Anda di halaman 1dari 38

Putusan Nomor : PUT-081428.13/2008/PP/M.

XVB Tahun 2019

K
Jenis Pajak : PPh Pasal 26

JA
Tahun Pajak : 2008

Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa dalam sengketa banding ini adalah koreksi

PA
positif Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak
Desember 2008 sebesar Rp221.292.013.819,00 berupa Disguised
Dividend yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

N
Menurut Terbanding:

LA
bahwa Terbanding dalam Closing Statement Nomor: S-2102/PJ.07/2015 tanggal 31 Maret 2015
pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut:

DI
bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut
UU Pengadilan Pajak), menyatakan:

Pasal 1 angka 6 GA
“Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak
terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku”
EN

Pasal 31 ayat (2)

“Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas
TP

keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Pasal 69 ayat (1)

“Alat bukti dapat berupa:


IA

a. surat atau tulisan;


b. keterangan ahli;
c. keterangan para saksi;
AR

d. Pengakuan para pihak; dan/atau


e. pengetahuan Hakim;”

Pasal 76
ET

“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian
pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”
KR

bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut
UU PPh), menyatakan:
SE

Pasal 4 ayat (1) huruf g


“Yang menjadi Obyek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis

K
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, balk yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak

JA
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk di dalamnya :
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan oleh perseroan,
pembayaran dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polls, pembagian Sisa
Hasil Usaha koperasi kepada pengurus dan pengembalian Sisa Hasil Usaha koperasi

PA
kepada anggota”

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g

“Termasuk dalam pengertian dividen adalah

N
1) pembagian laba balk secara langsung maupun tidak Iangsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun;

LA
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetorkan;
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang tidak berasal dari
penilaian kembali harta perusahaan;

DI
4) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran yang tidak berasal dari
penilaian kembali harta perusahaan;
5) apa yang diterima atau diperoleh karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan
GA
yang bersangkutan, yang melebihi jumlah setoran sahamnya;
6) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang telah disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali
itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
EN

7) pembayaran atas tanda-tanda laba, termasuk apa yang diterima sebagai penebusan
tanda-tanda tersebut;
8) laba dari obligasi yang ikut serta dalam pembagian laba;
9) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
TP

sebagai biaya perusahaan.”

bahwa perlu ditegaskan di sini, bahwa dari apa yang disebut pada angka 1 sampai dengan
angka 9 di atas dapat disimpulkan, bahwa pengertian dividen atau pembagian keuntungan
IA

perusahaan mencakup pengertian yang luas, yaitu setiap pembagian keuntungan perusahaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun;
AR

Pasal 6 ayat (1 ) huruf a

“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi:
ET

a. biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian
bahan upah, dan gaji karyawan termasuk bonus atau gratifikasi, honorarium, bunga, sewa,
royalti, biaya perjalanan, piutang yang tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi,
dan pajak, kecuali pajak penghasilan.”
KR

Pasal 9 ayat (1) huruf a dan e

“Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak tidak diperbolehkan dikurangkan :


SE

a. pembayaran dividen atau pembagian laba lainnya dari perseroan atau badan lainnya kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota dengan nama den dalam bentuk apapun, termasuk
pembagian Sisa Hasil Usaha dari Koperasi yang bukan pengembalian Sisa Hasil Usaha

K
sehubungan dengan jasa anggota, dividen yang dibayarkan oleh Perusahaan asuransi
kepada pemegang polis dan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham,

JA
sekutu atau anggota;
e. pembayaran yang melebihi kewajaran sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan, yang
dibayarkan kepada pemegang saham, atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa.”

PA
Pasal 18 ayat (2) dan (3)

(2) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
dan/atau pengurangan, dan menentukan hutang sebagai modal untuk menghitung besarnya
penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan

N
Wajib Pajak lainnya.

LA
(3) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 9 ayat (1) huruf e dan ayat (2) Pasal ini :
a. dalam hal Wajib Pajak adalah badan :
1) hubungan antara dua atau lebih Wajib Pajak yang berada di bawah pemilikan atau

DI
penguasaan yang sama, baik langsung maupun tidak langsung;
2) hubungan antara Wajib Pajak yang mempunyai penyertaan 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih pada pihak yang lain, atau hubungan antara Wajib Pajak yang
GA
mempunyai penyertaan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada dua pihak atau
lebih, demikian pula hubungan antara dua pihak atau lebih yang disebut terakhir;

Pasal 26
EN

“Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang
dibayarkan atau yang terhutang oleh badan Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun atau oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya
TP

kepada Wajib Pajak luar negeri, dipotong pajak yang bersifat final sebesar 20% (dua puluh
persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan :
a. dividen dari perseroan dalam negeri;”
IA

bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, menyatakan:
AR

Pasal 33 A ayat (4)

“Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi,
pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak
ET

Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat
berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi
Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai
dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud."
KR

bahwa Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Amerika (P3B), mengatur:

Article 10
SE

1. Where a resident of one of the Contracting States and any other person are related and
where such related persons make arrangements or impose conditions between themselves
which are different from those which would be made between independent persons, any

K
income, deductions, credits, or allowances which would, but for those arrangements or
conditions, have been taken into account in computing the income (or loss) of, or the tax

JA
payable by, one of such persons, may be taken into account in computing the amount of the
income subject to tax and the taxes payable by such person.

2. A person is related to another person if either person participates directly or indirectly in the

PA
management, control or capital of the other, or if any third person or persons participates
directly or indirectly in the management, control or capital of both. For this purpose, the term
"control" includes any kind of control, whether or not legally enforceable, and however
exercised or exercisable.

N
Article 11

LA
1. Dividends derived from sources within one of the Contracting States by a resident of the
other Contracting State may be taxed by both Contracting States.
2. However, if the beneficial owner of the dividends is a resident of the other Contracting

DI
State, the tax charged by the first-mentioned State may not exceed:
(a) 10 percent of the gross amount of the dividends if the beneficial owner is
a company that owns directly at least 25 percent of the voting stock of the company
paying the dividends; GA
(b) 15 percent of the gross amount of the dividends in all other cases.

bahwa Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dan PT FI:


EN

Pasal 1 - Definisi

1. "Afiliasi" dari suatu Badan berarti setiap Badan lain yang langsung ataupun tidak langsung,
melalui satu atau lebih perantara, mengendalikan atau dikendalilkan oleh atau berada di
TP

bawah pengendalian bersama dengan Badan termaksud.

9. "Pengendalian" (termasuk istilah "dikendalikan oleh" dan "berada pengendalian bersama"


dan "pengendalian pengendalian) berarti pemilikan, langsung atau tidak langsung,
kemampuan mengarahkan manajemen dan kebijaksanaan-kebijaksanaan suatu Badan.
IA

Tanpa membatasi ketentuan di atas, kemampuan tersebut dianggap dimiliki oleh suatu
Badan apabila Badan tersebut memillki, lengsung atau tidak langsung, 25% atau lebih
saham-saham yang mempunyai hak suara (voting shares) yang dimiliki Badan lainnya.
AR

26. "Badan” (Persero) berarti setiap perorangan, persekutuan, perusahaan, dimanapun


diorganisir atau didirikan, dan semua badan dan perkumpulan yang menurut hukum
berdiri sendiri tersendiri, balk yang berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
ET

35. "Subsidiari" dari setiap Badan berarti setiap usaha yang dikendalikan oleh Badan tersebut
melalui kepemilikan langsung atau tidak langsung atas 50% (lima puluh persen) atau lebih
saham yang diterbitkan yang mempunyai hak suara atau setiap usaha bersama atau
usaha patungan yang dikendalikan oleh Badan tersebut.
KR

Pasal 13

Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan ini, perusahaan harus


SE

membayar kepada Pemerintah dan harus memenuhi kewajiban-kewajiban pajaknya seperti


ditetapkan sebagai berikut:
(v) Kewajiban memotong dari Pajak Penghasilan atas bunga, deviden, sewa, jasa teknik, jasa

K
manajemen dan jasa lainnya;

5. Pajak penghasilan atas dividen, bunga dan royalti

JA
(b) Perusahaan (dan Subsidiarinya dan Afiliasinya sepanjang melaksanakan tugas-tugas
tersebut di bawah) harus sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 dan

PA
undang-undang peraturan-peraturan yang berlaku dapat tanggal ditandatanganinya
Persetujuan ini, memotong dan menyetorkan kepada Pemerintah pajak penghasilan atas
pembayaran dividen dengan tarip lima belas persen (atau tarip lain yang lebih rendah
yang berlaku dari waktu ke waktu menurut suatu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
yang relevan).

N
(c)Dalam menetapkan penghasilan kena pajak Perusahaan akan ditetapkan prinsipprinsip

LA
ekonomi yang sehat, konsisten dan diterima secara umum sebagaimana yang layak
digunakan dalam industri pertambangan, dengan ketentuan, bagaimanapun, bahwa
dimana lebih dari satu praktek pembukuan ditemui dipergunakan, Pemerintah harus
berkonsultasi dengan Perusahaan mengenai hal khusus tersebut. Tanpa membatasi

DI
ketentuan umum tersebut, untuk tujuan pembukuan, Pemerintah dalam keadaan
bagaimanapun tidak akan terikat dengan surat khusus dari suatu transaksi dengan Afiliasi
untuk tujuan pembukuan. Dalam hal Pemerintah memastikan bahwa suatu pembayaran,
GA
potongan, pembebanan atau pengeluaran-pengeluaran atau transaksi-transaksi dengan
satu Afiliasi tidak wajar, layak dan konsisten dengan praktek umum yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang independen dalam hubungan dengan satu transaksi untuk hal yang
sama, Pemerintah dapat, untuk tujuan menetapkan pajak penghasilan Perusahaan,
EN
menggantikan pembayaran, potongan, pembebanan atau pengeluaran atau transaksi
lainnya yang berlaku seandainya transaksi itu terjadi antara pihak-pihak yang independen.

bahwa Terbanding telah menerapkan "prosedur penggantian (subsitusi) reasonable charge of


Affiliates dengan transaksi yang akan dilakukan seandainya transaksi tersebut dilakukan oleh
TP

pihak-pihak yang independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (3) (iv) Kontrak Karya"
dengan cara melakukan koreksi alokasi biaya stock option exercised dan biaya incentive
compensation (mengganti biaya yang telah dilaporkan oleh Pemohon Banding) sebesar
USD22,942,084.00;
IA

bahwa Prosedur yang dilakukan Terbanding adalah meneliti eksistensi penyerahan jasa yaitu
ada tidaknya penyerahan jasa dan atau ada tidaknya manfaat yang diterima oleh Pemohon
AR

Banding atas alokasi biaya dari pihak afiliasi), kemudian meneliti nilai wajar dari biaya yang
dibebankan oleh pihak afiliasi;
bahwa nilai wajar/nilai pengganti/nilai subsitusi alokasi biaya stock option exercised dan
incentive compensation yang seharusnya diterapkan oleh Pemohon Banding;
ET

bahwa koreksi Terbanding tersebut telah disetujui oleh Pemohon Banding pada saat
pemeriksaan kewajiban PPh Badan;
KR

bahwa dengan demikian pernyataan Pemohon Banding (butir 11.4 di atas) yang menyatakan
bahwa Terbanding tidak melaksanakan ketentuan yang ada di Kontrak Karya adalah tidak
benar dan menyesatkan;
SE

bahwa terhadap Pemohon Banding telah dilakukan pemeriksaan khusus untuk Tahun Pajak
2008 yang merupakan pemeriksaan untuk seluruh jenis pajak (all taxes) berdasarkan Surat
Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor Prin-013/PJ.04/RIK.SIS/2010 tanggal 1 Juni 2010, dengan
hasil pemeriksaan sebagaimana tertuang dalam Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) Nomor

K
Lap-05/PJ.0401/2013 tanggal 31 Januari 2013;

JA
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa alokasi biaya incentive compensation
dan stock option exercised sebesar USD22,942,084.00 (Rp221.292.013.819,00) dibayarkan
kepada FM Services Company (FMS) dan Freeport McMoran Copper & Gold. Inc (FCX);

PA
bahwa oleh karena terdapat revisi koreksi biaya stock option exercised dan biaya bonus ke
pihak afiliasi di luar negeri, maka obyek PPh Pasal 26 atas Dividen setelah pembahasan
menjadi sebesar Rp221.242.013.819,00;

bahwa pembayaran ke pemegang saham/afiliasi yang dikelompokkan menjadi pembayaran

N
deviden terdiri dari:

LA
1. Alokasi biaya Incentive Compensation USD 8,990,372.00
Alokasi pembebanan bonus untuk pegawai FMS
yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima PTFI

DI
2. Alokasi biaya Stock Option Exercised
- Pembebanan biaya Stock Option Exercised
untuk pegawai FMS yang tidak
melakukan pekerjaan untuk kepentingan PTFI USD 8,045,447.00
GA
- Pembebanan biaya Stock Option Exercised
untuk pegawai FMS yang tidak
sebanding dengan manfaat yang diperoleh PTFI USD 5,906,265.00
USD 22,942,084.00
Rp221.292.013.819,00
EN

bahwa berdasarkan LPP diketahui bahwa di PPh Badan Tahun Pajak 2008 biaya Incentive
Compensation dan Stock Option Exercised sebesar USD22,942,084.00
(Rp221.292.013.819,00) dikoreksi positif karena merupakan pembayaran biaya Incentive
Compensation dan Stock Option Exercised kepada FMS dan FCX yang tidak sebanding
TP

dengan manfaat yang diterima Pemohon Banding dan pembebanan Biaya Stock Option
Exercised untuk pegawai afiliasi yang tidak melakukan pekerjaan untuk kepentingan Pemohon
Banding;
IA

bahwa atas koreksi tersebut Pemohon Banding tidak mengajukan keberatan, dengan rincian:
Penerima Pembayaran / Alokasi Jumlah
AR

USD Rp
- FCX
a. Incentive Compensation (Bonus) - -

b. Stock Option Exercised 1,744,371.00 16.825.645.457,00


Sub total 1,744,371.00 16.825.645.457,00
ET

- FMS
a. Incentive Compensation (Bonus) 8,990,372.00 86.718.256.496,00

b. Stock Option Exercised 12,207,341.00 117.748.111.866,00


KR

Sub total 21,197,713.00 204.466.368.362,00


Total 22,942,084.00 221.292.013.819,00

berdasarkan uraian di atas terbukti dalil Pemohon Banding yang disampaikan secara tertulis
SE

pada sidang tanggal 11 Maret 2015 yang menyatakan bahwa koreksi Terbanding atas Biaya
Incentive Compensation dan Stock Option Exercised sebesar USD22,942,084.00
(Rp221.292.013.819,00) yang selanjutnya digunakan juga sebagai dasar dilakukannya koreksi
pada perkara a quo adalah pembayaran yang semata-mata ditujukan kepada FMS saja terbukti

K
tidak benar;

JA
bahwa dengan kerangka berpikir yang sama atas koreksi biaya pembayaran Incentive
Compensation dan Stock Option Exercised sebesar USD22,942,084.00
(Rp221.292.013.819,00) di PPh Badan tersebut, maka Terbanding melakukan koreksi atas DPP
PPh Pasal 26 dengan alasan bahwa pembayaran Incentive Compensation dan Stock Option

PA
Exercised sebesar USD22,942,084.00 (Rp221.292.013.819,00) kepada FCX dan FMS tersebut
sesungguhnya adalah pembayaran dividen (disguised dividend) dalam arti luas;

bahwa dengan demikian, pokok sengketa pada perkara a quo berkaitan dengan koreksi biaya
Incentive Compensation dan Stock Option Exercised sebesar USD22,942,084.00

N
(Rp221.292.013.819,00) di PPh Badan yang tidak diajukan keberatan oleh Pemohon Banding;

LA
bahwa Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding terbukti tidak konsisten, yaitu pada
PPh Badan setuju biaya Incentive Compensation dan Stock Option Exercised sebesar
USD22,942,084.00 (Rp221.292.013.819,00) dikoreksi (tidak dapat dibebankan) dengan alasan
adalah pembayaran bonus dan Stock Option kepada FMS dan FCX yang tidak sebanding

DI
dengan manfaat yang diterima Pemohon Banding dan juga alokasi biaya yang tidak
memberikan manfaat bagi Pemohon Banding sehingga diklasifikasikan sebagai dividen
terselubung, sementara itu pada perkara a quo menyatakan bahwa pembayaran tersebut
GA
bukanlah pembayaran atas dividen terselubung padahal pemeriksaan dilakukan pada saat yang
bersamaan (all taxes);

bahwa dengan demikian dapat disimpulkan:


EN

- sengketa berkaitan dengan apakah biaya Incentive Compensation dan Stock


Option Exercised kepada FMS dan FCX yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima
Pemohon Banding dan alokasi biaya yang tidak memberikan manfaat bagi Pemohon
TP

Banding sebesar USD22,942,084.00 (Rp221,292.013.819,00) adalah objek PPh Pasal 26


(dividen terselubung), dengan fakta bahwa atas koreksi biaya di PPh Badan Tahun Pajak
2008 tersebut Pemohon Banding telah menyatakan setuju;
IA

- tidak ada sengketa mengenai nilai dan tarif;

- pada saat pemeriksaan tidak ada sengketa mengenai dasar hukum yang digunakan;
AR

bahwa berdasarkan informasi Audit Report Tahun 2008/2007, diketahui informasi sebagai
berikut:
ET

"FM Services Company (FMS), a wholly owned subsidiary of FCX, incurs certain administrative,
financial and other costs on behalf and for the benefit of PT FI. PT FI reimburshed FMS $31.2
million in 2008 and $43.7 million in 2007 for allocated costs, which were incurred for the benefit
of PT FI;
KR

bahwa berdasarkan informasi di atas dapat digambarkan kedudukan FMS dan FCX dengan
Pemohon Banding adalah:
SE
K
JA
FCX

PA
81,25% 100%

PT FI FMS

N
bahwa berdasarkan skema kepemilikan di atas dan berdasarkan Pasal 1 KK, Pasal 18 ayat (3)
UU PPh dan Pasal 10 P3B Indonesia – Amerika maka dapat disimpulkan bahwa:

LA
- terdapat hubungan istimewa antara Pemohon Banding, FMS dengan FCX;
- FMS sepenuhnya dikuasai oleh FCX (pemegang saham mayoritas Pemohon Banding), atau

DI
dengan kata lain secara substansi antara FMS dan FCX adalah satu kesatuan ekonomis;

bahwa pada proses pemeriksaan Pemohon Banding mengakui bahwa alokasi pembebanan
biaya Incentive Compensation dan Stock Option Exercised merupakan kebijakan dari FCX;
GA
bahwa dengan demikian, melihat hubungan antara FMS, FCX dan Pemohon Banding maka
adanya pembayaran Incentive Compensation dan Stock Option Exercised baik kepada FMS
dan FCX yang tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh Pemohon Banding secara
EN

substansi termasuk dalam pengertian pembagian laba (dividen terselubung) yang ditujukan
kepada FCX;

bahwa dalam peraturan perpajakan yang dimaksud dengan deviden terselubung adalah
TP

deviden yang pembayarannya dilakukan secara terselubung, dan dapat dilakukan dengan
berbagai macam bentuk;

bahwa termasuk dalam pengertian deviden adalah pembayaran kepada pemegang saham yang
antara lain dengan cara pembebanan biaya pemegang saham kepada perusahaan;
IA

bahwa sebagaimana dicontohkan dalam penjelasan Undang-Undang Pajak Penghasilan,


pembayaran deviden secara terselubung dapat dilakukan misalnya dengan cara pengalihan
AR

harta perusahaan kepada pemegang saham dengan penggantian harga di bawah pasar;

bahwa pembagian deviden terselubung tidak hanya diakibatkan adanya penyertaan modal
terselubung, sebagaimana didalilkan Pemohon Banding;
ET

bahwa dengan demikian pengertian dividen dalam arti luas dianut oleh undang-undang
domestik yakni UU PPh sebagaimana dijelaskan daiam memori penjelasan pasal 4 ayat (1)
huruf g;
KR

bahwa definisi dividen diatur di Article 11 P3B Indonesia – Amerika;

bahwa oleh karena dalil Pemohon Banding yang menyatakan "karena tidak ada ketentuan
dalam Tax Treaty yang mendefinisikan kata "deviden" adalah tidak benar dan menyesatkan;
SE

bahwa perlu dipahami P3B antara Indonesia dengan negara-negara mitra yang terkait dengan
suatu transaksi (para perkara a quo adalah dividen) memiliki bunyi dan prinsip yang sama;

K
bahwa hal ini didasarkan karena model dari P3B yang dianut antara Indonesia dan negara mitra
biasanya mengikuti Model OECD (OECD Model) atau Model PBB (UN Model);

JA
bahwa dalam hal model P3B sesuai OECD Model atau UN Model terdapat penjelasan atau
commentary;

PA
bahwa itulah sebabnya mengapa pada perkara a quo dalam memahami Article 11 P3B
Indonesia – Amerika Terbanding menggunakan penjelasan atau commentary dari UN Model
ataupun OECD Model;

UN Model (commentary)

N
bahwa dalam commentary P3B UN Model Pasal 10 mengenai Deviden pada paragraf 1 juga

LA
dinyatakan sebagai berikut:

"The term dividend is defined in paragraph 3 as generally distribution of coorporate profits to


shareholders."

DI
Commentary Paragraf 3
GA
15. This paragraph reproduces Article 10, paragraph 3, of the OECD Model Convention, the
Commentary on which reads as follows:
"In view of the great differences between the laws of OECD Member countries, it is
impossible to define 'dividends' fully and exhaustively. Consequently, the definition merely
EN

mentions examples which are to be found in the majority of the Member countries' laws
and which, in any case, are not treated differently in them.

"The benefits to which a holding in a company confer entitlement are, as a general rule,
TP

available solely to the shareholders themselves. Should, however, certain of such benefits be
made available to persons who are not shareholders within the meaning of company law, they
may constitute dividends if:
- the legal relations between such persons and the company are assimilated to a holding in a
IA

company econcealed holdings) and


- the persons receiving such benefits are closely connected with a shareholder; this is the
case, for example, where the recipient is a relative of the shareholder or is a company
AR

belonging to the same group as the company owning the shares."

OECD Model (commentary)


ET

bahwa pengertian dividen mengacu pada pengertian yang lebih luas sebagaimana dijelaskan
pada article 10 ayat 4 beserta commentary on article 10 Model Tax Convention on Income and
Capital July 2010 yaitu pengertian dividen tidak hanya mengacu pada bagian laba dari saham
tetapi lebih luas yakni mencakup juga pembagian laba yang menurut ketentuan perpajakan
KR

dipersamakan dengan pembagian laba dari saham;

bahwa lebih lanjut, pengertian dividen secara luas dapat dirujuk pada paragraf 23 dan 28-29
Commentary on article 10 Model Tax Convention on Income and Capital July 2010, sebagai
berikut:
SE

23. In view of the great differences between the laws of OECD member countries, it is
impossible to define "dividends" fully and exhaustively. Consequently, the definition merely

K
mentions examples which are to be found in the majority of the member countries' laws and
which, in any case, are not treated differently in them.

JA
28. Payments regarded as dividends may include not only distributions of profits decided by
annual general meetings of shareholders, but also other benefits in money or money's
worth, such as bonus shares, bonuses, profits on a liquidation and disguised distributions

PA
of profits. The reliefs provided in the Article apply so long as the State of which the paying
company is a resident taxes such benefits as dividends.
It is immaterial whether any such benefits are paid out of current profits made by the
company or are derived, for example, from reserves, i.e. profits of previous financial years.
Normally, distributions by a company which have the effect of reducing the membership

N
rights, for instance, payments constituting reimbursement of capital in any form whatever,
are not regarded as dividends.

LA
29. The benefits to which a holding in a company confer entitlement are, as ageneral rule,
available solely to the shareholders themselves. Should, however, certain of such benefits
be made available to persons who are not shareholders within the meaning of company

DI
law, they may constitute dividends if:

the legal relations between such persons and the company are assimilated to a holding in a
GA
company ("concealed holdings"); and the persons receiving such benefits are closely
connected with a shareholder; this is the case, for example, where the recipient is a relative
of the shareholder or is a company belonging to the same group as the company owning
the shares.
EN

bahwa pada Commentary UN Model Convention maupun OECD Model Convention


menyatakan karena begitu besar perbedaan undang-undang antara negara tidak mungkin
untuk mendefinisikan dividen secara lengkap dan menyeluruh, sehingga hanya bisa diberikan
TP

contoh-contohnya;

bahwa tidak mungkin mendefinisikan deviden terpisah dari pengertian dari undang-Undang
domestik;
IA

bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh sendiri pada penjelasannya juga hanya memberikan
contoh-contoh pengertian dividen mengingat pengertian dividen berdasarkan UU PPh
AR

menganut pengertian dividen dalam arti yang luas (dengan nama dan dalam bentuk apapun);

bahwa oleh karena itu, dalil Pemohon Banding yang menyatakan bahwa oleh karena P3B tidak
mendifinisikan dividen maka penggunaan commentary UN Model Convention maupun OECD
ET

Model Convention dapat diabaikan, sehingga pengertian dividen semata-mata terbatas hanya
berdasarkan pada contoh-contoh yang dikemukakan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g
UU PPh padahal baik UU PPh maupun UN Model Convention maupun OECD Model
Convention menganut pengertian dividen dalam arti luas maka dalil Pemohon Banding tersebut
KR

jelas dan nyata-nyata merupakan dalil yang keliru dan menyesatkan;

bahwa pendapat Pemohon Banding yang menyatakan "Terbanding terikat secara hukum oleh
Pasal 13 (13) (iv) Kontrak Karya, yaitu bahwa Terbanding hanya memiliki wewenang untuk
SE

mengganti "reasonable charges of Affiliates" tersebut dengan pembebanan ("charges") yang


dilakukan seandainya transaksi tersebut dilakukan oleh pihak-pihak independen; (butir B.11.2 di
atas) dan pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan "Terbanding tidak dapat (tidak
memiliki wewenang) menggunakan Pasal 4 ayat (1) (g) UU PPh Tahun 1984 dan

K
Penjelasannya sebagai dasar hukum untuk mengkarakterisasikan pembebanan tersebut
sebagai "disguised dividend' atau "dividen terselubung" (butir B.11.3 di atas) adalah tidak tepat

JA
karena berdasarkan ketentuan (dasar hukum) yang telah diuraikan di atas jelas bahwa
Terbanding memiliki wewenang untuk menggunakan Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh Tahun
1984;

PA
bahwa dengan demikian jelas bahwa pembayaran Incentive Compensation dan Stock Option
Exercised sebesar USD22,942,084.00 (Rp221.292.013.819,00) pada perkara a quo kepada
pemegang saham (FCX) dan perusahaan yang memiliki hubungan dengan perusahaan
pemegang saham (FMS) termasuk dalam kategori dividen terselubung (disguised dividend);
bahwa Terbanding yang menyatakan bahwa biaya Incentive Compensation dan Stock Option

N
Exercised sebesar USD22,942,084.00 (Rp221.292.013.819,00) yang tidak sebanding dengan
manfaat yang diterima Pemohon Banding dan alokasi biaya yang tidak

LA
memberikan manfaat bagi Pemohon Banding adalah dividen terselubung
(disguised dividend), sehingga sesuai Pasal 26 UU PPh dividen terselubung (disguised
dividend) sebesar USD22,942,084.00 (Rp221.292.013.819,00) yang dibayarkan kepada FCX
dan FMS adalah objek PPh dan Pemohon Banding mempunyai kewajiban untuk memotong,

DI
menyetor dan melaporkan PPh yang terutang atas dividen (disguised dividend) tersebut;

bahwa oleh karena itu, Terbanding memohon kepada Majelis Hakim yang mulia untuk tetap
GA
mempertahankan koreksi Terbanding dan menolak banding Pemohon Banding atas koreksi
DPP PPh Pasal 26 — dividen (disguised dividend) sebesar USD22,942,084.00
(Rp221.292.013.819,00);
EN

bahwa demikian penjelasan tertulis ini Terbanding sampaikan, sebagai bahan pertimbangan
bagi Majelis Hakim yang terhormat dalam pengambilan keputusan dengan seadil-adilnya sesuai
ketentuan yang berlaku;
TP

Menurut Pemohon Banding:

bahwa berdasarkan Pendapat Akhir Pemohon Banding sebagaimana tercantum dalam Surat
Pemohon Banding tanpa nomor tanggal 31 Maret 2015, Pemohon Banding pada pokoknya
IA

menyatakan hal-hal sebagai berikut:

RINGKASAN EKSEKUTIF
AR

Koreksi karena terdapat biaya Bonus dan alokasi biaya Stock Option Exercised yang
jumlahnya dianggap tidak sebanding dengan manfaat yang diterima oleh Pemohon
Banding sejumlah USD14,896,637.00
ET

bahwa dalam hasil pemeriksaan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2008 dijelaskan bahwa koreksi
fiskal tersebut dilakukan oleh Terbanding berdasarkan pertimbangan terdapat pembayaran
bonus dan alokasi biaya Stock Option Exercised kepada pegawai FMS yang jumlahnya
KR

dianggap tidak sebanding dengan manfaat yang diterima oleh Pemohon Banding karena
perbedaan penggunaan prosentase kontribusi pegawai FMS terhadap Pemohon Banding;

bahwa baik Terbanding maupun Pemohon Banding tidak mempermasalahkan karakteristik


SE

biaya tersebut, dan keduanya telah sama-sama mengakui bahwa biaya yang dikoreksi tersebut
adalah biaya yang terkait dengan pemberian jasa oleh FCX (melalui FMS) kepada Pemohon
Banding;
bahwa dengan demikian, seharusnya atas koreksi ini, Terbanding tidak dapat mengkarakterisasi

K
biaya tersebut sebagai dividen terselubung ("deemed dividend") karena sejak awal tidak
terdapat sengketa tentang karakteristik dari biaya yang dikoreksi tersebut;

JA
bahwa koreksi karena terdapat pembayaran kepada pegawai FMS yang dianggap tidak
melakukan pekerjaan kepada Pemohon Banding sejumlah USD8,045,447.00;

PA
bahwa Terbanding berpendapat bahwa alokasi biaya Incentive Compensation dan Stock Option
Exercised tersebut terkait dengan pegawai FMS/FCX yang tidak melakukan pekerjaan untuk
kepentingan Pemohon Banding sehingga Terbanding mengkarakterisasi biaya tersebut sebagai
dividen yang merupakan obyek PPh Pasal 26 atas dividen;

N
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding tersebut karena
seharusnya Pemeriksa/Terbanding tidak dapat menerapkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf

LA
(a) UU PPh pada biaya-biaya tersebut, yaitu pemotongan PPh Pasal 26 atas dividen, hal ini
karena:
bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan ("SPHP") Nomor S-

DI
145/P10400/2013 tanggal 23 Januari 2013 dan Risalah Pembahasan Hasil Pemeriksaan
("Risalah Pembahasan") tanggal 31 Januari 2013, dapat Pemohon Banding jelaskan bahwa
alokasi biaya Incentive Compensation dan alokasi biaya Stock Option Exercised tersebut
GA
merupakan alokasi biaya-biaya yang timbul dari (atau underlying transaction-nya adalah)
pemberian jasa oleh pihak afiliasi yaitu FCX (resident Amerika Serikat) melalui afiliasi lainnya
yaitu FMS (resident Amerika Serikat), dan bukan merupakan pembebanan/pengeluaran yang
timbul dari (atau underlying transaction-nya adalah) modal (dividen);
EN

bahwa oleh karena itu, pemotongan PPh Pasal 26 atas dividen sebagaimana diatur dalam
Pasal 26 ayat (1) huruf (a) UU PPh tidak dapat diterapkan kepada biaya-biaya tersebut karena
karakteristik biaya-biaya tersebut bukan pengeluaran yang timbul dari modal, namun
pengeluaran yang timbul dari pemberian jasa;
TP

bahwa apabila alokasi biaya Incentive Compensation dan alokasi biaya Stock Option Exercised
tersebut dianggap tidak wajar, sesuai dengan ketentuan Pasal 33A (4) UU PPh 1994 jo. Pasal
13 (13) (iv) Kontrak Karya antara Pemohon Banding dan Pemerintah Republik Indonesia ("KK"),
IA

maka Pemeriksa/Terbanding harus menerapkan metode penggantian ("substitution") atas


biaya-biaya tersebut dengan biaya-biaya yang terjadi seandainya transaksi yang terkait biaya-
biaya tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang independen, dan bukan mengkarakterisasi
AR

biaya-biaya tersebut sebagai dividen berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 4 ayat
(1) huruf (g) UU PPh 1984;

bahwa karena Pemeriksa/Terbanding tidak menerapkan metode penggantian tersebut maka


ET

tidak dapat diketahui apakah biaya-biaya tersebut memang benar-benar dikarakterisasikan


sebagai dividen oleh pihak-pihak yang independen, sehingga tidak dapat ditentukan bahwa
biayabiaya tersebut merupakan obyek PPh Pasal 26 atas dividen;
KR

bahwa tanpa mengurangi bobot dari penjelasan pada butir B.1. angka 2 huruf (b) di atas,
kalaupun Terbanding tetap menerapkan ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1) huruf
(g) UU PPh 1984 (sebagaimana telah diubah dengan Pasal 18 ayat (3) UU PPh 1994 dan Pasal
4 ayat (1) huruf (g) UU PPh 1994), tetap saja biaya-biaya tersebut tidak memenuhi kriteria
SE

sebagai dividen atau dividen terselubung (penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada butir B.2.2.
angka 3);
K
bahwa hal ini karena:

JA
i. bahwa dalam konteks penentuan kewajaran suatu pengurang, Pasal 18 ayat (3) UU PPh
1994 jo. penjelasan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf (f) UU PPh 1994 hanya
memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak ("Dirjen") untuk menentukan kembali
besamya suatu pengurang yang wajar yang boleh dikurangkan dalam menghitung

PA
Penghasilan Kena Pajak (pengurangan yang tidak wajar tidak boleh dikurangkan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak);

bahwa ketentuan-ketentuan tersebut tidak memberikan wewenang kepada Dirjen untuk


mengkarakterisasi setiap jenis pengurangan yang jumlahnya dianggap tidak wajar sebagai

N
dividen atau dividen terselubung;

LA
bahwa dengan kata lain, tidak semua pengurangan yang jumlahnya dianggap tidak wajar
dapat dikarakterisasi sebagai dividen atau dividen terselubung;

DI
bahwa hanya pengurangan yang jumlahnya dianggap tidak wajar yang memenuhi kriteria
tertentu yang dapat dikarakterisasi sebagai dividen atau dividen terselubung;

GA
ii. bahwa sesuai Pasal Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh 1994 dan penjelasannya, definisi
dividen adalah pembagian laba, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apapun, yang sumbernya terbatas dari (atau underlying transaction-nya
adalah) penyertaan modal;
EN

bahwa oleh karena itu, frase "dengan nama dan dalam bentuk apapun" harus diartikan dan
dipahami hanya terbatas dalam konteks "pembagian laba yang sumbernya dari (atau
underlying transaction-nya adalah) penyertaan modal; transaksi di luar batasan itu tidak
dapat dikarakterisasikan sebagai dividen;
TP

iii. bahwa pengkarakterisasian suatu pengeluaran/beban sebagai dividen terselubung hanya


terbatas pada:
IA

- selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar,
sehubungan dengan utang kepada pemegang saham, yang dibayarkan kepada
pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya (Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU
AR

PPh 1994);

- Imbalan bunga sehubungan dengan utang yang dikarakterisasi sebagai penyertaan modal
(Pasal 18 ayat (3) UU PPh 1994 dan penjelasannya); dan
ET

- jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pegawai yang juga pemegang
saham sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan (Pasal 9 ayat (1)
huruf (f) UU PPh dan penjelasannya jo. penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh 1994);
KR

bahwa sesuai dengan ketentuan Article 3 (2) Tax Treaty antara Indonesia dan Amerika Serikat
("P3B"), Pemeriksa/Terbanding tidak dapat menggunakan Paragraph 15 of Commentary on
Article 10 of UN Model Convention sebagai dasar untuk mengkarakterisasi biayabiaya tersebut
SE

sebagai dividen atau dividen terselubung;


bahwa untuk lebih jelasnya, berikut Pemohon Banding uraikan penjelasan lebih rinci atas

K
Ringkasan Eksekutif tersebut;

JA
PENJELASAN RINCI ATAS RINGKASAN EKSEKUTIF

Koreksi karena terdapat biaya yang jumlahnya dianggap tidak sebanding dengan
manfaat yang diterima oleh Pemohon banding sejumlah USD14,896,637.00

PA
bahwa Pemohon Banding berpendapat bahwa antara Pemohon Banding dan Terbanding tidak
terdapat perbedaan pendapat atas karakterisasi pembayaran bonus dan alokasi biaya Stock
Option Exercised;

N
bahwa keduanya sama-sama berpendapat bahwa biaya-biaya tersebut terkait dengan
pemberian jasa oleh FXC (melalui FMS) kepada Pemohon Banding, namun Terbanding

LA
berpendapat bahwa jumlah biaya-biaya yang dialokasikan kepada Pemohon Banding tersebut
tidak sebanding dengan manfaat yang diterima Pemohon Banding karena perbedaan
penggunaan prosentase kontribusi pegawai FMS terhadap Pemohon Banding;

DI
bahwa oleh karena itu, atas koreksi ini, seharusnya Terbanding tidak dapat mengkarakterisasi
biaya tersebut sebagai dividen terselubung ("deemed dividend") karena sejak awal tidak
terdapat sengketa tentang karakteristik dari biaya yang dikoreksi tersebut;
GA
bahwa untuk lebih jelasnya, berikut Pemohon Banding kutipkan dasar koreksi fiskal menurut
Terbanding pada PPh Badan atas alokasi biaya Stock Option Exercised yang tercantum pada
EN

halaman 8 Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak Tahun Pajak 2008 yang merupakan Lampiran
dari Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor S-145/PJ.0400/2013 tanggal 23 Januari
2013 ("SPHP") (Lampiran 2) dan halaman 17 dan 18 Risalah Pembahasan (Lampiran 1) serta
kutipan tanggapan Pemohon Banding atas koreksi fiskal tersebut pada halaman 22 Risalah
TP

Pembahasan;

bahwa kutipan dasar koreksi fiskal menurut Terbanding pada PPh Badan atas alokasi biaya
Stock Option Exercised yang tercantum pada halaman 8 SPHP:
IA

"Berdasarkan rincian biaya stock expense diketahui bahwa terdapat alokasi biaya Stock Option
Exercised yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima oleh Pemohon Banding karena
AR

pegawai FMS tersebut melakukan pekerjaan untuk perusahaan afiliasi lainnya selain untuk
Pemohon Banding. Alokasi pembebanan biaya Stock Option Exercised yang dilakukan oleh
pemeriksa adalah berdasarkan proporsi biaya personnel cost yang dialokasikan oleh FMS
(service provider/afiliasi) Ice PTFI untuk departemen/bagian tertentu dimana penerima stock
ET

option bekerja dibandingkan dengan total biaya personnel cost yang dikeluarkan oleh FMS
untuk departemen atau bagian tersebut. Kontribusi seorang pegawai EMS bagi perusahaan
penerima manfaat dari pegawai FMS tersebut, tercermin dari biaya personal yang dialokasikan
ke masing-masing perusahaan."
KR

bahwa kutipan dasar koreksi fiskal menurut Terbanding pada PPh Badan atas alokasi biaya
Stock Option Exercised yang tercantum pada halaman 14 SPHP:
SE

"Koreksi positif terhadap Penyesuaian Fiskal Negatif adalah atas Incentive Compensation.
Koreksi fiskal positif Incentive Compensation menurut Terbanding terdiri dari:
1. Koreksi fiskal positif atas cadangan bonus dan awards yang kurang dilaporkan oleh WP

K
berdasarkan equalisasi sebesar USD36,147,807.00;

JA
2. Pembayaran bonus oleh karyawan FMS yang tidak memberikan manfaat
bagi Pemohon Banding dan alokasi pembebanan biaya bonus untuk pegawai
FMS yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima Pemohon Banding
sebesar USD9,495,365.00;

PA
bahwa total koreksi nomor 1 dan 2 adalah sebesar USD45,643,172.00;

bahwa kutipan dasar koreksi fiskal menurut Terbanding pada PPh Badan atas alokasi biaya
Stock Option Exercised yang tercantum pada halaman 17 Risalah Pembahasan:

N
"Berdasarkan rincian biaya stock expense diketahui bahwa terdapat alokasi biaya stock option

LA
exercised yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima oleh PTFI karena pegawai FMS
tersebut melakukan pekerjaan untuk perusahaan afiliasi lainnya selain untuk PTFI. Alokasi
pembebanan biaya stock option exercised yang dilakukan oleh pemeriksa adalah berdasarkan

DI
proporsi biaya personnel cost yang dialokasikan oleh FMS (service provider/afiliasi) ke PTFI
untuk departemen/bagian tertentu dimana penerima stock option bekerja dibandingkan dengan
total biaya personnel cost yang dikeluarkan oleh FMS untuk departemen atau bagian tersebut.
GA
Kontribusi seorang pegawai FMS bagi perusahaan penerima manfaat dari pegawai FMS
tersebut, tercermin dari biaya personal yang dialokasikan ke masing-masing perusahaan."

bahwa kutipan tanggapan Pemohon Banding atas koreksi fiskal menurut Terbanding pada PPh
EN

Badan atas alokasi biaya Stock Option Exercised yang tercantum pada halaman 18 Risalah
Pembahasan:

"b.Koreksi alokasi pembebanan biaya stock option exercised untuk pegawai FMS/FCX yang
TP

tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh PTFI.

- Koreksi ini akibat perbedaan penggunaan prosentase kontribusi pegawai FMS terhadap
PTFI dimana PTFI menggunakan rata-rata kontribusi dari seluruh departemen, yaitu
IA

sebesar 27% untuk pegawai executive dan 52% untuk pegawai lainnya, sedangkan
Pemeriksa menggunakan kontribusi masing-masing departemen. Kami setuju dengan
pendekatan kontribusi masing-masing departemen, namun demikian formula yang
AR

digunakan oleh Pemeriksa mengandung dua kesalahan sebagai berikut:

(i) Pemeriksa salah memperhitungkan total biaya yang dijadikan basis untuk menghitung
persentase kontribusi. Seharusnya Pemeriksa menggunakan total biaya FCX yang
ET

meliputi FCX, PTFI, AC dan FMC. Biaya-biaya yang timbul di MMR, Sulphur, MP O&G,
MOXY, dan STRS seharusnya tidak dijadikan basis untuk menghitung persentase
kontribusi karena biaya stock option tidak didistribusikan ke perusahaan-perusahaan
tersebut.
KR

(ii) Seharusnya Pemeriksa konsisten menggunakan persentase kontribusi masingmasing


departemen dan tidak menggunakan batasan maksimal sebesar 52%.
SE

- Pemeriksa juga melakukan kesalahan perhitungan untuk alokasi perhitungan 27% James
Moffet dan Richard Adkerson. Pemeriksa telah merubah total nilai stock option yang
dijadikan dasar menghitung biaya sebesar 27% yang dapat dibebankan ke PTFI Kami tidak

K
mengetahui dasar dan alasan perubahan nilai total stock option tersebut."

JA
Koreksi karena terdapat pembayaran kepada pegawai FMS yang dianggap tidak
melakukan pekerjaan kepada Pemohon Banding sejumlah USD8,045,447.00

bahwa sebagaimana telah dijelaskan secara ringkas pada butir B.1. angka 2 di atas, kami tidak

PA
setuju dengan pendapat Terbanding bahwa alokasi biaya Incentive Compensation dan alokasi
biaya Stock Option Exercised yang dibayarkan kepada pegawai FMS yang dianggap oleh
Terbanding tidak melakukan pekerjaan kepada Pemohon Banding dikarakterisasikan sebagai
dividen atau dividen terselubung sehingga dianggap merupakan obyek PPh Pasal 26 atas
dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) huruf (a) UU PPh;

N
bahwa berikut Pemohon Banding uraikan alasan yang menjadi dasar pertimbangan

LA
ketidaksetujuan kami tersebut;

Karakterisasi alokasi biaya incentive compensation dan alokasi biaya Stock Option Exercised
adalah imbalan atas pemberian jasa

DI
bahwa Pasal 26 ayat (1) huruf (a) UU No. 17 Tahun 2000 tentang UU Perubahan Ketiga UU No.
7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan ("UU PPh Tahun 2000") mengatur sebagai berikut:
GA
"Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang
dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
EN

kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar
20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan: a. dividen; ..."
bahwa Penjelasan Pasal 26 ayat (1) huruf (a) UU PPh Tahun 2000 menerangkan sebagai
berikut:
TP

“... Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam: 1.
penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium,
diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan
IA

lain sehubungan dengan penggunaan harta; ..."

bahwa terkait dengan jenis penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
AR

(1) huruf (a) UU PPh tersebut, penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh menerangkan tentang
kelompok penghasilan apabila dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis
kepada Wajib Pajak adalah, antara lain, sebagai berikut:
ET

"Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak penghasilan
dapat dikelompokkan menjadi: …..- penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun
harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang
tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
KR

bahwa berdasarkan ketentuan tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

(i) pembayaran dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri kepada Wajib Pajak luar negeri selain
SE

Bentuk Usaha Tetap ("BUT") di Indonesia dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah
bruto dividen;
(ii) berdasarkan penjelasan Pasal 26 ayat (1) UU PPh jo. Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh,

K
dividen sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf (a) UU PPh
tersebut adalah penghasilan yang bersumber dari (atau underlying transaction-nya adalah)

JA
modal;

bahwa terkait dengan dividen tersebut, berdasarkan SPHP dan Risalah Pembahasan
sebagaimana telah dijelaskan pada butir B.2.1. di atas, dapat Pemohon Banding jelaskan

PA
bahwa alokasi biaya Incentive Compensation dan alokasi biaya Stock Option Exercised dalam
sengketa ini merupakan alokasi biaya-biaya yang bersumber dari (atau underlying transaction-
nya adalah) pemberian jasa oleh pihak Afiliasi yaitu FCX (resindent Amerika Serikat) melalui
Afiliasi lainnya yaitu FMS (resident Amerika Serikat), dan bukan merupakan
pembebanan/pengeluaran yang timbul dari (atau underlying transaction-nya adalah) modal

N
(dividen);

LA
bahwa berikut Pemohon Banding kutipkan tanggapan Pemohon Banding dalam halaman 18
Risalah Pembahasan sebagai referensi yang menunjukkan bahwa biaya-biaya tersebut terkait
dengan pemberian jasa kepada Pemohon Banding oleh FCX melalui FMS;

DI
"a. Koreksi atas stock option atas pegawai yang tidak melakukan pekerjaan untuk kepentingan
PTFI.

- GA
Pemeriksa melakukan koreksi stock option atas beberapa pegawai FMS akin tetapi tidak
melakukan koreksi pembebanan incentive compensation atas pegawai-pegawai tersebut
sehingga terdapat perlakuan yang tidak konsisten. Pegawai FMS yang dimaksud adalah
Claude Whitmire, Pamela Masson, William Collier, Kenneth Buchta, Tim Joyner, Stan
Batey, dan Greg Probst. Pada kenyataannya pegawai-pegawai tersebut telah
EN

memberikan kontribusi kepada PTFI sebagaimana yang tercantum dalam job description
yang telah kami sampaikan dalam proses pemeriksaan. Dalam surat ini, kami
sampaikan ulang Job Description beserta timesheet untuk pegawai-pegawai tersebut
pada Lampiran 1.
TP

- Pemeriksa melakukan koreksi untuk Forrest Wiegand dan Darren Lee yang merupakan
pegawai Strategic Planning. Departemen Strategic Planning bekerja sepenuhnya
(100%) untuk PTFI. Dalam surat ini, kami sampaikan ulang Job Description beserta
timesheet untuk pegawai-pegawai tersebut pada Lampiran 2.
IA

- Pemeriksa melakukan koreksi untuk pegawai Daniel Ajamiseba. Daniel merupakan WNI
yang bekerja temporer di Amerika yang melakukan pekerjaan Community Affairs dimana
AR

pekerjaan tersebut didedikasikan 100% untuk kepentingan PTFI."

bahwa oleh karena itu, karena biaya-biaya tersebut bukan merupakan penghasilan yang
bersumber dari (atau underlying transaction-nya adalah) modal maka biaya-biaya tersebut juga
ET

bukan merupakan dividen yang menjadi obyek pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada
Pasal 26 ayat (1) UU PPh;

Kewajiban menerapkan ketentuan Pasal 13 (13) (iv) KK untuk mengkarakterisasi alokasi biaya
KR

Incentive Compensation dan alokasi biaya Stock Option Exercised

bahwa terkait dengan pendapat Terbanding yang mengkarakterisasikan koreksi fiskal (positif)
biaya Stock Option Exercised tersebut sebagai dividen terselubung sebagaimana diatur dalam
SE

ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh jo. Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh, dapat Pemohon
Banding sampaikan bahwa Terbanding tidak dapat menggunakan ketentuan Pasal 18 ayat (3)
UU PPh jo. Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh sebagai dasar untuk mengkarakterisasikan

K
koreksi fiskal (positif) biaya Stock Option Exercised tersebut sebagai dividen terselubung;

JA
bahwa hal tersebut karena:

bahwa untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak PTFI, Paragraf 6 Lampiran "F" KK mengatur
bahwa biaya wajar dari Afiliasi yang dialokasikan untuk kegiatan di Indonesia sepanjang

PA
pembebanan tersebut merupakan biaya yang aktual untuk jasa yang sebenarnya diberikan
dalam tahun tersebut ("Affiliates Charges") dapat dikurangkan untuk menghitung Penghasilan
Kena Pajak ("Deductible Expenses");

bahwa terkait dengan hal tersebut, dalam hal Pemerintah (Terbanding) memastikan

N
(establishes) bahwa pembebanan atas transaksi dengan Afiliasi ("Affiliates Charges") tidak
wajar (reasonable) maka, untuk tujuan menghitung PPh Badan Pemohon Banding yang

LA
terutang, Pasal 13 (13) (iv) KK memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk mengganti
(substitute) pembebanan tersebut dengan pembebanan yang berlaku seandainya transaksi
tersebut terjadi antara pihak-pihak yang independen;

DI
bahwa ketentuan Pasal 13 (13) (iv) KK tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan dengan
ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, yaitu kurang lebih diberlakukan untuk tujuan menghitung
Penghasilan Kena Pajak; GA
bahwa namun demikian, Pasal 33A ayat (4) UU No. 10 Tahun 1994 tentang UU Perubahan
Kedua UU No. 7 tahun 1983 tentang PPh ("UU PPh 1994"), untuk Wajib Pajak yang
menjalankan usaha di bidang pertambangan berdasarkan Kontrak Karya ("KK") yang masih
EN

berlaku pada saat UU PPh 1994 berlaku, penghitungan PPh Badan-nya (termasuk
penghitungan Penghasilan Kena Pajak) dihitung berdasarkan ketentuan dalam KK tersebut
sampai dengan berakhirnya KK dimaksud;
TP

bahwa oleh karena itu, untuk tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak (PPh Badan)
Pemohon Banding, Pemerintah (Terbanding) harus menerapkan ketentuan Pasal 13 (13) (iv)
KK terhadap Affiliates Charges yang dianggap tidak wajar, dan tidak dapat menerapkan
ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, yaitu Terbanding harus mengganti (substitute) Affiliates
IA

Charges tersebut dengan pembebanan yang berlaku seandainya transaksi tersebut terjadi
antara pihak-pihak yang independen;
AR

bahwa berikut Pemohon Banding kutipkan ketentuan Pasal 13 (13) (iv) KK tersebut sebagai
referensi:

"In determining the Company's net taxable income, sound, consistent, and generally accepted
ET

accounting principles used in Mining industry shall be employed, provided, however, that where
more than one accounting practice is found to prevail, the Government shall consult with the
Company with regard to the particular item. Without limiting the generality of the foregoing, the
Government shall in no event be bound by the Company's characterization of any transaction
KR

with an Affiliate for accounting purpose. In the event that the Government establishes that any
payment, deduction, charges or expenses or other transaction with an Affiliate is not fair,
reasonable and consistent with the general practice that would have been followed by
independent parties in connection with a transaction of a similar nature, the Government may,
SE

for the purposes of determining the Company's income tax liability, substitute the payment,
deduction, charges or expenses or other transaction which would have prevailed had the
transaction occurred between independent parties."
K
bahwa selanjutnya, sebagaimana dijelaskan pada bagian I (Latar Belakang) di atas, koreksi
fiskal (positif) biaya Stock Option Exercised pada PPh Badan yang dilakukan oleh Terbanding

JA
bukan merupakan koreksi fiskal akibat penerapan ketentuan Pasal 13 (13) (iv) KK, yaitu
mengganti (substitute) Affiliates Charges tersebut dengan pembebanan yang berlaku
seandainya pembebanan tersebut terjadi antara pihak-pihak yang independen;

PA
bahwa dengan demikian, karena Terbanding tidak menerapkan prosedur penggantian koreksi
fiskal (positif) biaya Stock Option Exercised tersebut dengan pembebanan yang berlaku
seandainya pembebanan tersebut terjadi antara pihak-pihak yang independen, maka
Terbanding tidak dapat memastikan bahwa koreksi fiskal (positif) biaya Stock Option Exercised
tersebut memiliki karakteristik sebagai dividen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal

N
26 ayat (1) (a) UU PPh;

LA
bahwa oleh karena itu, pengenaan PPh Pasal 26 atas koreksi fiskal (positif) biaya Stock Option
Exercised oleh Terbanding karena berpendapat bahwa koreksi fiskal (positif) biaya Stock Option
Exercised tersebut memiliki karakteristik sebagai dividen adalah pengenaan PPh Pasal 26 yang
tidak berdasar;

DI
Biaya Incentive Compensation dan alokasi biaya Stock Option Exercised tidak memenuhi
kriteria sebagai dividen atau dividen terselubung
GA
bahwa tanpa mengurangi bobot penjelasan pada butir B.2.2. angka 1 dan 2 di atas, kalaupun
Terbanding tetap mengkarakterisasi biaya-biaya tersebut sebagai dividen terselubung
berdasarkan pada Pasal 18 ayat (2) UU PPh 1984 jo. Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh 1984,
EN

tetap saja kedua ketentuan tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk
mengkarakterisasi alokasi biaya Incentive Compensation dan alokasi biaya Stock Option
Exercised tersebut sebagai dividen terselubung karena biaya-biaya tersebut tidak memenuhi
kriteria sebagai dividen atau dividen terselubung;
TP

bahwa berikut penjelasan rinci yang menjadi dasar pertimbangan Pemohon banding tersebut di
atas:
IA

bahwa dalam konteks penentuan kewajaran suatu pengurang, Pasal 18 ayat (3) UU
PPh 1994 jo. penjelasan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf (f) UU PPh 1994
hanya memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak ("Dirjen") untuk menentukan
AR

kembali besarnya suatu pengurang yang wajar yang boleh dikurangkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak (pengurangan yang tidak wajar tidak boleh dikurangkan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak);
ET

bahwa ketentuan-ketentuan tersebut tidak memberikan wewenang kepada Dirjen untuk


mengkarakterisasi setiap jenis pengurangan yang besarnya dianggap tidak wajar sebagai
dividen atau dividen terselubung;
KR

bahwa dengan kata lain, tidak semua pengurangan yang besarnya dianggap tidak wajar dapat
dikarakterisasi sebagai dividen atau dividen terselubung;

bahwa hanya pengurangan yang dianggap tidak wajar yang memenuhi kriteria tertentu yang
SE

dapat dikarakterisasi sebagai dividen atau dividen terselubung;

bahwa berikut Pemohon Banding kutipkan ketentuan yang terkait sebagai referensi:
K
Pasal 18 ayat (3) UU PPh 1994

JA
"Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya
sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan

PA
istimewa."

Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh 1994

"Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan

N
menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang, maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut

LA
dapat dilakukan misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dengan utang
yang lazim terjadi antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau
berdasar data atau indikasi lainnya.

DI
Dengan demikian bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai
penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang
saham yang menerima atau memperolehnya dianggap sebagai dividen yang dikenakan pajak."
GA
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU PPh 1994

"Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan


EN

dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan
demikian apabila pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh
hubungan istimewa, maka jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto.
TP

Selanjutnya lihat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (I) huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya."

Pasal 9 ayat (1) huruf (f) UU PPh 1994


IA

"Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan
AR

kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan"
Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf (f) UU PPh 1994
ET

"Dalam hubungan pekerjaan, kernungkinan dapat terjadi pernbayaran imbalan yang diberikan
kepada pegawai yang juga pemegang saham. Karelia pada dasarnya pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, maka
KR

berdasarkan ketentuan ini, jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan
sebagai biaya.

Misalnya seorang tenaga ahli yang adalah pemegang saham dart suatu badan, memberikan
SE

jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang setara hanya dibayar

K
sebesar Rp2.000.000,00, (dua juta rupiah) maka jumlah sebesar
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang

JA
juga sebagai pemegang saham tersebut, jumlah sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
dimaksud dianggap sebagai dividen."

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh 1994

PA
"Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan
dapat dikelompokkan menjadi:
i. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan

N
sebagainya;
ii. penghasilan dari usaha dan kegiatan;

LA
iii. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga,
dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk
usaha, dan lain sebagainya;
iv. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya."

DI
bahwa dalam konteks karakterisasi suatu transaksi, Pasal 18 ayat (3) UU PPh 1994 dan
penjelasannya hanya memberikan wewenang kepada Dirjen secara terbatas, yaitu menentukan
GA
(mengkarakterisasi) utang sebagai modal dan kemudian menentukan bunga yang terkait
dengan utang yang dikarakterisasi sebagai modal tersebut sebagai dividen (lihat kutipan Pasal
18 ayat (3) UU PPh 1994 dan penjelasannya);
EN
bahwa sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 4 ayat (1) huruf (g) dan Pasal 9 ayat
(1) huruf (f) UU PPh 1994 dan penjelasannya, dalam mengkarakterisasikan suatu
pengeluaran/pembebanan sebagi dividen atau dividen terselubung, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
TP

bahwa sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh 1994 dan penjelasannya, definisi dividen
adalah pembagian laba, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, yang sumbernya terbatas dari (atau underlying transaction-nya adalah)
penyertaan modal;
IA

bahwa oleh karena itu, frase "dengan nama dan dalam bentuk apapun" harus diartikan dan
dipahami hanya terbatas dalam konteks "pembagian laba yang sumbernya dari (atau underlying
AR

transaction-nya adalah) penyertaan modal; transaksi di luar batasan itu tidak dapat
dikarakterisasikan sebagai dividen;
bahwa pengkarakterisasian nilai penyerahan harta kepada pemegang saham yang dianggap
tidak wajar sebagai dividen terselubung sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 4 ayat
ET

(1) huruf (g) UU PPh 1984 dan penjelasannya jo. KEP01/PJ.7/1993 jo. SE-
04/PJ.7/1993 tidak dapat lagi diterapkan karena ketentuan tersebut telah diubah dengan Pasal
4 ayat (1) huruf (g) UU PPh 1994 dan penjelasannya;
KR

bahwa sebagai referensi berikut Pemohon Banding kutipkan ketentuan yang terkait dengan
penjelasan tersebut di atas;

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh 1984


SE

"Dalam praktek sering dijumpai pembagian/pembayaran dividen secara terselubung, misalnya


dengan pengalihan harta perusahaan kepada pemegang saham atau peserta dengan
penggantian harga di bawah harga pasar.

K
Selisih antara harga pasar dengan harga yang dibayar oleh pemegang saham adalah

JA
merupakan pembayaran dividen secara terselubung (lihat penjelasan ayat (1) huruf d)."

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh 1994

PA
"Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung,
misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan
pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi
hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang
berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai

N
dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan."
bahwa pengkarakterisasian suatu pengeluaran/beban sebagai dividen terselubung hanya

LA
terbatas pada:

- Selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar,

DI
sehubungan dengan utang kepada pemegang saham, yang dibayarkan kepada pemegang
saham yang telah menyetor penuh modalnya (Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh 1994);

- Imbalan bunga GA
sehubungan dengan utang yang dikarakterisasi sebagai
penyertaan modal (Pasal 18 ayat (3) UU PPh 1994 dan penjelasannya); dan

- Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pegawai yang juga pemegang
saham sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan (Pasal 9 ayat (1)
EN

huruf (f) UU PPh dan penjelasannya jo. penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh 1994);

bahwa sebagai referensi berikut Pemohon Banding kutipkan ketentuan yang terkait dengan
penjelasan tersebut di atas:
TP

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf (g) UU PPh 1994

“Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis
IA

asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk
dalam pengertian dividen adalah:
AR

1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun;
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kecuali saham bonus yang
ET

berasal dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi aktiva tetap;
4) pembagian laba dalam bentuk saham;
5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang
KR

saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;


7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah
akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
SE

8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai


penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;

K
10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;

JA
12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
sebagai biaya perusahaan.

Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung,

PA
misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan
pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi
hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang
berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai

N
dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.”

Terbanding tidak dapat menerapkan Paragraph 15 of Commentary on Article 10 of UN Model

LA
Convention sebagai dasar untuk mengkarakterisasi biaya-biaya tersebut sebagai dividen atau
dividen terselubung

DI
bahwa terkait dengan pendapat Terbanding yang menggunakan Paragraph 15 of Commentary
on Article 10 of UN Model Convention sebagai dasar untuk tetap mengkarakterisasikan koreksi
fiskal (positif) biaya Stock Option Exercised sebagai dividen, dapat Pemohon Banding
GA
sampaikan bahwa Terbanding tidak dapat menggunakan Paragraph 15 of Commentary on
Article 10 of UN Model Convention sebagai dasar untuk mengkarakterisasikan koreksi fiskal
(positif) biaya Stock Option Exercised tersebut sebagai dividen (terselubung);

bahwa hal tersebut karena:


EN

- Article 11 (1) Tax Treaty Indonesia-USA ("P3B") mengatur bahwa "Dividends derived from
sources within one of the Contracting States by a resident of the other
Contracting State may be taxed by both Contracting States";
TP

- P3B tidak mengatur tentang definisi "Dividends";

- Mengacu pada ketentuan Article 3 (2) P3B yang mengatur bahwa "Any other term used in
IA

this Convention and not defined in this Convention shall, unless the context otherwise
requires, have the meaning which it has under the laws of the Contracting State whose tax
is being determined. ....", maka "Dividends" harus diartikan berdasarkan pada ketentuan
AR

hukum negara tempat pajak atas dividends tersebut ditetapkan;

- Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Article 3 (2) P3B, Terbanding tidak dapat
menggunakan Paragraph 15 of Commentary on Article 10 of UN Model Convention tetang
ET

definisi dividen sebagai dasar untuk mengkarakterisasikan koreksi fiskal (positif) biaya Stock
Option Exercised tersebut sebagai dividen (terselubung);

- koreksi fiskal (positif) biaya Stock Option Exercised tersebut harus (shall be) diartikan
KR

berdasarkan ketentuan hukum negara tempat pajak atas "Dividends" tersebut ditetapkan
(Indonesia);

PENUTUP
SE

bahwa demikian pendapat akhir ini kami sampaikan kepada Majelis Hakim Yang Mulia;
K
bahwa Pemohon banding berharap pernyataan akhir ini dapat diterima dan digunakan sebagai
dasar pertimbangan untuk membuat putusan yang seadil-adilnya;

JA
Menurut Majelis:

PA
bahwa menurut pendapat Majelis, Terbanding melakukan koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh
Pasal 26 berupa Incentive Compensation dan Stock Option Exercise sebesar
Rp221.292.013.819,00 (USD22,942,084.00) karena alokasi pembebanan biaya tersebut
dibayarkan kepada FM Services Company (FMS) dan Freeport McMoran Coper & Gold Inc.

N
(FCX) tidak sebanding dengan manfaat yang diterima oleh Pemohon Banding dan pembayaran
tersebut dapat dikatagorikan pembagian keuntungan kepada pemegang saham sehingga dapat

LA
dikatagorikan dividen dalam arti luas;

bahwa menurut Terbanding, koreksi biaya Incentive Compensation dan Stock Option Exercise
sebesar Rp221.292.013.819,00 (USD22,942,084.00) di PPh Badan tidak diajukan keberatan

DI
oleh Pemohon Banding sehingga Pemohon Banding setuju biaya tersebut dikoreksi di PPh
Badan;

GA
bahwa menurut pendapat Majelis, sengketa biaya di PPh Badan tidak dapat dikaitkan dengan
sengketa obyek PPh Pasal 26, karena PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak terhadap pihak
lain dan bukan merupakan pajak Pemohon Banding;
EN
bahwa perlu pengujian apakah obyek PPh Pasal 26 tersebut secara faktual benar-
benar ada dan apakah obyek tersebut terutang PPh Pasal 26 atau tidak;

bahwa dengan demikian, meskipun dalam PPh Badan suatu biaya tidak dapat dibebankan
secara fiskal, namun sepanjang biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan merupakan
TP

obyek pemotongan PPh Pasal 26, maka Pemohon Banding wajib memotong pajak tersebut,
demikian sebaliknya apabila atas biaya tersebut bukan merupakan obyek PPh Pasal 26,
Pemohon Banding tidak berkewajiban memotong pajak tersebut;
IA

bahwa menurut pendapat Majelis, ketentuan peralihan dalam Pasal 33A ayat (4) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyebutkan:
AR

“Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi,
pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak
Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat
ET

berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi
Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai
dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud."
KR

bahwa menurut pendapat Majelis, berdasarkan Pasal 33A ayat 4 a quo, kewajiban perpajakan
yang harus dilaksanakan oleh Pemohon Banding harus mengacu kepada Kontrak Karya antara
Pemohon Banding dengan Pemerintah Republik Indonesia yang ditandatangani pada tanggal
30 Desember 1991 (bukti P.9);
SE

bahwa Ayat 6 Lampiran “F” Kontrak Karya tentang Aturan Menghitung Pajak Penghasilan
menyebutkan sebagai berikut:

K
“Biaya-biaya untuk penjualan, umum dan administrasi dalam suatu Tahun dikurangkan dari
penerimaan dan termasuk, tetapi tidak terbatas kepada, pengeluaran-pengeluaran

JA
managemen, biaya kompensasi untuk jasa-jasa yang dilakukan di luar negeri, gaji para
eksekutif, gaji para eksekutif, biaya komunikasi, iuran dan biaya langganan, biaya advertensi
dan penjualan lainnya, biaya hubungan masyarakat, biaya kantor, biaya pemasaran (tetapi tidak

PA
dengan yang tidak mempunyai hubungan dengan riset produksi), biaya-biaya hukum dan
auditing dan biaya-biaya overhead umum, termasuk biaya yang wajar dari afiliasi yang
dialokasikan untuk kegiatan di Indonesia sepanjang pembebanan-pembebanan tersebut
merupakan biaya yang aktual untuk jasa yang sebenarnya diberikan dalam Tahun
tersebut.”

N
LA
bahwa Ayat 13 Lampiran “F” Kontrak Karya tentang Aturan Menghitung Pajak Penghasilan
menyebutkan sebagai berikut :

DI
“Penghasilan Kena Pajak” dalam suatu Tahun berarti pendapatan kotor
di dalam Tahun itu sesudah dikurangi dengan jumlah-jumlah yang berhubungan dengan
pengeluaran-pengeluaran, biaya - biaya dan kemudahan - kemudahan (termasuk/jenis-jenis
GA
yang disebut dalam dengan ayat 3 sampai 10 dari Lampiran “F” ini) yang diizinkan oleh undang-
undang dan peraturan-peraturan yang berlaku dan sesuai dengan persetujuan ini.”

bahwa menurut pendapat Majelis, definisi “Penghasilan Kena Pajak” berdasarkan Ayat 13
EN

Lampiran “F” Kontrak Karya merupakan penjabaran Penghasilan Kena Pajak berdasarkan
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang menyatakan
sebagai berikut :
TP

“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi ......”
IA

bahwa menurut pendapat Majelis, berdasarkan Ayat 6 dan Ayat 13 Lampiran “F” Kontrak
AR

Karya, biaya dari afiliasi yang dialokasikan kepada Pemohon Banding merupakan biaya yang
dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak
sepanjang biaya tersebut memenuhi prinsip kewajaran, dialokasikan untuk kegiatan usaha
Pemohon Banding di Indonesia dan bersifat aktual yaitu dibebankan pada tahun terjadinya
ET

kegiatan tersebut;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap dokumen berupa Perjanjian Jasa (Services
Agreement) tanggal 1 Januari 1996 antara FM Services Company (FMS) dan Freeport-
KR

McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX) (bukti P.21) dan amandemen perjanjian tersebut tanggal
21 September 1999 (P.22) terdapat fakta bahwa Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. dan
afiliasi-afiliasinya menghendaki agar FM Services Company menyediakan jasa-jasa sebagai
berikut:
SE

a. Akuntansi, perbendaharaan dan keuangan;


b. Pajak;

K
c. Asuransi dan manajemen resiko;
d. Sumber Daya Manusia;

JA
e. Dukungan sistem dan Informasi Manajemen;
f. Hubungan pemerintahan;
g. Hubungan masyarakat;
h. Hubungan investor;

PA
i. Fasilitas Manajemen dan keamanan;
j. Pemasaran;
k. Pengembangan usaha;
l. Dukungan eksekutif;
m. Penerbangan;

N
n. Administrasi kontrak dan
o. Jasa-jasa lain yang telah disepakati oleh kedua pihak;

LA
bahwa berdasarkan bukti P.34 dan P.35, pembayaran kepada pihak FM Services Company
(FMS) oleh Pemohon Banding merupakan pembayaran dalam rangka Stock Option Exercised
(dalam bentuk saham) dan Incentive Compensation (dalam bentuk uang tunai) atas kontribusi
pegawai FMS kepada Pemohon Banding yang diberikan oleh FMS dan kemudian beban

DI
tersebut dialokasikan kepada Pemohon Banding sesuai dengan Ayat 6 dan Ayat 13 Lampiran
“F” Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding;
GA
bahwa berdasarkan bukti-bukti P.23, P.24, dan P.25, P.26 dan P.33, Freeport-McMoRan Copper
& Gold Inc. (FCX) Board of Director (BOD) bertugas memberikan arahan terhadap jalannya
operasi perusahaan-perusahaan di dalam grup FCX, termasuk Pemohon Banding;
EN

bahwa oleh karena itu FCX mengalokasikan biaya-biaya yang terkait dengan kegiatan BOD
kepada Pemohon Banding sesuai dengan manfaat yang diterima oleh Pemohon Banding yang
dihitung berdasarkan rata-rata kontribusi departemen-departemen di FCX terhadap Pemohon
Banding;
TP

bahwa pembayaran kepada pihak Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX) oleh
Pemohon Banding merupakan pembayaran dalam rangka jasa manajemen yang diberikan oleh
FCX dan kemudian beban tersebut dialokasikan kepada Pemohon Banding sesuai dengan Ayat
IA

6 dan Ayat 13 Lampiran “F” Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan
Pemohon Banding;
AR

bahwa dengan demikian berdasarkan bukti-bukti sebagaimana tersebut di atas, alokasi biaya
dari afiliasi kepada Pemohon Banding telah memenuhi prinsip kewajaran, dialokasikan untuk
kegiatan usaha Pemohon Banding di Indonesia dan bersifat aktual yaitu dibebankan pada tahun
terjadinya kegiatan tersebut, yaitu Tahun Pajak 2008;
ET

bahwa Pasal 13 angka v Kontrak Karya tentang Pajak-Pajak dan Lain-Lain Kewajiban
Keuangan Perusahaan menyebutkan sebagai berikut:
KR

“Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, Perusahaan harus


membayar kepada Pemerintah dan harus memenuhi kewajiban-kewajiban pajaknya seperti
SE

ditetapkan sebagai berikut:


(v) Kewajiban memotong dari Pajak Penghasilan atas bunga, Dividen, Sewa, Jasa Teknik,
Jasa Manajemen dan Jasa lainnya”

K
JA
bahwa Pasal 13 angka 5 huruf (a) Kontrak Karya tentang Pajak Penghasilan atas dividen,
bunga dan royalti menyebutkan sebagai berikut:

PA
“(a) Perusahaan harus sesuai dengan undang-undang Pajak Penghasilan 1984 dan undang-
undang dan peraturan-peraturan yang berlaku pada tanggal ditandatanganinya Persetujuan
ini, memotong dan menyetorkan kepada Pemerintah pajak-pajak penghasilan atas
pembayaran royalti, sewa dan kompensasi lainnya yang berhubungan dengan
penggunaan harta kekayaan yang tak bergerak dan kompensasi dibayarkan untuk

N
bantuan teknik atau jasa manajemen yang dilakukan di Indonesia, dengan tarif
sebagai berikut (atau tarif lain yang lebih rendah yang berlaku dari waktu ke waktu

LA
menurut suatu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang relevan): lima belas
persen dalam hal pembayaran kepada wajib pajak dalam negeri dan dua puluh persen
dalam hal pembayaran kepada seorang wajib pajak luar negeri”

DI
bahwa berdasarkan Pasal 4 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Republik
Indonesia dengan Amerika Serikat (bukti P.37) dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-
03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 2006 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak
GA
Berganda (P3B) (bukti P.38), orang pribadi atau badan yang berkedudukan di luar negeri yang
dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah atau pembebasan
pemotongan PPh Pasal 26 terhadap beberapa jenis penghasilan yang dibayar atau terutang
oleh pihak yang membayar penghasilan yang berkedudukan di Indonesia wajib menyerahkan
EN
asli Surat Keterangan Domisili kepada pihak Wajib Pajak yang berkedudukan di Indonesia;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap bukti berupa Certificate of Domicile (COD)
atas nama Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX) (bukti P.27) dan atas nama FM
Services Company (FMS) ( bukti P.28) terdapat fakta bahwa Freeport-McMoRan Copper & Gold
TP

Inc. (FCX) dan FM Services Company (FMS) berkedudukan di Amerika Serikat pada tahun
pajak 2008;

bahwa berdasarkan Pasal 15 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara


IA

Republik Indonesia dengan Amerika Serikat, penghasilan yang diperoleh penduduk Amerika
Serikat sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya, hanya
dikenakan pajak di negara Amerika Serikat sepanjang penerima penghasilan tersebut tidak
AR

memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dan tidak tinggal di Indonesia lebih dari 120
(seratus dua puluh) hari dalam masa 12 (dua belas) bulan secara berurutan;

bahwa dari bukti-bukti P.34 dan P.35, pembebanan Stock Option Exercised kepada FM
ET

Services Company (FMS) bukan merupakan pembayaran dividen, melainkan merupakan


pembayaran jasa;

bahwa dari bukti-bukti P.23, P.24, dan P.25, P.26 dan P.33, pembebanan jasa manajemen
KR

kepada Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX) bukan merupakan pembayaran dividen,
melainkan merupakan pembayaran jasa;

bahwa dalam persidangan terdapat fakta bahwa Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX)
SE

dan FM Services Company (FMS) tidak memiliki BUT di Indonesia dan tidak berdomisili di
Indonesia;
K
bahwa dengan demikian, mengacu kepada Pasal 4 dan Pasal 15 Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) antara Republik Indonesia dengan Amerika Serikat serta bukti-bukti

JA
dalam persidangan, penghasilan yang diterima oleh pihak Freeport-McMoRan Copper & Gold
Inc. (FCX) dan FM Services Company (FMS) dikenakan pajak di negara Amerika Serikat dan
tidak dipotong PPh Pasal 26 di Indonesia;

PA
bahwa Majelis berkesimpulan koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal
26 atas pembayaran Incentive Compensation dan Stock Option Exercise yang
dilakukan Terbanding sebesar Rp221.292.013.819,00 tidak dapat dipertahankan;

Bahwa atas Koreksi DPP PPh Pasal 26 – Disguised Dividend sebesar

N
Rp221.292.013.819,00 Hakim Wishnoe Saleh Thaib mempunyai pendapat yang berbeda
(DISSENTING OPINION)

LA
bahwa pokok sengketa pada sidang banding adalah ketidaksetujuan Pemohon Banding atas
Koreksi DPP PPh Pasal 26 – Disguised Dividend sebesar Rp221.292.013.819,00;

DI
bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut
Undang-Undang Pengadilan Pajak), menyatakan:

Pasal 1 angka 6
GA
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak
terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
EN

Pasal 31 ayat (2)


Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan
keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
TP

Pasal 69 ayat (1)


Alat bukti dapat berupa:
a. surat atau tulisan;
IA

b. keterangan ahli;
c. keterangan para saksi;
d. pengakuan para pihak; dan/atau
AR

e. pengetahuan Hakim

Pasal 76
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian
ET

pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).

Bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut
KR

Undang-Undang PPh), menyatakan:

Pasal 4 ayat (1) huruf g


Yang menjadi Obyek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
SE

yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk di dalamnya :

K
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan oleh perseroan,
pembayaran dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, pembagian Sisa

JA
Hasil Usaha koperasi kepada pengurus dan pengembalian Sisa Hasil Usaha koperasi
kepada anggota;

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g

PA
Termasuk dalam pengertian dividen adalah :
1) pembagian laba baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun;
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetorkan;
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang tidak berasal dari penilaian

N
kembali harta perusahaan;
4) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran yang tidak berasal dari

LA
penilaian kembali harta perusahaan;
5) apa yang diterima atau diperoleh karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan
yang bersangkutan, yang melebihi jumlah setoran sahamnya;

DI
6) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang telah disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah
akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
GA
7) pembayaran atas tanda-tanda laba, termasuk apa yang diterima sebagai penebusan tanda-
tanda tersebut;
8) laba dari obligasi yang ikut serta dalam pembagian laba;
9) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
EN
sebagai biaya perusahaan.

Perlu ditegaskan di sini, bahwa dari apa yang disebut pada angka 1 sampai dengan angka 9 di
atas dapat disimpulkan, bahwa pengertian dividen atau pembagian keuntungan perusahaan
TP

mencakup pengertian yang luas, yaitu setiap pembagian keuntungan perusahaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun.

Pasal 6 ayat (1) huruf a


IA

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi:
AR

a. biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya


pembelian bahan upah, dan gaji karyawan termasuk bonus atau gratifikasi, honorarium,
bunqa, sewa, royalti, biaya perjalanan, piutang yang tidak dapat ditagih, premi asuransi,
biaya administrasi, dan pajak, kecuali pajak penghasilan;
ET

Pasal 9 ayat (1) huruf a dan e


Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak tidak diperbolehkan dikurangkan :
a. pembayaran dividen atau pembagian laba lainnya dari perseroan atau badan lainnya
kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota dengan nama dan dalam bentuk apapun,
KR

termasuk pembagian Sisa Hasil Usaha dari Koperasi yang bukan pengembalian Sisa Hasil
Usaha sehubungan dengan jasa anggota, dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang
saham, sekutu atau anggota;
SE

g. pembayaran yang melebihi kewajaran sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan,
yang dibayarkan kepada pemegang saham, atau pihak yang mempunyai hubungan
istimewa;.

K
Pasal 18 ayat (2) dan (3)
(2). Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan

JA
dan/atau pengurangan, dan menentukan hutang sebagai modal untuk menghitung besarnya
penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak lainnya.

PA
(3). Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9
ayat (1) huruf e dan ayat (2) Pasal ini :
a. dalam hal Wajib Pajak adalah badan :
1) hubungan antara dua atau lebih Wajib Pajak yang berada di bawah pemilikan atau
penguasaan yang sama, baik langsung maupun tidak langsung;

N
2) hubungan antara Wajib Pajak yang mempunyai penyertaan 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih pada pihak yang lain, atau hubungan antara Wajib Pajak yang

LA
mempunyai penyertaan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada dua pihak atau
lebih, demikian pula hubungan antara dua pihak atau lebih yang disebut terakhir;

DI
Pasal 26
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang
GA
dibayarkan atau yang terhutang oleh badan Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun atau oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya
kepada Wajib Pajak luar negeri, dipotong pajak yang bersifat final sebesar 20% (dua puluh
persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan :
EN

a. dividen dari perseroan dalam negeri;

bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, menyatakan:
TP

Pasal 33 A ayat (4)


Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi,
pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak
Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat
IA

berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi
Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai
dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud."
AR

Bahwa Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Amerika (P3B), mengatur:

Article 10
1. Where a resident of one of the Contracting States and any other person are related and
ET

where such related persons make arrangements or impose conditions between themselves
which are different from those which would be made between independent persons, any
income, deductions, credits, or allowances which would, but for those arrangements or
conditions, have been taken into account in computing the income (or loss) of, or the tax
KR

payable by, one of such persons, may be taken into account in computing the amount of the
income subject to tax and the taxes payable by such person.
2. A person is related to another person if either person participates directly or indirectly in the
management, control or capital of the other, or if any third person or persons participates
SE

directly or indirectly in the management, control or capital of both. For this purpose, the term
"control" includes any kind of control, whether or not legally enforceable, and however
exercised or exercisable.

K
Article 11
1. Dividends derived from sources within one of the Contracting States by a resident of the

JA
other Contracting State may be taxed by both Contracting States.
2. However, if the beneficial owner of the dividends is a resident of the other Contracting State,
the tax charged by the first-mentioned State may not exceed:

PA
(a) 10 percent of the gross amount of the dividends if the beneficial owner is a company that
owns directly at least 25 percent of the voting stock of the company paying the
dividends;
(b) 15 percent of the gross amount of the dividends in all other cases.
(c)

N
Bahwa Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dan PT FI

LA
Pasal 1 - Definisi
1. “Afiliasi” dari suatu Badan berarti setiap Badan lain yang langsung ataupun tidak langsung,
melalui satu atau lebih perantara, mengendalikan atau dikendalilkan oleh atau berada di

DI
bawah pengendalian bersama dengan Badan termaksud.
9. “Pengendalian” (termasuk istilah “dikendalikan oleh” dan “berada pengendalian bersama”
dan “pengendalian-pengendalian”) berarti pemilikan, langsung atau tidak langsung,
GA
kemampuan mengarahkan manajemen dan kebijaksanaan-kebijaksanaan suatu Badan.
Tanpa membatasi ketentuan di atas, kemampuan tersebut dianggap dimiliki oleh suatu
Badan apabila Badan tersebut memiliki, lengsung atau tidak langsung, 25% atau lebih
saham-saham yang mempunyai hak suara (voting shares) yang dimiliki Badan lainnya.
EN

26. “Badan (Persero) berarti setiap perorangan, persekutuan, perusahaan, dimanapun


diorganisir atau didirikan, dan semua badan dan perkumpulan yang menurut hukum berdiri
sendiri tersendiri, baik yang berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
35. “Subsidiari” dari setiap Badan berarti setiap usaha yang dikendalikan oleh Badan tersebut
TP

melalui kepemilikan langsung atau tidak langsung atas 50% (lima puluh persen) atau lebih
saham yang diterbitkan yang mempunyai hak suara atau setiap usaha bersama atau usaha
patungan yang dikendalikan oleh Badan tersebut.
IA

Pasal 13
Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan ini, perusahaan harus
membayar kepada Pemerintah dan harus memenuhi kewajiban-kewajiban pajaknya seperti
AR

ditetapkan sebagai berikut:


(v) Kewajiban memotong dari Pajak Penghasilan atas bunga, deviden, sewa, jasa teknik, jasa
manajemen dan jasa lainnya;
Pajak penghasilan atas dividen, bunga dan royalty
ET

(b) Perusahaan (dan Subsidiarinya dan Afiliasinya sepanjang melaksanakan tugas-tugas


tersebut di bawah) harus sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 dan
undang-undang peraturan-peraturan yang berlaku dapat tanggal ditandatanganinya
Persetujuan ini, memotong dan menyetorkan kepada Pemerintah pajak penghasilan atas
KR

pembayaran dividen dengan tarip lima belas persen (atau tarip lain yang lebih rendah yang
berlaku dari waktu ke waktu menurut suatu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang
relevan).
(c) Dalam menetapkan penghasilan kena pajak Perusahaan akan diterapkan prinsip-prinsip
SE

ekonomi yang sehat, konsisten dan diterima secara umum sebagaimana yang layak
digunakan dalam industri pertambangan, dengan ketentuan, bagaimanapun, bahwa dimana
lebih dari satu praktek pembukuan ditemui dipergunakan, Pemerintah harus berkonsultasi
dengan Perusahaan mengenai hal khusus tersebut. Tanpa membatasi ketentuan umum

K
tersebut, untuk tujuan pembukuan, Pemerintah dalam keadaan bagaimanapun tidak akan
terikat dengan surat khusus dari suatu transaksi dengan Afiliasi untuk tujuan pembukuan.

JA
Dalam hal Pemerintah memastikan bahwa suatu pembayaran, potongan, pembebanan atau
pengeluaran-pengeluaran atau transaksi-transaksi dengan satu Afiliasi tidak wajar, layak
dan konsisten dengan praktek umum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang independen
dalam hubungan dengan satu transaksi untuk hal yang sama, Pemerintah dapat, untuk

PA
tujuan menetapkan pajak penghasilan Perusahaan, menggantikan pembayaran, potongan,
pembebanan atau pengeluaran atau transaksi lainnya yang berlaku seandainya transaksi itu
terjadi antara pihak-pihak yang independen.

bahwa terbanding telah menerapkan “prosedur penggantian (subsitusi) reasonable charge of

N
Affiliates dengan transaksi yang akan dilakukan seandainya transaksi tersebut dilakukan oleh
pihak-pihak yang independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (3) (iv) Kontrak Karya“

LA
dengan cara melakukan koreksi alokasi biaya stock option exercised dan biaya incentive
compensation (mengganti biaya yang telah dilaporkan oleh Pemohon Banding) sebesar
US$22.942.084;

DI
bahwa prosedur yang dilakukan Terbanding adalah meneliti eksistensi penyerahan jasa (ada
tidaknya penyerahan jasa dan atau ada tidaknya manfaat yang diterima oleh Pemohon Banding
atas alokasi biaya dari pihak afiliasi), kemudian meneliti nilai wajar dari biaya yang dibebankan
GA
oleh pihak afiliasi. Nilai wajar/nilai pengganti/nilai subsitusi alokasi biaya stock option exercised
dan incentive compensation yang seharusnya diterapkan oleh Pemohon Banding. Koreksi
Terbanding tersebut telah disetujui oleh Pemohon Banding pada saat pemeriksaan kewajiban
PPh Badan. Dengan demikian pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa
EN

Terbanding tidak melaksanakan ketentuan yang ada di Kontrak Karya adalah tidak benar .

bahwa alokasi biaya incentive compensation dan stock option exercised sebesar
USD22.942.084 (Rp221.292.013.819,00) dibayarkan kepada FM Services Company (FMS) dan
TP

Freeport McMoran Copper & Gold. Inc (FCX).

bahwa di PPh Badan Tahun Pajak 2008 biaya incentive compensation dan stock option
exercised sebesar USD22.942.084 (Rp221.292.013.819,00) dikoreksi positif karena merupakan
IA

pembayaran biaya incentive compensation dan stock option exercised kepada FMS dan FCX
yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima Pemohon Banding dan pembebanan biaya
stock option exercised untuk pegawai afiliasi yang tidak melakukan pekerjaan untuk
AR

kepentingan Pemohon Banding. Atas koreksi tersebut Pemohon Banding tidak mengajukan
keberatan, dengan rincian:
ET

Penerima Pembayaran/Alokasi Jumlah


USD Rp
- FCX
a. Incentive Compensation (Bonus) - -
KR

b. Stock Option Exercised 1,744,371 16.825.645.457


Subtotal 1,744,371 16.825.645.457
- FMS
a. Incentive Compensation (Bonus) 8,990,372 86.718.256.496
SE

b. Stock Option Exercised 12,207,341 117.748.111.866


Subtotal 21,197,713 204.466.368.362
Total 22,942,084 221.292.013.819
K
bahwa berdasarkan uraian di atas terbukti dalil Pemohon Banding yang disampaikan secara
tertulis pada sidang tanggal 11 Maret 2015 yang menyatakan bahwa koreksi Terbanding atas

JA
biaya incentive compensation dan stock option exercised sebesar USD22.942.084
(Rp221.292.013.819,00) yang selanjutnya digunakan juga sebagai dasar dilakukannya koreksi
pada perkara a quo adalah pembayaran yang semata-mata ditujukan kepada FMS saja terbukti
tidak benar;

PA
bahwa atas koreksi biaya pembayaran incentive compensation dan stock option exercised
sebesar USD22.942.084 (Rp221.292.013.819,00) di PPh Badan tersebut, Terbanding
melakukan koreksi atas DPP PPh Pasal 26 dengan karena pembayaran incentive
compensation dan stock option exercised sebesar USD22.942.084 (Rp221.292.013.819,00)

N
kepada FCX dan FMS tersebut sesungguhnya adalah pembayaran dividen (disguised dividend)
dalam arti luas;

LA
bahwa dengan demikian, pokok sengketa pada perkara a quo berkaitan dengan koreksi biaya
incentive compensation dan stock option exercised sebesar USD22.942.084
(Rp221.292.013.819,00) di PPh Badan yang tidak diajukan keberatan oleh Pemohon Banding.

DI
Hal ini menunjukan Pemohon Banding terbukti tidak konsisten, dimana pada PPh Badan setuju
biaya incentive compensation dan stock option exercised sebesar USD22.942.084
(Rp221.292.013.819,00) dikoreksi (tidak dapat dibebankan) dengan alasan adalah pembayaran
GA
bonus dan stock option kepada FMS dan FCX yang tidak sebanding dengan manfaat yang
diterima Pemohon Banding dan juga alokasi biaya yang tidak memberikan manfaat bagi
Pemohon Banding sehingga diklasifikasikan sebagai dividen terselubung, sementara itu pada
perkara a quo menyatakan bahwa pembayaran tersebut bukanlah pembayaran atas dividen
EN
terselubung padahal pemeriksaan dilakukan pada saat yang bersamaan (all taxes);
bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
- sengketa berkaitan dengan apakah biaya incentive compensation dan stock option
exercised kepada FMS dan FCX yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima
TP

Pemohon Banding dan alokasi biaya yang tidak memberikan manfaat bagi Pemohon
Banding sebesar USD22.942.084 (Rp221.292.013.819,00) adalah objek PPh Pasal 26
(dividen terselubung), dengan fakta bahwa atas koreksi biaya di PPh Badan Tahun Pajak
2008 tersebut Pemohon Banding telah menyatakan setuju.
IA

- tidak ada sengketa mengenai nilai dan tarif.


- pada saat pemeriksaan tidak ada sengketa mengenai dasar hukum yang digunakan.
AR

bahwa berdasarkan informasi Audit Report Tahun 2008/2007, diketahui informasi sebagai
berikut:
“FM Services Company (FMS), a wholly owned subsidiary of FCX, incurs certain administrative,
financial and other costs on behalf and for the benefit of PT FI. PT FI reimburshed FMS $31.2
ET

million in 2008 and $43.7 million in 2007 for allocated costs, which were incurred for the benefit
of PT FI.
bahwa berdasarkan informasi di atas dapat digambarkan kedudukan FMS dan FCX dengan
Pemohon Banding adalah:
KR

XCF
SE

81,28% 100%
PT. FI FMS

K
JA
bahwa berdasarkan skema kepemilikan di atas dan berdasarkan Pasal 1 Kontrak Karya, Pasal
18 (3) Undang-Undang PPh dan Pasal 10 P3B Indonesia-Amerika maka dapat disimpulkan
bahwa:

PA
- terdapat hubungan istimewa antara Pemohon Banding, FMS dengan FCX.
- FMS sepenuhnya dikuasai oleh FCX (pemegang saham mayoritas Pemohon Banding), atau
dengan kata lain secara substansi antara FMS dan FCX adalah satu kesatuan ekonomis.

N
bahwa pada proses pemeriksaan Pemohon Banding mengakui bahwa alokasi pembebanan
biaya incentive compensation dan stock option exercised merupakan kebijakan dari FCX.
dengan demikian, melihat hubungan antara FMS, FCX dan Pemohon Banding sehingga adanya

LA
pembayaran incentive compensation dan stock option exercised baik kepada FMS dan FCX
yang tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh Pemohon Banding secara substansi
termasuk dalam pengertian pembagian laba (dividen terselubung) yang ditujukan kepada FCX;

DI
bahwa dalam peraturan perpajakan yang dimaksud dengan deviden terselubung adalah
deviden yang pembayarannya dilakukan secara terselubung, dimana dapat dilakukan dengan
GA
berbagai macam bentuk. Termasuk dalam pengertian deviden adalah pembayaran kepada
pemegang saham yang antara lain dengan cara pembebanan biaya pemegang saham kepada
perusahaan. Sebagaimana dicontohkan dalam penjelasan Undang-Undang Pajak Penghasilan,
pembayaran deviden secara terselubung dapat dilakukan misalnya dengan cara pengalihan
harta perusahaan kepada pemegang saham dengan penggantian harga di bawah pasar. Jadi
EN

pembagian deviden terselubung tidak hanya diakibatkan adanya penyertaan modal


terselubung, sebagaimana didalilkan Pemohon Banding. Dengan demikian pengertian dividen
dalam arti luas dianut oleh undang-undang domestik yakni Undang-Undang Pajak Penghasilan
sebagaimana dijelaskan dalam memori penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf g;
TP

bahwa definisi dividen diatur di Article 11 P3B Indonesia - Amerika. Oleh karena dalil Pemohon
Banding yang menyatakan “karena tidak ada ketentuan dalam Tax Treaty yang mendefinisikan
kata “deviden” adalah tidak benar dan menyesatkan. Perlu dipahami bahwa P3B antara
IA

Indonesia dengan negara-negara mitra yang terkait dengan suatu transaksi (para perkara a quo
adalah dividen) memiliki bunyi dan prinsip yang sama. Hal ini didasarkan karena model dari
P3B yang dianut antara Indonesia dan negara mitra biasanya mengikuti Model OECD (OECD
AR

Model) atau Model PBB (UN Model);

bahwa dalam hal model P3B sesuai OECD Model atau UN Model terdapat penjelasan atau
commentary. Itulah sebabnya mengapa pada perkara a quo dalam memahami Article 11 P3B
ET

Indonesia – Amerika Terbanding menggunakan penjelasan atau commentary dari UN Model


ataupun OECD Model;

UN Model (commentary)
KR

Dalam commentary P3B UN Model Pasal 10 mengenai Deviden pada paragraf 1 juga
dinyatakan sebagai berikut: "The term dividend is defined in paragraph 3 as generally
distribution of coorporate profits to shareholders.”
SE

Commentary Paragraf 3
15. This paragraph reproduces Article 10, paragraph 3, of the OECD Model Convention, the

K
Commentary on which reads as follows:

JA
“In view of the great differences between the laws of OECD Member countries, it is impossible
to define ‘dividends’ fully and exhaustively. Consequently, the definition merely mentions
examples which are to be found in the majority of the Member countries’ laws and which, in any
case, are not treated differently in them.

PA
“The benefits to which a holding in a company confer entitlement are, as a general rule,
available solely to the shareholders themselves. Should, however, certain of such benefits be
made available to persons who are not shareholders within the meaning of company law, they
may constitute dividends if:

N
the legal relations between such persons and the company are assimilated to a holding in a

LA
company (‘concealed holdings’) and

the persons receiving such benefits are closely connected with a shareholder; this is the case,

DI
for example, where the recipient is a relative of the shareholder or is a company belonging to
the same group as the company owning the shares.”

OECD Model (commentary) GA


Pengertian dividen mengacu pada pengertian yang lebih luas sebagaimana dijelaskan pada
article 10 ayat 4 beserta commentary on article 10 Model Tax Convention on Income and
Capital July 2010 dimana pengertian dividen tidak hanya mengacu pada bagian laba dari
saham tetapi lebih luas yakni mencakup juga pembagian laba yang menurut ketentuan
EN

perpajakan dipersamakan dengan pembagian laba dari saham.

bahwa lebih lanjut, pengertian dividen secara luas dapat dirujuk pada paragraf 23 dan 28-29
Commentary on article 10 Model Tax Convention on Income and Capital July 2010, sebagai
TP

berikut:

23. In view of the great differences between the laws of OECD member countries, it is
impossible to define “dividends” fully and exhaustively. Consequently, the definition merely
IA

mentions examples which are to be found in the majority of the member countries’ laws and
which, in any case, are not treated differently in them.
AR

28. Payments regarded as dividends may include not only distributions of profits decided by
annual general meetings of shareholders, but also other benefits in money or money’s
worth, such as bonus shares, bonuses, profits on a liquidation and disguised distributions of
profits. The reliefs provided in the Article apply so long as the State of which the paying
ET

company is a resident taxes such benefits as dividends.

It is immaterial whether any such benefits are paid out of current profits made by the
company or are derived, for example, from reserves, i.e. profits of previous financial years.
KR

Normally, distributions by a company which have the effect of reducing the membership
rights, for instance, payments constituting reimbursement of capital in any form whatever,
are not regarded as dividends.
SE

29. The benefits to which a holding in a company confer entitlement are, as ageneral rule,
available solely to the shareholders themselves. Should, however, certain of such benefits
be made available to persons who are not shareholders within the meaning of company law,

K
they may constitute dividends if:

JA
the legal relations between such persons and the company are assimilated to a holding in a
company ("concealed holdings”); and the persons receiving such benefits are closely
connected with a shareholder; this is the case, for example, where the recipient is a relative of
the shareholder or is a company belonging to the same group as the company owning the

PA
shares.

bahwa pada Commentary UN Model Convention maupun OECD Model Convention


menyatakan karena begitu besar perbedaan undang-undang antara negara tidak mungkin
untuk mendefinisikan dividen secara lengkap dan menyeluruh, sehingga hanya bisa diberikan

N
contoh-contohnya. Jadi tidak mungkin mendefinisikan deviden terpisah dari pengertian dari
undang-Undang domestik. Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh sendiri pada penjelasannya juga

LA
hanya memberikan contoh-contoh pengertian dividen mengingat pengertian dividen
berdasarkan UU PPh menganut pengertian dividen dalam arti yang luas (dengan nama dan
dalam bentuk apapun);

DI
bahwa oleh karena itu, dalil Pemohon Banding yang menyatakan bahwa oleh karena P3B tidak
mendifinisikan dividen maka penggunaan commentary UN Model Convention maupun OECD
Model Convention dapat diabaikan, sehingga pengertian dividen semata-mata terbatas hanya
GA
berdasarkan pada contoh-contoh yang dikemukakan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g
UU PPh padahal baik UU PPh maupun UN Model Convention maupun OECD Model
Convention menganut pengertian dividen dalam arti luas maka dalil Pemohon Banding
tersebut jelas dan nyata-nyata merupakan dalil yang keliru dan menyesatkan;
EN

bahwa pendapat Pemohon Banding yang menyatakan “Terbanding terikat secara hukum oleh
Pasal 13 (13) (iv) Kontrak Karya, yaitu bahwa Terbanding hanya memiliki wewenang untuk
mengganti “reasonable charges of Affiliates" tersebut dengan pembebanan (“charges”) yang
TP

dilakukan seandainya transaksi tersebut dilakukan oleh pihak-pihak independen; dan


pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan “Terbanding tidak dapat (tidak memiliki
wewenang) menggunakan Pasal 4 ayat (1) (g) Undang-Undang PPh Tahun 1984 dan
Penjelasannya sebagai dasar hukum untuk mengkarakterisasikan pembebanan tersebut
IA

sebagai “disguised dividend’ atau “dividen terselubung” adalah tidak tepat karena berdasarkan
ketentuan (dasar hukum) yang telah diuraikan di atas jelas bahwa Terbanding memiliki
wewenang untuk menggunakan Pasal 4 ayat (1) huruf (g) Undang-Undang PPh Tahun 1984;
AR

bahwa dengan demikian jelas bahwa pembayaran incentive compensation dan stock option
exercised sebesar USD22.942.084 (Rp221.292.013.819,00) pada perkara a quo kepada
pemegang saham (FCX) dan perusahaan yang memiliki hubungan dengan perusahaan
ET

pemegang saham (FMS) termasuk dalam kategori dividen terselubung (disguised dividend);

bahwa biaya incentive compensation dan stock option exercised sebesar USD22.942.084
(Rp221.292.013.819,00) yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima Pemohon
KR

Banding dan alokasi biaya yang tidak memberikan manfaat bagi Pemohon Banding adalah
dividen terselubung (disguised dividend), sehingga sesuai Pasal 26 UU PPh dividen
terselubung (disguised dividend) sebesar USD22.942.084 (Rp221.292.013.819,00) yang
dibayarkan kepada FCX dan FMS adalah objek PPh dan Pemohon Banding mempunyai
SE

kewajiban untuk memotong, menyetor dan melaporkan PPh yang terutang atas dividen
(disguised dividend) tersebut, sehingga hakim Wishnoe Saleh Thaib berkeyakinan untuk tetap
mempertahankan koreksi Terbanding dan menolak banding Pemohon Banding atas koreksi
DPP PPh Pasal 26 - dividen (disguised dividend) sebesar USD22.942.084

K
(Rp221.292.013.819,00);

Menimbang:

JA
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;

PA
Menimbang:

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;

Menimbang:

N
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi,

LA
kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

Memperhatikan:

DI
penjelasan dan fakta persidangan serta bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan;

GA
Menimbang:
EN

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan
kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak untuk mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding, sehingga Dasar Pengenaan
Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Desember 2008 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
TP

Dasar Pengenaan Pajak menurut Terbanding Rp1.354.431.373.917,00


Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp 221.292.013.819,00
Dasar Pengenaan Pajak menurut Majelis Rp1.133.139.360.098,00
IA

Mengingat:
AR

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-
undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini.

Memutuskan:
ET

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor:


KEP-842/WPJ.19/2014 tanggal 5 Mei 2014 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Desember 2008
KR

Nomor: 00013/204/08/091/13 tanggal 04 Maret 2013, atas nama: Pemohon Banding, sehingga
Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Desember 2008 dihitung kembali menjadi sebagai
berikut:
SE

Dasar Pengenaan Pajak Rp1.133.139.360.098,00


PPh Pasal 26 yang terutang Rp 113.750.249.508,00
Kredit Pajak Rp 112.939.075.661,00
PPh Pasal 26 yang Kurang Bayar Rp 811.173.847,00

K
Sanksi Administrasi Bunga Pasal 13 ayat (2) UU KUP Rp 389.363.447,00
Jumlah PPh Pasal 26 yang masih harus dibayar Rp 1.200.537.294,00

JA
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan suara terbanyak setelah pemeriksaan Majelis dalam
persidangan yang dicukupkan pada hari Rabu tanggal 1 April 2015, oleh
Hakim Majelis XVB Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai

PA
berikut:

Drs. Tonggo Aritonang, Ak., M.Sc. Sebagai Hakim Ketua,


Djangkung Sudjarwadi, S.H., LL.M. Sebagai Hakim Anggota,
Wishnoe Saleh Thaib, Ak., M.Sc. Sebagai Hakim Anggota,

N
M. R. A bdi Nugroho Sebagai Panitera Pengganti,

LA
DI
GA
EN
TP
IA
AR
ET
KR
SE

Anda mungkin juga menyukai