I. MANUSIA
A. Pengertian
Kata manusia berasal dari Bahasa Sansekerta, yang diartikan sebagai “Human being
in contradiction to other beings.” (J. Gonda). Kira-kira artinya “Manusia lain dari ciptaan
lain, unik dan istimewa.”
Mungkin kata manusia dihubungkan dewa Hindu “Manu”, atau juga dengan dewa
Bumi “tanah”. Kalau demikian, manusia hampir sama artinya dengan kata Latin “homo”
(humus) artinya “Yang dari tanah”, dan juga dari kata Ibrani “adam” (adâmâ) artinya
“tanah”. Maka kata Adam artinya “yang diambil dari tanah”.
Adam adalah manusia pertama yang menjadi model/tipe semua manusia. Ia menjadi
makhluk yang berjiwa dan hidup karena Allah menghembuskan nafas/napas (Ibrani : nefes)
ke dalam tubuhnya (Kej 2:7). Memang manusia sudah sejak pertama mempunyai hubungan
khusus dengan Allah sang Penciptanya (Kej 1:26). Manusia diciptakan menurut Citra Allah
(mungkin menurut J. Gonda). Demikian juga dalam Surah II/30 dikatakan bahwa manusia
diadakan sebagai Kalifah Allah di bumi ini.
Maka pengertia manusia yang tepat harus mengindahkan kodratnya, yaitu bahwa
manusia berasal dari tanah (bumi) dan akan kembali ke tanah, mati, menghilang seperti
debu; dan bahwa manusia berasal dari Allah, akan kembali kepada Allah, Bersatu kembali
dengan Allah untuk selama-lamanya. Adam, manusia ciptaan Allah itu telah berdosa (Kej 3:1-
24). Walaupun ia berdosan namun pribadi Adam disoroti dalam hubungannya dengan Yesus
Kristus. Keduanya serupa satu sama lain sebab misi keduanya sama, namun keduanya
berbeda dalam asalnya. Adam dari dunia-duniawi, Yesus Kristus dari Surga-Surgawi. Alhasil,
karya keduanya pun berlainan. Adam menghasilkan kematian dan dosa, Yesus Kristus
menghasilkan kehidupan, keselamatan. Adam yang berdosa disebut Adam 1 (Adam Lama);
Yesus Kristus yang kudus, suci disebut Adam 2 (Adam Baru). Adam didampingi (istri) Hawa
yang diciptakan dari tulang rusuk Adam (Kej 1:21-25). Hawa (Ibraninya “hawwah” dengan
kata dasar “hidup” = hayah) yang artinya “ibu dari semua yang hidup” atau “yang memberi
kehidupan” (Kej 3:20). Oleh Adam, ia dinamai “perempuan” karena berasal dari laki-laki (Kej
2:23) Hawa senada dengan Adam adalah manusia berdosa (ia yang digoda iblis, Kej 3:6).
Namun Maria penyebab keselamatan/kesucian. Maka Hawa istri Adam disebut Hawa 1
(Hawa Lama) sedang Maria, Ibu Yesus disebut Hawa 2 (Hawa Baru).
2) Kemana Tujuannya?
Tujuan setiap manusia ialah persatuan dengan hidup Allah Tritunggal untuk selama-
lamanya. Manusia berasal dari Allah dan kembali kepada Allah. Sebagai anak Allah, ia
melanjutkan hidupnya di alam baka ini sebagai ciptaan yang berpartisipasi dalam
kehidupan Penciptanya, seuatu kerinduan dan kemungkinann manusia mencapai suatu
kepuasan dan kesempurnaannya, dan lebih jauh dari itu suatu kebahagiaan abadi atau
suatu kehidupan kekal abadi di Surga.
Jadi, tujuan manusia adalah “Hidup Bahagia kekal bersama Allah Tritunggal
Mahakudus di Surga selama-lamanya”.
Baca – Yoh 17:1-3 ; 1 Yoh 3:2 ; 1 Kor 2:9 ; Rom 8:18-23 ; Yoh 11:25-26.
C. Martabat Manusia
1) Manusia Citra Allah
Manusia diciptakan secara unik, spesial, dan istimewa karena diciptakan menurut Citra
Allah, sama dan serupa dengan Allah. Maka manusia menjadi makhluk yang luhur dan
mulia. Sebagai citra Allah, manusia menampakkan wajah Allah, bertingkah laku sebagai
tingkat laku Allah sendiri. Itu adalah konsekuensi manusia sebagai citra Allah. Dengan
demikian hanya manusialah yang mampu mengenal Allah, mencintai dan mengasihi
Allah serta mau memuliakan-Nya. Sebagai citra Allah, manusia ditetapkan sebagai
“tuan” atas semua ciptaan, serta kuasa untuk mengolah dan memanfaatkan ciptaan lain
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Kej 1:26 ; Keb 2:23 ; Sir 17:3-10). Pemazmur
menggambarkan kedudukan manusia sebagai Citra Allah dengan sangat indah dan
mengagumkan (Mzm 8:5-7), suatu kedudukan yang sangat terhormat melebihi para
malaikat Allah. Oleh sebab itu manusia harus mampu menampakkan wajah Allah yang
benar.
A. Pengertian
2. Definisi Agama
a. Umum
Agama adalah ungkapan hubungan antara manusia dengan Yang Ilahi, yaitu
kekuasaan yang kudus yang dianggap lebih tinggi daripada manusia. Kepada Yang
Ilahi manusia mengalami daya tarik/simpatik karena sifat-sifat yang mempesona
(fascinosum) tetapi sekaligus manusia merasa kurang pantas, sama sekali
tergantung, serta takut dan takwa karena sifat-sifat yang dahsyat (tremendum). Jadi
kepada Yang Ilahi itu manusia merasa takut dan sekaligus senang, simpatik, tertatik,
yang dalam Bahasa diungkapkan dengan kata Wediasih. Setiap agama menyebut
Yang Ilahi dengan istilah masing-masing.
b. Khusus – Agama Katolik
Agama Katolik adalah ungkapan manusia yang beriman kepada Allah, melalui Yesus
Kristus. Ungkapan ini mau mengatakan bahwa orang Katolik percaya bahwa Allah
telah terlebih dahulu mengasihi manusia seperti tertulis, “Kita mengasihi karena
Allah lebih dahulu mengasihi kita.” (1 Yoh 4:19). Maka agama Katolik adalah
ungkapan kasih manusia kepada Allah yang telah terlebih dahulu mengasihi
manusia. Bukti yang menunjukkan untuk itu antara lain :
1) Menciptakan manusia
2) Memberi kehidupan (nafas – nafkah)
3) Mengampuni disa-dosa manusia
4) Memperbolehkan manusia mengenal Dia dan bersahabat dengan Allah
Kasih Allah kepada manusia itu hendaknya menjadi dasar hubungan manusia yang
satu dengan yang lainnya. Maka agama Katolik merupakan ungkapan kasih antara
manusia, termasuk musuh. Jadi, agama Katolik adalah ungkapan kasih kepada Allah
dan kepada sesama seperti diri sendiri (Mat 22:37-28 ; Mar 5:44) karena Mengasihi
Allah hanya bisa dibuktikan dengan mengasihi sesama secara nyata dan pasti (1 Yoh
4:20-21).
Istilah “Katolik” disusun dari dua kata Yunani, yakni “kata” dan “holon”, menjadi
“Katholon”. “Kata” dengan genitive berarti : dari, kontoasi sebab musabab,
sedangkan dengan akusatif berarti : menuju, kontoasii tujuan. “Holon” berarti :
keseluruhan, dibedakan dengan bagian.
Dalam pemakaian protan.
Kata Katholik diterapkan pada Gereja dalam arti “seluruh” atau “universal” oleh
Ignatius dari Antiokhia sekitat tahun 115 dalam surat gembalanya kepada jemaat di
Smirna (Italia Utara). Kemudian Gereja menambahkan kata Katholik ini pada
Syahadat dalam rumusan sebagai Gereja yang atu, kudus, Katolik, dan Apostolik
pada Konsili Konstantinopel I tahun 381.
Catatan : Kitab Suci baru dibagi menjadi bab-bab oleh Stefanus Langton pada tahun
± 1226, sedangkan Robert Estiene membagi-bagi lagi ke dalam ayat-ayat pada ±
tahun 1551.