Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terdapat perbedaan sudut pandang pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan pada masa
lampau dan masa sekarang. Dulu, kita lebih memperhatikan tentang bagaimana pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Di masa
sekarang, orang lebih fokus kepada bagaimana efek tekanan lingkungan atau kemerosotan fungsi
lingkungan seperti menurunnya kualitas tanah, air dan udara serta berkurangnya volume hutan
terhadap kondisi dan prospek perekonomian kita. Kerusakan lingkungan yang semakin parah
disertai dengan dampak-dampak nyata yang sudah dirasakan oleh manusia. Semua orang di
dunia telah khawatir dengan kondisi bumi yang semakin kritis dibuktikan dengan diadakannya
pertemuan semua negara di sidang PBB pada beberapa waktu yang lalu yang membahas tentang
SDGs seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Akan tetapi, kebijakan pemerintah
di banyak negara khususnya di negara berkembang seperti Indonesia belum banyak berubah,
sebab kita lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi daripada ketahanan lingkungan.

Kita telah menemukan fakta bahwa penurunan fungsi lingkungan yang banyak terjadi saat
sekarang ini adalah sebagai akibat dari aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia, terutama
sektor industri yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar.

Dengan demikian sektor-sektor tersebutlah yang bertanggung jawab terhadap kerusakan


lingkungan dan meningkatnya jumlah pencemaran. Sebagai gantinya pemerintahlah yang
mengemban tugas untuk melakukan perbaikan terhadap kerusakan lingkungan yang ada sebelum
semakin parah dengan membuat berbagai kebijakan ekonomi yang berguna bagi kelestarian
lingkungan.
Dalam membuat suatu kebijakan ekonomi, maka yang terjadi adalah perubahan secara
besar-besaran terhadap seluruh struktur ekonomi di negara tersebut yang sangat memakan biaya
yang besar, risiko yang tinggi, dan waktu yang tidak sebentar. Sehingga dalam praktiknya
pemerintah masih enggan dalam melakukan amandemen terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi
ini. Penurunan fungsi lingkungan yang terjadi bukan serta merta hanya karena terciptanya
kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah, tetapi juga merupakan dampak dari suatu sistem
produksi dan konsumsi yang terakumulasi dari beberapa waktu yang lalu hingga saat ini.
Tingkah laku produsen dan konsumen perlu ditinjau dan dikaji, karena bagaimana perlakuan
mereka terhadap lingkungan sangat berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan tersebut.
Dengan adanya integrasi yang baik antara perspektif lingkungan dan berbagai kebijakan
ekonomi yang dilakukan pemerintah maka perlindungan lingkungan dapat tercapai.

II. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

II.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Konsep dari pembangunan berkelanjutan adalah terjadinya pembangunan yang secara terus
menerus sampai ke generasi yang akan datang, dengan harapan generasi masa depan dapat hidup
lebih baik dari pada generasi saat ini atau paling tidak sama dengan kehidupan masa sekarang.
Dengan demikian, apapun yang kita lakukan pada masa sekarang harus selalu
mempertimbangkan kehidupan di masa yang akan datang sehingga mereka hidup tidak lebih
buruk dari pada manusia di zaman sekarang. Keberagaman sumber daya alam yang kita miliki
saat ini dan jumlahnya yang masih besar dapat kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk
keperluan hidup, akan tetapi kita harus tetap berupaya menjaga kelestariannya agar tetap
mencukupi kebutuhan di masa yang akan datang. Meskipun pada akhirnya, ketersediaannya
tidak sebesar apa yang kita miliki saat ini, namun setidaknya generasi yang akan datang tetap
dapat hidup sejahtera karena memiliki kemampuan teknologi dan pengetahuan yang lebih tinggi.

Pembangunan berkelanjutan juga dapat diartikan sebagai bentuk penolakan dan pelarangan
terhadap semua kegiatan manusia yang dapat merusak lingkungan atau berpotensi merusak
lingkungan, meskipun terjadi peningkatan sumber daya manusia yang ditandai dengan
perkembangan teknologi yang pesat.

II.2 Syarat-Syarat Pembangunan Berkelanjutan

Adapun syarat-syarat pembangunan berkelanjutan yang harus dipahami adalah sebagai


berikut:

• Adanya kehidupan masyarakat yang sejahtera dan harmonis. Sebab masyarakat yang
hidup sejahtera dapat menciptakan kehidupan yang berkelanjutan baik di bidang
ekonomi, sosial, politik dan juga di bidang lingkungan.
• Tersedianya modal/kapital, sumber daya alam, sumber daya manusia yang mumpuni
dan teknologi. Biasanya hal ini diwariskan oleh generasi sebelumnya atau generasi
saat ini. Generasi saat ini dituntut senantiasa memelihara dan melestarikan faktor-
faktor produksi terutama faktor produksi alami seperti sumber daya alam dan
lingkungan sehingga bisa berdampak positif terhadap generasi yang akan datang.
• Terjaganya sumber daya alam dan lingkungan yang ada. Hal ini telah diakui oleh
para ahli ekonomi, bahwa peranan kedua faktor tersebut sangat penting bagi
pembangunan berkelanjutan. Lingkungan alami merupakan lingkungan yang terdiri
atas air, tanah, atmosfer, flora dan fauna serta energi surya yang berasal dari
matahari. Bagian-bagian lingkungan tersebut memiliki peranan yang sangat penting
dalam sebuah aktivitas ekonomi, yaitu sebagai sumber bahan baku/mentah yang
berguna pada proses produksi dan sebagai sarana penampung dan asimilator limbah
alami. Limbah yang dihasilkan dari sebuah proses produksi tidak hanya sebatas
produk samping atau produk yang tidak diinginkan. Produk jadi yang semulanya
diinginkan dan digunakan lambat laun akan menjadi limbah yang tidak berguna
karena rusak atau masa penggunaan yang terlalu lama.

III. PENDAPATAN BERKELANJUTAN DAN PENDAPATAN HIJAU

Pendapatan berkelanjutan atau pendapatan hijau adalah dua istilah yang sama untuk
menggambarkan bagaimana pendapatan seseorang atau kelompok orang tidak mempengaruhi
kebutuhan konsumsi pada generasi di masa depan. Sehingga perlu diperhitungkan tentang
kemerosotan nilai lingkungan dan penipisan sumber daya alam terhadap besarnya pendapatan
nasional yang tertuang dalam nilai Produk Nasional Bruto dan Produk Domestik Bruto.
Kemerosotan nilai lingkungan akan mengakibatkan berkurangnya kapasitas produksi dan akan
menguras banyak modal finansial untuk memperbaiki kerusakan lingkungan akibat aktivitas
ekonomi yang berlebihan. Lalu kerusakan parah terhadap sumber daya alam akan mengakibatkan
berkurangnya sumber modal alami ini.

Agar dapat mengawasi keberadaan sumber daya alam dan keadaan lingkungan agar dapa
digunakan sebagai dasar perencanaan pembangunan maka diperlukan sebuah neraca hijau untuk
menghitung pendapatan nasional (green income) atau pendapatan daerah yang sumber daya alam
dan lingkungannya diawasi. Adapun tujuan green income ini adalah untuk mengetahui berapa
banyak ketersediaan awal sumber daya alam, berapa yang telah digunakan, berapa yang rusak
dan hilang, dan berapa cadangan sumber daya baru yang telah ditemukan. Sehingga dapat di
peroleh total dari Agar dapat mengawasi keberadaan sumber daya alam dan keadaan lingkungan
agar dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pembangunan maka diperlukan sebuah neraca
hijau untuk menghitung pendapatan nasional (green income) atau pendapatan daerah yang
sumber daya alam dan lingkungannya diawasi. Adapun tujuan green income ini adalah untuk
mengetahui berapa banyak ketersediaan awal sumber daya alam, berapa yang telah digunakan,
berapa yang rusak dan hilang, dan berapa cadangan sumber daya baru yang telah ditemukan.
Sehingga dapat di peroleh total dari cadangan akhir yang kita miliki. Adapun neraca ini bisa
dalam bentuk fisik atau barang dan bisa juga dalam uang atau finansial.

3.1 PDRB Hijau dan PDRB Coklat

Dalam menghitung nilai degradasi diperlukan pemahaman antara perbedaan pengurangan


nilai degradasi secara menyeluruh melalui nilai PDRB hijau dan pengurangan nilai degradasi
lingkungan pada sektor-sektor lokasi kegiatan ekonomi tertentu. Hal ini penting untuk
menghindari terjadinya penghitungan ganda yang mengakibatkan nilai degradasi yang dihasilkan
menjadi sangat kecil dan kadang tidak masuk akal. Pada dasarnya apabila terjadi degradasi
lingkungan pada satu lokasi ekonomi biasanya akan disertai dengan pengurangan nilai produksi
yang berpengaruh terhadap penurunan nilai PDRB.

Konsep PDRB Hijau bertujuan untuk mencegah terjadinya ketumpang tindihan antara
pendapatan dan habisnya sumber modal alami yang justru merugikan negara. PDRB sendiri
adalah kumpulan dari seluruh nilai uang yang berasal dari penjualan barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh suatu daerah pada tahun tertentu. Penggunaan kata bruto berarti bahwa
pendapatan tersebut belum dikurangi penyusutan barang modal akibat penggunaannya pada
proses produksi. Dalam praktiknya sering sekali penghitungan PDRB tidak seimbang.
Perhitungannya hanya sebatas hal positif saja, dengan kerap mengabaikan dampak negatifnya
(pencemaran).

Apabila terdapat kehilangan atau kekurangan sumber daya alam yang digunakan untuk
kegiatan produksi. Maka hasil produksi dan polutan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam
PDRB. Sedangkan apabila terdapat temuan baru terhadap suatu sumber daya, hal itu harus
tercatat ke dalam penambahan modal atau aset. Tidak dapat dimasukkan ke dalam tambahan
pendapatan. Dalam PDRB hijau ini berkurangnya sumber daya alam serta polutan yang
dihasilkan akibat kegiatan tersebut dicatat sebagai pengurangan pendapatan. Hal ini berguna
sebagai dasar untuk memperbaiki kembali sumber daya alam yang telah di eksploitasi, sehingga
tidak terjadi kerusakan lingkungan yang semakin parah serta cadangannya dapat dipersiapkan
untuk generasi yang akan datang.

Penghitungan PDRB hijau total dapat dilakukan dengan lebih sederhana tanpa perlu
mementingkan faktor-faktor sektoral, yaitu dengan mengurangkan nilai degradasi lingkungan
yang terjadi.

Untuk menghitung nilai-nilai degradasi lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas


kegiatan ekonomi sektoral dilakukan dengan cara mengurangi nilai kontribusi dari sektor yang
bersangkutan. Sebagai contoh, sektor kehutanan. Apabila terjadi penurunan kualitas lingkungan
akibat produksi hasil hutan, seperti hutan yang gundul, tanah longsor, ikut musnahnya beberapa
satwa dan tanaman langka di hutan. Maka nilainya harus dikurangi ke dalam nilai PDRB hutan
tersebut.

Adapun formula untuk menghitung kontribusi aktivitas ekonomi terhadap PDRB adalah
sebagai berikut:

• Nilai postif atau kontribusi sektor terhadap PDRB


= (nilai produksi) – (Biaya input modal)
• Kontribusi semi hijau pada PDRB
= (Nilai tambah pada PDRB) – (Nilai penyusutan SDA)
• Kontribusi hijau pada PDRB
= (Kontibusi semi hijau pada PDRB) – (nilai degradasi lingkungan)

4 Perhitungan Penyusutan Sumber Daya Alam

Setidaknya terdapat tiga tahapan dalam menghitung nilai penyusutan sumber daya alam,
yaitu:

• Mengidentifikasi jenis SDA yang berkurang/menyusut


Kita harus mengidentifikasi atau mengenal masing-masing sumber daya alam yang
digunakan untuk aktivitas ekonomi tersebut. Adapun sumber daya alam yang biasanya
dimanfaatkan adalah kayu, ikan, bahan tambang, bahan galian, air, dan udara. Namun
tidak semua sektor ekonomi tersebut membutuhkan bahan baku langsung dari alam,
sehingga untuk perusahaan jenis ini tidak terjadi penurunan nilai SDA yang perlu
dicatatkan ke dalam PDRB.
• Menghitung volume dan jumlah SDA yang berkurang/menyusut.
Setelah mengidentifikasi jenis SDA, tahapan selanjutnya adalah menghitung volume
atau jumlah SDA tersebut. Caranya adalah dengan mengakumulasi SDA yang
digunakan oleh unit-unit sektor usaha. Dengan demikian kita juga harus mengetahui
data tentang berapa unit usaha yang terlibat dalam jenis industri dan sub sektor tertentu.
Data ini biasanya dapat diperoleh dari departemen yang bersangkutan yang mengatur
tentang industri tersebut, misalnya departemen lingkungan hidup, perhutani, kelautan
dan lain sebagainya. Jika data belum tersedia pada departemen tersebut, alternatif lain
adalah dengan melakukan survei secara langsung menggunakan sampel unit usaha yang
ada.
• Melakukan penilaian terhadap total SDA yang berkurang/menyusut
Tahapan akhir dalam menentukan penilaian terhadap SDA yang berkurang atau
terdeplesi adalah dengan menghitung nilai ekonomi pada setiap unit usaha yang
menggunakan sumber daya tersebut. Nilai ini lah yang dinamakan dengan nilai
penyusutan SDA. Apabila nilai penyusutan ini telah diketahui, maka tahap selanjutnya
adalah mengurangkan nilai ini dari nilai PDRB sehingga didapatkan hasil berupa nilai
kontribusi PDRB semi hijau pada masing-masing sektor. Cara yang paling sering
digunakan untuk menghitung nilai penyusutan SDA ini adalah metode unit rent atau
unit price.

Perhitungan di dasarkan kepada nilai sumber daya alam yang masih alami atau masih
benar-benar berada pada habitatnya. unit rent atau unit price dihitung dengan cara mengurangkan
harga produk dengan rata-rata biaya produksi ditambah rata-rata laba layak per unit pada
masing-masing sub kegiatan ekonomi.

Unit Rent = (Harga Produk) – (Rata-rata biaya produksi) - (Rata-rata laba layak per unit)
Setelah memperoleh nilai sumber daya alam dari unit rent tersebut, langkah selanjutnya
adalah mencari nilai akhir dari kontribusi hijau pada PDRB dengan cara mengurangkan nilai
penurunan nilai lingkungan daro kontribusi positif/hijau pada masing-masing sektor. Pada bagian
berikut ini akan dibahas tentang cara bagaimana menghitung nilai penurunan fungsi lingkungan.

Kontribusi Hijau pada PDRB = (Kontribusi pada PDRB) - (Nilai Penurunan SDA) - (Nilai
penurunan fungsi lingkungan)

5 Perhitungan Nilai Penurunan Fungsi Lingkungan

Penurunan fungsi lingkungan dapat diartikan sebagai menurunnya kemampuan sesuatu


lingkungan dalam memberikan manfaatnya terhadap kehidupan di sekitarnya seperti
menyediakan sumber bahan mentah, jasa lingkungan, keseimbangan alam, dan sebagai
asimilator alami. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah akibat kegiatan
ekonomi manusia. Untuk menghitung nilai penurunan fungsi lingkungan tersebut dilakukan
dalam tiga tahapan, yaitu:

• Mengidentifikasi lingkungan yang rusak tersebut. Tahapan pertama dalam


menghitung nilai penurunan fungsi lingkungan adalah dengan mengetahui jenis dari
kerusakan yang terjadi baik terhadap sumber daya alam dan lingkungan penyediaannya
di suatu wilayah, desa, kota, kabupaten, atau provinsi. Sebagai contoh, sektor industri
minyak menyebabkan kerusakan pada tanah, udara, dan air. Sedangkan pada sektor
pertambangan bagian lingkungan yang rusak berupa tanah dan lainnya.
• Menghitung jumlah dan volume dari lingkungan yang rusak. Tahapan kedua dari
penilaian kualitas lingkungan ini adalah dengan menghitung volume dan jumlah
lingkungan yang mengalami kerusakan tersebut. Misalnya, berapa luas wilayah hutan
yang gundul sehingga menyebabkan kehilangannya beberapa varietas satwa dan flora.
Berapa banyak lahan yang terkena erosi akibat hutan yang gundul. Lalu, dihitung juga
berapa banyak sumber air yang tercemar atau seberapa besar volume berkurangnya air
bersih untuk kehidupan masyarakat sekitar lingkungan tersebut. Semua hal di atas dapat
dihitung dan dinyatakan dalam volume atau jumlah yang kemudian dimasukkan
hasilnya pada tahapan ke tiga.
• Menghitung nilai ekonomi pada lingkungan yang rusak Terdapat empat jenis
pendekatan yang paling banyak digunakan untuk menghitung nilai dari penurunan
kualitas lingkungan ini, yaitu:
a. Replacement cost
b. Willingness to pay
c. Willingness to accept
d. Prevention cost

Pertama, yaitu melalui pendekatan replacement cost. Pendekatan ini menggunakan


besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengembalikan kondisi lingkungan seperti sedia kala.
Adapun pendekatan ini sangat baik digunakan karena erat kaitannya dengan tujuan PDRB hijau.
Namun, apabila metode replacement cost ini sulit untuk dilakukan dengan berbagai macam
alasan seperti kurangnya data dan informasi terkait lingkungan tersebut maka metode kedua dan
ketiga dapat dipakai. Metode kedua dan ketiga ini menggunakan teknik survei tentang kesediaan
untuk membayar kerusakan lingkungan akibat aktivitas yang dilakukan (willingness to pay) atau
kesediaan menerima ganti rugi akibat rusaknya lingkungan tersebut (willingness to accept).

Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan melalui teknik pencegahan. Metode ini


mengutamakan perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk mencegah agar tidak terjadinya
pencemaran terhadap lingkungan, air, dan udara.

Masalah yang sering timbul dalam menghitung nilai kerusakan lingkungan dan sumber
daya alam ini adalah memungkinkan terjadinya pengurangan ganda yang dapat menyebabkan
nilai PDRB menjadi sangat kecil dan turun secara signifikan.

Masalah ini menjadi semakin kompleks karena dalam setiap terjadinya kerusakan
lingkungan akan ada tindakan-tindakan yang dilakukan sebagai bentuk upaya penanggulangan.
Tindakan ini akan mempengaruhi nilai PDRB sebab upaya penanggulangan memerlukan biaya-
biaya lain yang seharusnya dimasukkan ke dalam beban PDRB. Jika dicermati, terjadinya
tambahan biaya akibat upaya memulihkan sesuatu sebagai bagian dari dampak lingkungan yang
rusak harus tercatat ke dalam PDRB sebagai bentuk penurunan nilai.

6 Menghitung PDRB Hijau dan Coklat


Sebelum membahas masing-masing tahapan, mari kita kenal terlebih dahulu beberapa
istilah yang nanti mungkin akan banyak muncul di masing-masing pembahasan terutama tentang
jenis-jenis PDRB berdasarkan kesesuaiannya dengan input nilai sumber daya alam dan
kerusakan lingkungan.

• PDRB cokelat, yaitu nilai PDRB yang dihitung tanpa memasukkan nilai dari penurunan
sumber daya alan dan nilai kemerosotan fungsi lingkungan atau yang lebih dikenal
dengan PDRB konvensional.
• PDRB semi hijau, yaitu nilai PDRB yang dihitung dengan memasukkan nilai penurunan
sumber daya alam saja.
• PDRB hijau, yaitu nilai PDRB yang dihitung setelah memasukkan keduanya, nilai
penurunan sumber daya alam dan nilai kemerosotan fungsi lingkungan.

Untuk menghitung PDRB Hijau sebelumnya harus melewati beberapa tahap terlebih dahulu
yaitu:

1. Menghitung nilai kontribusi sektor ekonomi


Nilai kontribusi ini akan dimasukkan ke dalam nilai positif karena menyumbang suatu
keuntungan terhadap PDRB. Nilai kontribusi masing- masing sektor akan diakumulasi
selama satu tahun dan dimasukkan ke dalam catatan PDRB cokelat atau PDRB
konvensional masing-masing wilayah atau daerah yang biasanya dikerjakan oleh BPS
daerah bekerja sama dengan Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA). Adapun cara
perhitungan nilai kontribusi sektor ekonomi ini dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Apabila sektor ekonomi tersebut bukan merupakan sektor penghasil barang dan jasa,
dengan kata lain sektor tersebut merupakan sektor pelayanan. Maka, nilai kontribusi
sektor ini dihitung dengan menggunakan metode pendapatan. Metode ini dihitung dengan
metode balas jasa terhadap semua faktor produksi, di antaranya gaji/upah pegawai, sewa
bangunan, bunga dan laba. Adapun contoh dari sektor ekonomi ini adalah lembaga
pemerintahan dan pendidikan.
2. Menghitung deplesi sumber daya alam
Pada bagian sebelumnya kita telah membahas bagaimana cara mengidentifikasi
penurunan sumber daya alam pada masing-masing sektor dan menghitung seberapa besar
volume penurunan tersebut. Kita juga telah mengetahui bahwa untuk menghitung nilai
deplesi SDA ini digunakan pendekatan unit rent atau unit net price, sehingga dapat kita
nyatakan dalam bentuk seperti formula di bawah ini.

Untuk mendapatkan nilai penurunan jumlah sumber daya alam ini, kita harus menghitung
terlebih dahulu nilai unit rent-nya. Nilai unit rent diperoleh dari biaya pengeksploitasian
SDA dikurangi dengan semua biaya hasil penjualan masing-masing sumber daya alam
termasuk nilai keuntungan yang diperoleh atas penjualan yang diterima oleh penjual
tersebut. Keuntungan yang diperoleh dapat disetarakan nilainya dengan bunga pinjaman
bank, apabila modal yang ditanamkan guna memenuhi biaya pengeksploitasian sumber
daya alam di daerah tersebut berasal dari pinjaman bank.

3. Menghitung PDRB semi hijau


Adapun perhitungan PDRB semi hijau ini dilakukan dengan cara mengurangi nilai PDRB
cokelat dengan nilai penurunan sumber daya alam yang telah di peroleh pada tahapan
kedua. Untuk lebih mudah memahami mari kita simak perhitungan tabel di bawah ini.

4. Menghitung PDRB hijau


Setelah mendapatkan semua nilai di atas maka tahap terakhir adalah menghitung PDRB
hijau.

7 PDRB hijau dan pembangunan

PDRB hijau merupakan pengembangan dari PDRB cokelat atau PDRB konvensional guna untuk
mempertahankan keberadaan sumber daya alam dan lingkungan agar dapat digunakan oleh
generasi yang akan datang. PDRB cokelat atau PDRB konvensional sendiri dibuat untuk
mengetahui hasil dari berbagai aktivitas ekonomi, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
serta tren ekonomi di masa yang akan datang. Namun sayangnya, PDRB konvensional hanya
mencatat kerugian atau penurunan modal fisik tanpa memikirkan berkurangnya kualitas
lingkungan serta berkurangnya ketersediaan sumber daya alam.

Dengan demikian, PDRB hijau ini bertujuan untuk menyempurnakan metode PDRB cokelat
sebelumnya. PDRB bisa mengukur perekonomian Indonesia lebih jauh lagi termasuk di
antaranya tingkat kesejahteraan masyarakat pada masa tertentu dan dapat mengetahui tren
kesejahteraan masyarakat dari tahun ke tahun hingga dapat memprediksi tren di masa yang akan
datang. Distribusi nilai PDRB berdasarkan kegiatan perekonomiannya dapat menunjukkan
struktur ekonomi di daerah tersebut, mulai dari tingkat kabupaten, kota hingga provinsi.
Setidaknya terdapat tiga jenis perekonomian berdasarkan penyebaran nilai PDRB nya.

1. Perekonomian agraris
Suatu daerah dikatakan memiliki perekonomian agraris apabila kontribusi sektor
pertanian terhadap nilai PDRB mencapai lebih dari 40%.
2. Perekonomian sekunder
Suatu daerah dikatakan memiliki perekonomian sekunder apabila kontribusi sektor
industri manufaktur terhadap nilai PDRB mencapai lebih dari 40%.
3. Perekonomian jasa
Suatu daerah dikatakan memiliki perekonomian jasa apabila kontribusi sektor jasa seperti
guru, tenaga kesehatan, angkutan, polisi mendominasi di daerah tersebut hingga
mencapai angka lebih dari 40%.

Perbedaan jenis perekonomian suatu daerah berdasarkan distribusi PDRB ini juga dapat
menentukan kualitas hidup masyarakat di dalamnya. Daerah dengan perekonomian agraris
cenderung lebih tertinggal dibandingkan dengan dua jenis perekonomian lainnya. Daerah dengan
perekonomian jasa adalah yang paling maju.
DAFTAR PUSTAKA

Antomi Y. 2021. Aktivitas Ekonomi Dalam Perspektif Ruang dan Lingkungan. Deepublish.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai