Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap
“Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia”
BUT hanya merupakan “perpanjangan tangan” dari orang pribadi atau badan yang berada atau
bertempat kedudukan di luar negeri sehingga status subjek pajak BUT sudah seharusnya mengikuti
status subjek pajak dari “induknya”. Dalam konteks pajak internasional, definisi BUT terdapat dalam
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki
atau dikuasai oleh bentuk usaha tetap.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, dan pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di
Indonesia.
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh oleh kantor
pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dan harta atau kegiatan
yang memberikan penghasilan tersebut.
Penghasilan dari penjualan barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh kantor pusat di
negara tempat BUT berada dengan syarat penjualan yang dilakukan oleh kantor pusat sama atau
sejenis dengan penjualan yang dilakukan oleh BUT
Penghasilan dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh kantor pusat di negara tempat BUT berada
dengan syarat kegiatan usaha yang dilakukan oleh kantor pusat sama atau sejenis dengan
kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUT
Pembayaran Bentuk Usaha Tetap kepada Kantor Pusat yang Tidak Dapat Dibebankan sebagai
Biaya
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 5 ayat (3) huruf b, pembayaran kepada
kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya, antara lain:
Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak
lainnya
Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
Bunga kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan
PPh pasal 26 (4) Atas Laba BUT Setelah Pajak
Berdasarkan Pasal 26 ayat (4) Undang-undang PPh, selain dikenai PPh atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam tahun pajak, bentuk usaha tetap berkewajiban melakukan pemotongan pajak
atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
PMK yang mengatur hal ini adalah PMK Nomor 14/PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang
Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha
Tetap (selanjutnya disebut PMK No.14/PMK.03/2011).
Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai
pendiri atau peserta pendiri
Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pemegang saham
Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh bentuk usaha tetap untuk menjalankan usaha
bentuk usaha tetap atau melakukan kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia
Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh bentuk usaha tetap untuk menjalankan usaha
bentuk usaha tetap atau melakukan kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia