Anda di halaman 1dari 3

Bentuk Usaha Tetap

Pengertian Badan Usaha Tetap


Di Indonesia, definisi BUT terdapat dalam Pasal 2 ayat (5) UU No.36/2008 dengan rumusan,

“Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia”

BUT hanya merupakan “perpanjangan tangan” dari orang pribadi atau badan yang berada atau
bertempat kedudukan di luar negeri sehingga status subjek pajak BUT sudah seharusnya mengikuti
status subjek pajak dari “induknya”. Dalam konteks pajak internasional, definisi BUT terdapat dalam
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Penghasilan Badan Usaha Tetap


Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan bentuk usaha tetap sebagai
berikut:

1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki
atau dikuasai oleh bentuk usaha tetap.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, dan pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di
Indonesia.
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh oleh kantor
pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dan harta atau kegiatan
yang memberikan penghasilan tersebut.

Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha Tetap


Pada dasarnya, penentuan penghasilan Bentuk Usaha Tetap yang dikenai pajak sama dengan
penghasilan bagi subjek pajak luar negeri secara umum. Bentuk Usaha Tetap, yang perlakuan
perpajakannya disamakan dengan subjek pajak badan, dikenakan pajak atas penghasilan yang berasal
dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya.
Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha Tetap
Penghasilan Kena Pajak BUT bukan hanya penghasilan dari dalam negeri. Kenyataan ini berkaitan
dengan beberapa hal berikut:

 Indonesia menganut Predominantly Worldwide Tax Systems


Pengenaan pajak meliputi penghasilan aktif luar negeri yang diperoleh melalui BUT luar negeri
dan penghasilan dividen yang bersumber dari luar negeri.
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Seluruh penghasilan BUT, termasuk yang diperoleh dari luar negeri, dikenai pajak di Indonesia.
 Indonesia menerapkan Force of Attraction Principle dalam pengenaan pajak
Indonesia memajaki semua penghasilan, tidak hanya penghasilan yang diterima atau diperoleh
BUT dari dalam negeri, tetapi juga penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat dari
negara tempat BUT berada.

Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha Tetap


Selain dari penghasilan usaha BUT, penghasilan BUT yang dapat dikenai pajak di negara sumber juga
termasuk:

 Penghasilan dari penjualan barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh kantor pusat di
negara tempat BUT berada dengan syarat penjualan yang dilakukan oleh kantor pusat sama atau
sejenis dengan penjualan yang dilakukan oleh BUT
 Penghasilan dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh kantor pusat di negara tempat BUT berada
dengan syarat kegiatan usaha yang dilakukan oleh kantor pusat sama atau sejenis dengan
kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUT

Pembayaran Bentuk Usaha Tetap kepada Kantor Pusat yang Tidak Dapat Dibebankan sebagai
Biaya
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 5 ayat (3) huruf b, pembayaran kepada
kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya, antara lain:

 Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak
lainnya
 Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
 Bunga kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan
PPh pasal 26 (4) Atas Laba BUT Setelah Pajak
Berdasarkan Pasal 26 ayat (4) Undang-undang PPh, selain dikenai PPh atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam tahun pajak, bentuk usaha tetap berkewajiban melakukan pemotongan pajak
atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

PMK yang mengatur hal ini adalah PMK Nomor 14/PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang
Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha
Tetap (selanjutnya disebut PMK No.14/PMK.03/2011).

Besarnya tarif PPh Pasal 26 ayat (4) adalah 20%


Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) PMKNo.14/PMK.03/2011, pengecualian dari pengenaan PPh Pasal 26 ayat
(4) dalam bentuk:

 Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai
pendiri atau peserta pendiri
 Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pemegang saham
 Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh bentuk usaha tetap untuk menjalankan usaha
bentuk usaha tetap atau melakukan kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia
 Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh bentuk usaha tetap untuk menjalankan usaha
bentuk usaha tetap atau melakukan kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai