Anda di halaman 1dari 25

SEMINAR PSIKOEDUKASI

MANAJEMEN WAKTU UNTUK MENURUNKAN PROKRASTINASI


AKADEMIK MAHASISWA PADA MASA PANDEMI COVID-19
MENGGUNAKAN PSIKOEDUKASI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Seminar Psikoedukasi yang
diampu oleh Dr. Siti Qadariah, M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh :

Nadifa Sabira Rahadita 10050018081

Aghnia Nafilah 10050018128

Silvia Febriyani DM 10050018130

Kelas A

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Menurut WHO (2021), virus COVID-19 dapat menyebar melalui partikel cairan kecil
dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi dan menyebabkan gangguan pernapasan
ringan hingga sedang ataupun berkembang menjadi gangguan berat yang membutuhkan
perawatan secara medis bagi mereka yang berusia lanjut dan memiliki penyakit bawaan
seperti kardiovaskuler, diabetes, penyakit pernapasan kronis, ataupun kanker dimana
berpotensi mengembangkan penyakit serius. Dengan begitu, pemerintahan pada berbagai
negara memberikan kebijakan untuk melakukan lockdown dan social distancing sebagai
upaya pencegahan dalam penyebaran virus COVID-19 sehingga menyebabkan penutupan
sekolah, lembagai pelatihan, dan fasilitas pendidikan tinggi (Pokhrel & Chhetri, 2021).

Pandemi COVID-19 yang menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia memaksa


masyarakatnya untuk meminimalisir penyebaran virus COVID-19 itu sendiri agar dapat
memperlambat laju penyebarannya, sehingga Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
merespon hal tersebut dengan memberikan kebijakan untuk melakukan pembelajaran
secara daring (Kemendikbud, 2021). Pembelajaran yang dilakukan secara daring membuat
mahasiswa melakukan pembelajaran di rumah dan mengurangi kontrol dari tenaga
pendidik, karena intensitas pertemuan antara peserta didik dan tenaga pendidik lebih
rendah, sehingga menyebabkan peserta didik merasa lebih bebas berada dirumah dan
terlepas dari pantauan tenaga pendidik (Sadikin & Hamidah, 2020).

Berdasarkan wawancara informal secara pribadi (Oktober 25, 2021) yang dilakukan
anggota kelompok pada kurang lebih 20 orang mahasiswa jurusan Psikologi UNISBA
terkait pembelajaran daring yang dilakukan selama masa pandemi COVID-19,
menunjukkan bahwa mereka mengalami beberapa kesulitan saat melakukan pembelajaran
daring dari rumah, diantaranya saat harus melakukan aktivitas kuliah di rumah seringkali
mendapatkan distraksi yang tidak dapat dihindari seperti diminta untuk membantu orang
tua dalam melakukan pekerjaan rumah ataupun hal lainnya sehingga mengakibatkan
mereka sulit untuk konsentrasi dalam belajar dan kuliah; secara monoton melakukan
pembelajaran mandiri tanpa mendapatkan pandangan yang tepat dari tenaga pendidik; jam
kuliah yang fleksibel yang terkadang menuntut beberapa mahasiswa melakukan kelas di
malam hari sehingga waktu istirahat mereka yang menjadi berantakan. Kesulitan yang
dialami mahasiswa selama pembelajaran daring di masa pandemi COVID-19 dalam
penelitian Jia, et al. (2020) menunjukkan bahwa mahasiswa menjadi kurang dapat
memahami materi yang diberikan oleh pengajar, pembelajaran terasa membosankan, dan
meningkatkan kecemasan yang menyebabkan perilaku prokrastinasi. Berdasarkan
pemaparan beberapa mahasiswa yang telah diwawancara terkait pembelajaran daring yang
dilakukan selama pandemi COVID-19, menunjukkan bahwa hal tersebut memberikan
dampak kesulitan bagi mahasiswa dalam mengerjakan tugas kuliah di rumah dan membuat
mereka cenderung untuk menunda dalam menyelesaikan pekerjaannya atau dikenal dengan
istilah prokrastinasi. Selaras dengan pendapat Tuckman (1991) terkait definisi dan faktor
penyebab, dimana prokrastinasi didefinisikan sebagai kebiasaan membuang-buang waktu,
menunda, dan dengan sengaja tidak menyelesaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat dua faktor pemicu prokrastinasi yang selaras dengan
wawancara diatas sendiri meliputi kecenderungan membuang-buang waktu, dimana
individu menghabiskan waktu sampai akhirnya menunda pekerjaan; serta kecenderungan
menghindari tugas, dimana saat mengalami hambatan hal tersebut dianggap tidak lagi
menarik bagi individu (Tuckman, 1991). Selain itu, salah satu alasan mahasiswa menunda
dalam mengerjakan tugas adalah karena merasa tidak sedang diawasi (Handoyo et al.,
2020).

Banyak ahli berusaha memberikan penyelesaian bagi masalah prokrastinasi karena


dianggap sebagai pemboros waktu terbesar (Atkinson, 1991), dan siklus jahat yang dapat
meningkatkan tekanan waktu (Van Eerde, 2003). Prokrastinasi memiliki konsekuensi
negatif berupa keterlambatan dalam mengumpulkan tugas, kecemasan, terburu-buru dalam
mempersiapkan ujian, dan kecemasan sosial. (Zarrin, et al., 2020). Selain itu, dapat
menunjukkan rendahnya prestasi belajar dan rendanya kehadiran di kelas (Ferrari, et al.,
1995; Asri & Trisnani, 2021).

Menurut Kartadinata & Tjundjing (2008) salah satu hal yang menyebabkan
prokrastinasi akademik yaitu masalah manajemen waktu, terdiri dari proses menentukan
kebutuhan, menetapkan tujuan untuk mencapai kebutuhan, memprioritaskan dan
merencanakan tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Dalam penelitian yang
dilakukan Kartadinata & Tjundjing (2008) menyatakan bahwa manajemen waktu memiliki
korelasi negatif dengan prokrastinasi, sehingga jika mahasiswa dapat melakukan
manajemen waktu dengan baik maka tingkat prokrastinasi yang dimiliki akan menurun.
Menurut Patrzek, et al. (2012), faktor penyebab prokrastinasi terbagi menjadi dua yaitu: (1)
faktor internal, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian, kompetensi, afeksi,
kognitif, dan yang juga berkaitan dengan persepsi terhadap karakteristik tugas; dan (2)
faktor eksternal, meliputi dukungan sosial, kualitas sekolah, dan kondisi sekolah.

Menurut Knaus (2010; Asri & Trisnani, 2021), strategi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi prokrastinasi antara lain dengan mengubah pola berpikir yang negatif (bagian
kognitif), mengelola stres (bagian emosi), mengembangkan perilaku yang proaktif
(behavioral), memberikan pelatihan keterampilan manajemen waktu, serta mengajarkan
strategi pembelajaran misalnya, collaborative learning dan project-based learning.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, upaya untuk menurunkan prokrastinasi dapat


dilakukan dengan pembelajaran berbasis proyek menggunakan teknik time management
disertai pendekatan keterlibatan diri dari mahasiswa itu sendiri karena mereka belajar dan
berpikir secara aktif (Asri & Trisnani, 2021). Teknik time management yang dilakukan
tersebut terdiri dari 6 tahapan, antara lain: (1) memberikan pertanyaan mendasar, bertujuan
untuk mengetahui kualitas dari pembelajaran yang dilakukan; (2) mendesain perencanaan
proyek, bertujuan untuk memberikan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan saat itu.
Dalam penelitian tersebut, kebutuhannya berupa model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kompetensi dan sekaligus menurunkan prokrastinasi pada mahasiswa; (3)
melakukan penjadwalan untuk kegiatan yang berbasis manajemen waktu, dalam tahapan
ini proyek dengan pembelajaran yang berbasis time management dikonsultasikan pada
pakar agar memiliki kebenaran dan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi
keilmuan, setelah mendapatkan hasil maka dilakukan diskusi dengan pakar sebagai acuan
dalam melakukan perbaikan model pembelajaran tersebut; (4) melakukan monitoring pada
mahasiswa dan progress yang terjadi; (5) melakukan uji hasil; dan (6) mengevaluasi
pengalaman yang telah didapatkan (Asri & Trisnani, 2021). Hasil dari model pembelajaran
berbasis proyek menggunakan teknik time management menunjukkan lebih efektif dalam
menurunkan prokrastinasi akademik yang didalamnya berdasarkan pada pandangan
konstruktivistik, artinya individu mengkonstruk pengetahuan yang diperoleh melalui
interaksi dengan lingkungannya melalui penelitian, percakapan, atau aktivitas (Asri &
Trisnani, 2021). Sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep dan memberikan waktu
bagi individu untuk berpikir, merancang, melakukan investigasi, menganalisis dan
menyimpulkan untuk menjawab pertanyaan melalui tugas proyek (Asri & Trisnani, 2021).

Studi yang dilakukan Celik & Odaci (2017) mengeksplorasi keefektifan intervensi
kelompok psikoedukasi yang dilakukan dengan 1 sesi berdurasi ±150 menit perminggu
selama 10 minggu berdasarkan pada reality therapy untuk mengatasi remaja dengan
prokrastinasi akademik di Wilayah Laut Hitam Timur, Turki. Adapun tujuan dari
intervensi yang dilakukan adalah membantu kelompok partisipan dalam mempelajari
konsep dasar reality therapy, choice concept untuk memahami prokrastinasi akademik itu
sendiri berdasarkan pengalaman mereka, dan cara mengatasi prokrastinasi akademik (Celik
& Odaci, 2017). Intervensi ini menggunakan pendekatan “choice theory”, dimana
partisipan mempelajari bahwa suatu peristiwa akan terjadi akibat kontrol yang diberikan
individu atas kehidupan mereka, membantu partisipan menjadi lebih sadar akan
perencanaan dan membuat pilihan yang lebih efektif, menjelaskan bentuk perilaku seperti
apa yang harus dipilih untuk dikembangkan, serta membantu mereka untuk mengubah
perilaku (Celik & Odaci, 2017). Reality therapy dianggap sangat membantu individu
menyadari suatu permasalahan yang terjadi, membuat pilihan, berupaya mengubah pikiran
dan perilaku sesuai tanggung jawab dari pilihan sebelumnya untuk mengembangkan
kehidupan yang lebih efisien, memberikan hasil dalam jangka pendek, serta dapat
diterapkan dalam berbagai masalah (Corey, 2008; Celik & Odaci, 2017). Alasan
penggunaan program psikoedukasi diterapkan dalam studi ini karena konsep dasar reality
therapy sesuai dengan struktur prokrastinasi akademik dan konsep dasar reality therapy
(meliputi pilihan, tanggung jawab, kebutuhan dasar, perilaku masyarakat dan sistem
WDEP) dapat dijadikan cara untuk mengatasi prokrastinasi akademik yang didalamnya
juga dapat mengubah struktur kognitif mahasiswa yang melakukan prokrastinasi,
memecahkan permasalahan yang menjadi penyebab prokrastinasi, dan mengubahnya
menjadi perilaku yang lebih adaptif (Celik & Odaci, 2017).
Sarasija, et al. (2021) melakukan psikoedukasi mengenai manajemen waktu untuk
menurunkan prokrastinasi akademik (pepro) pada siswa SMP, SMA, dan SMK.
Manajemen waktu yang dilakukan mencakup teknik menentukan skala prioritas dan
menumbuhkan konsistensi dalam berperilaku (Sarasija, et al., 2021). Metode psikoedukasi
yang dilakukan secara online tersebut meliputi ceramah, pemutaran video, refleksi diri,
paper assignment, dan presentasi yang dilakukan oleh peserta (Sarasija, et al., 2021).
Dalam setiap sesi psikoedukasi yang diberikan, terdapat rancangannya yang terdiri dari: (1)
Input, berupa penyampaian konsep, tujuan, dan latar belakang penelitian yang sedang
dilakukan; (2) Eksplorasi dan pembahasan materi, dilakukan melalui ceramah, menonton
video, refleksi diri, dan sharing; (3) Penerapan materi / paper assignment, bertujuan untuk
membantu para peserta menerapkan materi yang disampaikan tentang aspek-aspek
manajemen waktu (Sarasija, et al., 2021). Hal tersebut dilakukan dengan meminta
partisipan membuat kuadran covey, tabel tentang tujuan dan prioritas mereka, membuat
daftar apa saja yang akan dilakukan, dan membuat tabel reward dan punishment (Sarasija,
et al., 2021). Selain itu, materi-materi yang dipaparkan meliputi: (1) Pemberian topik
prokrastinasi akademik dan manajemen waktu; (2) Menetapkan tujuan dan prioritas; (3)
Perencanaan dan penjadwalan; (4) Pilihan terhadap pengorganisasian; dan (5) Persepsi
kontrol atas waktu dan evaluasi (Sarasija, et al., 2021). Setelah memberikan psikoedukasi
dan tugas-tugas yang harus dikerjakan, peneliti melakukan sharing session pada setiap
partisipan untuk melakukan pemantauan terkait pengerjaan tugas-tugas mereka (Sarasija, et
al., 2021).

Psikoedukasi menurut Griffith yang dipaparkan dalam Modul Pembelajaran


Psikoedukasi Pertemuan-1 menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan istilah yang
menggambarkan berbagai intervensi individu, keluarga, dan kelompok yang berfokus pada
mendidik peserta tentang tantangan yang signifikan, mengembangkan dukungan sosial dan
sumber daya dalam mengelola tantangan, serta mengembangkan keterampilan untuk
menghadapi tantangan. Psikoedukasi merupakan intervensi yang bersifat edukatif dengan
menekankan ranah kognitif (pemahaman) dan bentuk regulasi perilaku, sehingga dirasa
sesuai dilakukan karena memiliki konsep dasar yang selaras dengan tujuan studi ini untuk
meningkatkan pemahaman pada mahasiswa mengenai prokrastinasi akademik, dampak
negatif yang dihasilkan, dan memberikan strategi melalui pemahaman manajemen waktu
sebagai upaya untuk membantu mereka dalam mengatasi tantangan prokrastinasi
akademik.

Menurut Bloom (1956), melalui taksonomi Bloom, sasaran psikoedukasi ini adalah
seseorang yang telah mencapai tingkat pemahaman dalam ranah kognitif, seharusnya sudah
mampu mengartikan informasi yang diterima menggunakan bahasanya sendiri,
melakukan interpretasi dengan cara menghubungkan informasi yang diterima dengan
pengalaman yang dimiliki, serta mengaitkan informasi yang diterima dengan masalah atau
konteks baru yang mungkin akan ditemui. Jika dikaitkan dengan pemahaman
prokrastinasi, seharusnya mahasiswa telah memiliki pemahaman mengenai prokrastinasi
akademik dan manajemen waktu. Berdasarkan tingkat pemahaman individu dan
prokrastinasi menurut Bloom (1956), tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan dalam menentukan kegiatan penting, tidak penting, mendesak, dan tidak
mendesak; mampu membuat to – do – list kegiatan yang akan dilakukan sehari-hari; serta
mampu menentukan self-reward dan konsekuensi kegiatannya. Psikoedukasi merupakan
salah satu intervensi yang sesuai untuk mencapai tingkat pemahaman tersebut.
Berdasarkan Bhattacharjee, et, al. (2011), psikoedukasi adalah intervensi yang bermanfaat
untuk memberikan pengetahuan atau pemahaman, serta strategi terapeutik yang berguna
untuk meningkatkan kualitas hidup individu. Selain itu, psikoedukasi lebih menekankan
pada proses belajar, pendidikan, self-awareness dan self-understanding dimana kognitif
memiliki proporsi yang lebih besar daripada komponen afektif (Brown, 2011).

1.2. Identifikasi Masalah


1. Bagaimana manajemen waktu mahasiswa pada masa pandemi COVID-19?
2. Bagaimana prokrastinasi mahasiswa pada masa pandemi COVID-19?
3. Bagaimana pengaruh program psikoedukasi pada manajemen waktu terhadap
prokrastinasi mahasiswa di masa pandemi COVID-19?

1.3. Tujuan
Kegiatan psikoedukasi ini bertujuan mengetahui efektivitas manajemen waktu untuk
menurunkan prokrastinasi akademik pada mahasiswa.
1.4. Kegunaan
1. Bagi responden, dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang dapat
menurunkan prokrastinasi, sehingga mampu menyadari hal tersebut dan tidak terjadi
secara berkepanjangan.
2. Bagi peneliti atau pembuat program psikoedukasi selanjutnya, dapat menjadi dasar
dalam melakukan penelitian lanjutan mengenai psikoedukasi tentang manajemen
waktu yang dilakukan untuk menurunkan prokrastinasi akademik pada mahasiswa.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.2. Teori
2.2.1. Prokrastinasi Akademik
a. Pengertian Prokrastinasi Akademik

Steel (2007) mengungkapkan bahwa prokrastinasi berasal dari Bahasa Latin


yaitu procrastination, “pro” artinya mendorong maju untuk bergerak dan
“crastimus” berarti keputusan di kemudian hari. Jika kata tersebut digabungkan
artinya menjadi menunda – nunda hingga kemudian hari. Menurut Steel (2007),
prokrastinasi akademik yaitu dengan sengaja melakukan penundaan terhadap
tugas akademik “meskipun akan menjadi lebih buruk”.

Prokrastinasi akademik adalah kecenderungan untuk menunda aktivitas yang


berhubungan dengan belajar di lingkungan akademik McCloskey, 2011).
Prokrastinasi akademik merupakan kecenderungan untuk meninggalkan,
menunda atau menghindari menyelesaikan aktivitas yang seharusnya diselesaikan
(Tuckman, 1991; dalam Mohamadi, Farghadani & Shahmohamadi, 2012).

b. Aspek Prokrastinasi Akademik

Permasalahan yang terjadi pada prokrastinasi akademik, mengandung tiga


aspek, menurut Tuckman (1990) yaitu:

1. Membuang waktu: kecenderungan prokrastinator yang gagal akan


menepati deadline. Hal ini mengakibatkan lebih banyak membuang-
buang waktu, sehingga kegiatan utama terabaikan.
2. Menghindari tugas: keadaan dimana prokrastinator lebih memilih
menhindar dari tugas akademik, dikarenakan mengalami adanya
kesulitan ketika mengerjakan. Akibatnya, prokrastinator lebih memilih
melakukan tugas yang bersifat menyenangkan.
3. Menyalahkan orang lain: kecenderungan prokrastinator dimana ketika
sudah mendekati deadline namun tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan, sehingga dalam hal tersebut prokrastinator menyalahkan
orang lain. Misalnya prokrastinator harus mengumpulkan tugas
keesokan harinya, namun pada saat itu prokrastinator lebih memilih
ajakan teman untuk nongkrong hingga larut malam, yang
mengakibatkan prokrastinator tidak mengumpulkan tugas dan
menyalahkan teman tersebut.

Menurut McCloskey (2011), terdapat enam aspek dalam prokrastinasi


akademik yaitu:

1. Psychological beliefs regarding abilities, prokrastinator memiliki


keyakinan bahwa mereka mampu menyelesaikan tugasnya di bawah
tekanan.
2. Distractions of attention, prokrastinator mudah terganggu oleh kegiatan
yang lebih menarik atau menyenangkan, biasanya menempatkan
kegiatan tersebut sebelum deadline. Mereka cenderung melakukan
beberapa aktivitas seperti tidur, menonton televisi, ataupun bermain
untuk mengalihkan perhatian atau menjauhkan diri dari tanggung jawab.
Alasan melakukan prokrastinasi karena mereka biasanya tidak
menyukai tugas atau proyek yang dimiliki. Mengalihkan diri dari
tanggung jawab merupakan cara yang dilakukan bagi mereka yang
gagal dalam mengerjakan tugas
3. Social factors, prokrastinator biasanya gagal dalam melakukan self-
regulation meliputi kemampuan untuk beradaptasi ataupun mengatur
kinerja dalam berbagai keadaan saat menghadapi situasi stres yang
tinggi. Sehingga, mereka mengabaikan deadline ketika berada dalam
situasi stres. Faktor sosial meliputi teman atau keluarga dapat mencegah
seseorang melakukan prokrastinasi karena bersifat indikatif dan
promotif.
4. Time management, didefinisikan sebagai adanya kemampuan untuk
secara sadar mengontrol aktivitas dan perilaku untuk memaksimalkan
waktu yang tersedia. Prokrastinator biasanya memiki ketidakmampuan
untuk mengatur waktu mereka dan mengalami perbedaan antara niat
dan perilaku. Keterampilan ini dapat dipelajari dan menjadi kontributor
penting dalam prokrastinasi akademik, karena untuk berhasil dalam
lingkungan akademik siswa harus datang tepat waktu ke kelas, menepati
deadline, menyelesaikan tugas dan ujian sesuai dengan waktu yang
ditentukan, serta aktivitas lain yang melibatkan kemampuan individu
untuk memaksimalkan waktu luang yang dimiliki. Manajemen waktu
yang buruk dapat mengakibatkan mereka lupa untuk menyerahkan
tugas, tidak sengaja melakukan penundaan, atau melakukan kegiatan
lain yang kurang penting dari pekerjaan akademik.
5. Personal initiative, inisiatif merupakan kesiapan atau kemampuan untuk
melaksanakan tugas dengan penuh semangat, jika individu kurang
inisiatif maka dia tidak akan memiliki dorongan untuk menyelesaikan
tugasnya dengan tepat waktu.
6. Laziness, kemalasan adalah kecenderungan untuk menghindari
pekerjaan bahkan saat secara fisik individu mampu melakukannya.

c. Antecedents Prokrastinasi
Penelitian yang dilakukan Patrzek, Grunschel, & Fries (2012), menunjukkan
antecedents dalam prokrastinasi terbagi menjadi dua jenis berikut.
1) Internal Antecedents, berkaitan dengan karakteristik siswa meliputi:
- Personality-related, mahasiswa yang suka melakukan prokrastinasi
seringkali memiliki citra diri negatif terkait diri sendiri, kompetensi, dan
harga diri yang rendah; mereka cenderung menghindari perubahan baik
dalam kehidupan sehari-hari dan saat diberikan tugas-tugas baru di
universitas; mereka memiliki keyakinan bahwa performance tugas di
universitas harus memiliki nilai yang sangat bagus sehingga mereka
memiliki standar yang sangat tinggi dalam penyelesaian tugasnya
(perfectionist).
- Competence-related, prokrastinator biasanya memiliki kompetensi
manajemen pembelajaran yang kurang optimal, terutama dalam
manajemen waktu; mereka cenderung tidak memiliki self-regulation
untuk mengatasi kesulitan seperti kurangnya motivasi, sulit
berkonsentrasi, memiliki kompetensi yang kurang dalam mengambil
keputusan; adanya keterampilan belajar yang buruk sehingga mereka
tidak mengetahui cara mengerjakan tugas dengan efisien; dan mengalami
kesulitan dalam memahami bahasa dan tidak bisa mengikuti perkuliahan.
- Affective, mahasiswa melakukan prokrastinasi karena merasa cemas,
terutama ketika berkaitan dengan ujian dan kemungkinan akan kegagalan
atau prospek kedepannya; mereka malu untuk meminta bantuan kepada
dosen; merasa frustrasi dan tidak mentoleransi frustrasi tersebut sehingga
melakukan prokrastinasi; dan merasa kewalahan dengan tuntutan yang
diberikan kepada diri sendiri dan pihak kampus.
- Cognitive, pola pikir yang dimiliki mahasiswa akan mendorong mereka
dalam perilaku prokrastinasi. Selain itu, ketidakmampuan mahasiswa
untuk mengembangkan pandangan terkait tujuan jangka pendek maupun
jangka panjang akan membuat mereka melakukan prokrastinasi
akademik, karena individu tidak memiliki pemahaman terkait apa yang
akan mereka lakukan.
- Learning history, mahasiswa melakukan prokrastinasi diakibatkan dari
perilaku di masa lalu, misalnya, mereka melakukan prokrastinasi dalam
belajar untuk melakukan ujian dan mereka berhasil menyelesaikan ujian
dengan baik.
- Mental and physical states, dapat dijadikan antesenden dalam melakukan
prokrastinasi bagi mahasiswa tertentu.
- Perceived task characteristics, persepsi yang dimiliki mahasiswa terkait
karakteristik tertentu yang dimiliki tugas-tugas mereka dapat
menyebabkan prokrastinasi akademik.
2) External Antecedents, berkaitan dengan lingkungan siswa meliputi:
- Private lives, mahasiswa yang melakukan prokrastinasi akademik dapat
disebabkan oleh kurangnya social networking sehingga melakukan
pembelajaran secara mandiri; mereka harus menyelesaikan tugas-tugas
akademik lainnya; mengalami peristiwa kehidupan yang kritis seperti
kematian anggota keluarga.
- University-related, kondisi di kampus yang dapat mendorong mahasiswa
melakukan prokrastinasi akademik meliputi dosen yang memiliki
keterampilan mengajar buruk dan pembinaan yang kurang memberikan
arahan yang memadai pada mahasiswa, dosen kurang empati terhadap
fakta bahwa mahasiswa nya peduli terhadap pertanyaan profesional dan
pribadi yang menyebabkan masalah; anonimitas pada pihak kamus,
pengorganisasian dalam ujian yang tidak efisien yang mengakibatkan
banyak tuntutan pada satu waktu, kurangnya feedback dari tugas yang
diberikan, dan tidak mendapat pengakuan prestasi.

d. Faktor Penyebab Prokrastinasi Akademik


Menurut Knaus (2010; Suhadianto & Pratitis, 2019) faktor-faktor yang
mempengaruhi adanya prokrastinasi akademik dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
1) Faktor internal
- Rendahnya self-regulated learning, hal tersebut senada dengan
penelitian oleh Alfina (2014) dimana ketika remaja kurang mampu
mengatur dirinya dalam hal mengerjakan tugas, maka cenderung
membiarkan bahkan kurang peduli dengan tanggungjawabnya.
- Konsep diri yang lemah.
- Kondisi fisik yaitu kelelahan, dikarenakan banyaknya rutinitas.
Faktor tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan
- Kondisi psikologi yang terjadi pada individu yaitu adanya tingkat
kecemasan, sehingga berdampak stress pada remaja.
2) Faktor eksternal
Faktor yang mempengaruhi dari luar individu untuk melakukan
prokrastinasi akademik. Seperti gaya pengasuhan orangtua dan kondisi
lingkungan. Pola asuh orangtua yang otoritatif, cenderung berdampak
negatif pada remaja. Contoh dampak negatif tersebut yaitu remaja
merasa tertekan adanya tuntutan dari orangtua, cenderung tidak bisa
berkembang secara mandiri. Sedangkan faktor yang terjadi pada kondisi
lingkungan dimana remaja terpengaruh oleh teman disekolah dan
dirumah, dikarenakan kurang adanya motivasi dari luar seperti orangtua.
Faktor tersebut juga mengakibatkan terjadinya prokrastinasi akademik.
dikarenakan peran orangtua sangat berpengaruh terhadap kepribadian
remaja yang akan datang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suhadianto & Pratitis (2019),
faktor yang menyebabkan prokrastinasi akademik diantraanya: (1) Faktor internal,
meliputi persepsi terhadap tugas, persepsi terhadap mata kuliah, perasaan yang
timbul terhadap stres dan tugas yang dikerjakan, kepribadian, keterampilan diri,
kesehatan fisik, kehendak diri, dan melakukan kegiatan lain yang lebih positif. (2)
Faktor eksternal, meliputi dosen, lingkungan akademik, dan institusi tempat
penyelenggaraan studi.

e. Faktor - Faktor yang Menurunkan Prokrastinasi Akademik


Menurut Knaus (2010; Suhadianto & Pratitis, 2019) pendekatan pengajaran
behavioral dapat menurunkan prokrastinasi, dalam pendekatan tersebut terdapat
beberapa hal seperti :

1. Manajemen waktu, dimana individu mengatur waktunya sesuai dengan


kebutuhan dan tujuan yang di miliki individu.
2. Self-talk, dimana individu melakukan percakapan internal yang dilakukan
sendiri dengan mengungkapkan pikiran, pertanyaan dan juga gagasan yang
diucapkan dalam hati atau disuarakan secara lantang sehingga menjadi sugesti
bagi diri sendiri.
3. Membuat catatan terhadap penurunan prokrastinasi akademik

f. Konsekuensi Prokrastinasi Akademik


Penelitian yang dilakukan Patrzek, Grunschel, & Fries (2012), menunjukkan
antecedents dalam prokrastinasi terbagi menjadi dua jenis berikut.
1) Positive consequence
Dampak positif dari perilaku prokrastinasi yaitu para prokrastinator memiliki
lebih banyak waktu untuk bersosialisasi, penguragan intensitas stres secara
singkat karena mereka melakukan tugas-tugas alternatif, dan mereka dapat
menikmati kehidupan perkuliahan.
2) Negative consequence
- Personality-related, perilaku prokrastinasi mempengaruhi kepribadian
mahasiswa, seperti memiliki gambaran diri yang negatif dan self-esteem
yang rendah.
- Affective, dengan melakukan prokrastinasi mahasiswa menjadi lebih
sering merasa cemas terutama mengenai kemungkinan akan kegagalan
mereka dalam perkuliahan dan prospek masa depan; merasa malu dan
berusaha mencari alasan untuk melindungi reputasi mereka; merasa tidak
puas, tertekan, penyesalan, dan rasa emosional yang tidak nyaman lainnya
setelah melakukan prokrastinasi.
- Motivational, perilaku prokrastinasi mengakibatkan kurangnya motivasi
bagi mahasiswa untuk melakukan perubahan, membuat mereka tidak
bertanggung jawab atas perilakunya, dan cenderung menyalahkan orang
lain misalnya dosen yang dianggap tidak mampu mengajar dengan optimal,
tidak membantu, dan tidak mendukung mereka.
- Mental and physical state, perilaku prokrastinasi menyebabkan mahasiswa
merasa stres, gelisah, hingga penyakit mental maupun psikis, serta
psikosomatis.
- Private lives, perilaku prokrastinasi dapat mempengaruhi kontak sosial
yang terjadi antar mahasiswa dan menyebabkan berkurangnya social
networking diantara mereka; akibat stres yang terjadi sepanjang waktu
menyebabkan individu memiliki konflik dengan anggota keluarganya;
prokrastinasi akademik yang berkelanjutan dapat menyebabkan kesulitan
ekonomi karena harus membayar biaya studi lebih lama; dan menghambat
rencana kehidupan di masa yang akan datang.
- Course of study, perilaku prokrastinasi dapat menghambat keberhasilan
akademik mahasiswa dengan mengulang mata kuliah ataupun ujian,
menerima nilai buruk, memperpanjang masa studi, hingga menyebabkan
drop out.

2.2.2. Manajemen Waktu


Dalam Kartadinata (2008) mengatakan bahwa manajemen waktu melibatkan proses
menentukan kebutuhan (determining needs), menetapkan tujuan untuk mencapai
kebutuhan (goal setting), memprioritaskan, dan merencanakan (planning) tugas yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Menurut Claessens (2007), manajemen waktu
merupakan tindakan yang bertujuan untuk memperoleh sebuah penggunaan waktu yang
efektif ketika melakukan tindakan tertentu yang mengarah pada tujuan. Menurut Gasim
(2016), kemampuan mengelola waktu adalah usaha dan perilaku individu untuk mengatur
dirinya dengan menggunakan waktu seefektif dan seefesien mungkin melalui penentuan
tujuan, penentuan prioritas, pembuatan rencana, pembuatan jadwal, pengontrolan waktu,
pengorganisasian kegiatan agar mampu mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Mahasiswa yang cenderung mengulur waktu mengerjakan tugas dan belajar untuk hari
esok merupakan salah satu karakteristik ketidaksiapan dalam menggunakan waktu secara
efektif dan efesien.
Penelitian yang dilakukan oleh Macan, et al. (1990) dilakukan untuk
mengembangkan sebuah pengukuran bagi perilaku manajemen waktu. Alat ukur ini
disebut sebagai Time Management Behavior Scale (TMBS). Hasil analisis faktor pada
penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku manajemen waktu terdiri atas empat
faktor, yaitu: (1) Menetapkan tujuan dan prioritas (setting goals and priorities), (2)
mekanis – perencanaan dan penjadwalan (mechanics–planning and scheduling), (3)
kesukaan terhadap pengorganisasian (preference for organization), dan (4) persepsi
kontrol atas waktu (perceived control of time).
Menurut Macan, et al. (1990), perencanaan dan penjadwalan merupakan perilaku
yang identik dengan mengatur waktu, misalnya membuat daftar, merencanakan, dan
menjadwalkan. Kesukaan terhadap pengorganisasian mengacu pada kecenderungan
umum seseorang untuk menerapkan keteraturan, baik dalam lingkungan pekerjaan
maupun pendekatan terhadap tugas. Persepsi kontrol atas waktu merefleksikan keyakinan
seseorang mengenai kemampuannya memengaruhi waktu yang dihabiskan. Studi lebih
lanjut yang dilakukan oleh Macan menunjukkan bahwa orang yang menerapkan tujuan
dan prioritas, serta memiliki kesukaan terhadap pengorganisasian merasa memiliki
kontrol atas waktunya.

Aspek-aspek Manajemen Waktu Menurut Atkinson, aspek-aspek dalam


manejemen waktu mencakup hal-hal berikut:
a. Menetapkan Tujuan
Menetapkan tujuan dapat membantu individu untuk memfokuskan perhatian
terhadap pekerjaan yang akan dijalankan, fokus terhadap tujuan dan sasaran yang
hendak dicapai serta mampu merencanakan suatu pekerjaan dalam batasan waktu
yang disediakan.
b. Menyusun Prioritas
Menyusun prioritas perlu dilakukan mengingat waktu yang tersedia terbatas dan
tidak semua pekerjaan memiliki nilai kepentingan yang sama. Urutan prioritas dibuat
berdasarkan peringkat, yaitu dari prioritas terendah hingga pada prioritas tertinggi.
Urutan prioritas ini dibuat dengan mempertimbangkan hal mana yang dirasa penting,
mendesak, maupun vital yang harus dikerjakan terlebih dahulu.
c. Menyusun Jadwal
Aspek lainnya dalam manajemen waktu adalah membuat susunan jadwal. Jadwal
merupakan daftar kegiatan yang akan dilaksanakan beserta urutan waktu dalam periode
tertentu. Fungsi pembuatan jadwal adalah menghindari bentrokan kegiatan, menghindari
kelupaan, dan mengurangi ketergesaan.
d. Bersikap Asertif
Sikap asertif dapat diartikan sebagai sikap tegas untuk berkata "Tidak" atau menolak
suatu permintaan atau tugas dari orang lain dengan cara positif tanpa harus merasa
bersalah dan menjadi agresif.
e. Bersikap Tegas,
merupakan strategi yang diterapkan guna menghindari pelanggaran hak dan
memastikan bahwa orang lain tidak mengurangi efektivitas penggunaan waktu.
f. Menghindari Penundaan Penundaan merupakan penangguhan suatu hal hingga
terlambat dikerjakan. Penundaan dalam pelaksanaan tugas dapat menyebabkan
ketidakberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, kemudian merusak
jadwal kegiatan yang telah disusun secara apik serta mengganggu tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan.
g. Meminimalkan Waktu yang Terbuang
Pemborosan waktu mencakup segala kegiatan yang menyita waktu dan kurang
memberikan manfaat yang maksimal. Hal tersebut sering menjadi penghalang bagi
individu untuk mencapai keberhasilannya karena sering membuat individu menunda
melakukan kegiatan yang penting.
h. Kontrol terhadap Waktu
Berhubungan dengan perasaan dapat mengatur waktu dan pengkontrolan terhadap hal-
hal yang dapat mempengaruhi penggunaan waktu.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Waktu Therese Hoff


Macan dkk menjelaskan bahwa manajemen waktu setiap individu
berbeda-beda dengan individu lain. Hal tersebut dikarenakan adanya
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manajemen waktu., yaitu sebagai
berikut: a. Usia Penelitian Hoff Macan dkk. yang menunjukkan bahwa
semakin tinggi usia seseorang, maka semakin baik pula kemampuan
manajemen waktunya. b. Jenis Kelamin Hoff Macan dkk juga
berpendapat bahwa apabila wanita mempunyai waktu luang, maka
wanita lebih suka mengisi waktu luang tersebut dengan melakukan
pekerjaan yang ringan daripada bersantai-santai. Oleh karena itu, dapat
dikatakan 10 Atkinson, Manajemen Waktu yang Efektif, Jakarta: Binarupa
Aksara, 1990, h. 35. 11 Therese Hoff Macan, “Time Management : Test
of a Process Model”, 1994, Journal of Applied Psychology 1994, Vol. 79.
No. 3, p. 381- 391, American Pschycological Association. 20 bahwa
hampir seluruh waktunya cenderung digunakan untuk diisi dengan
berbagai macam aktivitas.12 4. Pentingnya Manajemen Waktu
Sebagaimana dikutip oleh Vina, Orr dan Tracy mengatakan bahwa efek-
efek dari manajemen waktu terbagi menjadi 10 macam, yaitu : a. Dapat
meningkatkan keteraturan hidup, percaya diri dan disiplin. b. Dapat
meningkatkan kualitas kehidupan diluar jam kerja. c. Dapat meningkatkan
penghasilan (gaji) pada tiap individu. d. Dapat meningkatnya kepuasan
kerja pada individu. e. Dapat mengurangi kesalahan yang dibuat dalam
pekerjaan. f. Dapat mengurangi jumlah krisis yang dihadapi individu. g.
Menurunnya tingkat stress pada individu. h. Dapat menyelesaikan lebih
banyak pekerjaan dan diperolehnya prestasi kerja yang baik. i. Dapat
meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja. Vina juga mengutip
pendapat dari Forsyth. Ia mengemukakan bahwa dampak dari
penggunaan manajemen waktu, antara lain : a. Memiliki prioritas yang
jelas dalam bekerja. b. Dapat mengurangi keterlambatan dan kasalahan
dalam bekerja. 12 Therese Hoff Macan, et al. College Students Time
Management: Correlations with Academic Performance and Stress.
Journal of Educational Pschycology 1990, Vol. 82, p. 760-768. 21 c.
Dapat tepat waktu dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga dapat
meningkatkan kepuasan kerja. d. Memiliki kemampuan untuk tetap
berkonsentrasi terhadap pekerjaan sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja yang baik. e. Dapat melatih kebiasaan disiplin untuk
hal-hal yang berhubungan dengan waktu sehingga pekerjaan yang
dilakukan akan lebih efisien.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Waktu


Therese Hoff Macan (1994) menjelaskan bahwa manajemen waktu setiap individu berbeda-beda
dengan individu lain. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
manajemen waktu., yaitu sebagai berikut:
a. Usia
Penelitian Hoff Macan yang menunjukkan bahwa semakin tinggi usia seseorang, maka semakin
baik pula kemampuan manajemen waktunya.
b. Jenis Kelamin
Apabila wanita mempunyai waktu luang, maka wanita lebih suka mengisi waktu luang
tersebut dengan melakukan pekerjaan yang ringan daripada bersantai-santai. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa hampir seluruh waktunya cenderung digunakan untuk diisi dengan
berbagai macam aktivitas.

10 Atkinson, Manajemen Waktu yang Efektif, Jakarta: Binarupa Aksara, 1990, h. 35. 11
Therese Hoff Macan, “Time Management : Test of a Process Model”, 1994, Journal of Applied
Psychology 1994, Vol. 79. No. 3, p. 381- 391, American Pschycological Association. 20

2.3. Psikoedukasi
Psikoedukasi menurut Griffith yang dipaparkan dalam Modul Pembelajaran Psikoedukasi
Pertemuan-1 menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan istilah yang menggambarkan berbagai
intervensi individu, keluarga, dan kelompok yang berfokus pada mendidik peserta tentang
tantangan yang signifikan, mengembangkan dukungan sosial dan sumber daya dalam mengelola
tantangan, serta mengembangkan keterampilan untuk menghadapi tantangan.

Menurut Nelson-Jones (1982; Supraktiknya, 2011), terdapat enam pengertian tentang


psikoedukasi, diantaranya:

(1) Melatih orang mempelajari life skill. Psikoedukasi ini identik dengan pendidikan pribadi
dan sosial. Life skill penting menurut Nelson-Jones (1982) meliputi: kemampuan
mendengarkan; kemampuan mengungkapkan diri; kemampuan menyelesaikan konflik;
kemampuan membuat rencana; kemampuan membuat keputusan; kemampuan mengelola
kecemasan; kemampuan mengendalikan dorongan seks; kemampuan menjalani transisi
kehidupan secara efektif.
(2) Pendekatan akademik - eksperiensial dalam mengajarkan psikologi. Pendekatan ini
memiliki dua penekanan, yaitu: (1) pemerolehan pengetahuan-pemahaman melalui pola
pikir (intelectual skill), hasil belajar disebut sebagai hard skill dimana pengetahuan -
keterampilan formal mengenai aneka konsep teoritis maupun praktis dari psikologi sebagai
disiplin ilmu. (2) pembentukan pengetahuan-pemahaman melalui pengalaman (learing by
doing), hasil belajar disebut sebagai soft skill meliputi pengetahuan nyata tentang aneka
fungsi psikologis maupun keterampilan pribadi-sosial yang dapat diterapkan dalam
menghadapi berbagai tugas sehari-hari.

(3) Pendidikan humanistik. Pendekatan ini menekankan pada karkat pribadi siswa atau pelajar
sebagai subjek secara utuh dan memandang tujuan konseling (khusus) dan pendidikan
(umum) adalah menghasilkan pribadi yang mampu mengaktualisasikan diri.

(4) Melatih tenaga paraprofesional di bidang keterampilan konseling. Pendekatan ini


menunjukkan bahwa para psikolog - konselor yang dapat memberikan pelatihan di bidang
keterampilan konseling pada mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bidang
psikologi atau konseling ataupun memiliki sebagian latar belakang namun belum
memenuhi syarat untuk mendapatkan kualifikasi sebagai psikolog - konselor profedional.

(5) Serangkaian kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Kegiatan yang meliputi pelatihan life
skill pada berbagai kelompok klien seperti siswa sekolah, karyawan, masyarakat desa, dll;
pemberi layanan konsultasi pada lembaga atau komunitas tertentu; serta pemberian layanan
informasi psikologis secara individual untuk meningkatkan kemampuan klien menghadapi
berbagai masalah kehidupan (psychological self-help information) melalui berbagai sosial
media.

(6) Memberikan layanan informasi tentang psikologi kepada publik. Pemberian layanan
informasi kepada masyarakat tentang berbagai pengetahuan dan/atau keterampilan
psikologis yang berguna untuk menghadapi permasalahan kehidupan.

Berdasarkan pengertian-pengertian psikoedukasi diatas, pemberian psikoedukasi pada


penelitian ini termasuk kedalam pendekatan akademik - eksperiensial dalam mengajarkan
psikologi karena dalam prosesnya akan menekankan pada proses kognitif (meningkatkan
pemahaman terkait manajemen waktu dan memberikan strategi yang diperlukan mahasiswa)
serta belajar dari pengalaman (berdasarkan pada pengalaman mahasiswa dan memperbaikinya)
melalui Focus Group Discussion (FGD).

2.4. Kerangka Berpikir

Mahasiswa belajar Kesulitan dalam belajar


mandiri di rumah mandiri mengalami
COVID-
dengan kondisi yang distrak ketika belajar di
19 sama dan bersama orang rumah dan merasa bebas
yang sama atau tidak diawasi

Memberikan Manajemen waktu


Psikoedukasi buruk

Memiliki Dapat
keterampilan dalam
merencanakan dan
menetapkan tujuan
dan prioritas membuat jadwal

Hasilnya meningkatkan
pengetahuan dan
pemahaman mengenai
manajemen waktu
sehingga prokrastinasi
menurun

Pada masa pandemic covid mahasiswa dituntut harus menumbuhkan sikap mental belajar
secara mandiri mengingat perkuliahan diadakan secara daring. Mahasiswa memiliki kesulitan
dalam menjalankan tugasnya. Selain itu motivasi mahasiswa dalam belajar di masa pandemi
covid-19 juga mengalami penurunan, diikuti banyaknya tugas yang harus dikerjakan. Terlebih
pembelajaran daring/online dirasa kurang efektif. Sehingga kualitas pembelajaran pun menurun.
Kesulitan-kesulitan dalam belajar mandiri tersebut mengalami banyak distraksi ketika belajar di
rumah dan merasa bebas atau tidak diawasi. Selain itu mahasiswa merasa secara monoton
melakukan pembelajaran mandiri. Jam kuliah yang fleksibel yang terkadang menuntut beberapa
mahasiswa melakukan kelas di malam hari sehingga waktu istirahat mereka yang menjadi
berantakan. Hal tersebut memberikan dampak kesulitan bagi mahasiswa dalam mengerjakan
tugas kuliah di rumah dan membuat mereka menunda dalam menyelesaikan pekerjaannya atau
dikenal dengan istilah prokrastinasi. Ditambah lagi dalam mengerjakan tugas mahasiswa tidak
memprioritaskan dan merencanakan tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang mana
hal ini berkaitan dengan manajemen waktu yang buruk. Maka dari itu mahasiswa perlu untuk
meningkatkan kemampuan mengenai pengetahuan atau pemahaman dalam menentukan kegiatan
penting, tidak penting, mendesak, dan tidak mendesak; mampu membuat to – do – list kegiatan
yang akan dilakukan sehari-hari. Psikoedukasi merupakan salah satu intervensi yang sesuai
untuk mencapai tingkat pemahaman tersebut. Dari psikoedukasi ini mahasiswa diberikan
pengetahuan agar memiliki keterampilan dalam menetapkan tujuan dan prioritas dan dapat
merencanakan dan membuat jadwal sehingga meningkatnya pengetahuan dan pemahaman
mengenai manajemen waktu sehingga harapannya prokrastinasi menurun.

DAFTAR PUSTAKA

Alfina, I. (2014). Hubungan self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik pada siswa
akselerasi. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(1).

Amanda, Rizki. 2015. Hubungan antara Kemandirian dengan Penyesuaian Diri dalam Kampus
pada Mahasiswa. Bandung: Pustaka UNPAD.
Asri, D. N., & Trisnani, R. P. (2021). Model pembelajaran berbasis proyek dengan teknik time-
management untuk mereduksi prokrastinasi akademik mahasiswa pada mata kuliah
perkembangan peserta didik. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 6 (1), 20- 26.
https://scholar.archive.org/work/jy3zvm4wnjev7aq4sonadwbbv4/access/wayback/https://
journal.stkipsingkawang.ac.id/index.php/JBKI/article/download/2224/pdf
Atkinson, P. (1991). Manajemen waktu yang efektif (A. Maulana, Pengalih bhs). Jakarta:
Binarupa Aksara.
Bhattacharjee, D., Rai, A. K., Singh, N. K., Kumar, P., Munda, S. K., & Das, B. (2011).
Psychoeducation: A measure to strengthen psychiatric treatment. Delhi Psychiatry
Journal, 14(1), 33-39.
Bloom, B. (1956). Taxonomy of educational objectives: the classification of educational goal.
USA: David McKay Company Inc.
Brown, N. W. (2011). Psychoeducational Groups: Process and practice (3rd Ed.). New York:
Brunner-Routledge.
Celik, C. B., & Odaci, H. (2017). Psycho-educational group intervention based on reality therapy
to cope with academic procrastination. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior
Therapy, 36, 220 – 233. https://doi.org/10.1007/s10942-017-0283-1
Claessens, B., Van Eerde, W., Rutte, C., & Roe, R. (2007). A review of time management
literature. Personnel Review, 36(2), 255-276.
Corey, G. (2008). Theory and practice of counseling and psychotherapy (T. Ergene, Trans.).
Ankara: Mentis Pub.
Ferrari, J.R., Johnson, J.L. & McCown, W. G. (1995). Procrastination and Task Avoidance.
Theory, Research, and Treatment. (Snyder, C.R., Ed). New York: Plenum Press.

Gasim, G. (2016). Hubungan kemampuan manajemen waktu dengan kebiasaan prokrasttinasi


penulisan skripsi mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta angkatan 2011 dan 2012. Skripsi sarjana, tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Program Studi Bimbingan dan
Konseling.
Handoyo, A. W., Afiati, E., Khairun, D. Y., & Prabowo, A. S. (2020). Prokrastinasi mahasiswa
selama masa pembelajaran daring. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP, 3(1),
355 - 361. https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/psnp/article/view/9951/6463
Jia, J., Jiang, Q., & Lin, X. H. (2020). Academic anxiety and self-handicapping among medical
students during the COVID-19 pandemic: A moderated mediation model. Research
Square, 1–22. https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-77015/v1
Kartadinata. 2008. I Love You Tomorrow: Prokrastinasi Akademik dan Manajemen Waktu Iven
Kartadinata dan Sia Tjundjing Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya. Anima,
Indonesian Psychological Journal, (23) 2, 109 – 119. http://repository.ubaya.ac.id/23843/
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2021).
https://www.kemdikbud.go.id/main/

Knaus, W. (2010). End procrastinaiton now. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Macan, T., Shahani, C., Dipboye R., & Phillips, A. (1990). College students’ time management:
Correlations with academic performance and stress. Journal of Educational Psychology,
8(4), 760-768.
McCloskey, J., & Scielzo, S. (2015). Finally!: The development and validation of the academic
procrastination scale. Journal Experiment Findings, 25–35.
https://www.researchgate.net/profile/Shannon-Scielzo/publication/273259879_Finally_The
_Development_and_Validation_of_the_Academic_Procrastination_Scale/links/
54fcfb3d0cf20700c5e9c735/Finally-The-Development-and-Validation-of-the-Academic-
Procrastination-Scale.pdf
Mohamadi, F. S., Farghadani, A., & Shahmohamadi, Z. (2012). Individual Factors Antecendents
of Academic Procrastination: The Role of Perfectionism Components and Motivational
Beliefs in Predicting of Students Procrastination. European Journal of Social Sciences, 30
(2), 330-338. http://www.europeanjournalofsocialsciences.com/
Nelson-Jones, R. (1982). The theory and practice of counselling psychology. London: Holt,
Rinehart and Winston.
Patrzek, J., Grunschel, C., & Fries, S. (2012). Academic Procrastination: The Perspective of
University Counsellors. International Journal for the Advancement of Counselling, 34(3),
185–201. https://doi.org/10.1007/s10447-012-9150-z
Pokhrel, S., & Chhetri, R. (2021). A Literature Review on Impact of COVID-19 Pandemic on
Teaching and Learning. Higher Education for the Future, 8(1), 133–141.
https://doi.org/10.1177/2347631120983481
Sadikin, A., & Hamidah, A. (2020). Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid-19: (Online
Learning in the Middle of the Covid-19 Pandemic). Biodik, 6(2), 214–224.
https://doi.org/10.22437/bio.v6i2.9759
Sarasija, L. N. A. S., Nariswari, A. A., Dewanggana, D. A., Arghita, V. A., Patty, T. S. W., &
Thajjono, H. (2021). Psikoedukasi “pepro” untuk menurunkan prokrastinasi akademik
dengan menggunakan manajemen waktu pada siswa siswi smp dan SMA/SMK. Jurnal
Psikologi Konseling, 18 (1). https://doi.org/10.24114/konseling.v18i1.27835
Suhadianto, S., & Pratitis, N. (2020). Eksplorasi Faktor Penyebab, Dampak dan Strategi untuk
Penanganan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa. Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi
Universitas Negeri Padang), 10(2), 204-223.
Steel, P. (2007). The nature of procrastination: a meta-analytic and theoretical review of
quintessential self-regulatory failure. Psychological Bulletin, 133, 65–94.
Supraktiknya, A. 2011. Merancang program dan modul psikoedukasi. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma.
Tuckman, B. W. (1991). The development and concurrent validity of the procrastination scale.
Educational and Psychological Measurement, 51(2), 473-480.
https://doi.org/10.1177/0013164491512022
Van Eerde, W. (2003). Procrastination at work and management training. Journal of
Psychology, 137 (5), 421 – 434. https://doi.org/10.1080/00223980309600625
World Health Organization. (2021). Coronavirus Disease (COVID-19).
https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1
Zarrin, S. A., Gracia, E., & Paixão, M. P. (2020). Prediction of academic procrastination by fear
of failure and self-regulation.

Anda mungkin juga menyukai