Rio de Janeiro, Brazil, 20-22 Juni 2012 berkumpul tidak kurang 130 kepala
pemerintahan di dunia, termasuk Presiden SBY. Mereka memperingati 20 tahun
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (Rio+20). Sekaligus membahas dan
memutuskan rezim pembangunan di level dunia ke depan seperti apa, guna
mengerem laju kerusakan lingkungan sekaligus memperbaiki tingkat kesejahteraan.
Finansialisasi Alam
Mekanisme yang sama kini mulai digagas untuk keragaman hayati melalui the
economic of ecosystem and biodiversities (TEEB). Negara-negara yang telah
mengakibatkan erosi biodiversitas, melalui TEEB tinggal membeli kredit dari luasan
ekosistem tertentu.
Menyikapi soal kompleksitas krisis global, baik lingkungan maupun ekonomi, telah
muncul gerakan dan gagasan baru yang mengusung de-growth economy.
Gagasannya, ekspansi eksploitasi alam untuk penumpukan kapital harus dikurangi
dan dibatasi. Sebaliknya, yang harus dikerjakan adalah membuka dan memperluas
kesempatan bagi rakyat untuk kegiatan yang tidak mengganggu metabolisme alam.
Sebagai salah satu negara di dunia dengan keragaman hayati tropika terbesar,
ekosistem tingkat global sangat ditentukan oleh Indonesia. Tak heran bila Presiden
SBY menjadi co-chair pada pertemuan Rio+20. Posisi tersebut sungguh sangat kita
sesalkan bila sekadar dimaknai untuk ikut mendorong ekonomi hijau yang tiada lain
dari kapitalisme hijau.