Anda di halaman 1dari 7

No 1

1. Pendekatan Mimesis
Yaitu kritik yang bertolak pada pandangan bahwa karya sastra
merupakan suatu tiruan atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia. Oleh
karena itu, kritik sastra mimetik cenderung untuk mengukur kemampuan suatu
karya sastra menangkap gambaran kehidupan yang dijadikan sebagai objek.
Pendekatan ini bertolak dari pemikiran bahwa sastra, sebagaimana hasil
seni yang lain, merupakan pencerminan atau representasi kehidupan nyata.
Sastra merupakan tiruan atau pemandu antara kenyataan dengan imajinasi
pengarang, atau hasil imajinasi pengarang yang bertolak dari suatu kenyataan.
2. Pendekatan Pragmatik (Reseptif)
Yaitu suatu kritik yang disusun berdasarkan pandangan bahwa sebuah
karya sastra itu disusun untuk mencapai efek-efek tertentu kepada pembacanya,
seperti efek kesenangan, estetika, dan pendidikan. Kritik pragmatikini
berkecenderungan untuk memberi penilaian terhadap suatu karya berdasarkan
ukuran keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut.
Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra
yang dapat memberikan kesenangan dan faedah bagi pembacanya. Dengan
begitu, pendekatan ini menggabungkan antara unsur penglipur lara dengan
unsur didaktif (pendidikan).
3. Pendekatan Ekspresif
kritik sastra yang menekankan telaahan kepada kebolehan pengarang
dalam mengekspresikan atau mencurahkan idenya ke dalam wujud sastra
(umumnya puisi).Kritik sastra cenderung untuk menimbang karya sastra dengan
memperlihatkan kemampuan pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang
secara sadar atau tidak tercermin pada karyanya tersebut.
Pendekatan ini menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau
penyair mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra. Kemampuan
pengarang menyampaikan pikiran yang agung dan emosi yang kuat menjadi
ukuran keberhasilan. Yang menjadi tanah garapan para pengritik adalah
kejiwaan pengarang.
4. Pendekatan Objektif (Struktural)
Yaitu suatu kritik sastra yang menggunakan pendekatan atau pandangan
bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri. Ia tidak perlu dilihat dari
segi pengarang, pembaca, atau dunia sekitarnya. Ia harus dilihat seagai objek
yang berdiri sendiri, yang memiliki dunia sendiri. Oleh sebab itu, kritik yang
dilakukan atas suatu karya sastra merupakan suatu kajian intrinsik semata.
Pendekatan ini memandang dan menelaah sastra segi intrinsik yang
membangun suatu karya sastra, taitu tema, alur, latar, penokohan, dan gaya
bahasa. Penelaahan sastra melalui pendekatan struktural ini menjadi anutan para
kritikus aliran strukturalis, di Indonesia tercermin pada kelompok
Rawamangun.
5. Pendekatan Semiotik
Pendekatan semiotik ini pada dasarnya merupakan pengembangan
pendekatan objektif atau pendekatan struktural, yaitu penelaahan sastra dengan
mempelajari setiap unsur yang ada di dalamnya, tanpa ada yang dianggap tidak
penting, serta melihat suatu karya sastra sebagai suatu yang terikat kepada
sistem yang dibentuknya sendiri, sehingga sistem yang ada di luarnya tidak
berlaku terhadapnya.
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda. Tokohnya
Ferdinan de Saussure dan Charles Sander Peirce. Tanda itu ada penanda dan
petanda.
Contoh: Ibu = Penanda Ibu artinya orang yang melahirkan kita
(petanda, arti dati tanda). Jenis tanda ada 3, yaitu ikon, indeks, dan simbol.

No 2
A. Kritik sastra menggunakan pendekatan objektif (struktural).
1. Strukturfisik (surface structure)
a) Perwajahan puisi (tipografi)
Puisi Penerimaan karya Chairil Anwar memiliki tipografi yang semi konsisten. Puisi ini
terdiri dari enam bait yang beberapa baitnya memiliki kesamaan dalam jumlah baris. Jumlah
baris untuk tiap bait pada puisi ini berpola 2-1-2-1. Yaitu dua baris untuk bait ganjil dan satu
baris untuk bait genap.
Chairil Anwar pun menulis puisi ini dengan konsisten. Yaitu dengan menempatkan huruf
kapital pada setiap baris dalam puisi ini. Namun bila ditikik secara seksama, maka kita akan
menemukan keganjilan dari keputusan menempatkan huruf kapital untuk setiap baris ini.
keganjilan ini terutama terdapat pada baris kedua bait-bait ganjil. Menurut hemat penulis,
makna dari baris tersebut adalah penjelas bagi baris sebelumnya hingga mestinya huruf kapital
tidak diberlakukan. Sepertinya ada makna tersirat dari keputusan Chairil dalam menulis huruf
kapaital di sana. Atau mungkin juga sekedar menjaga konsistenitas penulisan saja.

b) Diksi
Dalam puisi Penerimaan ini, Chairil seperti biasa memilih kata-kata yang sederhana namun
indah dan sarat makna. Pemilihan kata yang Chairil lakukan membuat pembaca sajak ini
merasakan dengan jelas suasana hati Chairil dan membuat puisi ini lebih bernyawa.

c) Imaji
Dalam puisi ini Chairil Anwar tidak memunculkan teknik imaji yang dominan. Hanya
saja dengan kelebihannya, Chairil Anwar masih saja mampu membut pembaca merasakan apa
yang ia rasakan. Satu baris yang mungkin masih bisa digolongkan pada pengimajian adalah
“Bak kembang sari sudah terbagi”. Baris ini mengajak kita membayangkan situasi kembang
sari yang telah terbagi.

d) Kata konkret
Dalam setiap penulisan puisinya, Chairil Anwar selalu memunculkan kata konkret
sebagai ciri khasnya. Begitu pula halnya dengan puisi Penerimaan ini. Kata konkret pada puisi
ini terwujud dalam baris “Bak kembang sari sudah terbagi” dan “Sedang dengan cermin aku
enggan berbagi”.
Kembang selalu identik dengan seorang perempuan, namun bukan Chairil Anwar namanya bila
ia tidak menjadikan karyanya berbeda. Maka ia pun menulis kembang sari. Entah apa maksud
pemilihan sari, mungkin karena sari yang ada pada serbuk sari itu mudah sekali terbagi.
Sedangkan cermin adalah sebuah alat pantul yang merefleksikan diri kita yang nyata. Dalam
baris “sedang dengan cermin aku enggan berbagi”, Chairil menegaskan bahwa dirinya tak mau
diduakan bahkan dengan bayangannya sekalipun.

e) Gaya bahasa
Chairil dalam puisi penerimaan ini mengunakan gaya bahasa simile yang terwujud pada baris
kedua pada bait ketiga “Bak kembang sari sudah terbagi”.

Gaya kalimat: dilihat dari gaya kata, puisi “penerimaan” mengandung pengulangan kata.
Pengulangan itu ditemukan pada larik berikut:

Kalau kau mau kuterima kau kembali berulang dua kali

Bahasa Kiasan: terdapat dua kiasan/majas dalam puisi “penerimaan” yaitu:

-Simile (Pada bait ketiga, larik kedua)


Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

-Personifikasi (Pada bait keenam)


Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
f) Rima dan irama
Puisi ini memiliki rima yang konsisten karena seluruh baris pada puisi ini berakhiran huruf i
dari awal hingga akhir. Sedangkan irama yang digunakan menggunakan irama yang
menunjukkan keteguhan hati penyair dalam mempertahankan prinsipnya meski ia telah
memberi kesempatan. Irama yang dihasilkan terkesan biasa saja karena susuanan kata pada
tiap barisnya sendiri tersusun dari kata-kata yang sederhana.
 kem-ba-li
 ha-ti
 sen-di-ri
 la-gi
 ter-ba-gi
 tun-duk!
 be-ra-ni
 kem-ba-li
 ta-pi
 ber-ba-gi

2. Struktur batin (deep structure)


a) Tema (sense)
Dalam puisi ini Chairil mengangkat tema percintaan. Yaitu tentang seorang lelaki yang masih
memberi harapan pada perempuan yang dulu pernah memiliki hubungan khusus dengannya.
Ini tergambar dari bait pertama dan kedua.
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Sang lelaki menyadari bahwa perempuan yang masih ia beri kesempatan kembali itu sudah tak
sendiri. Maka ia ingin perempuan itu memutuskan keputusan dengan tegas. Ini tergambar pada
lanjutan syairnya sebagai berikut:
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali


Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

b) Rasa (feeling)
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Dalam hal ini penyair merasakan semangat pengharapan dengan sedikit kecemasan bahwa sang
mantan kekasih akan berpikir dan menimbang penawarannya dengan matang hingga ia akan
kembali padanya.

c) Nada (tone)
Pada puisi Penerimaan ini, Chairil Anwar menuangkan perasaan harap-harap cemas dan
ketegasan. Pengharapan yang ia rasakan dikarenakan pada dasarnya ia masih mencintai
perempuan yang dimaksud. Logikanya adalah mana mungkin ia memberikan kesempatan pada
perempuan tersebut untuk kembali bila ia tidak mencintainya! Kemudian ketegasan adalah
supaya perempuan tersebut memilih dengan tegas untuk kembali padanya atau terus bersama
yang lain.

d) Amanat (intention)
Pesan yang ingin disampaikan oleh Chairil Anwar secara khusus tentu ditujukan kepada sang
perempuan. Yaitu agar ia mempertimbangkan penawaran Chairil dan memutuskan dengan
tegas keputusan yang akan ia ambil. Dan secara umum, Chairil ingin mengabarkan pada
seluruh pembaca, bahwa sosok Chairil adalah sosok yang benci pada hal yang setengah-
setengah. Chairil ingin mengabarkan pada setiap pembaca sajaknya bahwa dirinya adalah
sosok yang tegas dan menyukai ketegasan.
B. Pendekatan objetif (struktural) merupakan pendekatan yang memandang dan menelaah
sastra segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra, taitu tema, alur, latar,
penokohan, dan gaya bahasa. Menurut saya langkah-langkah yang sudah saya gunakan
tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dari pendekatan objektif itu sendiri, karena di
dalam analisis yang saya lakukan tersebut sudah memuat tentang unsur instrinsik puisi
itu sendiri yang berupa, (1) struktur fisik yang menyangkut (tipografi, diksi, imaji, kata
konkret, gaya bahasa, rima dan irama), dan yang ke (2) struktur batin yang meyangkut
(tema, rasa, nada, dan amanat).
Jadi dilihat dari pemaparan analisis yang saya lakukan, analisis tersebut sudah
dikatakan analisis yang sesuai dengan ketentuan langkah-langkah pendekatan satra
yang digunakan dalam hal ini pendekatan objektif (struktural)
No 3

Pelajar salatiga Pola pikir

Memajukan kebudayaan Harapan


na

Pendidikan

berkarakter

Pelatihan
seni

Membangun kota salatiga


Pemanfaatan
sampah Generasi yang salatiga
kreatif & inovatif

b. kerangka esai
1) Introduction : Pendidikan Berkarakter
Pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai pendidikan berkarakter yang
mewajiban peserta didik untuk belajar selama 9 tahun. Kewajiban belajar 9 tahun
tersebut tidak menjamin seseorang mampu mengembangkan daya pikir agar lebih
mengedepankan pendidikan daripada persoalan lainnya yang akan menimbulkan
masalah. Pemuda generasi penerus bangsa menjadi harapan yang baik untuk masa
depan suatu bangsa seperti pelajar di kota salatiga memiliki keinginan dan harapan yang
besar untuk memajukan kotanya tersebut untuk memajukan kebudayaan dan
merealisasikan pembangunan di kotanya.
2) Body paragraf : Sudut pandang masyarakat terhadap kebijakan pendidikan berkarakter,
wajib 9 tahun belajar.
 Pola pikir para pelajar yang ingin memajukan dan mesejahterakan kota
 Harapan dan keinginan masyarakat terutama para pelajar untuk kemajuan kota
salatiga.
 Gerakan pemuda yang memanfaatkan sampah untuk didaur ulang
 Membangun generasi yang kreatif dan inovatif untuk merealisasikan
pembangunan di kota salatiga.
Pendidikan adalah segala daya upaya dan semua usaha untuk membuat
masyarakat dapat membangun potensi manusia agar memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, berkripadian memiliki kecerdasan, berakhlak mulia,
serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga
negara. Disamping itu pendidikan adalah usaha untuk membuat sosok manusia yang
utuh lahir dan batin menjadi manusia cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur.
Kewajiban pemerintah mengenai pendidikan berkarakter yang mewajiban
setiap peserta didik untuk menempuh pendidikan selama 9 tahun. Namun, selama
apapun mereka belajar belum bisa menjamin seseorang mampu untuk mengembangkan
daya pikir dan mengedepankan pendidikan diatas segalanya yang justru akan
menimbulkan masalah dan seperti lupa akan kewajibannya sebagi penduduk untuk
mengembangkan dan menjaga nama kotanya. Berbeda halnya dengan para pelajar dan
pemuda sebagai generasi yang kreatif dan inovatif di kota salatiga yang memiliki
harapan serta keinginan yang bijak untuk memajukan kotanya tersebut menjadi kota
yang berbudaya dan inovatif tanpa menimbulkan masalah dan mencemarkan nama baik
kotanya. Bukan hanya menjaga nama baik kotanya saja tetapi pemuda di dalamnya juga
mengembangkan kebudayaan dengan mengikuti pelatihan seni, dan pemanfaatan
sampah untuk dikembangkan menjadi sesuatu yang bermanfaat nantinya. Mereka juga
mengupayan terrealisasikannya pembangunan kota yang akan meningkatkan potensi
masing-masing masyarakatnya.
3) Conclusion: Generasi yang kreatif dan inovatif membangun kota salatiga menjadi kota
yang maju dan merealisasikan pembangunan untuk mengembangkan potensi setiap
masyarakat.
Orang yang sudah memenuhi kewajiban mengenai pendidikan karakter belajar
selama 9 tahun memang belum tentu memiliki pola pikir dan jiwa jiwa yang bijak
apalagi dalam hal membangun kota menjadi lebih baik, semangat itu justru tumbuh dari
hati masing-masing sepertihalnya para pelajar dan pemuda yang menjadi generasi
penerus bangsa di kota salatiga yeng memiliki keinginan yang kuat untuk memajukan
dan merealisasikan pembangunan yang ada dikotanya agar menjadi kota yang maju dan
inovatif. Oleh karena itu kita sebagai pemuda generasi penerus bangsa jangan pernah
mengurung diri mari bersama-sama berfikir dan bertindak untuk memajukan daerah
kita masing-masing, menuju daerah yang kreatif dan inovatif.

Anda mungkin juga menyukai