Anda di halaman 1dari 168

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN “L” DENGAN


HIPOSPADIA TIPE PERINEAL POST URETHROPLASTY POST
CYSTOSTOMI DI RUANG CENDANA 4 IRNA 1
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

Ainun Nurul Aini


2420132329

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2016
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An “L” DENGAN
HIPOSPADIA TIPE PERINEAL POST URETHROPLASTY POST
CYSTOSTOMI DI RUANG CENDANA 4 IRNA 1
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Laporan kasus ini diajukan guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan


Program Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Akademi Keperawatan
Notokusumo Yogyakarta

Disusun Oleh :

Ainun Nurul Aini


2420132329

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2016

i
MOTTO

‘Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu bila kau sudah

selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah kepada Tuhanmu” (Q.S Al

Insyirah: 6-8)

“Belajar dari masa lalu, hidup untuk masa kini, dan berharap untuk masa yang

akan datang” ( Albert Einstein )

“Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya

didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya " (Abraham Lincoln)

“Matamu adalah pelita tubuhmu. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu,

tetapi jika matamu jahat, gelaplah tubuhmu” ( Lukas 11:34)

“Anda tidak bisa mengubah orang lain, Anda harus menjadi perubahan yang Anda

harapkan dari orang lain” (Mahatma Gandhi)

“Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan”

(Confusius)

“Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan

saya percaya pada diri saya sendiri’ (Muhammad Ali)

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta memberi kemudahan dalam segala

hal, khususnya dalam penyusunan laporan kasus dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada An. L Dengan Hipospadia Tipe Perineal Post Urethroplasty

Post Cystostomi Di Ruang Cendana 4 IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.

Laporan kasus ini disusun guna memenuhi sebagian syarat untuk

mendapatkan gelar Ahli Madya Keperawatan di Akademi Keperawatan

Notokusumo Yogyakarta. Penulis menyadari, dalam penyususnan karya tulis ini

tidak lepas dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak , maka pada

kesempatan ini penulis akan mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Mochammad Syafak Hanung, Sp.A selaku Direktur Utama RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

mengikuti ujian akhir program yang dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito.

2. Bapak Giri Susilo Adi, S.Kep.,Ns.,M.kep selaku Direktur Akademi

Keperawatan Notokusumo Yogyakarta dan sekaligus dosen pembimbing dan

penguji akademik yang telah mengizinkan penulis di terima di Akademi

Keperawatan Notokusumo Yogyakarta hingga penyelesaian pendidikan ini

dan memberikan masukan, saran, serta nasihat dalam penyususnan laporan

kasus ini.

3. Ibu Siti Aminah, APP.,S.Pd selaku penguji yang banyak memberikan

masukan dan arahan dalam penyusunan laporan ini.

v
4. Ibu Sumartati, AMK selaku penguji lahan yang telah memberikan

kemudahan, masukan, dan saran dalam uji praktek serta penyusunan laporan

kasus ini.

5. Seluruh staff medis dan non medis di Ruang Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta yang telah memberikan bantuan kemudahan dalam uji praktek.

6. Seluruh staff dan karyawan Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

yang telah memberikan kemudahan dalam layanan administrasi.

7. Kedua orang tua (Suharja dan Ismiyati) yang telah memberikan dukungan

moral, material, serta doa.

8. Kakak (Nurma Hasmi Abdullah dan Febsi Lasari) yang telah memberikan

semangat.

9. Teman-teman dan sahabat ( Mak Farida, Mak Tyas, Mak Cik Ary) yang telah

memberikan banyak bantuan dan semangat.

10. Teman-teman satu kelompok UAP (Ratri, Ade, Sela) yang selalu kompak

dalam setiap tahap UAP berlangsung.

11. TIM Sukses kelas 3C, kalian hebat, kalian kompak, dan kalian luar biasa.

12. Teman-teman satu angkatan ke-24 Akademi Keperawatan Notokusumo

Yogyakarta yang telah memberikan dorongan dan bantuan dalam

menyelesaikan laporan ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap semoga KTI ini bermanfaat khususnya bagi

penulis sendiri dan bagi para pembaca.

vi
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan

serta masih banyak kekurangan, untuk itu segala saran dan kritik yang

membangun, penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Yogyakrta, Juni 2016

Ainun Nurul Aini

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii
MOTTO ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiii

BAB I KONSEP DASAR MEDIK


A. Pengertian........................................................................................................ 1
B. Proses Terjadinya Masalah ............................................................................. 13
1. Presipitasi Dan Predisposisi ...................................................................... 13
2. Patofisiologi .............................................................................................. 15
3. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 18
4. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................ 19
5. Komplikasi ................................................................................................ 20
6. Penatalaksanaan Medis ............................................................................. 22
C. Diagnosa Keperawatan.................................................................................... 27
D. Intervensi Keperawatan................................................................................... 27

BAB II RESUME KEPERAWATAN


A. Pengkajian ....................................................................................................... 32
1. Data Dasar ( Identitas, Penanggung Jawab, Pesipitasi, Predisposisi ) ...... 32
2. Data Fokus ( Hasil Wawancara, Pemeriksaan Fisik, dan Diagnostik )..... 34
3. Analisa Data .............................................................................................. 43

viii
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................... 44
1. Rumusan Diagnosa ................................................................................... 44
C. Rencana Tindakan Keperawatan..................................................................... 45
D. Implementasi ................................................................................................... 45
E. Evaluasi ........................................................................................................... 45

BAB III PEMBAHASAN


A. Proses Keperawatan ........................................................................................ 73
1. Pengkajian ................................................................................................. 73
2. Diagnosa Keperawatan.............................................................................. 79
3. Perencanaan............................................................................................... 85
4. Pelaksanaan ............................................................................................... 90
5. Evaluasi ..................................................................................................... 95
B. Dokumentasi ................................................................................................... 98

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 100
B. Saran................................................................................................................ 107

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pemeriksaan laboratorium 38

Tabel 2.2 Pemeriksaan laboratorium 49

Tabel 2.3 Pengkajian resiko jatuh 40

Tabel 2.4 Pengelompokan data 42

Tabel 2.5 Analisa data 43

Tabel 2.6 Rencana keperawatan gangguan eliminasi urin 45

Tabel 2.7 Catatan perkembangan gangguan eliminasi urin 48

Tabel 2.8 Catatan perkembangan gangguan eliminasi urin 50

Tabel 2.9 Rencana keperawatan kesiapan dalam peningkatan

managemen terapeutik 52

Tabel 2.10 Catatan perkembangan kesiapan dalam peningkatan

managemen terapeutik 55

Tabel 2.11 Catatan perkembangan kesiapan dalam peningkatan

managemen terapeutik 57

Tabel 2.12 Rencana keperawatan resiko infeksi 59

Tabel 2.13 Catatan perkembangan resiko infeksi 63

Tabel 2.14 Catatan perkembangan resiko infeksi 66

Tabel 2.15 Rencana keperwatan resiko jatuh 68

Tabel 2.16 Catatan rerkembangan resiko jatuh 71

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tipe Hipospadia 4

Gambar 1.2 Jenis-Jenis Hipospadia 5

Gambar 1.3 Sistem Reproduksi Laki-Laki 6

Gambar 1.4 Ureteroplasty 24

Gambar 1.5 Hypospadias Surgery 26

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Pathway Hipospadia 17

xii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Pengkajian Keperawatan Medical Bedah

2. Pengkajian Resiko Jatuh

3. SAP Perawatan Pencegahan Infeksi

4. Leaflet Pencegahan Infeksi

5. Lembar Balik Pencegahan Infeksi

6. Lembar Konsultasi Mahasiswa

xiii
BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

HIPOSPADIA

A. Pengertian

Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat dideteksi

setelah bayi lahir. Istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara

uretra laki-laki. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra,

biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali kelainan tersebut

diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah penis yang melengkung

kebawah. (Speer, 2007).

Hipospadia merupakan suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat

pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia

bervariasi. Kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada

glands penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra

terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada

skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan dengan

kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis

melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010)

Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa kelainan letak lubang

uretra pada laki-laki dari ujung penis kesisi ventral. ( Corwin, 2009)

Hipospadia merupakan defek uretral, yaitu lubang uretra terletak pada

permukaan ventral penis dan bukan diujung penis. Dikasus lain, lubang dapat

1
2

dekat dengan glands penis, ditengah penis, atau dekat basal. ( Terri Kyle,

2014)

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan kongenital dimana meatus

uretra eksterna terletak dipermukaan ventral penis dan lebih ke proximal dari

tempatnya yang normal ( ujung gland penis). ( Mansjoer, 2000 )

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang

terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastyah,2005)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipospadia merupakan suatu kelainan

abnormal dimana letak lubang uretra laki-laki tidak berada pada ujung gland

penis.

Klasifikasi Hipospadia menurut Mutaqin dan Kumala (2011),

hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisum uretra

eksternum, yaitu:

1. Tipe sederhana atau anterior

Tipe Sederhana adalah tipe glanular meatus terletak pada pangkal

glands penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat

asimtomatik.

Terletak dianterior yang terdiri dari glandular dan coronal. Pada

tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,

kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan.

Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.


3

2. Tipe penil atau Middle

Middle yang terdri dari distal penil, proksimal penile, dan

penoscrotal. Pada tipa ini, meatus terletak antara glands penis dan

skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya

kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung

kebawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini

diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit

dibagian ventral preusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak

dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk

tindakan bedah selanjutnya.

3. Tipe penoscrotal dan tipe perineal

Merupakan kelainan yang cukup besar, umumnya pertumbuhan

penis akan terganggu. Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.

Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang

disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan

umumnya testis tidak turun.


4

Tipe Hipospadia menurut letak orifisum uretra eksternum

Gambar 1.1 Tipe Hipospadia

Sumber: Info@lucinafoundation.org

Sedangkan menurut Purnomo Basuki ( 2007 ), hipospadia dibagi menjadi:

1. Hipospadia anterior, terdiri dari:

a. Tipe granular, terletak di sekitar kepala penis

b. Tipe koronal, terletak di leher penis

c. Tipe distal, di ujung batang penis

2. Hipospadia medius, terdiri dari:

a. Tipe penil, di batang penis

b. Tipe proksimal, di pangkal batang penis

3. Hipospadia posterior, terdiri dari:

a. Tipe penoskrotal, diantara penis dan kantung testis

b. Tipe skrotal, berada di kantung testis

c. Tipe perineal, diantara kantung testis dan anus


5

Tipe hipospadia berdasar letak orifisum uretra eksternum atau meatus

Gambar 1.2 Jenis-Jenis Hipospadia

Sumber: Info@lucinafoundation.org

Sistem reproduksi laki-laki meliputi organ-organ reproduksi,

spermatogenesis dan hormon pada laki-laki. Organ reproduksi laki-laki

terdiri atas organ reproduksi dalam dan organ reproduksi luar.


6

Berikut ini merupakan gambar sistem reproduksi pada laki-laki

Gambar 1.3 Sistem Reproduksi Laki-Laki

Sumber: Aryulina, Diah, dkk. 2008. BIOLOGI 2 untuk SMA / MA kelas XI.

ESIS/Erlangga.

a. Organ reproduksi dalam meliputi saluran eksresi dan kelenjar aksesoris.

Organ reproduksi dalam meliputi:

1) Testis

Testis (gonad jantan) berbentuk oval dan terletak didalam

kantung pelir (skrotum). Testis berjumlah sepasang (testes =

jamak). Testis terdapat dibagian tubuh sebelah kiri dan kanan.

Testis kiri dan kanan dibatasi oleh suatu sekat yang terdiri dari

serat jaringan ikat dan otot polos. Fungsi testis secara umum

merupakan alat untuk memproduksi sperma dan hormon kelamin

jantan yang disebut testoteron.


7

2) Epididimis

Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok di dalam

skrotum yang keluar dari testis. Epididimis berjumlah sepasang di

sebelah kanan dan kiri. Epididimis berfungsi sebagai tempat

penyimpanan sementara sperma sampai sperma menjadi matang

dan bergerak menuju vas deferens.

3) Vas Deferens

Vas deferens atau saluran sperma (duktus deferens)

merupakan saluran lurus yang mengarah ke atas dan merupakan

lanjutan dari epididimis. Vas deferens tidak menempel pada testis

dan ujung salurannya terdapat di dalam kelenjar prostat. Vas

deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari

epididimis menuju kantung semen atau kantung mani (vesikula

seminalis).

4) Saluran Ejakulasi

Saluran ejakulasi merupakan saluran pendek yang

menghubungkan kantung semen dengan uretra. Saluran ini

berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar masuk kedalam

uretra.

5) Uretra

Uretra merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat

didalam penis. Uretra berfungsi sebagai saluran kelamin yang

berasal dari kantung semen dan saluran untuk membuang urin dari
8

kantung kemih. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm,

terdiri dari:

a) Uretra pars prostatica

b) Uretra pars membranosa (terdapat spinchter uretra eksterna)

c) Uretra pars spongiosa

Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm

(Taylor), 3-5 cm ( Lewis ). Spinchter uretra terletak disebelah atas

vagina ( antara clitoris dan vagina ) dan uretra disini hanya sebagai

saluran eksresi.

b. Organ reproduksi bagian luar meliputi:

1) Penis

Penis terdiri dari tiga rongga yang berisi jaringan spons.

Dua rongga yang terletak dibagian atas berupa jaringan spons

korpus kavernosa. Satu rongga lagi berada dibagian bawah yang

berupa jaringan spons korpus spongiosum yang membungkus

uretra. Uretra pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang

rongga-rongganya banyak mengandung pembuluh darah dan ujung-

ujung saraf perasa. Bila ada suatu rangsangan, rongga tersebut akan

terisi penuh oleh darah sehingga penis menjadi tegang dan

mengembang (ereksi).
9

2) Skrotum

Skrotum (kantung pelir) merupakan kantung yang

didalamnya berisi testis. Skrotum berjumlah sepasang, yaitu

skrotum kanan dan skrotum kiri. Diantara skrotum kanan dan

skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot

polos (otot dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakan

skrotum sehingga dapat mengerut dan mengendur. Didalam

skrotum juga tedapat serat-serat otot yang berasal dari penerusan

otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster. Otot ini

bertindak sebagai pengatur suhu lingkungan testis agar kondisinya

stabil. Proses pembentukan sperma (spermatogenesis)

membutuhkan suhu yang stabil, yaitu beberapa derajat lebih rendah

daripada suhu tubuh.

c. Kelenjar Asesoris

Selama sperma melalui saluran pengeluaran, terjadi penambahan

berbagai getah kelamin yang dihasilkan oleh kelenjar asesoris. Getah-

getah ini berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan

pergerakakan sperma. Kelenjar asesoris merupakan kelenjar kelamin

yang terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar

cowper.
10

1) Vesikula seminalis

Vesikula seminalis atau kantung semen (kantung mani)

merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak dibelakang

kantung kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat

makanan yang merupakan sumber makanan bagi sperma.

2) Kelenjar prostat

Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak

dibagian bawah kantung kemih. Kelenjar prostat menghasilkan

getah yang mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang

berperan untuk kelangsungan hidup sperma.

3) Kelenjar Cowper

Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan

kelenjar yang salurannya langsung menuju uretra. Kelenjar

Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa).

d. Hormon pada Laki-laki

1) Testoteron

Testoteron disekresi oleh sel-sel leydig yang terdapat di

antara tubulus seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap

pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama

pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder.


11

2) LH (Luteinizing Hormon)

LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi

menstimulasi sel-sel leydig untuk mensekresi testoteron.

3) FSH (Follicle Stimulating Hormone)

FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior

dan berfungsi menstimulasi sel-sel sertoli. Tanpa stimulasi ini,

pengubahan spermatid menjadi sperma (spermiasi) tidak akan

terjadi.

4) Estrogen

Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh

FSH. Sel-sel sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat

androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta membawa

keduanya kedalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon

ini tersedia untuk pematangan sperma.

e. Proses pembentukan urin

Menurut ( Muttaqin, 2012) proses pembentukan urin yaitu:

1) Filtrasi

Filtrasi atau penyaringan terjadi di glomerulus. Darah yang

tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang

tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri atas glukosa,

air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dan lain-lain, dan diteruskan

ke tubulus ginjal. Cairan yang di saring disebut filtrat glomerulus.


12

2) Reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar

dari glikosa, sodium, klorida, fosfat, dan beberapa ion bikarbonat

dipengaruhi oleh hormon anti diuretik (ADH). Prosesnya terjadi

secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proksimal. Sedangkan

pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion

bikarbonat bila diperlukan oleh tubuh. Penyerapan terjadi secara

aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla

renalis.

3) Sekresi

Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal

dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

f. Ureter

Terdiri dari dua saluran pipa, masing-masing bersambung dari

ginjal ke vesica urinaria. Panjangnya kurang lebih 25-30 cm, dengan

penampang 0,5 cm, ureter sebagian tereletak pada rongga abdomen dan

sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter

menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk

kedalam kandung kemih.


13

g. Vesica urinaria (kandung kemih)

Vesica urinaria bekerja sebagai penampung air. Organ ini

berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya dibelakang simfisis pubik

didalam ronggga panggul. Vesica urinaria dapat mengembang dan

mengempis seperti balon karet.

Sifat fisis air kemih, terdiri dari:

a. Jumlah eksresi dalam 24 jam kurang lebih 1500 cc tergantung dari

pemasukan ( intake ) cairan dan faktor lainnya.

b. Warna, kuning jernih dan bila dibiarkan akan menjadi keruh

c. Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan

sebagainya.

d. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amioniak.

e. Berat jenis 1,015- 1,020

f. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari

pada diet ( sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein

memberikan reaksi asam ).

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Presipitasi dan Predisposisi

Presipitasi menurut Suriadi 2006, Penyebab hipospadia belum diketahui

secara pasti.
14

Predisposisi menurut Suriadi, 2006:

a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon

Hormon yang dimaksud disini adalah hormon androgen.

Hormon androgen adalah hormon yang mengatur organogenesis

kelamin laki-laki atau bisa juga karena reseptor hormon androgen

sendiri didalam tubuh kurang atau bahkan tidak ada. Sehingga

walaupun hormon androgen sendiri telah dibentuk tetapi reseptor

tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang

semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon

androgen tidak mencukupi akan berdampak sama.

b. Genetika

Terjadi karena kegagalan sintesis androgen. Hal ini

biasanya terjadi karena nutrisi pada gen yang mengodesintesis

androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.

c. Lingkungan

Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah

polutan dan zat yang bersifat teratogenetik yang dapat

mengakibatkan mutasi.

Menurut heffiner, 2005 penyebab dari hipospadia meliputi:

a. Secara embriologis, hipospadia disebabkan oleh kegagalan

penutupan yang sempurna pada bagian ventral lekuk uretra.


15

b. Kriptorkismus (cacat perkembangan yang ditandai dengan kegagalan

buah zakar untuk turun kedalam kandung buah zakar) terdapat pada

16% anak laki-laki dengan hipospadia.

c. Terdapat predisposisi genetik non-mendelian pada hipospadia, jika

salah satu saudara kandung mengalami hipospadia, resiko kejadian

berulang pada keluarga tersebut adalah 12%, jika bapak dan anak

laki-lakinya terkena, maka resiko untuk anak laki-laki berikutnya

adalah 25%.

2. Patofisiologi

Menurut Suriadi (2006), hipospadia terjadi karena tidak

lengkapnya perkembangan uretra. Paling umum pada hipospadia adalah

lubang uretra bermuara pada tempat frenum, sedangkan frenumnya tidak

terbentuk, tempat normal ditandai dengan pada glands penis sebagai

celah buntu. Hipospadia dimana lubang uretra terletak pada perbatasan

penis dan skrotum, ini berkaitan dengan chordee kongenital.

Penyebab dari hipospadia belum diketahui secara jelas dan dapat

dihubungkan dengan faktor genetik dan pengaruh hormonal. Pada usia

gestasi minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan genital, pada

minggu ke VII terjadi agenesis pada mesoderm sehingga genital tubercel

tidak terbentuk, bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenital

maka akan timbul hipospedia.


16

Perkembangan uretra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu

dan selesai dalam 15 minggu, uretra terbentuk dari penyatuan lipatan

uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari

kanalisasi furikulus eksoderm yang tumbuh melalui glands untuk

menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu.

Hipospadia terjadi bila penyatuan digaris tengah lipatan uretra

tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis.

Derajat kelainan letak ini antara lain seperti pada glandular (letak meatus

yang salah pada glands), Korona (pada Sulkus Korona), penis

(disepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis

dan skrotum) dan perineal (pada perinium) prepusium tidak ada pada sisi

ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal gland.

Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai Chordee, pada sisi

ventral menyebabkan kurvatura (lingkungan) ventral dari penis. Pada

orang dewasa, chordec tersebut akan menghalangi hubungan seksual,

infertilisasi (Hipospadia penoskrotal) atau (perineal) menyebabkan

stenosis meatus sehingga mengalami kesulitan dalam mengatur aliran

urine dan sering terjadi Kriotorkidisme. (Suriadi, 2006)


17

Pathway

Malformasi Kongenital

Hipospadia

Glandular Distal Penil Penil Penoskrotal Skrotal Perineal


Pengelolaan

Pembedahan Kombinasi
Eksisi chordee Pembedahan
Uretroplasty Radio Diagnosis

Proses Pembedahan Efek Anestesi Pemasangan Kateter

Kecemasan Nyeri Hipersalivasi Gangguan Resiko


Aktivitas Infeksi
Gangguan Penumpukan sekret
Rasa Nyaman
Obstruksi Jalan Nafas

Inefektif bersihan jalan nafas

Bagan 1.1 Pathway Hipospadia

Sumber: Price, S.A & Wilkson,M.I, 2006; Suriadi &Rita, 2006)


18

3. Manifestasi Klinik

Gejala hipospadia, antara lain: lubang penis tidak terdapat diujung

penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis, penis melengkung

kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada

kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk. ( Muslihatum,

2010).

Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung

kearah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini

disebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa yang

menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glands penis.

Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimenter dari uretra, korpus

spongiosum dan tunika dartos. Walaupun adanya chordee adalah salah

satu ciri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa

tidak semua hipospadia memiliki chordee.

Tanda dan gejala lainnya:

a. Terbukanya uretra pada saat lahir, posisi ventral atau dorsal

b. Adanya chordee (penis melengkung kebawah) dengan atau tanpa

ereksi

c. Adanya lekukan pada ujung penis

d. Meatus uretra ventral, biasanya pada glands penis namun dapat

berada pada batang penis atau perineum.

e. Kulit yang bercelah, akibat gagal menyatu. ( Lissauer, 2008)


19

Gambaran klinis Hipospadia:

a. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan

posisi berdiri

b. Chordee ( melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia

c. Hernia inguinalis ( testis tidak turun ) dapat menyertai hipospadia

(Corwin, 2009)

d. Lokasi meatus urin yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir

(Muscari, 2007)

Manifestasi klinis hipospadia post uretroplasty menurut Speer,2007

a. Pembengkakan pada penis

b. Perdarahan pada sisi perdarahan

c. Luka post operasi

d. Gelisah

4. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru

lahir. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan

pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromosom.

(Corwin, 2009 )

a. Rongen
20

b. USG sistem perkemihan

Prinsip ultrasonografi adalah menangkap gelombang bunyi

ultra yang dipantulkan oleh organ-organ yang berbeda kepadatannya,

ultrasonografi banyak dipakai untuk mencari kelinan-kelainan pada

ginjal, buli-buli, prostat, testis dan pemeriksaan pada kasus

keganasan.

c. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan

kelainan kongenital ginjal

d. Kultur urin

5. Komplikasi

Komplikasi dari hipopasdia antara lain:

a. Dapat terjadi disfungi ejakulasi pada laki-laki dewasa. Apabila

chordee nya parah, maka penetrasi selama berhubungan intim tidak

dapat dilakukan (Corwin, 2009)

b. Pseudohermatroditisme ( keadaan yang ditandai dengan alat-alat

kelamin dalam satu jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri

seksual tertentu. ( Ramli, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005)

c. Psikis ( malu ) karena perubahan posisi BAK

d. Kesukaran saat behubungan, bila tidak segera dioperasi saat dewasa


21

Komplikasi pasca operasi yang terjadi:

a. Edema atau pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan

besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom atau

kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan

balutan ditekan selama 2 sampai 3 hari pasca operai.

b. Striktur, pada proksimal anatomis yang kemungkinan disebabkan

oleh angulasi dari anatomis

c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran

kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas

d. Fistula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan

digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi.

Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima

adalah 5-10%.

e. Residual chordee atau rekuren chordae, akibat dari chordee yang

tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi

atau pembentukan scar yang berlebihan di ventral penis walaupun

sangat jarang.

f. Divertikulum ( kantung abnormal yang menonjol keluar dari saluran

atau alat berongga). ( Ramli, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005),

terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar atau adanya

stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.


22

6. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah

merubah penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal

atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya kedepan dan dapat

melakukan coitus dengan normal.

a. Koreksi bedah mungkin perlu dilakukan sebelum usia anak 1 atau 2

tahun. Sirkumsisi harus dihindari pada bayi baru lahir agar kulup

dapat digunakan untuk perbaikan dimasa mendatang. ( Corwin,

2009)

b. Informasikan pada orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah

penting sehingga sirkumsisi dapat dihindari, kulit prepusium

digunakan untuk bedah perbaikan. ( Muscari, 2005)

c. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umum, yaitu:

a) Operasi pengelupasan chordae atau tunneling

Dilakukan pada saat usia anak 1 ½ - 2 tahun. Pada tahap

ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai

glands penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi

lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. untuk

melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan

intraoperatif dengan menyuntikkan Nacl 0,9 % kedalam korpus

kavernosum.

Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling

yaitu pembuatan uretra pada gland penis dan muaranya. Bahan


23

untuk menutup luka eksisi chordee dan pembuatan tunnelling

diambil dari preputium penis bagian dorsal. Oleh karena itu,

hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak untuk sirkumsisi.

b) Operasi Urethroplasti

Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama.

Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara

longitudinal paralel dikedua sisi. Beberapa tahun terakhir, sudah

diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap. Akan tetapi

operasi hanya dapat dilakukan pada hipopasdia tipe distal

dengan ukuran penis yang cukup besar. Operasi hipopasdia ini

sebaiknya sudah selesai dilakukan seluruhnya sebelum anak

masuk sekolah, karena dikhawatirkan akan timbul rasa malu

pada anak akibat merasa berbeda dengan teman-temannya.

Bayi yang menderita hipopasdia sebaiknya tidak disunat,

kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan.

Rangkaian pembedahan biasaya telah selesai dilakukan sebelum

anak masuk sekolah. Pada saat ini perbaikan hipopasdia

dianjurkan sebelum anak berumur 18 bulan.

Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam

pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa, mungkin

akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.

(Muslihatum, 2010)
24

Terapi untuk hipopasdia adalah dengan pembedahan,

untuk mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis.

Pembedahan biasanya tidak dijadwalkan sampai bayi berusia 1

sampai 2 tahun, ketika ukuran penis menyatakan sebagai ukuran

yang layak dioperasi. ( Speer, 2007 ).

Koreksi dengan pembedahan dilakukan pada usia 2

tahun sehingga meatus uretra berada pada ujung penis, ereksi

dapat lurus, dan penis terlihat normal. Pada sebagian besar kasus

hipospadia yang hanya mengenai glands penis, pembedahan

tidak diperlukan kecuali kadang-kadang untuk alasan kosmetik.

( Lissauer, 2008).

Gambar 1.4 Ureteroplasty

Sumber: International Workshop on Hypospadias Surgery. Germany : Medical

University Vienna, 2006


25

c) Cystostomi

Tindakan cystostomi dilakukan apabila penderita

hipospadia tidak dapat berkemih melalui uretra dan urin tidak

dapat keluar meskipun sudah dipasang kateter. Cystostomi

adalah prosedur operasi untuk membuka kantung kencing.

Menurut Martin (2007), cystostomi dilakukan terutama

untuk mengeluarkan kalkuli yang terdapat pada kantong kencing

dan uretra, tumor kandung kemih, terutama akibat kecelakaan,

atau tertusuk oleh benda runcing, untuk tujuan biopsi,

memperbaiki ureter ektopik dan kandung kemih pecah, dan

membantu dalam mendiagnosis untuk mengobati infeksi saluran

kencing.

Cystostomi permanen dapat dilakukan dalam kasus

atonia kandung kemih neurogenik atau kanker kandung kemih.


26

Gambar 1.5 Hypospadias Surgery

Sumber: Hadidi A, Azmy A (eds.) "Hypospadias Surgery, An illustrated guide"

(2004)

Komplikasi yang umum terjadi biasanya berupa pendarahan,

infeksi post operasi, keluarnya urin yang tidak dapat terkontrol, dan

dehisensi ( terbukanya luka kembali ). Secara keseluruhan komplikasi

jarang terjadi, akan tetapi komplikasi yang serius dapat menyebabkan

kematian sehingga diperlukan tindakan lebih lanjut.


27

C. Dianosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut NANDA, 2012-2014:

1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik

2. Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operatif

3. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan dengan

petunjuk aktivitas adekuat.

4. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif

D. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan Eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik

a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam,

diharapkan gangguan eliminasi urin teratasi, dengan kriteria hasil:

a) Pasien dapat berkemih

b) Kandung kemih kosong secar penuh

c) Urin berwarna kuning jernih

b. Intervensi dan Rasional

a) Kaji keluaran urin dan sistem kateterisasi atau drainase

Rasional: Kepatenan urin input output indikasi tidak terjadi

keabnormalan organ perkemihan.

b) Anjurkan pasien meningkatkan intake cairan sesuai indikasi

Rasional: Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan

dapat membantu lewatnya batu.

c) Periksa keadaan urin, catat adanya batu atau bekuan darah


28

Rasional: Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe dan

pemilihan terapi.

d) Sediakan perlak kasur

Rasional: Mengantisipasi bila terjadi ketidakmampuan dalam

menahan buang air kecil di toilet.

e) Monitor intake dan output

Rasional: Mempertahankan hidrasi yang adekuat.

f) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium

Rasional: Hal ini mengidentifikasi fungsi ginjal.

g) Jaga privasi untuk eliminasi

Rasional: Memberi kenyamanan saat akan eliminasi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operatif

a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam

diharapkan nyeri berkurang. Dengan kriteria hasil:

a) Pasien mengungkapkan nyeri berkurang

b) Wajah pasien rileks

c) Tanda-tanda vital dalam batas normal

b. Intervensi dan Rasional

a) Kaji lokasi, karakteristik, durasi , frekuensi, kualitas, intensitas,

dan faktor pencetus nyeri

Rasional: Membantu mengobservasi tingkat nyeri yang

dirasakan oleh pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.


29

b) Ajarkan teknik nonfarmakologik ( relaksasi )

Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurukan ketegangan otot,

dan meningkatkan koping.

c) Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Rasional: Analgetik merupakan cara farmakologi mengurangi

nyeri.

d) Berikan posisi nyaman

Rasional: Posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi.

3. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan dengan

petunjuk aktivitas adekuat.

a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam

diharapkan kesiapan dalam meningkatkan managemen regimen

terapeutik teratasi dengan kriteria hasil:

a) Ikut serta dalam perencanaan perawatan

b) Ikut serta dalam menyediakan perawatan

c) Menyediakan informasi yang relevan

d) Kolaborasi dalam melakukan latihan

e) Evaluasi keefektivan perawatan

b. Intervensi dan Rasional

a) Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu

Rasional: Pengetahuan tentang koping akan meningkat dengan

adanya kunjungan.
30

b) Bantu keluarga menemukan perawatan yang tepat

Rasional: Perawatan yang tepat dapat mempercepat

penyembuhan.

c) Identifikasi kebutuhan perawatan pasien dirumah dan

bagaimana pengaruh pada keluarga

Rasional: Pengetahuan keluarga sangat penting pengaruhnya

dalam perawatan di rumah.

d) Buat jadwal aktivitas perawatan pasien dirumah sesuai kondisi

Rasional: Perawatan menjadi terjadwal sesuai kondisi.

e) Ajarkan keluarga untuk menjaga dan selalu mengawasi pasien

Rasional: Pengawasan dan penjagaan dalam terapi pengobatan

dan menentukan intervensi yang tepat.

4. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif

a. Tujuan: Setelah dilkukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam

diharapkan resiko infeksi terkontrol, dengan kriteria hasil:

a) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko infeksi

b) Menjelaskan kembali tanda dan gejala yang mengidentifikasi

faktor resiko infeksi

c) Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko

d) Memonitor dan mengungkapkan status kesehatan

e) Suhu tubuh dalam batas normal

f) Sel darah putih tidak meningkat


31

b. Intervensi dan Rasional

a) Monitor adanya tanda-tanda infeksi

Rasional: Menentukan intervensi yang tepat serta memantau

keberhasilan intervensi.

b) Monitor keadaan balutan luka post operasi, daerah tusukan

infus, dan pemasangan kateter

Rasional: Kebersihan daerah luka meminimalkan resiko

terjadinya infeksi.

c) Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril

Rasional: Meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi.

d) Ajarkan cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien

Rasional: Pengetahuan yang baik tentang kebersihan tangan

akan meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi.


Tabel 2.6 Rencana Keperawatan

Diagnosa Gangguan Eliminasi Urin Berhubungan dengan Obstruksi Anatomik

Diagnosa Perencanaan
No. Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Kepatenan urin Tgl: 20-6-2016 Tgl: 20-6-2016
eliminasi urin tindakan kateterisasi input output Jam: 08.00 WIB Jam: 08.15 WIB
berhubungan keperawatan urin indikasi tidak Mengobservasi S: -
dengan obstruksi selama 3×24 jam terjadi drainase dan O: Jumlah urin 500cc
anatomik. diharapkan keabnormalan kateterisasi urin dari pukul 22.00 s/d
gangguan eliminasi organ 03.30, kateter no 10,
Ds: urin dapat teratasi. perkemihan keadaan bersih
1. Pasien Degan kriteria
mengatakan hasil: 2. Lakukan 2. Peningkatan
minum kurang 1. Kateter spoel kateter hidrasi membilas
lebih 1000 cc cystostomi setiap pagi bakteri, darah, Ainun Ainun
dalam sehari. lancar dan dapat
2. Pasien 2. Kandung membantu Jam: 08.20 WIB Jam: 08.30 WIB
mengatakan kemih kosong lewatnya batu Melakukan spoel S: Pasien mengatakan
keluaran urin secar penuh kateter cystostomi kateter cystostomi
kurang lancar. 3. Urin berwarna 3. Anjurkan 3. Memelihara dengan Nacl kurang lancar
kuning jernih pasien hidrasi dan O: Jumlah urin 500cc
Do: meningkatkan saluran urin dari pukul 22.00 s/d
1. Saat dilakukan intake cairan lancar 07.30, spoel Nacl
spoe kateter sesuai 10cc (masukan),
cystostomil: indikasi: keluaran 8cc, spoel
kurang lancar 2580cc/ 24 kurang lancar
2. Spoel dengan jam (+
Nacl (masukan: 1000cc)

45
10cc, keluaran:
8cc)
3. Jumlah urin 500
cc dari pukul Ainun Ainun
22.00 s/d 03.30
4. Warna urin Jam: 09.10 WIB Jam: 09.20 WIB
kuning jernih Memotivasi pasien S: Pasien mengatakan
untuk banyak sedang puasa, pasien
minum: 2580cc/ 24 mengatakan
jam ( +1000 cc ) biasanya minum 1
boto air mineral
1000cc/24 jam
O: Pasien dan ortu
nampak paham
dengan apa yang
dikatakn perawat

Ainun Ainun

Jam: 11.00 WIB


S: Pasien mengatakan
kateter ku rang
lancar

O: Jumlah urin 500cc


dari pukul 22.00 s/d
03.30 , warna
kuning jernih

46
A: Gangguan
eliminasi urin
teratasi sebagian

P:
1. Observasi kateter
2. Irigasi kandung
kemih
3. Anjurkan banyak
minum: 2580
cc/24 jam

Ainun

47
Tabel 2.7 Catatan Perkembangan

Diagnosa : Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik


Hari/ Tanggal : Selasa, 21 Juni 2016

No. SOAP Implementasi Evaluai


1. Jam: 06.45 WIB Jam: 07.00 WIB Jam: 07.10 WIB
Melakukan spoel kateter Cystostomidengan S: Pasien mengatakan spoel kateter susah dan
S: Nacl 0,9%, sebanyak 8cc tidak lancar
1. Pasien mengatakan spoel tidak O:
lancar 1. Spoel kateter cystostomi dengan Nacl,
2. Pasien mengatakan minum kurang masukan 8cc, keluaran 5 cc
lebih 900cc/ 24 jam 2. Jumlah urin 50 cc dari pukul 03.30
3. Pasien mengatakan puasa WIB, berwarna kuning

O:
1. Spoel kateter tidak lancar
2. Jumlah urin 50 cc dari pukul 03.30 Ainun Ainun
WIB
3. Warna kuning jernih Jam: 07.15 WIB Jam: 07.25 WIB
Memotivasi pasien untuk minum banyak: S:
A: Gangguan eliminasi urin teratasi 2580cc/ 24 jam 1. Ibu pasien mengatakan jika pasien
sebagian susah dan malas untuk minum.
2. Pasien mengatakan puasa, minum dari
P: Lanjutkan intervensi buka hingga sahur kurang lebih 900cc
1. Lakukan irigasi kateter O: Pasien dan keluarga nampak paham
2. Motivasi minumbanyak air putih

48
Ainun Ainun Ainun

Jam: 10.10 WIB


S: Pasien mengatakan mau minum air putih
banyak: +1000 cc
O: Jumlah urin 50cc dari pukul 03.30 WIB
berwarna kuning jernih

A: Gangguan eliminasi urin teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi
1. Lakukan irigasi kateter
2. Motivasi minum air putih banyak:
2580cc/24 jam

Ainun

49
Tabel 2.8 Catatan Perkembangan

Diagnosa : Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik

Hari/ tanggal : Rabu, 22 Juni 2016

No. SOAP Implementasi Evaluasi


2. Jam: 06.45 WIB Jam: 07.00 WIB Jam: 07.10 WIB
S: Melakukan spoel dengan Nacl S : Pasien mengatakan spoel macet
1. Pasien mengatakan kateter macet, urin O: Spoel kateter cystostomi dengan Nacl
tidak keluar 5cc masukan, spoel berat dan susah, tidak
2. Ibu pasien mengatakan anaknya lancar
minum 750ccc air putih dalam 12 jam
O:
1. Urin 10cc/ 12 jam
2. Warna kuning jernih Ainun Ainun

A: Gangguan elimunasi urin teratasi Jam: 07.15 WIB Jam: 07.25 WIB
sebagian Memberi motivasi pasien untuk banyak S: Pasien mengatakan mau untuk minum air
minum: 2580cc/ 24 jam putih banyak
P: Lanjutkan intervensi O: Pasien nampak paham dengan apa yang
1. Lakukan irigasi kandung kemih dikatakan perawat
2. Motivasi minum

Ainun Ainun

50
Jam: 07.35 WIB
S: -
Ainun O:
1. Urin berjumlah 10cc dari pukul
04.00 WIB, warna kuning jernih
2. Distensi kandung kemih ( - )

A: Gangguan eliminasi urin teratasi


sebagian

P: Lanjutkan intervensi
1. Mengantar pasien operasi Re
Uretroplasti

Ainun

51
Tabel 2.9 Rencana Keperawatan

Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat

Diagnosa Perencanaan
No. Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
2. Kesiapan dalam Setelah dilakukan 1. Bina hubungan 1. Dengan rasa Tgl: 20- 6-2016 Tgl: 20-6-2016
peningkatan tindakan saling percaya saling percaya, Jam: 06.40 WIB Jam: 07.00 WIB
managemen keperawatan klien dapat Membangun S: Pasien
terapeutik selama 3×24 jam mengungkapkan hubungan saling menyampaikan
berhubungan diharapkan perasaannya percaya: berkenalan namanya
dengan petunjuk kesiapan dalam sehingga akan dengan pasien O: Pasien mau diajak
aktivitas adekuat meningkatkan mempermudah komunikasi, pasien
managemen melakukan kooperatif
Ds: Pasien regimen terapeutik tindakan
mengatan ingin teratasi dengan keperawatan
segera sembuh kriteria hasil:
dan dioperasi 1. Ikut serta dalam 2. Dengarkan 2. Agar klien Ainun Ainun
perencanaan dengan aktif merasa
Do: Pasien nampak perawatan diperhatikan Jam: 07.10 WIB Jam: 07 20 WIB
mengungkapka 2. Ikut serta dalam Mendengarkan S: Pasien
n jika ingin menyediakan 3. Kaji kesiapan 3. Mengetahui dengan aktif mengatakan hari
perawatan menghadapi kesiapan pasien rabu tgl 22/6/2016
segera diopersi
3. Menyediakan opersi dalam akan melakukan
informasi yang menghadapi operasi Re
relevan operasi dan uretroplasti, karena
4. Kolaborasi mengurangi hasil operasi
dalam kecemasan sebelumnya
melakukan rembes.
latihan 4. Kolaborasi 4. Mengidentifikasi O: Pasien mau
5. Evaluasi pemeriksaan -kan adanya

52
keefektivan penunjang infeksi dan atau menceritakan
perawatan untuk mengikuti keadaannya secara
perkembangan terbuka
pengobatan yang
diprogramkan.

Ainun Ainun

Jam: 08.30 WIB Jam: 08.40 WIB


Mengkaji kesiapa S: Pasien
operasi pasien mengatakan sudah
siap untuk operasi,
karena sudah
pernah operasi 8x,
tapi pasien juga
sedikit khawatir
jika suatu saat
rembes lagi

O: Pasien nampak
sudah siap
menghadapi
operasi

Ainun Ainun
Jam: 09. 10 WIB
S: Pasien

53
mengatakan sudah
siap untuk operasi

O: Pasien nampak
sudah siap untuk
operasi tgl
22/6/2016

A: Kesiapan
meningkatkan
managemen
terapeutik teratasi
sebagian

P: lanjutkan
intervensi
1. Kaji kesiapan
menghadapi
operasi
2. Kolaborasi
pemeriksaan
penunjang
(laboratorium)

Ainun

54
Tabel 2.10 Catatan Perkembangan

Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat

Hari/ tanggal : Selasa, 21 Juni 2016

No. SOAP Implementasi Evaluasi


1. Jam: 06.45 WIB Jam: 07.10 WIB Jam: 07.20 WIB
S: Mengkaji kesiapan menghadapi operai S:
1. Pasien mengatakan tanggal 22 juni 1. Pasien mengatakan siap untuk
2016 jadi operasi menghadapi operasi
2. Pasien mengatakan sudah siap untuk 2. Pasien mengatakan akan mulai puasa
operasi pada pukul 24.00
O: Pasien nampak sudah siap menghadapi
O: operasi
1. Pasien akan operasi Re uretroplasti tgl
22/6/2016
2. Cek laboratorium: elektrolit, faal hati,
faal ginjal, dan kimia darah
Ainun Ainun
A: Kesiapan dalam peningkatan
managemen terapeutik teratasi sebagian Jam: 08.30 WIB Jam: 09.00 WIB
Mengelola pemeriksaan penunjang S: -
P: Lanjutkan intervensi (laboratorium) O:
1. kaji kesiapan menghadapi operasi 1. Darah vena diambil 5cc, untuk
2. kelola pemeriksaan penunjang pemeriksaan elektrolit, faal hati, faal
(laboratorium) ginjal, dan kimia darah

55
Ainun Ainun Ainun

Jam: 14.30 WIB


S: Pasien mengatakan sudah siap untuk
operasi.
O:
1. Re uretroplasty tgl 22 juni 2016
2. Hasil laboratorium: albumin: 4,63
g/dl, BUN: 9,70 mg/dl, Creatinin:
0,80 mg/dl, Natrium: 134 mmol/L,
Kalium: 3,90 mmol/L, Hemoglobin:
14,1 g/dl, lekosit: 8,08 10^3/µL,
Hematokrit: 42,5%.
A: Kesiapan dalam peningkatan managemen
terapeutik teratasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi
1. Kaji kesiapan operasi

Ainun

56
Tabel 2.11 Catatan Perkembangan

Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat

Hari/ tanggal : Rabu, 22 Juni 2016

No. SOAP Implementasi Evaluasi


2. Jam: 06.45 WIB Jam: 07.15 WIB Jam: 07.25 WIB
S: Mengkaji kesiapan operasi pasien S: Pasien mengatakan:
1. Pasien mengatakan deg-degan 1. Deg-degan
2. Pasien mengatakan sedikit takut 2. Agak takut
3. Pasien mengatakan puasa makan dari 3. Cemas
pukul 24.00, dan puasa minum dari O: Pasien nampak cemas dan gelisah
pukul 04.00
O:
1. Pasien nampak gelisah
2. Nadi 90 kali/menit Ainun Ainun
3. Terpasang infus Rl 20 tpm ditangan
kiri Jam: 07.30 WIB Jam: 07.40 WIB
A: Kesiapan meningkatkan regimen Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam S: Pasien mengatakan masih deg-degan
terapeutik teratasi sebagian O: Pasien mampu melakukan teknik
P: Lanjutkan intervensi relaksasi nafas dalam
1. Kaji kesiapan menghadapi operasi
2. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Ainun Ainun

57
Jam: 08.00 WIB
S: Pasien mengatakan berani masuk ke
Ainun ruang operasi tanpa ditemani orang tua

O:
1. Pasien nampak cemas
2. Pasien kooperatif, mau mengikuti
prosedur pre operasi: puasa

A: Kesiapan meningkatkan regimen


terapeutik teratasi

P: Hentikan intervensi

Ainun

58
Tabel 2.12 Rencana Keperawatan

Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif

Diagnosa Perencanaan
No. Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Membantu Tgl: 20-6- 2016 Tgl: 20-6-2016
dengan faktor tindakan TTV menentukan Jam: 08.00 WIB Jam: 08.10 WIB
resiko tindakan keperawatan selama adanya tanda- Mengukur TTV S: -
invasif 7×24 jam diharapkan tanda infeksi O: TD: 100/70 mmHg
resiko infeksi N: 84 kali/mnt
Ds: pasien terkontrol, dengan 2. Observasi 2. Mengetahui R: 18 kali/mnt
mengatakan: kriteria hasil: tanda-tanda lebih dini bila S: 36 oC
1. Pernah operasi 1. Tidak ada tanda- infeksi terjadi tanda- Nyeri: 0
8 kali tanda infeksi ( tanda infeksi
2. Bekas operasi kolor, dolor,
sebelumnya rubor, tumor, dan 3. Ajarkan 3. Meningkatkan
rembes fungsiolaesa) keluarga dan pengetahuan Ainun Ainun
3. 2. Suhu dalam batas pasien cuci pasien dan
Do: normal 36,0-37,5 tangan 6 keluarga tentang Jam: 08.20 WIB Jam: 08.30 WIB
o
1. Terdapat luka C langkah pencegahan Mengobservasi S: Pasien mengatakan
post operasi 3. Angka leukosit infeksi tanda-tanda infeksi perawatan luka 2
cystostomi di dalam batas hari sekali.
suprapubik normal 4,50- 4. Lakukan 4. Memutuskan O: Luka bersih, tidak
2. Keadaan luka 13,50 perawatan mata rantai ada pus, tidak
bersih, tidak ada 4. Hemoglobin luka dengan infeksi berbau, lebar 2 cm.
pus, tidak 12,0-15,0 Nacl
berbau
3. Angka leukosit 5. Anjurkan 5. Mencegah
10,18 keluarga penyebaran
Ainun Ainun

59
4. Diameter luka untuk cuci infeksi
kurang lebih 2 tangan Jam: 08.40 WIB Jam: 09.00 WIB
cm sebelum dan Melakukan S: -
5. Terpasang sesudah perawatan luka O: Luka bersih,
kateter kontak dengan Nacl diameter 2 cm,
cystostomi, dengan pasien perawatan luka
kateter no 10 dengan Nacl.
6. Suhu 36oC

Ainun Ainun

Jam: 09.10 WIB Jam: 09.20 WIB


Mengajarkan cuci S: Ibu pasien
tangan 6 langkah mengatakan mau
untuk cuci tangan 6
langkah
O: Keluarga pasien
dan pasien mampu
melakukan cuci
tangan 6 langkah.

Ainun Ainun

60
Jam: 10.00 WIB Jam: 10.10 WIB
Menganjurkan S: Keluarga paien
keluarga untuk cuci mengatakan mau
tangan untuk cuci tangan
O: Keluarga nampak
paham dan mau
untuk cuci tangan

Ainun Ainun

Jam: 10.30 WIB


S: Ibu pasien
mengatakan mau
belajar cuci tangan 6
langkah
O: Ibu pasien mampu
melakukan cuci
tangan 6 langkah
A: Resiko infeksi
terkontrol
P: Lanjutkan
intervensi
1. Observasi TTV
2. Observasi
tanda-tanda
infeksi
3. Lakukan
perawatan luka

61
Ainun

62
Tabel 2.13 Catatan Perkembangan

Diagnosa : Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif

Hari/ tanggal : Selasa, 21 Juni 2016

No. SOAP Implementasi Evaluasi


1. Jam: 06.45 WIB Jam: 07.10 WIB Jam: 08.10 WIB
S: Memotivasi pasien untuk mandi S: Pasien mengatakan sudah mandi dan
1. Pasien mengatakan belum mandi lebih segar
2. Pasien mengatakan bekas operasi O: pasien nampak lebih segar dan bersih
rembes di bagian skrotum dan penis

O:
1. Pasien nampak lusuh, kurang segar
2. Keadaan balutan bersih
3. Suhu 36,4oC Ainun Ainun
4. Terpasang kateter no 10 di suprapubik
5. Urin 50cc Jam: 08.20 WIB Jam: 08.30 WIB
Mengganti alat tenun S: -
A: Resiko infeksi terkontrol O: tempat tidur lebih rapi dan bersih

P: Lanjutkan intervensi
1. Motivasi mandi
2. Ganti alat tenun
3. Berikan pankes tentang pencegahan
Ainun Ainun
infeksi

63
Jam: 09.15 WIB Jam: 09.40 WIB
Memberikan penkes tentang pencegahan S: -
infeksi O:
Ainun 1. Pasien dan keluarga mampu
menyebutkan pengertian, penyebab,
dan cara pencegahan infeksi
2. Pasien dan keluarga mampu
mempraktikkan cuci tangan 6 langkah
3. Suhu: 36,4oC

Ainun Ainun

Jam: 10.30 WIB


S: pasien mengatakan bekas operasi rembes

O:
1. Pasien mampu menyebutkan
pengertian, penyebab, dan cara
pencegahan infeksi
2. Urin: 50cc
3. Suhu : 36,4oC

A: Reiko infeksi terkontrol

P: Lanjutkan intervensi
1. Motivasi agar rajin mandi
2. Kaji ttv
3. Lakukan perawatan luka

64
Ainun

65
Tabel 2.14 Catatan Perkembangan

Diagnosa : Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif

Hari/ tanggal : Rabu, 22 Juni 2016

No. SOAP Implementasi Evaluasi


2. Jam: 06.45 WIB Jam; 07.20 WIB Jam: 07.20 WIB
S: pasien mengatakan sudah mandi Mengobservasi TTV S: -
O: TD: 110/70 mmHg
O: N: 90 kali/menit
1. Pasien nampak bersih dan segar R: 20 kali/menit
2. Keadaan balutan bersih S: 36,2oC
3. Kateter no 10 Nyeri: 0
4. Jumlah urin 10 cc
5. Suhu 36,2oC
6. Kuku pendek dan bersih
Ainun Ainun
A: resiko infeksi terkontrol
Jam: 07.27 WIB Jam: 07.30 WIB
P: lanjutkan intervensi: Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan S: pasien dan keluarga mengatakan mau
1. Observasi TTV untuk cuci tagan
2. Anjurkan keluarga untuk cuci tangan O: Keluarga pasien dan pasien paham
dengan apa yang disampaikan perawat

66
Ainun Ainun Ainun

Jam: 07.35 WIB


S: Keluarga mengatakan mau untuk cuci
tangan
O:
1. Pasien nampak bersih dan segar
2. Terpasang infus Rl 20 tpm di tangan
kiri

A: Resiko infeksi terkontrol

P: lanjutkan intervensi
1. Observasi TTV
2. Anjurkan keluarga dan pasien untuk
cuci tangan

Ainun

67
Tabel 2.15 Rencana Keperwatan

Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi

Diagnosa Perencanaan
No. Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
4. Resiko jatuh Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengurangi Tgl: 20 Juni 2016 Tgl: 20 Juni 2016
dengan faktor tindakan pengecekan pergerakan Jam: 07.00 WIB Jam: 07.10 WIB
resiko periode keperawatan selama bel mudah pasien sehingga Melakukan S: -
pemulihan pasca masa perawatan, dijangkau menurunkan pengecekan bel O: bel berfungsi dengan
operasi diharapkan resiko resiko jatuh baik
jatuh terkontrol.
Ds: Pasien Dengan kriteria hasil: 2. Kunci roda 2. Mempertahan-
mengatakan 1) Pasien terbebas tempat tidur kan keamanan
sudah operasi dari cidera pasien Ainun Ainun
8 kali, terakhir 2) Pasien mampu
tgl 27/10/2015 menjelaskan 3. Posisikan 3. Meningkatkan Jam: 07.15 WIB Jam: 07.20 WIB
faktor risiko dari tempat tidur keamanan Melakukan S: -
Do: lingkungan atau pada posisi pasien pengecekan kunci O: roda tempat tidur
1. Usia perilaku personal terendah roda tempat tidur dalam posisi terkunci
pasien: 13 terhadap cidera
tahun 3) Mampu 4. Naikkan 4. Mencegah
2. Skor mengenali restrain resiko cidera
resiko perubahan status (jatuh dari bed)
Ainun Ainun
jatuh 8 kesehatan
(resiko (kelemahan dan 5. Berikan 5. Memberikan
Jam: 07.30 WIB Jam: 07.40 WIB
rendah) gangguan edukasi pengetahuan
Memposisikan S: -
3. Jenis muskuloskeletal) pasien dasar tentang
tempat tidur O: posisi tempat tidur
kelamin menjaga
dalam posisi rendah
laki-laki keamanan diri

68
Ainun Ainun

Jam: 08.00 WIB Jam: 08.10 WIB


Menaikkan restrain S:
1. Pasien mengatakan
tidak mau
menaikkan pasien
2. Pasien mengatakan
menaikkan restrain
jika tidur
O: Tempat tidur tidak
terpasang restrain

Ainun Ainun

Jam: 08.20 WIB Jam: 08.40 WIB


Menjaga lingkungan S: pasien mengatakan
tetap terang dan paham
lantai tidak licin O: pasien dan keluarga
nampak paham
dengan apa yang
disampaikan perawat

69
Ainun Ainun

Jam: 11.00 WIB


S: pasien mengatakan
menaikkan restrain
saat tidur.

O: pasien mau
menaikkan retrain
tempat tidur.

A: Resiko jatuh
terkontrol

P: Lanjutkan intervensi
1. Naikkan restrain
2. Jaga lingkungan

Ainun

70
Tabel 2.16 Catatan Perkembangan

Diagnosa : Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi

Hari/ tgl : Selasa, 21 Juni 2016

No. SOAP Implementasi Evaluasi


1. Jam: 06.45 WIB Jam: 07.00 WIB Jam 07.10 WIB
S: pasien mengatakan menaikkan restrain Menganjurkan untuk menaikkan restrain S: pasien mengatakan akan menaikkan
saat tidur malam (kadang-kadang) restrain saat istirahat
O: pasien nampak paham
O:
1. Skor resiko jatuh 8 ( resiko rendah)
2. Jenis kelamin laki-laki
3. Usia 13 tahun Ainun Ainun

A: Resiko jatuh terkontrol Jam: 07.10 WIB Jam: 07.20 WIB


Memotivasi keluarga untuk menjaga S: Keluarga mengatakan paham
P: L anjutkan intervensi lingkungan tetap bersih dan aman ( menjaga O: Keluarga mengangguk tanda paham
1. Anjurkan untuk menaikkan restrain lantai tetap kering )
2. Berikan edukasi tentang resiko jatuh

Ainun Ainun
Jam: 08.00 WIB
Ainun S: keluarga pasien mengatakan akan
menaikkan restrain

71
O: keluarga pasien nampak paham dengan
apa yang disampaikan perawat

A: resiko jatuh terkontrol


P: Lanjutkan intervensi
1. Jaga lantai tetap kering

Ainun

72
BAB II

RESUME KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Hari / Tanggal : Senin, 20 Juni 2016

Jam : 07.30 WIB

Oleh : Ainun Nurul Aini

Tempat : Ruang Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito

Sumber Data : Pasien, Keluarga, Tim Kesehatan, Rekam Medis

Metode :Observasi, Wawancara, Pemeriksaan Fisik, Studi

Dokumen

1. Data Dasar

a. Identitas Pasien

Nama : An. L

Umur : 13 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Pelajar

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Tukangan

32
33

Diagnosa Medis : Hipospadia tipe perineal post ureteroplasti

post cystostomy

Tanggal Masuk : 08 Juni 2016

No RM : 01.07.XX.XX

b. Penanggung Jawab

Nama : Ny. S

Umur : 33 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Alamat : Tukangan

Hub. Dg Pasien : Orang Tua

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

c. Presipitasi

Faktor Kongenital

d. Predisposisi

Secara embriologis, disebabkan oleh kegagalan penutupan yang

sempurna pada bagian ventral lekuk uretra.


34

2. Data Fokus

a. Alasan Masuk RS

Pasien adalah penderita hipospadia pernah dioperasi 8 kali,

sekarang akan melakukan operasi yang ke-9. Karena bekas operasi

yang sebelumnya rembes di bagian skrotum dan penis. Rembesan

berupa urin.

b. Keluhan Utama

Pasien mengatakan ingin operasi karena operasi sebelumnya rembes

di skrotum dan penis. Rembesan berupa urin.

c. Riwayat penyakit

Pasien adalah penderita hipospadia tipe perineal. Pasien

pernah operasi 8 kali di Rs. Sardjito. Operasi pertama kali dilakukan

saat pasien berusia 1 hari. Saat usia 18 bulan pernah opname di Rs

Sardjito karena diare.


35

Genogram:

Keterangan:

= Laki-Laki

= Pasien

= Penderita DM

= Perempuan

= Garis keturunan

---------- = Tinggal bersama

d. Riwayat Kesehatan Sekarang

1. Eliminasi

a) Terpasang kateter Cystostomi di suprapubik kurang lebih

sudah 1 tahun, kateter no 10, kateter diganti setiap 2 minggu

sekali. Jumlah urin saat dikaji adalah 500 cc dari pukul

22.00 WIB s/d pukul 07.30 WIB, berwarna kuning jernih.


36

b) Saat dilakukan spoel kateter, aliran kurang lancar. Spoel

dilakukan dengan menggunakan Nacl (masukan: 10 cc,

keluran: kurang lebih 8 cc).

c) Bekas Uretroplasty rembes. Rembesan berupa urin.

2. Nutrisi atau Metabolik

a) Pasien mengatakan sehari minum air 1 botol ukuran 1500

ml tapi tidak sampai habis. Kurang lebih minum 1000 ml

dari pukul 17.30 WIB s/d pukul 03.30 WIB.

b) Jenis minuman: air putih, susu, dan teh

3. Pemeriksaan Fisik

a) Status Kesehatan Umum

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

E: 4 V:5 M:6

Skor GCS: 15

Keterangan :

Skor 14 – 15 : Compos Mentis

Skor 12 – 13 : Apatis

Skor 11 – 12 : Somnolent

Skor 8 – 10 : Sopor / Semi Coma

Skor < 5 : Coma


37

b) Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 84 kali/ menit

Suhu : 36,0 oC

Respirasi : 18 kali/ menit

Nyei : Skala 0

c) Status Gizi

Berat Badan : 54 kg

Tinggi Badan : 146 cm

IMT= BB/TB2 = 54/ 1,46×1,46 = 25,3

Klasifikasi IMT menurut WHO:

(1) Under Weight : <20

(2) Normal : 20-25

(3) Over Weight : 25-30

(4) Obesitas : >30

d) Abdomen

I : Simetris kanan dan kiri, terpasang kateter cystostomi

di suprapubik, kateter no 10, keadaan bersih, jumlah

urin 500 cc dari pukul 22.00 WIB s/d pukul 07.30 WIB,

urin berwarna kuning jernih

P : Nyeri tekan ( - ), Distensi ( - )


38

P : Timpani

A : Peristaltik usus 12 kali/menit

e) Anus dan Genetalia

(1) Terdapat fistel di skrotum dan penis

(2) Terdapat luka post op uretroplasti dari perineal hingga

penis

(3) Luka post operasi ureteroplasti rembes di bagian

skrotum dan penis. Rembesan berupa urin.

4. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 2.1 Pemeriksaan Laboratorium


Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

1. Faal Hati
Albumin 4,91 g/dL 3,97 – 4,94

2. Faal Ginjal
BUN 13,20 mg/dl 6,00 – 20,00
Creatinin 0,87 mg/dl 0,70 – 1,20

3. Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 136 – 145
Kalium 3,70 mmol/L 3,50 – 5,10
Klorida 102 mmol/L 98 – 107

4. Hemostasis
PPT 13,8 detik
12,3 – 15,3
Kontrol PPT 15,1
APTT 1,00 detik
0,90 – 1,10
Kontrol APTT 32, 3

5. Hepatitis Non Reaktif Non Reaktif


39

6. Darah Lengkap
Eritrosit 5,97 10^6/µL 4,00 – 5,40
Hemoglobin 14,7 g/dL 12,0 – 15,0
Hematokrit 43,6% 35,0 – 49,0
Lekosit 10,18 10^3/µL 4,50 – 13,50

Tes laboratorium pada: 13 Juni 2016

Tabel 2.2 Pemeriksaan Laboratorium


Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

1. Faal Hati
Albumin 4,63 g/dl 3,97 – 4,97

2. Faal Ginjal
BUN 9,70mg/dl 6,00 – 20,00
Creatinin 0,80 mg/dl 0,70 – 1,20

3. Elektrolit
Natrium 134 mmol/L 136-145
Kalium 3,90 mmol/L 3,50 – 5,10
Klorida 99 mmol/L 98 - 107

4. Hemostasis
PPT 14,7 detik
12,3 – 15,3
Kontrol PPT 13,7
INR 1,08
0,90 – 1,10
APTT 36,3 detik
27,9 – 37,0
Kontrol APTT 30,8

5. Darah lengkap
Eritrosit 5,80 10^6/µL 4,00 – 5,40
Hemolobin 14,1 g/dl 12,0 – 15,0
Hematokrit 42,5 % 35,0 – 49,0
Lekosit 8,08 10^3/µL 4,50 – 13,50
Netrofil 5,16 10^3/µL 2,20 – 4,80
Limfosit 2,40 10^3/µL 1,30 – 2,90
Monosit 0,42 10^3/µL 0,30 – 0,80

Tes Laboratorium pada: 21 Juni 2016


40

Tabel 2.3 Pengkajian resiko jatuh

TANGGAL
Parameter Kriteria Skor
20/06.16 21/06.16 22/06.16
Dibawah 3 tahun 4
3-7 tahun 3
Umur
8-13 tahun 2
>13 tahun 1 1 1 1
Jenis Laki-laki 2 2 2 2
kelamin Perempuan 1
Kelainan neurologi 4
Perubahan dalam
3
Diagnosis oksigenasi
Kelainan psikis/perilaku 2
Diagnosis lain 1 1 1 1
Tidak sadar terhadap
3
keterbatasan
Gangguan
Lupa keterbatasan 2
kognitif
Mengetahui kemampuan
1 1 1 1
diri
Riwayat jatuh dari tempat
4
tidur saat bayi-anak
Pasien menggunakan alat
Faktor 3
bantu/ box atau mebel
lingkungan Pasien berada ditempat
2 2 2 2
tidur
Diluar ruang rawat 1
Respon Dalam 24 jam 3
terhadap Dalam 48 jam riwayat
2
operasi/ obat jatuh
penenang/
>48 jam 1 1 1 1
efek anestesi
Bermacam-macam obat
yang digunakan: obat
sedatif ( kecuali pasien
ICU yang menggunakan 3
Penggunaan sedasi dan paralisis ),
obat Hipnotik, Barbiturat,
Fenotiazin,dll.
Salah satu dari
2
pengobatan diatas
Pengobatan lain 1 1 1 1
Total Skor 9 9 9
RR: Resiko Rendah (7-11), RT: Resiko Tinggi
RT RT RT
(>12)
41

Intervensi pencegahan resiko jatuh ( beri tanda √ )

1. Pengecekan BEL mudah dijangkau   


2. Roda tempat tidur berada pada
  
posisi terkunci
Resiko 3. Posisikan tempat tidur pada posisi
  
Rendah ( RR ) terendah
4. Naikkan pagar pengaman tempat
  
tidur
5. Berikan edukasi pada pasien   
1. Pasang tanda resiko jatuh segitiga
warna kuning pada tempat tidur - - -
pasien dan pintu
2. Lakukan intervensi jatuh standar - - -

3. Berikan edukasi pasien - - -


4. Strategi mencegah jatuh dengan
penilaian jatuh yang lebih detail
Resiko Tinggi
serta analisis cara berjalan sehingga
( RT ) - - -
dapat ditentukan intervensi
spesifik, seperti menggunakan
terapi fisik atau alat bantu jalan
5. Pasien ditempatkan dekat nurse
- - -
station
6. Handrail mudah dijangkau pasien
- - -
dan kokoh
7. Libatkan keluarga pasien untuk
- - -
selalu menunggu pasien
42

3. Pengelompokan Data

Tabel 2.4 Penegelompokan Data

Data Subjektif Data Objektif


Pasien mengatakan: 1. Terpasang kateter cystostomi di
1. Pernah operasi 8 kali suprapubik, kateter no 10
2. Bekas operasi rembes di bagian 2. Keadaan luka, bersih tidak terdapat
skrotum dan penis pus, tidak bau
3. Urin keluar kurang lancar 3. Angka leukosit
4. Minum kurang lebih 1000 cc dari Tgl 21 juni 2016 : 8,08 10^3/µL
pukul 17.30 hingga pukul 03.30 WIB. 4. Usia pasien 13 tahun
5. Skor resiko jatuh: 8 (resiko rendah)
6. Saat dilakukan spoel kateter, kateter
kurang lancar
7. Post op uretroplasty rembes, rembesan
berupa urin
8. TTV:
TD: 100/70 mmHg
N: 84 kali/menit
R; 18 kali/menit
S: 36oC
Nyeri: skala 0
9. Jumlah urin 500 cc dari pukul 22.00
WIB s/d 03.30 WIB
43

4. Analisa Data

Tabel 2.5 Analisa Data

Data Problem Etiologi


Ds: pasien mengatakan:
1. Pernah operasi 8 kali
2. Bekas post op rembes,
rembesan berupa urin
Do:
a) Terpasang kateter
cystostomi di
suprapubik, kateter no
10 Resiko infeksi Tindakan invasif
b) Keadaan luka: bersih,
tidak berbau, tidak
terdapat pus
c) Al: 8,08 10^3/µL pada
21/6/16
d) Diameter luka 2 cm
e) Suhu; 36oC

Ds:
1. Pasien mengatakan
minum 1000cc/ hari
2. Pasien mengatakan
keluaran urin dari
kateter kurang lancar
Do:
1. Saat dilakukan spoel
kateter cystostomi:
Obstruksi anatomik
kateter kurang lancar Gangguan eliminasi urin
2. Spoel dengan Nacl
(masukan: 10cc,
keluaran: 8cc)
3. Jumlah urin 500 cc
dari pukul 22.00 WIB
s/d 03.30 WIB
4. Warna urin kuning
jernih
Ds:
1. Pasien mengatakan
sudah pernah operasi,
operasi terakhir
tanggal 27/10/15 Periode pemulihan pasca
Resiko jatuh
Do: operasi
1. Usia 13 tahun
2. Skor resiko jatuh 8
(resiko redah)
44

Ds: Pasien mengatan ingin


segera sembuh dan
dioperasi
Kesiapan meningkatkan
Do: Pasien nampak managemen terapeutik Petunjuk aktivitas
mengungkapkan jika ingin adekuat
segera dioperasi

B. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obtruksi anatomik ( Spoel

kateter cystostomi kurang lancar, Spoel dengan Nacl: masukan: 10cc,

keluaran: 8cc)

b. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan dengan

petunjuk aktivitas adekuat (mengungkapkan jika ingin segera dioperasi,

dan ingin segera sembuh)

c. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif (Terpasang kateter

cystostomi di suprapubik, Bekas post op rembes, rembesan berupa urin)

3. Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi (Usia

13 tahun, Skor resiko jatuh 8 atau resiko redah)


BAB III

PEMBAHASAN

Asuhan keperawatan pada An. L dengan Hipospadia Tipe Perineal Post

Cystostomi Post Uretroplasty di Ruang Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta,

telah dilakukan pada tanggal 20 s/d 22 Juni 2016 dengan menggunakan proses

keperawatan yang dimulai dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,

dan dokumentasi.

Pembahasan ini dilakukan dengan melihat adanya kesenjangan antara

kasus yang nyata dengan teori, dan hambatan-hambatan pada pelaksanaan asuhan

keperawatan. Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk membandingkan dan

membahas antara teori.

A. Proses Keperawatan

Secara umum dapat dikatakan bahwa proses keperawatan adalah

metode pengorganisasian yang sistematis, dalam melakuan asuhan

keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat yang berfokus pada

identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien terhadap penyakitnya

(Tarwoto & Wartonah, 2010)

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Pada tahap

pengkajian, semua data dikumpulkan secara sistematis untuk menentukan

status kesehatan pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara

komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun

73
74

spiritual pasien. Tujuan dari pengkajian adalah mengumpulkan informasi

dan membuat data dasar pasien ( Asmadi, 2008 ).

Metode yang digunakan saat pengkajian adalah observasi,

wawancara, pemeriksaan fisik, dan studi dokumen. Media dan alat yang

digunakan berupa: tensimeter, stetoskop, arloji, alat tulis, dan

thermometer. Data yang didapatkan berasal dari pasien, keluarga, tim

kesehatan, dan dari rekam medis pasien.

Pada tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami hambatan

yang begitu berarti karena keluarga dan pasien kelolaan sangat kooperatif

sehingga memudahkan penulis dalam proses pengkajian untuk

mendapatkan data bio, psiko, sosio dan spiritual secara menyeluruh.

Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan pada tanggal 20

Juni 2016 pada An. “L” dengan Hipospadia Tipe Perineal Post

Uretroplasty Post Cystostomi di Ruang Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta, didapatkan data yang sesuai teori dan adanya kesenjangan

dengan teori tidak ditemukan pada kasus.

Data- data yang sesuai dengan teori dan ada pada kasus antara lain:

a. Terpasang Dower Cateter

Pasien terpasang DC pada suprapubik sejak 1 tahun yang

lalu, tapi setiap 2 minggu sekali kateter di ganti. Pasien dipasang

Dower Cateter untuk menghasilkan drainase pascaoperatif pada

kandung kemih dan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi.


75

Pasien sedang dalam program Re ureteroplasti, karena operasi

ureteroplasti tanggal 27 Oktober 2015 rembes di bagian skrotum dan

penis, oleh karena itu dilakukan pemasangan DC untuk memudahkan

pasien dalam berkemih.

Penggunaan kateter pada operasi uretroplasti pasien

hipospadia dianggap perlu untuk memungkinkan penyembuhan

jahitan sehingga dapat menjadi kedap air. Sebuah kateter juga

membantu untuk imobilisasi dan mengeringkan neouretra. Ada

beberapa dasar ilmiah yang berkaitan dengan pemakaian kateter

uretra. Walaupun kateter bisa menjadi sumber infeksi dan

meningkatkan morbiditas karena nyeri dan spasme pada buli-buli,

yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi urine melalui sela

kateter, namun kateter uretra juga memiliki keuntungan dalam

pencegahan retensio urine, sebagai tampon perdarahan dan

mencegah terjadinya disuria pada saat miksi. Selain itu kateter juga

berperan sebagai splint, sehingga reepitelisasi menjadi lebih baik.

Kateter suprapubik juga bisa digunakan pada operasi

uretroplasti sebagai pengganti kateter uretra. Penelitian yang

dilakukan di RSUD Dr. Soetomo menyatakan bahwa kejadian fistula

uretrokutaneus tidak ada perbedaan pada penggunaan kateter uretra

dan kateter suprapubik terhadap terjadinya fistula uretrokutan setelah

operasi hipospadia. Angka kejadian fistula uretrokutan hampir sama

antara kedua kelompok pasien hipospadia. Penggunaan feeding tube


76

sebagai kateter memberikan diversi urin lebih efektif dari pada

penggunaan kateter suprapubik, karena penggunaan kateter

suprapubik pada uretroplasti mempunyai resiko bocornya urin disisi

stent yang mengakibatkan kontaminasi luka akibat penyumbatan

kateter suprapubik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Snodgrass

melaporkan bahwa angka kejadian stenosis uretra berkurang di JOM

FK Volume1 NO. 2 Oktober 2015 bawah 1% pada pasien hipospadia

pasca uretroplasti yang menggunakan feeding tube (NGT).

b. Luka post operasi Uretroplasty.

Luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan

tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga

dapat menggangu aktivitas sehari-hari (Alimun, 2009)

Uretroplasty adalah tindakan membuat saluran kencing

sehingga lubang kencing berada diujung penis (Suriadi 2007)

Data ini ditemukan pada kasus karena pada saat dilakukan

pengkajian, pasien telah dilakukan operasi uretroplasty pada tanggal

27 Oktober 2015 dari tindakan tersebut maka terbentuklah luka post

operasi Uretroplasty.

c. Luka post operasi Cystostomi

Cystotomy adalah prosedur operasi untuk membuka kantong

kencing. Cystotomy dilakukan terutama untuk mengeluarkan kalkuli

yang ada pada kantong kencing dan uretra, tumor kandung kemih,

trauma akibat kecelakaan atau tertusuk oleh benda runcing, untuk


77

tujuan biopsy, memperbaiki ureter ektopik dan kandung kemih

pecah, dan membantu dalam diagnosis untuk mengobati infeksi

saluran kencing. Sebelum dilakukan cystotomy perlu evaluasi

kondisi umum pasien dan adanya tanda-tanda uremia, oleh karena itu

terapi cairan sangat perlu diberikan untuk menunjang status pasien

(Martin, 2007).

d. Resiko Jatuh

Risiko jatuh adalah pasien yang beresiko untuk jatuh yang

umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisiologis

yang dapat berakibat cidera (Speer, 2007).

Faktor-faktor ekstrinsik terjadinya resiko jatuh antara lain

adalah lingkungan yang tidak mendukung meliputi cahaya ruangan

yang kurang terang, lantai yang licin, tempat berpegangan yang tidak

kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah, tempat tidur, atau

WC yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan

alat-alat bantu berjalan (Speer, 2007)

Faktor intrinsik resiko jatuh antara lain adalah gangguan

muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan,

kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu

kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh

berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah,

penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing (Speer,

2007).
78

Data yang ada didalam teori tetapi tidak muncul pada kasus :

a. Nyeri

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi sesorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang

pernah mengalaminya (Tamsuri,2007).

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila sesorang

pernah mengalaminya (2007).

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang

aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan

sedemikian rupa, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas

ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

diprediksi dan berlangsung <6 bulan (NANDA, 2016)

b. Hambatan mobilitas

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada

pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara

mandiri dan terarah menurut (NANDA, 2016)

c. Kegelisahan

Data ini muncul pada teori karena stress lingkungan atau

hospitalisasi, ancaman nyata, hasil prosedur pembedahan yang tidak

dapat di prediksikan, anastesi umum, hasil pembedahan yang belum

bisa diprediksikan akibatnya (Speer, 2007)


79

Tapi data ini tidak muncul pada kasus karena keluarga pasien

sudah dibekali penjelasannya dan informasi dari dokter yang

menangani pasien.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang

menggambarkan respon manusia dari individu atau sekelompok ketika

perawat secara legal mengidentifikasi dan dapat memberikan intervensi

secara pasti intuk menjaga status kesehatan atau mengurangi,

menyingkirkan atau mencegah perubahan (Rohmah, 2010).

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon

individu, keluarga, atau komunitas, terhadap masalah kesehatan yang

aktual dan potensial, atau proses kehidupan (NANDA International,

2007 ).

Menurut Rohmah (2010), penentuan prioritas diagnosa diurutkan

sesuai dengan keadaan dan kebutuhan utama pasien. Menentukan

prioritas diagnosa keperawatan dapat dengan prioritas menurut Hierarki

Maslow dan tingkat kegawatan pasien. Prioritas diagnosa keperawatan

dapat ditentukan berdasarkan tingkat kegawatan, yaitu :

a. Keadaan yang mengancam kehidupan.

b. Keadaan yang tidak gawat dan tidak mengancam kehidupan

c. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan ( mengancam perilaku)


80

Menurut Tartowo dan Wartonah (2010), rumusan diagnosa

keperawatan mengandung tiga komponen utama yaitu :

P : Problem adalah pernyataan singkat yang menunjukkan masalah

aktual dan resiko kesehatan.

E : Etiologi adalah ungkapan singkat tentang kemungkinan penyebab

risiko pada masalah aktual/masalah risiko pasien.

S : Sign atau Sympthom adalah pernyataan khusus tentang perilaku

reaksi pasien sesuai dengan keadaan pasien terhadap masalah tindakan

keperawatan dan managemennya.

Bersadarkan analisa data pada kasus, penulis menegakkan 4

diagnosa keperawatan pada pasien sesuai prioritas masalah berdasarkan

kebutuhan Hierarki Maslow yaitu :

a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik

b. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan

dengan petunjuk aktivitas adekuat

c. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif

d. Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi


81

Diagnosa yang muncul pada kasus dan sesuai dengan teori sebagai

berikut :

a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik

Gangguan eliminasi urine adalah keadaan dimana seorang

individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi

urine. Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa

metabolisme tubuh. Pembuangan dapat melalui urine atau bowel.

(Tarwoto&Wartonah, 2010).

Diagnosa ini muncul karena dari pengkajian diperoleh data antara

lain :

DS:

1) Pasien mengatakan minum 1000cc/ hari

2) Pasien mengatakan keluaran urin dari kateter kurang lancar

DO:

1) Saat dilakukan spoel kateter cystostomi: kateter kurang

lancar

2) Spoel dengan Nacl (masukan: 10cc, keluaran: 8cc)

3) Jumlah urin 500 cc dari pukul 22.00 WIB s/d 03.30 WIB

4) Warna urin kuning jernih

b. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan

dengan petunjuk aktivitas adekuat

Kesiapan dalam meningkatkan managemen terapeutik

merupakan suatu pola pengaturan dan pengintegrasian kedalam


82

kehidupan sehari-hari suatu regimen terapeutik untuk pengobatan

penyakit dan sekuelnya yang cukup untuk memenuhi tujuan terkait

kesehatan dan dapat ditingkatkan. ( NANDA, 2012-2014 )

Diagnosa ini muncul karena dari pengkajian diperoleh data antara

lain :

DS: Pasien mengatan ingin segera sembuh dan dioperasi

DO: Pasien nampak mengungkapkan jika ingin segera dioperasi

c. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif

Resiko infeksi adalah keadaan dimana seseorang mengalami

invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu

kesehatan (Nanda, 2015).

Diagnosa ini muncul karena dari pengkajian diperoleh data antara

lain :

DS: Pasien mengatakan:

1) Pernah operasi 8 kali

2) Bekas post op rembes, rembesan berupa urin

DO:

1) Terpasang kateter cystostomi di suprapubik, kateter no 10

2) Keadaan luka: bersih, tidak berbau, tidak terdapat pus

3) Al: 8,08 10^3/µL pada 21/6/16

4) Diameter luka 2 cm

5) Suhu: 36 oC
83

d. Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi

Risiko jatuh adalah pasien yang beresiko untuk jatuh yang

umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisiologis

yang dapat berakibat cidera (Speer, 2007).

Diagnosa ini muncul karena dari pengkajian diperoleh data antara

lain :

DS: Pasien mengatakan sudah pernah operasi, operasi terakhir

tanggal 27/10/15

Do:

1. Usia 13 tahun

2. Skor resiko jatuh 8 (resiko redah)

Diagnosa keperawatan yang muncul pada teori, tetapi tidak muncul

pada kasus

a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik

Nyeri akut ialah pengalaman sensori yang tidak

menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara

aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan

adanya kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan

(Asosiasi Studi Nyeri Internasional) : serangan mendadak atau pelan

intensitasnya ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan

akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.
84

Pengalaman nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap

persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Karena

setiap orang belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya. Jika

sebelumnya seseorang pernah mengalami nyeri tanpa adanya

pertolongan, maka nyeri yang dirasakannya saat ini akan

dipandangnya sebagai suatu kecemasan dan ketakutan. Dengan kata

lain, jika pengalaman nyeri sebelumnya dapat diterima dengan

koping yang baik, maka individu tersebut mungkin dapat lebih baik

mempersiapkan dirinya dengan peristiwa nyeri yang lain. (Potter &

Perry, 2009)

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar (

post op ureteroplasti )

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam

melakukan kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada bagian

tubuh atau satu atau lebih pada extremitas ( Speer, 2007 )

Diagnosa ini tidak muncul pada pasien karena data yang

mendukung diagnosa hambatan mobilitas fisik sudah terpenuhi,

pasien tidak cemas, pasien mampu secara mandiri bergerak bebas,

pasien menjalani operasi terakhir tanggal 27 Oktober 2015, dan baru

menjalani operasi kembali pada tanggal 22 Juni 2016.


85

c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus

berlebihan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan ketidak-

mampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas

untuk mempertahankan jalan napas. (Potter & Perry, 2009)

Diagnosa ini tidak muncul pada pasien karena data yang

mendukung diagnosa ini tidak ada, pasien dalam keadaan baik dan

tidak terpengaruh oleh anestesi jenis apapun.

3) Perencanaan Keperawatan

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah

diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan

menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara

menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien. ( Rohmah, 2010 )

Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai

intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan

atau mengurangi masalah-masalah pasien (Hidayat, 2007).

Menurut Asmadi (2008), tahap perencanaan dapat disebut sebagai

inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan

keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang dicapai, hal yang

akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan

melakukan tindakan keperawatan.


86

Langkah – langkah menentukan perencanaan :

a. Menentukan prioritas masalah

Menentukan prioritas masalah sesuai masalah pasien yang

harus teratasi terlebih dahulu dan menurut Hirarki Maslow serta

masalah yang paling membahayakan jika tidak diatasi.

b. Menentukan tujuan dan kriteria hasil menurut Hirarki Maslow harus

memenuhi kriteria SMART, yaitu :

S : Specific (berfokus pada pasien)

M : Measurable (dapat diukur, diobservasi)

A : Achievable ( dapat dicapai dengan jelas/ realistik)

R : Realistic ( ditentukan oleh perawat dan pasien)

T : Time limited (kontrak waktu)

c. Menentukan rencana tindakan

Rencana tinkakan harus mempunyai komponen waktu,

menggunakan kata kerja, fokus pada pertanyaan (5W+1H) dalam

penyusunan perencana tindakan harus mencakup ONEC :

O : Observation (mengobservasi)

N : Nursing treatment (tindakan keperawatan)

E : Health education (penyuluhan)

C : Colaboration (kolaborasi)
87

Rencana tindakan keperawatan yang penulis tegakkan antara lain :

a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam

diharapkan gangguan eliminasi urin dapat teratasi. Degan kriteria

hasil:

1) Pasien dapat berkemih

2) Kandung kemih kosong secar penuh

3) Urin berwarna kuning jernih

Rencana tindakan yang ada dalam teori dan ada dalam kasus :

1) Observasi kateterisasi urin

Kepatenan urin input output indikasi tidak terjadi

keabnormalan organ perkemihan.

2) Lakukan irigasi kandung kemih tiap pagi

Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan dapat

membantu lewatnya batu.

3) Anjurkan pasien meningkatkan intake cairan sesuai indikasi

Memenuhi kebutuhan cairan pasien.


88

b. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan

dengan petunjuk aktivitas adekuat

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam

diharapkan kesiapan dalam meningkatkan managemen regimen

terapeutik teratasi dengan kriteria hasil:

1) Ikut serta dalam perencanaan perawatan

2) Ikut serta dalam menyediakan perawatan

3) Menyediakan informasi yang relevan

4) Kolaborasi dalam melakukan latihan

5) Evaluasi keefektivan perawatan

Rencana tindakan yang ada dalam teori dan ada dalam kasus :

1) Bina hubungan saling percaya

2) Dengarkan dengan aktif

3) Kaji kesiapan menghadapi opersi

4) Kolaborasi pemeriksaan penunjang

c. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7×24 jam

diharapkan resiko infeksi terkontrol, dengan kriteria hasil:

1) Tidak ada tanda-tanda infeksi ( kolor, dolor, rubor, tumor, dan

fungsiolaesa)

2) Suhu dalam batas normal 36,0-37,5 oC


89

3) Angka leukosit dalam batas normal 4,50-13,50

4) Hemoglobin 12,0-15,0

Rencana tindakan yang ada dalam teori dan ada dalam kasus :

1) Observasi TTV

Membantu menentukan adanya tanda-tanda infeksi

2) Observasi tanda-tanda infeksi

Mengetahui lebih dini bila terjadi tanda-tanda infeksi

3) Ajarkan keluarga dan pasien cuci tangan 6 langkah

Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang

pencegahan infeksi

4) Lakukan perawatan luka dengan Nacl

Memutuskan mata rantai infeksi

5) Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan pasien

Mencegah penyebaran infeksi

d. Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama masa

perawatan, diharapkan resiko jatuh terkontrol. Dengan kriteria hasil:

1) Pasien terbebas dari cidera

2) Pasien mampu menjelaskan faktor risiko dari lingkungan atau

perilaku personal terhadap cidera


90

3) Mampu mengenali perubahan status kesehatan (kelemahan dan

gangguan muskuloskeletal)

Rencana tindakan yang ada dalam teori dan ada dalam kasus :

1) Lakukan pengecekan bel mudah dijangkau

2) Kunci roda tempat tidur

3) Posisikan tempat tidur pada posisi terendah

4) Naikkan restrain

5) Berikan edukasi pasien

4) Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi responpasien selama

dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru

(Rohmah,2010)

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan

rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan

guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azmadi,

2008)

Pelaksanaan merupakan tindakan yang dilaksanakan untuk

memecahkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan pasien. Dalam

pelaksanaan selalu berpegang pada tiga prinsip yaitu :


91

a. Independent : Suatu tindakan perawat yang dilaksanakan oleh

perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan

lainnya.

b. Interdependent : Tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan

yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya.

c. Dependent : Pelaksanaan perawatan yang dilaksanakan secara

kerjasama dengan tim kesehatan lain.

Dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai intervensi pada

An. L penulis bekerja sama dengan dengan perawat ruangan, pasien,

keluarga pasien, tenaga kesehatan yang lain, pembimbing, baik

dilapangan maupun akademi, dokter yang menangani pasien, juga tidak

lepas dari tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai sehingga

membantu terlaksananya rencana tindakan keperawatan yang ditetapkan.

Adapun pembahasan pelaksanaan dari masing-masing diagnosa

keperawatan adalah sebagai berikut :

a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik

1) Mengobservasi drainase dan kateterisasi urin

Saat mengobservasi drainase dan kateterisasi urin

didapatkan hasil Jumlah urin 500cc, kateter no 10, keadaan

bersih.
92

2) Melakukan spoel kateter dengan Nacl

Didapatkan hasil Jumlah urin 500cc, spoel Nacl 10cc

(masukan), keluaran 8cc, spoel kurang lancar.

3) Memotivasi pasien untuk banyak minum

Didapatkan hasil Pasien mengatakan sedang puasa,

pasien mengatakan biasanya minum 1 boto air mineral

1000cc/24 jam, Pasien dan ortu nampak paham dengan apa yang

dikatakn perawat.

b. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan

dengan petunjuk aktivitas adekuat

1) Membangun hubungan saling percaya: berkenalan dengan

pasien

Dari berkenalan dengan pasien didapatkan data pasien

menyampaikan namanya, pasien juga mau diajak komunikasi,

pasien kooperatif.

2) Mendengarkan dengan aktif

Didapatkan hasil pasien mengatakan hari rabu tgl

22/6/2016 akan melakukan operasi Re uretroplasti, karena hasil

operasi sebelumnya rembes, Pasien mau menceritakan

keadaannya secara terbuka.


93

3) Mengkaji kesiapan operasi pasien

Pasien mengatakan sudah siap untuk operasi, karena

sudah pernah operasi 8x, tapi pasien juga sedikit khawatir jika

suatu saat rembes lagi, Pasien nampak sudah siap menghadapi

operasi.

c. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif.

1) Mengukur tanda-tanda vital

Dari mengukur tanda-tanda vital, didapatkan data tanda-tanda

vital pasien sebagai berikut:

a) TD: 100/70 mmHg

b) N: 84 kali/mnt

c) R: 18 kali/mnt

d) S: 36 oC

e) Nyeri: skala 0

2) Mengobservasi tanda-tanda infeksi

Didapatkan hasil: pasien mengatakan perawatan luka 2

hari sekali. Luka bersih, tidak ada pus, tidak berbau, lebar 2 cm.

3) Melakukan perawatan luka dengan Nacl

Dari perawatan luka didapatkan hasil luka bersih,

diameter 2 cm, perawatan luka dengan Nacl.


94

4) Mengajarkan cuci tangan 6 langkah

Didapatkan data bahwa ibu pasien mau untuk cuci

tangan 6 langkah. Keluarga pasien dan pasien mampu

melakukan cuci tangan 6 langkah.

5) Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan

Didapatkan data bahwa keluarga paien mengatakan mau

untuk cuci tangan. Keluarga nampak paham dan mau untuk cuci

tangan.

d. Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi

1) Melakukan pengecekan bel

Saat melakukan pengecekan bel, didapatkan data bahwa

bel berfungsi dengan baik.

2) Melakukan pengecekan kunci roda tempat tidur

Saat melakukan pengecekan kunci roda tempat tidur,

didapatkan data bahwa roda tempat tidur dalam keadaan

terkunci.

3) Memposisikan tempat tidur

Saat memposisikan tempat tidur, keadaan tempat tidur

dalam posisi terendah.

4) Menaikkan restrain

Saat melakukan pengecekan restrain didapatkan data

bahwa restrain tempat tidur pasien tidak dinaikkan. Pasien


95

mengatakan tidak mau menaikkan restrain. Pasien juga

mengatakan menaikkan restrain jika tidur.

5) Menjaga lingkungan tetap terang dan lantai tidak licin

Didapatkan data bahwa pasien mengatakan paham,

pasien dan keluarga nampak paham dengan apa yang

disampaikan perawat untuk menjaga lingkungan tetap terang

dan lantai tidak licin.

Dalam melakukan tindakan keperawatan, penulis tidak

menemukan hambatan yang berarti, dikarenakan pasien dan keluarga

pasien kooperatif selama penulis melaksanakan tindakan keperawatan

dan pasien mau mengikuti prosedur rumah sakit.

5) Evaluasi

Evaluasi menurut Nikmatur Rohmah (2010) adalah penilaian

dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang

diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk :

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan

c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan

Penulis melakukan evaluasi keperawatan meliputi dua macam

evaluasi yaitu, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses


96

dilakukan dalam setiap kali melakukan tindakan. Evaluasi hasil

dilakukan setelah batasan waktu pelaksanaan selesai dan mengacu pada

kriteria hasil yang ditetapkan untuk melihat masalah tersebut teratasi dan

tidak terataasi.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada An. L dengan

Hipospadia Tipe Perineal Post Cystostomi Post Uretroplasty di Ruang

Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, ada 4 diagnosa keperawatan

yang muncul. Dari 4 diagnosa keperawatan yang muncul 3 masalah

teratasi, 1 masalah teratasi sebagian.

Diagnosa keperawatan yang evaluasi hasilnya tercapai sesuai

dengan perencanaan :

a. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan

dengan petunjuk aktivitas adekuat

Diagnosa ini dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1) Pasien mengatakan berani masuk keruang operasi tanpa

ditemani orang tua

2) Pasien kooperatif, mau mengikuti prosedur pre operasi: puasa

3) Pasien mengatakan mulai puasa makan pada pukul 24.00, dan

puasa minum pukul 04.00

4) Pasien kooperatif saat dilakukan pemeriksaan laboratorium

dengan sampel darah


97

b. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif

Diagnosa ini dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1) Tidak ada tanda-tanda infeksi ( kolor, dolor, rubor, tumor, dan

fungsiolaesa)

2) Suhu badan normal: 36,2 oC

3) Angka leukosit: 8,08 10^3/µL

4) Hemoglobin: 14,1 g/dl

c. Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi

Diagnosa ini dapat teratasi dengan kriteria hasil:

1) Pasien mengatakan akan menaikkan restrain saat istirahat

2) Pasien bebas dari cidera fisik

3) Keluarga pasien nampak paham dengan apa yang disampaikan

perawat untuk menjaga lingkungan tetap terang dan lantai tidak

licin

Adapun diagnosa keperawatan yang tujuan teratasi sebagian adalah :

a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik

Diagnosa ini teratasi dengan kriteria hasil :

1) Urin berwarna kuning jernih

2) Ditensi kandung kemih ( - )

3) Pasien mau meningkatkan asupan minum


98

Masalah yang belum teratasi:

1) Irigasi kandung kemih tidak lancar

2) Keluaran urin tidak sesuai intake

B. Dokumentasi

Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang

dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang

(Potter dan Perry, 2005).

Pendokumentasian yang dilakukan mengikuti setiap tahap dalam

proses keperawatan. Mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi mencantumkan jam, tanggal, tanda

tangan, and nama terang.

Dokumentasi yang penulis gunakan berorientasi pada masalah

keperawatan. Pada kasus ini penulis mendokumentasikan secara lengkap

sesuai tahap-tahap proses keperawatan antara lain :

1. Pengkajian

Pada tahap pengkajian penulis sudah mengkaji berdasarkan

biologis, psikosocial, dan spiritul dengan menggunakan metode

pengkajian yaitu wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi

dokumentasi yang akan muncul dalam data-data senjang setelah itu

dianalisa untuk mendapatkan masalah keperawatan yang ada pada pasien

dan muncul diagnosa.


99

2. Diagnosa Keperawatan

Penulis menuliskan analisa data dan urutan diagnosa keperawatan

berdasarkan prioritas masalah. Diagnosa dituliskan secara lengkap

dengan adanya unsur masalah (problem), penyebab (etiology), dan data

senjang (symptom).

3. Perencanaan

Pada tahap perencanaan penulis mendokumentasikan tujuan dari

rencana keperawatan yang meliputi karakterisik SMART, intervensi

keperawatan dengan karakteristik ONEK, dan rasional setiap intervensi

keperawatan yang disusun.

4. Pelaksanaan

Pada Implementasi, penulis mendokumentasikan semua tindakan

yang di lakukan pada pasien kelolaan dalam buku status pasien dan

dalam asuhan keperawatan yang di susun oleh penulis hal yang di

dokumentasikan: Tanggal, jam, jenis tindakan, nama dan paraf penulis.

5. Evaluasi

Pada evaluasi, yang di lakukan menulis terdiri atas evaluasi

proses dan evaluasi hasil. Dimana evaluasi di dokumentasikan dalam

bentuk pendokumentasian SOAP .

Pada pasien kelolaan telah dilakukan pendokumentasian secara

lengkap dengan mencantumkan tanggal, jam, respon pasien terhadap

tindakan keperawatan yang di lakukan, paraf dan nama terang pada

asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perawatan merupakan pelayanan yang diberikan oleh perawat

terhadap individu, keluarga, maupun masyarakat yang memiliki masalah

keperawatan. Pelayanan yang diberikan adalah upaya mencapai derajat

kesehatan semaksimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam

menjalankan kegiatan dibidang promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

dengan menggunakan proses keperawatan. Pelayanan asuhan keperawatan

yang dilaksanakan oleh tenaga keperawatan bekerjasama dengan petugas

kesehatan lainnya dalam rangka mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

Dengan demikian dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien

harus sesuai dengan standar kode etik keperawatan yang telah ditetapkan. (

Nikmatur Rohmah, 2010 )

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat

profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia ( biologis, psikologis,

sosial, dan spiritual ) yang dapat ditujukan kepada individu, keluarga, dan

masyarakat dalam rentang sehat sakit. ( Azis Aimul H, 2008 )

Perbaikan mutu asuhan keperawatan sangat memerlukan kepercayaan

masyarakat dan individu terhadap pelayanan keperawatan dirumah sakit. Hal

ini dibuktikan dengan tingkat kepuasan pasien dan keluarga, serta masyarakat

terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga,

100
101

serta masyarakat. Dengan mempertimbangkan keselamatan, kecepatan, serta

pemberian pelayanan, ketepatan pemberian pelayanan dan sikap sopan

santun, serta perawatan kebutuhan dasar manusia selama proses pemberian

asuhan keperawatan dirumah sakit. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan,

sikap profesional, dan keterampilan yang dimiliki perawat.

Selama melakukan asuhan keperawatan pada An. L dengan

hipospadia tipe perineal post uretroplasti post cystostomi diruang Cendana 4

IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito pada tanggal 20 s/d 22 Juni 2016, penulis

memperoleh berbagai hal dan modifikasi serta hal yang nyata mengenai

proses keperawatan pada pasien tersebut yang biasa digunakan sebagai acuan

untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dari awal pengkajian sampai

dengan evaluasi serta pendokumentasian, yaitu:

1. Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian secara holistik dan komprehensif

meliputi masalah biologis, psikologis, sosial, dan spiritual, agar dapat

menjadi langkah awal dalam memberikan asuhan keperawatan yang

berkualitas. Pengkajian awal dilakukan pada waktu pertama kali bertemu

dengan pasien dan dilanjutkan sesuai dengan kondisi pasien sehingga

penulis dapat melakukan pendekatan pada pasien untuk mengenal

masalah kesehatan yang ada serta dapat melakukan untuk merencanakan

intervensi selanjutnya.

Dalam melakukan pengkajian penulis tidak menemukan

hambatan yang berarti, karena pasien dan keluaga pasien sangat


102

kooperatif dan mudah diajak komunikasi. Pasien dan keluarga aktif

menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penulis. Pada saat pengkajian

ditemukan data bahwa pasien menderita hipospadia sejak lahir, pasien

pernah operasi 8 kali, operasi pertama kali dilakuan saat pasien berusia 1

hari, dan operasi terakhir kali pada 27 Oktober 2015, pasien

direncanakan operasi kembali pada taggal 22 Juni 2016. Saat dilakukan

pemeriksaan fisik ditemukan luka post operasi cystostomi serta terpasang

kateter di suprapubik. Jumlah urin yang tertampung saat dikaji adalah

500cc. Saat di lakukan spoel kateter, spoel kurang lancar. Pasien juga

mengatakan bahwa luka post operasi uretroplasti sebelumnya rembes di

bagian skroum dan penis. Saat pengkajian pada rekam medis pasien

ditemukan angka leukosit pasien 8,08 10^3/µL dan hemoglobin pasien

14,1 g/dl.

2. Diagnosa Keperawatan

Dalam merumuskan diagnosa dilakukan secara lengkap yang

meliputi problem, etiologi atau penyebab, dan data senjang. Dan

disesuaikan dengan masalah yang ada pada pasien. Dalam penyusunan

diagnosa keperawatan penulis memprioritaskan masalah keperawatan

berdasarkan tingkat kegawatan ( situasi yang mengancam kehidupan dan

tindakan yang dilakukan lebih dahulu ). Tetapi tidak lepas dari urutan

hierarki Maslow tentang kebutuhan dasar manusia serta tidak hanya

berfokus pada prioritas diagnosa keperawatan.


103

Dari data atau masalah yang ada pada pasien, penulis

menegakkan 4 diagnosa keperawatan sesuai prioritas masalah, yaitu:

a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obtruksi anatomik (

Spoel kateter cystostomi kurang lancar, Spoel dengan Nacl: masukan:

10cc, keluaran: 8cc)

b. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan

dengan petunjuk aktivitas adekuat (mengungkapkan jika ingin segera

dioperasi, dan ingin segera sembuh)

c. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif (Terpasang

kateter cystostomi di suprapubik, Bekas post op rembes, rembesan

berupa urin)

d. Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi

(Usia 13 tahun, Skor resiko jatuh 8 atau resiko redah)

3. Perencanaan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desai untuk

mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang

diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah

menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana

dokumentasi.

Dalam menyusun rencana, penulis mengingat dan

mempertimbangkan latar belakang pendidikan, kondisi pasien, kebutuhan

paien, dan keluarga pasien terutama dalam setiap menetapkan


104

penyuluhan kesehatan dalam rencana, penulis mempertimbangkan

tingkat pengetahuan pasien dan kemampuan pasien, sehingga penyuluhan

kesehatan tersebut nantinya bisa dimengerti pasien dan keluarga.

Perencanaan yang dibuat oleh penulis dimasukkan kedalam setiap

diagnosa sehingga pelaksanaannya bisa terorganisir.

Pada perencanaan penulis mencantumkan tujuan, kriteria hasil,

dan rencana tindakan. Perencanaan mengacu pada diagnosa keperawatan

yang muncul. Perencanaan yang ditetapkan telah mencakup prioritas

masalah dan tujuan berdasar kriteria SMART, yaitu Spesifik,

Measurable, Achivable, Rasional, dan Time Limited.

Pada intervensi juga sudah mencakup empat aspek yaitu,

Observasi (observasi tanda-tanda vital, observasi tanda-tanda infeksi,

observasi kateterisasi, observasi kesiapan menghadapi operasi, observasi

keluaran urin). Nursing Treatment ( motivasi pasien untuk meningkatkan

asupan minum, lakukan perawatan luka, ganti alat tenun. Edukasi, beri

penyuluhan kesehatan tentang pencegahan infeksi, ajarkan teknik cuci

tangan 6 langkah. Kolaborasi, kolaborasi pemeriksaan penunjang cek

darah lengkap untuk persiapan operasi. Serta rasional yang sesuai dengan

kondisi dan kemampuan pasien serta keluarga.

4. Pelaksanaan

Pada tahap ini merupakan pelaksanaan dari perencanaan

keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi


105

masalah dan kebutuhan pasien secara optimal. Dalam pelaksanaan

intervensi hendaknya dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan

dan didasarkan pada kebutuhan pasien. Pelaksanaan rencana keperawatan

ini bisa berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi dengan tim

kesehatan lain.

Sikap profesional perawat dan keramahtamahan dalam pemberian

asuhan keperawatan akan sangat mempengaruhi respon pasien.

Kelengkapan sarana dan prasarana ( fasilitas ), kerjasama yang baik

dengan pasien atau tim kesehatan lainnya juga akan sangat berpengaruh.

Keluasan pengetahuan dan keterampilan asuhan keperawatan.

Dalam pelaksanaan penulis tidak menemukan hambatan, karena

pasien dan keluarga sangat kooperatif dan mudah untuk diajak

komunikasi. Pasien dan keluarga menegrti tindakan yang akan

dilaksanakan perawat bertujuan untuk membantu, karena sebelum

melakukan tindakan perawat melakukan komunikasi pada pasien tentang

maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan.

5. Evaluasi

Penulis melakukan dua macam evaluasi, yaitu evaluasi proses dan

evaluasi hasil. Penulis tidak mengalami kesulitan dalam melakukan

evaluasi proses dan evaluasi hasil karena pasien dan keluarga kooperatif.

Setiap harinya dilakukan SOAP untuk mengetahui perkembangan pasien

atau mencapai tujuan. Tetapi selama melakukan evaluasi hasil tidak


106

semua kriteria hasil dapat dicapai. Hal ini dikarenakan dalam

menentukan kriteria hasil penulis memberi patokan atau kriteria waktu

untuk mencapai kriteria hasil tersebut dalam setiap diagnosa, sedangkan

dalam pelaksanaannya penulis hanya melakukan asuhan keperawatan

selama dilakukan perawatan. Sehingga ada beberapa diagnosa evaluasi

hasilnya belum sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan dalam tujuan.

Untuk evaluasi proses yang perlu dievaluasi adalah ketepatan

pada proses tindakan keperawatan dan respon pasien terhadap tindakan

yang diberikan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang telah

dilaksanakan dan mengacu pada tujuan.

Diagnosa keperawatan yang sudah teratasi:

a) Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan

dengan petunjuk aktivitas adekuat

b) Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif

c) Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi

Diagnosa keperawatan yang belum teratasi:

a) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik

6. Dokumentasi

Pendokumentasian asuhan keperawatan penulis lakukan setiap

akhir pelaksanaan tindakan. Dokumentasi keperawatan dapat digunakan

sebagai sarana komuikasi yang efektif antara tim kesehatan lain.


107

Pendokumentasian juga harus disertai dengan mencantumkan

nama terang, jam, tanggal pelaksanaan, dan tanda tangan perawat. Untuk

mendapatkan evaluasi dari hasil implementasi yang sesuai maka

pendokumentasian dilakukan pada setiap diagnosa keperawatan.

Pendokumentasian bertujuan untuk menilai perkembangan pasien,

serta sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat. Pendokumentasian

tahap proses keperawatan penulis dokumentasikan dalam status pasien

dan asuhan keperawatan yang penulis buat.

B. Saran

Sebagai seorang perawat pemula pastilah belum terlalu lancar dan

cekatan dalam keterampilan keperawatan, terutama dibagian keperawatan

anak, karena seorang anak itu unik dan istimewa. Tidak sedikit perawat

pemula yang menemui kendala dalam praktik keperawatan anak, diantaranya

yaitu dosis obat yang berbeda dari orang dewasa, takut disuntik, takut diinfus,

menangis dan menolak saat akan dilakukan tindakan, menolak untuk

komunikasi, dan lain-lain. Oleh karena itu, penulis ingin memberikan saran

agar seorang perawat pemula lebih meningkatkan:

1. Belajar komunikasi terapeutik, dimana komunikasi terapeutik ini

bermanfaat untuk membantu proses penyembuhan pasien, dan

mempermudah perawat dalam proses pendekatan terhadap pasien dan

keluarga.

2. Belajar bersama dokter untuk tindakan-tindakan medis seperti perawatan


108

luka, menjahit luka, dan mengangkat jahitan.

3. Belajar bersama perawat senior untuk tindakan-tindakan keperawatan

dan pendekatan terhadap pasien terutama pasien anak-anak.

4. Terutama untuk adik tingkat, sebaiknya saat praktik di laboratorium

kampus lakukan dengan sungguh-sungguh, karena sangat berguna

sebagai bekal saat akan ujian, praktik di laboratorium kampus juga sangat

membantu dalam mengasah kemampuan keperawatan sebelum terjun di

rumah sakit. Dan dapat mengenal apa dan bagaimana karakteristik dari

ruangan yang akan digunakan sehingga mengetahui kondisi dan tindakan

kepada pasien.

5. Kepada pembaca maupun adik-adik tingkat yang nantinya menemukan

kasus medis seperti didalam laporan ini dapat digunakan sebagai acuan

dalam penyusunan laporan. Dengan tetap melihat dan

mempertimbangkan keadaan pasien.

6. Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus selalu

melibatkan peran keluarga. Keluarga merupakan motivasi terpenting baik

untuk orang yang sedang sakit dan sumber informasi untuk perawat

dalam menyediakan perawatan.

7. Pendidikan kesehatan bagi pasien yang telah menjalani pembedahan

sangatlah penting. Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan

diantaranya yaitu: cara mencegah infeksi, cara perawatan luka dirumah,

teknik mengurangi nyeri, dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, Diah, dkk. 2008. BIOLOGI 2 untuk SMA / MA kelas XI. Jakarta:
Erlangga.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Ahmed T. Hadidi and Amir F.Azmy. 2004. Complications and Late Sequelae. In:
Hypospadias Surgery An Illustrated Guide. Springer-Verlag, Berlin
Heidelberg, New York. 23: 273-283.
Basuki B. Purnomo, 2007. Dasar-Dasar Urologi Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto
Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto
Corwin, Elizabeth. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dorland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC
Hadidi A, Azmy A (eds.) "Hypospadias Surgery, An illustrated guide" (2004),
Springer Verlag, Heidelberg, Germany, (second edition will be published in
2013)
Hadidi AT. 2006. Hypospadias Surgery. International Workshop on Hypospadias
Surgery. Germany : Medical University Vienna.
Heffiner, L. J. 2005. At a Glans Sistem Reproduksi Ed.2. Boston: EMS
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Tehnik Analisa
Data. Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika.
Lissauer, Tom.2008. At a Glance Neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selecta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Martin, Corole. 2007. Textbook of Veterinary SurgicalNursing. Elsivier
Muscari., Mary. E. 2007. Panduan belajar: Keperawatan Pediatrik Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Muslihatum, Wafi Nur.2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta;
Penerbit Fitramaya
Muttaqin Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif & Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2012-2014. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta.
EGC
Ramli, Ahmad & K.St. Pamoentjak.2005. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan
Rohmah, Nikmatur. 2010. Proses Keperawatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC
Snodgrass W. 1999. Does tubularized incised plate hypospadias repair create
neourethral strictures.162:115961.
Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta:
EGC.
Suriadi, Ria Yulita. 2006. Asuhan Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung
Seto
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi keempat. Jakarta : Salemba Medika
FORMAT PENGKAJIAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. PENGKAJIAN

Hari/ Tanggal : Senin, 20 Juni 2016

Jam : 07.30 WIB

Oleh : Ainun Nurul Aini

Tempat : Ruang Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito

Sumber Data : Pasien, Keluarga, Tim Kesehatan, Rekam Medis

Metode : Observasi, Wawancara, Pemeriksaan Fisik, Studi Dokumen

1. Data Dasar

a. Identitas Pasien

Nama : An. L

Umur : 13 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Pelajar

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Tukangan
Diagnosa Medis : Hipospadia tipe perineal post ureteroplasti post

cystostomy

Tanggal Masuk : 08 Juni 2016

No RM : 01.07.XX.XX

b. Penanggung Jawab

Nama : Ny. S

Umur : 33 Tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Tukangan

Hub. Dengan Pasien : Orang Tua

c. Riwayat Kesehatan

1) Faktor Presipitasi

Faktor kongenital

2) Faktor Predisposisi

Secara embriologis, disebabkan oleh kegagalan penutupan yang

sempurna pada bagian ventral lekuk uretra.


2. Data Fokus

a. Alasan Masuk Rumah Sakit

Pasien adalah penderita hipospadia, pernah dioperasi 8 kali, saat

ini akan melakukan operasi yang ke 9. Karena bekas operasi yang

sebelumnya rembes dibagian skrotum dan penis. Rembesan berupa urin.

b. Keluhan Utama

Pasien mengatakan ingin operasi, karena operasi sebelumnya

rembes dibagian skrotum dan penis. Rembesan berupa urin.

c. Riwayat penyakit

Pasien adalah penderita hipospadia tipe perineal. Pasien pernah

operasi 8 kali di Rs. Sardjito. Operasi pertama dilakukan saat pasien

berusia 1 hari.

Saat usia 18 bulan pernah opname di Rs. Sardjito karena diare

yang dialami hingga berhari-hari.


Genogram

Keterangan:

= Laki-Laki

= Pasien

= Penderita DM

= Perempuan

= Garis keturunan

--------- = Tinggal bersama

B. Riwayat Kesehatan sekarang

1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Pasien mengatakan sudah mengetahui tentang penyakitnya, karena

pasien sudah 8 kali operasi yang sama dan mengatasi penyakit yang sama.
2. Nutrisi Metabolik

a. Sebelum masuk RS:

Pasien makan 3 kali sehari dengan menu: nasi, sayur, dan lauk

pauk, misal tempe, tahu, ikan.

Untuk minum, pasien biasanya mampu menghabiskan minum

2500cc hingga 3000cc dalam sehari, jenis minumannya adalah air

mineral, teh, dan kadang-kadang susu.

b. Masuk RS:

Pasien makan 3 kali sehari dengan menu: nasi, sayur, lauk pauk

misalnya tempe tahu, daging sapi, ikan. Di rumah sakit juga

mendapatkan snack selingan makan. Salah satunya puding.

Untuk minum pasien menghabiskan hanya 1000cc hingga

1500cc, karena pasien menjalankan puasa. Jenis minumannya adalah air

mineral, teh, dan susu.

3. Eliminasi

a. Sebelum masuk RS

Pasien BAK sekitar 2500cc hingga 2700cc. urin berwarna

kuning jernih. BAB sehari sekali, konsistensi lembek, berwarna kuning

kecoklatan, bau khas feses.


b. Masuk RS

Terpasang kateter di suprapubik kurang lebih sudah 1 tahun,

kateter no 10, kateter diganti setiap 2 minggu sekali. Jumlah urin saat

dikaji adalah 500cc dari pukul 22.00 s/d pukul 03.30, berwarna kuning

jernih.

Saat dilakukan spoel kateter cystostomi, aliran kurang lancar.

Spoel dilakukan dengan menggunakan Nacl ( masukan 10cc, keluaran:

kurang lebih 8cc ). Bekas ureteroplasty rembes dan terdapat fistel.

BAB kadang 2 hari sekali, kadang sehari sekali, konsistensi

lembek, warna kecoklatan, bau khas feses.

4. Aktivitas

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan dan minum 

Toileting ( Mandi ) 

Berpakaian 

Mobilitas ditempat tidur 

Berpindah 

Ambulasi / ROM 
Keterangan:

0 = Mandiri

1 = Dengan alat bantu

2 = Dibantu orang lain

3 = Dibantu orang lain dan alat

4 = Tergantung total

5. Tidur dan istirahat

a. Sebelum Masuk RS

Pasien biasa tidur jam 21.30 WIB hingga pukul 05.00 WIB. tidur

siang kadang-kadang 1 hingga 2 jam.

b. Masuk RS

Pasien mengatakan tidur pukul 21.30 WIB kadang jam 22.00

WIB hingga pukul 03.00 saat sahur, kemudian tidur lagi hingga 05.30

WIB. Tidur siang kurang lebih 2 jam.

6. Pola kebersihan diri

a. Kebersihan kulit

Kulit bersih, kulit lembab dan elastis.

b. Rambut

Rambut bersih, pendek, rapi


c. Telinga

Telinga bersih, tidak terdapat serumen

d. Mata

Konjungtiva tidak anemis, tidak terdapat secret, mata minus (-)

e. Mulut

Bersih, sariawan (-), gigi berlubang (-), karang gigi (-)

f. Kuku

Bersih dan pendek

7. Aspek mental, intelektual, sosial, spiritual

a. Konsep Diri

1) Identitas pasien

Pasien mampu mengenali dirinya sendiri, pasien merupakan

seorang pelajar SMP yang berusia 13 tahun. Dan sekarang sedang

dirawat dirumah sakit karena akan menjalani operasi.

2) Harga diri

Pasien tidak merasa minder atas keadaannya, pasien

menerima dirinya dengan baik

3) Peran diri

Didalam keluarga pasien berperan sebagai anak, kakak, dan

pelajar. Tidak ada hambatan dalam menjalankan perannya.


4) Gambaran diri

Pasien menyadari bahwa dirinya sedang sakit, tetapi pasien

dapat menerima keadaannya sekarang ini. Pasien merasa sedikit

malu, tapi pasien yakin bahwa penyakitnya dapat sembuh.

5) Intelektual

Pasien pada awalnya tidak mengetahui penyakitnya itu

bagaimana, namun sedikit demi sedikit mulai mengetahui, karena

sudah 8 kali operasi dan secara berulang diberi penjelasan mengenai

penyakitnya tersebut.

6) Hubungan interpersonal

Hubungan pasien dengan keluarga baik dan harmonis,

hubungan pasien dengan teman sebaya baik, hubungan pasien

dengan tim kesehatan juga baik, pasien kooperatif dalam setiap

tindakan.

7) Spiritual

Pasien beragama islam, selalu mengikuti kegiatan

keagamaan dilingkungannya seperti pengajian. Kegiatan ibadah

sholat, do’a, dan puasa.

8) Mekanisme Koping

Saat ada masalah, pasien selalu bercerita dengan ibunya dan

saat ada banyak pikiran atau stress pasien selalu berdo’a.


9) Emosional

a) Afek

Baik

b) Mood

Baik

c) Kontak Mata

Saat komunikasi dan tindakan kontak mata pasien selalu

terjaga.

10) Suport sistem

Selama pasien sakit, pasien selalu didampingi dan mendapat

dukungan dari orang tua. Terutama ibunya yang selalu menunggu

pasien saat menjalani perawatan.

11) Komunikasi

Komunikasi pasien dengan siapapun baik, sopan, dan ramah.

Pasien juga kooperatif dalam setiap tindakan yang akan dilakukan.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status Kesehatan Umum

a. Keadaan Umum : Baik

b. Kesadaran

1) Tingkat kesadaran: Compos Mentis

2) Nilai GCS: 15
Eye =4

Verbal =5

Motorik =6

2. Tanda-tanda vital

a. Tekanan darah = 100/70 mmHg

b. Nadi = 84 kali/ menit

c. Respirasi = 18 kali/ menit

d. Suhu = 36,0 oC

e. Nyeri = Skala 0

3. Status Gizi

a. Berat Badan

1) Sebelum sakit: -

2) Setelah sakit: 54 kg

b. Tinggi badan: 146 cm

c. IMT

IMT: BB (kg) = 54 = 25,3

TB (m)2 (1,46)2

Klasifikasi IMT menurut WHO

1) Under Weight : <20

2) Normal : 20-25
3) Over Weight : 25-30

4) Obesitas : >30

4. Pemeriksaan Cephalo Caudal

a. Integumen

Lembab, kulit elastis

b. Kepala

1) Rambut

Bersih, pendek, dan rapi

2) Muka

Simetris, memar (-), jerawat (-)

3) Mata

Konjungtiva tidak anemis, tidak terdapat secret, mata minus (-)

4) Hidung

Bersih

5) Mulut

Bersih, sariawan (-), bau mulut (-)

6) Gigi

Rapi, bersih, gigi berlubang (-), karang gigi (-)

7) Telingan

Telinga bersih, tidak terdapat serumen


c. Leher

Nyeri tekan (-), jejas (-), dapat bergerak bebas

d. Dada

I : Simetris, ekspansi paru-paru kanan dan kiri simetris

P : Benjolan (-), Nyeri tekan (-), jejas (-)

P : Pekak (jantung), redup (paru-paru)

A : Vesikuler +/+

e. Abdomen

I : Simetris, terpasang kateter di suprapubik, kateter no 10, keadaan

bersih, jumlah urin 500 cc dari pukul 22.00 WIB s/d pukul 07.30 WIB,

urin berwarna kuning jernih

P : Nyeri tekan (-), distensi (-)

P : Timpani

A : Peristaltik usus 12 kali/ menit

f. Ekstremitas

Atas : Dapat bergerak bebas, normal

Bawah : Dapat bergerak bebas, normal

Kekuatan Otot :

5 5

5 5

Keterangan:

0 : Kontraksi otot tidak terdeteksi


1 : Kejapan yang hampir tidak terdeteksi atau kontraksi dengan palpasi

2 : Pergerakan aktif dengan mengeliminasi gravitasi

3 : Pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan

4 : Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan

5 : Kekuatan otot penuh

g. Oksigenasi

Nafas spontan

h. Anus dan Genetalia

Terdapat fistel di skrotum hingga penis, luka post op ureteroplasti yang

rembes. Rembesan berupa urin.


D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium tanggal 13 Juni 2016

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

1. Faal Hati
Albumin 4,91 g/dL 3,97 – 4,94

2. Faal Ginjal
BUN 13,20 mg/dl 6,00 – 20,00
Creatinin 0,87 mg/dl 0,70 – 1,20

3. Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 136 – 145
Kalium 3,70 mmol/L 3,50 – 5,10
Klorida 102 mmol/L 98 – 107

4. Hemostasis
PPT 13,8 detik
12,3 – 15,3
Kontrol PPT 15,1
APTT 1,00 detik
0,90 – 1,10
Kontrol APTT 32, 3

5. Hepatitis Non Reaktif Non Reaktif

6. Darah Lengkap
Eritrosit 5,97 10^6/µL 4,00 – 5,40
Hemoglobin 14,7 g/dL 12,0 – 15,0
Hematokrit 43,6% 35,0 – 49,0
Lekosit 10,18 10^3/µL 4,50 – 13,50
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 21 Juni 2016

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

1. Faal Hati
Albumin 4,63 g/dl 3,97 – 4,97

2. Faal Ginjal
BUN 9,70mg/dl 6,00 – 20,00
Creatinin 0,80 mg/dl 0,70 – 1,20

3. Elektrolit
Natrium 134 mmol/L 136-145
Kalium 3,90 mmol/L 3,50 – 5,10
Klorida 99 mmol/L 98 - 107

4. Hemostasis
PPT 14,7 detik
12,3 – 15,3
Kontrol PPT 13,7
INR 1,08
0,90 – 1,10
APTT 36,3 detik
27,9 – 37,0
Kontrol APTT 30,8

5. Darah lengkap
Eritrosit 5,80 10^6/µL 4,00 – 5,40
Hemolobin 14,1 g/dl 12,0 – 15,0
Hematokrit 42,5 % 35,0 – 49,0
Lekosit 8,08 10^3/µL 4,50 – 13,50
Netrofil 5,16 10^3/µL 2,20 – 4,80
Limfosit 2,40 10^3/µL 1,30 – 2,90
Monosit 0,42 10^3/µL 0,30 – 0,80
Pengkajian Resiko Jatuh

TANGGAL
Parameter Kriteria Skor
20/06.16 21/06.16 22/06.16
Dibawah 3 tahun 4
3-7 tahun 3
Umur
8-13 tahun 2
>13 tahun 1 1 1 1
Jenis Laki-laki 2 2 2 2
kelamin Perempuan 1
Kelainan neurologi 4
Perubahan dalam oksigenasi 3
Diagnosis
Kelainan psikis/perilaku 2
Diagnosis lain 1 1 1 1
Tidak sadar terhadap
3
Gangguan keterbatasan
kognitif Lupa keterbatasan 2
Mengetahui kemampuan diri 1 1 1 1
Riwayat jatuh dari tempat
4
tidur saat bayi-anak
Faktor Pasien menggunakan alat
3
lingkungan bantu/ box atau mebel
Pasien berada ditempat tidur 2 2 2 2
Diluar ruang rawat 1
Respon Dalam 24 jam 3
terhadap Dalam 48 jam riwayat jatuh 2
operasi/ obat
penenang/ >48 jam 1 1 1 1
efek anestesi
Bermacam-macam obat yang
digunakan: obat sedatif (
kecuali pasien ICU yang
3
menggunakan sedasi dan
Penggunaan
paralisis ), Hipnotik,
obat
Barbiturat, Fenotiazin,dll.
Salah satu dari pengobatan
2
diatas
Pengobatan lain 1 1 1 1
Total Skor 9 9 9
RR: Resiko Rendah (7-11), RT: Resiko Tinggi (>12) RT RT RT
Intervensi pencegahan resiko jatuh ( beri tanda √ )

1. Pengecekan BEL mudah dijangkau   


2. Roda tempat tidur berada pada posisi
  
terkunci
Resiko 3. Posisikan tempat tidur pada posisi
  
Rendah ( RR ) terendah
4. Naikkan pagar pengaman tempat
  
tidur
5. Berikan edukasi pada pasien   
1. Pasang tanda resiko jatuh segitiga
warna kuning pada tempat tidur - - -
pasien dan pintu
2. Lakukan intervensi jatuh standar - - -

3. Berikan edukasi pasien - - -


4. Strategi mencegah jatuh dengan
penilaian jatuh yang lebih detail serta
Resiko Tinggi
analisis cara berjalan sehingga dapat
( RT ) - - -
ditentukan intervensi spesifik, seperti
menggunakan terapi fisik atau alat
bantu jalan
5. Pasien ditempatkan dekat nurse
- - -
station
6. Handrail mudah dijangkau pasien
- - -
dan kokoh
7. Libatkan keluarga pasien untuk
- - -
selalu menunggu pasien
E. Terapi Pengobatan

Tanggal 20 Juni 2016

1. Melakukan spoel kateter cystostomi

2. Melakukan perawatan luka cystostomi dan perawatan kateter cystostomi

Tanggal 21 Juni 2016

1. Melakukan spoel kateter cystostomi

2. Memberikan penkes tentang pencegahan infeksi

Tanggal 21 juni 2016

1. Melakukan spoel kateter cystostomi

2. Mengantar pasien operasi


F. Pengelompokan Data

1. Data Subjektif

Pasien mengatakan:

a. Pernah operasi 8 kali

b. Bekas operasi rembes di bagian skrotum dan penis

c. Urin keluar kurang lancar

d. Minum kurang lebih 1000 cc

2. Data Objektif

a. Terdapat luka cystostomi di suprapubik.

b. Terpasang kateter di suprapubik, kateter no 10

c. Keadaan luka, bersih tidak terdapat pus, tidak bau

d. Angka leukosit tgl 13 juni 2016: 10,18 10^3/µL,

Tgl 21 juni 2016 : 8,08 10^3/µL

e. Usia pasien 13 tahun

f. Skor resiko jatuh: 8 (resiko rendah)

g. Saat dilakukan spoel kateter, kateter kurang lancar

h. Post op uretroplasty rembes

i. Jumlah urin 500 cc

j. TTV:

TD: 100/70 mmHg

N: 84 kali/menit
R; 18 kali/menit

S: 36oC

Nyeri: skala 0
G. Analisa Data

Data Problem Etiologi


Ds: pasien mengatakan:
1. Pernah operasi 8 kali
2. Bekas post op rembes
Do:
a) Terpasang kateter
cystostomi di
suprapubik, kateter no
10 Resiko infeksi Tindakan invasif
b) Keadaan luka: bersih,
tidak berbau, tidak
terdapat pus
c) Al: 8,08 10^3/µL pada
21/6/16
d) Diameter luka 2 cm
e) Suhu; 36oC
Ds:
1. Pasien mengatakan
minum 1000cc/ hari
2. Pasien mengatakan
keluaran urin dari
kateter kurang lancar
Do:
1. Saat dilakukan spoel:
kurang lancar Obstruksi anatomik
Gangguan eliminasi urin
2. Spoel dengan Nacl
(masukan: 10cc,
keluaran: 8cc)
3. Jumlah urin 500 cc
dari pukul 22.00 WIB
s/d 03.30 WIB
4. Warna urin kuning
jernih
Ds:
1. Pasien mengatakan
sudah pernah operasi,
operasi terakhir
tanggal 27/10/15 Periode pemulihan
Resiko jatuh
Do: pasca operasi
1. Usia 13 tahun
2. Skor resiko jatuh 8
(resiko redah)
Ds: Pasien mengatan ingin
segera sembuh dan Petunjuk aktivitas
dioperasi adekuat
Kesiapan meningkatkan
Do: Pasien nampak managemen terapeutik
mengungkapkan jika ingin
segera dioperasi

H. Diagnosa Keperawatan Prioritas

1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obtruksi anatomik ( Spoel

kateter cystostomi kurang lancar, Spoel dengan Nacl: masukan: 10cc,

keluaran: 8cc)

2. Kesiapan dalam peningkatan managemen terapeutik berhubungan dengan

petunjuk aktivitas adekuat (mengungkapkan jika ingin segera dioperasi, dan

ingin segera sembuh)

3. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif (Terpasang kateter

cystostomi di suprapubik, Bekas post op rembes, rembesan berupa urin)

3. Resiko jatuh dengan faktor resiko periode pemulihan pasca operasi (Usia 13

tahun, Skor resiko jatuh 8 atau resiko redah)


SATUAN ACARA PENYULUHAN

CARA PENCEGAHAN INFEKSI

Topik penyuluhan : Pencegahan Infeksi

Hari/ tanggal penyuluhan : Selasa, 21 Juni 2016

Tempat : Ruang Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito

Lama penyuluhan : 20 menit

Oleh : Ainun Nurul Aini

Sasaran : Pasien dan keluarga pasien

A. Tujuan Umum

Pasien dan keluarga pasien mampu untuk mencegah penularan sekaligus

menghindari infeksi selama berada di rumah sakit.

B. Tujuan Khusus

1. Pasien dan keluarga mengerti dan memahami pengertian dari infeksi

2. Pasien dan keluarga mengerti dan memahami sumber dan cara penularan

infeksi

3. Pasien dan keluarga mengerti dan memahami tanda-tanda infeksi

4. Pasien dan keluarga mengerti dan memahami cara pencegahan infeksi

5. Pasien dan keluarga mengerti dan memahami cara mencuci tangan yang

benar dengan menerapkan cuci tangan 6 langkah


C. Metode Penyuluhan

1. Ceramah

2. Tanya jawab

D. Kegiatan Penyuluhan

No Kegiatan Penyuluhan Waktu Kegiatan Peserta

1 Pendahuluan
a. Memberi salam 5 menit a. Menjawab salam
b. Melakukan apersepsi b. Mendengarkan
c. Menyampaikan pokok
bahasan
d. Menyampaikan tujuan
2 1. Kegiatan inti
a. Menjelaskan pengertian 10 menit a. Menyimak
infeksi b. Bertanya
b. Menjelaskan sumber dan cara c. Memperhatikan
penularan infeksi
c. Menjelaskan tanda-tanda
infeksi
d. Menjelaskan cara pencegahan
infeksi
e. Menjelaskan cara cuci tangan
6 langkah
2. Memberikan kesempatan untuk
bertanya
3 Penutup
a. Meyimpulkan materi 5 menit a. Memperhatikan
b. Memberikan evaluasi secara b. Menjawab
lisan c. Menjawab salam
c. Memberikan salam penutup
E. Media

1. Leaflet

2. Lembar Balik

F. Kriteria Evaluasi

1. Pasien dan keluarga mampu menyebutkan pengertian infeksi

2. Pasien dan keluarga mampu menyebutkan sumber dan cara penularan infeksi

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali cara pencegahan infeksi

4. Pasien dan keluarga mampu mendemonstrasikan 6 langkah cuci tangan

dengan benar
Lampiran Materi

A. Definisi

Infeksi adalah suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang

disertai suatu gejala klinis, baik lokal maupun sistemik.

Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan

multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang

menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin,

replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen

tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di

dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005)

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang terjadi dirumah sakit atau

infeksi oleh kuman yang didapat selama berada diruah sakit. Infeksi nosokomial

tidak saja menyangkut penderita, tetapi juga yang kontak dengan rumah sakit

termasuk staf rumah sakit, sukarelawan, pengeunjung, maupun pengantar.

B. Sumber Infeksi

1. Bakteri

2. Virus

3. Jamur

4. Parasit
C. Tanda-Tanda Infeksi

Tanda-tanda infeksi meliputi :

1. Kalor : merasa panas pada daerah yang terkena infeksi

2. Dolor : merasa sakit pada daerah luka yang terinfeksi

3. Rubor : ada kemerahan pada kulit daerah luka yang terinfeksi

4. Tumor : terjadinya bengkak pada area luka

5. Fungsio laesa : gangguan fungsi gerak pada daerah yang terinfeksi

D. Cara Penularan Infeksi

1. Melalui udara

2. Melalui kontak tubuh

3. Melalui luka terbuka

E. Cara mencegah infeksi

1. Mandi 2x sehari

Daerah yang terbalut luka jangan sampai terkena air atau basah

karena dapat meningkatkan kelembaban pada kulit yang terbungkus

sehingga dapat menjadi tempat berkembang biak kuman.

2. Makanan yang mengandung protein atau tinggi kalori tinggi protein (TKTP)

Makanan yang banyak mengandung protein misalnya : Susu, telur,

madu, roti, ikan laut, kacang-kacangan.


3. Ganti balutan dengan teknik steril

a. Memakai sarung tangan bila akan mengganti balutan di rumah

b. Memakai salep antibiotik pada luka ketika mengganti balutan

4. Minum obat sesuai anjuran, antibiotik dapat mencegah infeksi

5. Mencuci tangan

Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara

mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air

(Tietjen dkk, 2004).

Menurut WHO, 2005 ada lima moment mencuci tangan yaitu :

a. Sebelum menyentuh pasien

b. Sebelum melakukan prosedur aseptik

c. Setelah beresiko terpapar cairan tubuh

d. Setelah menyentuh pasien

e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien.

5. Buang sampah atau segala hal yang dihasilkan oleh penderita pada

tempatnya, seperti air ludah atau muntahan punya tempat tersendiri dan

langsung dibuang di tempat sampah khusus yang disediakan rumah sakit.

6. Membatasi anak di bawah usia 12 tahun berkunjung ke rumah sakit,

dikarenakan anak-anak mudah terserang penyakit. Anak-anak rentan

terhadap infeksi karena daya tahan tubuhnya yang lebih rendah

dibandingkan dengan orang dewasa.


7. Bersin

Etika bersin dan batuk yang benar dengan menggunakan sarung

tangan atau menggunakan lengan siku bagian dalam bukan menutupnya

dengan tangan. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi saat

terjadi kontak dengan berjabat tangan


DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit.

Edisi 6. Jakarta : EGC

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :

Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2.Alih Bahasa : RenataKomalasari,dkk.

Jakarta:EGC.

Linda Tietjen, dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo


Langkah-Langkah Cuci Tangan

3. Minum obat sesuai anjur- PENCEGAHAN


an dokter INFEKSI
4. Buang sampah pada tem-
patnya
5. Etika bersin atau batuk

6. Cuci tangan dengan baik Disusun Oleh:


dan benar
Ainun Nurul AIni
Semoga Bermanfaat
AKPER Notokusumo Yogyakartaa
Apa itu Infeksi??
Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah suatu organ- Tanda-Tanda Infeksi
1. Mandi
isme pada jaringan atau cairan tubuh
1. Calor ( Panas )
yang disertai suatu gejala klinis, baik
2. Dolor ( Rasa Sakit )
lokal maupun sistemik.
3. Rubor ( Kemerahan )
4. Tumor ( Bengkak )
Apa Penyebab Infeksi??
5. Fungsio laesa ( Perubahan Fungsi )

1. Bakteri
Contoh: Sariawan 2. Makan makanan sehat
2. Virus

3. Jamur

4. Parasit
PENCEGAHAN INFEKSI

DISUSUN OLEH:
AINUN NURUL AINI
Pengertian Infeksi

Infeksi adalah suatu organisme pada jaringan atau

cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis, baik

lokal maupun sistemik.


Penyebab Infeksi

 Bakteri

 Virus

 Jamur

 Parasit
Tanda-Tanda Infeksi

 Kalor / panas

 Dolor / rasa sakit

 Rubor / kemerahan

 Tumor / bengkak

 Fungsio laesa / perubahan fungsi


Pencegahan Infeksi

 Mandi

 Makan makanan sehat

 Buang sampah pada tempatnya

 Minum obat sesuai anjuran dokter

 Etika batuk atau bersin


Lanjut…

 Cuci tangan dengan baik


SEMOGA BERMANFAAT

Anda mungkin juga menyukai