Anda di halaman 1dari 16

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.87463/PP/M.

XVB/13/2017

Jenis Pajak : PPh Pasal 26

Tahun Pajak : 2005

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi sengketa dalam banding ini adalah koreksi positif
Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 sebesar Rp111.524.530.412,00 yang

K
tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

Menurut Terbanding : bahwa Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

JA
Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh), mengatur bahwa dalam
menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap:

PA
a. biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang
berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak;

Penjelasan:

N
Biaya-biaya administrasi yang dikeluarkan oleh kantor pusat sepanjang digunakan untuk
menunjang usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia, boleh dikurangkan dari

ILA
penghasilan bentuk usaha tetap tersebut. Jenis serta besarnya biaya yang boleh dikurangkan
tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

b. pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah :
1) royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
2) imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
AD
3) bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;

c. pembayaran sebagaimana tersebut pada huruf b yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat
tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
NG

Penjelasan huruf b dan c :

Pada dasarnya bentuk usaha tetap merupakan satu kesatuan dengan kantor pusatnya, sehingga
pembayaran oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya, seperti royalti atas penggunaan
harta kantor pusat, merupakan perputaran dana dalam satu perusahaan. Oleh karena itu,
PE

berdasarkan ketentuan ini pembayaran bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya berupa
royalti, imbalan jasa, dan bunga tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap.
Namun apabila kantor pusat dan bentuk usaha tetapnya bergerak dalam bidang usaha
perbankan, maka pembayaran berupa bunga pinjaman dapat dibebankan sebagai biaya.
AT

Sebagai konsekuensi dari perlakuan tersebut, pembayaran-pembayaran yang sejenis yang


diterima oleh bentuk usaha tetap dari kantor pusatnya tidak dianggap sebagai Objek Pajak,
kecuali bunga yang diterima oleh bentuk usaha tetap dari kantor pusatnya yang berkenaan
dengan usaha perbankan.
RI

bahwa Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 disebutkan:
TA

Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia
dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali
di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.

bahwa Pasal 3 ayat (2) P3B Indonesia - Amerika Serikat, menyatakan sebagai berikut :
RE

"Any other term used in this Convention and not defined in this Convention shall, unless the context
otherwise requires, have the meaning which it has under the laws of the Contracting State whose tax
is being determined. Notwithstanding the preceding sentence, if the meaning of such a term under
the laws of one of the Contracting States is different from the meaning of the term under the laws of
K

the other Contracting State, or if the meaning of such a term is not readily determinable under the
laws of one of the Contracting States, the competent authorities of the Contracting States may, in
SE

order to prevent double taxation or to further any other purpose of this Convention, establish a
common meaning of the term for the purposes of the Convention."

“Istilah-istilah lain yang tidak didefinisikan namun digunakan dalam Perjanjian ini, kecuali jika dari
hubungan kalimatnya harus diartikan lain, mempunyai arti yang sesuai dengan perundang-
undangan Negara Pihak pada Perjanjian yang akan menetapkan pajak. Menyimpang dari ketentuan
tersebut, jika arti dari suatu istilah menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada
Perjanjian berbeda dengan arti menurut perundang-undangan Negara Pihak lainnya pada Perjanjian,
atau jika arti dari suatu istilah tersebut tidak dapat segera ditentukan menurut perundang-undangan
salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara
Pihak pada Perjanjian tersebut, untuk mencegah pengenaan pajak berganda atau untuk tujuan lain
dari Perjanjian ini, dapat menetapkan arti umum dari suatu istilah tersebut untuk kepentingan
Perjanjian ini.”

bahwa Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia - Amerika, menyatakan sebagai berikut :

"In the determination of the business profits of a permanent establishment, there shall be allowed as

K
deductions expenses which are reasonably connected with such profits, including executive and
general administrative expenses, whether incurred in the Contracting State in which the permanent
establishment is situated or elsewhere.

JA
However, no such deduction shall be allowed in respect of amounts, if any, paid (otherwise than
towards reimbursement of actual expenses) by the permanent establishment to the head office of the
enterprise or any of its other offices, by way of royalties, fees or other similar payments in return for

PA
the use of patents or other rights, or by way of commission for specific services performed or for
management, or by way of interest on moneys lent to the permanent establishment;

Likewise, no account shall be taken, in the determination of the profits of a permanent establishment,
for amounts charged (otherwise than towards reimbursement of actual expenses), by the permanent
establishment to the head office of the enterprise or any of its other offices, by way of royalties, fees

N
or other similar payments in return for the use of patents or other rights or by way of commission for
specific services performed or for management or by way of interest on moneys lent to the head

ILA
office of the enterprise or any of its other offices"

"Dalam menentukan besarnya laba usaha suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya
yang berkaitan dengan laba usaha tersebut, termasuk biaya-biaya pimpinan dan administrasi umum,
balk yang dikeluarkan di Negara Pihak pada Perjanjian di mana bentuk usaha tetap tersebut berada
maupun yang dikeluarkan di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan
AD
biaya-biaya, jika ada, yang dibayarkan (selain penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi)
oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam
bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten
atau hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau
dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap tersebut. Sebaliknya,
NG

tidak perlu diperhitungkan dalam penentuan laba bentuk usaha tetap, jumlah yang ditagihkan (selain
penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya
atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa
lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk
jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan
PE

kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya."

OECD Commentary on article 7 paragraf 3 angka 27

This paragraph clarifies, in relation to the expenses of a permanent establishment, the general
AT

directive laid down in paragraph 2. The paragraph specifically recognises that in calculating the
profits of a permanent establishment allowance is to be made for expenses, wherever incurred, that
were incurred for the purposes of the permanent establishment. Clearly in some cases it will be
necessary to estimate or to calculate by conventional means the amount of expenses to be taken into
account. In the case, for example, of general administrative expenses incurred at the head office of
RI

the enterprise, it may be appropriate to take into account a proportionate part based on ratio that the
permanent establishment's turnover (or perhaps gross profits) bears to that of the enterprise as a
whole. Subject to this, it is considered that the amount of expenses to be taken into account as
TA

incurred for the purposes of the permanent establishment should be the actual amount so incurred.
The deduction allowable to the permanent establishment for any of the expenses of the enterprise
attributed to it does not depend upon the actual reimbursement of such expenses by the permanent
establishment.
RE

“Paragraf ini menjelaskan, dalam kaitannya dengan biaya dari suatu bentuk usaha tetap, yang
penjelasan umumnya terdapat dalam paragraf 2. Paragraf tersebut secara khusus mengakui bahwa
dalam menghitung besarnya laba suatu bentuk usaha tetap dapat diakui adanya biaya, di mana pun
terjadi, yang dikeluarkan untuk kepentingan bentuk usaha tetap. Jelas dalam beberapa kasus perlu
untuk memperkirakan atau menghitung menggunakan cara konvensional, jumlah biaya yang dapat
K

dikurangkan. Dalam kasus, misalnya, biaya administrasi umum yang dikeluarkan di kantor pusat
perusahaan itu, mungkin tepat untuk mengurangkan biaya bagian proporsional berdasarkan rasio
SE

omset bentuk usaha tetap itu (atau mungkin laba kotor) dengan perusahaan secara keseluruhan.
Dalam hal ini, jumlah biaya yang digunakan untuk kepentingan bentuk usaha tetap yang dikurangkan
harus merupakan jumlah aktual yang dikeluarkan. Biaya yang dapat dikurangkan bentuk usaha tetap
untuk setiap pengeluaran perusahaan tidak tergantung dengan penggantian sebenarnya biaya
tersebut oleh bentuk usaha tetap.”

bahwa Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia - Amerika Serikat, menyatakan sebagai berikut :
"Where a company which is a resident of a Contracting State has a permanent establishment in the
other Contracting State, that other State may impose an additional tax in accordance with its law on
the profits attributable to the permanent establishment (after deducting therefrom the company tax
and other taxes on income imposed thereon in that other State) and on interest payments allocable to
the permanent establishment, but the additional tax so charged shall not exceed 10 percent."

“bahwa apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian
memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak Lainnya tersebut dapat mengenakan pajak
tambahan sesuai dengan perundang-undangannya atas laba bentuk usaha tetap tersebut (setelah

K
dikurangi dengan Pajak Perseroan dan pajak-pajak penghasilan lainnya yang dikenakan oleh Negara
Pihak lainnya tersebut) dan atas pembayaran bunga oleh bentuk usaha tetap tersebut, tetapi
besarnya pajak tambahan tersebut tidak akan melebihi 10 (sepuluh) persen”

JA
bahwa sesuai hasil penelitian, disampaikan tanggapan sebagai berikut:

bahwa Terbanding melakukan koreksi atas objek PPh Pasal 26 sebesar Rp113.344.006.480,00

PA
berupa koreksi pada Penghasilan Kena Pajak setelah pajak yang merupakan objek PPh Pasal 26
bagi suatu bentuk usaha tetap sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4)
Undang-Undang PPh;

bahwa koreksi tersebut disebabkan karena adanya koreksi pemeriksa pada perhitungan Pajak
Penghasilan (PPh Badan) sebesar Rp161.920.009.179,00 yang terdiri atas koreksi biaya usaha yang

N
dibayarkan kepada kantor pusat dan Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges) sebesar
Rp159.320.756.860,00 dan koreksi fiskal atas akun GX.00 Employ Act Other sebesar

ILA
Rp2.570.963.694,00;

bahwa berdasarkan surat banding Pemohon Banding atas Pengajuan Banding terhadap Keputusan
Terbanding Nomor: KEP-198/WPJ.19/2013 tanggal 20 Februari 2013 tentang Keberatan Wajib Pajak
atas SKPKB Pajak Penghasilan Nomor: 00001/206/05/091/12 tanggal 22 Februari 2012 Tahun Pajak
2005 diketahui bahwa atas koreksi Terbanding pada perhitungan PPh Badan sebesar
AD
Rp161.920.009.179.,00 Pemohon Banding hanya mengajukan banding atas sengketa koreksi biaya
usaha yang dibayarkan kepada kantor pusat dan Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges)
sebesar Rp159.320.756.860,00;

bahwa dengan demikian perhitungan koreksi PPh Pasal 26 yang diajukan banding oleh Pemohon
NG

Banding adalah sebesar Rp111.524.530.412,00;

bahwa Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh menyebutkan bahwa Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20%
(dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang
PE

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan;

bahwa Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia - Amerika Serikat menyebutkan bahwa apabila suatu
perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian memiliki suatu bentuk
usaha tetap di Negara Pihak Lainnya tersebut dapat mengenakan pajak tambahan sesuai dengan
AT

perundang-undangannya atas laba bentuk usaha tetap tersebut (setelah dikurangi dengan Pajak
Perseroan dan pajak-pajak penghasilan lainnya yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya tersebut)
dan atas pembayaran bunga oleh bentuk usaha tetap tersebut, tetapi besarnya pajak tambahan
tersebut tidak akan melebihi 10 (sepuluh) persen;
RI

bahwa Pemohon Banding merupakan bentuk usaha tetap dari Citibank N.A yang berkedudukan di
New York, Amerika Serikat;
TA

bahwa hal tersebut dapat dilihat dari Surat Keterangan Domisili dikeluarkan otoritas perpajakan
Amerika Serikat;

bahwa dengan demikian sesuai dengan Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia - Amerika Serikat pajak
tambahan yang dapat dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi Pajak Pengasilan
RE

adalah 10 (sepuluh) persen;

bahwa mengingat perhitungan Penghasilan Kena Pajak setelah pajak suatu bentuk usaha
tetap ditentukan oleh perhitungan Penghasilan Kena Pajak dalam PPh Badan maka proses
penelitian keberatan SKPKB PPh Pasal 26 Nomor: 00001/204/05/091/12 tanggal
K

22 Februari 2012 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2005 didasarkan pada hasil
penelitian terhadap permohonan Keberatan Pemohon Banding atas SKPKB Pajak Penghasilan
SE

Tahun Pajak 2005;


bahwa berdasarkan penelitian terhadap permohonan keberatan Pemohon Banding atas
SKPKB Pajak Penghasilan Nomor: 00001/206/05/091/12 tanggal 22 Februari 2012
Tahun Pajak 2005 disampaikan kesimpulan sebagai berikut:

bahwa atas keberatan Pemohon Banding terhadap Biaya Usaha yang dibayarkan kepada Kantor
Pusat dan Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges) sebesar Rp159.320.756.860,00 tidak
dapat dikabulkan dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :

bahwa berdasarkan penelitian Surat Keberatan, keterangan Pemohon Banding serta tanggapan dan
penjelasan Pemohon Banding yang hadir sesuai Surat Pemberitahuan Untuk Nadir (SPUH) pada
tanggal 15 Februari 2013, Pemohon Banding menyampaikan bahwa Pemohon Banding setuju
dengan pendapat Terbanding terkait alokasi biaya dari kantor pusat, namun yang menjadi sengketa
adalah pembebanan Intercompany Direct Charges yang dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 8
ayat (3) P3B Indonesia - Amerika Serikat;

bahwa menurut Pemohon Banding bahwa sengketa pajak tersebut merupakan sengketa yuridis

K
berupa perbedaan interpretasi ketentuan Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia-Amerika Serikat, khususnya
mengenai pengertian reimbursement;

JA
bahwa Terbanding berpendapat bahwa pembayaran ke kantor pusat yang sesuai dengan ketentuan
Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia-Amerika Serikat adalah harus bersifat reimbursement;

bahwa Terbanding berpendapat bahwa arti "reimbursement" sebagaimana disebutkan di dalam

PA
Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia - Amerika Serikat adalah biaya yang sebelumnya dibayarkan terlebih
dahulu oleh Kantor Pusat yang terkait dengan kepentingan Citibank Indonesia dan kemudian akan
ditagihkan kembali ke Citibank Indonesia sesuai dengan biaya actual;

bahwa dalam pengertian Pemohon Banding, Terbanding mengartikan bahwa pengertian


"reimbursement" adalah hanya berhubungan dengan biaya yang ditalangi terlebih dahulu oleh Kantor

N
Pusat yang kemudian ditagihkan kepada Pemohon Banding;

ILA
bahwa sedangkan menurut pendapat Pemohon Banding, pengertian "reimbursement" dalam
ketentuan Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia - Amerika adalah bahwa pembebanan dapat dilakukan
(sehingga menjadi biaya pengurang di Citibank Indonesia) sepanjang biaya tersebut adalah biaya
yang sebenamya telah dikeluarkan oleh kantor pusat Citibank dan cabang luar negeri yang
berkenaan dengan kegiatan usaha atau untuk kepentingan Citibank Indonesia dan Pasal 8 ayat (3)
P3B Indonesia - Amerika Serikat mengatur bahwa biaya-biaya aktual yang terdapat di kantor pusat
AD
dan cabang lainnya dapat dibebankan sebagai biaya selama biaya-biaya tersebut memiliki hubungan
langsung dengan kegiatan usaha Citibank Indonesia, dan timbul dalam upaya mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan Citibank Indonesia;

bahwa dalam hal ini biaya "reimbursement" tidak semata-mata hanya mencakup biaya "talangan"
NG

tetapi termasuk juga biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Kantor Pusat yang berkenaan dengan
Citibank Indonesia, misalnya, biaya pemeliharaan server yang dikeluarkan oleh kantor pusat
(termasuk biaya personal yang menangani server tersebut) dan cabang luar negeri lainnya dimana
server tersebut dipergunakan untuk kepentingan Citibank Indonesia;
PE

bahwa Pasal 3 ayat (2) P3B Indonesia - Amerika Serikat mengatur:

“Istilah-istilah lain yang tidak didefinisikan namun digunakan dalam perjanjian ini, kecuali jika dari
hubungan kalimatnya harus diartikan lain, mempunyai arti yang sesuai dengan perundang-undangan
Negara Pihak pada Perjanjian yang akan menetapkan pajak. Menyimpang dari ketentuan tersebut,
AT

jika arti dari suatu istilah menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian
berbeda dengan arti menurut perundang-undangan Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, atau jika
arti dari suatu istilah tersebut tidak dapat segera ditentukan menurut perundangundangan salah satu
Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak
pada Perjanjian tersebut untuk mencegah pengenaan pajak berganda atau untuk tujuan lain dari
RI

Perjanjian ini, dapat menetapkan arti umum dari suatu istilah tersebut untuk kepentingan Perjanjian
ini”
TA

bahwa berdasarkan penelitian diketahui bahwa pengertian reimbursement banyak ditemukan dalam
ketentuan perpajakan Indonesia, antara lain:

a. Angka 2 huruf d Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-53/PJ/2009 tentang Jumlah bruto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf C angka 2 UU Nomor 7 tahun 1983
RE

tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor
36 tahun 2008 : "pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian
pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga";
K

b. Angka 3 huruf b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-831/PJ.53/2005 tentang
Perlakuan PPN atas Tagihan Listrik dan Air Sebagai Komponen Service Charge Dalam
SE

Persewaan Ruangan : "Atas tagihan reimbursement, yaitu penggantian untuk biaya yang telah
dibayarkan terlebih dahulu oleh pemberi jasa atas nama penerima jasa, berupa biaya listrik dan
air oleh PKP persewaan ruangan kepada para penyewa ruangan, balk nilai tagihannya sama
dengan nilai tagihan dari PLN dan PDAM kepada PKP persewaan ruangan maupun berbeda
(misalnya dengan alasan adanya biaya penyediaan kabel sebagaimana contoh dalam surat
Saudara), terutang PPN karena tagihan listrik dan air oleh PKP persewaan ruangan kepada
para penyewa tersebut merupakan bagian dari kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak berupa
persewaan ruangan yang dilakukan oleh PKP persewaan ruangan."

c. Angka 1 huruf b butir 1 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-79/PJ.53/2004 tentang Perlakuan
SE-05/PJ.53/2003 dan Kep-170/PJ/2002 : "PT PPE membayar gaji karyawan yang ditempatkan
di perusahaan pengguna jasa terlebih dahulu, baru kemudian menagih kepada pengguna jasa
tenaga kerja (reimbursement)."

d. Angka 5 huruf b Surat Dirjen Pajak Nomor : S-975/PJ.53/2003 tentang Dasar Pengenaan PPN
Dalam Industri Freight Forwarder: "Namun demikian, apabila dalam invoice terdapat biaya
reimbursement yaitu penggantian untuk biaya yang telah dibayarkan dahulu oleh pemberi jasa

K
atas nama penerima jasa yang di dalamnya terdapat biaya yang sudah dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai atau tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai antara lain biaya freight, biaya
warehouse, bea masuk, dan biaya bill of lading, maka atas bagian yang direimburs itu tidak

JA
terutang Pajak Pertambahan Nilai. Selanjutnya apabila terdapat perbedaan antara nilai biaya
freight, biaya warehouse, dan biaya lain-lain yang dibayarkan oleh PT. ABC kepada perusahaan
pelayaran atau pihak lain dengan yang dimintakan oleh PT. ABC kepada pelanggan, maka
selisihnya merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak."

PA
e. Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) P3B Indonesia - Amerika Serikat serta memperhatikan pengertian
"reimbursement" dalam ketentuan yang termasuk dalam perundang-undangan perpajakan
Indonesia tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian reimbursement adalah
penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua
kepada pihak ketiga;

N
ILA
bahwa dengan demikian yang dimaksud dengan reimbursement tidak termasuk biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh Kantor Pusat sendiri yang berkenaan dengan Citibank Indonesia dan cabang luar
negeri lainnya karena biaya-biaya ini bukan dibayarkan kepada pihak ketiga, karena apabila
demikian pembayaran atas tagihan tersebut tak ubahnya dengan pembayaran atas jasa yang
dilakukan oleh kantor pusat yang berdasarkan P3B Indonesia-Amerika Serikat, imbalan sehubungan
dengan jasa manajemen dan jasa Iainnya tersebut tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya
AD
oleh Citibank Indonesia;

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, penafsiran Pemohon Banding bahwa yang dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia - Amerika Serikat sebagai pengertian "reimbursement of actual
expenses" adalah biaya-biaya yang dibayarkan kepada kantor pusat atau kantor cabang Iainnya,
NG

selama biaya tersebut benar-benar terjadi dan berkenaan dengan kegiatan usaha dari Pemohon
Banding sehingga pembebanan atas biaya-biaya dapat dilakukan dan menjadi biaya pengurang di
Citibank Indonesia menurut Terbanding adalah tidak tepat;

bahwa terkait dengan aspek material pembebanan biaya Intercompany Direct (service) Charges oleh
PE

Pemohon Banding, diperlukan dokumen-dokumen pendukung yang dapat meyakinkan Terbanding


bahwa biaya-biaya yang dibayarkan Citibank Indonesia kepada Kantor Pusat dan cabang-cabang
Iainnya tersebutmemang dapat dibebankan oleh Pemohon Banding sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia - Amerika Serikat;
AT

bahwa dalam proses penelitian keberatan, Terbanding telah menyampaikan permintaan dokumen
sebanyak dua kali, tetapi Pemohon Banding tidak memberikan/meminjamkan dokumen yang diminta
dan bahkan dalam suratnya Nomor CB/I/2013/F7/6/SK tanggal 16 Januari 2013,
Pemohon Banding menyatakan bahwa permintaan dokumen yang di minta tidak relevan dengan
sengketa pajak;
RI

bahwa dengan demikian, Terbanding tidak dapat meneliti kebenaran material biaya yang dibebankan
oleh Pemohon Banding tersebut;
TA

bahwa selain biaya-biaya yang dibayarkan Citibank Indonesia kepada Kantor Pusat dan cabang-
cabang lainnya, dalam akun biaya Intercompany Direct (service) Charges tersebut terdapat juga
biaya yang dibayarkan kepada pihak afiliasi di luar negeri (yang merupakan entitas yang berbeda
dengan Pemohon Banding);
RE

bahwa dalam proses penelitian keberatan, Terbanding juga telah menyampaikan permintaan
dokumen sebanyak dua kali, terkait biaya yang dibayarkan kepada perusahaan afiliasi di luar negeri
berupa kontrak, perjanjian, PO/DO, bukti penyelesaian jasa, bukti penerimaan barang, invoice,
tagihan dan bukti pembayaran;
K

bahwa Pemohon Banding tidak memberikan dokumen dan bahkan dalam Suratnya Nomor:
SE

CB/I/2013/F7/6/SK tanggal 16 Januari 2013 menyatakan bahwa permintaan dokumen yang di minta
tidak relevan dengan sengketa pajak;

bahwa dengan demikian, Terbanding tidak dapat meneliti kebenaran formal dan material biaya
tersebut;

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menurut Terbanding tidak terdapat alasan untuk
menerima keberatan Pemohon Banding, untuk itu, Terbanding mempertahankan koreksi atas biaya
usaha yang dibayarkan kepada kantor pusat dan Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges)
sebesar Rp159.320.756.860,00;

bahwa atas keberatan Pemohon Banding terhadap koreksi fiskal atas akun GX.00 Employ Act Other
sebesar Rp2.570.963.694,00 tidak dapat dikabulkan;

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas keberatan Pemohon Banding atas SKPKB Pajak
Penghasilan Nomor: 00001/206/05/091/12 tanggal 22 Februari 2012 Tahun Pajak 2005 ditolak
sehingga perhitungan pajak dalam SKPKB Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2005 tersebut tetap

K
dipertahankan;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perubahan

JA
dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan PPh terutang dalam SKPKB Pajak Penghasilan
Nomor: 00001/206/05/091/12 tanggal 22 Februari 2012 Tahun Pajak 2005 sehingga perhitungan
Penghasilan Kena Pajak setelah Pajak dalam SKPKB PPh Pasal 26 Nomor: 00001/204/05/091/12
tanggal 22 Februari 2012 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2005 tidak berubah;

PA
Menurut Pemohon : bahwa Pemohon Banding dalam persidangan menyampaikan penjelasan
tertulis sebagai berikut :

bahwa sesuai Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan bahwa yang menjadi dasar koreksi
Terbanding disebutkan:

N
"Sebagaimana diketahui bahwa dengan dasar juridis Pasal 7 ayat 3, P3B antara Pem. Republik

ILA
Indonesia dan Pem. USA disebutkan bahwa ... Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari
BUT (Termasuk Biaya Pimpinan dan Biaya Administrasi & Umum) baik yang dikeluarkan di Negara
dimana BUT itu berada maupun berada di tempat lain”

Ketentuan Yuridis
AD
bahwa sesuai ketentuan P3B antara Rep. Indonesia dan USA, disebutkan bahwa semua biaya yang
dikeluarkan untuk kepentingan usaha BUT di Indonesia, yang meliputi:

a. Biaya yang terjadi di Indonesia maupun di tempat lain (World-Area) asalkan untuk kepentingan
memperoleh, menagih dan memelihara Penghasilan (3M) BUT (dapat dibuktikan dengan
NG

dokumen pengeluaran — invoice, Bank Voucher dsb. dari vendor kepada BUT di Indonesia);
b. Biaya Umum & Administrasi dan Pimpinan (G&A, Executive Expenses) yang terjadi di Head
Office (yang merupakan biaya 3-M HO dan BUT di Indomsia serta BUT-BUT lain di seluruh
Indonesia); secara jurisdiksi (dasar P3B tersebut) dapat dibebankan sebagai Pengurang
Penghasilan Bruto, namun cara pembebanannya (tidak diatur dalam P3B); sehingga harus
PE

tunduk kepada ketentuan Undang-Undang domestik (yaitu : Pasal 5 ayat 3


Undang-Undang No.7/1983 stdtd. Undang-Undang Nomor Undang-Undang No. 17/2000 serta
KEP-62/1995 sebagaimana diuraikan di atas;

Alokasi Biaya
AT

bahwa berdasarkan penelusuran juridis formal dan material, pengalokasian biaya umum dan
Administrasi Kantor Pusat di atas tidak sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor:
KEP-62/PJ/1995 dengan penjelasan sebagai berikut :
RI

a. Pasal 2 mensyaratkan biaya administrasi Kantor Pusat yang diperbolehkan sebagai pengurang
Penghasilan bruto BUT adalah setinggi-tingginya sebanding besarnya Peredaran usaha BUT
Indonesia Terhadap seluruh Peredaran Usaha di seluruh dunia;
TA

b. Atas dasar ketentuan yuridis fiskal tersebut, Pemohon Banding tidak memberikan data
Peredaran Usaha di seluruh dunia, sehingga batasan (maksimal) alokasi biaya dan umum
Kantor Pusat tersebut tidak dapat dihitung;
c. Secara formal Pemohon Banding juga tidak memenuhi syarat Pasal 3 dan 4 yaitu : Laporan
Konsolidasi dari HO yang mengungkap perincian Peredaran Usaha dan sebagai Lampiran SPT
RE

Tahunan PPh Pemohon Banding;

bahwa kemudian pada halaman 21 dan halaman 22 Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) (Lampiran 2)
disebutkan pada bagian Hasil Pembahasan Akhir yang merupakan bagian proses pemeriksaan
setelah mempelajari tanggapan SPHP dan data yang disampaikan Pemohon Banding, diuraikan
K

bahwa Terbanding melakukan koreksi atas biaya Head Office Allocation Expense (HOAE) dan
Intercompany Direct Charges dengan mengambil seluruh akun yang berisi transaksi antar afilisi
SE

dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp265.560.841.060,00 yang kemudian dikurangkan bagian


HOAE yang didukung dengan sertifikasi KAP, sehingga koreksi pada yang menjadi sengketa pajak
dapat dirinci sebagai berikut :

Biaya Head Office Allocation Expense (HOAE) Rp265.560.841.060


dan Intercompany Direct Charges
Dikurangi HOAE berdasarkan sertifikat audit Rp106.240.084.200
(USD 10.807.740 x Rp 9.830)

Selisih sebagai koreksi menurut Terbanding Rp159.320.756.860

bahwa adapun dasar koreksi tersebut tertera pada bagian kesimpulan yang dikutip pada halaman 22
dari LPP dan Risalah Pembahasan (Lampiran 3) yang menyebutkan, "...pemeriksa berkesimpulan
bahwa beban tersebut terdiri dari General Admnistration Expense dari Head Office dan
Reimbursement Cost atas jasa oleh vendor dari HO dan cabang lain (BUT/Rep Office diseluruh
dunia).......pemeriksa berkesimpulan:

K
Administration Expense dari Head Office dan Asia Pacific sertifikasi KAP

JA
bahwa sesuai data dari KPMG LLP New York dan diketahui bahwa terdapat Biaya Administrasi
Kantor Pusat yan BUT Indonesia yang memenuhi Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia sebesar
USD10,870,740.00 (ekuivalen Rp106.240.084.200,00);

PA
Biaya usaha yang dibayarkan kepada Head Office dan Asia Pacific Regional Office Lainnya

bahwa terdapat biaya usaha yang dibayarkan kepada kantor pusat dan cabang lainnya (Singapore,
Philipina, India, Australia, China, dll.);

bahwa biaya ini tidak memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia — Amerika Serikat =

N
Rp159.320.756.860,00;

bahwa dengan dasar hukum tersebut di atas, pemeriksa melakukan koreksi atas jumlah

ILA
Rp159.320.756.860,00;

Penjelasan Sengketa Pajak

bahwa dari uraian tentang penjelasan dan dasar koreksi yang menjadi sengketa pajak dapat
AD
disimpulkan bahwa:

bahwa pada bagian Ketentuan Yuridis dari SPHP sesuai kutipan di atas, telah diakui oleh Terbanding
bahwa terdapat 2 (dua) bagian biaya yang dapat dibebankan sebagai biaya terkait dengan ketentuan
P3B (transaksi dengan mitra P3B) yaitu :
NG

1. Biaya yang terjadi di Indonesia maupun di tempat lain (World-Area) asalkan untuk kepentingan
memperoleh, menagih dan memelihara Penghasilan (3M) BUT yaitu dalam aplikasinya pada
Pemohon Banding dikenal sebagai "Direct Charges";
PE

2. Biaya Umum & Administrasi dan Pimpinan (G & A, Executive Expenses) yaitu dalam aplikasinya
pada Wajib Pajak dikenal sebagai “Head Office Allocation Expenses" (HOAE);

bahwa kemudian dari dua kelompok biaya tersebut merupakan salah satu obyek yang dijadikan
fokus temuan pemeriksaan;
AT

bahwa selanjutnya setelah meneliti data dan mempelajari tanggapan SPHP dari Pemohon Banding,
Terbanding mengambil kesimpulan sebagaimana yang tertuang dalam Risalah Pembahasan yang
juga dikutip pada LPP, bahwa:
RI

- Terbanding mengakui adanya biaya HOAE (Head Office Allocation Expenses) sebagaimana
telah diatur dalam P3B, sehingga biaya sebesar USD10.870.740 atau ekuivalen sebesar
Rp106.240.084.200 tidak dilakukan koreksi dan bukan menjadi sengketa banding;
TA

- Biaya "Direct Charges" sebesar Rp159.320.756.860,00 tetap dikoreksi. Adapun alasan dilakukan
koreksi adalah biaya tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia Amerika
Serikat, dan jika diteliti lebih lanjut sebagaimana alasan tersebut tertera pada Ketentuan Yuridis
pada SPHP adalah "Biaya yang terjadi di Indonesia maupun di tempat lain (World-Area) asalkan
RE

untuk kepentingan memperoleh, menagih dan memelihara Penghasilan (3M) BUT (dapat
dibuktikan dengan dokumen pengeluaran - invoice, Bank Voucher dan sebagainya dari vendor
kepada BUT di Indonesia), sehingga secara eksplisit terbanding mengakui bahwa biaya yang
bersifat "Direct Charges" dapat dibiayakan dengan syarat dibuktikan dokumen dari vendor (pihak
ketiga) kepada BUT di Indonesia;
K

bahwa berdasarkan SPHP, Risalah Pembahasan dan LPP maka yang menjadi sengketa adalah
SE

"Direct Charges" yang menurut Terbanding harus dibuktikan dengan dokumen pengeluaran berupa
invoice, bank voucher dan sebagainya dari pihak ketiga (vendor) kepada BUT Citibank di Indonesia
sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia — Amerika Serikat;

Pengertian Pasal 8 ayat (3) P3B

bahwa perlu Pemohon Banding pertegas bahwa biaya "Direct Charges" berbeda sifatnya dari biaya
HOAE yaitu biaya HOAE merupakan biaya administrasi umum yang dikeluarkan oleh kantor pusat
yang memberikan kontribusi kepada perusahaan secara keseluruhan dan oleh karena dibebankan
kepada BUT-BUT melalui metode alokasi, sedangkan biaya "Direct Charges" terjadi karena ada
proses regionalisasi dari aktifitas-aktifitas tertentu, dalam kasus ini terutama berkaitan dengan IT dan
data processing yang di regionalisasi di tempat-tempat tertentu untuk menyokong fungsi business
dari BUT-BUT di region tersebut untuk meningkatkan effisiensi, standarisasi, skala ekonomi,
konsistensi, dan sebagainya (lihat penjelasan dalam poin III untuk lebih detail) dimana
pembebanannya dilakukan hanya apabila suatu BUT memakai dan oleh karenanya mendapatkan
manfaat atas fungsi-fungsi tersebut;

K
bahwa Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia — Amerika, menyatakan sebagai berikut :

"In the determination of the business profits of a permanent establishment, there shall be allowed as

JA
deductions expenses which are reasonably connected with such profits. including executive and
general administrative expenses, whether incurred in the Contracting States in which permanent
establishment is situated or elsewhere. However, no such deduction shall be allowed in respect of
amounts, if any, paid (otherwise than towards reimbursement of actual expenses) by the permanent

PA
establishment to the head office of the enterprise or any of its other offices, by way of royalties, fees
or other similar payments in return for the use of patents or other rights or by way of commission for
specific services performed or for management, or by way of interest on moneys lent to the
permanent establishment. Likewise, no account shall be taken, in the determination of the profits of a
permanent establishment for amounts charged (otherwise than towards reimbursement of actual
expenses), by the permanent establishment to the head office of the enterprise or any of its other

N
offices, by way of royalties. fees or other similar payments in return for the use of patents or other
rights or by way of commission for specific services performed or for management or by way of

ILA
interest on moneys lent to the head office of the enterprise or any of its other offices."

bahwa terkait dengan sengketa banding maka ketentuan Pasal 8 ayat (3) P3B tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :

bahwa pemahaman Terbanding sebagaimana tertera dalam SPHP bahwa, "Biaya yang terjadi di
AD
Indonesia maupun di tempat lain (World-Area) asalkan untuk kepentingan memperoleh, menagih dan
memelihara Penghasilan (3M) BUT" telah benar dan sesuai dengan kalimat pada P3B yang
berbunyi: "In the determination of the business profits of a permanent establishment, there shall be
allowed as deductions expense: which are reasonably connected with such profits";
NG

bahwa dengan demikian, atas atas pengeluaran yang dilakukan oleh BUT di Indonesia yang dapat
dibuktikan berhubungan dengan operasional perusahaan dalam memperoleh laba maka biaya
tersebut dapat dibebankan;

bahwa interprestasi tersebut tidak terdapat perbedaan antara Pemohon Banding dan Terbanding
PE

sebagaimana tertuang dalam SPHP, namun terdapat perbedaan adalah Terbanding dalam
memahami hal tersebut mensyaratkan pembuktian dokumen pihak ketiga;

bahwa pemahaman Terbanding tidak tepat dalam menginterprestasikan kalimat "otherwise than
towards reimbursement of actual expenses" sebagai "dapat dibuktikan dengan dokumen
AT

pengeluaran — invoice, Bank Voucher dsb dari vendor kepada BUT di Indonesia".

bahwa menurut Pemohon Banding kata "reimbursement" haruslah diartikan lebih luas tidak terikat
hanya pada dokumen dan pihak ketiga;
RI

bahwa kemudian dalam P3B tersebut terdapat pembatasan atas beberapa transaksi yang tidak
diperkenankan sebagai beban yaitu royalty, fee, komisi dan bunga;
TA

bahwa pengertian atas royalty, fee, komisi dan bunga adalah berbeda dengan "reimbursement"
sebagaimana tertera pada pasal tersebut;

bahwa adapun pengertian dan definisi masing-masing dapat ditemukan sebagai berikut:
RE

- Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa
pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas penggunaan atau hak
menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau
model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak serupa lainnya; penggunaan atau hak menggunakan
K

peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah; pemberian pengetahuan atau informasi


di bidang ilmiah, teknikal, industrial, anti komersial; pemberian bantuan tambahan atau pelengkap
SE

sehubungan dengan penggunaan atau hak......(sumber Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang


Nomor 36 tahun 2008);

- Fee atau imbalan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) adalah (1) upah sebagai
pembalas jasa; honorarium (sumber KBBI : http ://` );

- Komisi adalah sejumlah uang imbalan atau jasa perantara dalam suatu transaksi (sumber Bank
Indonesia : http://www.bi.go.idlid/Kamus.aspx?id=K). Menurut KBBI, komisi adalah (2) imbalan
(uang) atau presentase tertentu yang dibayarkan karena jasa yang diberikan di jualbeli dsb
(sumber KBBI : http://kbbi.web.id/komisi).;

- bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang. Imbal jasa ini merupakan suatu kompensasi kepada
pemberi pinjaman atas manfaat kedepan dan uang pinjaman tersebut apabila
diinvestasikan. Jumlah pinjaman tersebut disebut "pokok utang" (principal). Persentase dan pokok
utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa ( bunga ) dalam suatu periode tertentu
disebut "suku bunga" (sumber Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bunga). Menurut Bank
Indonesia, bunga adalah imbalan yang dibayarkan oleh peminjam atas dana yang diterima, bunga

K
dinyatakan dalam persen (sumber Bank Indonesia : http://www.bi.go.id/id/Kamus.aspx?id=B);

bahwa dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa royalti, fee, komisi maupun bunga merupakan

JA
suatu hasil/pendapatan dan suatu usaha atau aset/harta sedangkan "reimbursement" bukan
merupakan pendapatan namun merupakan sebuah penggantian yang telah dikeluarkan satu pihak
oleh pihak lain;
bahwa menurut Pemohon Banding, pengertian reimbursement dalam ketentuan Pasal 8 ayat

PA
(3) P3B Indonesia — Amerika adalah bahwa pembebanan dapat dilakukan (sehingga menjadi biaya
pengurang di Citibank N.A. Indonesia) sepanjang biaya tersebut adalah biaya yang sebenarnya telah
dikeluarkan oleh kantor pusat Citibank dan cabang luar negeri yang berkenaan dengan kegiatan
usaha atau untuk kepentingan BUT Citibank N.A. Indonesia, sehingga pendapat Terbanding bahwa
pengertian reimbursement adalah sesuai dengan angka 2 huruf d Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor :
SE-53/P1/2009, angka 3 huruf b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-831/PJ.53/2005,

N
angka 1 huruf b butir 1 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-79/PJ.53/2004 dan angka 5 huruf b
Surat Dirjen Pajak Nomor: S-975/PJ.53/2003 tidaklah tepat;

ILA
bahwa sesuai P3B maka pengertian reimbursement harus dikaitkan dengan operasional BUT di
berhubungan dengan mendapat, memelihara dan menagih tersebut dapat dibebankan selain atas
royalti, fee, komisi dan surat-surat yang dirujuk Terbanding berkaitan dengan pemotongan pajak dan
PPN sehingga sangat tidak tepat untuk dipakai sebagai acuan dalam yang berkenaan dengan
"deductibility";
AD
bahwa kesimpulan di atas konsistensi dengan pengertian yang diberikan dalam UN Model
Commentary (2001);

bahwa sebagai catatan, Pasal 8 ayat (3) P3B antara Indonesia dan Amerika mengadopsi UN Model
NG

2001 dan oleh karenanya UN Model Commentary menjadi relevan;

bahwa UN Model itu sendiri didasarkan oleh OECD Model dan oleh karenanya dalam UN Model
Commentary terdapat rujukan kepada OECD Model Commentary;
PE

bahwa uraian dengan merujuk pada OECD Commentary Pemohon Banding buat secara terpisah
dalam point IV dibawah;

bahwa dalam UN Model Commentary terlihat dengan bahwa pada intinya adalah pembayaran
kepada BUT lainnya dan/atau kantor pusat dapat dikurangkan sebagai biaya sepanjang jumlah yang
AT

dibebankan merupakan beban yang dikeluarkan oleh kantor pusat atau BUT lainnya tanpa mark-up
profit;

bahwa Pemohon Banding kutip beberapa bagian dalam UN Model Commentary dibawah ini :
RI

Paragraf 17:

"..... In the course of the discussion it was pointed out that the addition to the OECD text would
TA

ensure that the permanent establishment would be able to deduct interest, royalties and other
expenses incurred by the head office on behalf of the establishment....." (Pemohon Banding —
addition yang dimaksud ini adalah:

"However, no such deduction shall be allowed in respect amounts, if any, paid (otherwise than
RE

towards reimbursement of actual expenses) by the permanent establishment to the head office of the
enterprise or any of its other offices, by way of royalties, fees or other similar payments in return for
the use of patents or other right or by way of commission for specific services performed or for
management, or by way of interest on moneys lent to the permanent establishment. Likewise no
account shall be taken, in the determination of the profits of a permanent establishment for amounts
K

charged (otherwise than towards reimbursement of actual expenses) by the permanent


establishment to the head office of the enterprise or any of its other offices, by way of royalties. fees
SE

or other similar payments in return for the use of patents by way of commission for specific services
performed or for management or by way of interest on moneys lent to the head office of the
enterprise or any of its other office;

Paragraf 19:

"....Subject to this, it is considered that the amount of expenses to be taken into account as incurred
for the purposes of the permanent establishment should be the actual amount so incurred...."

Paragraph 19:

"..., whilst the wording of paragraph 3 suggested that the deduction for expenses incurred for the
purposes of permanent establishments should be the actual costs of those expenses, normally
without adding any profit element..."

bahwa khusus mengenai jasa, Paragraf 19 juga menyatakan:

K
"... The area of services is the one in which dculties may arise in determining whether in
a particular case a service should be charged between the various parts of a single enterprise at its
actual costs or at that costs plus a mark up to represent a profit to the part of the enterprise providing

JA
the service. "Dalam hal ini, paragraf 19 memberikan petunjuk sebagai berikut: "... On the other hand,
the answer will be in negative (Pemohon Banding — artinya tanpa mark up profit) if, on the basis of
the facts and circumstances of the specific case, it appears that the expense is initially incurred in
performing a Anction the essential purposes of which is to rationalize the overall costs of the

PA
enterprise or to increase in a general way its sales "

bahwa dalam hal ini, seperti yang Pemohon Banding uraikan dalam bagian III, biaya "Intercompany
Direct Charges" berasal dari regionalisasi sistem dan fungsi support misalnya IT yang bertugas
menyokong BUT-BUT nya;

N
bahwa oleh karenanya, beban-beban tersebut dapat dibebankan di Indonesia karena menyokong
BUT di Indonesia dalam operasi usaha untuk mendapatkan penghasilan;

ILA
Transaksi Direct Charges

bahwa sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian 1.B. Penjelasan Sengketa Pajak, bahwa yang
menjadi sengketa pajak adalah koreksi positif biaya dari cabang kantor pusat yang lain yang bersifat
"Direct Charges " atau "Intercompany Direct Charges ";
AD
bahwa Intercompany Direct Charges dilakukan dengan sistem regionalisasi, hal tersebut dilakukan
sebagai bagian pemenuhan standar yang telah tetapkan oleh Citibank yang beroperasi di banyak
negara yang mempunyai geografis dan demografis namun memiliki cukup banyak proses-proses
bagian bisnis yang mirip, sehingga Manajemen Citicorp membentuk regionalisasi untuk
NG

mendapatkan keuntungan diantaranya sebagai berikut:

- Konsistensi dalam pemberian jasa ke customer;


- Tercapainya skala ekonomis;
- Standarisasi/parktek bisnis terbaik;
PE

- Peningkatan efisiensi;
- Memastikan konsistensi atas implementasi prosedur pengendalian Peningkatan kepuasan
pelangggan;
- Mengeliminasi tingkat kesalahan;
AT

bahwa kemudian, secara ringkas jenis aktifitas yang dilakukan pihak cabang kantor pusat yang lain
kepada Pemohon Banding dan manfaat yang Pemohon Banding peroleh terdiri dari :

Administrasi Password
RI

bahwa Regional Password Administration Center (RPAC) merupakan unit usaha dan Citibank NA
cabang Singapore yang bertugas mengelola Password dan Indentitas Pengguna (User ID)
sistem/aplikasi yang dikelola oleh Citibank NA cabang Singapore yang digunakan oleh Citibank NA
TA

Indonesia dalam menjalankan operasional perbankan di Indonesia;

bahwa fungsi administrasi tersebut mencakup:

a. Pembuatan Indentitas Pengguna (User ID);


RE

b. Memodifikasi Indentitas Pengguna (User ID);


c. Penghapusan Indentitas Pengguna (User ID);
d. Pemblokiran Indentitas Pengguna (User ID);
e. Pengaktifan kembali Indentitas Pengguna (User ID)
K

bahwa adapun manfaat yang Pemohon Banding peroleh adalah :


SE

Tingkat keamanan atas sistem/aplikasi sebagaimana disebutkan di dalam perjanjian yang telah
Pemohon Banding serahkan pada persidangan tanggal 27 Januari 2014 dengan tanda terima
terlampir (Lampiran 4), sehingga keamanan dapat ditingkatkan secara maksimal baik atas aplikasi
yang dapat digunakan oleh para nasabah Pemohon Banding maupun atas aplikasi yang
dipergunakan secara internal sehingga dapat mencegah terjadinya pelanggaran keaman atas
sistem/aplikasi tersebut yang mana setiap pelanggaran keamanan sistem/aplikasi dapat
menimbulkan kerugian yang sangat besar;
Pemrosesan Transfer Uang

bahwa Regional Cash Process Management Unit (RCPMU) merupakan unit kerja dan Citibank NA
Singapore yang memberikan mengelola pemrosesan transfer uang dan ditunjuk sebagai unit
pengolahan terpusat untuk memproses transaksi berdasarkan permintaan nasabah dan bertugas
untuk melakukan investigasi atas transaksi tersebut;

bahwa sebagaimana tertuang dalam perjanjian yang telah Pemohon Banding serahkan pada
persidangan tanggal 27 Januari 2014 dengan tanda terima terlampir (Lampiran 4), Pemohon

K
Bandingpun telah menerima banyak manfaat terkait hal ini;

bahwa pemrosesan transfer uang tersebut diatas adalah sebagai berikut:

JA
1. Transaksi pengiriman uang (Outgoing telex) dalam mata uang asing, baik yang diterima melalui
formulir pengiriman uang ataupun secara elektronik;
2. Transaksi penerimaan uang (Incoming telex) utk nasabah dalam mata uang asing;

PA
3. Transaksi pindah buku antar nasabah Citibank berdasarka instruksi yang diterima secara
elektronik;
4. Melakukan investigasi atas point 1-3 apabila ada pertanyaan (inquiry) dari nasabah terhadap
transaksi-transaksi tersebut;
5. Operasional atas trasansaksi transfer uang yang diproses melalui Citiconnect. Citiconnect
merupakan suatu platform yang terkoneksi dengan internet yang dapat memudahkan para

N
nasabah untuk bertransaksi perbankan;

ILA
bahwa manfaat yang Pemohon Banding peroleh adalah pemrosesan transaksi transfer uang
Internasional dipusatkan di Citibank NA Singapore akan menghasilkan proses operasional yang lebih
efektif dan efisien;

Menurut Majelis : bahwa Terbanding melakukan koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal
26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2005 sebesar
AD
Rp111.524.530.412,00 berupa koreksi pada Penghasilan Kena Pajak
setelah pajak yang merupakan objek PPh Pasal 26 bagi suatu bentuk usaha
tetap sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
NG

dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000;

bahwa menurut Terbanding, koreksi tersebut disebabkan karena adanya koreksi Terbanding atas
perhitungan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2005 sebesar Rp161.920.009.179.,00 yang
terdiri atas koreksi biaya usaha yang dibayarkan kepada kantor pusat dan Asia Pasific regional
lainnya (Offshore Charges) sebesar Rp159.320.756.860,00 dan koreksi fiskal atas akun GX.00
PE

Employ Act Other sebesar Rp2.570.963.694,00;

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan Surat Banding Pemohon Banding atas Pengajuan Banding
terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-197/WPJ.19/2013 tanggal 20
Februari 2013 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB Pajak Penghasilan Nomor:
AT

00001/206/05/091/12 tanggal 22 Februari 2012 Tahun Pajak 2005 diketahui bahwa atas koreksi
Terbanding pada perhitungan PPh Badan sebesar Rp161.920.009.179.,00 Pemohon Banding hanya
mengajukan banding atas sengketa koreksi biaya usaha yang dibayarkan kepada kantor pusat dan
Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges) sebesar Rp159.320.756.860,00;
RI

bahwa menurut Terbanding, dengan demikian perhitungan koreksi PPh Pasal 26 yang diajukan
banding oleh Pemohon Banding dan menjadi sengketa adalah sebesar Rp111.524.530.412,00;
TA

bahwa menurut Terbanding, Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
menyebutkan bahwa Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri
RE

Keuangan;

bahwa menurut Terbanding, Pasal 11 ayat (4) P3B antara Pemerintah Republik Indonesia dengan
Amerika Serikat menyebutkan bahwa apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu
Negara Pihak pada Perjanjian memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak Lainnya tersebut
K

dapat mengenakan pajak tambahan sesuai dengan perundang-undangannya atas laba bentuk usaha
tetap tersebut (setelah dikurangi dengan Pajak Perseroan dan pajak-pajak penghasilan lainnya yang
SE

dikenakan oleh Negara Pihak lainnya tersebut) dan atas pembayaran bunga oleh bentuk usaha tetap
tersebut, tetapi besarnya pajak tambahan tersebut tidak akan melebihi 10 (sepuluh) persen;

bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding merupakan bentuk usaha tetap dari Citibank N.A
yang berkedudukan di New York, Amerika Serikat, hal tersebut dapat dilihat dari Surat Keterangan
Domisili dikeluarkan otoritas perpajakan Amerika Serikat;
bahwa menurut Terbanding, dengan demikian sesuai dengan Pasal 11 ayat (4) P3B antara
Pemerintah Republik Indonesia dengan Amerika Serikat pajak, tambahan yang dapat dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan adalah 10 (sepuluh) persen;

bahwa menurut Pemohon Banding, biaya-biaya aktual yang terdapat di kantor pusat dan cabang
lainnya dapat dibebankan sebagai biaya selama biaya-biaya tersebut memiliki hubungan langsung
dengan kegiatan usaha Pemohon Banding yang timbul dalam upaya mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan Pemohon Banding;

bahwa menurut Pemohon Banding, pengertian “reimbursement” dalam ketentuan Pasal 8 ayat

K
(3) P3B antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Amerika Serikat adalah bahwa pembebanan
dapat dilakukan (sehingga menjadi biaya atau pengurang di Pemohon Bandung) sepanjang biaya
tersebut adalah biaya sebenarnya yang dikeluarkan oleh kantor pusat Pemohon Banding dan cabang

JA
lainnya di luar negeri yang berkenaan dengan kegiatan usaha atau kepentingan Pemohon Banding;

bahwa menurut Pemohon Banding, dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dapat dikurangkan
biaya-biaya yang dibayarkan kepada kantor pusat atau kantor cabang lainnya, selama biaya tersebut

PA
benar-benar terjadi dan berkenaan dengan kegiatan usaha dari Pemohon Banding;

bahwa menurut Pemohon Banding yang dimaksud dengan “reimbursement” adalah penggantian atas
biaya-biaya yang benar-benar terjadi di kantor pusat dan kantor cabang lainnya di luar negeri dan
tidak semata-mata terbatas atas biaya “talangan”;

N
bahwa menurut Pemohon Banding, penafsiran di atas tidak mengharuskan adanya penggantian atas
biaya yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh kantor pusat atau kantor cabang lainnya di luar

ILA
negeri kepada pihak ketiga pemberi jasa seperti yang ditafsirkan oleh Terbanding;

bahwa menurut Pemohon Banding, penafsiran/commentary a quo merupakan penafsiran yang diakui
secara internasional dan tertuang dalam Report on the Attribution of Profits to Permanent
Establishment yang diterbitkan oleh OECD untuk memberikan latar belakang interpretasi yang ada
dalam OECD Commentary;
AD
bahwa Majelis melakukan pemeriksaan dan penilaian atas dokumen dan bukti-bukti dalam
persidangan sebagaimana di atur dalam Pasal 76 dan 78 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak sebagai berikut:
NG

Pasal 76

“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian
dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1)”
PE

Pasal 78

“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan
AT

Hakim”

bahwa menurut pendapat Majelis, sengketa Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak
Januari sampai dengan Desember 2005 sebesar Rp111.524.530.412,00 terkait dengan hasil
pemeriksaan Majelis atas sengketa PPh Badan Tahun Pajak 2005 berupa koreksi biaya usaha yang
RI

dibayarkan kepada Kantor Pusat dan Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges) sebesar
Rp159.320.756.860,00;
TA

bahwa menurut pendapat Majelis, perhitungan sengketa ini adalah sebagai berikut:

Uraian Menurut Pemohon Menurut Terbanding Koreksi/sengketa


Banding (Rp) (Rp) (Rp)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) 1.612.885.120.652,00 1.772.205.877.512,0 159.320.756.860,0
RE

0 0
PPh Badan terutang 483.848.036.000,00 531.644.263.100,00 47.796.227.100,00
PKP setelah pajak sebelum 1.129.037.084.652,00 1.240.561.614.412,0 111.524.529.760,0
penyesuaian 0 0
Pembulatan/penyesuaian 652,00
K

PKP setelah pajak 111.524.530.412,0


0
SE

bahwa hasil pemeriksaan, pertimbangan-pertimbangan dan kesimpulan Majelis atas sengketa PPh
Badan Tahun Pajak 2005 berupa koreksi biaya usaha yang dibayarkan kepada Kantor Pusat dan
Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges) sebesar Rp159.320.756.860,00 adalah sebagai
berikut:
“bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sidang banding adalah koreksi Terbanding atas
biaya usaha yang dibayarkan kepada Kantor Pusat dan Asia Pasific regional lainnya
(Offshore Charges) sebesar Rp159.320.756.860,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon
Banding;

bahwa rincian koreksi positif Terbanding atas pos Penyesuaian Fiskal atas Head Office
Allocation Expenses (HO. A.E) sebesar Rp159.320.756.860,00 adalah sebagai berikut :

- Head Office Allocation (Echo/Non Echo) Rp 85.995.531.507,00


- Intercompany Service Charge Rp179.565.309.553,00
- Jumlah Rp265.560.841.060,00

K
- Administration Expenses dari HO dan Asia Pasific
Regional Office Lainnya (sesuai sertifikasi KAP) Rp106.240.084.200,00

JA
- Koreksi fiskal positif Rp159.320.756.860,00

bahwa Terbanding berpendapat bahwa sesuai Pasal 8 ayat (3) P3B antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan Amerika Serikat pada dasarnya tidak diperkenankan untuk biaya-
biaya yang dibayarkan (selain reimbursement pengantian dari biaya yang benar-benar terjadi)

PA
oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya
dalam bentuk royalti, ongkos dan pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan
penggunaan paten dan hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau
untuk manajemen, atau dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk
usaha tetap tersebut;

N
bahwa menurut Terbanding, sesuai Pasal 5 ayat (3) huruf b dan c Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

ILA
Nomor 17 Tahun 2000, mengatur tentang penentuan besarnya laba suatu Bentuk Usaha
Tetap (BUT) sebagai berikut:

b. pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya
adalah :
AD
1) royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak
lainnya;
2) imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
3) bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;
c. pembayaran sebagaimana tersebut pada huruf b yang diterima atau diperoleh dari kantor
NG

pusat tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan;

bahwa menurut Terbanding, pada dasarnya bentuk usaha tetap merupakan satu kesatuan
dengan kantor pusatnya, sehingga pembayaran oleh bentuk usaha tetap kepada kantor
PE

pusatnya, seperti royalti atas penggunaan harta kantor pusat, merupakan perputaran dana
dalam satu perusahaan, sehingga pembayaran bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya
berupa royalti, imbalan jasa, dan bunga tidak boleh dikurangkan dari penghasilan Bentuk
Usaha Tetap, kecuali jika kantor pusat dan bentuk usaha tetapnya bergerak dalam bidang
usaha perbankan, maka pembayaran berupa bunga pinjaman dapat dibebankan sebagai
AT

biaya;

bahwa menurut Terbanding, pembayaran-pembayaran sejenis yang diterima oleh bentuk


usaha tetap dari kantor pusatnya tidak dianggap sebagai obyek pajak, kecuali bunga yang
diterima oleh bentuk usaha tetap dari kantor pusatnya berkenaan dengan usaha perbankan;
RI

bahwa menurut Pemohon Banding, biaya-biaya aktual yang terdapat di kantor pusat dan
cabang lainnya dapat dibebankan sebagai biaya selama biaya-biaya tersebut memiliki
hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding yang timbul dalam upaya
TA

mendapatkan , menagih dan memelihara penghasilan Pemohon Banding;

bahwa menurut Pemohon Banding, pengertian “reimbursement” dalam ketentuan


Pasal 8 ayat (3) P3B antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Amerika Serikat adalah
RE

bahwa pembebanan dapat dilakukan (sehingga menjadi biaya atau pengurang di Pemohon
Bandung) sepanjang biaya tersebut adalah biaya sebenarnya yang dikeluarkan oleh kantor
pusat Pemohon Banding dan cabang lainnya di luar negeri yang berkenaan dengan kegiatan
usaha atau kepentingan Pemohon Banding;
K

bahwa menurut Pemohon Banding, dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dapat
dikurangkan biaya-biaya yang dibayarkan kepada kantor pusat atau kantor cabang lainnya,
SE

selama biaya tersebut benar-benar terjadi dan berkenaan dengan kegiatan usaha dari
Pemohon Banding;

bahwa menurut Pemohon Banding yang dimaksud dengan “reimbursement” adalah


penggantian atas biaya-biaya yang benar-benar terjadi di kantor pusat dan kantor cabang
lainnya di luar negeri dan tidak semata-mata terbatas atas biaya “talangan”;
bahwa menurut Pemohon Banding, penafsiran di atas tidak mengharuskan adanya
penggantian atas biaya yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh kantor pusat atau kantor
cabang lainnya di luar negeri kepada pihak ketiga pemberi jasa seperti yang ditafsirkan oleh
Terbanding;

bahwa menurut Pemohon Banding, penafsiran/commentary a quo merupakan penafsiran yang


diakui secara internasional dan tertuang dalam Report on the Attribution of Profits to
Permanent Establishment yang diterbitkan oleh OECD untuk memberikan latar belakang
interpretasi yang ada dalam OECD Commentary;

K
bahwa Majelis melakukan pemeriksaan dan penilaian atas dokumen dan bukti-bukti dalam
persidangan sebagaimana di atur dalam Pasal 76 dan 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak sebagai berikut:

JA
Pasal 76

“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian

PA
pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”

Pasal 78

“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan

N
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan
Hakim”

ILA
bahwa menurut pendapat Majelis, dari fakta-fakta hukum yang diperoleh dalam persidangan,
diketahui bahwa Pemohon Banding merupakan satu kesatuan dengan kantor pusat dan
cabang lainnya di luar negeri, sehingga pembayaran yang dilakukan Pemohon Banding
kepada kantor pusatnya seperti royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan
harta, paten atau hak-hak lainnya, jasa manajemen dan jasa lainnya merupakan perputaran
AD
dana dalam satu perusahaan;

bahwa menurut pendapat Majelis, sesuai Pasal 5 ayat (3) huruf b dan c Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000, maka pembayaran Pemohon Banding kepada kantor pusat
NG

dan cabang lainnya di luar negeri seperti royalti, imbalan lainnya sehubungan dengan
penggunaan harta, paten atau hak-hak lainnya, jasa manajemen dan jasa lainnya, serta bunga
(kecuali kantor pusat bergerak dalam bidang usaha perbankan) tidak boleh dikurangkan
sebagai biaya oleh Pemohon Banding;
PE

bahwa menurut pendapat Majelis, “reimbursement” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


ayat (3) P3B antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Amerika Serikat adalah
merupakan biaya yang dikeluarkan oleh suatu entitas dengan menalangi terlebih dahulu biaya
dimaksud untuk memperoleh barang dan atau jasa tertentu yang dihasilkan oleh entitas lain
untuk selanjutnya diganti dengan biaya yang sama besarnya (at cost) bahwa dengan demikian
AT

biaya yang benar-benar dikeluarkan Pemohon Banding kepada kantor pusat dan cabang
lainnya di luar negeri tidak sama dengan “reimbursement” sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) a quo;

bahwa menurut pendapat Majelis, Pasal 8 ayat (3) a quo secara tegas mengatur biaya-biaya
RI

yang tidak diperkenankan dikurangkan oleh Pemohon Banding sebagai bentuk usaha tetap
yang dibayar kepada kantor pusat dan cabang lainnya di luar negeri karena pada dasarnya
Pemohon Banding dan kantor pusat serta cabang lainnya di luar negeri sebagai satu kesatuan
TA

entitas yang terintegrasi secara internasional;

bahwa menurut pendapat Majelis, sesuai fakta-fakta hukum yang diperoleh dalam
persidangan, pada dasarnya pembayaran dari Pemohon Banding kepada Citibank S,A.
Singapore adalah pembayaran atas imbalan sehubungan jasa yang didasarkan pada kontrak
RE

perjanjian jasa (Service Agreement) dan bukan pembayaran atas penggantian biaya
(reimbursement);

bahwa menurut pendapat Majelis, sesuai bukti-bukti yang diperoleh dalam persidangan bahwa
Laporan Audit (Sertifikat) yang diterbitkan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) KPMG dan Ernst
K

& Young meliputi seluruh biaya alokasi kantor pusat yang telah dibebankan oleh Pemohon
Banding sebesar Rp265.560.841.060,00;
SE

bahwa menurut Kantor Akuntan Publik (KAP) KPMG dan Ernst & Young, biaya yang dapat
dibabankan oleh Pemohon Banding adalah sebesar USD10,807,740.00 (Kurs Rp9.830,00,
ekuivalen dengan nilai Rp106.240.084.200,00;

bahwa dalam persidangan, Majelis memerintahkan kepada Pemohon Banding untuk


menyampaikan bukti-bukti dan dokumen atas transaksi reimbursement yang berupa invoice
dari pihak ketiga, bukti pelaksanaan kegiatan jasa, bukti pembayaran, perjanjian atau kontrak
yang menunjukkan bahwa biaya yang ditagihkan cabang Citibank lainnya di luar negeri
sebesar actual cost yang dihitung berdasarkan alokasi;

bahwa bukti-bukti dan dokumen sebagaimana tersebut di atas tidak diberikan oleh Pemohon
Banding, sehingga bukti-bukti lainnya tidak dipertimbangkan oleh Majelis;

bahwa sesuai fakta-fakta hukum dan bukti-bukti yang diproses dalam pemeriksaan Majelis di
persidangan, serta berdasarkan keyakinan Majelis, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi
Terbanding atas biaya usaha yang dibayarkan kepada Kantor Pusat dan Asia Pasific regional

K
lainnya (Offshore Charges) sebesar Rp159.320.756.860,00 berdasarkan sertifikat dari Kantor
Akuntan Publik (KAP) KPMG dan Ernst & Young, ketentuan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku dan Pasal 8 ayat (3) P3B Pemerintah Republik Indonesia dengan Amerika

JA
Serikat sudah tepat sehingga tetap dipertahankan”

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, pertimbangan-pertimbangan dan kesimpulan Majelis atas


sengketa PPh Badan Tahun Pajak 2005 berupa koreksi biaya usaha yang dibayarkan kepada Kantor

PA
Pusat dan Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges) sebesar Rp159.320.756.860,00
sebagaimana diuraikan di atas, Majelis berkesimpulan bahwa jumlah sebesar Rp159.320.756.860,00
tersebut bukan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding;

bahwa menurut pendapat Majelis, dengan demikian jumlah sebesar Rp159.320.756.860,00 yang
dibayarkan kepada Kantor Pusat dan Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges) merupakan

N
Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dikenakan Pajak Penghasilan Badan;

ILA
bahwa menurut pendapat Majelis, jumlah Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
setelah dikurangi Pajak Penghasilan Badan terutang yaitu sebesar Rp111.524.530.412,00
merupakan obyek pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 11 ayat (4) P3B antara Pemerintah Republik Indonesia dengan
Amerika Serikat;
AD
bahwa sesuai fakta-fakta hukum dan bukti-bukti yang diproses dalam pemeriksaan Majelis di
persidangan, serta berdasarkan keyakinan Majelis, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi Dasar
Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2005 sebesar yang
dilakukan Terbanding sebesar Rp111.524.530.412,00 sudah tepat sehingga tetap dipertahankan;
NG

Menimbang : bahwa dalam sengketa Banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit
pajak;

Menimbang : bahwa dalam sengketa Banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif
PE

pajak;

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi
administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada
penyelesaian sengketa lainnya;
AT

Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, serta berdasarkan


musyawarah Majelis, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal
80 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak untuk menolak Banding Pemohon Banding;
RI

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan


ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku
TA

dan yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan : Menolak Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding


Nomor: KEP-199/WPJ.19/2013 tanggal 20
Februari 2013, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat
RE

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak


Januari sampai dengan Desember 2005 Nomor: 00001/204/05/091/12
tanggal 22 Februari 2012, atas nama: XXX;

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah Majelis setelah pemeriksaan dalam


K

persidangan yang dicukupkan pada hari Rabu tanggal 26 Maret 2014, oleh Hakim Majelis XVB
Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor:
SE

Pen.00971/PP/PM/X/2013 tanggal 25 Oktober 2013 jo. Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor:
Pen.0007AS/PP/PM/II/2014 tanggal 10 Februari 2014 dengan susunan Majelis dan Panitera
Pengganti sebagai berikut :

Drs. Tonggo Aritonang, Ak., M.Sc. Sebagai Hakim Ketua,


Drs. Didi Hardiman, Ak. Sebagai Hakim Anggota,
Djangkung Sudjarwadi, S.H., LL.M. Sebagai Hakim Anggota,
Aditya Agung Priyo Nugroho Sebagai Panitera Pengganti,

K
JA
PA
N
ILA
AD
NG
PE
AT
RI
TA
K RE
SE

Anda mungkin juga menyukai