Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Seminar Psikoedukasi yang
diampu oleh Dr. Siti Qadariah, M.Psi., Psikolog
Disusun Oleh :
Kelas A
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO (2021), virus COVID-19 dapat menyebar melalui partikel cairan kecil
dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi dan menyebabkan gangguan pernapasan
ringan hingga sedang ataupun berkembang menjadi gangguan berat yang membutuhkan
perawatan secara medis bagi mereka yang berusia lanjut dan memiliki penyakit bawaan
seperti kardiovaskuler, diabetes, penyakit pernapasan kronis, ataupun kanker dimana
berpotensi mengembangkan penyakit serius. Dengan begitu, pemerintahan pada berbagai
negara memberikan kebijakan untuk melakukan lockdown dan social distancing sebagai
upaya pencegahan dalam penyebaran virus COVID-19 sehingga menyebabkan penutupan
sekolah, lembagai pelatihan, dan fasilitas pendidikan tinggi (Pokhrel & Chhetri, 2021).
Berdasarkan wawancara informal secara pribadi (Oktober 25, 2021) yang dilakukan
anggota kelompok pada kurang lebih 20 orang mahasiswa jurusan Psikologi UNISBA
terkait pembelajaran daring yang dilakukan selama masa pandemi COVID-19,
menunjukkan bahwa mereka mengalami beberapa kesulitan saat melakukan pembelajaran
daring dari rumah, diantaranya saat harus melakukan aktivitas kuliah di rumah seringkali
mendapatkan distraksi yang tidak dapat dihindari seperti diminta untuk membantu orang
tua dalam melakukan pekerjaan rumah ataupun hal lainnya sehingga mengakibatkan
mereka sulit untuk konsentrasi dalam belajar dan kuliah; secara monoton melakukan
pembelajaran mandiri tanpa mendapatkan pandangan yang tepat dari tenaga pendidik; jam
kuliah yang fleksibel yang terkadang menuntut beberapa mahasiswa melakukan kelas di
malam hari sehingga waktu istirahat mereka yang menjadi berantakan. Kesulitan yang
dialami mahasiswa selama pembelajaran daring di masa pandemi COVID-19 dalam
penelitian Jia, et al. (2020) menunjukkan bahwa mahasiswa menjadi kurang dapat
memahami materi yang diberikan oleh pengajar, pembelajaran terasa membosankan, dan
meningkatkan kecemasan yang menyebabkan perilaku prokrastinasi. Berdasarkan
pemaparan beberapa mahasiswa yang telah diwawancara terkait pembelajaran daring yang
dilakukan selama pandemi COVID-19, menunjukkan bahwa hal tersebut memberikan
dampak kesulitan bagi mahasiswa dalam mengerjakan tugas kuliah di rumah dan membuat
mereka cenderung untuk menunda dalam menyelesaikan pekerjaannya atau dikenal dengan
istilah prokrastinasi. Selaras dengan pendapat Tuckman (1991) terkait definisi dan faktor
penyebab, dimana prokrastinasi didefinisikan sebagai kebiasaan membuang-buang waktu,
menunda, dan dengan sengaja tidak menyelesaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat dua faktor pemicu prokrastinasi yang selaras dengan
wawancara diatas sendiri meliputi kecenderungan membuang-buang waktu, dimana
individu menghabiskan waktu sampai akhirnya menunda pekerjaan; serta kecenderungan
menghindari tugas, dimana saat mengalami hambatan hal tersebut dianggap tidak lagi
menarik bagi individu (Tuckman, 1991). Selain itu, salah satu alasan mahasiswa menunda
dalam mengerjakan tugas adalah karena merasa tidak sedang diawasi (Handoyo et al.,
2020).
Menurut Kartadinata & Tjundjing (2008) salah satu hal yang menyebabkan
prokrastinasi akademik yaitu masalah manajemen waktu, terdiri dari proses menentukan
kebutuhan, menetapkan tujuan untuk mencapai kebutuhan, memprioritaskan dan
merencanakan tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Dalam penelitian yang
dilakukan Kartadinata & Tjundjing (2008) menyatakan bahwa manajemen waktu memiliki
korelasi negatif dengan prokrastinasi, sehingga jika mahasiswa dapat melakukan
manajemen waktu dengan baik maka tingkat prokrastinasi yang dimiliki akan menurun.
Menurut Patrzek, et al. (2012), faktor penyebab prokrastinasi terbagi menjadi dua yaitu: (1)
faktor internal, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian, kompetensi, afeksi,
kognitif, dan yang juga berkaitan dengan persepsi terhadap karakteristik tugas; dan (2)
faktor eksternal, meliputi dukungan sosial, kualitas sekolah, dan kondisi sekolah.
Menurut Knaus (2010; Asri & Trisnani, 2021), strategi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi prokrastinasi antara lain dengan mengubah pola berpikir yang negatif (bagian
kognitif), mengelola stres (bagian emosi), mengembangkan perilaku yang proaktif
(behavioral), memberikan pelatihan keterampilan manajemen waktu, serta mengajarkan
strategi pembelajaran misalnya, collaborative learning dan project-based learning.
Studi yang dilakukan Celik & Odaci (2017) mengeksplorasi keefektifan intervensi
kelompok psikoedukasi yang dilakukan dengan 1 sesi berdurasi ±150 menit perminggu
selama 10 minggu berdasarkan pada reality therapy untuk mengatasi remaja dengan
prokrastinasi akademik di Wilayah Laut Hitam Timur, Turki. Adapun tujuan dari
intervensi yang dilakukan adalah membantu kelompok partisipan dalam mempelajari
konsep dasar reality therapy, choice concept untuk memahami prokrastinasi akademik itu
sendiri berdasarkan pengalaman mereka, dan cara mengatasi prokrastinasi akademik (Celik
& Odaci, 2017). Intervensi ini menggunakan pendekatan “choice theory”, dimana
partisipan mempelajari bahwa suatu peristiwa akan terjadi akibat kontrol yang diberikan
individu atas kehidupan mereka, membantu partisipan menjadi lebih sadar akan
perencanaan dan membuat pilihan yang lebih efektif, menjelaskan bentuk perilaku seperti
apa yang harus dipilih untuk dikembangkan, serta membantu mereka untuk mengubah
perilaku (Celik & Odaci, 2017). Reality therapy dianggap sangat membantu individu
menyadari suatu permasalahan yang terjadi, membuat pilihan, berupaya mengubah pikiran
dan perilaku sesuai tanggung jawab dari pilihan sebelumnya untuk mengembangkan
kehidupan yang lebih efisien, memberikan hasil dalam jangka pendek, serta dapat
diterapkan dalam berbagai masalah (Corey, 2008; Celik & Odaci, 2017). Alasan
penggunaan program psikoedukasi diterapkan dalam studi ini karena konsep dasar reality
therapy sesuai dengan struktur prokrastinasi akademik dan konsep dasar reality therapy
(meliputi pilihan, tanggung jawab, kebutuhan dasar, perilaku masyarakat dan sistem
WDEP) dapat dijadikan cara untuk mengatasi prokrastinasi akademik yang didalamnya
juga dapat mengubah struktur kognitif mahasiswa yang melakukan prokrastinasi,
memecahkan permasalahan yang menjadi penyebab prokrastinasi, dan mengubahnya
menjadi perilaku yang lebih adaptif (Celik & Odaci, 2017).
Sarasija, et al. (2021) melakukan psikoedukasi mengenai manajemen waktu untuk
menurunkan prokrastinasi akademik (pepro) pada siswa SMP, SMA, dan SMK.
Manajemen waktu yang dilakukan mencakup teknik menentukan skala prioritas dan
menumbuhkan konsistensi dalam berperilaku (Sarasija, et al., 2021). Metode psikoedukasi
yang dilakukan secara online tersebut meliputi ceramah, pemutaran video, refleksi diri,
paper assignment, dan presentasi yang dilakukan oleh peserta (Sarasija, et al., 2021).
Dalam setiap sesi psikoedukasi yang diberikan, terdapat rancangannya yang terdiri dari: (1)
Input, berupa penyampaian konsep, tujuan, dan latar belakang penelitian yang sedang
dilakukan; (2) Eksplorasi dan pembahasan materi, dilakukan melalui ceramah, menonton
video, refleksi diri, dan sharing; (3) Penerapan materi / paper assignment, bertujuan untuk
membantu para peserta menerapkan materi yang disampaikan tentang aspek-aspek
manajemen waktu (Sarasija, et al., 2021). Hal tersebut dilakukan dengan meminta
partisipan membuat kuadran covey, tabel tentang tujuan dan prioritas mereka, membuat
daftar apa saja yang akan dilakukan, dan membuat tabel reward dan punishment (Sarasija,
et al., 2021). Selain itu, materi-materi yang dipaparkan meliputi: (1) Pemberian topik
prokrastinasi akademik dan manajemen waktu; (2) Menetapkan tujuan dan prioritas; (3)
Perencanaan dan penjadwalan; (4) Pilihan terhadap pengorganisasian; dan (5) Persepsi
kontrol atas waktu dan evaluasi (Sarasija, et al., 2021). Setelah memberikan psikoedukasi
dan tugas-tugas yang harus dikerjakan, peneliti melakukan sharing session pada setiap
partisipan untuk melakukan pemantauan terkait pengerjaan tugas-tugas mereka (Sarasija, et
al., 2021).
Menurut Bloom (1956), melalui taksonomi Bloom, sasaran psikoedukasi ini adalah
seseorang yang telah mencapai tingkat pemahaman dalam ranah kognitif, seharusnya sudah
mampu mengartikan informasi yang diterima menggunakan bahasanya sendiri,
melakukan interpretasi dengan cara menghubungkan informasi yang diterima dengan
pengalaman yang dimiliki, serta mengaitkan informasi yang diterima dengan masalah atau
konteks baru yang mungkin akan ditemui. Jika dikaitkan dengan pemahaman
prokrastinasi, seharusnya mahasiswa telah memiliki pemahaman mengenai prokrastinasi
akademik dan manajemen waktu. Berdasarkan tingkat pemahaman individu dan
prokrastinasi menurut Bloom (1956), tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan dalam menentukan kegiatan penting, tidak penting, mendesak, dan tidak
mendesak; mampu membuat to – do – list kegiatan yang akan dilakukan sehari-hari; serta
mampu menentukan self-reward dan konsekuensi kegiatannya. Psikoedukasi merupakan
salah satu intervensi yang sesuai untuk mencapai tingkat pemahaman tersebut.
Berdasarkan Bhattacharjee, et, al. (2011), psikoedukasi adalah intervensi yang bermanfaat
untuk memberikan pengetahuan atau pemahaman, serta strategi terapeutik yang berguna
untuk meningkatkan kualitas hidup individu. Selain itu, psikoedukasi lebih menekankan
pada proses belajar, pendidikan, self-awareness dan self-understanding dimana kognitif
memiliki proporsi yang lebih besar daripada komponen afektif (Brown, 2011).
1.3. Tujuan
Kegiatan psikoedukasi ini bertujuan mengetahui efektivitas manajemen waktu untuk
menurunkan prokrastinasi akademik pada mahasiswa.
1.4. Kegunaan
1. Bagi responden, dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang dapat
menurunkan prokrastinasi, sehingga mampu menyadari hal tersebut dan tidak terjadi
secara berkepanjangan.
2. Bagi peneliti atau pembuat program psikoedukasi selanjutnya, dapat menjadi dasar
dalam melakukan penelitian lanjutan mengenai psikoedukasi tentang manajemen
waktu yang dilakukan untuk menurunkan prokrastinasi akademik pada mahasiswa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.2. Teori
2.2.1. Prokrastinasi Akademik
a. Pengertian Prokrastinasi Akademik
c. Antecedents Prokrastinasi
Penelitian yang dilakukan Patrzek, Grunschel, & Fries (2012), menunjukkan
antecedents dalam prokrastinasi terbagi menjadi dua jenis berikut.
1) Internal Antecedents, berkaitan dengan karakteristik siswa meliputi:
- Personality-related, mahasiswa yang suka melakukan prokrastinasi
seringkali memiliki citra diri negatif terkait diri sendiri, kompetensi, dan
harga diri yang rendah; mereka cenderung menghindari perubahan baik
dalam kehidupan sehari-hari dan saat diberikan tugas-tugas baru di
universitas; mereka memiliki keyakinan bahwa performance tugas di
universitas harus memiliki nilai yang sangat bagus sehingga mereka
memiliki standar yang sangat tinggi dalam penyelesaian tugasnya
(perfectionist).
- Competence-related, prokrastinator biasanya memiliki kompetensi
manajemen pembelajaran yang kurang optimal, terutama dalam
manajemen waktu; mereka cenderung tidak memiliki self-regulation
untuk mengatasi kesulitan seperti kurangnya motivasi, sulit
berkonsentrasi, memiliki kompetensi yang kurang dalam mengambil
keputusan; adanya keterampilan belajar yang buruk sehingga mereka
tidak mengetahui cara mengerjakan tugas dengan efisien; dan mengalami
kesulitan dalam memahami bahasa dan tidak bisa mengikuti perkuliahan.
- Affective, mahasiswa melakukan prokrastinasi karena merasa cemas,
terutama ketika berkaitan dengan ujian dan kemungkinan akan kegagalan
atau prospek kedepannya; mereka malu untuk meminta bantuan kepada
dosen; merasa frustrasi dan tidak mentoleransi frustrasi tersebut sehingga
melakukan prokrastinasi; dan merasa kewalahan dengan tuntutan yang
diberikan kepada diri sendiri dan pihak kampus.
- Cognitive, pola pikir yang dimiliki mahasiswa akan mendorong mereka
dalam perilaku prokrastinasi. Selain itu, ketidakmampuan mahasiswa
untuk mengembangkan pandangan terkait tujuan jangka pendek maupun
jangka panjang akan membuat mereka melakukan prokrastinasi
akademik, karena individu tidak memiliki pemahaman terkait apa yang
akan mereka lakukan.
- Learning history, mahasiswa melakukan prokrastinasi diakibatkan dari
perilaku di masa lalu, misalnya, mereka melakukan prokrastinasi dalam
belajar untuk melakukan ujian dan mereka berhasil menyelesaikan ujian
dengan baik.
- Mental and physical states, dapat dijadikan antesenden dalam melakukan
prokrastinasi bagi mahasiswa tertentu.
- Perceived task characteristics, persepsi yang dimiliki mahasiswa terkait
karakteristik tertentu yang dimiliki tugas-tugas mereka dapat
menyebabkan prokrastinasi akademik.
2) External Antecedents, berkaitan dengan lingkungan siswa meliputi:
- Private lives, mahasiswa yang melakukan prokrastinasi akademik dapat
disebabkan oleh kurangnya social networking sehingga melakukan
pembelajaran secara mandiri; mereka harus menyelesaikan tugas-tugas
akademik lainnya; mengalami peristiwa kehidupan yang kritis seperti
kematian anggota keluarga.
- University-related, kondisi di kampus yang dapat mendorong mahasiswa
melakukan prokrastinasi akademik meliputi dosen yang memiliki
keterampilan mengajar buruk dan pembinaan yang kurang memberikan
arahan yang memadai pada mahasiswa, dosen kurang empati terhadap
fakta bahwa mahasiswa nya peduli terhadap pertanyaan profesional dan
pribadi yang menyebabkan masalah; anonimitas pada pihak kamus,
pengorganisasian dalam ujian yang tidak efisien yang mengakibatkan
banyak tuntutan pada satu waktu, kurangnya feedback dari tugas yang
diberikan, dan tidak mendapat pengakuan prestasi.
10 Atkinson, Manajemen Waktu yang Efektif, Jakarta: Binarupa Aksara, 1990, h. 35. 11
Therese Hoff Macan, “Time Management : Test of a Process Model”, 1994, Journal of Applied
Psychology 1994, Vol. 79. No. 3, p. 381- 391, American Pschycological Association. 20
2.3. Psikoedukasi
Psikoedukasi menurut Griffith yang dipaparkan dalam Modul Pembelajaran Psikoedukasi
Pertemuan-1 menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan istilah yang menggambarkan berbagai
intervensi individu, keluarga, dan kelompok yang berfokus pada mendidik peserta tentang
tantangan yang signifikan, mengembangkan dukungan sosial dan sumber daya dalam mengelola
tantangan, serta mengembangkan keterampilan untuk menghadapi tantangan.
(1) Melatih orang mempelajari life skill. Psikoedukasi ini identik dengan pendidikan pribadi
dan sosial. Life skill penting menurut Nelson-Jones (1982) meliputi: kemampuan
mendengarkan; kemampuan mengungkapkan diri; kemampuan menyelesaikan konflik;
kemampuan membuat rencana; kemampuan membuat keputusan; kemampuan mengelola
kecemasan; kemampuan mengendalikan dorongan seks; kemampuan menjalani transisi
kehidupan secara efektif.
(2) Pendekatan akademik - eksperiensial dalam mengajarkan psikologi. Pendekatan ini
memiliki dua penekanan, yaitu: (1) pemerolehan pengetahuan-pemahaman melalui pola
pikir (intelectual skill), hasil belajar disebut sebagai hard skill dimana pengetahuan -
keterampilan formal mengenai aneka konsep teoritis maupun praktis dari psikologi sebagai
disiplin ilmu. (2) pembentukan pengetahuan-pemahaman melalui pengalaman (learing by
doing), hasil belajar disebut sebagai soft skill meliputi pengetahuan nyata tentang aneka
fungsi psikologis maupun keterampilan pribadi-sosial yang dapat diterapkan dalam
menghadapi berbagai tugas sehari-hari.
(3) Pendidikan humanistik. Pendekatan ini menekankan pada karkat pribadi siswa atau pelajar
sebagai subjek secara utuh dan memandang tujuan konseling (khusus) dan pendidikan
(umum) adalah menghasilkan pribadi yang mampu mengaktualisasikan diri.
(5) Serangkaian kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Kegiatan yang meliputi pelatihan life
skill pada berbagai kelompok klien seperti siswa sekolah, karyawan, masyarakat desa, dll;
pemberi layanan konsultasi pada lembaga atau komunitas tertentu; serta pemberian layanan
informasi psikologis secara individual untuk meningkatkan kemampuan klien menghadapi
berbagai masalah kehidupan (psychological self-help information) melalui berbagai sosial
media.
(6) Memberikan layanan informasi tentang psikologi kepada publik. Pemberian layanan
informasi kepada masyarakat tentang berbagai pengetahuan dan/atau keterampilan
psikologis yang berguna untuk menghadapi permasalahan kehidupan.
Memiliki Dapat
keterampilan dalam
merencanakan dan
menetapkan tujuan
dan prioritas membuat jadwal
Hasilnya meningkatkan
pengetahuan dan
pemahaman mengenai
manajemen waktu
sehingga prokrastinasi
menurun
Pada masa pandemic covid mahasiswa dituntut harus menumbuhkan sikap mental belajar
secara mandiri mengingat perkuliahan diadakan secara daring. Mahasiswa memiliki kesulitan
dalam menjalankan tugasnya. Selain itu motivasi mahasiswa dalam belajar di masa pandemi
covid-19 juga mengalami penurunan, diikuti banyaknya tugas yang harus dikerjakan. Terlebih
pembelajaran daring/online dirasa kurang efektif. Sehingga kualitas pembelajaran pun menurun.
Kesulitan-kesulitan dalam belajar mandiri tersebut mengalami banyak distraksi ketika belajar di
rumah dan merasa bebas atau tidak diawasi. Selain itu mahasiswa merasa secara monoton
melakukan pembelajaran mandiri. Jam kuliah yang fleksibel yang terkadang menuntut beberapa
mahasiswa melakukan kelas di malam hari sehingga waktu istirahat mereka yang menjadi
berantakan. Hal tersebut memberikan dampak kesulitan bagi mahasiswa dalam mengerjakan
tugas kuliah di rumah dan membuat mereka menunda dalam menyelesaikan pekerjaannya atau
dikenal dengan istilah prokrastinasi. Ditambah lagi dalam mengerjakan tugas mahasiswa tidak
memprioritaskan dan merencanakan tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang mana
hal ini berkaitan dengan manajemen waktu yang buruk. Maka dari itu mahasiswa perlu untuk
meningkatkan kemampuan mengenai pengetahuan atau pemahaman dalam menentukan kegiatan
penting, tidak penting, mendesak, dan tidak mendesak; mampu membuat to – do – list kegiatan
yang akan dilakukan sehari-hari. Psikoedukasi merupakan salah satu intervensi yang sesuai
untuk mencapai tingkat pemahaman tersebut. Dari psikoedukasi ini mahasiswa diberikan
pengetahuan agar memiliki keterampilan dalam menetapkan tujuan dan prioritas dan dapat
merencanakan dan membuat jadwal sehingga meningkatnya pengetahuan dan pemahaman
mengenai manajemen waktu sehingga harapannya prokrastinasi menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Alfina, I. (2014). Hubungan self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik pada siswa
akselerasi. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(1).
Amanda, Rizki. 2015. Hubungan antara Kemandirian dengan Penyesuaian Diri dalam Kampus
pada Mahasiswa. Bandung: Pustaka UNPAD.
Asri, D. N., & Trisnani, R. P. (2021). Model pembelajaran berbasis proyek dengan teknik time-
management untuk mereduksi prokrastinasi akademik mahasiswa pada mata kuliah
perkembangan peserta didik. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 6 (1), 20- 26.
https://scholar.archive.org/work/jy3zvm4wnjev7aq4sonadwbbv4/access/wayback/https://
journal.stkipsingkawang.ac.id/index.php/JBKI/article/download/2224/pdf
Atkinson, P. (1991). Manajemen waktu yang efektif (A. Maulana, Pengalih bhs). Jakarta:
Binarupa Aksara.
Bhattacharjee, D., Rai, A. K., Singh, N. K., Kumar, P., Munda, S. K., & Das, B. (2011).
Psychoeducation: A measure to strengthen psychiatric treatment. Delhi Psychiatry
Journal, 14(1), 33-39.
Bloom, B. (1956). Taxonomy of educational objectives: the classification of educational goal.
USA: David McKay Company Inc.
Brown, N. W. (2011). Psychoeducational Groups: Process and practice (3rd Ed.). New York:
Brunner-Routledge.
Celik, C. B., & Odaci, H. (2017). Psycho-educational group intervention based on reality therapy
to cope with academic procrastination. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior
Therapy, 36, 220 – 233. https://doi.org/10.1007/s10942-017-0283-1
Claessens, B., Van Eerde, W., Rutte, C., & Roe, R. (2007). A review of time management
literature. Personnel Review, 36(2), 255-276.
Corey, G. (2008). Theory and practice of counseling and psychotherapy (T. Ergene, Trans.).
Ankara: Mentis Pub.
Ferrari, J.R., Johnson, J.L. & McCown, W. G. (1995). Procrastination and Task Avoidance.
Theory, Research, and Treatment. (Snyder, C.R., Ed). New York: Plenum Press.
Knaus, W. (2010). End procrastinaiton now. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Macan, T., Shahani, C., Dipboye R., & Phillips, A. (1990). College students’ time management:
Correlations with academic performance and stress. Journal of Educational Psychology,
8(4), 760-768.
McCloskey, J., & Scielzo, S. (2015). Finally!: The development and validation of the academic
procrastination scale. Journal Experiment Findings, 25–35.
https://www.researchgate.net/profile/Shannon-Scielzo/publication/273259879_Finally_The
_Development_and_Validation_of_the_Academic_Procrastination_Scale/links/
54fcfb3d0cf20700c5e9c735/Finally-The-Development-and-Validation-of-the-Academic-
Procrastination-Scale.pdf
Mohamadi, F. S., Farghadani, A., & Shahmohamadi, Z. (2012). Individual Factors Antecendents
of Academic Procrastination: The Role of Perfectionism Components and Motivational
Beliefs in Predicting of Students Procrastination. European Journal of Social Sciences, 30
(2), 330-338. http://www.europeanjournalofsocialsciences.com/
Nelson-Jones, R. (1982). The theory and practice of counselling psychology. London: Holt,
Rinehart and Winston.
Patrzek, J., Grunschel, C., & Fries, S. (2012). Academic Procrastination: The Perspective of
University Counsellors. International Journal for the Advancement of Counselling, 34(3),
185–201. https://doi.org/10.1007/s10447-012-9150-z
Pokhrel, S., & Chhetri, R. (2021). A Literature Review on Impact of COVID-19 Pandemic on
Teaching and Learning. Higher Education for the Future, 8(1), 133–141.
https://doi.org/10.1177/2347631120983481
Sadikin, A., & Hamidah, A. (2020). Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid-19: (Online
Learning in the Middle of the Covid-19 Pandemic). Biodik, 6(2), 214–224.
https://doi.org/10.22437/bio.v6i2.9759
Sarasija, L. N. A. S., Nariswari, A. A., Dewanggana, D. A., Arghita, V. A., Patty, T. S. W., &
Thajjono, H. (2021). Psikoedukasi “pepro” untuk menurunkan prokrastinasi akademik
dengan menggunakan manajemen waktu pada siswa siswi smp dan SMA/SMK. Jurnal
Psikologi Konseling, 18 (1). https://doi.org/10.24114/konseling.v18i1.27835
Suhadianto, S., & Pratitis, N. (2020). Eksplorasi Faktor Penyebab, Dampak dan Strategi untuk
Penanganan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa. Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi
Universitas Negeri Padang), 10(2), 204-223.
Steel, P. (2007). The nature of procrastination: a meta-analytic and theoretical review of
quintessential self-regulatory failure. Psychological Bulletin, 133, 65–94.
Supraktiknya, A. 2011. Merancang program dan modul psikoedukasi. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma.
Tuckman, B. W. (1991). The development and concurrent validity of the procrastination scale.
Educational and Psychological Measurement, 51(2), 473-480.
https://doi.org/10.1177/0013164491512022
Van Eerde, W. (2003). Procrastination at work and management training. Journal of
Psychology, 137 (5), 421 – 434. https://doi.org/10.1080/00223980309600625
World Health Organization. (2021). Coronavirus Disease (COVID-19).
https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1
Zarrin, S. A., Gracia, E., & Paixão, M. P. (2020). Prediction of academic procrastination by fear
of failure and self-regulation.