang Lingkup pengaturan PER-43, Pasal 2 huruf ‘b

JA
secara eksplisit menyebutkan bahwa transaksi pengalihan harta tidak berwujud,
masuk ruang lingkup pengaturan PER-43;

PA
bahwa kemudian sehubungan dengan pemeriksaan transaksi hubungan
istimewa seharusnya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

bahwa Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana


telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut dengan UU

N
KUP) menyebutkan sebagai berikut:

LA
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
DI
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

bahwa Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013


A
tentang Tata Cara Pemeriksaan (selanjutnya disebut dengan PMK-17)
mengatur sebagai berikut:
NG

(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan


harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan;

bahwa Pasal 6 ayat (3) PMK-17 menyebutkan sebagai berikut:


PE

Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar


umum pemeriksaan, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan
hasil pemeriksaan;
T

bahwa kemudian ketentuan Pasal 92 PMK-17 mengatur sebagai berikut:


IA

Standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban


perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan standar Pemeriksaan
untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 diatur dengan
AR

Peraturan Direktur Jenderal Pajak;

bahwa standar pemeriksaan pajak yang secara khusus mengatur tentang


pemeriksaan transaksi hubungan istimewa (transfer pricing) diatur dalam
ET

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman


Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
(selanjutnya disebut dengan PER-22) yang ditetapkan pada tanggal 30 Mei
2013 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013. Hal ini dapat dilihat dalam
KR

konsideran PER-22 yang menyebutkan sebagai berikut:

Menimbang:

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 92
SE

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013


tentang Tata Cara Pemeriksaan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai
Hubungan Istimewa;

bahwa sehubungan dengan pemeriksaan transaksi hubungan istimewa berupa


pengalihan harta tak berwujud, transaksi ini nyata-nyata masuk dalam ruang
lingkup PER-22. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran I Bab I Huruf ‘C’ dari
PER-22 yang menyebutkan sebagai berikut:

Dengan demikian, Pemeriksaan transfer pricing terhadap transaksi afiliasi pada


hakikatnya adalah suatu pengujian atas penerapan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha pada transaksi afiliasi tersebut.

K
Jenis transaksi afiliasi antara lain:

JA
1 transaksi penjualan, pembelian, pengalihan, serta pemanfaatan harta
berwujud,

PA
2 transaksi pemberian jasa intra-grup (intra-grup service),
3 transaksi pengalihan dan pemanfaatan harta tak berwujud,
4 transaksi pembayaran bunga, dan
5 transaksi penjualan atau pembelian saham.

bahwa pedoman pemeriksaan transfer pricing sebagaimana termaktub dalam

N
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman
Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa

LA
(selanjutnya disebut dengan PER-22) adalah prosedur yang harus dijalan
dalam pemeriksaan transfer pricing dan secara hukum sudah berlaku dalam
proses pemeriksaan ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 PER-22 yaitu
sebagai berikut:
DI
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
A
1 Terhadap SP2 yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur
Jenderal ini dan pemeriksaan belum selesai, proses penyelesaian
NG

selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam


Peraturan Direktur Jenderal ini;

2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.07/1993 tentang


Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai
PE

Hubungan Istimewa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

bahwa lebih lanjut dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 92 PMK-17


tentang standar pemeriksaan sebagaimana telah diuraikan di atas, diterbitkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2013 tentang Standar
T

Pemeriksaan (selanjutnya disebut dengan PER-23). Pasal 2 ayat (1) dan (2)
PER-23 secara jelas menyatakan sebagai berikut:
IA

(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan


dan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan
AR

Standar Pemeriksaan.

(2) Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan


sebagai ukuran mutu Pemeriksaan.
ET

bahwa sebagai upaya untuk menjamin pemeriksaan transfer pricing yang


berkualitas dan dengan mengacu pada PER-22, maka pada tanggal 24 Oktober
2013 diterbitkan Surat Edaran Nomor SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis
KR

Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa


(selanjutnya disebut dengan SE-50). Hal ini seperti tertuang dalam tujuan dari
SE-50 adalah sebagai berikut:

Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai


SE

Hubungan Istimewa memberikan kemudahan dan keseragaman bagi


Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa guna menjamin pemeriksaan yang berkualitas;

bahwa dengan demikian, langkah-langkah penerapan prinsip kewajaran dan


kelaziman usaha atas transaksi pengalihan harta tak berwujud sebagaimana
termaktub dalam Bab IV Huruf ‘B’ PER-22, dan Bab II Bagian 3 Huruf ‘C’
Lampiran SE-50 adalah merupakan standar pemeriksaan yang tujuannya
adalah agar menjamin pemeriksaan transfer pricing yang berkualitas
sebagaimana tujuan dibentuknya PER-22 dan SE-50 itu sendiri;

bahwa jika langkah-langkah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha


sebagaimana dimaksud dalam Bab IV Huruf ‘B’ PER-22, dan Bab II Bagian 3

K
Huruf ‘C’ Lampiran SE-50 belum dijalankan, maka Terbanding tidak dapat
mengambil kesimpulan mengenai keberadaan suatu aktiva tidak berwujud;

JA
bahwa dengan mengacu pada ketentuan Pasal 17 ayat (3) PER-43, Bab IV
Huruf ‘B’ PER-22, dan Bab II Bagian 3 Huruf ‘C’ Lampiran SE-50, maka

PA
langkah-langkah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas
pengalihan harta tak berwujud dijelaskan sebagai berikut:

bahwa ketentuan Pasal 17 ayat (3) PER-43 menyebutkan sebagai berikut:

Transaksi pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak

N
dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:

LA
a transaksi pengalihan harta tidak berwujud benar-benar terjadi; dan

b nilai pengalihan harta tidak berwujud antara pihak-pihak yang mempunyai


DI
mempunyai Hubungan Istimewa sama dengan nilai pengalihan harta tidak
berwujud yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding;
A
bahwa ketentuan di atas, jelas menunjukkan bahwa dalam hal terdapat
NG

transaksi hubungan istimewa berupa pengalihan harta tidak berwujud, maka


langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan identifikasi apakah
transaksi pengalihan harta tidak berwujud benar-benar terjadi;

bahwa langkah-langkah pengujian untuk melakukan identifikasi keberadaan


PE

harta tidak berwujud, diatur secara khusus dalam Lampiran I Bab IV Huruf ‘B’
PER-22 yang menyebutkan sebagai berikut:

Langkah-langkah pengujian atas transfer harta tak berwujud yang dilakukan


Wajib Pajak sebagai berikut.
T

1 Mengidentifikasi keberadaan setiap harta tak berwujud yang memberikan


IA

kontribusi terhadap kesuksesan produk di pasar. Identifikasi ini dapat


dilakukan melalui analisis fungsi. Dalam analisis fungsi, Pemeriksa
diharapkan memiliki pemahaman yang baik tentang usaha Wajib Pajak;
AR

bahwa terkait analisis fungsi, Bab II Bagian 3 Huruf ‘C’ Lampiran SE-50
menyebutkan sebagai berikut:
ET

Dalam melakukan analisis fungsi, Pemeriksa Pajak perlu mengidentifikasi


kontribusi Wajib Pajak terhadap pembentukan, pengembangan, perlindungan
atau pemeliharaan harta tak berwujud…
KR

bahwa kemudian setelah melakukan analisis fungsi, langkah selanjutnya adalah


menyimpulkan karakteristik usaha Wajib Pajak sebagaimana juga diatur dalam
Lampiran I SE-50;

bahwa dengan mengacu pada ketentuan Pasal 17 ayat (3) PER-50, Lampiran I
SE

Bab IV Huruf ‘B’ PER-22, dan Bab II Bagian 3 Huruf ‘C’ Lampiran SE-50
tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

 Untuk mengidentifikasi harta tak berwujud merupakan salah satu langkah


yang diperlukan dalam menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
 Cara melakukan identifikasi harta tak berwujud adalah melalui analisis fungsi
dan karakterisasi usaha.

bahwa untuk lebih menjelaskan dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:

K
bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, prosedur pemeriksaan transfer
pricing yang belum dijalankan oleh Terbanding adalah sebagai berikut:

JA
bahwa dalam hal ini Terbanding hanya mengandalkan fakta yang diperoleh
Pemeriksa melalui pengamatan langsung, wawancara pegawai/direktur dan
pendapat tenaga ahli dan tanpa lebih lanjut melakukan analisis fungsi dan

PA
karakterisasi perusahaan. Padahal, analisis fungsi dan karakterisasi
perusahaan merupakan suatu langkah yang sangat penting dan yang tidak
dapat diabaikan dalam mengidentifikasikan keberadaan suatu harta tak
berwujud menurut PER-22 dan SE-50. Belum dilakukannya analisis fungsi dan
karakterisasi perusahaan, maka menurut peraturan yang berlaku Pemeriksa

N
tidak dapat mengambil kesimpulan mengenai keberadaan suatu aktiva tidak
berwujud;

LA
bahwa mengacu uraian di atas, maka Terbanding tidak memiliki bukti mengenai
keberadaan harta yang menurut Terbanding dialihkan kepada pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, di mana standar pemeriksaan untuk pihak-

DI
pihak hubungan istimewa belum dilakukan oleh Terbanding, sehingga tidak
sesuai dengan Pasal 1 angka 25 UU KUP, Penjelasan Pasal 29 Ayat (1) UU
KUP, Pasal 6 Ayat (3) dan Pasal 92 PMK-17, Pasal Ayat (1), dan Pasal 3 PER-
A
22 dan Lampiran I Bab IV Huruf ‘B’ PER-22, serta Bab II Bagian 3 Huruf ‘C’
Lampiran SE-50;
NG

2.1.2.9 Seandainyapun Terdapat Pengalihan Harta Tidak Berwujud (Yang Dalam Hal
Ini Pemohon Banding Sangkal), Maka Perhitungan Hanya Dapat Dilakukan
Apabila Terbanding Terlebih Dahulu Melakukan Identifikasi Aktiva Tidak
PE

Berwujud Dan Perhitungannya Dilakukan Sesuai Prinsip Kewajaran Dan


Kelaziman Usaha;

bahwa sebagaimana telah Pemohon Banding uraikan sebelumnya, sesuai


dengan Pasal 17 ayat (3) PER-43, Bab IV Huruf ‘B’ PER-22, dan Bab II Bagian
T

3 Huruf ‘C’ Lampiran SE-50 maka perhitungan nilai wajar atas pengalihan harta
tak berwujud hanya dapat dilakukan dalam hal:
IA

 Telah menerapkan langkah-langkah identifikasi keberadaan harta tak


berwujud, salah satunya adalah melalui analisis fungsi dan karakterisasi
AR

perusahaan;

 Penghitungan nilai wajar berdasarkan prinsip kewajaran dan kelaziman


usaha;
ET

bahwa dengan demikian, menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan


yang berlaku, perhitungan nilai wajar atas pengalihan harta tak berwujud tidak
ditentukan semata-mata oleh laporan valuasi bisnis;
KR

bahwa dengan memperhatikan bunyi ketentuan Penjelasan Pasal 29 ayat (2)


UU KUP jelas-jelas menyatakan bahwa:
SE

Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang
kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan;

bahwa maka pendapat dan simpulan Terbanding harus didasarkan pada bukti
yang kuat dan berkaitan serta dilandaskan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (3) PER-
43, Bab IV Huruf ‘B’ PER-22, dan Bab II Bagian 3 Huruf ‘C’ Lampiran SE-50;

bahwa perlu Pemohon Banding tekankan di sini, pemeriksaan transfer pricing


adalah sangat berbeda dengan prosedur valuasi. Hal ini dibuktikan dengan
referensi pendukung dalam OECD/G20 BEPS Project – Action 8-10 Final
Reports: Aligning Transfer Pricing Outcomes with Value Creation, yang

K
menyebutkan dalam Paragraf 6.29 sebagai berikut:

JA
Accounting and business valuation measures of goodwill and ongoing concern
value do not, as a general rule, correspond to the arm’s length price of
transferred goodwill or ongoing concern value in a transfer pricing analysis;

PA
Terjemahannya:

Valuasi yang umum berlaku dalam akuntansi maupun bisnis dalam menilai
goodwill dan going concern secara umum merupakan hal yang tidak sama
dengan konsep kewajaran dan kelaziman usaha (arms’ length) dalam menilai

N
transfer goodwill atau going concern pada suatu analisis transfer pricing;

LA
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu perbedaan
antara valuasi yang umum berlaku dalam akuntansi dan bisnis dengan valuasi
dalam konteks transfer pricing. Adapun perbedaan yang dimaksud dijelaskan
sebagai berikut dalam OECD/G20 BEPS Project – Action 8-10 Final Reports:
DI
Aligning Transfer Pricing Outcomes with Value Creation, Paragraf 6.29:

The absence of a single precise definition of goodwill makes it essential for


A
taxpayers or tax administrations to describe specifically relevant intangibles in
connection with a transfer pricing analysis, and to to consider whether
NG

independent enterprises would provide compensation for such intangibles in


comparable circumstances;

Terjemahannya:
PE

Bahwa dengan tidak terdapatnya satu definisi yang jelas mengenai goodwill
dalam daftar illustrasi kasus diatas, maka merupakan hal yang penting bagi
Wajib Pajak maupun Otoritas Pajak untuk menjelaskan secara spesifik jenis-
jenis harta tak berwujud dalam suatu analisis transfer pricing, dan untuk
mempertimbangkan apakah dalam transaksi yang tidak dipengaruhi hubungan
T

istimewa, pihak idependen dalam situasi yang dapat diperbandingkan, bersedia


untuk membayarkan suatu kompensasi atas harta tak berwujud tersebut;
IA

bahwa uraian di atas berarti menegaskan bahwa dalam konteks analisis


transfer pricing, prosedur identifikasi setiap jenis-jenis harta tak berwujud
AR

merupakan hal yang wajib dilakukan. Dengan kata-kata lain, identifikasi


keberadaan harta tak berwujud tidak dapat dilakukan secara umum, namun
harus dijelaskan secara spesifik untuk setiap jenis harta tak berwujud. Adapun
tabel di bawah ini merupakan argumentasi pembuktian yang menunjukkan
ET

bahwa simpulan hasil pemeriksaan terkait dengan identifikasi jenis-jenis harta


tak berwujd adalah tidak kompeten;
KR

No Harta Tak Berwujud Fakta Referensi


menurut
Terbanding
1 Kualitas dan Panamas Paragraf 1.154
SE

keahlian tenaga Fungsi Panamas hanya sebatas OECD/G20 BEPS Project


ahli dan kepada menjual / – Action 8-10 Final
manajemen mendistribusikan rokok HMS di Reports: Aligning Transfer
Perusahaan yang berbagai wilayah atas instruksi Pricing Outcomes with
terkait dengan atau keputusan yang dibuat oleh Value Creation:
investasi sumber HMS. Lebih lanjut, aktivitas
daya manusia penjualan dan distribusi “The foregoing paragraph
Panamas dikerjakan oleh is not intended to suggest
karyawan-karyawan Panamas that transfers or
berdasarkan SOP, yang terdiri secondments of individual
dari langkah-langkah sebagai employees between
berikut: members of an MNE
 Pra Journey group should be
 Check Journey separately compensated

K
as a general matter. In
 Penambahan Produk di many instances the
Lapangan

JA
transfer of individual
 Perpindahan Produk dari employees between
Kendaraan ke Kendaraan associated enterprises
Lain will not give rise to a need
 Kunjungan Penjualan

PA
for compensation”
 Available Credit
 Pelunasan Terjemahannya:
Piutang/Pengganti Tolakan
Paragraf sebelumnya
 Penarikan Produk tidak bermaksud untuk

N
 Mengakhiri Kunjungan menyatakan bahwa
 Kunjungan Multiple transfer/penempatan
karyawan dalam suatu

LA
Lebih lanjut, Manajemen grup perusahaan harus
Panamas (Yos Adiguna Ginting, dikompensasi secara
Indriati Margono, Lucia Nany terpisah. Dalam
Lucida, Henny Susanto) kebanyakan kasus,
DI
merupakan karyawan HMS.
Selain itu HMS juga memberikan
jasa-jasa manajemen kepada
A transfer/penempatan
karyawan tidak
menimbulkan kewajiban
Panamas. terdapatnya kompensasi.

SPP
NG

Fungsi SPP hanya sebatas pada


pencetakan/printing berdasarkan
standard dan pentunjuk HMS.
SPP tidak memiliki tim/fungsi
desain. SPP akan menerima
PE

GTP (Go To Print) dari HMS.


GTP berisikan informasi
mengenai cara untuk mencetak,
jenis material yang akan
digunakan dalam produksi,
T

hingga warna yang harus


digunakan.
IA

Handal
Handal menunjuk perusahaan
AR

pihak ketiga penyedia jasa


pengangkutan oleh karena
Handal tidak memiliki sumber
daya berupa truk dan supir yang
cukup untuk menjalankan
ET

fungsinya. Hal ini juga


menunjukkan bahwa fungsi dari
Handal dapat dengan mudah
digantikan oleh pihak lain. Tidak
terdapat suatu nilai di dalam
KR

usaha Handal yang


mengakibatkan Pemohon
Banding menjadi bergantung
pada Handal.
SE

Dalam hal ini penentuan sewa


pun ditentukan oleh Pemohon
Banding, contohnya bila Handal
ingin menyewa truk, Pemohon
Banding yang menentukan
truknya. Pemilihan vendor
tesebut pada dasarnya
dilakukan oleh Handal dan
Pemohon Banding, dalam
konteks ini Handal turut terlibat
melakukan uji kelayakan.
Namun, keputusan akhir tetap
berada di tangan Pemohon

K
Banding.

JA
Umum
Karyawan Anak Perusahaan
hanya menjalankan fungsi rutin

PA
berdasarkan SOP.

2 Business name Business name recognition Business name


recognition (Cukup Panamas, SPP dan Handal recognition tidak
dikenal oleh disebabkan oleh kerjasama disebutkan dalam
public/industry dengan Pemohon Banding panduan OECD maupun

N
distribusi dan (pemasok produk). Reputasi dan peraturan yang berlaku
pemasaran, positioning Anak Perusahaan sebagai harta tak
percetakan, Pemohon Banding dilihat oleh berwujud.

LA
transportasi dan industri sebagai satu kesatuan Perlu diperhatikan bahwa
logistik sebagai bisnis Pemohon 6.12 OECD/G20 BEPS
Banding dan bukan per setiap Project – Action 8-10
Anak Perusahaan. Final Reports: Aligning
DI
Business name recognition Anak
Perusahaan bukan merupakan
A Transfer
Outcomes with Value
Creation
Pricing

harta tak berwujud turut menyebutkan:


dibuktikan dengan fakta bahwa
Pemohon Banding dalam “it is not sufficient to
NG

melakukan kegiatan usahanya suggest that vaguely


setelah pengalihan aset tetap specified or
menggunakan nama Pemohon undifferentiated
Banding dan bukan nama Anak intangibles have an effect
Perusahaan. on arm’s length prices or
PE

other conditions.”

Terjemahannya:

Harta tak berwujud yang


T

tidak dispesikasi dengan


jelas, samar-samar, atau
IA

yang tidak dapat


dibedakan, tidak cukup
untuk menentukan kondisi
AR

kewajaran dan kelaziman


usaha.

3 Perusahaan Hal ini justru membuktikan Memperkuat fakta bahwa


memiliki alasan bahwa kegiatan usaha Anak Anak Perusahaan tidak
ET

kuat untuk Perusahaan disebabkan oleh dapat mengalihkan usaha


berbisnis di hubungan kontraktual dengan sebab usaha yang
Indonesia karena Wajib Pajak, sehingga tidak dimaksud disebabkan
didukung mungkin dapat terjadi oleh Pemohon Banding
sepenuhnya oleh pengambilalihan usaha sendiri.
KR

perusahaan lain sebagaimana dimaksud oleh


(Pemohon Banding Pemeriksa Adapun disebutkan dalam
dan Philip Morris 6.30 OECD/G20 BEPS
Indonesia) Project – Action 8-10
Final Reports: Aligning
SE

Transfer Pricing
Outcomes with Value
Creation bahwa:

“Such group synergies


can take many different
forms including
streamlined management,
elimination of costly
duplication of effort,
integrated systems,
purchasing power, etc.
(…). As they are no

K
owned or controlled by a
single enterprise, they are

JA
not intangibles within the
meaning of section A.1. “

Terjemahannya

PA
Sinergi grup dapat berupa
manajemen yang efisien,
mengeliminasi kegiatan
duplikatif, system yang
berintegrasi, peningkatan
daya beli dan sebagainya.

N
Oleh karena sinergi tidak
dapat dimiliki atau
dikendalikan oleh satu

LA
perusahaan, maka hal ini
bukan merupakan harta
tak berwujud
sebagaimana dimaksud

4 Memiliki komitmen
penyelesaian
DI
Hal ini merupakan hal yang
umum bagi semua pelaku bisnis
A dalam bagian A.1.
Komitmen penyelesaian
pekerjaan yang tinggi
pekerjaan yang dan bukan merupakan hal yang tidak disebutkan dalam
tinggi spesial. Sedangkan ciri-ciri panduan OECD maupun
suatu harta tak berwujud adalah peraturan yang berlaku
NG

sesuatu yang unik sehingga sebagai harta tak


mempunyai nilai tambah. berwujud.

Perlu diperhatikan bahwa


paragraf 6.12 OECD/G20
PE

BEPS Project – Action 8-


10 Final Reports: Aligning
Transfer Pricing
Outcomes with Value
Creation menyebutkan:
T
IA

“it is not sufficient to


suggest that vaguely
specified or
AR

undifferentiated
intangibles have an effect
on arm’s length prices or
other conditions.”
ET

Terjemahannya:

Harta tak berwujud yang


tidak dispesikasi dengan
jelas, samar-samar, atau
KR

yang tidak dapat


dibedakan, tidak cukup
untuk menentukan kondisi
kewajaran dan kelaziman
usaha.
SE

5 Memiliki tingkat Justru membukitkan bahwa Anak Perusahaan


pendapatan yang Anak Perusahaan merupakan merupakan perusahaan
stabil (stability of perusahaan contract service contract service provider
earnings) karena provider (low risk). Sebagaimana yang tidak memiliki harta
hampir seluruh disampaikan dalam surat tak berwujud yang
pendapatan operasi sanggahan, suatu perusaahn berharga.
diperoleh dari contract service provider tidak
perusahaan yang memiliki harta tak berwujud yang
masih dalam satu berharga
Grup
6 Catatan produksi Kontrak-kontrak ketiga Anak Hubungan kontraktual:
atau pesanan, Perusahaan bukan merupakan OECD Guidelines 2010,
kontrak pelanggan kontrak jangka panjang, namun paragraf. 9.92:

K
dan hubungan hanya merupakan kontrak
dengan pelanggan dengan jangka waktu 1 tahun “For instance, assume

JA
termasuk hubungan yang dapat sewaktu-waktu that company A has
non kontraktual diberhentikan oleh Pemohon valuable long-term
Banding. contracts with
independent customers

PA
Hubungan non kontraktual that carry significant profit
melekat pada karyawan Anak potential for A. Assume
Perusahaan. Sedangkan that at a certain point in
karyawan bukan merupakan time, A voluntarily
harta tak berwujud yang dimiliki terminates its contracts
Anak Perusahaan. with its customers under

N
circumstances where the
latter are legally or
commercially obligated to

LA
enter into similar
arrangements with
company B, a foreign
entity that belongs to the
A DI same MNE group as A.
As a consequence, the
contractual rights and
attached profit potential
that used to lie with A now
lie with B.”
NG

Terjemahannya:

Misalnya, asumsikan
bahwa perusahaan A
PE

mempunyai kontrak
jangka panjang yang
berharga dengan
pelanggan-pelanggan
independen, yang mana
T

kontrak tersebut
mempunyai potensi
IA

keuntungan yang besar


bagi A. Kemudian
asumsikan bahwa dalam
AR

suatu waktu tertentu, A


secara sukarela
memberhentikan kontrak
dengan pelanggan-
pelanggannya dengan
ET

syarat bahwa pelanggan-


pelanggannya tersebut
secara hukum maupun
komersial diwajibkan
untuk membuat suatu
KR

kondisi-kondisi serupa
dengan perusahaan B
(suatu perusahaan yang
merupakan anggota suatu
kelompok perusahaan
SE

multinasional yang sama


dengan A). Dengan
demikian, hak kontraktual
beserta potensi
keuntungan yang melekat
pada hak kontraktual
tersebut yang dulunya
berada di A sekarang
berada di B.”

Hubungan non kotraktual

Paragraf 1.154

K
OECD/G20 BEPS Project
– Action 8-10 Final

JA
Reports: Aligning Transfer
Pricing Outcomes with
Value Creation:

PA
“The foregoing paragraph
is not intended to suggest
that transfers or
secondments of individual
employees between
members of an MNE

N
group should be
separately compensated
as a general matter. In

LA
many instances the
transfer of individual
employees between
associated enterprises
A DI will not give rise to a need
for compensation”

Terjemahannya:

Paragraf sebelumnya
NG

tidak bermaksud untuk


menyatakan bahwa
transfer/penempatan
karyawan dalam suatu
grup perusahaan harus
PE

dikompensasi secara
terpisah. Dalam
kebanyakan kasus,
transfer/penempatan
karyawan tidak
T

menimbulkan kewajiban
terdapatnya kompensasi.
IA

7 Technology based, Panamas Berdasarkan fakta-fakta


diantaranya know- System i-SMS menggunakan hal ini bukan merupakan
how (teknologi database software Oracle dan harta tak berwujud yang
AR

yang tidak server yang dimiliki HMS. dimiliki Anak Perusahaan


dipatenkan), Panamas hanya memiliki
database dan hardware (handheld) dan
prosedur yang software interface, yang mana
dijalankan hardware dan software tersebut
ET

merupakan bagian dari aset-


aset yang ditransfer menurut
perjanjian jual-beli aset.

SPP
KR

Sehubungan dengan
kemampuan untuk
menggunakan mesin produksi,
kemampuan tersebut diperoleh
karyawan SPP dari penyedia
SE

mesin tersebut ketika mesin


pertama kali dibeli, ataupun dari
petunjuk manual penggunaan
mesin yang diperoleh dari pihak
ketiga (supplier mesin).

Handal
Pemohon Banding menanggung
seluruh biaya pelatihan, honor,
dan training karyawan. Di tahun
2009 jumlah karyawan Handal
adalah 309, dimana seluruh
proses HR, payroll untuk

K
karyawan termasuk rekruitmen
dilakukan oleh Pemohon

JA
Banding.

8 Business Pangsa Pasar tidak dapat Bukan merupakan harta


marketability dimiliki pihak tertentu. Setiap tak berwujud, sebab

PA
(pangsa pasar) pelaku bisnis yang beroperasi di pangsa pasar tidak dapat
Indonesia memiliki akses dimiliki oleh pihak
terhadap potensi pasar di tertentu.
Indonesia
Hal ini disebutkan dalam
Paragraf 6.31 OECD/G20

N
BEPS Project – Action 8-
10 Final Reports: Aligning
Transfer Pricing

LA
Outcomes with Value
Creation:

“Such market specific


A DI characteristics are not
capable, however, of
being owned or controlled
and are therefore not
intangibles within the
meaning of section A.1.,
NG

and should be taken into


account in a transfer
pricing analysis through
the required comparability
analysis. “
PE

Terjemahannya:
Pangsa pasar, tidak dapat
dimiliki dan dikendalikan,
dengan demikian pangsa
T

pasar bukan merupakan


harta tak berwujud
IA

sebagaimana diatur
dalam bagian A.1.,
namun hal ini perlu
AR

diperhitungkan dalam
analisa transfer pricing
sebagai faktor
kesebandingan.
ET

bahwa berdasarkan dalil-dalil Pemohon Banding di atas, sudah menjelaskan dan


membuktikan bahwa koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan dan harus
dibatalkan;
KR

Pendapat Majelis :

bahwa menurut Terbanding koreksi penghasilan dari luar usaha sebesar


SE

Rp420.118.000.000,00 dilakukan karena berdasarkan hasil penilaian Terbanding (dalam


hal ini Tim Penilai) terdapat selisih atas nilai pengambilalihan aktiva Anak Perusahaan
[PT. Sampoerna Printpack (SPP), PT. Perusahaan Dagang dan Industri Panamas
(Panamas), PT. Handal Logistik Nusantara (Handal)] oleh Pemohon Banding, selaku
pemegang saham dari ketiga anak perusahaan, dengan nilai aktiva yang sesungguhnya
(berwujud dan tidak berwujud) yang merupakan penghasilan bagi Pemohon Banding;
Nilai transaksi atas pengambilalihan usaha anak perusahaan ini tidak bisa dihitung
hanya berdasarkan nilai aktiva tetap anak perusahaan saja (sebagaimana yang telah
dilaporkan oleh Pemohon Banding), akan tetapi harus dihitung sebagai satu kesatuan
nilai aktiva (bisnis) yang terdiri dari aktiva berwujud dan aktiva tidak berwujud.

K
bahwa yang mendasari nilai aktiva tidak berwujud dari entitas anak perusahaan adalah:
 Kualitas dan keahlian tenaga ahli dan manajemen perusahaan yang terkait dengan
investasi sumber daya manusia;

JA
 Cukup dikenal oleh publik/industri distribusi dan pemasaran, percetakan, transportasi
dan logistik (bussiness name recognition);
 Perusahaan memiliki alasan kuat untuk berbisnis di Indonesia karena didukung

PA
sepenuhnya oleh perusahaan induk (PT HM Sampoerna Tbk dan PT Philip Morrris
Indonesia);
 Memiliki komitmen penyelesaian pekerjaan yang tinggi;
 Memiliki tingkat pendapatan yang stabil (stability of earnings) karena hampir seluruh
pendapatan operasi diperoleh dari perusahaan yang masih dalam satu Grup;

N
 Catatan produksi atau pesanan, kontrak pelanggan dan hubungan dengan
pelanggan termasuk hubungan non kontrak, dan perjanjian sewa;

LA
 Technology based, diantaranya know-how (teknologi yang tidak dipatenkan), data
base, dan prosedur kerja yang dijalankan;
 Memiliki pangsa pasar yang cukup besar (bussiness marketability).

DI
bahwa dengan demikian sudah jelas dan nyata bahwa transaksi antara Pemohon
Banding dengan anak perusahaan merupakan transaksi pengambilalihan bisnis, bukan
hanya pengalihan aktiva berwujud sebagaimana dilaporkan oleh Pemohon Banding.
A
Untuk menilai kewajaran transaksi tersebut harus dilakukan melalui penilaian bisnis
anak perusahaan yang dialihkan;
NG

bahwa sebagai perusahaan yang dinilai secara independen tanpa dipengaruhi


hubungan istimewa seharusnya pengambilalihan bisnis tidak hanya dinilai dari harga
pasar aset berwujud karena bisnis sudah berjalan (running). Justru Pemohon Banding
mempunyai ketergantungan kepada anak perusahaan dalam hal proses bisnis dari anak
PE

perusahaan sudah berjalan. Karena tidak mungkin juga Pemohon Banding akan
bersedia untuk melepas/mengalihkan anak perusahaan ke pihak independen hanya
seharga aset berwujudnya;

bahwa untuk menilai Nilai Wajar transaksi, Tim Pemeriksa telah meminta bantuan
T

Tenaga Ahli Penilai. Berdasarkan hasil penilaian oleh Tim Penilai dengan berpedoman
IA

pada Standar Penilaian Indonesia (yang dituangkan dalam Laporan Kaji Ulang Penilaian
Perusahaan PT. Sampoerna Printpack Divisi Karton Dan Kertas; PT. Perusahaan
Dagang dan Industri Panamas, PT.Handal Logistik Nusantara) diketahui Nilai Wajar
AR

Bisnis anak perusahaan adalah sebagai berikut:

Nilai Wajar Bisnis PT SP


Berdasarkan metode EEM
- Nilai Pasar Aktiva Berwujud Rp797.475.000.000
ET

- Nilai Pasar Aktiva Tidak Berwujud Rp100.734.000.000


Rp898.209.000.000

Nilai Wajar Bisnis PT PG dan Industri Panamas


KR

Berdasarkan metode EEM


- Nilai Pasar Aktiva Berwujud Rp464.688.000.000
- Nilai Pasar Aktiva Tidak Berwujud Rp249.093.000.000
Rp713.781.000.000
SE

Nilai Wajar Bisnis PT. HLN Berdasarkan metode EEM


- Nilai Pasar Aktiva Berwujud Rp 65.736.000.000
- Nilai Pasar Aktiva Tidak Berwujud Rp 70.291.000.000
Rp136.027.000.000

bahwa diagram Penjualan Bisnis Anak Perusahaan sebagai berikut:


Uraian PT SP Pemohon Banding
(Penjual) (Pembeli)
Harga Jual Aktiva Berwujud Rp797.475.000.000,00 Rp797.475.000.000,00
Harga Wajar Bisnis Rp898.209.000.000,00 Rp898.209.000.000,00

K
Penghasilan Rp100.734.000.000,00
PT PDI Panamas Pemohon Banding

JA
(Penjual) (Pembeli)
Harga Jual Aktiva Berwujud Rp464.688.000.000,00 Rp464.688.000.000,00
Harga Wajar Bisnis Rp713.781.000.000,00 Rp713.781.000.000,00

PA
Penghasilan Rp249.093.000.000,00
PT. Handal Logistik Pemohon Banding
Nusantara (Penjual) (Pembeli)
Harga Jual Aktiva Berwujud Rp65.736.000.000,00 Rp65.736.000.000,00
Harga Wajar Bisnis Rp136.027.000.000,00 Rp136.027.000.000,00

N
...,...
Penghasilan Rp70.291.000.000,00

LA
Jumlah Penghasilan Pemohon Banding Rp420.118.000.000,00

bahwa keuntungan atas selisih pengambilalihan aktiva anak perusahaan tersebut


DI
memenuhi kriteria objek penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf d angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya
A
disebut Undang-Undang PPh), beserta penjelasannya, yang menegaskan bahwa:
NG

"Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, balk yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk: keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
PE

keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota
yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

Penjelasan:
T

Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku
atau lebih tinggi dad harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut merupakan
IA

keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan
pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan
keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar.
AR

"Misalnya, PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya


dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil
tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan
demikian, keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp
ET

20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah
seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 55.000.000,00 (lima puluh lima juta
rupiah), nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh
KR

juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S dan bagi pemegang saham yang
membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) merupakan
penghasilan."
Tabel Ilustrasi Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 2 Undang-Undang PPh
SE

Uraian PT S Pemegang Saham


(Penjual) (Pembeli)
Nilai Sisa Buku Rp40.000.000,00
Harga Jual Rp55.000.000,00 Rp55.000.000,00
Harga Pasar Rp60.000.000,00 Rp60.000.000,00
Keuntungan Rp20.000.000,00
Penghasilan Rp5.000.000,00

bahwa mengingat transaksi pengambilalihan aktiva tersebut melibatkan pihak-pihak


yang memiliki hubungan istimewa maka DJP (Pemeriksa) berwenang untuk menentukan
kembali harga wajar pengambilalihan aktiva tersebut sesuai Pasal 10 ayat (1) dan Pasal

K
18 ayat (3) Undang-Undang PPh yang menegaskan bahwa:

JA
Pasal 10 ayat (1)
"Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah
jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat

PA
hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima."

Pasal 18 ayat (3)


"Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya

N
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan

LA
harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya
plus, atau metode lainnya."

DI
bahwa Terbanding berpendapat bahwa Pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap
lawan transaksi (dalam hal ini ketiga anak perusahaan Pemohon Banding) tidak
menyebabkan hilangnya kewajiban pemenuhan kewajiban formal dan/atau kewajiban
material bagi Pemohon Banding untuk membayar pajak sebagaimana mestinya sesuai
A
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; Fakta yang ditemukan
Terbanding merupakan fakta yang baru terungkap, yang jelas berbeda dengan fakta
NG

yang ditemukan oleh Terbanding pada saat melakukan pemeriksaan atas ketiga anak
perusahaan Pemohon Banding. Sebelumnya, ketiga anak perusahaan Pemohon
Banding tidak pernah melaporkan adanya keuntungan atas selisih pengambilalihan
aktiva berupa nilai aktiva tidak berwujud;
PE

bahwa menurut Pemohon Banding koreksi yang dilakukan Terbanding tidak benar
karena ketiga anak perusahaan tidak memiliki aktiva tidak berwujud sebagaimana
diklaim oleh Terbanding. Berikut beberapa alasan dan argumentasi yang membuktikan
tidak adanya aktiva tidak berwujud yang dimiliki oleh Ketiga Anak Perusahaan:
T

a. Bisnis yang dimiliki oleh Anak Perusahaan pada faktanya adalah milik Pemohon
IA

Banding atau dengan kata lain Pemohon Banding yang memberikan pekerjaan
kepada Ketiga Anak Perusahaan melalui kontrak, sehingga tidak mungkin terjadi
pengalihan bisnis dari Anak Perusahaan kepada Pemohon Banding;
AR

b. Ketiga Anak Perusahaan Pemohon Banding memiliki karakteristik sebagai Contract


Service Provider (Contract Manufacturer), yang hanya menjalankan fungsi rutin dan
memperoleh laba yang cenderung stabil karena kompensasi yang diterimanya
berupa cost-plus basis. Sehingga tidak memiliki aktiva tidak berwujud.
ET

c. Tidak mungkin terjadi pengalihan aktiva tidak berwujud dari Ketiga Anak Perusahaan
kepada Pemohon Banding. Hal ini dikarenakan pekerja yang dialihkan hanya
merupakan pekerja yang menjalankan fungsi operasional rutin (SOP Base)
KR

d. Pengalihan Bisnis (Transfer of Business) hanya relevan pada transaksi


restrukturisasi yang dilakukan antara entitas yang berkedudukan di yurisdiksi atau
negara yang berbeda, sedangkan transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding
SE

adalah dengan entitas yang sama-sama berada di Indonesia

bahwa berdasarkan dokumen dan keterangan yang disampaikan dalam persidangan


diketahui bahwa:

1. Pemohon Banding menguasai 99.9% saham PT PG dan Industri Penamas;


2. Pemohon Banding menguasasi 99,98% saham PT HLN dan PT PG dan Industri
Penamas menguasai 0,02% saham PT. HLN;

3. Pemohon Banding menguasai 80,02% saham PT SP, dan Pemohon Banding juga
menguasasi 99,9% saham PT Union Sampoerna Dinamika yang menguasasi

K
18,98% saham PT SP;

bahwa berdasarkan informasi di atas menurut Majelis, Pemohon Banding baik secara

JA
langsung maupun tidak langsung menguasai hampir 100% saham PT PG dan Industri
Penamas, saham PT HLN, dan saham PT SP, ini menunjukkan bahwa Pemohon
Banding memiliki kendali penuh terhadap manajemen dan operasional dari ketiga

PA
perusahaan yang diambil alih aktivanya;

bahwa berdasarkan laporan Kaji Ulang Penilaian Perusahaan diketahui bahwa:

1. PT PG dan Industri Penamas (Panamas) pada tahun 2008 dan 2009 rata-rata 88%

N
pembelian bahan baku dari Pemohon Banding;

2. PT. HLN (Handal) pada tahun 2008 dan 2009 rata-rata 83,4% penghasilannya

LA
berasal dari Pemohon Banding dan 14% dari PT PG dan Industri Penamas;

3. PT SP (SPP) pada tahun 2008 dan 2009 rata-rata 89,8% penghasilannya berasal
dari Pemohon Banding;
DI
bahwa berdasarkan Audit Report atas PT PG dan Industri Penamas, PT. HLN, dan PT
SP dapat dibuat tabel yang menunjukkan persentase ketergantungan Anak Perusahaan
A
dalam transaksi utama dengan Pemohon Banding:
NG

Ketergantungan pembelian /
Anak perusahaan penjualan
Tahun 2008 Tahun 2009
Panamas 99.52% 99.40%
PE

SPP 89.57% 92.55%


Handal 95.58% 97.33%

bahwa berdasarkan informasi di atas menurut Majelis, manajemen operasional dari


T

ketiga perusahaan yang diambil alih sangat tergantung dari Pemohon Banding selaku
induknya;
IA

bahwa berdasarkan informasi-informasi di atas, menurut Majelis ketiga anak


perusahaan yang diambil alih oleh Pemohon Banding tidak memiliki goodwill atau
AR

intangible asset karena seluruh operasional dari ketiga anak perusahaan tersebut
dikendalikan oleh Pemohon Banding sehingga perkembangan bisnis dari ketiga anak
perusahaan yang diambil alih tersebut sangat tergantung dari kemampuan bisnis dari
Pemohon Banding sendiri;
ET

bahwa dengan demikian terkait dengan dalil Terbanding yang menyatakan bahwa
transaksi antara Pemohon Banding dengan anak perusahaan merupakan transaksi
pengambilalihan bisnis dan bukan hanya pengalihan aktiva berwujud adalah tidak tepat
KR

karena sebelum diambil alih aktivanya, ketiga anak perusahaan tersebut bisnisnya
dikendalikan oleh Pemohon Banding;

bahwa Terbanding dalam menghitung nilai intangible asset (goodwill) dari ketiga anak
perusahaan, menggunakan laporan Kaji Ulang Penilaian Perusahaan yang dibuat oleh
SE

Terbanding sendiri, dengan ini Majelis berpendapat bahwa hasil penilaian dari
Terbanding tidak independen karena tidak dilakukan oleh pihak ketiga yang independen,
sehingga diragukan objektivitas dan kebenarannya;

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa atas


pengambilalihan aktiva dari ketiga anak perusahaan yaitu PT PG dan Industri
Penamas, PT. HLN, dan PT SP, tidak terdapat intangible asset (goodwill) dengan
demikian koreksi Terbanding atas Penghasilan dari Luar Usaha sebesar
Rp420.118.000.000,00 tidak dapat dipertahankan;

K
2. Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas OC Service Fee Rp158.822.535.223,00

JA
Menurut Terbanding :

a Dasar Hukum

PA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU
PPh)

Pasal 6 ayat (1)

N
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha

LA
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

1 biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
2 biaya pembelian bahan;
DI
3 biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
A
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
4 bunga, sewa, dan royalti;
NG

5 biaya perjalanan;
6 biaya pengolahan limbah;
7 premi asuransi;
8 biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
PE

9 biaya administrasi; dan


10 pajak kecuali Pajak Penghasilan;

Pasal 18 ayat (3)


T

Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan


IA

pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya


Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa
dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang
AR

tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode


perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan
kembali, metode biaya plus, atau metode lainnya.

Penjelasan Pasal 18 ayat (3)


ET

Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran


pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat
hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari
KR

semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal
demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib
Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah
SE

penghasilan dan atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara
pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga
penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost plus method), atau
metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba
bersih trasaksional (transactional net margin method).

Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan


menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan
tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara
modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya. Dengan demikian,
bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai

K
penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi
pemegang saham yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap
sebagai dividen yang dikenai pajak.

JA
Pasal 18 ayat (4) huruf a

PA
Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sampai dengan ayat (3d),
Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila Wajib Pajak
mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan
penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau
lebih; atau hubungan diantara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir.

N
b Tanggapan Terbanding

LA
1 Pemohon Banding telah memenuhi prinsip kewajaran

bahwa untuk mendukung alasan bahwa Pemohon Banding telah memenuhi


DI
prinsip kewajaran, Pemohon Banding menyajikan tabel sebagai berikut:
GA
Sumber: Informasi internal HMS

bahwa diagram di atas menunjukkan terjadinya penurunan dalam beban operasi


Perbandingan Beban
Pemohon Banding/penjualan dari Operasional/Penjualan
tahun 2002 hingga tahunHMSP 2010,
Tahun yang
mengartikan bahwa bagian dari penjualan 2002 - 2011
yang digunakan oleh Pemohon Banding
EN

untuk beban operasi menurun dari sekitar 12% pada tahun 2002 menjadi 9% pada
tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa Pemohon Banding telah memperoleh
manfaat dari adanya Jasa OC, dimana Pemohon Banding dapat mengoperasikan
bisnisnya dengan seefisien mungkin dan sesuai dengan standar global dari Grup
TP

Philip Morris. Peningkatan efisiensi Pemohon Banding dan margin keuntungan


yang lebih baik pada akhirnya akan berdampak positif pada kontribusi pajak yang
lebih tinggi dari perusahaan kepada pemerintah Indonesia.
Beban
IA

bahwa menurut Terbanding, data yang disampaikan Pemohon Banding tersebut


Operasional /
sifatnya parsial. Hal ini karena OC Services fee tidak hanya dimasukkan sebagai
biaya usaha, namun sebagiannya juga masuk dalam Harga PokokPenjualan
Penjualan.
R

bahwa Terbanding sependapat dengan pemeriksa bahwa mengacu pada paragraf


7.6 OECD Guidelines 2010, analisis penentuan kewajaran transaksi dapat ditinjau
TA

dari ada atau tidaknya nilai ekonomis yang dapat meningkatkan posisi atau
kapasitas komersial Penerima Jasa. Manfaat ekonomis atau komersial yang
ditunjukkan Pemohon Banding yaitu dengan membandingkan kinerja Pemohon
Banding secara konsolidasi (Pemohon Banding dan anak perusahaannya) dimana
RE

penjualan semakin meningkat dan biaya operasi semakin turun sejak diakuisisi
oleh Philip Morris International (selanjutnya disebut: PMI). Namun sesuai Audit
Report, biaya-biaya perolehan jasa dari pihak afiliasi tersebut hanya dibebankan
pada PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) sebagai induk perusahaan saja (parent
K

only), sehingga hasil analisa peningkatan laba konsolidasi dinilai kurang tepat.
SE

bahwa pada tahun 2010, biaya perolehan jasa yang signifikan dari pihak afiliasi
adalah sebesar 1.67% dari omzet, namun nilai ekonomis atau manfaat komersial
yang diterima oleh Pemohon Banding kuranglah sebanding dengan biaya yang
telah dikeluarkannya. Hal ini dibuktikan dengan data kinerja keuangan HMSP
(parent only) bahwa sejak berlakunya service agreement (2007), diketahui kinerja
laba bersih operasi Pemohon Banding tidak mengalami perubahan bahkan
cenderung sedikit mengalami penurunan.
bahwa biaya perolehan jasa yang signifikan dari pihak afiliasi:

(dalam jutaan rupiah)


Philip Morris International Management S.A. (PMIMSA) 447.208
Philip Morris Services S.A. (PMSSA) 201.299
Philip Morris Int. IT Services Center SARL (PMITSC) 35.928

K
Philip Morris Information Services Limited (PMIS) 51.012
TOTAL 735.447

JA
Peredaran Usaha 43.087.772
% terhadap omzet 1.71%

bahwa sedangkan kinerja keuangan Pemohon Banding (Pemohon Banding, Tbk.,

PA
parent only) berdasarkan data Tahun Pajak 2002 – 2010 (dalam jutaan Rp):

(dalam jutaan rupiah)


Tahun Peredaran HPP/ Harga Pokok Biaya Laba Bersih Biaya
Pajak Usaha Omzet Penjualan Operasi Operasi Operasi/
Omzet

N
2002 12,428,169 69% 8,629,574 1,038,808 2,759,787 8%
2003 12,618,250 70% 8,877,151 1,218,767 2,522,332 10%
2004 14,615,562 69% 10,038,538 1,533,828 3,043,196 10%

LA
2005 17,057,138 70% 11,749,737 1,866,332 3,441,069 11%
2006 22,215,808 70% 15,532,699 1,922,887 4,760,222 9%
2007 24,423,199 70% 17,139,674 2,221,502 5,062,023 9%
2008 27,863,211 70% 19,631,892 2,731,143 5,500,174 10%
2009 31,078,098 70% 21,791,894 2,850,579 6,435,624 9%
2010 43,087,772 71% 30,752,223

DI
3,836,446 8,499,103

bahwa berdasarkan data tersebut di atas diketahui bahwa antara tahun 2002 s.d
2006 (periode sebelum adanya transaksi penyerahan jasa) kinerja laba bersih
A 9%

operasi Pemohon Banding yaitu rata-rata 21%, sedangkan antara tahun 2007 s.d
2010 kinerja laba bersih operasinya rata-rata sebesar 20% dari nilai peredaran
NG

usaha. Menurut Terbanding, hal ini terlihat kontras karena seharusnya mulai tahun
2010 kinerja laba bersih operasi Pemohon Banding semakin meningkat oleh
sebab direstrukturisasinya anak usaha – PT P – yang sebelumnya sebagai entitas
terpisah yang menjadi distributor kini melebur jadi satu.
PE

bahwa selain itu juga, kinerja perolehan margin laba kotor mengalami penurunan
sebesar 2% (dari tahun 2002 s.d 2006 rata-rata sebesar 31% menjadi rata-rata
sebesar 29% pada tahun 2007 s.d 2010), padahal sebesar 22% dari biaya OC
Services ini atau sebesar Rp 100.162.163.901,00 terserap di Harga Pokok
T

Penjualan dan dasar alokasi pembebanannya pun berdasarkan Metode Gross


Margin sehingga Terbanding tidak menemukan adanya korelasi antara metode
IA

alokasinya dengan biaya yang dikeluarkannya.

bahwa berdasarkan diagram di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat


AR

ketidakwajaran dimana kinerja laba bersih perusahaan tidak mengalami


peningkatan, namun biaya OC Services fee yang disetorkan mencapai Rp447,2
Milyar. Sebagai catatan, bahwa secara tidak langsung 98% saham Pemohon
Banding dimiliki oleh PMPSA sehingga kedua entitas tersebut memiliki hubungan
istimewa.
ET

bahwa berdasarkan uraian di atas, koreksi yang dilakukan Terbanding telah sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga tetap
dipertahankan.
KR

bahwa sertifikat Agreed-upon Procedures “AUP” yang disiapkan oleh auditor


independen (PWC Swiss) adalah praktik terbaik dan sumber informasi yang dapat
diandalkan untuk mengkonfirmasi sifat kewajaran dan kelaziman transaksi jasa
SE

intra-grup dari perspektif penyedia jasa (dalam kasus ini adalah PMIMSA).

bahwa Terbanding telah membaca seluruh isi TPD tersebut, namun demikian,
berdasarkan penelaahan terhadap TPD tersebut, Terbanding menilai masih
terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan dalam kajian transfer pricing
pada Intra Group Services, antara lain:
 Informasi Keuangan yang Relevan

bahwa Menurut OECD Guidelines 2010 pada Bab V Bagian C, salah satu di
antara informasi yang perlu dipaparkan dalam dokumentasi Transfer Pricing
adalah meliputi informasi keuangan yang relevan. Informasi ini dipergunakan

K
untuk membandingkan laba dan rugi di antara pihak-pihak afiliasi serta untuk
mengetahui struktur laporan keuangan dan jumlah biaya-biaya yang
sesungguhnya terjadi yang telah dikeluarkan oleh service provider yang

JA
selanjutnya akan digunakan dalam menentukan dasar biayanya.

 Profil, struktur perusahaan, struktur organisasi dan kapabilitas personel service

PA
provider

Sebagai pihak yang lebih mengetahui secara jelas fakta dan informasi atas
transaksi afiliasinya, Pemohon Banding seharusnya tidak hanya menyajikan
analisis tentang kewajaran transaksi afiliasinya melalui dokumentasi transfer

N
pricing, tetapi juga harus dapat menjelaskan secara detail fakta dan informasi
tersebut yang mendukung penerapan Prinsip Kewajaran.

LA
 Metode Alokasi Biaya

Beban indirect services pada masing-masing jenis jasa dialokasikan seluruhnya


dengan metode Gross Margin. Sesuai penerapan Prinsip Kelaziman, beban
DI
indirect services tersebut seharusnya dialokasikan dengan menerapkan kriteria
yang terukur (using a sensible allocation keys) dan dapat diandalkan
berdasarkan sifat jasa, kondisi pada saat jasa dikeluarkan, dan manfaat yang
A
diperoleh (be sensitive to commercial features or individual case).
NG

 Analisis Kesebandingan

Analisis kesebandingan menempati posisi yang penting dalam analisis transfer


pricing karena merupakan bentuk konkret dari penerapan Prinsip Kewajaran.
Analisis Kesebandingan yang memuat deskripsi faktor-faktor kesebandingan
PE

transaksi jasa tersebut perlu didokumentasikan untuk dapat menjelaskan


pemilihan pembanding dan metode transfer pricing yang tepat.

bahwa di dalam TP Documentation-nya Pemohon Banding menjelaskan, untuk OC


T

Services, auditor independen PricewaterhouseCoopers SA, di Swiss) telah


menerbitkan sertifikat (Agreed-upon Procedures - AUP) yang menetapkan bahwa
IA

total biaya penyediaan jasa tersebut telah direkonsiliasi, dan total biaya yang
dibebankan kepada HMS pun telah direkonsiliasi dengan invoice pendukungnya.
Namun, berdasarkan AUP tersebut diketahui bahwa dari total biaya yang
AR

dialokasikan kepada HMS adalah sebesar CHF 52 juta sementara total invoice
pendukungnya sebesar CHF 49 juta, sehingga Terbanding mempertanyakan
keakuratannya.

bahwa selain itu, sertifikat AUP tersebut juga menetapkan bahwa biaya-biaya yang
ET

dialokasikan kepada HMS telah diverifikasi sesuai dengan prinsip standar yang
merujuk pada service agreement. Namun, sesuai Lampiran 4 Service Agreement
yang disampaikan dalam pembahasan diketahui bahwa terdapat cost center yang
seharusnya hanya dialokasikan kepada Shareholder namun dialokasikan pula
KR

kepada HMS, yaitu cost center 1066710010 (PMI Local Trainees).

bahwa begitu pula dengan dasar alokasinya, sesuai Lampiran 4 Service


Agreement tersebut disebutkan bahwa atas cost center 1066300020 (Supply
SE

Chain Management) sebesar 60% biaya ini dialokasikan secara langsung kepada
PMPSA, namun sesuai rincian alokasi biaya diketahui atas cost center tersebut
dialokasikan seluruhnya (100%) berdasarkan Manufacturing Gross Margin (MGM).

bahwa oleh karena bukti-bukti pendukung utama yang sangat penting untuk
dilakukannya pengujian transaksi OC Services tersebut belum diperoleh, maka
dengan tetap semangat itikad baik Terbanding tidak serta merta melakukan
seluruh koreksi biaya OC Services tersebut namun tetap mempertimbangkan
manfaat ekonomis yang diterima oleh Pemohon Banding sebagaimana telah
diuraikan di poin sebelumnya yaitu dengan melakukan penelitian satu per satu
atas rincian komponen basis biaya yang dialokasikan kepada Pemohon Banding
melalui pendekatan nature of accounts biaya-biaya tersebut.

K
bahwa Terbanding menolak pembebanan beberapa akun pusat biaya, biaya yang
dikategorikan sebagai natura, dan biaya yang dikategorikan sebagai “stewardship”

JA
bahwa berdasarkan analisis uji manfaat ekonomis atau komersial dari perolehan
jasa tersebut serta penelitian atas nature of accounts komponen pusat biaya,

PA
Terbanding berpendapat bahwa jumlah biaya yang sewajarnya dibebankan oleh
Pemohon Banding atas perolehan jasa-jasa dari pihak PMIMSA adalah tidak
sebesar sebagaimana yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan
sehingga Terbanding perlu melakukan beberapa koreksi fiskal atas pembebanan
biayanya sesuai kewenangan pada Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang No. 7/1983
stdd Undang-Undang No. 36/2008 dan Pasal 20 Ayat (1) PER-43/PJ/2010.

N
Pasal 18 Ayat (3) Undang – Undang No. 7/1983 stdd. Undang-Undang No.

LA
36/2008:

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya


penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
DI
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan
A
menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen,
metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya;
NG

Pasal 20 Ayat 1 PER-43/PJ/2010:

Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan


dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada
PE

transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan


Istimewa;

bahwa sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013,


disebutkan bahwa dalam menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
T

atas transaksi jasa intra-grup perlu dilakukan perhitungan kewajaran pembayaran


jasanya diantaranya adalah dengan meneliti komponen basis biaya yang
IA

sebenarnya dikeluarkan oleh Penyedia Jasa serta kesesuaiannya dengan jasa


yang diberikan dan manfaat ekonominya bagi Pemohon Banding.
AR

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Terbanding (DJP) perlu


melakukan koreksi atas komponen biaya OC Services tersebut karena sesuai
nature of accounts diketahui terdapat komponen biaya jasa (cost base) yang tidak
seharusnya dibayarkan karena tidak ada kesesuaiannya dengan sifat dan jenis
ET

jasa yang diberikan, serta tidak sesuai dengan manfaat ekonomis yang diterima
oleh Pemohon banding.

bahwa Terbanding berpendapat bahwa koreksi yang dilakukan telah sesuai dengan
KR

ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga tetap


mempertahankan koreksi yang dilakukan.
SE

Menurut Pemohon Banding :

bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi positif OC Service Fee sebesar
Rp158.822.535.223. Adapun ketidaksetujuan dan argumentasi Pemohon Banding
adalah sebagai berikut:

bahwa Pemohon Banding Telah Melakukan Penyetoran Ppn Jasa Luar Negeri Dan
Telah Melakukan Pemotongan PPh PASAL 26 Atas Pembayaran OC Service Fee
Kepada PMIMSA. Kemudian, Atas PPN Jasa Luar Negeri Dan PPh Pasal 26 Tersebut
Telah Pemohon Banding Laporkan Dalam Spt Masa PPN Dan Spt Masa PPh Pasal 26.
Namun Demikian, Atas Pembayaran Ppn Jasa Luar Negeri Dan Pph Pasal 26 Tersebut
Sama Sekali Tidak Dikoreksi Negatif Oleh Terbanding (Padahal Pemeriksaan Pajak

K
Untuk Tahun 2010 Adalah Pemeriksaan All Taxes), Sehingga Secara Eksplisit
Terbandingpun Pada Dasarnya Telah Mengakui Keseluruhan Pembayaran OC Service
Fee Kepada PMIMSA. Hal Tersebut Dikarenakan Pengertian Jasa Dalam PPh Badan

JA
Sama Halnya Dengan Pengertian Jasa, Baik Dalam PPN Maupun PPh Pasal 26.

bahwa Bahwa atas seluruh pembayaran OC Service Fee kepada PMIMSA telah

PA
Pemohon Banding lakukan pembayaran PPN Jasa Luar Negeri dan juga pemotongan
PPh Pasal 26;

bahwa adapun rincian pembayaran PPN Jasa Luar Negeri atas keseluruhan
pembayaran OC Service Fee kepada PMIMSA dapat dirincikan sebagai berikut:

N
Bulan Nama DPP PPN Tarif PPN NO INVOICE NTPN Tanggal
Pemberi Bayar

LA
Jasa
Jan-10 PMIMSA 35.798.566.513 10 3.579.856.651 3100018307 0615080310061400 2/10/2010

Feb-10 PMIMSA 31.023.780.693 10 3.102.374.610 3100018494 1208071508130314 3/10/2016


3100018827
Mar-10

Mar-10
PMIMSA

PMIMSA
34.427.689.660

12.038.265.930
10

10
A DI
3.442.768.966

1.203.826.593
3100019151

3100019236
1206001014120904

1206001014120904
4/9/2010

4/9/2010

Apr-10 PMIMSA 34.649.053.999 10 3.464.905.399 3100019396 0512100904070101 5/10/2010


Mei-10 PMIMSA 32.574.304.557 10 3.257.430.455 3100019659 0311150415091010 6/10/2010
NG

Jun-10 PMIMSA 41.460.840.337 10 4.146.084.033 3100019772 0012070403031414 7/9/2010


Jul-10 PMIMSA 35.464.283.043 10 3.546.428.304 3100019945 1208110400110403 8/10/2010
Agst-10 PMIMSA 29.056.864.252 10 2.905.686.425 3100020346 0706141002011411 9/8/2010
Sep-10 PMIMSA 15.877.739.322 10 1.587.773.932 3100020400 0005030314040609 10/8/2010
Okt-10 PMIMSA 35.255.577.800 10 3.525.557.780 3100020583 0815121310140813 11/10/2010
PE

Nov-10 PMIMSA 34.802.791.470 10 3.480.279.147 3100020767 0105111308001201 12/10/2010


Des-10 PMIMSA 84.249.412.660 10 8.424.941.266 3100021285 0604060005030712 1/10/2011
456.679.170.235 45.667.913.561

bahwa pada lampiran 47, Pemohon Banding sampaikan bukti penyetoran PPN Jasa
T

Luar Negeri atas pembayaran OC Service Fee kepada PMIMSA sebagaimana


IA

rekapitulasi di atas;

bahwa adapun rincian pembayaran PPh Pasal 26 atas keseluruhan pembayaran OC


Service Fee kepada PMIMSA dapat dirincikan sebagai berikut:
AR

Bulan Nama DPP PPh 26 Tarif PPh Pasal 26 NO INVOICE No Bukti Potong Dilapor
Pemberi sesuai Pada SPT
Jasa P3B PPh 26
Masa
ET

Jan-10 PMIMSA 35.798.566.513 5 1.789.928.325 3100018307 3/PPh26/I/2010- Jan-10


HMS
Feb-10 PMIMSA 31.023.780.693 5 1.551.182.981 3100018494 2/PPh26/II/2010 Feb-10
3100018827 -HMS
Mar-10 PMIMSA 34.427.689.660 5 1.721.384.483 3100019151 8/PPh26/III/2010 Mar-10
KR

-HMS
Mar-10 PMIMSA 12.038.265.930 5 601.913.296 3100019236 9/PPh26/III/2010 Mar-10
-HMS
Apr-10 PMIMSA 34.649.053.999 5 1.732.452.699 3100019396 2/PPh26/IV/201 Apr-10
0-HMS
Mei-10 PMIMSA 32.574.304.557 5 1.628.715.227 3100019659 13/PPh26/V/201 Mei-10
SE

0-HMS
Jun-10 PMIMSA 41.460.840.337 5 2.073.042.016 3100019772 13/PPh26/VI/20 Jun-10
10-HMS
Jul-10 PMIMSA 35.464.283.043 5 1.773.214.152 3100019945 5/PPh26/VII/201 Jul-10
0-HMS
Agst-10 PMIMSA 29.056.864.252 5 1.452.843.213 3100020346 9/PPh26/VIII/20 Agst-10
10-HMS
Sep-10 PMIMSA 15.877.739.322 5 793.886.966 3100020400 2/PPh26/IX/201 Sep-10
0-HMS
Okt-10 PMIMSA 35.255.577.800 5 1.762.778.890 3100020583 12/PPh26/X/201 Okt-10
0-HMS
Nov-10 PMIMSA 34.802.791.470 5 1.740.139.574 3100020767 6/PPh26/XI/201 Nov-10
0-HMS
Des-10 PMIMSA 84.249.412.660 5 4.212.470.633 3100021285 5/PPh26/XII/201 Des-10
0-HMS
456.679.170.235 22.833.952.455

K
bahwa pada lampiran 48, Pemohon Banding sampaikan bukti pemotongan PPh Pasal
26 atas pembayaran OC Service Fee kepada PMIMSA sebagaimana rekapitulasi di

JA
atas;

bahwa Lebih lanjut, bahwa sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor
PRIN-24/PJ.04/RIK.SIS/2012 tanggal 12 Oktober 2012, Terbanding melakukan

PA
pemeriksaan pajak secara all taxes untuk tahun pajak 2010;

bahwa sesuai Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana tertuang dalam SPHP


Nomor PHP-02/PJ.04/2014 tanggal 09 Juni 2014, diketahui bahwa Terbanding sama
sekali tidak melakukan koreksi negatif atas pembayaran PPN Jasa Luar Negeri maupun

N
atas pemotongan PPh Pasal 26 sehubungan dengan OC Service Fee kepada PMIMSA;

LA
bahwa dengan tidak dilakukannya koreksi negatif tersebut, secara eksplisit
menunjukkan dan membuktikan bahwa pada dasarnya Terbanding telah mengakui
keseluruhan pembayaran OC Service kepada PMIMSA. Hal ini disebabkan bahwa
pengertian jasa dalam ketentuan PPh Badan tidak berbeda dengan pengertian jasa,
baik dalam ketentuan PPN maupun PPh Pasal 26;
DI
bahwa Hal serupa pernah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak melalui Putusan
A
Pengadilan Pajak Nomor Put 55594/PP/M.VA/15/2014 mengenai banding dari PT Vista
Agung Kencana (Put-55594) (Lampiran 49). Dalam Put-55594, Pengadilan Pajak
NG

memutus untuk tidak mempertahankan koreksi Terbanding atas biaya pembayaran


royalti yang dibayarkan pemohon banding kepada pihak afiliasinya di luar negeri
dikarenakan Terbanding dalam perkara tersebut tidak melakukan koreksi atas PPh
Pasal 26 yang telah dipotong dan disetor oleh Pemohon Banding;
PE

bahwa Pemohon Banding Telah Memenuhi Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha
Sebagaimana Tercantum Dalam Pasal 18 Ayat (3) UU PPh, PASAL 20 Ayat (1) Dan
Pasal 14 PER-43/PJ/2010, OECD Guidelines 2010, PER-22/PJ/2013, DAN SE-
50/PJ/2013;
T

bahwa sehubungan dengan transaksi jasa intra-grup yang dilakukan oleh Pemohon
Banding dengan Philip Morris International Management SA (selanjutnya disebut
IA

dengan PMIMSA), Pemohon Banding telah menyediakan informasi yang cukup


sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perpajakan yang berlaku untuk mendukung
penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha kepada Terbanding, yaitu sebagai
AR

berikut:

bahwa Jasa telah benar-benar diberikan oleh PMIMSA kepada Pemohon Banding dan
terdapat manfaat ekonomis yang diterima oleh Pemohon Banding (yaitu: Perjanjian Jasa
ET

antara Pemohon Banding dengan PMIMSA tahun 2007 termasuk perubahan dalam
lampiran yang digunakan pada tahun 2010 (selanjutnya: Perjanjian Jasa), Transfer
Pricing Log Book 2010 untuk membuktikan manfaat atas Jasa Pusat Operasi
(selanjutnya: Jasa OC);
KR

bahwa Biaya yang secara nyata-nyata dibebankan oleh PMIMSA (yaitu: faktur, Sertifikat
Agreed Upon Procedure (selanjutnya: AUP)); dan

bahwa Mark up wajar terhadap Jasa OC (yaitu: Dokumentasi Transfer Pricing);


SE

Informasi di atas membuktikan bahwa transaksi jasa intra-grup yang dilakukan oleh
Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dengan uraian
argumentasi sebagai berikut:

bahwa JASA OC Telah Benar-Benar Diberikan Dan Memberikan Manfaat Ekonomis Dan
Komersial Kepada Pemohon Banding
bahwa OECD Guidelines 2010 membahas mengenai perihal jasa intra-grup pada Bab
VII. OECD Guidelines 2010 menekankan 2 isu utama pada analisis harga transfer dalam
transaksi jasa intra-grup, yaitu: (i) Apakah jasa intra-grup secara fakta telah diberikan; (ii)
pembebanan atas biaya jasa untuk kepentingan pajak harus dilakukan sesuai dengan
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha;

K
bahwa adapun terhadap hal yang tercantum dalam nomor (i) di atas, guna menentukan
jasa intra-grup telah diberikan ketika suatu aktivitas dilakukan untuk satu atau lebih

JA
anggota grup oleh anggota grup lainnya harus didasarkan pada apakah aktivitas
tersebut memberikan nilai ekonomis atau komersial kepada masing-masing anggota
grup untuk meningkatkan posisi komersialnya;

PA
bahwa selanjutnya, OECD Guidelines 2010 pada paragraph 7.9 – 7.16 menyatakan
bahwa jasa intra-grup dianggap memberikan manfaat ekonomis apabila tidak meliputi
aktivitas sebagai berikut:

1) Shareholder activity

N
In a narrow range of such cases, an intra- group activity may be performed relating to
group members even though those group members do not need the activity (and

LA
would not be willing to pay for it were they independent enterprises). Such an activity
would be one that a group member (usually the parent company or a regional holding
company) performs solely because of its ownership interest in one or more other

 Duplicate Services
A DI
group members, i.e. in its capacity as shareholder;

In general, no intra-group service should be found for activities undertaken by one


group member that merely duplicate a service that another group member is
NG

performing for itself, or that is being performed for such other group member by a
third party. An exception may be where the duplication of services is only
temporary,…;

 Incidental Benefit
PE

There are some cases where an intra-group service performed by a group member
such as a shareholder or coordinating center relates only to some group members
but incidentally provides benefits to other group members;
T

 On Call Services
IA

An intra-group service would exist to the extent that it would be reasonable to


expect an Independent enterprise in comparable circumstances to incur “standby”
charges to ensure the availability of the services when the need for them arises;
AR

Terjemahan:

1) Aktivitas Pemegang Saham


ET

Dalam beberapa kasus, aktivitas intra-grup dilakukan kepada anggota grup,


meskipun anggota tersebut tidak membutuhkan aktivtas tersebut (dan tidak akan
bersedia membayarkan sejumlah nilai apabila disediakan oleh pihak independen).
Aktivitas tersebut terjadi dikarenakan anggota grup (umumnya perusahaan induk atau
KR

kantor pusat wilayah) bertindak semata-mata hanya karena memiliki suatu


kepentingan pada satu atau lebih anggota grup lainnya, yaitu dalam hal kapasitasnya
adalah sebagai pemegang saham;

 Duplikasi Jasa
SE

Secara umum, suatu transaksi jasa intra-grup tidak akan dapat ditemukan jika jasa
yang diberikan oleh satu anggota grup hanya merupakan duplikasi dari suatu
kegiatan jasa yang telah dilakukan sendiri oleh anggota grup lain, atau telah
dilakukan oleh anggota grup tersebut melalui jasa pihak indepeden. Terdapat
pengecualian dimana dimungkinkan terdapat duplikasi apabila jasa tersebut
bersifat sementara…;
 Jasa yang Memberikan Manfaat Insidental

Terdapat keadaan dimana jasa intra-grup dilakukan oleh salah satu anggota grup
seperti pemegang saham atau pusat koordinasi grup yang berkaitan hanya
terhadap beberapa anggota grup namun secara insidental memberikan manfaat
kepada anggota grup lain;

K
 Jasa Siaga (On-call services)

JA
Jasa intra-grup ini adalah wajar sepanjang dalam hal situasi antara pihak
independen yang sebanding, suatu pihak independen juga bersedia untuk
menanggung biaya atas kesiagaan pemberi jasa agar jika sewaktu-waktu suatu

PA
jasa diperlukan maka pemberi jasa dapat memastikan ketersediaanya dalam
memberikan jasa yang dimaksud;

bahwa sama halnya dengan OECD Guidelines 2010, Direktorat Jenderal Pajak
(selanjutnya disebut: DJP) melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 43/PJ/2010

N
tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara
Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut:

LA
PER-43) jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 32/PJ/2011 (selanjutnya disebut
PER-32) juga memfokuskan pada apakah jasa intra-grup benar-benar telah diberikan,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 Ayat (2a) yang menyatakan bahwa jasa intra-
grup dianggap telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang
memenuhi kriteria:
DI
 penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi;
A
 nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan
NG

Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang dilakukan antara pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding, atau
yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk keperluannya;

bahwa mengacu kepada Pasal 14 Ayat (3) dalam PER-32, jasa intra-grup dianggap
PE

telah diberikan apabila memberikan manfaat ekonomis atau komersial yang dapat
menambah nilai atas penyerahan atau perolehan jasa dimaksud. Sebagai tambahan, di
dalam Pasal 14 Ayat (5) PER-32, juga ditekankan mengenai jenis jasa intra-grup yang
dianggap tidak memenuhi prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha, yaitu apabila
transaksi jasa terjadi hanya karena terdapat kepemilikan perusahaan induk pada salah
T

satu atau beberapa perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha;
IA

bahwa SE-50 lebih lanjut memberikan penjelasan mengenai transaksi jasa intra-grup
sehubungan dengan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang memiliki hubungan
istimewa. SE-50 menyatakan bahwa jasa intra-grup adalah aktivitas yang diberikan oleh
AR

suatu pihak dalam suatu grup usaha yang memberikan manfaat bagi satu atau lebih
anggota lain dalam grup usahanya. Mengacu kepada SE-50, keberadaan transaksi
penyerahan jasa intra-grup diakui apabila jasa tersebut memberikan manfaat ekonomis
atau nilai komersial yang meningkatkan posisi komersial perusahaan penerima jasa
ET

(misalnya meningkatkan keuntungan atau menambah efisiensi melalui penurunan beban


operasi). Selanjutnya, keberadaan dari manfaat ekonomis atau komersial dapat
ditentukan dengan mempertimbangkan apakah pihak independen dalam kondisi
sebanding akan bersedia membayar pihak independen atau melakukan sendiri aktivitas
KR

penyediaan jasa tersebut (inhouse);

bahwa sama halnya dengan OECD Guidelines 2010 dan PER-32, untuk menetapkan
apakah jasa intra-grup memberikan manfaat ekonomis, SE-50 juga mengatur mengenai
jenis jasa yang dianggap tidak memberikan manfaat ekonomis atau komersial, yaitu
SE

sebagai berikut:

 Shareholder activity. Shareholder activity adalah jasa yang ditujukan untuk aktivitas
perusahaan induk;

 Duplicative Services. Duplicative services adalah jasa yang dilakukan oleh anggota
grup perusahaan multinasional yang merupakan duplikasi dari kegiatan yang
dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak atau dilakukan oleh pihak ketiga. Apabila
pembebanan biaya merupakan duplikasi jasa maka biaya jasa intra-grup tersebut
tidak dapat dibebankan;

 Incidental Benefit. Jasa yang memberikan manfaat insidental adalah aktivitas yang

K
dilakukan oleh suatu anggota grup usaha untuk anggota tertentu yang juga
memberikan manfaat insidental kepada Wajib Pajak dalam grup tersebut. Pada
umumnya jasa intra-grup akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penerima

JA
tertentu. Anggota grup lainnya kemungkinan memperoleh manfaat secara insidental
dari jasa tersebut;

PA
 Passive Association. Passive association adalah jasa yang dibayarkan kepada
perusahaan afiliasi semata-mata karena Wajib Pajak adalah anggota perusahaan
grup;

 On Call Services. On call services adalah jasa yang disediakan oleh salah satu

N
anggota grup usaha (biasanya perusahaan induk) yang selalu tersedia kapan saja
diperlukan oleh Wajib Pajak, atau jika disediakan oleh pihak independen, jasa
tersebut akan dikenakan biaya khusus untuk menjamin ketersediaannya. Jasa siaga

LA
tidak dapat dibebankan jika: (i) potensi atas kebutuhan jasa tersebut sangat kecil; (ii)
manfaat yang diperoleh dari jasa tersebut tidak signifikan (dapat diabaikan), atau (iii)
jasa siaga dapat segera diperoleh kapan saja dan tersedia dari pihak lain yang

DI
independen tanpa harus membuat perjanjian siaga terlebih dahulu;

bahwa Pemohon Banding Telah Memberikan Bukti-Bukti Guna Membuktikan Bahwa


Jasa PMIMSA Telah Secara Nyata-Nyata Diberikan Kepada Pemohon Banding Melalui
A
Dokumentasi Transfer Pricing 2010
NG

bahwa Pemohon Banding telah menyerahkan Dokumentasi Transfer Pricing Tahun


2010, yang telah mendokumentasikan jasa yang diterima oleh Pemohon Banding
termasuk penjelasan mengenai manfaat yang diterima dari jasa tersebut, terutama pada
bagian 13.2.1 (contoh manfaat yang diterima Pemohon Banding dari Jasa OC dapat
dilihat pada Lampiran 22);
PE

bahwa Pembuktian Jasa Pmimsa Telah Secara Nyata-Nyata Diberikan Kepada


Pemohon Banding Melalui Adanya Peningkatan Efisiensi Operasi Bisnis, Pertumbuhan
Yang Tinggi Dalam Penjualan Dan Laba Operasi, Perbandingan Kinerja Keuangan
T

Pemohon Banding Dan Pemain Lain Dalam Industri, Dan Perbandingan Efisiensi
Operasi Pemohon Banding Dengan Pemain Lain Dalam Industri;
IA

bahwa Pemohon Banding juga telah menyediakan contoh nyata yang menunjukkan
manfaat yang diterima dari Jasa OC yang diberikan oleh PMIMSA yang dapat dilihat
AR

secara komprehensif melalui indikator-indikator keuangan sebagai berikut:

Diagram - Perbandingan Beban Operasi dan Penjualan Pemohon Banding

(Tahun 2002-2011)
ET
KR
SE
K
Sumber: Informasi internal manajemen Pemohon Banding

JA
bahwa Diagram di atas menunjukkan terjadinya penurunan dalam beban
operasi/penjualan dari tahun 2002 hingga tahun 2011. Melalui diagram ini dapat
dipahami bahwa bagian dari penjualan yang digunakan oleh Pemohon Banding untuk
beban operasi menurun dari sekitar 12% pada tahun 2002 menjadi bernilai di bawah

PA
10% pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa Pemohon Banding telah
memperoleh manfaat dari adanya Jasa OC, di mana Pemohon Banding dapat
mengoperasikan bisnisnya dengan seefisien mungkin dan sesuai dengan standar global
dari Grup Philip Morris. Peningkatan efisiensi Pemohon Banding dan margin keuntungan
yang lebih baik pada akhirnya akan berdampak positif pada kontribusi pajak yang lebih

N
tinggi dari Pemohon Banding kepada pemerintah Indonesia;

LA
Diagram - Kinerja Keuangan Pemohon Banding

(Tahun 2002-2011) Dalam Miliar Rupiah


A DI
NG
T PE
IA

Sumber: Informasi Internal Pemohon Banding

bahwa diagram di atas telah menunjukkan performa keuangan Pemohon Banding


AR

sebelum dan sesudah akuisisi oleh Grup Philip Morris. Sejak terjadinya akuisisi, kinerja
keuangan Pemohon Banding telah meningkat secara terus-menerus dan
berkesinambungan dalam segi penjualan dan laba operasi. Persentase margin operasi
Pemohon Banding-pun telah meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini membuat Pemohon
ET

Banding menjadi salah satu perusahaan yang paling menguntungkan di Indonesia;

bahwa sebagai akibat dari peningkatan kinerja keuangan Pemohon Banding, Pemohon
Banding mampu untuk membayar dan terus membayar Pajak Penghasilan dan pajak
KR

cukai yang tinggi selama pajak penghasilan didasarkan atas keuntungan Pemohon
Banding dan pajak atas cukai didasarkan atas pendapatan Pemohon Banding. Hal ini
sebagaimana ditunjukkan secara lebih komprehensif dalam diagram di bawah ini:
SE
K
JA
Diagram - Pembayaran Pajak Pemohon Banding

(Tahun 2005-2012)

PA
N
LA
A DI
NG

Sumber: Informasi Internal Pemohon Banding


PE

bahwa melalui Diagram di atas, dapat dilihat bahwa nilai pembayaran pajak Pemohon
Banding dari tahun 2005 hingga tahun 2012 terus mengalami peningkatan, baik atas
Pajak Penghasilan Badan, Cukai, maupun Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini turut
membuktikan bahwa selama kurun waktu tersebut kinerja bisnis Pemohon Banding
T

mengalami peningkatan sebagaimana dapat tercermin melalui peningkatan pembayaran


pajak Pemohon Banding;
IA

Diagram - Perbandingan Rasio Laba Operasi Terhadap Penjualan (ROS) antara


Pemohon Banding dengan Pemain Lain dalam Industri
AR

(Tahun 2005-2011)
ET
KR
SE
Sumber: Laporan keuangan yang dipublikasi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI)

bahwa berdasarkan grafik di atas, Pemohon Banding memiliki Rasio Laba Operasi
terhadap Penjualan (“ROS”) tertinggi dibandingkan dengan para pesaingnya dari tahun

K
2005 hingga 2011. Sejauh ini, Pemohon Banding merupakan perusahaan rokok yang
paling menguntungkan di dalam industri rokok di Indonesia. Hal ini dapat terlihat melalui

JA
nilai ROS Pemohon Banding yang mencapai ±20% di tahun 2010, sementara pemain
utama lain dalam industri rokok hanya mampu mencapai ROS di bawah 20.08% (lebih
rendah dari nilai ROS Pemohon Banding);

PA
bahwa berdasarkan grafik di atas, perubahan ROS Pemohon Banding dari tahun 2005
hingga tahun 2011 membuktikan bahwa sentralisasi atas beberapa fungsi dalam
perusahaan yang dalam hal ini dikemas dalam bentuk Jasa OC telah meningkatkan
efisiensi dan berdampak pada profit yang menguntungkan bagi Pemohon Banding dan
terus meningkat setiap tahunnya hingga tahun 2011.

N
Diagram - Perbandingan Beban Operasi/Penjualan antara Pemohon Banding dengan

LA
Pemain Lain dalam Industri

(Tahun 2005-2011)
A DI
NG
T PE
IA

Sumber: Laporan keuangan yang dipublikasi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI)

bahwa berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa peningkatan kinerja Pemohon
AR

Banding salah satunya dapat terukur melalui penurunan beban operasi Pemohon
Banding per penjualan dari tahun 2005 hingga tahun 2010. Di tahun 2010, perbandingan
beban operasi per penjualan Pemohon Banding bernilai 9.09%, lebih rendah bila
dibandingkan dengan pemain utama lain dalam industri rokok, termasuk dalam konteks
ini lebih rendah bila dibandingkan dengan perbandingan beban operasi per penjualan
ET

Philip Morris International;

bahwa Jasa Yang Bersifat “Kepentingan Pemegang Saham” Dan “Duplikasi” Tidak
Dibebankan Kepada Pemohon Banding
KR

bahwa dalam Lampiran 4 Perjanjian Jasa yang berlaku hingga per 31 Desember 2010,
dinyatakan bahwa biaya-biaya sehubungan dengan “kepentingan pemegang saham”
dan “duplikasi” tidak dialokasikan kepada Client Companies. Sebagai contoh, beberapa
SE

akun pusat biaya secara langsung dialokasikan kepada Pemegang Saham, karena
biaya tersebut berkaitan dengan kepentingan pemegang saham, yaitu diantaranya akun
Keamanan Operasi (1066300050), akun Konsolidasi Internasional PMI (1066710120),
akun Strategi dan Merger & Akuisisi PMI (1066715010), dan lain-lain. Hal ini
membuktikan bahwa Pemohon Banding telah secara komprehensif mengkaji jasa yang
tidak dapat dibebankan sehubungan dengan aktivitas pemegang saham;
bahwa selanjutnya, duplikasi terhadap jasa telah dihindari dan diantisipasi dalam
Perjanjian Jasa dengan membagi struktur penyediaan jasa menjadi Global, Regional,
dan tingkat lokal. Setiap tingkatan memiliki perbedaan dalam lingkup geografis dan/atau
tingkat tenaga ahli;

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa pengecualian terhadap biaya-biaya

K
yang berhubungan dengan “kepentingan pemegang saham” dan “duplikasi” dapat
terefleksi melalui metode alokasi yang digunakan terhadap masing-masing akun pusat

JA
biaya. Melalui metode alokasi ini, dapat terlihat bahwa biaya-biaya yang berhubungan
dengan “kepentingan pemegang saham” dan “duplikasi” tersebut telah dikecualikan
sebagai biaya yang dibebankan kepada Wajib Pajak (metode alokasi untuk masing-

PA
masing akun pusat biaya sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4 Perjanjian Jasa
dapat dilihat pada;

Biaya Yang Secara Nyata-Nyata Dibebankan Oleh PMIMSA

OECD Guidelines 2010 paragraf 7.19 menyatakan bahwa:

N
…it is necessary, as for other types of intra-group transfers, to determine whether the

LA
amount of the charge, if any, is in accordance with the arm’s length principle. This
means that the charge for intra-group services should be that which would have been
made and accepted between independent enterprises in comparable circumstances;

Terjemahan:
DI
…dalam hal ini sangat penting, untuk menentukan apakah nilai yang dibebankan dalam
A
suatu transaksi jasa intra-grup, bila ada, telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha. Hal ini berarti bahwa biaya-biaya yang dikenakan dalam transaksi jasa
NG

intra-grup seharusnya merupakan biaya-biaya yang dapat disepakati dan diterima


apabila transaksi tersebut terjadi antara pihak-pihak independen dalam kondisi yang
sebanding;

bahwa sebagai tambahan, peraturan harga transfer di Indonesia melalui SE-50


PE

mengatur langkah-langkah untuk menghitung kewajaran dan kelaziman pembayaran


jasa meliputi sebagai berikut:

 Mengkaji dasar pembebanan biaya jasa intra-grup;


T

 Meneliti komponen basis biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh penyedia jasa
IA

serta kesesuaiannya dengan jasa yang diberikan dan manfaat ekonominya bagi
Wajib Pajak;

 Meneliti metode pembebanan jasa yang digunakan;


AR

 Meneliti dasar alokasi pembebanan jasa;

 Meneliti apakah terdapat pembanding atas jasa intra-grup serta mark up-nya dan
ET

menerapkan metode transfer pricing yang paling sesuai dengan kondisi dan fakta.

bahwa dalam hal ini Pemohon Banding telah mempersiapkan sertifikat AUP dalam versi
komprehensif dari auditor independen di Swiss, terutama untuk memastikan
KR

ketersediaan data bagi Pemeriksa sehubungan dengan pusat biaya dan Penyedia Jasa.
AUP telah menjelaskan penemuan fakta dari pusat biaya PMIMSA sehubungan dengan
Perjanjian Jasa. Prosedur yang dilakukan oleh auditor independen meliputi:
SE

 Rekonsiliasi total pembayaran jasa atas penyediaan jasa terhadap jumlah yang
tertera dalam “Service Fees to affiliates” di dalam laporan keuangan PMIMSA yang
telah diaudit. Pembayaran Jasa yang ditagihkan kepada Wajib Pajak telah
direkonsiliasi terhadap data akuntansi PMIMSA;

 Rekonsiliasi total biaya penyediaan jasa dalam perhitungan biaya jasa terhadap
laporan keuangan PMIMSA yang telah diaudit;
 Rekonsiliasi masing-masing biaya dalam pusat biaya terhadap data akuntansi
PMIMSA;

 Memeriksa bahwa pusat biaya yang dialokasikan kepada Wajib Pajak telah sesuai
dengan Perjanjian Jasa, termasuk memverifikasi pusat biaya untuk dialokasikan

K
langsung kepada Wajib Pajak (bila ada) berdasarkan Perjanjian Jasa telah secara
tepat dialokasikan kepada Wajib Pajak sendiri. Di sisi lain, telah diverifikasi pula

JA
bahwa pusat biaya yang dialokasikan secara langsung kepada afiliasi selain Wajib
Pajak telah secara tepat tidak dialokasikan kepada Wajib Pajak;

 Memverifikasi bahwa pengelompokkan atas Wajib Pajak yang digunakan untuk

PA
menetapkan metode alokasi biaya telah sesuai dengan bisnis model Wajib Pajak
(pengelompokkan berdasarkan geografis dan produksi);

 Memeriksa ketepatan perhitungan matematis dari rasio metode alokasi untuk biaya
tidak langsung;

N
 Memverifikasi bahwa proses perhitungan mark up telah sesuai dengan perjanjian

LA
jasa;

 Memeriksa ketepatan perhitungan matematis terhadap biaya jasa yang dialokasikan


kepada Wajib Pajak;

dengan data tagihan bulanan pendukung.


A DI
 Merekonsiliasi total biaya yang dibebankan oleh PMIMSA kepada Wajib Pajak

 Memverifikasi bahwa biaya yang termasuk ke dalam “sub-pot” dalam Perjanjian Jasa
telah dialokasikan sesuai dengan pengalokasian biaya langsung dan biaya tidak
NG

langsung;

 Merekonsiliasi akun-akun dalam pusat biaya yang telah dialokasikan kepada Wajib
Pajak terhadap data akuntansi PMIMSA;
PE

bahwa sebagai tambahan, Pemohon Banding telah mempersiapkan bukti berupa rincian
akun-akun pusat biaya dalam akun G/L PMIMSA (dalam bentuk sofcopy). Informasi dan
konfirmasi fakta oleh auditor independen dalam hal ini memberikan bukti yang dapat
mengkonfirmasi biaya-biaya yang dibebankan oleh PMIMSA selaku penyedia jasa, dan
T

membuktikan pemenuhan transaksi jasa intra-grup terhadap Prinsip Kewajaran dan


Kelaziman Usaha;
IA

Mark-Up Wajar Atas Biaya Jasa OC Yang Dibebankan Kepada Pemohon Banding
AR

bahwa sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, Pemohon Banding telah


menyediakan Dokumentasi Transfer Pricing yang komprehensif untuk Tahun Pajak 2010
yang telah dipersiapkan dengan analisis yang mendalam dan itikad baik untuk dapat
mematuhi peraturan perpajakan di Indonesia (PER-32/PJ/2011). Mengacu kepada
ET

Dokumentasi Transfer Pricing 2010, seluruh pihak dalam transaksi antara Pemohon
Banding dan pihak afiliasinya telah diorganisasi dan didokumentasikan sesuai dengan
prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dari sudut pandang perpajakan Indonesia,
sebagaimana terdapat dalam Pasal 18 Ayat (3) UU PPh;
KR

bahwa dokumentasi Transfer Pricing Pemohon Banding telah diserahkan kepada pihak
Terbanding pada tanggal 28 November 2012, dengan mengacu kepada OECD
Guidelines 2010, Pasal 18 Ayat (3) UU PPh, Pasal 20 Ayat (1) PER-43/PJ/2010, Pasal
14 PER-43/PJ/2010, PER-32/PJ/2011, PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013;
SE

bahwa dalam Dokumentasi Transfer Pricing tersebut, Pemohon Banding telah


mencantumkan seluruh informasi sehubungan dengan Jasa OC yang diterima dari
Penyedia Jasa, yang salah satunya adalah informasi mengenai nilai mark-up atas biaya
Jasa OC. Biaya Jasa OC dibebankan dengan mark up sebesar 5% dari beban biaya,
dimana mark up ini telah dikurangi 2% setelah ambang batas tercapai. Berdasarkan
analisis dari Konsultan Independen Pemohon Banding, dokumentasi Transfer Pricing
Pemohon Banding telah dianalisis dan disimpulkan bahwa mark-up yang diterapkan
oleh Penyedia Jasa kepada Pemohon Banding telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha;

Sertifikat Agreed-Upon Procedures (“AUP”) Yang Disiapkan Oleh Auditor Independen


(PWC SWISS) Adalah Praktik Terbaik Dan Sumber Informasi Yang Dapat Diandalkan

K
Untuk Mengkonfirmasi Sifat Kewajaran Dan Kelaziman Transaksi Jasa Intra-Grup Dari
Perspektif Penyedia Jasa;

JA
bahwa Pemohon Banding telah meminta Auditor Independen untuk melakukan AUP
untuk mengkonfirmasikan temuan faktual mengenai PMIMSA sebagai Penyedia Jasa

PA
dalam konteks Biaya atas Jasa OC yang dibebankan kepada Pemohon Banding. Auditor
Independen mengeluarkan laporan sebagai berikut:

bahwa Laporan Temuan Faktual dari Prosedur Yang Disepakati (AUP) kepada
Manajemen Philip Morris International Manajemen SA atas Biaya Jasa yang Dibebankan
kepada Pemohon Banding Tbk, tanggal 27 November 2013. Laporan ini menjelaskan

N
rekonsiliasi jumlah total Biaya OC yang dibebankan oleh PMIMSA untuk semua
afiliasinya (tercakup dalam Perjanjian Jasa) dan jumlah total Biaya OC yang dibebankan

LA
oleh PMIMSA per afiliasi;

bahwa Menurut United Nations Transfer Pricing (UN TP) Manual paragraf B.2.8:

DI
..a certificate from an independent accountant of the service providing entity may be
obtained certifying the method of allocation of costs and authenticity of the cost
apportioned to each entity
A
Terjemahan:
NG

…suatu sertifikat dari akuntan independen entitas pemberi jasa dapat diperoleh.
Sertifikasi tersebut dapat menerangkan dengan sebenarnya mengenai metode alokasi
biaya dan otentisitas pembagian biaya-biaya tersebut kepada masing-masing entitas;
PE

(Tambahan penekanan)

bahwa seperti dijelaskan di atas, UN TP Manual mengakui penggunaan Auditor


Independen untuk memverifikasi bahwa otentisitas temuan faktual merupakan praktik
terbaik, khususnya dalam konteks transaksi jasa intra-group. Dengan demikian, dapat
T

disimpulkan bahwa Pemohon Banding telah melakukan upaya terbaik dan wajar untuk
memberikan bukti otentisitas transaksi Biaya OC.
IA

bahwa Literatur juga memberikan dukungan dan bukti bahwa praktik umum di berbagai
negara juga mengakui keandalan dan otentisitas prosedur Auditor Independen untuk
AR

memverifikasi temuan faktual. Literatur pendukung yang disebutkan di atas, dapat


diringkas sebagai berikut:

Narayan Mehta, “Formulating an Intra-Group Management Fee Policy: An Analysis from


ET

a Transfer Pricing and International Tax Perspective”, International Transfer Pricing


Journal: September/October 2005, halaman. 269:

At a minimum, it is generally advisable that the following documentation be maintained


KR

on file with respect to all intra-group management service arrangements….A certificate


from a CPA, if possible, certifying (i) the viability of the method for allocation and
apportionment of costs among subsidiaries and (ii) the authenticity of the cost
apportioned to each entity;
SE

Terjemahan:

Paling sedikit, secara umumnya disarankan bahwa susunan suatu dokumentasi


setidaknya meliputi berkas-berkas sebagai berikut:

Sertifikat dari CPA, jika mungkin, yang menyatakan dengan sebenarnya mengenai (i)
kesesuaian metode alokasi pembagian biaya antara Anak Perusahaan dan (ii)
otentisitas biaya-biaya yang dikenakan kepada masing-masing entitas;

Marc Linnebaum and Stefan Stillhart, “Practical Aspects of Management Service Fees in
Multinational Groups”, International Transfer Pricing Journal: July/August 2012, halaman
266:

K
It would be pragmatic to apply the same principles for both sides of the transaction and
to mutually agree on an audit procedure verifying the cost per department at the level of

JA
the service provider as the charging basis, and stating that the cost allocation scheme
applied as follows the principles defined in the OECD guidelines. This audit certificate
should then be accepted by the Tax Authorities in jurisdictions of the service-providing

PA
and –receiving entities;

Terjemahan:

Penerapan prinsip yang sama untuk kedua sisi transaksi menjadi pragmatis jika para
pihak transaksi menyepakati prosedur audit untuk memverifikasi biaya per departemen

N
di tingkat penyedia jasa sebagai dasar pengenaan biaya, serta jika terdapat pernyataan
bahwa skema alokasi biaya yang digunakan the mengikuti prinsip-prinsip yang

LA
ditetapkan dalam OECD Guidelines. Sertifikat Audit ini kemudian harus diterima oleh
otoritas pajak baik di yurisdiksi entitas penyedia jasa maupun penerima jasa;

(Tambahan Penekanan)
DI
bahwa berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan dengan jelas bahwa sertifikat dari
Auditor Independen harus dianggap sebagai sumber otentik informasi yang dapat
A
diandalkan yang harus diterima oleh Pemeriksa;
NG

Pemohon Banding Tidak Setuju Terhadap Alasan Pemeriksa Menolak Pembebanan


Beberapa Komponen Basis Biaya Dalam Akun Pusat Biaya, Karena Biaya Tidak
Langsung/Total Biaya Dapat Dibebankan Dan Telah Sesuai Dengan Prinsip Kewajaran
Dan Kelaziman Usaha;
PE

bahwa mengacu kepada kertas kerja yang dipersiapkan oleh Terbanding, Terbanding
melakukan koreksi terhadap beberapa komponen basis biaya dalam akun pusat biaya
karena:

 Fungsi atas akun pusat biaya tersebut hanya ditujukan untuk beberapa Client
T

Company, sehingga komponen basis biaya (cost base) yang dikeluarkan oleh service
provider pada fungsi ini tidak sesuai dengan manfaat ekonomi yang diterima oleh
IA

Pemohon Banding (sebagai client company di Indonesia);

 Komponen basis biaya (cost base) yang dikeluarkan oleh Penyedia Jasa ini tidak
AR

diketahui detailnya, sehingga tidak dapat diketahui kesesuaiannya dengan jasa yang
diberikan dan manfaat ekonomi yang diterima oleh Pemohon Banding;

bahwa secara lebih rinci, detail alasan koreksi Terbanding untuk masing-masing akun
ET

pusat biaya sebagaimana dimaksud di atas, dapat dilihat pada Lampiran 28;

bahwa dalam hal ini, Pemohon Banding tidak setuju atas pendapat Terbanding dalam
melakukan koreksi terhadap akun pusat biaya tersebut. Pemohon Banding telah
KR

memberikan penjelasan mengenai sifat dan metode alokasi atas masing-masing akun
pusat biaya yang dikoreksi oleh Terbanding di dalam Lampiran 29;

bahwa selanjutnya, ketidaksetujuan Pemohon Banding atas alasan koreksi yang


disampaikan oleh Terbanding didukung dengan argumen sebagai berikut:
SE

bahwa Terbanding hanya mendasarkan alasan koreksinya berdasarkan deskripsi pada


“Sifat Akun (Nature of Accounts)”, yang hanya menyediakan penjelasan guna tujuan
administratif dan tidak merepresentasikan keseluruhan fakta-fakta dan kondisi transaksi.
Faktanya, Perjanjian Jasa mendeskripsikan masing-masing akun pusat biaya secara
lebih rinci dan komprehensif yang merefleksikan keseluruhan fakta dan kondisi yang
ada. Harus diperhatikan bahwa Lampiran pada Perjanjian Jasa dapat diamandemen dari
waktu ke waktu dikarenakan adanya perubahan sistem akuntansi, sebagaimana
tercantum dalam Bagian 9.1 Perjanjian Jasa sebagai berikut:

Pada tanggal 30 Juni dalam setiap tahun, Penyedia Jasa harus menerbitkan kepada
Client Company Lampiran Baru 2, 3, 4, 5 dan 6, yang relevan, untuk merefleksikan
perubahan di tahun kalender sebelumnya, dan akan digunakan untuk perhitungan

K
jumlah definitif dari Biaya Jasa yang akan dilakukan setelah akhir tahun kalender…

JA
(Tambahan penekanan)

bahwa dalam menganalisis sifat dan metode alokasi masing-masing akun pusat biaya

PA
yang dikoreksi oleh Terbanding, Pemohon Banding dalam hal ini mengacu kepada versi
terbaru Lampiran 2 dan 4 (yang berlaku pada tahun 2010) pada Perjanjian Jasa;

bahwa mengacu kepada sifat biaya dan metode alokasi yang digunakan atas biaya
tersebut sebagaimana tercantum dalam versi terbaru Lampiran pada Perjanjian Jasa,
dapat dilihat bahwa seluruh akun pusat biaya yang dikoreksi oleh Pemeriksa

N
dikarenakan dianggap tidak sesuai dengan manfaat ekonomi yang diterima Pemohon
Banding dan tidak memiliki detail, secara nyata-nyata telah memberikan manfaat secara

LA
langsung kepada Pemohon Banding. Menurut Pemohon Banding, pusat biaya yang
dikoreksi oleh Terbanding tersebut merupakan biaya tidak langsung yang terkait dengan
pemberian Jasa OC. Hal ini sesuai dengan Perjanjian Jasa Pasal 3.2, yang
menyatakan bahwa:
DI
All amounts shall be calculated by the Services Company on a full cost basis.
A
(Tambahan Penekanan)
NG

Terjemahan:

Semua jumlah akan dihitung oleh Perusahaan Pemberi Jasa berdasarkan keseluruhan
biaya.
PE

(Tambahan Penekanan)

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, jelas dapat dipahami bahwa maksud dari
pihak-pihak pada Perjanjian Jasa adalah untuk memperhitungkan biaya langsung dan
tidak langsung sebagai biaya jasa yang akan dibebankan kepada Penerima Jasa, dalam
T

hal ini termasuk Pemohon Banding;


IA

bahwa selain itu, mengacu kepada AUP yang telah dibuat oleh Auditor Independen atas
penyediaan Jasa OC di tahun 2010, khususnya pada Lampiran 2 dalam AUP
(sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 24), biaya tidak langsung didefinisikan
AR

sebagai:

Indirect cost are cost included in cost centers and/or other costs that are allocated, in full
or in part, through drivers based on Gross Margin (“GM”). Some cost centers cannot, in
ET

full or in part, be allocated directly to the beneficiaries, as they refer to services, whose
beneficiaries are homogenous groups of affiliattes. For this purposes, Affiliates are
classified into one or more groups, defined in the basis of the market sales (geographical
criteria) and in the functions performed;
KR

As an example, if a cost center is attributable, in full or in part to a service, which is


provided only to affiliates selling products in the Asia group (e.g., Corporate Affairs Asia),
the cost relating to these cost centers will be allocated exclusively to the affiliates in the
Asia group, and consequently to HMS;
SE

Once a cost centers is linked, in full or in part, to one of the groups indicated above, the
portion of costs be recharged to a specific beneficiary is a calculated as the ratio
between: (a) the GM of the beneficiary and (b) the sum of the GMs of all beneficiaries
making up the group linked to this cost center;

(Tambahan Penekanan)
Terjemahan:

Biaya tidak langsung adalah biaya yang termasuk dalam pusat-pusat biaya dan/atau
biaya lainnya yang dialokasikan, secara penuh atau sebagian, berdasarkan Laba Kotor
("GM"). Beberapa pusat biaya tidak dapat secara spesifik dialokasikan secara penuh
atau sebagian kepada pihak tertentu yang menerima manfaat atas jasa tersebut. Hal ini

K
disebabkan karena penerima manfaat jasa merupakan suatu kelompok yang terdiri dari
perusahaan afiliasi yang semuanya menerima manfaat yang sama dari jasa tersebut.

JA
Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan afiliasi yang menerima manfaat yang sama dari
jasa tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih kelompok, yang ditetapkan
berdasarkan kriteria wilayah pasar dan fungsi yang dilakukan;

PA
bahwa sebagai contoh, jika suatu pusat biaya dibebankan secara penuh atau sebagian
pada suatu kelompok jasa, yang disediakan hanya untuk afiliasi yang menjual
produknya di wilayah Asia (misalnya, Corporate Affairs Asia), maka biaya yang terkait
dengan pusat biaya tersebut akan dialokasikan secara eksklusif untuk perusahaan
afiliasi dalam kelompok Asia, termasuk ke HMS;

N
bahwa jika telah ditetapkan bahwa suatu pusat biaya saling mempunyai kaitan, secara

LA
penuh atau sebagian, dengan salah satu kelompok yang disebutkan di atas, maka porsi
biaya yang akan dibebankan kepada suatu penerima jasa tertentu dihitung
berdasarkan salah satu rasio berikut ini: (a) GM dari penerima manfaat dan (b) jumlah
dari GM dari seluruh penerima manfaat yang membentuk kelompok yang terkait dengan
pusat biaya ini;

(Tambahan Penekanan)
A DI
bahwa Berdasarkan pernyataan tersebut di atas yang dikutip dari Lampiran 2 dalam
NG

AUP, jelas terlihat bahwa biaya tidak langsung merupakan biaya yang dibebankan
kepada penerima jasa, dalam hal ini termasuk Pemohon Banding, di mana pembebanan
atas biaya tidak langsung tersebut didasarkan atas Laba Kotor dan telah dibebankan
secara proporsional yaitu dengan dibebankan menurut kelompok dari masing-masing
afiliasi;
PE

bahwa OECD Guidelines 2010, paragraph 2.47 mengakui biaya tidak langsung sebagai
bagian dari basis biaya dalam penyediaan jasa intra-grup, sesuai dengan pernyataan di
bawah ini:
T

First, there are the direct costs of producing a product or service, such as the cost of raw
materials. Second, there are indirect costs of production, which although closely related
IA

to the production process may be common to several products or services (e.g. the costs
of a repair department that services equipment used to produce different products);
AR

(Tambahan Penekanan)

Terjemahan:
ET

Pertama, terdapat biaya-biaya langsung dari produksi produk atau jasa, seperti biaya
atas bahan baku. Kedua, terdapat biaya-biaya tidak langsung dari produksi, yang
meskipun masih memiliki kaitan erat dengan proses produksi namun bersifat umum
terhadap beberapa produk atau jasa (sebagai contoh biaya dari departemen perbaikan
KR

yang melayani perbaikan peralatan yang digunakan untuk memproduksi berbagai


produk);

(Tambahan Penekanan)
SE

bahwa selanjutnya, OECD Guidelines 2010, paragraf 2.48 secara nyata-nyata


menyimpulkan bahwa biaya tidak langsung dalam perhitungan basis biaya atas
penyediaan jasa intra-grup telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha:

In general, the cost plus method will use margins computed after direct and indirect
costs of production, while a net margin method will use margins computed after
operating expenses of the enterprise as well;

(Tambahan Penekanan)

Terjemahan:

K
Secara umum, metode cost plus menggunakan marjin laba setelah memperhitungkan
biaya langsung dan tidak langsung dari aktivitas produksi, sedangkan metode laba

JA
bersih menggunakan marjin laba yang dihitung setelah juga memperhitungkan biaya
operasional;

(Tambahan Penekanan)

PA
bahwa Konfirmasi bahwa perhitungan biaya tidak langsung dapat turut diperhitungkan
dalam basis biaya telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, dapat
ditemukan dalam OECD Guidelines 2010 paragraf 2.92 dan 2.93:

N
2.92 Where the net profit indicator is weighted against costs, only those costs that
directly or indirectly relate to the controlled transaction under review should be

LA
taken into account;

2.93 In applying a cost-based transactional net margin method, fully loaded costs are
often used, including all the direct and indirect costs attributable to the activity or

the business;
A DI
transaction, together with an appropriate allocation in respect of the overheads of

Terjemahan:
NG

2.92 Ketika indikator laba bersih ditimbang terhadap biaya, maka hanya biaya yang
secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan transaksi hubungan
istimewa yang sedang dianalisis yang harus diperhitungkan;

2.93 Dalam menerapkan metode laba bersih transaksional dengan basis biaya,
PE

pembebanan keseluruhan biaya lazim digunakan, termasuk keseluruhan biaya


langsung dan biaya tidak langsung yang terkait dengan aktivitas atau transaksi,
bersama-sama dengan alokasi pembagian yang tepat sehubungan dengan
overhead bisnis;
T

bahwa selanjutnya, beberapa literatur secara eksplisit juga mendukung argumentasi


bahwa biaya tidak langsung dapat diikutsertakan dalam penghitungan basis biaya dalam
IA

transaksi jasa intra-grup. Literatur dibawah ini menunjukkan bahwa biaya-biaya


departemen pendukung dapat dianggap sebagai biaya tidak langsung, yaitu sebagai
berikut:
AR

Narayan Mehta, “Formulating an Intra-Group Management Fee Policy: An Analysis from


a Transfer Pricing and International Tax Perspective”, International Transfer Pricing
Journal (2005): 263:
ET

It is necessary in this regard to take all costs directly or indirectly related to the services
performed. Direct costs are those costs that are identified specifically with a particular
service, including compensation, bonuses, travel expenses, materials and supplies.
KR

Indirect costs or deductions to be taken into account are those that are not specifically
identified with or attributable to a particular activity, but which nevertheless relate to
direct costs. These include utilities, occupancy, supervisory and clerical compensation,
and other overhead costs of the department incurring direct costs or deductions. Indirect
costs also include an appropriate share of costs or deductions relating to supporting
SE

departments and other general and administrative expenses, to the extent reasonably
allocable to a particular service;

(Tambahan Penekanan)

Terjemahan:
Sangatlah penting dalam hal ini untuk memperhitungkan semua biaya langsung atau
biaya tidak langsung yang mempunyai keterkaitan dengan jasa yang dilakukan. Biaya
langsung adalah biaya yang dapat diidentifikasikan secara spesifik dengan jasa tertentu,
yaitu termasuk kompensasi, bonus, biaya perjalanan, bahan dan perlengkapan. Biaya
tidak langsung atau pengurangan yang harus diperhitungkan adalah biaya yang tidak

K
secara spesifik dapat diidentifikasikan dengan atau disebabkan oleh aktivitas tertentu,
namun tetap mempunyai keterkaitan dengan biaya langsung. Biaya tidak langsung
meliputi biaya utilitas, tempat tinggal, kompensasi pengawasan dan administrasi, dan

JA
biaya overhead departemen lainnya yang menimbulkan atau mengurangi biaya
langsung. Biaya tidak langsung juga termasuk pembagian biaya yang sesuai atau
pengurangan yang berhubungan dengan departemen pendukung atau biaya umum dan

PA
administrasi lain-lain, yang dapat dialokasikan secara wajar ke suatu jasa tertentu;

(Tambahan Penekanan)

Brian Giannattasio, “United States – Provision of Services under US Transfer Pricing


Rules”, International Transfer Pricing Journal (1999): 113 :

N
The definition of costs in the existing regulations includes both direct and indirect costs.

LA
Direct costs or deductions are defined in the regulations as costs or deductions identified
specifically with a particular service. Direct costs include (but are not limited to) the
following items: compensation, bonuses, travel expenses, materials and supplies and
overseas cables. Compensation, bonuses and travel expenses are direct costs if
DI
attributable to employees directly engaged in performing the services. Costs and
deductions are indirect if they are not specifically identified with a particular activity or
service but relate to the direct costs. Indirect costs generally include costs relating to
A
utilities, occupancy, supervisory and clerical compensations, and other overhead
burdens of the department incurring direct costs or deductions. Indirect costs also
NG

generally include an appropriate share of the costs relating to supporting departments


and other applicable general and administrative expenses to the extent reasonably
allocable to a particular service or activity;

(Tambahan Penekanan)
PE

Terjemahan:

Definisi biaya dalam peraturan yang ada meliputi biaya langsung dan tidak langsung.
Biaya langsung atau pembebanan didefinisikan dalam peraturan sebagai biaya atau
T

pembebanan yang dapat diidentifikasikan secara spesifik dengan jasa tertentu. Biaya
langsung termasuk (namun tidak terbatas pada) hal-hal sebagai berikut: kompensasi,
IA

bonus, bahan dan perlengkapan dan kabel di luar negeri. Kompensasi, bonus, dan biaya
perjalanan adalah biaya langsung yang timbul jika karyawan secara langsung terlibat
dalam melakukan jasa. Biaya dan pembebanan bersifat tidak langsung jika tidak secara
AR

spesifik dapat diidentifikasikan dengan aktivitas atau jasa tertentu tapi berhubungan
dengan biaya langsung. Biaya tidak langsung secara umum merupakan biaya yang
terkait utilitas, tempat tinggal, kompensasi pengawasan dan administrasi, dan biaya
overhead departemen lainnya yang menimbulkan atau mengurangi biaya langsung.
ET

Biaya tidak langsung secara umum juga termasuk pembagian biaya yang sesuai atau
pengurangan yang berhubungan dengan departemen pendukung atau biaya umum dan
administrasi lain-lain, sampai batas wajar dapat dialokasikan ke jasa atau aktivitas
tertentu;
KR

(Tambahan Penekanan)

M.W. van der Vliet, “Netherlands – Recharging Head Office Expenses: An Update”,
SE

International Transfer Pricing Journal (2005): 119:

The relevant costs that must be recharged for support services include all direct costs,
as well as indirect costs such as overhead. According to the Decree, the relevant costs
also include financing costs and other costs, such as reorganization costs, redundancy
costs and wages in kind;

(Tambahan Penekanan)
Terjemahan:

Biaya yang relevan dengan yang dapat dibiayakan termasuk seluruh biaya langsung,
maupun biaya tidak langsung seperti biaya overhead. Berdasarkan Keputusan, biaya
yang relevan mencakup biaya keuangan dan biaya lainnya, seperti biaya reorgansasi,
biaya redudansi dan natura;

K
(Tambahan Penekanan)

JA
Nabil (Bill) Orow and Rama Subramaniam, “Australia – Taxation of Management Fees”,
Asia – Pacific Tax Bulletin (2000): 35:

PA
TR 99/1 adopts a similar approach to the OECD Guidelines 2010 in requiring all direct
and indirect costs to be taken into account in determining the cost of providing the
service and that there should usually be a profit mark-up;

(Tambahan Penekanan)

N
Terjemahan:

LA
TR 99/1 mengadopsi pendekatan yang sama dengan OECD Guidelines dalam hal biaya
langsung dan tidak langsung yang diperhitungkan guna menetapkan biaya sehubungan
dengan penyediaan jasa dan diperhitungkan dalam menetapkan mark-up;

(Tambahan Penekanan)
A DI
Peraturan dan pendapat para ahli (literatur) tersebut di atas secara jelas menyatakan
bahwa biaya tidak langsung harus diperhitungkan dalam perhitungan basis biaya
NG

sehubungan dengan Jasa Intra-Grup;

bahwa sebagai tambahan, metode alokasi yang digunakan untuk masing-masing akun
pusat biaya tersebut di atas, sebagaimana terdapat dalam Perjanjian Jasa, telah
merefleksikan sifat akun biaya tersebut sebagai biaya tidak langsung. Selanjutnya,
PE

dalam kasus ini, Pemohon Banding juga telah memperhitungkan Kepentingan/Aktivas


Pemegang Saham dengan mengecualikan dan tidak membebankan biaya yang
berhubungan dengan aktivitas/kepentingan pemegang saham tersebut kepada Client
Companies termasuk Pemohon Banding, sebagaimana sesuai dengan OECD
Guidelines 2010 dan peraturan harga transfer di Indonesia (PER-32 dan SE-50);
T

bahwa selain itu, sehubungan dengan alasan koreksi Terbanding yang menyatakan
IA

adanya beberapa akun pusat biaya yang tidak memiliki detail, contohnya pada akun
Beban Bunga. Pada dasarnya akun tersebut dikategorikan sebagai biaya tidak langsung
yang secara nyata-nyata memiliki keterkaitan terhadap penyediaan Jasa OC dan
AR

berperan sebagai pendukung tersedianya Jasa OC, yang manfaatnya telah diterima
oleh Wajib Pajak. Dalam data general ledger, akun-akun tersebut juga telah
dialokasikan dengan menggunakan metode alokasi Sub-Pot. Berdasarkan Lampiran 4
pada Perjanjian Jasa, Sub-pot digunakan sebagai metode alokasi untuk pusat biaya
ET

yang memberikan dukungan kepada akun pusat biaya lainnya (contoh: administrasi
gedung, HQ dan IS). Biaya dalam Sub-pot dialokasikan dengan basis dari hasil biaya
langsung dan tidak langsung;
KR

bahwa oleh karena itu, pencantuman biaya tidak langsung sebagai bagian dari basis
biaya atas Biaya Jasa yang dibebankan kepada Pemohon Banding, terbukti telah sesuai
dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha;

Pemohon Banding Tidak Setuju Terhadap Alasan Pemeriksa Menolak Pembebanan


SE

Biaya Pada “Akun Pusat Biaya Nomor 1066720020 –Teknologi Dan Keamanan Sistem
Informasi (Is Technology And Security)

bahwa mengacu kepada kertas kerja yang dipersiapkan oleh Terbanding, alasan
penolakan pembebanan biaya pada “Akun Pusat Biaya Nomor 1066720020 - Teknologi
dan Keamanan Sistem Informasi (IS Technology and Security)” sebagai berikut:
Berdasarkan nature of account, fungsi ini ditujukan untuk client company yang berada di
Kawasan Eropa saja (Barat dan Timur) sehingga komponen basis biaya (cost base)
yang dikeluarkan oleh service provider pada fungsi ini tidak sesuai dengan manfaat
ekonomi yang diterima oleh Wajib Pajak (sebagai client company di Indonesia);

bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding hanya mendasarkan alasan koreksinya

K
berdasarkan deskripsi pada “Sifat Akun (Nature of Accounts)”, yang hanya menyediakan
penjelasan guna tujuan administratif dan tidak merepresentasikan keseluruhan fakta-

JA
fakta dan kondisi transaksi. Faktanya, Perjanjian Jasa mendeskripsikan masing-masing
akun pusat biaya secara lebih rinci dan komprehensif yang merefleksikan keseluruhan
fakta dan kondisi yang ada. Harus diperhatikan bahwa Lampiran pada Perjanjian Jasa

PA
dapat diamandemen dari waktu ke waktu dikarenakan adanya perubahan sistem
akuntansi, sebagaimana tercantum dalam Bagian 9.1 Perjanjian Jasa sebagai berikut:

Pada tanggal 30 Juni dalam setiap tahun, Penyedia Jasa harus menerbitkan kepada
Client Company Lampiran Baru 2, 3, 4, 5 dan 6, yang relevan, untuk merefleksikan
perubahan di tahun kalender sebelumnya, dan akan digunakan untuk perhitungan

N
jumlah definitif dari Biaya Jasa yang akan dilakukan setelah akhir tahun kalender…

LA
(Tambahan penekanan)

bahwa dalam menganalisis sifat dan metode alokasi masing-masing akun pusat biaya
yang dikoreksi oleh Terbanding, Pemohon Banding dalam hal ini mengacu kepada versi
DI
terbaru Lampiran 2 dan 4 (yang berlaku pada tahun 2010) pada Perjanjian Jasa;

bahwa dalam hal ini, Terbanding telah gagal dan mengabaikan keseluruhan konteks
A
pada Perjanjian Jasa, terutama pada Lampiran 2 halaman 14. Sebagaimana dapat
dilihat pada Perjanjian Jasa, “Akun Pusat Biaya Nomor 1066720020 - Teknologi dan
NG

Keamanan Sistem Informasi (IS Technology and Security)” mencakup atas:

 Menyediakan PMI dan Pusat Layanan Teknologi Informasi di Eropa (Philip Morris
International IT Service Center Sarl) berupa jasa arsitektur Teknologi Informasi
seluruh perusahaan;
PE

 Menyediakan petunjuk untuk sistem pengembangan, penerapan dan dukungan; dan

 Mendukung fungsi bisnis di dua wilayah Lausanne guna memahami dan mengawasi
T

risiko program keamanan informasi, sekaligus meningkatkan kebijakan dan


IA

kepatuhan PMI;

Definisi “PMI”
AR

Sebagaimana dapat dilihat dalam Perjanjian Jasa, pada Lampiran 2 dalam bagian “A.
Analisis Fungsional - Jasa”, definisi “PMI” tersebut di atas telah terdefinisikan dengan
sangat jelas, yaitu: “Philip Morris International Inc. dan afiliasinya”. Kata “afiliasinya”
merujuk secara khusus kepada perusahaan – perusahaan yang terdapat dalam
ET

Lampiran 1 Perjanjian Jasa, dalam hal ini termasuk Pemohon Banding;

Jasa yang disediakan kepada PMI dalam “Akun Pusat Biaya Nomor 1066720020 -
Teknologi dan Keamanan Sistem Informasi (IS Technology and Security);
KR

bahwa sebagaimana dapat dilihat dalam penjelasan di atas, jasa yang diterima oleh
Pemohon Banding masuk ke dalam kategori jasa pada nomor 1) dan 2), yaitu “berupa
jasa arsitektur Teknologi Informasi seluruh perusahaan” dan “petunjuk untuk sistem
SE

pengembangan, penerapan dan dukungan”. Dengan kata lain, “Akun Pusat Biaya
Nomor 1066720020 - Teknologi dan Keamanan Sistem Informasi (IS Technology and
Security)” secara nyata-nyata tidak hanya menyediakan jasa kepada perusahaan yang
berdomisili di Eropa, sebagaimana yang terdapat dalam poin nomor 3), namun juga
mencakup pada jasa yang terdapat dalam poin nomor 1) dan 2) yang disediakan kepada
seluruh Client Companies, termasuk Pemohon Banding;
bahwa sebagai pembuktian, Pemohon Banding telah menyediakan informasi secara
rinci jasa Teknologi dan Keamanan Sistem Informasi (IS Technology and Security) serta
manfaat yang diterima oleh Wajib Pajak sebagaimana terdapat dalam Dokumentasi
Transfer Pricing Pemohon Banding untuk Tahun Pajak 2010;

bahwa selain itu, pada dasarnya dalam Lampiran 2 halaman 14 Perjanjian Jasa dapat

K
dilihat secara jelas bahwa “Akun Pusat Biaya Nomor 1066720020 - Teknologi dan
Keamanan Sistem Informasi (IS Technology and Security)” merupakan akun yang

JA
berada di bawah departemen Sistem Informasi yang merupakan salah satu bagian dari
fungsi yang diberikan dalam “Jasa Pusat Operasi”. Dalam bagian Perjanjian Jasa
tersebut secara eksplisit telah tercantum penjelasan mengenai peran departemen

PA
Sistem Informasi, yaitu:

Departemen ini terbagi ke dalam beberapa grup sebagaimana tertera di bawah ini, yang
secara bersama-sama, mendesain, mengembangkan, memelihara dan mendukung
perangkat lunak dan sistem informasi, baik sendiri ataupun melalui kontraktor eksternal
dan menyediakan sistem dan aplikasi untuk digunakan dan dikembangkan oleh Client

N
Companies;

LA
bahwa melalui penjelasan yang terdapat dalam Perjanjian Jasa tersebut di atas
mengenai peran departemen Sistem Informasi, dapat dipahami bahwa departemen ini
berperan untuk menyediakan jasa Sistem Informasi kepada seluruh Client Companies;

DI
bahwa selanjutnya, bukti yang menguatkan bahwa “Akun Pusat Biaya Nomor
1066720020 - Teknologi dan Keamanan Sistem Informasi (IS Technology and Security)”
telah memberikan manfaat kepada seluruh Client Companies (termasuk Pemohon
A
Banding) dapat terefleksi melalui metode pengalokasian yang diterapkan atas akun ini,
yaitu: “Laba Kotor Global”. Metode alokasi ini digunakan untuk pusat biaya yang
NG

menyediakan jasa kepada seluruh afiliasi PMI. Biaya dari akun pusat biaya ini
dialokasikan pada basis laba kotor dari satu afiliasi PMI dibagi dengan keseluruhan total
laba kotor dari seluruh afiliasi PMI;

bahwa mempertimbangkan bahwa Pemohon Banding secara nyata-nyata telah


PE

menerima jasa yang terdapat dalam “Akun Pusat Biaya Nomor 1066720020 - Teknologi
dan Keamanan Sistem Informasi (IS Technology and Security)” berupa “jasa arsitektur
Teknologi Informasi seluruh perusahaan” dan “petunjuk untuk sistem pengembangan,
penerapan dan dukungan”, dan memperhitungkan bahwa biaya atas akun ini telah
dialokasikan dengan metode alokasi Laba Kotor Global kepada seluruh Client
T

Companies yang menerima manfaat dari jasa ini, maka harus dipahami bahwa “Akun
IA

Pusat Biaya Nomor 1066720020 - Teknologi dan Keamanan Sistem Informasi (IS
Technology and Security)” secara nyata-nyata tidak hanya memberikan jasa kepada
afiliasi PMI yang berdomisili di wilayah Eropa akan tetapi juga kepada afiliasi PMI
AR

lainnya, termasuk Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding Tidak Setuju Terhadap Alasan Pemeriksa Menolak


Pembebanan Biaya Pada “Akun Pusat Biaya Nomor 1066830300 – Bendahara
Perusahaan – Pensiun & Asuransi (Corporate Treasury - Pension & Insurance)
ET

bahwa berdasarkan kertas kerja yang disiapkan oleh Pemohon Banding, alasan untuk
menolak pembebanan biaya pada “Akun Pusat Biaya Nomor 1066830300 - Bendahara
Perusahaan – Pensiun & Asuransi (Corporate Treasury - Pension & Insurance)” adalah
KR

sebagai berikut:

Berdasarkan nature of account, fungsi ini merupakan duplicative services dimana fungsi
jasa ini telah dilakukan oleh pihak ketiga (AIA) sehingga komponen basis biaya (cost
SE

base) yang dikeluarkan oleh service provider pada fungsi ini tidak dapat ditagihkan
kepada Wajib Pajak karena fungsi jasa tersebut tidak memberi manfaat ekonomi bagi
Wajib Pajak;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju terhadap argumentasi Terbanding, dengan alasan
sebagai berikut:

bahwa Terbanding hanya mendasarkan alasan koreksinya berdasarkan deskripsi pada


“Sifat Akun (Nature of Accounts)”, yang hanya menyediakan penjelasan guna tujuan
administratif dan tidak merepresentasikan keseluruhan fakta-fakta dan kondisi transaksi.
Faktanya, Perjanjian Jasa mendeskripsikan masing-masing akun pusat biaya secara
lebih rinci dan komprehensif yang merefleksikan keseluruhan fakta dan kondisi yang
ada. Harus diperhatikan bahwa Lampiran pada Perjanjian Jasa dapat diamandemen dari

K
waktu ke waktu dikarenakan adanya perubahan sistem akuntansi, sebagaimana
tercantum dalam Bagian 9.1 Perjanjian Jasa sebagai berikut:

JA
Pada tanggal 30 Juni dalam setiap tahun, Penyedia Jasa harus menerbitkan kepada
Client Company Lampiran Baru 2, 3, 4, 5 dan 6, yang relevan, untuk merefleksikan
perubahan di tahun kalender sebelumnya, dan akan digunakan untuk perhitungan

PA
jumlah definitif dari Biaya Jasa yang akan dilakukan setelah akhir tahun kalender…

(Tambahan penekanan)

bahwa dalam konteks ini, tidak ada duplikasi pada jasa yang diberikan oleh PMIMSA
dalam “Akun Pusat Biaya Nomor 1066830300 - Bendahara Perusahaan – Pensiun &

N
Asuransi (Corporate Treasury - Pension & Insurance)” dan jasa yang disediakan oleh
AIA sebagai pihak independen. Hal tersebut dapat diklarifikasi dari deskripsi di bawah

LA
ini:

“Akun Pusat Biaya Nomor 1066830300 - “Program Pensiun Manfaat Pasti (Post-
Bendahara Perusahaan – Pensiun & Employment Benefit Obligations) yang dikelola
Asuransi (Corporate Treasury - Pension
& Insurance)”
(sebagaimana diatur dalam Lampiran 12
DI
oleh Dana Pensiun Lembaga Keuangan AIG
(DPLK AIG)”
(sebagaimana diatur dalam bagian 19 Laporan
A
Perjanjian Jasa, halaman 23, periode 31 Keuangan Konsolidasi Wajib Pajak Untuk
Desember 2010) Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2010 dan
2009)
NG

Fungsi ini bertanggung jawab untuk Pada 1 April 2008, Perusahaan


memberikan saran dan mendukung menyelenggarakan program perencanaan iuran
afiliasi PMI dan Pengawas Pensiun lokal pensiun yang dikelola oleh Dana Pensiun
pada semua aspek yang berkaitan Lembaga Keuangan AIG (DPLK AIG).
dengan manajemen Dana Pensiun dalam Berdasarkan program pensiun manfaat pasti,
PE

upaya untuk menerapkan dan manfaat yang diterima oleh seorang karyawan
memelihara struktur Pensiun optimal dan ditentukan berdasarkan besarnya kontribusi
solusi investasi di PMI. Kelompok ini juga yang dibayarkan oleh pemberi kerja dan
memberikan saran dan dukungan yang pegawai ditambah dengan laba atas dana
efektif ke afiliasi PMI pada semua aspek investasi. Kontribusi dari karyawan bersifat
T

manajemen asuransi dengan sukarela. Kontribusi Perusahaan dan Anak


memastikan bahwa program asuransi Perusahaan domestik atas program pensiun
IA

global dan lokal dikelola secara efektif. manfaat pasti adalah 8.50% dari gaji pokok
pegawai atau Rp59,1 miliar pada tahun 2010
(2009: Rp54,7 miliar).
AR

bahwa tabel di atas secara nyata menunjukkan bahwa jasa dalam “Akun Pusat Biaya
Nomor 1066830300 - Bendahara Perusahaan – Pensiun & Asuransi (Corporate
Treasury - Pension & Insurance)” dan “Program Pensiun Manfaat Pasti (Post-
Employment Benefit Obligations) yang dikelola oleh Dana Pensiun Lembaga Keuangan
ET

AIG (DPLK AIG)” memberikan manfaat yang berbeda untuk Wajib Pajak. Secara lebih
spesifik, “Akun Pusat Biaya Nomor 1066830300 - Bendahara Perusahaan – Pensiun &
Asuransi (Corporate Treasury - Pension & Insurance)” memberikan saran dan
mendukung jasa dalam semua aspek manajemen asuransi, sedangkan “Program
KR

Pensiun Manfaat Pasti (Post-Employment Benefit Obligations) yang dikelola oleh Dana
Pensiun Lembaga Keuangan AIG (DPLK AIG)” memberikan program pensiun kepada
pegawai Wajib Pajak;

bahwa oleh karena itu, “Akun Pusat Biaya Nomor 1066830300 - Bendahara Perusahaan
SE

– Pensiun & Asuransi (Corporate Treasury - Pension & Insurance)” tidak dapat
dikategorikan sebagai duplikasi jasa;

Pemohon Banding Tidak Setuju Terhadap Alasan Terbanding Menolak Pembebanan


Beberapa Biaya Karena Sifat Yang Dikategorikan Sebagai “Natura”

bahwa berdasarkan kertas kerja Terbanding, Terbanding telah mengidentifikasikan


beberapa biaya yang dianggapnya tidak dapat dibebankan dikarenakan sifat biaya
tersebut dianggap sebagai “natura” (berupa pemberian benefit dan/atau allowances
dan/atau incentives) yang tidak sesuai dengan jasa yang diberikan dan tidak terdapat
manfaat ekonomi yang diterima oleh Pemohon Banding.

bahwa detail akun dan alasan koreksi Terbanding terhadap beberapa akun yang

K
dikoreksi oleh Pemeriksa sesuai dengan alasan koreksi tersebut di atas dapat dilihat
pada Lampiran 35;

JA
bahwa dalam hal ini, Pemohon Banding tidak setuju dengan argumentasi Pemeriksa
dengan alasan sebagai berikut:

PA
bahwa Terbanding hanya mendasarkan alasan koreksinya berdasarkan deskripsi pada
“Sifat Akun (Nature of Accounts)”, yang hanya menyediakan penjelasan guna tujuan
administratif dan tidak merepresentasikan keseluruhan fakta-fakta dan kondisi transaksi.
Faktanya, Perjanjian Jasa mendeskripsikan masing-masing akun pusat biaya secara
lebih rinci dan komprehensif yang merefleksikan keseluruhan fakta dan kondisi yang

N
ada. Harus diperhatikan bahwa Lampiran pada Perjanjian Jasa dapat diamandemen dari
waktu ke waktu dikarenakan adanya perubahan sistem akuntansi, sebagaimana

LA
tercantum dalam Bagian 9.1 Perjanjian Jasa sebagai berikut:

Pada tanggal 30 Juni dalam setiap tahun, Penyedia Jasa harus menerbitkan kepada
Client Company Lampiran Baru 2, 3, 4, 5 dan 6, yang relevan, untuk merefleksikan
DI
perubahan di tahun kalender sebelumnya, dan akan digunakan untuk perhitungan
jumlah definitif dari Biaya Jasa yang akan dilakukan setelah akhir tahun kalender…
A
(Tambahan penekanan)
NG

bahwa dalam menganalisis sifat dan metode alokasi masing-masing akun pusat biaya
yang dikoreksi oleh Terbanding, Pemohon Banding dalam hal ini mengacu kepada versi
terbaru Perjanjian Jasa yang berlaku pada tahun 2010;

bahwa dalam hal ini, Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding yang
PE

digunakan untuk melakukan koreksi terhadap akun pusat biaya tersebut. Pada
dasarnya benefit, allowances, dan incentives yang bersifat “natura” dapat
dikategorisasikan sebagai bagian dari biaya gaji pegawai sehingga biaya yang bersifat
“natura” dapat dibiayakan. Berdasarkan SE-50, secara nyata dinyatakan bahwa biaya
gaji adalah salah satu komponen biaya yang dalam hal apa pun memiliki hubungan
T

dengan jasa yang diberikan, dan harus dianggap dapat dibiayakan. “Biaya gaji” tidak
dijelaskan lebih lanjut dalam SE-50, apakah harus dalam bentuk kompensasi moneter
IA

atau natura. Kurangnya penjelasan lebih lanjut menunjukkan bahwa “biaya gaji” dalam
hal ini mengacu pada pengertian umum dari gaji. Gaji secara umum mencakup semua
remunerasi yang diterima karyawan dari pemberi kerja, dalam kasus ini termasuk natura
AR

dan semua komponen biaya yang dikoreksi oleh Terbanding;

bahwa Argumentasi bahwa “biaya gaji” termasuk natura didukung oleh sumber-sumber
sebagai berikut:
ET

Paragraf 2.1 Penjelasan OECD Guidelines 2010 pada Pasal 15 menyatakan bahwa:

Member countries have generally understood the term “salaries, wages and other similar
KR

remuneration” to include benefits in kind received in respect of an employment (e.g.


stock-options, the use of a residence or automobile, health or life insurance coverage
and club memberships);

Terjemahan:
SE

Negara-negara anggota umumnya memahami istilah “gaji, upah dan imbalan sejenis
lainnya” dalam pengertiannya termasuk penghasilan dalam bentuk natura yang diterima
sehubungan dengan pekerjaan (misalnya opsi saham, penggunaan tempat tinggal atau
kendaraan bermotor, asuransi kesehatan atau jiwa dan keanggotaan klub);

Selain itu, Penjelasan Pasal 4 (1) (a) UU PPh menyatakan bahwa:


Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji,
premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau
imbalan dalam bentuk lainnya adalah Objek Pajak. Pengertian “imbalan dalam bentuk
lainnya” termasuk imbalan dalam bentuk natura yang pada hakikatnya merupakan
penghasilan;

K
bahwa selain itu, pada dasarnya, komponen basis biaya berupa benefit, allowances, dan
incentives yang terdapat dalam akun pusat biaya yang dikoreksi oleh Terbanding pada

JA
dasarnya merupakan komponen biaya yang berperan sebagai biaya pendukung
dan/atau biaya tidak langsung dalam penyediaan Jasa OC kepada Pemohon Banding,
yang manfaat ekonominya secara nyata-nyata telah diterima oleh Pemohon Banding.

PA
Masing-masing komponen biaya dalam pusat biaya tersebut juga telah dialokasikan
secara proporsional dengan metode alokasi yang ada, dan telah mengecualikan biaya
sehubungan aktivitas pemegang saham sebagai biaya yang dibebankan kepada
Pemohon Banding;

bahwa dalam hal ini, AUP juga telah memberikan penjelasan terhadap beberapa

N
komponen biaya yang dikoreksi Terbanding yang termasuk ke dalam incentives, benefit,
dan allowances seperti employee relation, employee relocation, dan lain-lain.

LA
Penjelasan tersebut dapat dilihat dalam Lampiran 3 dalam AUP. Sebagai contoh, untuk
komponen biaya employee relocation FA dijelaskan sebagai berikut:

Biaya ini dibayarkan sehubungan dengan relokasi karyawan tetap dalam hal terjadinya

 Biaya perpindahan seperti pengiriman barang..


A DI
Penugasan ke Luar Negeri. Biaya – biaya ini mencakup antara lain:

 Biaya tinggal sementara (akomodasi hotel)


NG

 Biaya perjalanan di negara tujuan

 Bantuan sehubungan dengan biaya perumahan di negara tujuan


PE

 Pengiriman binatang peliharaan…

 Tunjangan pindahan untuk STAs


T

 Tunjangan relokasi
IA

 Tunjangan repatriasi
AR

 Biaya integrasi di negara tujuan

 Biaya pengecekan kesehatan


ET

 Penggantian atas kerugian dalam hal penjualan mobil atau rumah yang disebabkan
oleh suatu relokasi
KR

 Bantuan dana untuk membeli kendaraan

 Biaya – biaya sehubungan dengan perijinan kerja dan Visa”


SE

bahwa berdasarkan penjelasan di atas tersebut, jelas dapat terlihat bahwa komponen
biaya ini bersifat sebagai biaya pendukung/biaya tidak langsung yang memiliki
keterkaitan dan mendukung penyediaan Jasa OC. Komponen biaya ini dikeluarkan
sehubungan dengan penyelenggaraan fungsi-fungsi yang berkaitan dengan Jasa OC
yang diberikan kepada Pemohon Banding. Oleh karena itu, adalah tidak tepat apabila
Terbanding berpendapat bahwa komponen biaya ini tidak sesuai dengan jasa yang
diberikan dan manfaat ekonomi yang diterima oleh Pemohon Banding;
bahwa mengacu pada bagian 2.2.1.2.3., pembebanan biaya tidak langsung dan/atau
biaya pendukung sebagai salah satu komponen biaya yang dibebankan kepada
Penerima Jasa telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Oleh
karena itu, koreksi Terbanding nyata-nyata tidak sesuai dengan SE-50 dan Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha, dan koreksi yang dilakukan Terbanding mohon agar

K
dibatalkan oleh Majelis Hakim yang Mulia.

Pemohon Banding Tidak Setuju Terhadap Alasan Terbanding Menolak Pembebanan

JA
Beberapa Biaya Yang Dikategorikan Sebagai “Sumbangan”

bahwa berdasarkan kertas kerja Terbanding, Terbanding telah mengidentifikasi

PA
beberapa biaya yang dianggapnya tidak dapat dibebankan karena dikategorikan
sebagai sumbangan, sehingga tidak sesuai dengan fungsi jasa dan tidak memiliki
manfaat ekonomi untuk Pemohon Banding;

bahwa secara detail, berikut adalah akun dan alasan koreksi Terbanding tersebut
berdasarkan kertas kerja Terbanding:

N
No. Nomor Akun Nama Akun Alasan Koreksi Berdasarkan Kertas

LA
(Berdasarkan Kerja Terbanding
Kertas Kerja
Terbanding)
1 4370 Kontribusi Komponen basis biaya (cost base)
(Contributions) A DI
yang dikeluarkan oleh service provider
yang terkait dengan pemberian
sumbangan (berdasarkan nature of
account) tidak sesuai dengan fungsi
jasa yang diberikan dan manfaat
ekonomi yang diterima oleh Pemohon
NG

Banding.
2 4320 Kontribusi Sumbangan Komponen basis biaya (cost base)
Perusahaan (Corporate yang dikeluarkan oleh service provider
Funded Charitable berupa pemberian sumbangan
Contributions) (berdasarkan nature of account) tidak
PE

sesuai dengan jasa yang diberikan


dan manfaat ekonomi yang diterima
oleh Pemohon Banding.

bahwa dalam hal ini, Pemohon Banding tidak setuju dengan argumentasi Terbanding
T

dengan alasan sebagai berikut:


IA

bahwa Terbanding hanya mendasarkan alasan koreksinya berdasarkan deskripsi pada


“Sifat Akun (Nature of Accounts)”, yang hanya menyediakan penjelasan guna tujuan
administratif dan tidak merepresentasikan keseluruhan fakta-fakta dan kondisi transaksi.
AR

Faktanya, Perjanjian Jasa mendeskripsikan masing-masing akun pusat biaya secara


lebih rinci dan komprehensif yang merefleksikan keseluruhan fakta dan kondisi yang
ada. Harus diperhatikan bahwa Lampiran pada Perjanjian Jasa dapat diamandemen dari
waktu ke waktu dikarenakan adanya perubahan sistem akuntansi, sebagaimana
tercantum dalam Bagian 9.1 Perjanjian Jasa sebagai berikut:
ET

Pada tanggal 30 Juni dalam setiap tahun, Penyedia Jasa harus menerbitkan kepada
Client Company Lampiran Baru 2, 3, 4, 5 dan 6, yang relevan, untuk merefleksikan
perubahan di tahun kalender sebelumnya, dan akan digunakan untuk perhitungan
KR

jumlah definitif dari Biaya Jasa yang akan dilakukan setelah akhir tahun kalender…

(Tambahan penekanan)
SE

Dalam menganalisis sifat dan metode alokasi masing-masing akun pusat biaya yang
dikoreksi oleh Pemeriksa, Wajib Pajak dalam hal ini mengacu kepada versi terbaru
Lampiran 2 (yang berlaku pada tahun 2010);

bahwa Berdasarkan Lampiran 12 Perjanjian Jasa, “Kontribusi” atau “Contributions”


dideskripsikan sebagai:
Bagian ini berfokus efektif pada program amal perusahaan yang secara konsisten diakui
sebagai salah satu yang terbaik baik secara global maupun secara lokal di negara-
negara mana PMI beroperasi. Fungsi Kontribusi juga bekerja untuk meningkatkan
kualitas program kontribusi afiliasi dan secara proaktif berusaha untuk membangun
kemitraan dengan LSM Global;

K
bahwa selain itu, berdasarkan Lampiran 12 Perjanjian Jasa, “Kontribusi Sumbangan
Perusahaan” atau “Corporate Expenses Corporate Funded Charitable Contributions”

JA
dideskripsikan sebagai:

Anggaran Kontribusi yang Didanai Perusahaan (Corporate Funded Contributions/ CFC)

PA
dikelola secara terpusat di Lausanne dan dana tersebut dibayarkan langsung oleh PMI
kepada penerima sumbangan. Seluruh sumbangan amal diarahkan kepada salah satu
dari lima fokus sumbangan yang telah ditentukan: (1) kelaparan & kemiskinan; (2)
pendidikan; (3) kelestarian lingkungan/ kondisi kehidupan di masyarakat pedalaman; (4)
bantuan bencana alam; dan (5) kekerasan dalam rumah tangga;

N
bahwa dalam hal ini, Terbanding harus mempertimbangkan bahwa aktivitas kontribusi
merupakan aktivitas yang umum dilakukan oleh perusahaan independen serupa,

LA
contohnya, banyak perusahaan independen yang lebih sering terlibat dalam program
Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility). Literatur juga memberikan
dukungan pada argumentasi bahwa kontribusi yang dilakukan perusahaan merupakan
aktivitas yang umum dilakukan, contohnya:
DI
Otmar Thoemmes dan Brigitte W. Muehlmann, “International Cross-Border Charitable
and Other Pro Bono Contributions”, Bulletin for International Taxation (2012) :
A
Corporate social responsibility is important to many international businesses as an
NG

element of brand building and, more generally, as a means of matching corporate


operations with stakeholder values. Contributions support causes such as science,
education, health, the environment, safety, and many more around the globe;

(Tambahan penekanan)
PE

Terjemahan:

Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan hal yang penting untuk banyak bisnis
internasional, terutama untuk pengembangan nilai merek dan, secara lebih umum,
T

sebagai sarana bagi perusahaan untuk menyesuaikan operasional usahanya dengan


nilai-nilai yang dianut oleh para pemangku kepentingan. Kontribusi perusahaan dapat
IA

mendukung berbagai tujuan seperti pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan,


kesehatan, lingkungan, keamanan dan hal-hal lain di seluruh dunia;
AR

(Tambahan penekanan)

bahwa pernyataan di atas secara nyata-nyata menjelaskan pentingnya Kontribusi untuk


perusahaan, dalam hal ini PMIMSA, dan bahwa aktivitas kontribusi merupakan aktivitas
ET

yang lazim dilakukan oleh perusahaan independen;

bahwa Selain itu, pada dasarnya, biaya berupa kontribusi/sumbangan ini merupakan
biaya yang berperan sebagai biaya pendukung dan/atau biaya tidak langsung dalam
KR

penyediaan Jasa OC kepada Pemohon Banding, yang manfaat ekonominya secara


nyata-nyata telah diterima oleh Pemohon Banding. Masing-masing komponen biaya
dalam pusat biaya tersebut juga telah dialokasikan secara proporsional dengan metode
alokasi yang ada, dan telah mengecualikan biaya sehubungan aktivitas pemegang
saham sebagai biaya yang dibebankan kepada Pemohon Banding;
SE

bahwa Pembebanan biaya tidak langsung dan/atau biaya pendukung sebagai salah satu
komponen biaya yang dibebankan kepada Penerima Jasa telah sesuai dengan Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Oleh karena itu, koreksi Terbanding nyata-nyata tidak
sesuai dengan SE-50 dan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha, dan koreksi yang
dilakukan Terbanding mohon agar dibatalkan oleh Majelis Hakim yang Mulia;
Menurut Majelis :

bahwa menurut Terbanding berdasarkan pemeriksaan transfer pricing atas transaksi

K
pemberian jasa intra-grup (intra-group services), diketahui terdapat komponen basis
biaya (cost base) yang dikeluarkan oleh service provider Philip Morris International
Management SA (PMIMSA), berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku

JA
tidak dapat dibebankan oleh Pemohon Banding sebagai pengurang dalam penghitungan
Penghasilan Kena Pajak;

PA
bahwa menurut Terbanding biaya OC Service fee yang dikoreksi adalah sebesar
Rp158.822.535.223,00 dari seluruh biaya OC Service fee sebesar
Rp447.207.534.126,00, dengan alasan sebagai berikut:
a. Atas biaya yang dikoreksi tersebut tidak terdapat kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan jasa yang diberikan;

N
b. Biaya tersebut terkait dengan kepentingan pemegang saham atau induk Pemohon
Banding yang isinya untuk keperluan berupa sumbangan atau aktifitas yang bersifat

LA
sosial;
c. Adanya biaya yang bersifat duplikasi, dimana atas fungsi yang sama telah dilakukan
oleh Pemohon Banding seperti fungsi pemasaran, pengelolaan sumberdaya
manusia, keuangan dan lain-lain;
DI
d. Jasa yang diberikan tidak mempengaruhi kinerja Pemohon bandimng dan tingkat
laba bersih, dimana tingkat laba bersih Pemohon Banding dari tahun 2002 sampai
A
dengan tahun 2012 cenderung tetap di sekitar 20%;
NG

bahwa menurut Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi positif OC Service Fee
sebesar Rp158.822.535.223,00 karena Pemohon Banding telah melakukan Penyetoran
PPN Jasa Luar Negeri dan telah melakukan Pemotongan PPh Pasal 26 atas
Pembayaran OC Service Fee Kepada PMIMSA. Kemudian, atas PPN Jasa Luar Negeri
dan PPh Pasal 26 tersebut telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN dan SPT Masa PPh
PE

Pasal 26. Namun Demikian, atas Pembayaran PPN Jasa Luar Negeri dan PPh Pasal 26
tersebut sama sekali tidak dikoreksi negatif oleh Terbanding (Padahal Pemeriksaan
Pajak Untuk Tahun 2010 Adalah Pemeriksaan All Taxes);
T

bahwa dengan demikian menurut Pemohon Banding, secara eksplisit Terbandingpun


pada dasarnya telah mengakui keseluruhan pembayaran OC Service Fee kepada
IA

PMIMSA. Hal tersebut dikarenakan pengertian jasa dalam PPh Badan sama halnya
dengan pengertian jasa, baik dalam PPN maupun PPh Pasal 26;
AR

bahwa sebagai pusat operasi, Philip Morris International Management SA (PMIMSA)


menyediakan layanan jasa terpusat kepada seluruh afiliasi PMI di seluruh dunia
termasuk Pemohon Banding, Tbk. (Pemohon Banding);

bahwa menurut Pemohon Banding, Philip Morris memiliki kepemilikan pada Pemohon
ET

Banding pada tahun 2007 melalui PT Philip Morris Indonesia (PMID) sehingga sejak
tahun 2007 itulah, Pemohon Banding terikat Service Agreement dan berkewajiban
membayar OC Services Fee, dengan rincian sebanyak 12 jenis jasa sebagai berikut:
1. Operations;
KR

2. Procurement;
3. Brand Integrity;
4. Corporate Executive;
5. Finance;
SE

6. Planning;
7. Information Systems;
8. Legal;
9. Corporate Affairs;
10. Human Resources;
11. General and Administrative Management;
12. Marketing;
bahwa berdasarkan perjanjian, maka seluruh jenis jasa tersebut dipaket dan biayanya
dialokasikan berdasarkan Gross Margin masing-masing afiliasi;

bahwa Auditor independen Pemohon Banding (Price Waterhouse Coopers SA, di Swiss)

K
telah menerbitkan Sertifikat Agreed-upon Procedures "AUP" yang menetapkan bahwa
total biaya penyediaan jasa tersebut telah direkonsiliasi, diverifikasi bahwa biaya-biaya
yang dialokasikan kepada Pemohon Banding telah sesuai dengan prinsip standar yang

JA
merujuk pada Service Agreement, dicek akurasi matematis dari rasio pengalokasiannya
(key allocation), diverifikasi bahwa proses perhitungan mark up sesuai dengan
perjanjian service fee, dan direkonsiliasi total biaya yang dibebankan kepada HMS

PA
dengan invoice pendukungnya;

bahwa berdasarkan dokumen yang diserahkan dalam Pengadilan diketahui bahwa


Pemohon Banding melakukan pembayaran OC Services Fee kepada Philip Morris
International Management SA (PMIMSA) sebesar Rp447.207.534.126,00 dan

N
Terbanding melakukan koreksi sebesar Rp158.822.535.223,00;

bahwa berdasarkan dokumen yang diserahkan dalam Pengadilan diketahui bahwa

LA
antara Pemohon Banding dengan Philip Morris International Management SA (PMIMSA)
terdapat hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh;

bahwa OECD Transfer Pricing Guidelines tahun 2010 mendefinisikan:


DI
Intra-group service: An activity (e.g. administrative, technical, financial, commercial, etc.)
for which an independent enterprise would have been willing to pay or perform for itself.
A
bahwa menurut Majelis OECD Transfer Pricing Guidelines mendefinisikan bahwa
pemberian jasa dalam suatu group usaha adalah suatu aktifitas (berupa administrasi,
NG

teknik, keuangan, komersial, dan lain sebagainya) dimana satu perusahaan independen
akan bersedia untuk membayar atau melakukan untuk dirinya sendiri, dari definisi ini
menurut Majelis dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan independen akan bersedia
membayar jasa tersebut jika jasa tersebut memberikan manfaat bagi dirinya;
PE

bahwa OECD Transfer Pricing Guidelines tahun 2010 pada Paragraf 7.6 menyebutkan:
Under the arm’s length principle, the question whether an intragroup service has been
rendered when an activity is performed for one or more group members by another
group member should depend on whether the activity provides a respective group
T

member with economic or commercial value to enhance its commercial position. This
can be determined by considering whether an independent enterprise in comparable
IA

circumstances would have been willing to pay for the activity if performed for it by an
independent enterprise or would have performed the activity inhouse for itself. If the
activity is not one for which the independent enterprise would have been willing to pay or
AR

perform for itself, the activity ordinarily should not be considered as an intra-group
service under the arm’s length principle.

bahwa menurut Majelis Paragraf 7.6 OECD Transfer Pricing Guidelines mengatur bahwa
berdasarkan prinsip kewajaran, pemberian jasa oleh salah satu anggota group usaha
ET

kepada anggota group lainnya seharusnya mampu memberikan manfaat ekonomi dan
untuk dapat diuji dengan mempertimbangkan apakah perusahaan independen yang
memiliki dalam kondisi yang sama bersedia membayar untuk jasa yang diberikan oleh
perusahaan independen lainnya bagi dirinya, dan jika perusahaan independen tersebut
KR

tidak bersedia membayarnya maka pemberian jasa oleh anggota group tersebut tidak
memenuhi prinsip kewajaran;

bahwa OECD Transfer Pricing Guidelines tahun 2010 pada Paragraf 7.11 menyebutkan:
SE

In general, no intra-group service should be found for activities undertaken by one group
member that merely duplicate a service that another group member is performing for
itself, or that is being performed for such other group member by a third party. An
exception may be where the duplication of services is only temporary, for example,
where an MNE group is reorganising to centralise its management functions. Another
exception would be where the duplication is undertaken to reduce the risk of a wrong
business decision (e.g. by getting a second legal opinion on a subject).
bahwa menurut Majelis Paragraf 7.11 OECD Transfer Pricing Guidelines mengatur
bahwa pada prinsipnya dalam pemberian jasa dari anggota group yang lain tidak boleh
ada duplikasi terhadap jasa tersebut pada anggota group yang menerimanya, ini berarti
bahwa anggota group yang menerima jasa tidak menyelenggarakan kegiatan atau jasa

K
tersebut untuk dirinya sendiri atau tidak ada pihak ketiga yang memberikan jasa
kepadanya, dan pengecualian dapat diberikan dengan syarat duplikasi jasa tersebut
bersifat sementara dan sangat dibutuhkan oleh anggota group dan bersifat melengkapi

JA
dari jasa yang sudah diselenggarakan oleh penerima jasa tersebut;

bahwa berdasarkan data dan fakta dalam persidangan diketahui bahwa OC Service Fee

PA
yang diberikan oleh Philip Morris International Management SA (PMIMSA) meliputi jasa
di bidang Teknologi Informasi, Keuangan, Penjualan Umum, bidang pemasaran, SDM,
dan operasional dimana pembebanannya berdasarkan alokasi biaya yaitu secara
proposional berdasarkan gross margin dari seluruh afiliasi di dunia dan tidak
berdasarkan atas jasa yang diberikan;

N
bahwa berdasarkan data penjualan dan dokumen yang diserahkan dalam persidangan
diketahui bahwa penjualan Pemohon Banding mayoritas (99%) ditujukan kepada pasar

LA
domestik, Pemohon Banding juga menyelenggarakan fungsi marketing, pengelolaan
SDM, serta teknologi informasi guna menunjang operasionalnya, dengan demikian
menurut Majelis pembayaran OC Service fee tersebut yang didalamnya juga terdapat
biaya untuk kegiatan pemasaran adalah tidak relevan karena Pemohon Banding sudah
DI
memiliki divisi pemasaran dan lebih tahu mengenai kondisi pasar domestik dibandingkan
perusahaan pemberi jasa OC Service fee tersebut;
A
bahwa dalam persidangan Pemohon Banding tidak dapat memberikan penjelasan
berkaitan dengan manfaat yang diterima dan tidak memberikan bukti-bukti pendukung
NG

yang kuat bahwa atas OC Service Fee tersebut benar-benar memberikan manfaat
terhadap kinerja laba bersih Pemohon Banding, karena laba bersih Pemohon Banding
hanya berfluktuasi di angka kisaran 20%;

bahwa Pemohon Banding juga tidak dapat memberikan penjelasan terkait dengan biaya
PE

yang bersifat duplikasi dari fungsi-fungsi yang sudah dimiliki oleh Pemohon Banding,
maka menurut Majelis pembayaran OC Service Fee kepada Philip Morris International
Management SA (PMIMSA) lebih banyak disebabkan karena adanya hubungan
istimewa dan bukan berdasarkan prinsip kewajaran;
T

bahwa berdasarkan kertas kerja pemeriksaan dari terbanding diketahui bahwa tidak
IA

seluruh biaya OC Service Fee dikoreksi, dan yang dikoreksi hanya yang terkait dengan
manfaat langsung, adanya duplikasi, serta adanya tagihan yang tidak sesuai dengan
jasa yang diberikan (tidak ada jasa yang diberikan), serta terkait dengan kepentingan
AR

pemegang sahan dan biaya biaya bersifat natura, dan atas dasar koreksi yang dilakukan
Terbanding, Pemohon Banding tidak dapat memberikan penjelasan dan bukti yang
dapat meyakinkan Majelis, dengan demikian menurut Majelis, koreksi yang dilakukan
Terbanding tersebut telah sesuai karena biaya yang dikoreksi tersebut tidak terkait
dengan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang
ET

PPh, karena tidak terdapat bukti-bukti pendukung yang dapat menjelaskan bahwa biaya
tersebut memang terkait dengan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
KR

bahwa selanjutnya dengan demikian Majelis berpendapat bahwa pembayaran OC


Service fee tidak memenuhi ketentuan dalam OECD Transfer Pricing Guidelines tahun
2010 pada Paragraf 7.6 dan Paragraf 7.11, karena tidak ada manfaat ekonomi
tambahan dari jasa manajemen tersebut dan terjadi duplikasi fungsi dari jasa
SE

manajemen yang diberikan;

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menurut Majelis Terbanding dapat


menjelaskan dan membuktikan dalilnya atas koreksi OC Service Fee sebesar
Rp158.822.535.223,00, sehingga Majelis mempertahankan koreksi Terbanding;
3. Koreksi Positif Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Penyusutan
Rp136.760.857.745,00 dan Koreks Penyesuaian Fiskal Negatif atas Selisih
Penyusutan Komersial di bawah Penyusutan Fiskal Rp(120.862.415.747,00)

K
Menurut Terbanding :

a Dasar Hukum

JA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008

PA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU
PPh)

Pasal 6 ayat (1) huruf b

N
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,

LA
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa

11A.”
A DI
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal

Pasal 11 ayat (1), (2)


NG

Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan,


atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar
PE

selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama
masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai
T

sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan
syarat dilakukan secara taat asas
IA

b.Tanggapan Terbanding
AR

bahwa Pemohon Banding telah membebankan aktiva tetap melalui penyusutan


sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku

bahwa Pemohon banding menyampaikan alasan tersebut dengan dasar hukum Pasal
ET

11 ayat (2) UU PPh yang menyatakan bahwa Penyusutan atas pengeluaran harta
berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga
dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung
dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa
KR

manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat
asas.

bahwa namun demikian, dalam Pasal 11 ayat (7) UU PPh disebutkan bahwa
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan
SE

digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan,
dimana dalam hal ini PMK yang terkait adalah PMK Nomor 96 Tahun 2009 tentang
Jenis-Jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan
Untuk Keperluan Penyusutan.

Dalam Pasal 2 PMK tersebut diatur:


Pasal 2

(1) Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV, untuk kepentingan
penyusutan digunakan masa manfaat dalam Kelompok 3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1).

K
(2) Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1), Wajib Pajak dapat memperoleh

JA
penetapan masa manfaat atas jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan sesuai
dengan masa manfaat yang sesungguhnya.

PA
(3) Untuk memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib
Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
menunjukkan masa manfaat yang sesungguhnya jenis-jenis harta berwujud
bukan bangunan.

(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Wajib

N
Pajak menggunakan masa manfaat jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

LA
bahwa karena industri rokok tidak termasuk dalam Lampiran I-IV PMK Nomor 96
Tahun 2009 dan Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan pengajuan permohonan
kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menunjukkan masa manfaat yang
DI
sesungguhnya jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan, maka seharusnya
penghitungan penyusutan mesin produksi Pemohon Banding masuk dalam kelompok
3.
A
bahwa aktiva berwujud berupa mesin nyata-nyata masuk dalam kategori jenis harta
NG

yang masuk dalam kelompok 2 dari PMK-96

bahwa untuk mendukung alasannya, Pemohon Banding menyampaikan bahwa


pengaturan dalam Lampiran II PMK-96 tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
PE

Jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam kelompok 2

No. Jenis Usaha Jenis Harta


3 Industri makanan a. Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan,
T

dan minuman misalnya pabrik susu, pengalengan ikan.


b. Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa,
IA

margarin, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian


seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.
c. Mesin yang menghasilkan/memproduksi minuman dan bahan-bahan
minuman segala jenis.
AR

d. Mesin yang menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan dan


makanan segala jenis.

bahwa dalam hal ini, Pemohon Banding mengelompokkan mesin-mesin Pemohon


ET

Banding dengan mengacu pada fakta-fakta sebagai berikut:

Jenis mesin yang Wajib Pajak miliki adalah mesin yang digunakan untuk mengolah
tembakau. Bahwa dalam Lampiran II PMK-96 nomor 3 huruf ‘b’ disebutkan bahwa
KR

jenis harta yang masuk dalam golongan 2 adalah untuk jenis mesin yang digunakan
untuk mengolah produk nabati. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan
bahwa definisi/arti kata ‘nabati’ adalah mengenai (berasal dari) tumbuh-tumbuhan.
Dengan demikian, mesin yang digunakan untuk mengolah tembakau nyata-nyata
masuk dalam kategori jenis mesin yang mengolah produk nabati, sehingga sudah
SE

seharusnya dikelompokkan ke dalam kelompok 2.

Kemudian, jenis mesin yang dimiliki oleh Wajib Pajak juga merupakan mesin yang
digunakan untuk menghasilkan/memproduksi produk yang notabene masuk dalam
kategori makanan, sehingga masuk dalam kategori kelompok 2

bahwa dalam pembahasan akhir, Pemohon Banding tidak dapat membuktikan secara
tepat bahwa Jenis Harta yang dimiliki oleh Pemohon Banding adalah sesuai dengan
Jenis Harta menurut kelompok 2 seperti diakui oleh Pemohon banding khususnya
masuk dalam kualifikasi Jenis Harta sebagaimana tersebut dalam tabel di atas.

bahwa oleh karena Pemohon Banding tidak dapat membuktikan secara tepat bahwa
Jenis Harta yang dimilikinya adalah sesuai dengan Jenis Harta menurut kelompok 2

K
maka Terbanding mempertahankan koreksi tersebut.

JA
bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding tidak konsisten ketika masih tetap
mempertahankan argumentasi penggunaan kode KLU, sementara di lain pihak
Terbanding telah sependapat dengan Pemohon Banding bahwa penggolongan aktiva

PA
tetap berwujud berdasarkan jenis harta dan bukan berdasarkan jenis usaha Pemohon
Banding.

bahwa menurut Pemohon Banding, bahwa apabila ditinjau dari jenis usahanya,
usaha Pemohon Banding dapat dipersamakan dengan industri makanan dan
minuman dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

N
 Apabila dilihat dalam KEP-34, industri Pemohon Banding (industri rokok kretek)

LA
masuk dalam kategori yang sama dengan industri makanan dan minuman, yaitu
sama-sama masuk dalam Kategori D (Industri Pengolahan).

 Jenis-jenis kegiatan industri yang terdapat di Indonesia diatur oleh Kementerian


DI
Perindustrian dan Perdagangan. Di mana berdasarkan informasi dari Website
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, dapat diketahui bahwa industri
pengolahan tembakau termasuk dalam industri makanan dan minuman.
A
 Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KLBI), industri makanan dan minuman
NG

serta industri pengolahan tembakau berada di bawah satu golongan pokok yang
sama, yakni industri pengolahan.

 Dalam Keputusan No. KEP-536/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang


Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi Pemohon Banding yang dapat
PE

menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan,


Pemeriksa nyata-nyata mengklasifikasikan industri rokok bersamaan dengan
industri makanan dan minuman di dalam golongan yang sama, yakni industri
pengolahan.
T

 Dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
IA

Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia, terhadap barang hasil
industri makanan dan minuman serta industri rokok digolongkan ke dalam satu
golongan yakni golongan “Bahan Makanan Olahan; Minuman, Alkohol dan Cuka;
AR

Tembakau dan Pengganti Tembakau Pabrikasi.”

 Dalam Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan
yang Mengandung Zat Aditif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan
memberikan kuasa kepada BPOM untuk melakukan pengawasan industri rokok.
ET

Dengan demikian, industri makanan dan minuman dan industri rokok semuanya
berada di bawah pengawasan lembaga pemerintah yang sama, yaitu BPOM.

bahwa atas hal tersebut, telah dilakukan pembahasan oleh Terbanding dan Pemohon
KR

Banding dalam pembahasan akhir.

bahwa selanjutnya Pemohon Banding juga menyampaikan proses


produksi/pembuatan rokok kurang lebih serupa dengan proses produksi/pembuatan
SE

produk-produk makanan dan minuman. Sehingga, klasifikasi aktiva untuk keperluan


pajak yang berlaku untuk industri rokok seyogyanya dapat dipersamakan dengan
industri makanan dan minuman. Oleh karena itu, pengelompokan aktiva industri
rokok sebagai kelompok 2 akan jauh lebih cocok dibandingkan dengan
pengelompokannya sebagai kelompok 3 karena hal ini lebih mencerminkan kegiatan
usaha yang sebenarnya. Hal ini juga sebenarnya didukung oleh dokumen Tanda
Daftar Perusahaan (”TDP”) HMS nomor 13.01.1.51.01688 tanggal 20 Oktober 2006
yang diterbitkan oleh Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Penanaman Modal
Pemerintah Kota Surabaya yang menyatakan bahwa kegiatan usaha pokok HMS
adalah perdagangan besar makanan, minuman dan tembakau.

bahwa lebih lanjut menurut Pemohon Banding, jika dilihat dari jenis-jenis aktiva yang
termasuk di dalam kelompok 3 antara lain kapal penumpang, kapal barang, pesawat

K
terbang, helikopter dan mesin yang menghasilkan mesin menengah dan berat.
Karakter dari jenis-jenis aktiva tersebut menunjukkan jenis aktiva yang memiliki

JA
karakter jenis aktiva yang sangat berbeda dari mesin-mesin yang dimiliki HMS yang
digunakan untuk mengolah hasil pertanian/perkebunan misalnya mesin untuk
mengolah tembakau dan cengkeh. Dengan demikian, pengelompokan aktiva HMS

PA
menjadi kelompok 3 sebagaimana tertuang di dalam SPHP sangatlah tidak konsisten
dan bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UU PPh dan PMK-96 itu sendiri.

bahwa berdasarkan uraian sanggahan Pemohon Banding berupa perbedaan karakter


jenis jenis harta berwujud bukan bangunan Kelompok II dan Kelompok III, Terbanding
tidak menafikan perbedaan karakteristik tersebut dan tidak menolak penyusutan jenis

N
harta berwujud berdasarkan umur sebenarnya dari jenis harta tersebut. Namun
seharusnya Pemohon Banding mengajukan ijin terlebih dahulu ke Kantor Pelayanan

LA
Pajak tempat Pemohon Banding terdaftar sesuai dengan PER-55/PJ/2009 tanggal 2
Oktober 2009 tentang Tata Cara Permohonan dan Penetapan Masa Manfaat
Sesungguhnya Atas Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan.

DI
bahwa namun faktanya sampai dengan pembahasan akhir Pemohon Banding tidak
dapat menunjukkan Surat Permohonan Penetapan Masa Manfaat Sesungguhnya
atas Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan sehingga
A
Terbanding tetap mempertahankan koreksi penyusutan tersebut.
NG

Menurut Pemohon Banding :

bahwa Pemohon Banding sangat tidak setuju atas koreksi Terbanding dengan alasan
PE

dan argumentasi yang dapat dirangkum sebagai berikut:

bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan mendelegasikan wewenang kepada Menteri


Keuangan untuk mengatur lebih lanjut mengenai Kelompok Harta Berwujud sesuai
T

dengan masa manfaat, sedangkan pengelompokan harta berwujud sesuai dengan


Bidang Usaha tidak termasuk dalam delegasi kewenangan UU PPh kepada PMK-
IA

96/2009;

bahwa Terbanding keliru dalam menerapkan ketentuan PMK No. 96/PMK.03/2009;


AR

bahwa Seandainyapun dilihat dari jenis usahanya (yang dalam hal ini Pemohon Banding
sangkal), jenis usaha Pemohon Banding nyata-nyata masuk dalam kategori industri
makanan dan minuman yang termasuk dalam kelompok 2. Selain itu, aktiva berwujud
ET

yang dimiliki Pemohon Banding nyata-nyata masuk dalam kategori jenis harta yang
masuk dalam kelompok 2 dari PMK-96;
KR

bahwa Masa manfaat aktiva tetap berwujud berupa mesin yang dimiliki Pemohon
Banding adalah nyata-nyata delapan tahun;

Berikut ini adalah uraian dari butir-butir argumen di atas:


SE

Undang-Undang Pajak Penghasilan Mendelegasikan Wewenang Kepada Menteri


Keuangan Untuk Mengatur Lebih Lanjut Mengenai Kelompok Harta Berwujud Sesuai
Dengan Masa Manfaat, Sedangkan Pengelompokan Harta Berwujud Sesuai Dengan
Bidang Usaha Tidak Termasuk Dalam Delegasi Kewenangan Uu Pph Kepada PMK-
96/2009;
Berikut ini adalah rangkuman dari argumentasi Pemohon Banding:

K
JA
PA
N
LA
A DI
Penjel
NG

asan
Gamb
ar:
PE

bahwa
Undang-Undang PPh mendelegasikan kepada PMK-96/2009 untuk mengatur masa
manfaat berdasarkan jenis harta dan bukan berdasarkan jenis usaha. hal ini dapat
dilihat dalam bunyi ketentuan Pasal 11 UU PPh beserta ketentuan di bawahnya yakni
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang
T

Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan


Penyusutan (selanjutnya disebut “PMK 96/2009”) yang digunakan sebagai dasar koreksi
IA

Terbanding yang pada dasarnya mengatur tentang masa manfaat sesuai dengan jenis
harta. Pada prinsipnya, UU PPh memberikan 2 (dua) jenis delegasi wewenang kepada
Menteri Keuangan yaitu:
AR

(i) Untuk mengatur lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud berdasarkan
pada bidang usahanya; serta
ET

(ii) Wewenang untuk mengatur lebih lanjut mengenai penyusutan harta berwujud yang
berdasarkan pada jenis hartanya. Kedua kewenangan tersebut berbeda satu sama
lain dan tidak saling berkaitan karena pasal yang memberikan delegasi tersebut
kepada Menteri Keuangan pun nyata-nyata berbeda.
KR

bahwa kedua kewenangan tersebut berbeda satu sama lain dan tidak saling berkaitan
karena pasal yang memberikan delegasi tersebut kepada Menteri Keuangan pun nyata-
nyata berbeda;
SE

bahwa UU PPh telah memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak dalam hal
menghitung penyusutan atas harta berwujud yang dimilikinya dengan mengatur dan
menentukan secara jelas mengenai masa manfaat dan tarif penyusutan (metode garis
lurus maupun saldo menurun) berdasarkan kelompok harta berwujud, sebagaimana
tercantum di dalam Pasal 11 ayat (6) UU PPh berikut:

“Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud
ditetapkan sebagai berikut.

Kelompok Harta Berwujud Masa Tarif Penyusutan sebagaimana


Manfaat Dimaksud dalam
Ayat (1) Ayat (2)
I. Bukan Bangunan:

K
Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25%

JA
Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%
II. Bangunan:
Permanen 20 Tahun 5%

PA
Tidak Permanen 10 Tahun 10%

Penjelasan:

bahwa untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam melakukan
penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, ketentuan ini mengatur kelompok masa

N
manfaat harta dan tarif penyusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo
menurun.

LA
bahwa yang dimaksud dengan “bangunan tidak permanen” adalah bangunan yang
bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang
dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun,
DI
misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.”

bahwa terkait dengan ketentuan untuk menghitung penyusutan dalam Pasal 11 ayat (6)
A
UU PPh tersebut, maka Pasal 11 ayat (11) UU PPh memberikan delegasi kepada
Menteri Keuangan untuk mengatur mengenai pengelompokkan harta berwujud
NG

berdasarkan jenis harta yang disusutkan. Delegasi untuk mengatur pengelompokan


berdasarkan jenis harta ini jelas dan nyata tertulis di dalam Pasal 11 ayat (11) UU PPh
beserta penjelasannya berikut:

(11)Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai dengan masa
PE

manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan;

Penjelasan:
T

Dalam rangka memberikan keseragaman kepada Wajib Pajak untuk melakukan


penyusutan, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan jenis-jenis harta yang
IA

termasuk dalam setiap kelompok dan masa manfaat yang harus diikuti oleh Wajib
Pajak.”
AR

bahwa lebih lanjut, sedangkan terkait penyusutan atas harta berwujud berdasarkan
pada bidang usahanya, Pasal 11 ayat (7) UU PPh mendelegasikan wewenang kepada
Menteri Keuangan untuk mengatur lebih lanjut perihal penyusutan atas harta berwujud
yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu. Berikut adalah bunyi
ET

ketentuan di Pasal tersebut:

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan
digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
KR

Penjelasan:

bahwa dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu,


seperti perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan, perlu diberikan
SE

pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam bidang-
bidang usaha tertentu tersebut yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.”

bahwa kemudian, dalam menjalankan perintah dari Pasal 11 ayat (7) UU PPh
sebagaimana disebutkan di atas, Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk
Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
126/PMK.011/2012 (selanjutnya disebut “PMK 126/2012”). Bahwa PMK 126/2012
tersebut mengatur mengenai penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud untuk bidang usaha tertentu yakni meliputi bidang usaha kehutanan, bidang

K
usaha perkebunan tanaman keras, serta bidang usaha peternakan. Salah satu
ketentuan yang diatur di dalam PMK tersebut adalah mengenai pengelompokkan harta
berwujud dari tiap bidang usaha sesuai dengan masa manfaaat sebagaimana dimaksud

JA
dalam Pasal 11 ayat (6) UU PPh. Bahwa pada faktanya bidang usaha Pemohon
Banding bukan merupakan bidang usaha yang dimaksud dalam PMK 126/2012, maka
ketentuan Pasal 11 ayat (7) UU PPh dan PMK 126/2012 tidak relevan dengan kasus a

PA
quo;

bahwa dapat dilihat perbedaan mencolok antara kewenangan Menteri Keuangan yang
diberikan oleh Pasal 11 ayat (7) UU PPh dan Pasal 11 ayat (11) UU PPh. Secara
singkat perbedaan tersebut yakni dari dasar yang dipergunakan untuk mengelompokkan

N
harta berwujud yang disusutkan. Pasal 11 ayat (7) UU PPh didasarkan dari bidang
usaha, sedangkan Pasal 11 ayat (11) UU PPh didasarkan dari jenis harta yang
disusutkan;

LA
bahwa kemudian untuk menjalankan perintah Pasal 11 ayat (11) UU PPh, Menteri
Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang
Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan
DI
untuk Keperluan Penyusutan (selanjutnya disebut “PMK 96/2009”). Bahwa
pengelompokan jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan ditetapkan pada lampiran
PMK 96/2009. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) PMK 96/2009:
A
(2) Jenis-Jenis Harta Berwujud bukan bangunan pada Kelompok 1, Kelompok 2,
NG

Kelompok 3, dan Kelompok 4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah


sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran
IV Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri Keuangan ini.”
PE

Bunyi ketentuan ayat (1) adalah sebagai berikut:

(1) Untuk keperluan penyusutan, harta berwujud bukan bangunan sesuai dengan masa
manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
T

terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 dikelompokkan menjadi


IA

Kelompok 1, Kelompok 2, Kelompok 3, dan Kelompok 4;

bahwa terlihat dari ketentuan ayat (1) dan (2) pada Pasal 1 PMK 96/2009 tersebut di
atas, PMK tersebut melakukan pengelompokan harta berwujud bukan bangunan
AR

berdasarkan jenis hartanya sesuai dengan masa manfaat. Dengan demikian, walaupun
di dalam lampiran PMK 96/2009 terdapat kolom jenis usaha, namun kolom tersebut
bukanlah menjadi indikator pengelompokkan harta berwujud bukan bangunan
sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (11) UU PPh maupun PMK 96/2009, melainkan
ET

hanya digunakan untuk mempermudah Wajib Pajak dalam mencari pengelompokkan


jenis hartanya. Bahwa kolom jenis harta lah yang menjadi acuan utama dalam
mengelompokkan harta berwujud bukan bangunan pada kelompok 1, kelompok 2,
kelompok 3, maupun kelompok 4 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) UU
KR

PPh sesuai dengan kewenangan yang diberikan Pasal 11 ayat (11) UU PPh kepada
Menteri Keuangan;

bahwa apabila penyusutan dikaitkan dengan bidang usahanya maka ketentuan yang
SE

seharusnya menjadi dasar hukum koreksi adalah berdasarkan Pasal 11 ayat (7) UU PPh
dan PMK-126/2012 yang berlaku hanya atas Wajib Pajak yang bergerak dibidang usaha
kehutanan, bidang usaha perkebunan tanaman keras, serta bidang usaha peternakan.
Akan tetapi, Terbanding mendasarkan koreksinya berdasarkan Pasal 11 ayat (11) dan
PMK-96/2009 yang nyata-nyata dan jelas mengatur pengelompokan harta berdasarkan
jenis harta, dan bukan berdasarkan jenis usaha;
bahwa argumentasi Terbanding yang menyatakan bahwa penggolongan harta
sebagaimana dimaksud dalam lampiran PMK 96/2009 adalah selain mengacu pada
jenis harta, juga mengacu pada jenis usaha, adalah tidak memenuhi prinsip utama
dalam pendelegasian kewenangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
yakni kesesuaian antara materi yang didelegasikan oleh dan materi yang diatur dalam

K
peraturan pelaksana;

bahwa Prinsip kesesuaian antara materi yang didelegasikan oleh dan materi yang diatur

JA
dalam peraturan pelaksana secara tegas diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut:

PA
Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada
asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, meliputi:

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

Penjelasan

N
Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan”

LA
adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan;

DI
bahwa berdasarkan asas kesesuaian antar jenis, hierarki dan materi muatan di atas,
maka materi muatan yang tercantum dalam ketentuan UU PPh yang didelegasikan
kepada PMK-96/2009 untuk diatur adalah materi muatan ketentuan tentang jenis harta
A
yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan
penyusutan. Materi muatan yang tercantum dalam ketentuan Pasal 11 ayat (11) UU PPh
NG

sama sekali tidak mencantumkan pengelompokan harta berdasarkan jenis usaha


sebagai bagian dari materi muatan yang diatur dalam PMK-96/2009;

bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-43890/PP/M.I/15/2013 dan PUT-


42544/PP/M.I/2013 memperkuat penerapan prinsip kesesuaian antara materi muatan
PE

yang didelegasikan dan materi muatan ketentuan pelaksana dalam hukum pajak;

bahwa kesesuaian antara materi muatan yang didelegasikan dengan materi muatan
ketentuan pelaksana dalam peraturan yang mengatur tentang penyusutan dibenarkan
oleh Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-43890/PP/M.I/15/2013 sebagai berikut:
T

bahwa Majelis berpendapat, walaupun angka 9 lampiran II KMK dimaksud adalah untuk
IA

aktiva yang digunakan dalam jenis usaha Perhubungan, Pergudangan dan Komunikasi,
namun dilihat dari nama/judul KMK dan isi pasalnya, aturan KMK tersebut adalah
mengatur tentang jenis Harta untuk kepentingan pengelompokan penyusutan dan bukan
AR

terutama melihat jenis usahanya;

bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-42544/PP/M.I/2013 juga memperkuat


penerapan prinsip kesesuaian antara materi muatan yang didelegasikan dan materi
ET

muatan ketentuan pelaksana dalam hukum pajak sebagai berikut:

bahwa Terbanding mengelompokkan seluruh mesin dan peralatan yang digunakan


kedalam Kelompok III dikarenakan masuk dalam kelompok usaha pertambangan sesuai
KR

dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK 520/KMK.04/2000;

bahwa Majelis berpendapat Terbanding kurang tepat dalam menerapkan ketentuan


yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK 520/KMK.04/2000, yang
mengatur pengelompokan mesin dan peralatan bukan bangunan untuk menghitung
SE

biaya penyusutan menurut jenis mesin dan peralatan serta menurut bidang usaha;

bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat koreksi positif Terbanding atas
biaya penyusutan mesin dan peralatan sebesar Rp265.799.818,00 tidak dapat
dipertahankan;

bahwa dapat dilihat pada kedua kutipan putusan Pengadilan Pajak di atas, Majelis
Hakim Pengadilan Pajak tidak setuju dengan koreksi Terbanding yang mengelompokkan
mesin dan peralatan bukan bangunan untuk menghitung biaya penyusutan menurut
bidang usaha. Dengan demikian, pengelompokan harta berwujud yang benar
sebagaimana diatur di dalam KMK 520/KMK.04/2000 sekarang telah diubah dengan
PMK 96/2009 adalah berdasarkan dari jenis hartanya dengan mengabaikan bidang

K
usaha Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu, koreksi Terbanding yang
mengelompokkan aktiva tetap milik Pemohon Banding ke dalam Kelompok Harta 3
hanya karena pertimbangan jenis usaha dengan mengabaikan jenis aktiva tetap

JA
tersebut, adalah nyata-nyata merupakan koreksi yang tidak tepat dan sudah sepatutnya
untuk dibatalkan dan tidak dipertahankan;

PA
Terbanding Keliru Dalam Menerapkan Ketentuan PMK No. 96/PMK.03/2009

bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis


Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk
Keperluan Penyusutan (“PMK No. 96/PMK.03/2009”), Pasal 1-nya menyebutkan
sebagai berikut:

N
(1) Untuk keperluan penyusutan, harta berwujud bukan bangunan sesuai dengan

LA
masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 dikelompokkan
menjadi Kelompok 1, Kelompok 2, Kelompok 3, dan Kelompok 4;

(2)
DI
JENIS-JENIS HARTA berwujud bukan bangunan pada Kelompok 1, Kelompok 2,
Kelompok 3, dan Kelompok 4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
A
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan
Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak
NG

terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini;

bahwa Kemudian, Pasal 2 ayat (1) PMK No. 96/PMK.03/2009 mengatur sebagai berikut:

jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam Lampiran I,
PE

Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV, untuk kepentingan penyusutan digunakan
masa manfaat dalam Kelompok 3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1);

bahwa menurut ketentuan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:


T

 Pengaturan PMK No. 96/PMK.03/2009 adalah untuk mengelompokkan harta


berwujud bukan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) UU PPh,
IA

di mana pengelompokkannya menjadi Kelompok 1, Kelompok 2, Kelompok 3, dan


Kelompok 4 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1).
AR

 Lampiran I, II, III, dan IV PMK No. 96/PMK.03/2009 adalah merupakan


pengelompokkan jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (2).
ET

 Dalam Pasal 2 PMK No. 96/PMK.03/2009 tersebut disebutkan bahwa dalam hal
terdapat jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam
Lampiran I, II, III, dan IV, untuk kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat
dalam kelompok 3;
KR

bahwa dengan demikian, adalah keliru jika Terbanding melakukan koreksi positif biaya
penyusutan sebesar Rp136.760.857.745 dengan alasan “Pemohon Banding yang
usahanya tidak termasuk dalam lampiran I sampai dengan IV PMK tersebut, maka
SE

aktiva berwujud bukan bangunan berupa mesin yang digunakan untuk proses produksi,
harus dimasukkan dalam kelompok 3”. Oleh karena, Pasal 2 ayat (1) PMK No.
96/PMK.03/2009 sama sekali tidak menyebutkan hal tersebut;

bahwa Seandainyapun Dilihat Dari Jenis Usahanya (Yang Dalam Hal Ini Pemohon
Banding Sangkal), Jenis Usaha Pemohon Banding Nyata-Nyata Masuk Dalam Kategori
Industri Makanan Dan Minuman Yang Termasuk Dalam Kelompok 2. Selain Itu, Aktiva
Berwujud Yang Dimiliki Pemohon Banding Nyata-Nyata Masuk Dalam Kategori Jenis
Harta Yang Masuk Dalam Kelompok 2 Dari PMK-96;

bahwa dalam Lampiran II PMK-96/2000 diuraikan mengenai jenis-jenis harta berwujud


yang termasuk dalam kelompok 2. Adapun pengaturan dalam Lampiran II PMK-96
tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

K
Jenis-Jenis Harta Berwujud Yang Termasuk Dalam Kelompok 2

JA
Nomor Jenis Usaha Jenis Harta
3 Industri makanan dan a. Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas dan
minuman perikanan, misalnya pabrik susu, pengalengan ikan.

PA
b. Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin
minyak kelapa, margarin, penggilingan kopi, kembang gula,
mesin pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras,
gandum, tapioka.
c. Mesin yang menghasilkan/memproduksi minuman dan

N
bahan-bahan minuman segala jenis.
d. Mesin yang menghasilkan/memproduksi bahan-bahan
makanan dan makanan segala jenis.

LA
bahwa dalam hal ini, mesin-mesin Pemohon Banding nyata-nyata termasuk dalam
kelompok 2 dengan rangkuman sebagai berikut:
A DI
NG
T PE
IA

Penjelasan gambar:
AR

bahwa jenis mesin yang Pemohon Banding miliki adalah mesin yang digunakan untuk
mengolah tembakau. Bahwa dalam Lampiran II PMK-96 nomor 3 huruf ‘b’ disebutkan
bahwa jenis harta yang masuk dalam golongan dua adalah untuk jenis mesin yang
ET

digunakan untuk mengolah produk nabati. Adapun menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, disebutkan bahwa definisi/arti kata ‘nabati’ adalah mengenai (berasal dari)
tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian, mesin yang digunakan untuk mengolah tembakau
nyata-nyata masuk dalam kategori jenis mesin yang mengolah produk nabati, sehingga
KR

sudah seharusnya dikelompokkan ke dalam kelompok dua;

bahwa kemudian, dalam hal ini, seandainyapun ditinjau dari jenis usahanya, jenis usaha
Pemohon Banding dapat dipersamakan dengan industri makanan dan minuman dengan
dibuktikan dari hal-hal sebagai berikut:
SE

 Apabila dilihat dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-34/PJ/2003


tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak-pun, industri Pemohon Banding
(dalam hal ini industri rokok kretek) masuk dalam kategori yang sama dengan industri
makanan dan minuman, yaitu sama-sama masuk dalam Kategori D (Industri
Pengolahan);
 Jenis-jenis kegiatan industri yang terdapat di Indonesia diatur oleh Kementerian
Perindustrian. Berdasarkan informasi dari Website Kementerian Perindustrian
Republik Indonesia, dapat diketahui bahwa industri pengolahan tembakau termasuk
dalam industri makanan dan minuman, di mana industri ini berada di bawah
pengawasan Ditjen Industri Agro yang membawahkan Direktorat Industri Hasil Hutan

K
dan Perkebunan, Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan dan
Direktorat Industri Minuman dan Tembakau;

JA
 Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KLBI), industri makanan dan minuman
serta industri pengolahan tembakau berada di bawah satu golongan pokok yang
sama, yakni industri pengolahan. Oleh karena kegiatan usaha Wajib Pajak adalah

PA
manufaktur dan perdagangan rokok, maka tercantum dalam Tanda Daftar
Perusahaan No. 13.01.1.51.01688 yang diterbitkan oleh Dinas Perdagangan,
Perindustrian dan Penanaman Modal Pemerintah Kota Surabaya digolongkan
sebagai perdagangan besar makanan, minuman, dan tembakau (kode: 51220).
Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar makanan, minuman dan hasil

N
pengolahan tembakau untuk digunakan sebagai konsumen akhir;

 Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ/2000 tanggal 29

LA
Desember 2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak
yang dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
penghitungan, nyata-nyata mengklasifikasikan industri rokok bersamaan dengan

DI
industri makanan dan minuman di dalam golongan yang sama, yakni industri
pengolahan;

 Dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
A
Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, terhadap barang hasil
industri makanan dan minuman serta industri rokok digolongkan ke dalam satu
NG

golongan yakni golongan “Bahan Makanan Olahan; Minuman, Alkohol dan Cuka;
Tembakau dan Pengganti Tembakau Pabrikasi;

 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok


PE

bagi Kesehatan, pengawasan terhadap produk rokok yang beredar dan iklan
dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (“BPOM”). Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 ini sudah dicabut melalui Peraturan Pemerintah
No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif
Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Walaupun demikian, Peraturan
T

Pemerintah No. 109 Tahun 2012 juga memberikan kuasa kepada BPOM untuk
melakukan pengawasan industri rokok. Dengan demikian, industri makanan dan
IA

minuman dan industri rokok semuanya berada di bawah pengawasan lembaga


pemerintah yang sama, yaitu BPOM;
AR

Masa Manfaat Aktiva Tetap Berwujud Berupa Mesin Yang Dimiliki Pemohon Banding
Adalah Nyata-Nyata Delapan Tahun

bahwa pada uraian argumentasi Pemohon Banding sebelumnya, telah dibuktikan bahwa
ET

masa manfaat dari aktiva tetap berwujud berupa mesin yang dimiliki dan digunakan
dalam kegiatan usaha oleh Pemohon Banding adalah 8 (delapan) tahun. Hal ini juga
sebagaimana tertuang dalam laporan keuangan Pemohon Banding yang telah diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik;
KR

bahwa Sebagaimana diketahui bahwa penentuan masa manfaat tersebut didasarkan


atas Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK Nomor 16 tentang Aset Tetap yaitu
pada definisi umur manfaat yang menyatakan bahwa umur manfaat adalah: (a) periode
aset diperkirakan dapat digunakan oleh entitas...”, kemudian pada paragraf 58 yang
SE

menyebutkan bahwa “umur manfaat aset ditentukan berdasarkan ekspektasi kegunaan


oleh entitas;

bahwa Pemohon Banding memiliki ekspektasi kegunaan aktiva tetap berwujud berupa
mesin yang digunakan oleh Pemohon Banding adalah selama 8 (delapan) tahun. Hal
tersebut menggambarkan bahwa masa manfaat aktiva Pemohon Banding tersebut
(selama 8 tahun) merupakan masa manfaat yang sebenarnya dan oleh karenanya tidak
tepat apabila Terbanding mengelompokkan dalam Kelompok 3 yang pada dasarnya
merupakan pengelompokkan atas aktiva dengan masa manfaat 16 (enam belas) tahun
atau dua kali lipat dari masa manfaat aktiva tetap milik Pemohon Banding yang
sebenarnya;

bahwa Apabila dilihat dari karakteristiknya, mesin dan peralatan dalam industri rokok

K
seperti milik Pemohon Banding tidaklah sama dengan mesin-mesin yang dimaksud
dalam Kelompok 3. Bahwa mesin-mesin yang termasuk dalam kelompok 3 adalah

JA
mesin-mesin berat dengan ukuran-ukuran tertentu seperti kapal dengan berat di atas
100 DWT, dok terapung, pesawat terbang, dan mesin-mesin pertambangan yang
memang secara faktual memiliki masa manfaat sekitar 16 (enam belas) tahun. Oleh

PA
karena itu, Pemohon Banding sangat tidak setuju apabila Terbanding mengkategorikan
aktiva tetap berwujud milik Pemohon Banding ke dalam Kelompok 3 tanpa
memperhatikan jenis harta, karakteristik, serta masa manfaat harta atau aktiva tersebut;

bahwa uraian-uraian argumentasi Pemohon Banding di atas menunjukkan bahwa


koreksi positif penyesuaian fiskal positif atas biaya penyusutan sebesar

N
Rp136.760.857.745 adalah tidak tepat. Oleh karena itu, Pemohon Banding mohon agar
koreksi tersebut dibatalkan oleh Majelis Hakim yang mulia.

LA
bahwa pada dasarnya koreksi negatif atas selisih penyusutan komersial di bawah
penyusutan fiskal sehubungan dengan koreksi positif atas penyusutan aktiva tetap
(sebagaimana telah diuraikan dalam butir 2.1.2. di atas). Adapun rinciannya adalah
sebagai berikut:

No. Pos-Pos Koreksi yang Diajukan Banding


A DI Nilai Koreksi (Rp)
1. Sengketa Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif: 136.760.857.745
1.1. Biaya penyusutan aktiva tetap
NG

2. Sengketa Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif: 120.862.415.747


2.1. Selisih Penyusutan Komersial di Bawah Penyusutan Fiskal
Penyusutan Fiskal yang Diakui Terbanding untuk Tahun Pajak 2010 7.350.888.389

bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi negatif atas selisih penyusutan
PE

komersial di bawah penyusutan fiskal sebesar Rp120.862.415.747. Adapun


ketidaksetujuan Pemohon Banding terkait koreksi negatif ini, pada dasarnya sama
dengan argumentasi ketidaksetujuan Pemohon Banding terkait koreksi positif
penyusutan aktiva tetap. Untuk itu, argumentasi butir ini mengacu pada uraian-uraian
argumentasi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dalam butir 2.1.2. sampai
T

dengan 2.1.2.11. di atas. Untuk itu, Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim
yang Mulia untuk membatalkan dan tidak mempertahankan koreksi ini;
IA
AR

Menurut Majelis :

bahwa menurut Terbanding melakukan koreksi positif penyusutan sebesar


Rp136.760.857.745,00 dan koreksi negatif penyusutan sebesar Rp120.862.415.747,00
ET

dengan alasan-alasan sebagai berikut:


a. bahwa Pemohon Banding melakukan penyusutan harta berwujud bukan bangunan
ke dalam kelompok 2, sementara menurut Terbanding masuk ke dalam kelompok 3;
b. bahwa penggolongan aktiva atau jenis harta merefensi atau merujuk pada jenis
KR

usaha yang dijalankan wajib pajak sebagaimana lampiran I, II, III, IV PMK-
96/PMK.03/2009 sehingga menurut pemeriksa ada kaitan antara jenis harta dan
jenis usaha;
c. Kegiatan usaha Pemohon Banding adalah industri rokok kretek dimana jenis industri
tersebut tidak tercantum dalam Lampiran I s.d. Lampiran IV PMK 96/PMK.03/2009;
SE

d. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PMK 96/PMK.03/2009, jenis¬jenis harta


berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam Lampiran I s.d. IV untuk
kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat dalam Kelompok 3. Namun
demikian Pemohon Banding tetap dapat melakukan penyusutan sesuai dengan
masa manfaat yang sesungguhnya dengan cara mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal Pajak dengan menunjukkan masa manfaat yang sesungguhnya;
e. Selama pemeriksaan dan proses keberatan, Pemohon Banding tidak dapat
membuktikan secara tepat bahwa Jenis Harta yang dimiliki oleh Pemohon Banding
adalah sesuai dengan Jenis Harta menurut kelompok 2 sebagaimana tersebut dalam
Lampiran II PMK 96/PMK.03/2009 dan tidak dapat menunjukkan bukti Permohonan
untuk Penetapan Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan
Penyusutan kepada Direktur Jenderal Pajak serta penetapan yang telah diterbitkan

K
terkait permohonan tersebut;

bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding telah keliru dalam menerapkan

JA
ketentuan PMK No. 96/PMK.03/2009, bahwa seandainyapun dilihat dari jenis usahanya
(yang dalam hal ini Pemohon Banding sangkal), jenis usaha Pemohon Banding nyata-
nyata masuk dalam kategori industri makanan dan minuman yang termasuk dalam

PA
kelompok 2. Selain itu, aktiva berwujud yang dimiliki Pemohon Banding nyata-nyata
masuk dalam kategori jenis harta yang masuk dalam kelompok 2 dari PMK-96 dan masa
manfaat aktiva tetap berwujud berupa mesin yang dimiliki Pemohon Banding adalah
nyata-nyata delapan tahun;

N
bahwa berdasarkan keterangan dan dokumen dalam persidangan diketahui bahwa yang
menjadi sengketa adalah mengenai pengelompokan aktiva berwujud bukan bangunan
yang berupa mesin pengolahan yang dimiliki oleh Pemohon Banding;

LA
bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
(selanjutnya disebut dengan UU PPh) mengatur antara lain mengatur:

Pasal 11
Ayat (6):
A DI
Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud
ditetapkan sebagai berikut:
NG

Kelompok Harta Berwujud Masa Tarif Penyusutan sebagaimana


Manfaat Dimaksud dalam
Ayat (1) Ayat (2)
I. Bukan Bangunan:
Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%
PE

Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25%


Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%
II. Bangunan:
Permanen 20 Tahun 5%
T

Tidak Permanen 10 Tahun 10%


IA

Ayat (7):
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan
digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
AR

Ayat (11):
Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
ET

bahwa menurut Majelis ketentuan a quo mengatur bahwa untuk menghitung penyusutan
harta berwujud, ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang
dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu dan mengenai kelompok harta
berwujud sesuai dengan masa manfaat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
KR

bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta


yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan
Penyusutan (selanjutnya disebut dengan PMK 96/2009).mengatur antara lain:
SE

Pasal 1
Ayat (1): Untuk keperluan penyusutan, harta berwujud bukan bangunan sesuai
dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6)
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 dikelompokkan menjadi Kelompok 1, Kelompok 2,
Kelompok 3, dan Kelompok 4.
Ayat (2): Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan pada Kelompok 1, Kelompok 2,
Kelompok 3, dan Kelompok 4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan
Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang

K
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 2

JA
Ayat (1): Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV, untuk kepentingan
penyusutan digunakan masa manfaat dalam Kelompok 3 sebagaimana

PA
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1).
Ayat (2): Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1), Wajib Pajak dapat memperoleh
penetapan masa manfaat atas jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan
sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya.
Ayat (3): Untuk memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib

N
Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan menunjukkan masa manfaat yang sesungguhnya jenis-jenis
harta berwujud bukan bangunan.

LA
Ayat (4): Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Wajib
Pajak menggunakan masa manfaat jenis-jenis harta berwujud bukan
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

DI
bahwa menurut Majelis ketentuan-ketentuan a quo mengatur bahwa dalam menghitung
penyusutan harta berwujud harus memperhatikan Jenis-jenis harta berwujud bukan
bangunan yang ada pada Kelompok 1, Kelompok 2, Kelompok 3, dan Kelompok 4
A
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV
dalam PMK 96/2009 dan untuk jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak
NG

tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV tersebut, untuk
kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat dalam Kelompok 3, dan Wajib Pajak
dapat memperoleh penetapan masa manfaat atas jenis-jenis harta berwujud bukan
bangunan sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya dengan cara mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menunjukkan masa manfaat yang
PE

sesungguhnya jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan;

bahwa berdasarkan Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV, tidak diatur
mengenai jenis harta berwujud bukan bangunan (mesin) untuk jenis usaha Pengolahan
T

tembakau (rokok), dengan demikian menurut Majelis untuk Wajib Pajak dalam industri
ini dapat memperoleh penetapan masa manfaat atas jenis-jenis harta berwujud bukan
IA

bangunan miliknya sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya dengan cara
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menunjukkan masa
manfaat yang sesungguhnya jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan;
AR

bahwa berdasarkan perhitungan penyusutan dari Pemohon Banding diketahui bahwa


Pemohon Banding telah mengelompokan harta berwujud bukan bangunan miliknya
kedalam kelompok 2 berdasarkan kelompok jenis usaha industri makanan dan
minuman;
ET

bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-34/PJ/2003 tentang Klasifikasi


Lapangan Usaha Wajib Pajak mengatur bahwa Industri Pengolahan Makanan dan
Minuman serta Industri Pengolahan Tembakau masuk dalam ‘Kategori D’ yaitu Kategori
KR

Industri Pengolahan. Dan untuk Industri Pengolahan Makanan dan Minuman


digolongkan dalam ‘Kode 15’ yaitu Untuk Golongan Pokok Industri Makanan dan
Minuman, sedangkan Industri Pengolahan Tembakau digolongkan dalam ‘Kode 16’ yaitu
Untuk Golongan Pokok Industri Pengolahan Tembakau;
SE

bahwa berdasarkan ketentuan a quo menurut Majelis antara Industri Pengolahan


Makanan dan Minuman dan Industri Pengolahan Tembakau merupakan kelompok
usaha yang berbeda, dengan demikian menurut Majelis Pemohon Banding dapat
melakukan penyusutan sesuai dengan masa manfaatnya dengan syarat mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh penetapan masa
manfaat atas jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan miliknya sesuai dengan masa
manfaat yang sesungguhnya;

bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan Pemohon Banding tidak dapat


menunjukkan permohonan untuk dapat mengelompokkan harta berwujud bukan
bangunan miliknya kedalam kelompok 2, dengan demikian menurut Majelis tindakan

K
terbanding yang melakukan koreksi penyusutan sudah tepat dan untuk itu koreksi biaya
penyusutan sebesar Rp136.760.857.7456,00 dan koreksi negatif penyusutan sebesar
Rp120.862.415.747,00 tetap dipertahankan;

JA
PA
4. Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif atas Selisih Penyusutan Komersial di
bawah Penyusutan Fiskal sebesar Rp32.325.724.645,00

Menurut Terbanding :

N
a Dasar Hukum

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan

LA
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU
PPh)

Pasal 6 ayat (1)


DI
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
A
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
NG

1 biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
2 biaya pembelian bahan;
3 biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
PE

4 bunga, sewa, dan royalti;


5 biaya perjalanan;
6 biaya pengolahan limbah;
7 premi asuransi;
T

8 biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
IA

9 biaya administrasi; dan


10 pajak kecuali Pajak Penghasilan;
AR

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 02/PMK.03/2010 tentang


Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto

Pasal 1
ET

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Biaya Promosi adalah
bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka
memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung
maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
KR

Pasal 2

Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan
SE

akumulasi dari jumlah:

a biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;


b biaya pameran produk;
c biaya pengenalan produk baru;dan/atau
d biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk
Pasal 6

(1) Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikeluarkan kepada pihak lain.

K
(2) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus

JA
memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat,
tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan
besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong.

PA
(3) Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

(4) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan sebagai

N
lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.

LA
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(4) tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

bahwa terkait alasan Pemohon Banding, dapat diketahui bahwa Pemohon Banding juga
DI
mengakui tidak mencantumkan NPWP. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (5)
PMK-02, apabila biaya promosi tidak memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (1) sampai
dengan ayat (4), maka Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
A
Berdasarkan hal tersebut, Terbanding tetap mempertahankan koreksi yang dilakukan.
Adapun Putusan Pengadilan Pajak bukanlah suatu landasan dalam susunan
NG

perundang-undangan di Indonesia sehingga tidak berlaku mutlak sebagai acuan.

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan ketentuan PMK-02 yang mengatur Biaya


Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, maka semua biaya promosi
yang mengurangi penghasilan harus dibuat nominatif dengan tatacara sebagaimana
PE

diatur dalam PMK-02.

bahwa berdasarkan uraian di atas, Terbanding tetap mempertahankan koreksi atas


biaya promosi/pemasaran sebesar Rp19.171.801.686,00;
T

Menurut Pemohon Banding :


IA

bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui Koreksi Positif Biaya Promosi/Pemasaran


sebesar Rp32.325.724.645. Adapun ketidaksetujuan dan alasan keberatan Wajib Pajak
adalah sebagai berikut:
AR

bahwa Biaya sebesar Rp32.325.724.645 adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan


oleh Pemohon Banding untuk kegiatan promosi yang sangat berhubungan dengan
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
ET

bahwa Dasar hukum mengenai pembebanan biaya promosi diatur dalam ketentuan
Pasal 6 ayat (1) huruf ‘a’ angka 7 UU PPh yang berbunyi sebagai berikut:
KR

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

a biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
SE

antara lain:

….

7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
bahwa kemudian, Penjelasan dari ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut:

Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar
dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan.
Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto;

K
Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang

JA
penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

bahwa dengan mengacu pada dasar hukum di atas, biaya yang benar-benar dikeluarkan

PA
untuk kegiatan promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto;

Bahwa dalam hal ini, Terbandingpun secara eksplisit telah mengakui bahwa
pengeluaran sejumlah Rp32.325.724.645 adalah pengeluaran yang ditujukan untuk
kegiatan promosi;

N
bahwa sesuai dengan delegasi dari Pasal 6 UU PPh, pengaturan lebih lanjut mengenai
biaya promosi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010

LA
tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto (untuk
selanjutnya disebut dengan “PMK-02”). Dalam Pasal 6 ayat (1) sampai dengan (4) PMK-
02 terdapat persyaratan administratif berupa pembuatan daftar nominatif agar biaya
promosi tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagai berikut:
DI
(1) Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikeluarkan kepada pihak lain.
A
(2) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memuat
NG

data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk
dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak
Penghasilan yang dipotong;

(3) Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format sebagaimana
PE

ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini;

(4) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan sebagai lampiran
saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan;
T

bahwa faktanya, Pemohon Banding telah memenuhi keempat persyaratan tersebut di


IA

mana:

- Pemohon Banding telah membuat daftar nominatif atas pengeluaran biaya promosi;
AR

- Pemohon Banding telah membuat daftar nominatif yang memuat: (i) Nomor Akun; (ii)
Nama Penerima; (iii) NPWP; (iv) Alamat; (v) Bentuk dan Jenis Biaya; (vi) Jumlah; (vii)
ET

Nomor Kontrak; (viii) Tanggal Kontrak; (ix) Jumlah PPh; (x) Nomor Bukti Potong.
Bahwa dalam hal ini Pemohon Banding mencantumkan NPWP dengan kode
“00.000.000.0.000.000” karena pihak yang menerima penghasilan merupakan Orang
Pribadi yang tidak memiliki NPWP;
KR

- Pemohon Banding telah membuat daftar nominatif sebagaimana format yang


ditetapkan dalam Lampiran PMK-02;
SE

- Daftar nominatif tersebut telah Pemohon Banding laporkan sebagai lampiran pada
saat Pemohon Banding menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2010;

bahwa berdasarkan penjelasan di atas, Pemohon Banding nyata-nyata telah memenuhi


semua persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam PMK-02;

bahwa dalam hal ini atas kasus serupa telah diputus oleh Pengadilan Pajak dengan
pertimbangan hukum sebagai berikut:

Nomor Putusan Kutipan Pendapat Majelis Hakim

Put-48795/PP/M.I/15/2013 “Majelis berpendapat bahwa alasan Terbanding untuk

K
melakukan koreksi hanya karena: ‘… dalam membuat daftar
nominative tidak mencantumkan NPWP, alamat, dan tanggal

JA
transaksi sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 1 jo PMK
No: 02/PMK.03/2010 jo SE Dirjen Pajak No: SE-/PJ/2010…”,
adalah tidak tepat.”

PA
bahwa dalam hal ini kewajiban untuk melampirkan daftar nominatif biaya promosi dalam
penyampaian SPT Tahunan bertujuan untuk memudahkan pihak Terbanding dalam
mengkaji ulang dan memastikan bahwa biaya promosi yang dikeluarkan oleh Pemohon

N
Banding adalah benar-benar biaya promosi, di mana transaksi-transaksi tersebut di sisi
lain diakui sebagai penghasilan bagi pihak penerima. Faktanya, Pemohon Banding juga
telah melakukan pemotongan PPh dengan tarif pajak 20% lebih tinggi dalam hal

LA
pemotongan PPh 21 dan tarif pajak 100% lebih tinggi dalam hal pemotongan PPh Pasal
23. Dengan adanya pemotongan pajak dengan tarif lebih tinggi tersebut menjadi salah
satu bukti yang menunjukkan secara jelas bahwa penerima penghasilan tidak memiliki
NPWP;
DI
bahwa dalam hal ini Pemohon Banding terbukti sudah membuat daftar nominatif
sebagaimana diatur dalam PMK-02 dan juga telah melakukan pemotongan PPh sesuai
A
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, Pemohon Banding tidak
dapat dipersalahkan ketika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, mengingat
NG

keberadaan NPWP penerima penghasilan tersebut berada di luar kuasa Pemohon


Banding;

bahwa Uraian-uraian argumentasi Pemohon Banding tersebut di atas menunjukkan


bahwa koreksi positif sebesar Rp32,325,724,645 adalah tidak tepat. Untuk itu, Pemohon
PE

Banding mohon agar koreksi tersebut dibatalkan oleh Majelis Hakim yang Mulia;
T
IA

Menurut Majelis :

bahwa menurut Terbanding koreksi atas Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya sebesar Rp
AR

32.325.724.645,00 merupakan koreksi atas biaya Promosi/Pemasaran, yang telah


dilaporkan di dalam daftar nominatif Pemohon Banding karena dalam daftar nominatif
tersebut:
a. Tidak terdapat NPWP pihak penerima penghasilan, dan
ET

b. Pihak yang tercantum dalam daftar nominatif bukanlah pihak yang menerima
barang,
bahwa dengan demikian, Terbanding menganggap bahwa Pemohon Banding tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 6 ayat
KR

5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK03/2010;

bahwa rincian koreksi Penyesuaian fiskal positif lainnya sebesar Rp 32.325.724.645,00


terdiri dari;
a. Koreksi dengan alasan tidak terdapat NPWP pihak penerima penghasilan sebesar
SE

Rp18.147.529.298,00, dimana pihak penerima penghasilan tersebut dengan nama


perseorangan tanpa identitas NPWP dan Badan Hukum yang seharusnya memiliki
NPWP tapi tanpa NPWP, serta atas nama Pemohon Banding sendiri (HM
Sampoerna, PT) dengan NPWP sendiri yang seharusnya penerima promosi adalah
pihak lain;
b. Koreksi dengan alasan pihak yang tercantum dalam daftar nominatif bukanlah pihak
yang menerima barang sebesar Rp14.178.195.347,00. Pihak yang dicantumkan
dalam daftar nominatif adalah bukan pihak penerima promosi, melainkan merupakan
pihak penyedia barang-barang untuk promosi (penjual barang) sehingga menurut
Terbanding tidak dapat dibebankan sebagai biaya promosi, karena pembelian

K
barang-barang promosi tidak dapat menjadi beban jika belum diserahkan/digunakan
sebagai aktivitas promosi kepada pengguna barang promosi;

JA
bahwa menurut Pemohon Banding koreksi Positif Biaya Promosi/Pemasaran sebesar
Rp32.325.724.645,00 tidak benar karena biaya tersebut merupakan biaya yang benar-

PA
benar dikeluarkan oleh Pemohon Banding untuk kegiatan promosi yang sangat
berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;

bahwa dalam faktanya, Pemohon Banding telah memenuhi keempat persyaratan

N
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK03/2010 yaitu:
a. Pemohon Banding telah membuat daftar nominatif atas pengeluaran biaya promosi;
b. Pemohon Banding telah membuat daftar nominatif yang memuat: (i) Nomor Akun; (ii)

LA
Nama Penerima; (iii) NPWP; (iv) Alamat; (v) Bentuk dan Jenis Biaya; (vi) Jumlah;
(vii) Nomor Kontrak; (viii) Tanggal Kontrak; (ix) Jumlah PPh; (x) Nomor Bukti Potong.
Bahwa dalam hal ini Pemohon Banding mencantumkan NPWP dengan kode

Pribadi yang tidak memiliki NPWP; DI


“00.000.000.0.000.000” karena pihak yang menerima penghasilan merupakan Orang

c. Pemohon Banding telah membuat daftar nominatif sebagaimana format yang


ditetapkan dalam Lampiran PMK-02;
A
d. Daftar nominatif tersebut telah Pemohon Banding laporkan sebagai lampiran pada
saat Pemohon Banding menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak
NG

2010;

bahwa Pemohon Banding juga telah melakukan pemotongan PPh dengan tarif pajak
20% lebih tinggi dalam hal pemotongan PPh 21 dan tarif pajak 100% lebih tinggi dalam
hal pemotongan PPh Pasal 23 terhadap penerima penghasilan yang tidak memiliki
PE

NPWP. Dengan adanya pemotongan pajak dengan tarif lebih tinggi tersebut menjadi
salah satu bukti yang menunjukkan secara jelas bahwa penerima penghasilan tidak
memiliki NPWP;
T

bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 02/PMK.03/2010 tanggal 8 Januari 2010


dan berlaku sejak 1 Januari 2009, mengatur antara lain:
IA

Pasal 6
(1) Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi
AR

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikeluarkan kepada pihak lain.


(2) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memuat
data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk
dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak
ET

Penghasilan yang dipotong.


(3) Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan
KR

bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.


(4) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan sebagai lampiran
saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4)
SE

tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Bahwa Undang-Undang PPh terkait dengan Biaya Promosi tercantum dalam Pasal 6
yang berbunyi:
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
……………
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan

K
Peraturan Menteri Keuangan;

bahwa dalam penjelasan terkait Biaya Promosi pada pasal 6 ini berbunyi :

JA
……………….
Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar
dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan.

PA
Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto. Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang
penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

bahwa menurut Majelis ketentuan a quo mengatur bahwa biaya promosi merupakan

N
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, namun demikian Wajib Pajak

LA
diwajibkan untuk melampirkan daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi dalam
SPT Tahunannya, hal ini dimaksudkan agar terdapat kejelasan antara biaya yang benar-
benar dikeluarkan untuk promosi yang terkait dengan usaha untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan dan biaya yang pada hakikatnya merupakan

DI
sumbangan atau berupa biaya yang tidak terkait dengan usaha untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, dimana untuk biaya yang benar-benar
dikeluarkan untuk promosi yang terkait dengan usaha untuk mendapatkan, menagih,
A
dan memelihara penghasilan boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dan yang terkait
dengan sumbangan atau yang berupa biaya yang tidak terkait dengan usaha untuk
NG

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh dikurangkan dari


penghasilan bruto;

bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan a quo Majelis berpendapat bahwa daftar


nominatif wajib dilampirkan dalam SPT sebagai sarana untuk melakukan pengawasan
PE

dan kontrol agar biaya promosi yang dikeluarkan memang benar-benar untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan tidak ditujukan untuk
pengeluaran lain yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto;

bahwa berdasarkan dokumen dan fakta dalam persidangan diketahui bahwa terkait
T

koreksi Terbanding sebesar Rp18.147.529.298,00 dapat dirinci sebagai berikut:


IA

1 Nama penerima yang tercantum adalah atas nama Pemohon Banding sendiri (PT
HMS), sebesar Rp10.688.891.894,00 yang menurut Pemohon Banding dibiayakan
untuk kegiatan promosi sebagai berikut:
AR

No. Bentuk dan Jenis Biaya Nilai Koreksi


1. Sponsorship atau Kegiatan Pemasaran 1.275.135.634
ET

2. Acara atau Pertunjukan 484.109.715


3. Kegiatan Promosi (Pemasangan Iklan, Billboard, Promosi 8.929.646.545
Material, Penempatan Material Promosi, Kegiatan/Event
Promosi, Biaya Agensi, dsb)
TOTAL 10.688.891.894
KR

2 Penerima tidak memiliki NPWP Sebesar Rp7.458.637.404,00, yang menurut


Pemohon Banding dibiayakan untuk kegiatan promosi sebagai berikut:
SE

No. Bentuk dan Jenis Biaya Nilai Koreksi


1. Sponsorship atau Kegiatan Pemasaran 1.674.688.609
2. Kegiatan Promosi (Pemasangan Iklan, Billboard, Promosi 5.783.948.795
Material, Penempatan Material Promosi, Kegiatan/Event
Promosi, Biaya Agensi, dsb)
TOTAL 7.458.637.404
Ad.a. Koreksi karena nama penerima yang tercantum atas nama Pemohon Banding
sendiri (PT HMS) sebesar Rp10.688.891.894,00

bahwa berdasarkan bukti yang diserahkan Pemohon Banding diketahui bahwa bukti

K
yang diberikan berupa fotokopi bukti pengeluaran internal dengan dilampiri masing-
masing antara lain berupa fotokopi KTP dan Kartu NPWP penerima, fotokopi lampiran
PIB untuk barang merchandise, bukti pembelian motor dari dealer motor, kegiatan

JA
promosi dan lain-lain;

bahwa bahwa berdasarkan bukti-bukti yang ada Majelis berpendapat bahwa Pemohon

PA
Banding seharusnya mencantumkan nama-nama penerima biaya promosi yang
sebenarnya dalam daftar nominatifnya, namun demikian terkait dengan bukti-bukti yang
ada Majelis meyakini bahwa biaya promosi ini benar-benar untuk keperluan promosi dan
bukan untuk keperluan sumbangan, oleh karena itu koreksi Terbanding atas biaya
promosi sebesar Rp10.688.891.894,00 dengan alas an nama penerimanya dalam daftar

N
nominative adalah Pemohon Banding, tidak dapat dipertahankan;

Ad.b. Koreksi karena Penerima tidak memiliki NPWP Sebesar Rp7.458.637.404,00

LA
bahwa berdasarkan bukti yang diserahkan Pemohon Banding diketahui bahwa bukti
yang diberikan berupa fotokopi bukti pengeluaran internal dengan dilampiri masing-
masing antara lain berupa fotokopi KTP, tagihan dari pihak ketiga untuk space iklan,
kegiatan promosi dan lain-lain; DI
bahwa menurut Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
A
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan antara lain dinyatakan, Besarnya Penghasilan Kena Pajak
NG

bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan
penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
PE

bahwa selanjutnya Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a disebutkan,

Biaya-biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh
dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya,
T

pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak


IA

langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian pengeluaran-
pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan
AR

merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

bahwa bahwa berdasarkan bukti-bukti yang ada Majelis berpendapat pencantuman


NPWP dalam daftar nominative tidak dapat menghilangkan subtansi dari biaya promosi
tersebut, karena terkait dengan bukti-bukti yang ada Majelis meyakini bahwa biaya
ET

promosi ini benar-benar untuk keperluan promosi dan bukan untuk keperluan
sumbangan, oleh karena itu koreksi Terbanding atas biaya promosi sebesar
Rp7.458.637.404,00 dengan alasan penerima dalam daftar nominative tidak memiliki
NPWP, tidak dapat dipertahankan;
KR

bahwa berdasarkan dokumen dan fakta dalam persidangan diketahui bahwa terkait
koreksi Terbanding sebesar Rp14.178.195.347,00 dapat dirinci sebagai berikut:
No Bentuk dan Jenis Biaya Nilai Koreksi
SE

.
1. Sponsorship atau Kegiatan Pemasaran 202.944.000
2. Kegiatan Promosi (Pemasangan Iklan, Billboard, 13.975.251.346
Promosi Material, Penempatan Material Promosi,
Kegiatan/Event Promosi, Biaya Agensi, dsb)
TOTAL 14.178.195.346
bahwa berdasarkan bukti yang diserahkan Pemohon Banding diketahui bahwa biaya ini
merupakan pembebanan atas pembelian barang-barang promosi atau merchandise
promosi seperti topi, kaos, handuk, jaket, korek, biaya event dan lain-lain;

K
bahwa bahwa berdasarkan bukti-bukti yang ada juga diketahui bahwa nama dalam
daftar nominatif memang bukan penerima barang promosi tersebut, namun adalah
penyedia dari barang promosi, berdasarkan hal tersebut Majelis berpendapat bahwa

JA
tidak mungkin bagi pemohon banding untuk mencantumkan nama-nama penerima
barang promosi karena penerimanya adalah masyarakat luas yang jumlahnya sangat
banyak, sehingga secara administrasi juga akan sangat menyulitkan apabila harus

PA
mencantumkan nama-nama yang sbenarnya menerima barang promosi, namun
Pemohon Banding telah mencantumkan nama-nama dari penerima penghasilan biaya
promosi ini yaitu para pihak penyedia barang promosi, oleh karena itu koreksi
Terbanding atas biaya promosi sebesar Rp14.178.195.347,00, tidak dapat
dipertahankan karena biaya ini memang untuk keperluan promosi;

N
bahwa dengan demikian berdasarkan hal-hal di atas Majelis berpendapat bahwa koreksi
Terbanding atas Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya sebesar Rp32.325.724.645,00

LA
dengan alasan Promosi/Pemasaran yang telah dilaporkan di dalam daftar nominatif
tidak terdapat NPWP pihak penerima penghasilan dan pihak yang tercantum dalam
daftar nominatif bukanlah pihak yang menerima barang, tidak dapat dipertahankan;

5.
DI
Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif Atas Selisih Amortisasi Komersial Di
A
Bawah Amortisasi Fiskal sebesar Rp(52.514.750.000,00)
NG

Menurut Terbanding :

bahwa koreksi negatif atas selisih amortisasi komersial di bawah penyusutan fiskal
sebesar Rp52.514.750.000,00 sehubungan dengan koreksi atas penghasilan dari luar
usaha berupa selisih atas nilai pengambilalihan aktiva Anak Perusahaan oleh Pemohon
PE

Banding dengan nilai aktiva yang sesungguhnya (nilai bisnis) dimana atas koreksi harta
tidak berwujud tersebut dilakukan amortisasi oleh Terbanding selama 8 Tahun (golongan
II metode garis lurus) berdasarkan nilai manfaat harta tidak berwujud;
T

bahwa dengan demikian dasar koreksi Terbanding sudah tepat sehingga koreksi
tersebut dipertahankan;
IA

Menurut Pemohon Banding :


AR

bahwa pada dasarnya koreksi negatif atas selisih amortisasi komersial ini muncul
sehubungan dengan koreksi positif atas penghasilan dari luar usaha (sebagaimana telah
diuraikan dalam butir 2.2.2.2. di atas). Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

No. Pos-Pos Koreksi yang Diajukan Banding Nilai Koreksi (Rp)


ET

1. Sengketa Koreksi Positif Atas Penghasilan Dari Luar Usaha 420.118.000.000


2. Sengketa Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif:
2.1. Selisih Amortisasi Komersial di Bawah Amortisasi Fiskal 52.514.750.000
(Rp420.118.000.000 : 8 Tahun)
KR

bahwa dalam hal ini, Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi negatif atas selisih
amortisasi komersial di bawah penyusutan fiskal sebesar Rp52.514.750.000. Adapun
ketidaksetujuan Pemohon Banding mengacu pada uraian argumentasi sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya dalam butir 2.2.2.2. sampai dengan 2.2.3.2.7. di atas. Untuk
SE

itu, Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim yang Mulia untuk membatalkan
dan tidak mempertahankan koreksi ini;

Menurut Majelis :
bahwa menurut Terbanding bahwa koreksi negatif atas selisih amortisasi komersial di
bawah penyusutan fiskal sebesar Rp52.514.750.000 karena terkait dengan koreksi atas
penghasilan dari luar usaha berupa selisih atas nilai pengambilalihan aktiva Anak
Perusahaan oleh Pemohon Banding dengan nilai aktiva yang sesungguhnya (nilai
bisnis) dan atas harta tidak berwujud yang dilakukan amortisasi oleh Terbanding selama

K
8 Tahun (golongan II metode garis lurus) berdasarkan nilai manfaat harta tidak
berwujud;

JA
bahwa menurut Pemohon Banding pada dasarnya koreksi negatif atas selisih amortisasi
komersial ini muncul sehubungan dengan koreksi positif atas penghasilan dari luar
usaha dengan rinciannya adalah sebagai berikut:

PA
No. Pos-Pos Koreksi yang Diajukan Banding Nilai Koreksi (Rp)
1. Sengketa Koreksi Positif Atas Penghasilan Dari Luar Usaha 420.118.000.000
2. Sengketa Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif:
2.1. Selisih Amortisasi Komersial di Bawah Amortisasi Fiskal 52.514.750.000
(Rp420.118.000.000 : 8 Tahun)

N
bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi negatif atas selisih amortisasi

LA
komersial di bawah penyusutan fiskal sebesar Rp52.514.750.000. Adapun
ketidaksetujuan Pemohon Banding mengacu pada uraian pada penjelasan terkait
Koreksi Penghasilan dari Luar Usaha sebesar Rp420.118.000.000,00 di atas;

DI
bahwa sengketa atas koreksi negatif amortisasi fiskal sebesar Rp52.514.750,00 ini
terkait dengan sengketa koreksi Penghasilan dari Luar Usaha sebesar
Rp420.118.000.000,00 sebagaimana telah diuraikan dalam Ad.1. di atas, dengan ini
A
Majelis berpendapat bahwa atas koreksi negatif amortisasi fiskal sebesar
Rp52.514.750,00 tidak dapat dipertahankan karena pendapat Majelis terhadap koreksi
NG

Penghasilan dari Luar Usaha sebesar Rp420.118.000.000,00 adalah tidak dapat


mempertahankan;

bahwa dengan demikian berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka ringkasan pendapat
Majelis terhadap koreksi Terbanding adalah sebagai berikut:
PE

Item yang dikoreksi Menurut Terbanding Menurut Majelis


1. Penghasilan dari Luar Usaha Rp420.118.000.000 Rp 0
2. Penyesuaian fiskal positif
T

- OC Service Fee sebesar Rp158.822.535.223 Rp158.822.535.223


3. Penyesuaian fiskal positif
IA

- Biaya Penyusutan Rp136.760.857.745 Rp136.760.857.745


Penyesuaian fiskal negatif
- Biaya penyusutan (Rp120.862.415.747) (Rp120.862.415.747)
AR

4. Penyesuaian fiskal positif


- Biaya Promosi Rp 32.325.724.645 Rp 0
5. Penyesuaian fiskal negatif
- Amortisasi fiskal (Rp 52.514.750.000) Rp 0
ET

bahwa menurut Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”;
KR

bahwa menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak :

Pasal 69 ayat (1e): “bahwa alat bukti dapat berupa pengetahuan hakim”, yang di Pasal
SE

75 disebutkan “adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya”;

Pasal 78: "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian,
dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta
berdasarkan keyakinan Hakim";

Penjelasan Pasal 78 : "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan


sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;

bahwa berdasarkan bukti-bukti, dan penjelasan para pihak dalam persidangan serta
ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa koreksi
Terbanding tidak seluruhnya dapat dipertahankan, dan untuk itu Mengabulkan Sebagian

K
permohonan banding Pemohon Banding;

JA
Menimbang :

PA
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

Menimbang :

N
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi
administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian

LA
sengketa lainnya;

Menimbang : DI
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk
A
menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak, untuk Mengabulkan Sebagian banding Pemohon Banding :
NG

Penghasilan Netto menurut Keputusan Rp9.303.341.503.265,00


Koreksi Dibatalkan
- Penghasilan dari Luar Usaha Rp 420.118.000.000,00
PE

- Biaya Promosi Rp 32.325.724.645,00


- Amortisasi fiskal (Rp 52.514.750.000,00)
jumlah Koreksi dibatalkan Rp 399.928.974.645,00
Penghasilan Netto menurut Majelis Rp8.903.412.528.620,00
T
IA

Mengingat :
AR

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan


perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan
dengan perkara ini;
ET

Memutuskan :.

Mengabulkan Sebagian Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur


KR

Jenderal Pajak Nomor KEP-00088/KEB/WPJ.11/2016 tanggal 18 April 2016, tentang


keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak
Penghasilan Badan Tahun Pajak 2010 Nomor 00001/206/10/631/15 tanggal 26 Januari
2015, atas nama Pemohon Banding;
SE

Penghasilan Netto Rp8.903.412.528.620,00


Kompensasi kerugian Rp 0,00
Penghasilan Kena Pajak Rp8.903.412.528.620,00
PPh Terutang Rp2.225.853.132.000,00
Kredit Pajak Rp2.179.397.115.000,00
Pajak yang kurang/(Lebih) bayar Rp 46.456.017.000,00
Sanksi Administrasi: bunga Pasal 13 (2) KUP Rp 22.298.888.160,00
Jumlah PPh yang masih harus dibayar Rp 68.754.905.160,00

Demikian diputus di Surabaya berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam


persidangan dicukupkan pada hari Kamis, tanggal 31 Agustus 2017 oleh Hakim Majelis

K
IIIA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:
DR. Sartono, S.H., M.H., M.Si, sebagai Hakim Ketua,

JA
M.Z. Arifin, S.H., M.Kn. sebagai Hakim Anggota,
Junaidi Eko Widodo, Ak., M.P.P., sebagai Hakim Anggota,
Yang dibantu oleh Tripto Tri Agustono sebagai Panitera Pengganti

PA
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis IIIA
Pengadilan Pajak pada hari Kamis tanggal 26 Juli 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim
anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon Banding dan Terbanding;

N
LA
A DI
NG
T PE
IA
AR
ET
KR
SE

Anda mungkin juga menyukai