Anda di halaman 1dari 11

Inbound Investment – Kasus Mukamurata,

Ltd. (Jepang)
Kedudukan Wajib Pajak Badan dan Badan Usaha Tetap sebagai Subjek
Pajak di Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang- undang Pajak
Penghasilan (UU PPh). Lebih jauh lagi, Pasal 2 ayat (1a) menyatakan
bahwa Bentuk Usaha Tetap merupakan subjek pajak yang
perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Atas posisinya yang “dipersamakan” berdasarkan UU PPh, terdapat


beberapa perbedaan antara pemajakan Wajib Pajak Badan dalam bentuk
Perseroan Terbatas dan Bentuk Usaha Tetap, yaitu:
Kategori Perseroan Terbatas Badan Usaha Tetap
Tidak didirikan dan Tidak Bertempat Kedudukan di Indonesia
Tempat pendirian / tempat
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia namun menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
berkedudukan
Indonesia
Status Subjek Pajak Subjek Pajak Dalam Negeri Dipersamakan dengan Subjek Pajak Dalam Negeri

Penghasilan yang menjadi Objek Pajak adalah:


Penghasilan sebagaimana tertera dalam PPh Pasal 4 tentang Objek Pajak a) Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari
yang terdiri dari: harta yang dimiliki atau dikuasai;
Penghasilan yang dikenai PPh non-final b) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan
Penghasilan yang dikenai PPh Final barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
Objek Pajak
yang dijalankan oleh BUT di Indonesia (force of attraction
Termasuk dalam hal ini adalah penghasilan yang diterima dari Induk income)
c) Penghasilan dalam Pasal 26 yang diterima atau
Perusahaan di luar negeri (world- wide income). diperoleh kantor pusat (effectively connected income). Pada
dasarnya, penghasilan pasif yang diperoleh oleh Kantor Pusat.

Pembayaran royalti, imbalan sehubungan dengan jasa


Penghasilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh
manajemen, dan bunga yang diterima atau diperoleh dari
Bukan Objek Pajak termasuk dividen yang dibayarkan dari laba ditahan atas kepemilikan
Kantor Pusat (kecuali yang berkenaan dengan usaha
saham diatas 25% oleh WP Badan.
perbankan).
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
Biaya yang berkenaan dengan penghasilan (Biaya 3M), biaya
Biaya yang diperbolehkan (deductible termasuk beban royalti, imbalan jasa manajemen, dan bunga kepada
administrasi kantor pusat sepanjang berkaitan dengan usaha
expense) Induk Perusahaan di luar negeri (sepanjang memenuhi ketentuan yang
atau kegiatan BUT.
berlaku) di Indonesia.
Biaya-biaya sebagaimana tertulis dalam UU PPh Pasal 9 dan
Bukan biaya yang diperbolehkan (non-
Biaya-biaya sebagaimana tertulis dalam UU PPh Pasal 9. pembayaran kepada kantor pusat (beban royalty, imbalan jasa
deductible expense)
manajemen, dan bunga).

Tarif PPh Badan 25% termasuk pengurangan tarif sebesar 50% apabila Tarif PPh Badan 25% dan pajak sebesar 20% sesuai PPh Pasal 26
Tarif Pajak
peredaran bruto kurang dari Rp 50 miliar (UU PPh Pasal 31E) (branch profit tax) atau sesuai tarif yang berlaku dalam P3B.
HASIL ANALISIS UMUM: PT atau BUT?
Berdasarkan rincian perbedaan antara PT dan BUT yang dilihat dari berbagai aspek perpajakan (dalam
konteks inbound investment) secara mum, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendirian PT lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pembentukan BUT di Indonesia dengan mempertimbangkan
kelebihan perlakuan perpajakan PT sebagai berikut :
1. Fasilitas perpajakan (Pasal 31 A UU PPh, Pasal 31 E UU PPh, Pasal 17 ayat (2b) UU Ph)
2. Tarif pajak efektif
3. Pembebanan biaya bunga pinjaman

*Akan tetapi, dalam kasus Mukamurata, Ltd. kelebihan- kelebihan perlakuan perpajakan tersebut perlu
dianalisis lebih lanjut.
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis umum & analisis penghitungan PPh Badan antara PT & BUT, maka disimpulkan
bahwa Mukamurata, Lid. Sebaiknya melakukan investasi di Indonesia dengan cara mendirikan PT
PMA di Indonesia dengan mempertimbangkan terdapatnya fasilitas pengurangan tarif PPh sesuai
dengan Pasal 31E UU PPh dalam hal pada suatu tahun pajak, peredaran bruto di Indonesia tidak
melebihi Rp50M.

Anda mungkin juga menyukai