Anda di halaman 1dari 46

NASKAH AKADEMIK

PERMENPAN PTP

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAN

2015
Bab I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan Profesionalisme Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Jabatan


fungsional telah menjadi salah satu prirotas reformansi birokrasi pemerintahan.
Pembinaan aparatur sipil negara (ASN) saat ini diarahkan kepada pengembangan
potensi human capital, untuk mendorong agar ASN berkinerja optimal. Peningkatan
profesionalisme dan kompetisi serta pembinaan karier dilakukan secara sistematis,
kontinyu dan berkelanjutan. Kemendikbud merupakan instansi yang membina
jabatan fungsional pengembang teknologi pembelajaran (PTP) sejak 2009. Dalam
mengemban amanah tersebut, Kemendikbud berkomitmen untuk meningkatkan
terus manajemen, agar professionalitas PTP di semua Kementerian dan Lembaga
dapat dibina dan ditingkatkan secara berkesinambungan.
Dasar hukum Jabatan Fungsional adalah: (a) UU No. 8 tahun 1974 tentang
pokok-pokok kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 tahun
1999, (b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN), (c) Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional
PNS, dan (d) Keputusan Presiden No. 87 tahun 1999 tentang rumpun Jabatan
Fungsional PNS, (e) Peraturan MenPAN Nomor: PER/2/M.PAN/3/2009 tentang
Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran dan Angka Kreditnya, (f)
Peraturan Bersama Mendikbud dan Kepala BKN tentang Petunjuk Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran dan Angka Kreditnya, (g)
Permendikbud Nomor 128 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Pegembang Teknologi Pembelajaran dan Angka Kreditnya, (h)
Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2013 tentang tunjangan Jabatan Fungsional
Pengembang Teknologi Pembelajaran.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian,
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hak seorang PNS dalam rangka susunan satuan organisasi. Pengertian jabatan
tersebut dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu dari segi struktural yang disebut
sebagai jabatan struktural dan dari segi fungsional yang disebut sebagai jabatan
fungsional. Ditinjau dari pelaksanaan tugasnya, jabatan fungsional dibedakan
menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu jabatan fungsional umum dan jabatan fungsional
khusus.
Jabatan fungsional umum adalah jabatan yang ada atau mungkin ada pada
setiap organisasi/instansi pemerintah. Jabatan ini bersifat fasilitatif, artinya
menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi suatu organisasi pemerintah, misalnya
operator telepon, pengetik, pesuruh, pembuat/penyimpan surat, sopir dan lain-lain.
Jabatan fungsional khusus adalah jabatan yang hanya ada pada organisasi
pemerintah tertentu. Jabatan ini didasarkan atas keahlian substantif, artinya
merupakan jabatan teknis sebagai pelaksanaan tugas dan fungsi suatu organisasi
pemerintah, misalnya: peneliti, perekayasa, perawat, guru, dosen, dokter,
pustakawan, analis kepegawaian, perencana, pranata komputer, statistik, auditor,
pengembang teknologi pembelajaran, dan lain-lain.
Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dimungkinkan adanya jabatan fungsional khusus pendidik dan tenaga
kependidikan. Pendidik termasuk guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai kekhususan.
Sementara pada kategori tenaga kependidikan dimungkinkan adanya jabatan
fungsional peneliti pendikan, penilik, pengawas, pustakawan, teknisi sumber belajar,
pengembang teknologi pembelajaran, pranata laboratorium pendidikan, dan lain
lain. Sesuai dengan amanat UU 20 tahun 2003 tersebut, Kemendikbud sedang
terus mengupayakan pengembangan tenaga kependidikan, sebagai jabatan
fungsional.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 1994 tentang
Jabatan Fungsional PNS, pengertian jabatan fungsional adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam
suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada
keahlian dan atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Penetapan jabatan
fungsional PNS ini dimaksudkan untuk pengembangan profesionalisme dan
pembinaan karier PNS serta peningkatan mutu pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan.
Terbentuknya Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran (JF-
PTP), berdasarkan pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara (Permenpan) Nomor: PER/2/M.PAN/3/2009 tentang Jabatan Fungsional
Pengembang Teknologi Pembelajaran dan Angka Kreditnya tertanggal 10 Maret
2009. Terbitnya Permenpan tersebut menandai babak baru  bagi lahirnya profesi
Pengembang Teknologi Pembelajaran yang telah lama diperjuangkan oleh Pusat
Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Pustekkom Kemdikbud). Tujuan dari JF-PTP adalah untuk
mengembangkan profesionalisme dan karier PNS dalam bidang teknologi
pembelajaran, sedangkan manfaatnya adalah tersedianya tenaga yang mampu
mendayagunakan teknologi pembelajaran
Selain itu, pada tanggal 6 Mei 2010 Kementerian Pendidikan dan
kebudayaan (Kemdikbud) bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) melakukan
penandatanganan peraturan bersama tentang petunjuk pelaksanaan (Juklak)
jabatan fungsional pengembang teknologi pembelajaran dan angka kreditnya.
Adanya Juklak JF-PTP ini diharapkan dapat dihasilkan pejabat fungsional yang
profesional dan mandiri, serta mempunyai uraian tugas yang jelas penilaiannya,
kinerja terukur, serta jalur karir jabatan dan pangkat yang tertinggi.
Berdasarkan Permenpan No: PER/2/M.PAN/3/2009, Pengembang Teknologi
Pembelajaran adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung
jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengembangan teknologi
pembelajaran yang diduduki oleh PNS dengan hak dan kewajiban yang diberikan
secara penuh oleh pejabat yang berwenang.
Teknologi pembelajaran adalah suatu bidang yang secara sistematik
memadukan komponen sumber daya belajar yang meliputi: orang, isi ajaran, media
atau bahan belajar, peralatan, teknik, dan lingkungan, yang digunakan untuk
membelajarkan peserta didik pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan
(Permenpan No: PER/2/M.PAN/3/2009). Sedangkan pengembangan teknologi
pembelajaran (PTP) adalah suatu proses analisis, pengkajian, perancangan,
produksi, penerapan dan evaluasi sistem/model teknologi pembelajaran
(Permenpan No: PER/2/M.PAN/3/2009).
JF-PTP termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya yang berkedudukan
sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang pengembangan teknologi
pembelajaran pada instansi pemerintah sehingga merupakan jabatan karier yang
hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai PNS yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa Instansi pembina JF-PTP adalah
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. Namun pelaksanaan tugas sehari-
harinya adalah Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom
Kemdikbud). Adapun tugas instansi Pembina JF-PTP adalah: (a) penyusunan
petunjuk teknis pelaksanaan JF-PTP; (b) penyusunan pedoman formasi JF-PTP; (c)
penetapan standar kompetensi JF-PTP; (d) pengusulan tunjangan JF-PTP; (e)
sosialisasi JF-PTP serta petunjuk pelaksanaannya; (f) penyusunan kurikulum
pendidikan dan pelatihan fungsional/ teknis fungsional PTP; (g) penyelenggaran
pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis bagi PTP dan penetapan sertifikasi; (h)
pengembangan sistem informasi JF-PTP; (i) fasilitasi pelaksanaan JF-PTP; (j)
fasilitasi pembentukan organisasi profesi Pengembang Teknologi Pembelajaran; (k)
fasilitasi penyusunan dan penetapan etika profesi dan kode etik Pengembang
Teknologi Pembelajaran; dan (l) melakukan monitoring dan evaluasi fungsional
jabatan Pengembang Teknologi Pembelajaran (Permenpan No:
PER/2/M.PAN/3/2009.
Tugas pokok pengembang teknologi pembelajaran adalah melaksanakan
analisis dan pengkajian sistem/model teknologi pembelajaran, perancangan
sistem/model teknologi pembelajaran, produksi media pembelajaran, penerapan
sistem/ model dan pemanfaatan media pembelajaran, pengendalian sistem/model
pembelajaran, dan evaluasi penerapan sistem/model dan pemanfaatan media
pembelajaran. Secara lebih rinci tugas-tugas tersebut telah diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 128 tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Jabatan Fungsional Teknologi Pembelajaran dan Angka Kreditnya.
Jenjang jabatan fungsional pengembang teknologi pembelajaran adalah
jabatan tingkat ahli atau jabatan fungsional keahlian. Jabatan fungsional keahlian
adalah kedudukan yang menunjukkan tugas yang dilandasi oleh pengetahuan,
metodologi dan teknis analisis yang didasarkan atas disiplin keilmuan dan/atau
berdasarkan sertifikasi yang setara dengan keahlian dan ditetapkan berdasarkan
akreditasi tertentu. Adapun persyaratan pendidikan untuk menjadi pemangku
jabatan fungsional ini adalah minimal berpendidikan S-1 atau D IV. Sedangkan
jenjang jabatan pengembang teknologi pembelajaran yang terendah ke yang
tertinggi adalah: (1) pengembang teknologi pembelajaran pertama, (2) pengembang
teknologi pembelajaran muda, dan (3) pengembang teknologi pembelajaran madya.
Berbagai uraian yang dikemukakan di atas adalah berkenaan dengan apa
dan bagaimana JF-PTP diimplementasikan selama ini. Selanjutnya dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN),
berbagai perubahan mendasar mengenai manajemen ASN, batas usia pensiun dan
hal-hal penting lainnya telah diambil sebagai kebijakan yang harus diikuti dan
dipatuhi. Di sisi lain perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
mengenai lahirnya media baru dan model-model pembelajaran termutakhir yang
bepengaruh terhadap perubahan di bidang pengembangan teknologi pembelajaran
juga perlu diindahkan dan dijadikan bidang garapan bagi PTP. Pada dasarnya
dengan lahirnya berbagai peraturan terkait ASN terbaru dan dengan adanya
perkembangan IPTEK, maka Permenpan yang ada dinilai tidak memadai lagi. Oleh
karena itu, dipandang perlu adanya berbagai perubahan, penyesuaian dan
penambahan isi substansi Permenpan tentang jabatan fungsional PTP.

B. Tujuan

Tujuan penyusunan naskah akademik ini adalah untuk memberikan landasan


akademis bagi hal-hal berikut ini.
1. Memberikan landasan hukum, kerangka pemikiran, dan kerangka pokok materi
bagi rancangan Permenpan tentang JF-PTP.
2. Memberikan landasan akademis yang kuat bagi pengambilan kebijakan
berkenaan dengan Penyempurnaan dan perubahan Permenpan tentang JF-
PTP.

C. Metode dan Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan di dalam penyusunan Naskah


Akademik Permenpan PTP adalah pendekatan deskriptif-analitis. Bentuk metode ini
meliputi (a) library research dengan cara menelaah informasi terkait dan dengan
mengkaji perkembangan teknologi pembelajaran serta menelaah peraturan terkait
JF-PTP, dan (b) focus group discussion dengan cara mendiskusikan secara terfokus
dengan ahli dan praktisi mengenai peran PTP saat ini bersama narasumber yang
kompeten dipandu oleh seorang moderator yang berpengalaman di bidang
pengembangan teknologi pembelajaran.

D. Pengorganisasian Naskah Akademik

Unsur-unsur untuk penyusunan naskah akademik meliputi pendahuluan,


fakta pendukung, ruang lingkup, penutup, dan daftar pustaka. Pendahuluan meliputi
latar belakang, tujuan dan kegunaan, metode pendekatan, dan pengorganisasian
naskah akademik. Fakta pendukung meliputi data-data dan referensi mengenai
perubahan peraturan perundang-undangan dan peraturat terkait serta penambahan
bidang garapan PTP yang disebabkan oleh perubahan IPTEK yang dapat dijadikan
sebagai sandaran bagi penyempurnaan Permenpan tentang JF-PTP. Bagian Ruang
lingkup menjelaskan tentang produk media, model dan aplikasi pembelajaran yang
dihasilkan PTP serta proses pengembangan pemanfaatan atau penerapannya.
Penutup meliputi simpulan dan saran. Terakhir dilengkapi dengan daftar Pustaka.
Bab II

FAKTA PENDUKUNG

A. Perubahan Peraturan Perundang-undangan terkait dengan JF-PTP


Keluarnya UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
membawa perubahan yang cukup radikal dalam manajemen kepegawaian di
Indonesia. Setidaknya ada tiga poin yang cukup mendasar dalam UU ASN, yakni
profesi aparatur, pola karir yang berbasis merit system dan karir terbuka, serta
manajemen sumber daya manusia atau human capital management (Agus
Dwiyanto, 2014).
Salah satu perubahan yang mendasar adalah bahwa pegawai ASN terdiri
atas PNS dan PPPK atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Dalam
UU ASN disebutkan bahwa aparatur sipil negara adalah sebuah profesi. Sebagai
sebuah profesi, maka setiap aparatur dituntut memiliki standar kompetensi,
kapasitas, pendidikan, dan terikat kode etik. UU ASN juga membawa perubahan
dalam pengembangan kapasitas pegawai.
Perubahan lainnya adalah berkenaan dengan manajemen PNS seperti
penilaian kinerja, pengembangan kompetensi, dan pemberhentian atau batas
usia pension. Semua perubahan yang diamanatkan oleh UU ASN tersebut
mempengaruhi jabatan fungsional Pengembang Teknologi Pembelaaran (PTP)
dan juga mempengaruhi instansi pembinanya.
UU ASN juga diikuti oleh berbagai peraturan pemerintah yang mengatur
lebih lanjut mengenai berbagai hal berkenaan dengan manajemen PNS dan
PPPK, system pengajian tunggal, pensiun dan lain-lain. Salah satunya adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 tentang Pemberhentian Pegawai
Negeri Slpil Yang Mencapai Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Fungsional.
Prinsipnya lahirnya UU ASN yang akan diikuti dengan peraturan
pelaksanaan lainnya menyebabkan perlunya penyesuaian pada peraturan terkait
dengan JF PTP.
Peraturan lain yang juga membawa perubahan yang harus diikuti oleh JF
PTP adalah Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian
Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Perubahan mendasar menurut PP tersebut
adalah mengenai Sasaran Kerja Pegawai (SKP). Sasaran Kerja Pegawai yang
selanjutnya disingkat SKP adalah rencana kerja dan target yang akan dicapai
oleh seorang PNS.

B. Perubahan Bidang Garapan JF-PTP Dikarenakan Perkembangan IPTEK

Berdasarkan hasil kajian literatur dan mengamati perkembangan TIK


terakhir menunjukkan bahwa PTP diperlukan oleh karena berkembangnya
budaya kerja secara kolaboratif, perlunya pembagian kerja disebabkan
berkembangnya kawasan pekerjaan, dan perubahan paradigma pembelajaran
dan perkembangan pesat teknologi pembelajaran. PTP lahir akibat terjadinya
hyperspesialisasi yaitu pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh satu orang
menjadi bagian-bagian yang lebih khusus dan dilakukan oleh beberapa orang
dengan profesi berbeda-beda.

Selama satu dekade terakhir telah terjadi perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, baik di bidang ilmu pendidikan,
ilmu komunikasi dan ilmu komputer. Perkembangan tersebut mempengaruhi
terjadinya perubahan di bidang pengembangan teknologi pembelajaran. Definisi
teknologi pembelajaran mengalami perubahan, jenis media bertambah, model
baru pembelajaran diciptakan dan bidang garapan pengembang teknologi
pembelajaran (instructional designer) bertambah banyak dan semakin meningkat
kompleksitasnya.
Ilmu pendidikan berkembang dengan munculnya teori baru yang
mempengaruhi pembelajaran. Teori connectivism merupakan teori belajar yang
menjelaskan tentang pemanfaatan teknologi internet untuk belajar dan berbagi
informasi melalui website (world wide web) dan diantara pengguna internet itu
sendiri.Teknologi internet ini meliputi mesin pencari web, email, wiki, forum
diskusi online, jejaring sosial, youtube, serta tools lain yang dapat dimanfaatkan
oleh pengguna untuk belajar dan berbagi informasi dengan orang lain.Teori
connectivism mengembangkan pemahaman yang lebih dalam mengenai cara
belajar dan mendapatkan pengetahuan dengan mengandalkan akses kepada
sumber belajar secara online. Pembelajaran online telah berkembang pesat
dalam beberapa tahun terakhir di perguruan tinggi menjadi cara belajar yang
efektif untuk komunitas peserta didik online.
Selain berkembangnya teori baru, definisi teknologi pendidikan atau
teknologi pembelajaran juga mengalami perubahan. Berikut ini adalah definisi
terbaru yang dikembangan oleh aosiasi teknologi pembelajaran di Amerika
serikat, Assosiation for Educational Communication and Technology (AECT)
Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning
and improving performance by creating, using, and managing appropriate
technological processes and resources (Definisi TP menurut AECT, 2008).
Semua perubahan dan perkembangan baru tersebut telah menimberikan
pengaruh kepada berkembangnya bidang teknologi pembelajaran beserta
lingkungannya sebagaimana digambarkan berikut ini.

A volume in the series: Educational Design and Technology in the Knowledge Society. Editor(s):
Stewart Marshall, The University of the West Indies. Wanjira Kinuthia, Georgia State University.
Belajar dan pembelajaran mengalami perubahan dan transformasi yang
luar biasa akhir-akhir ini, terutama pada pergantian millennium mengawali abad
ke 21. Terjadi pergeseran paradigm mengenai belajar yang kini mengarah
kepada gejala terjadinya perubahan pelayanan di sekolah dan perubahan peran
guru. Pelayanan sekolah yang baik memerlukan kolaborasi interdisipliner dan
upaya yang intensif dan berkesinambungan melibatkan berbagai pihak. Guru
yang bersertifikasi dan professional terancam oleh guru maya yang bisa saja
“siapa saja dan ada di mana saja”. Di sekitar kita perubahan itu mungkin tidak
begitu drastis, namun nyata sedang terjadi perubahan. Tuntutan perubahan
tersebut datang dari berbagai arah, dan mengarah kepada seluruh komponen
dalam sistem pembelajaran.
Dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di
dunia pendidikan, telah terbukti semakin menyempitnya dan meleburnya faktor
“ruang dan waktu” yang selama ini menjadi aspek penentu kecepatan dan
keberhasilan penguasaan ilmu pengetahuan oleh umat manusia. (BSNP, 2010).
Tempat dan waktu belajar tidak terbatas di ruang kelas, demikian pula yang
dipelajari menjadi semakin luas mengenai kehidupan. Hal tersebut terjadi karena
pengaruh penggunaan teknologi yang memudahkan akses informasi dan belajar
di dunia maya. “Technology allows for 24/7 access to information, constant
social interaction, and easily created and shared digital content” demikian
dikatakan oleh Karen Cator, yang pernah menjabat sebagai Director, Office of
Educational Technology, U.S. Department of Education di Amerika Serikat
(Cator, 2010).
Salah satu akibat dari pemanfaatan teknologi pembelajaran yang semakin
intens adalah lahirnya profesi “instructional designer” yang berperan menyatukan
dan meleburkan pembelajaran dengan teknologi. Di Indonesia telah lahir profesi
pengembang teknologi pembelajaran (PTP), tenaga kependidikan yang baru,
yang telah ikut mengubah cara siswa belajar, mengubah cara pendidik mengajar,
dan mengubah cara menyajikan pembelajaran menjadi beraneka model, seperti
model pendidikan jarak jauh dan pembelajaran melalui e-learning.
1. Berkembangnya budaya kerja secara kolaboratif, semakin memerlukan
tenaga super spesialis.

Pada era informasi berkembang budaya kerja baru yang berbeda dengan
era industri. Jika pada era industri pekerja dituntut memiliki spesialisasi dan
sertifikasi, maka di era informasi pekerja dituntut mampu berkolaborasi dan
bekerjasama dalam suatu tim untuk menghasilkan produk atau pelayanan.
Bahkan terjadi hyperspesialisasi yaitu pekerjaan yang sebelumnya dilakukan
oleh satu orang menjadi bagian-bagian yang lebih khusus dilakukan oleh
beberapa orang.
Tugas lembaga pendidikan (baik sekolah, kampus, lembaga diklat) adalah
memberikan layanan kepada peserta didiknya untuk dapat belajar secara optimal
sehingga mencapai tujuannya yaitu dikuasainya sejumlah kompetensi dan
kecakapan hidup. Layanan pembelajaran tersebut biasanya disusun dalam
serangkaian pengalaman belajar yang diberikan secara terencana dan
terprogram dengan baik dalam suatu kurikulum. Implementasi kurikulum tersebut
menjadi tanggungjawab bersama pendidik dan tenaga kependidikan yang ada
pada lembaga pendidikan.
Berkembangnya budaya berkolaborasi menyebabkan para profesional
dituntut mampu bekerja bersama-sama dengan berbagai orang dari berbagai
latar belakang disiplin ilmu dalam suatu tim untuk menghasilkan suatu produk
atau layanan. Pelayanan dari sebuah rumah sakit misalnya, merupakan hasil
kolaborasi dari berbagai orang dengan profesi bidang medis, paramedis, dan
lain-lain yang berbeda-beda latar belakang disiplin ilmunya. Demikian pula
pelayanan pembelajaran oleh sebuah lembaga pendidikan terselenggara dengan
baik berkat kolaborasi dari pendidik, tenaga kependidikan dan lain-lain tenaga
dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Mengembangkan model-model
pembelajaran yang berbasis TIK memerlukan kerjasama atau kolaborasi antara
pendidik dengan berbagai jenis tenaga kependidikan dan tenaga ahli lainnya.
Dalam budaya kolaborasi, mengelola lembaga pendidikan adalah suatu bisnis
besar atau “big enterprises” yang melibatkan banyak tenaga dan banyak
peralatan, serta banyak urusan. Karena itulah lembaga pendidikan memerlukan
kehadiran tenaga kependidikan “baru” sesuai kebutuhan.

2. Perlunya pembagian kerja disebabkan berkembangnya kawasan


pekerjaan.

Di segala bidang pekerjaan dan profesi telah mengalami perkembangan


mengenai kawasan pekerjaannya yang harus digarap. Hal ini disebabkan oleh
karena berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Di bidang kesehatan
dan kedokteran, misalnya masuknya teknologi kesehatan menyebabkan
berkembangnya pekerjaan baru yang harus digarap dengan serius oleh tenaga
khusus yang dipersiapkan untuk itu, seperti okupasi terapis, terapis transfusi
darah dan refraksionis optisien. Demikian pula di bidang pendidikan
pengintegrasian TIK ke dalam pendidikan, memerlukan tenaga khusus yang
memiliki keahlian seperti pranata laboratorium pendidikan, dan pengembang
teknologi pembelajaran serta teknisi sumber belajar.
Apakah Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP) itu? Pengembang
teknologi pembelajaran adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas,
tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengembangan
teknologi pembelajaran yang diduduki oleh PNS dengan hak dan kewajiban
yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang (Pasal 1 Permenpan,
Nomor Per/2/M.Pan/3/2009).
Tugas pokok PTP adalah melaksanakan analisis dan pengkajian
sistem/model teknologi pembelajaran, perancangan sistem/model teknologi
pembelajaran, produksi media pembelajaran, penerapan sistem/model dan
pemanfaatan media pembelajaran, pengendalian sistem/model teknologi
pembelajaran dan evaluasi penerapan sistem/model dan pemanfaatan media
pembelajaran (pasal 4 Permenpan, Nomor Per/2/M.Pan/3/2009).
PTP bertanggung jawab dalam pemanfaatan teknologi pembelajaran yang
digunakan untuk membelajarkan pseserta didik pada semua jalur, jenjang dan
jenis pendidikan. Dalam dunia sekarang ini, teknologi ada di mana-mana, dan
belajar bisa berlangsung di mana-mana. Peluang baru dan cara-cara untuk
mengintegrasikan teknologi ke dalam proses pembelajaran sedang dibuat setiap
hari. Membawa teknologi ke dalam kelas berfungsi tidak hanya alat, tetapi juga
sumber daya untuk mengakses informasi dan memungkinkan pembelajaran
yang lebih lanjut.
Di zaman di mana cara untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam kelas
tidak terbatas dan tidak sulit, maka pendidik mau tak mau harus melakukannya.
Jikalau mereka masih kesulitan, maka ada professional lain yang siap
membantu. Salah satu profesi yang tugasnya membantu pendidik
mengintegrasikan TIK ke dalam pembelajaran adalah pengembang teknologi
pembelajaran (PTP).
Pengembang teknologi pembelajaran adalah seseorang yang
menciptakan dan mengembangkan materi pembelajaran berbentuk misalnya;
program eLearning, video, manual, handout, dan lain-lain untuk lembaga diklat,
pendidikan tinggi, sekolah dan organisasi pendidikan lainnya. Pengembang
teknologi pembelajaran melakukan lebih dari merancang pengalaman
pembelajaran. Mereka adalah pemimpin informal yang memiliki efek langsung
dan mendalam pada masa depan pendidikan yang lebih tinggi. Peran mereka
dalam pendidikan jarak jauh adalah mendefinisikan ulang bagaimana kita
mendidik siswa, dan membentuk pendidikan jarak jauh dan, pada akhirnya
mengubah wajah institusi tempat mereka bekerja.
Ada tiga kegunaan utama dari TIK dalam pendidikan sekolah yaitu
pertama, TIK digunakan untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran,
kedua untuk meningkatkan produktivitas pelayanan administrasi, dan ketiga
untuk membangun literasi informasi kurikulum sekolah (Taylor, 1980; Smaldino,
Lowther dan Russell, 2008; White, 1997), Oleh karena itu, pembagian kerja
terkait integrasi TIK ke dalam sistem pendidikan masih akan berlanjut, lembaga
pendidikan masih memerlukan tenaga profesional lain yang mendukung
terlaksananya e-administasi, dan mendukung layanan lainnya.

3. Perubahan paradigma pembelajaran dan perkembangan pesat teknologi


pembelajaran.

Beragam teknologi pembelajaran baru yang menawarkan manfaat dan


menarik perhatian peserta didik antara lain, pemanfaatan komputer dan internet
dengan segala turunannya, pemanfaatan media jejaring sosial, penggunaan
papan tulis interaktif, dll. Disadari atau tidak, secara pasti telah mulai menjadi
bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan. Masuknya komponen media baru
dan TIK dalam sistem pembelajaran telah mengubah cara peserta didik belajar
dan mengubah pula cara guru mengajar. Perubahan paradigma pembelajaran
telah memicu berkembangnya berbagai perubahan lainnya seperti perubahan
peran guru, perubahan layanan lembaga pendidikan.
Terkait dengan perubahan paradigm pembelajaran, banyak yang menarik,
menjanjikan dan baru sekitar kita. Tersedianya jaringan global, media yang
sangat diperkaya, dan terjadinya pengurangan isolasi (McKenzie, 2009)
memungkinkan manusia terkoneksi dengan sumber daya yang tak terpikirkan
dan terjangkau pada dekade-dekade sebelumnya. Hal ini menyebabkan perlunya
perubahan keterampilan yang perlu dikuasai oleh orang yang belajar. Semua
pemangku kepentingan pendidikan harus memikirkan kembali dan mereposisi
pedagogi untuk menyusun lanskap pembelajaran baru sesuai dengan panggilan
abad ke-21 yang lebih menuntut keterlibatan aktif siswa dalam belajar
(McLoughlin and Lee, 2010). Hal senada disimpulkan dalam penelitian seorang
dosen di The University of New England, Armidale, New South Wales, Australia
yang menegaskan perlunya semua penyedia pendidikan harus bergabung
dengan gerakan pendidikan abad ke-21 sehingga dapat membantu semua siswa
menjadi warga yang dipersiapkan dengan baik dan menjadi tenaga kerja yang
akan berhasil dalam ekonomi dan pengetahuannya didorong oleh berpikir kritis,
komunikasi, kolaborasi dan kreativitas, dan didorong pula oleh penguasaan
teknologi digital (Kivunja, 2014). Beberapa hal yang dikemukakan tersebut
membuktikan bahwa diperlukan ahli pendidikan yang mampu mengembangkan
model pembelajaran yang mampu mengintegrasikan media baru dengan
pedagogi, (Ambrose and Jill, 2008). Kajian mengenai pembelajaran dalam
persimpangan antara media baru dan pedagogi, pedagogi dengan desain baru
pembelajaran ini telah mengundang dan memantapkan lahirnya bidang garapan
baru dan profesi baru di bidang pendidikan.
Terlebih lagi dengan perkembangan pesat di bidang teknologi
pembelajaran memaksa suka atau tidak suka TIK telah melebur menjadi satu
dalam “darahnya” pembelajaran yang mengubah cara siswa belajar dan bekerja.
Siswa harus mengubah kebiasaan belajarnya dan mulai belajar bekerja secara
kolaboratif, “Students are advised to start to learn how to work collaboratively
when they are studying in schools” (Chai, Lim, So, & Cheah, 2011).

4. Peluang Menduduki Jabatan PTP Di Lembaga Pendidikan


Peraturan Menpan sebagai pembuka peluang.

Semangat mengembangkan aparatur yang profesional telah menjadi


kebijakan beberapa tahun ini serta dituangkan dalam berbagai peraturan yang
ada. Permenpan, nomor Per/2/M.Pan/3/2009 menjadi dasar lahirnya jabatan
fungsional PTP. Selanjutnya dikeluarkan Peraturan Bersama Mendiknas &
Kepala BKN ttg Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengembang TP &
Angka Kreditnya, dan atas dasar itu dimulailah pengangkatan melalui inpassing
dilakukan pada tahun 2011. Sejumlah PTP telah diangkat di perguruan tinggi dan
politeknik, P4TK, LPMP, lembaga diklat, Dinas Pendidikan, Pustekkom, Balai
Pengembang Media, Balai Tekkom, dan lain-lain.

5. Kebutuhan di lapangan, kebutuhan tenaga, kebutuhan sumber belajar


dan digital learning object (DLO).

Pergeseran tata cara penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan


pembelajaran di dalam kelas atau lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat
peserta didik menimba ilmu, mestilah diikuti perubahan manusia pengelolanya.
Menumbuhkan dan meningkatkan sumber daya manusia bidang pendidikan
yang mengacu pada implementasi paradigma pembelajaran yang baru tersebut
memerlukan adanya pembagian tugas-tugas pekerjaan (integration of task)
secara menyeluruh. Kompleksitas penyelenggaraan pembelajaraan tidak
selayaknya hanya dibebankan kepada pendidik saja. Terlebih dengan
pengintegrasian dan pemanfaatan teknologi pembelajaran yang semakin
beragam seperti aneka sumber belajar, bahan belajar dan proses interaksi digital
memanfaatkan komputer dan internet, maka dirasakan perlunya pembagian
pekerjaan antara pendidik dan tenaga kependidikan lainnya.
PTP berperan dalam menciptakan dan mengembangkan model
pembelajaran berbasis TIK. Pendidik bertugas mengelola proses pembelajaran.
Tugas ini sudah sangat berat, apalagi jika harus ditambah dengan merancang
sendiri dan menyiapkan segala sumber belajar yang diperlukan. Sudah saatnya,
agar proses pembelajaran bisa berlangsung dengan sebaik-baiknya maka tugas
pekerjaan mendesain pembelajaran tersebut diserahkan kepada tenaga khusus
yaitu TP. Tentu saja tetap mengedepankan peran pendidik sebagai pengelola
pembelajaran ia berhak memesan model pembelajaran yang ia kehendaki
beserta aneka sumber belajar yang diperlukannya.
Di Perguruan Tinggi PTP bekerja dengan staf fakultas untuk memastikan
bahwa tujuan pembelajaran selaras dengan penilaian, dan kegiatan
pembelajaran mahasiswa diharapkan mencapai tujuannya. Mereka bertanggung
jawab untuk mengkaji dan menerapkan teknologi pembelajaran secara tepat dan
efektif, menghasilkan bahan belajar (modul), mengembangkan media dan
mengembangkan model pembelajaran. PTP ikut berperan mengubah cara
mahasiswa belajar, mengubah cara dosen mengajar, dan mengubah model
pembelajaran di perguruan tinggi.
Dalam melakukan tugasnya seorang PTP memahami dan memanfaatkan
dua jenis perangkat, pertama yaitu perangkat yang bersifat abstrak berupa teori
belajar dan proses perancangan pembelajaran, kedua yaitu perangkat fisik
berupa alat dan teknologi seperti learning management system (LMS), dan
perangkat untuk pengembangan multimedia. Selanjutnya, proses
pengembangan pembelajaran tersebut memanfaatkan teori/model pembelajaran
yang generik atau umum yaitu model ADDIE (Analysis, Design, Development,
Implementation and Evaluation).

6. Lembaga pendidikan saat ini banyak memanfaatkan teknologi


pembelajaran.

Bagaimana peluang untuk menduduki jabatan pengembang teknologi


pembelajaran di lembaga pendidikan?, dan Apakah tantangan yang dihadapi
oleh pengembang teknologi pembelajaran saat ini? Dengan memanfaatkan
berbagai teknologi pembelajaran maka diperlukan tenaga pengembangnya.
Berikut ini adalah beberapa contoh peluangnya yang sudah dikenal di kalangan
pendidik.

a. Bertambahnya Peluang PTP bekerja Di Pendidikan Tinggi

Program Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional


(PEKERTI) untuk dosen muda dan program Applied Approach (AA) untuk dosen
senior merupakan dua buah program pelatihan yang ditujukan untuk peningkatan
kompetensi profesional dosen dalam memangku jabatan fungsional, terutama
dalam peningkatan keterampilan pedagogis. Program PEKERTI dan Program AA
yang dikembangkan oleh sejumlah “instructional designer” yang dikoordinir oleh
PAU-PPAI di Universitas Terbuka sejak tahun 1993 dan 1987 telah menjadi
program yang memperoleh banyak tanggapan positif dari berbagai kalangan
pendidikan tinggi. Dalam perjalanannya, banyak perubahan dan adaptasi yang
dilakukan terhadap program PEKERTI dan AA, dengan maksud agar program
tersebut lebih efektif, dan lebih dapat mengakomodasikan kebutuhan masing-
masing perguruan tinggi.

Tindak lanjut penyempurnaan kedua program tersebut telah dilaksanakan


dengan melibatkan Tim Inti PEKERTI & AA yang selanjutnya berperan sebagai
pengembang dan berkedudukan di berbagai perguruan tinggi negeri. Perubahan
selanjutnya berupa:
pertama, penggabungan program PEKERTI & AA menjadi satu program utuh
yang menerapkan sistem moduler (materi lama dan tambahan materi baru
dikemas menjadi 28 buku), kedua, penyelenggaraan program PEKERTI & AA
yang bersifat luwes terstandar – luwes karena penyelenggara dapat memilih
sendiri materi pelatihan sesuai dengan kebutuhan masing-masing perguruan
tinggi, terstandar karena ada standar minimum yang perlu dipenuhi untuk proses
sertifikasi.
Karena perubahan peran DIKTI sebagaimana tertera dalam PP No.
19/2005 dan dalam rangka memberikan otonomi memberikan otonomi
sepenuhnya kepada perguruan tinggi, maka mulai tahu 2007, sertifikat program
PEKERTI-AA tidak lagi diterbitkan oleh Direktorat Akademik DIKTI, tetapi
menjadi tanggungjawab sepenuhnya perguruan tinggi pelaksana program
PEKERTI-AA.(Surat Dit. Akademik DIKTI No. 0662/D2/2007 perihal PEKERTI-
AA)
Tanggungjawab tersebut membawa konsekuensi bagi perguruan tinggi
yang bersangkutan harus memiliki tenaga ahli pengembang program yang
sejatinya berperan sebagai ahli instructional design dan mengembangkan materi
berbentuk modul sesuai kebutuhan. Dalam konteks pengembangan materi untuk
Program PEKERTI-AA itulah sebenarnya diperlukan peran serta dari tenaga ahli
pengembang teknologi pembelajaran. Jadi dilaksanakannya program PEKERTI-
AA membuka peluang bagi perguruan tinggi yang menjadi penyelenggaranya
untuk mengangkat PTP untuk ditempatkan di unit yang menanganinya atau
ditugaskan di fakultas sesuai kebutuhan.
Pada tahun 2001 dikeluarkan Kepmendiknas Nomor:107/U/2001 tentang
Penyelenggaraan Program Pendidikan Tinggi Jarak Jauh tanggal 2 Juli 2001
yang memberi kesempatan untuk beberapa perguruan tinggi melaksanakan
pendidikan jarak jauh. Peraturan menteri tersebut selanjutnya telah beberapa kali
mengalami revisi, dan revisi terakhir adalah melalui Permendikbud No. 24 tahun
2012 tentang Penyelenggara Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) oleh Perguruan
Tinggi. Salah satu hal penting pengaturan Permendikbud tersebut adalah
berkenaan dengan persyaratan perguruan tinggi yang bisa menyelenggarakan
PJJ.

Berdasarkan peraturan tersebut di perguruan tinggi terbuka peluang untuk


mengangkat tenaga ahli pengembang teknologi pembelajaran yang tugasnya
bersama-sama dengan dosen mengembangkan sistem atau model-model
pembelajaran terbuka jarak jauh dan pembelajaran daring/online.

Dipicu oleh Wakil Presiden Boediono yang pada Bulan September 2013
mendorong adanya langkah-langkah terobosan agar aspek pendidikan Indonesia
tak tertinggal dari negara lain. Ia menginginkan adanya Sistem Pendidikan Online
Nasional. Menurut Budiono jika e-learning didesain dengan baik, maka sistem itu
akan bisa menjawab sebagian besar hambatan di dunia pendidikan. "Bayangkan
mahasiswa di mana pun di Tanah Air, dan kapan pun, dengan mudah dapat
mengakses paket online mata kuliah yang diinginkan." (Tempo.co)

Sejak itulah Ditjen Dikti terus berusaha mengembangkan sistem pendidikan


online yang akhirnya pada 15 Oktober 2014 Peluncuran Pembelajaran Daring
Indonesia Terbuka Terpadu (PDITT) atau kuliah Kuliah dalam Jaringan (Daring)
dilakukan oleh Wapres Budiono di Gedung A, Komplek Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud). Pembelajaran Daring Indonesia Terbuka Terpadu
(PDITT) dilaksanakan mulai tahun 2015 yang diselenggarakan oleh enam (6) PT
yaitu Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Gadjah Mada (UGM), STIMIK
Amikom Yogyakarta dan Universitas Bina Nusantara (Binus), dan masing-masing
PT menawarkan lima hingga 13 mata kuliah.(dikti.go.id)

Dengan fasilitasi berupa program hibah bersaing dari Ditjen Dikti,


perguruan tinggi lainnya didorong untuk ikut bergabung dalam PDITT dengan ikut
mengembangkan perkuliahan daring tersebut. Dengan adanya kesempatan ikut
PDITT tersebut, dengan sendirinya perguruan tinggi yang bersangkutan
memerlukan tenaga ahli pengembang teknologi pembelajaran yang bisa diangkat
sebagai pejabat fungsional PTP.

b. Bertambahnya Peluang PTP Bekerja Di Pendidikan Dasar Menengah.

Pada pendidikan dasar dan menengah telah ada SMP Terbuka, SMA
Terbuka, dan hal ini diperkuat dengan lahirnya Permendikbud nomor 119 Tahun
2004 tentang Penyelenggaran Pendidikan Jarak Jauh Dikdasmen. Selain itu ada
kurikulum baru (kurikulum 2013); buku baru, media baru, dan ada program khusus
untuk daerah terluar, terdepan dan tertinggal (daerah 3T). Semua program dan
kebijakan tersebut memerlukan proses pengembangan yang melibatkan peran
serta tenaga ahli pengembang teknologi pembelajaran. Pada tingkat direktorat
yang bertugas mengembangkan modelnya secara nasional diperlukan pejabat
fungsional PTP yang bertugas menyusun panduan dan pedoman pelaksanaan
serta petunjuk teknisnya. Sementara itu di tingkat daerah yang ikut melaksanakan
dan mengimplementasikan memerlukan pejabat fungsional PTP juga untuk
mengembangkan model-model pembelajaran dan pemanfaatan media yang
sesuai karakteristik daerah masing-masing.

Demikian pula diberlakukannya kurikulum baru membawa konsekuensi


harus dikembangkan pula bahan belajar dan media yang baru yang sesuai
dengan kurikulum tersebut. Pengembangan bahan belajar dan media tentu saja
tidak hanya menjadi tugas pendidik, melainkan harus dikembangkan oleh ahlinya
bersama-sama dengan pendidik. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyelenggara
pendidikan dasar dan menengah baik di pusat maupun daerah memerlukan
tenaga fungsional PTP.

Pada tahun 2014 dikeluarkan Permendikbud nomor 119 tentang


penyelenggaran pendidikan jarak jauh (PJJ) dikdasmen, yang memberikan
kesempatan untuk sekolah menyelenggarakan PJJ. Berdasarkan karakteristik dan
ruang lingkupnya pada Permendikbud tersebut, PJJ mempunyai karakteristik
terbuka, belajar mandiri, belajar tuntas, menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi pendidikan, dan/atau menggunakan teknologi pendidikan lainnya.

Secara struktur penyelenggaran sekolah terbuka didukung oleh kepala


sekolah, tutor/guru, pengelola sekolah penyelenggara sekolah PJJ/ TKB dan
tenaga pendidik. Komponen tenaga pendidik tersebut diharapkan memiliki
kemampuan TIK dalam membantu dan mendukung pembelajaran di sekolah yang
menyelenggarakan PJJ. Dengan permendikbud ini memungkinkan membuka
peluang untuk mengangkat tenaga ahli pengembang teknologi pembelajaran yang
tugas bersama-sama guru untuk mengembangkan media pembelajaran
khususnya sekolah yang menyelenggarakan PJJ.

c. Peluang PTP Bekerja di Pendidikan Non formal, pendidikan


masyarakat dan lainnya.

Kebijakan pemerintah mengikuti program UNESCO berupa pembelajaran


an sepanjang hayat, dan pendidikan untuk semua, membawa konsekuensi dan
kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan yang sejalan
dengan itu. Selain itu, karena kepemilikan sarana TIK terutama gadget di
masyarakat kita juga tumbuh pesat, maka hal ini memerlukan peran pemerintah
mendorong pemanfaatannya yang positif termasuk untuk belajar sepanjang hayat.

Berbagai sumber belajar yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan


sepanjang hayat dan pendidikan untuk semua harus dikembangkan dan
disediakan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Pengembangan
aneka sumber belajar tersebut memerlukan peran serta ahli PTP.

Berkaitan dengan penggunaan TIK di luar sekolah ini ternyata di Indonesia


juga mengalami perkembangan yang pesat, mengikuti negara lain seperti Korea.
Berdasarkan hasil penelitian di Korea ditemukan bahwa “sometimes, individuals
use ICT in personal contexts (home, cafés and pupils’ houses) more than in
schools” (Heo and Kang, 2009).

d. Peluang PTP Bekerja di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Di lembaga diklat ada kebutuhan untuk mengembangkan model-model


diklat yang sesuai dengan perkembangan, misalnya model diklat online, model
blended learning atau hybrid learning, model diklat yang lebih menekankan belajar
aktif dan kolaboratif. Lembaga diklat juga memanfaatkan beraneka sumber belajar
media yang harus dikelola dan dimanfaatkan dengan optimal untuk pembelajaran
yang efektif dan efisien. Oleh karena itu kehadiran PTP di lembaga diklat juga
dirasakan sebagai kebutuhan. Meskipun saat ini belum banyak lembaga diklat
yang berkesempatan mengangkat PTP, namun kebutuhan itu semakin dirasakan
dan meningkat.

Dari uraian di atas dapat dimaknai dan disimpulkan bahwa peluang untuk
lulusan perguruan tinggi menekuni profesi PTP sangat terbuka luas bagi mereka
yang menduduki posisi sebagai aparatur sipil negara atau PNS. Oleh karena PTP
hanya bisa diduduki oleh ASN/PNS, maka perlu diperjuangkan agar diusahakan
tersedia formasi CPNS dengan jabatan calon PTP di pusat dan di daerah. Untuk
instansi pusat nampaknya hal ini tidak ada masalah. Sudah banyak PTN yang
mengangkat pejabat fungsional PTP, demikian pula di P4TK dan instansi pusat
lainnya. Namun di daerah baru sedikit yang sudah mengangkat PTP, misalnya di
Dinas Pendidikan NTB dan Dinas Pendidikan Sumatera Selatan.
C. Peran dan Tantangan Yang Dihadapi PTP Saat Ini
1. PTP harus kreatif dan inovatif mengembangkan model pembelajaran.

Tersedianya berbagai jenis teknologi yang lebih baik yang dapat

dimanfaatkan untuk pembelajaran menjadi tantangan bagi PTP untuk lebih


kreatif dan inovatif. Menurut Lynne Munson, President and Executive Director,
Common Core, belajar abad 21 adalah “learning with better tools”. Menurut
Munson “Today’s students are fortunate to have powerful learning tools at their
disposal that allow them to locate, acquire, and even create knowledge much
more quickly than their predecessors” (Munson,2010). Kondisi belajar abad ke 21
seperti itulah yang dihadapi oleh PTP. PTP harus mampu berkreasi dan
mengembangkan inovasi model pembelajaran yang memanfaatkan sumber
belajar dan media yang lebih baik yang sesuai paradigma belajar abad 21.
Dengan kreasi dan inovasinya PTP bisa diterima sebagai tenaga
professional di lembaga pendidikan. Dengan peran yang jelas, tugas dan
wewenang yang jelas, kehadiran PTP di lembaga pendidikan bisa memberikan
sumbangan bagi peningkatan kualitas layanan pendidikan.
Salah satu butir kesepakatan Konferensi WSIS (World Summit of
Information Society) tahun 2004 di Jenewa, telah disepakati bahwa paling lambat
tahun 2015, seluruh sekolah-sekolah hingga kampus-kampus di seluruh dunia
telah terhubung ke internet. Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses tukar menukar
pengetahuan dan kolaborasi antar siswa-siswa dan guru-guru di seluruh dunia
untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. (BSNP, 2010).

PTP harus siap berkolaborasi dengan pejabat fungsional lain yang ada di
lembaga pendidikan, yaitu pendidik (guru,dosen atau widiaiswara), pranata
laboratorium pendidikan, pustakawan, teknisi sumber belajar, pranata komputer
dan tenaga kependidikan lainnya yang ada.

2. Perkembangan teknologi yang sangat pesat, PTP perlu meningkatkan


kompetensi.
Ada dua bidang kompetensi yang harus dikuasai dengan baik oleh PTP,
yaitu kompetensi bidang pembelajaran dan kompetensi bidang teknologi. Dua
bidang tersebut merupakan bidang yang sangat dinamis dan mengalami
perubahan yang pesat akhir-akhir ini.

Masyarakat di mana kita hidup membutuhkan cara belajar yang lebih


fleksibel dan beradaptasi dengan perubahan (Carmona and Marin, 2013) Jika
dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-
masing individu, maka yang harus dikembangkan saat ini adalah model
pembelajaran yang mengedepankan kerjasama antarindividu (BSNP, 2010).

Bagaimana PTP bersama-sama dengan pendidik dan tenaga kependidikan


lainnya menciptakan iklim belajar di sekolah yang menyenangkan dan mampu
memenuhi kebutuhan peserta didiknya yang memiliki tuntutan yang semakin besar
untuk dilayani belajarnya. Siswa di masa depan adalah siswa yang menganggap
“dunia ini adalah kelasnya” (the world is my class) dan belajar mereka adalah
perjalanan panjang tanpa henti (long-long journey) dan tak pernah khatam (never
ending).

Peningkatan derajad kehidupan manusia bisa dicapai oleh manusia yang


mau belajar sepanjang hayatnya. Manusia yang mau belajar apa saja akan
mencapai pengetahuan, keterampilan hidup, dan menguasai berbagai
kompetensi. Belajar sepanjang hayat memerlukan pendidikan terbuka dan online.
Pendidikan terbuka tanpa batas memerlukan sumber belajar. Sumber belajar
bebas akses (open educational resources atau OER) adalah kumpulan bahan
belajar yang disediakan secara gratis dan mudah diakses oleh siapapun yang
memerlukannya. Pengembangan konten untuk OER memerlukan peran
pengembang teknologi pembelajaran. Selanjutnya sebagai akibat dari
berkembangnya OER tersebut juga berkembang kecenderungan penerapan
model pembelajaran yang masif terbuka dan online atau dikenal sebagai masive
open online courses (MOOC). Pembelajaran model ini menuntut kemampuan
peserta didiknya untuk berkolaborasi dan bekerjasama baik secara sinkronus atau
secara asinkronus dengan sejawat dari seluruh dunia.
Pada prinsipnya, PTP harus mampu menguasai teknologi dan pedagogi
baru. Teknologi telah memberdayakan orang untuk menemukan informasi dan
terhubung dengan orang lain untuk belajar dalam segala macam cara (Kuhlmann,
2011), karena itu teknologi ibaratnya seperti musik dan pedagogi adalah tariannya
(Anderson and Dron, 2011). Penguasaan kedua kompetensi tersebut
memungkinkan PTP berkarya nyata mengembangkan model pembelajaran yang
inovatif, tentu saja setelah melalui proses perubahan paradigma mengenai
teknologi baru dan integrasinya ke dalam pembelajaran (Sims and Koszalka,
2011).

3. PTP perlu menunjukkan kinerjanya dengan karya yang nyata dan


menawarkan solusi

Tantangannnya adalah mampukah para pengembang (PTP) tersebut


meyakinkan kepada para pendidik dan pemangku kepentingan lainnya tentang
perannya. Sehingga para pendidik memandang perlunya berkolaborasi dengan
PTP. Jika pendidik merasa tugasnya diperingan oleh PTP dan mereka merasakan
manfaatnya berkolaborasi dengan PTP maka sebagai profesional mereka akan
menikmati sukses yang lebih baik. Hal penting yang harus dilakukan dengan baik
oleh PTP antara lain adalah mengkomunikasikan dengan jelas mengenai
perannya, memahami tugas dan menjelaskannya kepada mitra kerjanya, dan
mengembangkan diri sehingga menjadi profesional yang dihormati.

Seorang PTP harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik,


mampu menyampaikan ide dan gagasannya kepada mitra kerjanya dan profesinal
lainnya, menjelaskan target kerjanya sehingga mitra kerjanya bisa menerima
kehadirannya dalam ikut memberikan pelayanan pembelajaran kepada peserta
didik yang lebih baik. Pengembang TP harus memahami batas-batas
kewenangannya, termasuk apa saja yang bisa diselesaikan dan yang tidak
sehingga ia bisa berperan secara tepat dalam tim. Pengembang TP harus bekerja
secara profesional mengikuti etika dan peraturan yang ada.

PTP juga dituntut untuk senantiasa mengembangkan diri, meningkatkan


kompetensinya, memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya dan mengikuti
perubahan dan inovasi di bidangnya dengan baik. PTP harus senantiasa
menyadari bahwa bidang teknologi pembelajaran adalah bidang yang memiliki
dinamika dan senantiasa mengalami perkembangan yang sangat cepat dan tidak
pernah berhenti. Inovasi baru senantiasa lahir dan silih berganti. Tersedia begitu
banyak pilihan alternatif solusi tentang berbagai masalah, oleh karena itu PTP
harus pandai memilih yang paling efektif dan efisien.

Berkat perkembangan teknologi yang merasuki sistem pembelajaran, maka


model belajar yang berkembang dan banyak diterapkan saat ini mengalami
pergeseran paradigma yang sangat luar biasa. Ubiquitus learning, belajar terjadi
kapan saja dan di mana saja berkat berkembangnya model mobile learning (m-
learning). Belajar tersebut juga semakin menarik minat semua orang berkat
tersediannya aneka sumber belajar yang semakin mudah didapat melalui akses
internet ke sumber-sumber open education resources (OER) yang gratis. Belajar
saat ini benar-benar menjadi sebuah tantangan bagi siapa saja yang mau
melakukannya, tanpa memandang usia tanpa ada batasan bidang apa yang
dipelajarinya. Semua orang bisa belajar dengan mudah tentang apa saja, asalkan
ada kemauan.

Tantangan tersebut juga menjadi tantangan yang besar bagi para pemimpin
opini (opinion leader), tokoh masyarakat, pendidik dan siapa saja yang memiliki
pengaruh di masyarakat, untuk mendorong terjadinya proses belajar pada diri
setiap orang di Indonesia ini agar memanfaatkan kesempatan yang ada untuk
membangun diri, meningkatkan kapasitas dan menggali potensi diri yang
dimilikinya untuk dimanfaatkan dan dioptimalkan untuk meningkatkan taraf
kehidupannya. Negara kita memerlukan pemimpin yang mampu mendorong
terjadinya sebuah gerakan belajar semesta, mendorong agar setiap insan
Indonesia belajar, belajar sepanjang hayat, dan belajar menolong dirinya sendiri
(self-help).

Kehadiran PTP di lembaga pendidikan haruslah didasarkan karena adanya


kebutuhan dan mengisi kekosongan. Kita semua menyadari betapa tidak
mudahnya mengitegrasikan TIK ke dalam pembelajaran, betapa sulitnya
mengembangkan budaya baru belajar berbasis TIK dan mengubah paradigma. Di
sisi lain hambatan juga timbul dari aspek geografis, demografis, sosiologis dan
bahkan politis yang ada di negara kita. Untuk itu diperlukan adanya kajian atau
analisis kebutuhan tenaga PTP di lembaga pendidikan baik di pusat atau pun di
daerah.

Kebutuhan di sekolah dan lembaga pendidikan haruslah diarahkan untuk


menciptakan dan mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan
paradigma baru belajar abad ke 21. Sekolah haruslah mengalami transformasi
dan pembangunan, bukan saja secara fisik dibangun gedung dan ruang kelasnya,
tetapi juga dilengkapi sarana TIK dan direkrut tenaga profesionalnya yang lebih
memadai untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai


berikut. Pertama, PTP diperlukan karena berkembangnya budaya kerja secara
kolaboratif, perlunya pembagian kerja disebabkan berkembangnya kawasan
pekerjaan, dan perubahan paradigma pembelajaran dan perkembangan pesat
teknologi pembelajaran. PTP lahir akibat terjadinya hyperspesialisasi yaitu
pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh satu orang menjadi bagian-bagian
yang lebih khusus dan dilakukan oleh beberapa orang dengan profesi berbeda-
beda.
Kedua, peluang menduduki jabatan PTP terbuka bagi yang memiliki
kompetensi karena: a) Semangat mengembangkan aparatur yang profesional
telah menjadi kebijakan pemerintah dan dengan lahirnya Permenpan
Nomor:Per/2/M.Pan/3/2009; b) Kebutuhan di lapangan, khususnya kebutuhan
tenaga PTP yang mampu mengembangkan model pembelajaran
mengembangkan aneka sumber belajar, dan media serta digital learning object
(DLO) terus meningkat; c) Lembaga pendidikan saat ini banyak memanfaatkan
teknologi pembelajaran, terutama di pendidikan tinggi, pendidikan dasar dan
menengah, pendidikan non formal, pendidikan masyarakat dan lembaga diklat.
Ketiga, tantangan yang dihadapi PTP saat ini yaitu: a) PTP harus kreatif
dan inovatif mengembangkan model pembelajaran mutakhir yang sesuai
paradigma belajar abad 21; b) PTP perlu meningkatkan kompetensinya yaitu
kompetensi bidang pembelajaran dan kompetensi bidang teknologi khususnya
mengenai media terbaru; c) PTP perlu menunjukkan karya yang nyata dan
menawarkan solusi masalah pembelajaran dengan aplikasi e-pembelajaran yang
tepat guna.
Berdasarkan Uraian di atas berikut ini dapat disampaikan fakta-fakta
perubahan terkait dengan JF PTP sebagai berikut. Pertama, sebagai konsekuensi
diberlakukannya UU ASN Permenpan nomor 2 tahun 2009 tentang JFPTP perlu
direvisi dan disempurnakan. Kedua, oleh karena terjadi peningkatan dan
penambahan tugas dan bidang garapan yang menjadi kegiatan JF-PTP, maka
perlu penambahan jenjang hingga ahli utama. Ketiga, sebagai akibat dari
perkembangan pesat IPTEK yang perlu terus diikuti dan dijadikan dasar untuk JF-
PTP bekerja, maka hal-hal baru di bidang media dan model pembelajaran serta
pengembangan aplikasi, perlu dimasukkan ke dalam rincian kegiatan JFPTP.
Bab III
RUANG LINGKUP PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

A. Produk Pengembangan Teknologi Pembelajaran


Pengembangan teknologi pembelajaran menghasilkan produk-produk
berupa; 1) Model Pembelajaran Berbasis TIK, 2) Media Pembelajaran, 3) aplikasi e-
pembelajaran. Produk-produk tersebut dibutuhkan dalam menunjang
terselenggaranya proses pembelajaran di berbagai jenis, jenjang dan jalur
pendidikan sesuai kurikulum yang berlaku. Instansi pengguna produk yang
dihasilkan oleh JF-PTP antara lain adalah unit pengembangan yang ada di
Kemendikbud (Pustekkom, P4TK, LPMP), Lembaga Diklat pada Kementerian dan
Lembaga, Unit pengembangan yang ada di Daerah (Balai Tekkom) Perguruan
Tinggi, dan Sekolah.

1. Produk PTP berupa Model Pembelajaran

Model pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang


selama ini telah dikembangkan oleh praktisi PTP meliputi model pembelajaran
mikro yang diterapkan pada tingkat kelas yang keputusan penerapannya dilakukan
oleh pendidik, dan model pembelajaran yang lebih makro berupa model yang
melibatkan komponen sistem pembelajaran yang lebih banyak dan penerapannya
memerlukan keputusan pembuat kebijakan, seperti model pendidikan jarak jauh
(misalnya SMP Terbuka, SMA Terbuka dan Universitas Terbuka).

Model-model pembelajaran berbasis TIK tersebut kini telah berkembang


seiring dengan perkembangan IPTEK, khususnya teknologi komunikasi dan
teknologi informasi atau teknologi computer. Berkat berkembangnya komputer dan
internet kini banyak dikembangkan model pembelajaran online dan e-
pembelajaran. Ada pula model pembelajaran yang mencampur penggunaan
berbagai pendekatan dan media yang dikenal dengan blended learning atau hybrid
learning.
Ketersediaan perangkat teknologi dan semakin mudahnya untuk
pemanfaatan internet dengan bandwith yang lebar, bahkan telah memungkinkan
dikembangkannya model pembelajaran yang mampu melayani pendidikan terbuka
dan jarak jauh secara massif. Model tersebut dikenal dengan massive open online
courses (MOOC), yang menjadi trend selama sepuluh tahun terakhir. Inovasi di
bidang pengembangan model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi
canggih tersebut dimungkinkan oleh karena tersedianya aneka sumber belajar
yang mudah diakses secara terbuka dan secara murah.

Semua institusi pendidikan saat ini berusaha menyediakan akses


terhadap sumber belajar online bagi peserta didiknya. Sekolah. lembaga diklat dan
perguruan tinggi mengembangkan infrastruktur yang mampu menunjang
terselenggaranya model pembelajaran berbasis TIK yang telah menjadi kebutuhan
bagi proses pembelajaran.

2. Produk PTP berupa Media Pembelajaran


PTP selama ini juga menghasilkan produk media yang beraneka ragam.
Mulai dari media cetak, audio, audio-visual, multimedia dan hypermedia. Berbagai
ragam jenis dan bentuk media pembelajaran yang bisa dikategorikan menjadi
beberapa kelompok tersebut sampai hari ini masih banyak dikembangkan karena
memang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran. Dewasa ini
berkembang jenis media baru yang dikenal sebagai obyek pembelajaran digital
(digital learning object).
Berbagai jenis media tersebut selalu diperlukan oleh peserta didik di
semua jenjang pendidikan.
Produk berupa media tersebut selanjutnya disebarluaskan melalui
berbagai saluran komunikasi dan teknologi jaringan termasuk internet.
Saat ini produk media pembelajaran umumnya disimpan dalam suatu
server berupa cloud computing, dan dapat diakses dan dimanfaatkan oleh
penggunanya secara terbuka. Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan secara
bebas tersebut disebut open educational resources (OER).
3. Produk PTP berupa Aplikasi e-pembelajaran

PTP juga menghasilkan produk berupa perangkat aplikasi yang


dimanfaatkan untuk pembelajaran berbasis TIK atau e-pembelajaran. Aplikasi atau
perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai kebutuhan dan dirancang dalam
berbagai bentuk untuk tujuan mengelola konten pembelajaran atau untuk
mengelola pembelajaran.

Kebutuhan akan aplikasi pembelajaran ini berkembang karena


ketersediaan perangkat teknologi (devices) yang semakin beraneka ragam dan
semakin banyak digunakan, seperti tablet, ipad, dan mobile devices lainnya. Selain
itu berkembang dan semakin banyaknya perangkat teknologi pembelajaran yang
tersedia di sekolah juga membutuhkan aplikasi e-pembelajaran yang semakin
beragam. Sebagai contoh, untuk pemanfaatan perangkat computer yang tersedia
di sekolah diperlukan berbagai jenis aplikasi e-pembelajaran. Guna
mengoptimalkan penggunaan papan tulis interaktif (withborad interactive)
diperlukan aplikasi e-pembelajaran. Kepemilikan laptop yang semakin tinggi juga
dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan model aplikasi pembelajaran
menggunakan games (game based learning).

B. Model Pengembangan Teknologi Pembelajaran


Proses menghasilkan produk sebagaimana dikemukakan di atas
dikerjakan oleh PTP dengan mengikuti prosedur sesuai dengan model
pengembangan pembelajaran. Model ADDIE adalah yang paling populer dari
semua yang ada, dan memiliki tahapan mulai dari Analisis, Desain, Develop,
Implementasi, dan Evaluasi.
Awal dari ADDIE adalah Analisis
ADDIE merupakan akronim yang setiap hurufnya menunjukkan salah satu
tahapan utama model: Analisis, Desain, Develop, Implementasi, dan Evaluasi.
Metodologi ADDIE dikembangkan di Florida State University untuk Teknologi
Pendidikan pada tahun tujuh puluhan. Awalnya model ini dimaksudkan untuk
digunakan dalam angkatan bersenjata Amerika Serikat, yang menginginkan proses
yang efisien dan batas yang jelas dalam proses pengembangan training. Meskipun
berusia hampir empat puluh, tahun, model ADDIE ini masih digunakan, bahkan
menjadi model yang banyak diterapkan dalam pengembangan eLearning saat ini.
Popularitas ADDIE ini disebabkan karena ia mudah digunakan, fleksibel,
dan serbaguna. Sangat mudah untuk belajar, apakah Anda master eLearning, atau
pendatang baru yang memasuki industry training. Manfaat lain dari ADDIE adalah
bahwa hal itu siklus; yaitu, memungkinkan Anda untuk memperbaiki kesalahan
yang dibuat di proses sebelumnya, sehingga meningkatkan dan menjamin kualitas
produk akhir.
Tentu saja, model ini bukan tanpa kekurangan. Linearitas proses
pembuatan konten dianggap kelemahan utamanya, karena dapat berdampak
negatif baik biaya pembuatan materi kursus dan persyaratan waktu.
Mengapa mulai dari Analisis?
Dalam ADDIE tahap pertama kita akan memeriksa atau mengecek.
Analisis merupakan pekerjaan yang memerlukan kecermatan dan ketelitian sebagai
syaratnya. Tidak mengherankan, semakin baik Anda mempelajari persyaratan
sebelum penciptaan, maka produk yang dihasilkan akan lebih efektif. Analisis
membantu Anda mendapatkan pemahaman yang jelas dari yang berikut:
Siapa target audiens utama untuk training atau kursus?
Siapa yang akan menjadi pengguna bahan belajar yang Anda produksi?
Apakah peserta yang ingin memperluas pengetahuan mereka, atau pendatang
baru hanya membuat langkah pertama mereka? Ciri-ciri umum peserta atau target
audiens sangat mempengaruhi proses training. Usia, jenis kelamin, status sosial
ekonomi, pengalaman, pendidikan; semua harus diperhitungkan karena
mempengaruhi cara materi pembelajaran harus disajikan untuk mencapai efisiensi
pembelajaran yang maksimal.
Apa tujuan belajar Anda?
Sebelum mulai bekerja pada bahan ajar, sangat penting untuk
menentukan tujuan pembelajaran utama dan jelas berkomunikasi mereka untuk
semua orang yang terlibat dalam penciptaan kursus. Apa saja Anda bertujuan untuk
mengajar? Apa pengetahuan dan keterampilan itu akan menanamkan kepada
peserta didik yang menyelesaikan itu? Setelah jelas menetapkan tujuan-tujuan
yang tepat di awal, Anda akan membuat hidup Anda jauh lebih mudah, karena akan
memungkinkan Anda untuk bertanya pada diri sendiri "Apakah halaman ini
memenuhi kebutuhan kursus? Apakah materi yang disajikan di dalamnya
membantu satu muka dari tujuan kursus ini? ". Tujuan harus dijelaskan secara rinci
dari awal, dan tujuan tersebut harus dapat diukur. Melalui analisis dapat membantu
Anda memahami dan menemukan keterampilan awal yang harus diberikan dalam
kursus dan sekaligus keterampilan akhir yang nenjadi taget. Dengan demikian,
pemahaman ini akan membantu Anda menghemat banyak waktu dalam proses
pembelajaran atau training.
Tahapan Desain
Tahap kedua ADDIE adalah Desain. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
menciptakan rancangan/struktur model pembelajaran atau kursus, atau untuk
menentukan spesifikasi media dan aplikasi yang akan dikembangkan. Jika
produknya berupa media pembelajaran maka tahap desin ini akan dihasilkan
rancangan media berupa garis besar isi media, atau bisa juga berupa storyboard
disertai oleh beberapa sketsa, atau jabaran materi, atau flowchart. Apabila
produknya adalah model pembelajaran maka hasil desainnya adalah rancangan
model pembelajaran, standar layanan, pedoman pengelolaan, petunjuk
pelaksanaan penerapan, dan petunjuk lain yang diperlukan dalam implementasi.
Terdapat banyak factor yang harus diperhitungkan ketika melakukan
tahapan desain, baik ketika mendesain media atau pun mendesain model
pembe;ajaran. Berikut ini salah satu aspek yang harus diperhitungkan yaitu aspek
pedagogis dalam pengembangan teknologi pembeajaran.
Owen (2008): Pedagogical Underpinnings for ICT Enhanced Learning & Teaching Design

Tahapan Produksi
Tahap ketiga ADDIE adalah produksi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
menghasilkan produk berupa media atau model pembelajaran, atau untuk
menghasilkan aplikasi e-pembelajaran.

Tahapan Implementasi
Tahap keempat ADDIE adalah implemensi. Tujuan dari tahap ini adalah
untuk memanfaatkan media yang telah diproduksi atau untuk penerapan model
pembeajaran yang telah disusun, dalam situasi pembelajaran nyata di lapangan.
Dengan demikian pengembang teknologi pembelajaran (PTP) akan mampu
memecahkan persoalan pembelajaran yang ada, memperoleh masukan dan
balikan serta mengendalikan proses implementasi.

Tahapan Evaluasi
Tahap terakhir ADDIE adalah evaluasi. Tujuan dari tahap ini adalah
untuk menghasilkan laporan yang memberikan informasi tentang manfaat, dan
dampak yang dicapai oleh pemanfaatan media atau penerapan model
pembelajaran.

Model pengembangan Kini Terus Berkembang

Belakangan ini, sejak berkembangnya teori pembelajaran Connectivism,


pengembang teknologi pembelajaran juga mencoba mengadopsi model
pengembangan pembelajaran yang baru, yaitu model Successive Approximation
Model atau model SAM. Kita semua menginginkan model pengembangan
pembelajaran yang efisien dan lebih kolaboratif, mendorong kreativitas, dan juga
praktis. Untuk membantu pengembang teknologi pembelajaran agar mencapai
sukses yang lebih baik, model SAM yang dikembangkan oleh Michael Allen sejak
2012 nampaknya menjawab keinginan tersebut. Oleh karena itusaat ini model
SAM banyak diterapkan oleh instructional designer di Amerika.

SAM adalah pendekatan yang berbeda dalam pengembangan produk


desain instruksional yang mengutamakan iterasi, yaitu langkah-langkah kecil
berulang, bukan dengan langkah-langkah besar yang harus dilakukan
secarasempurna. SAM proses tidak linear (seperti ADDIE) yang bergerak mulai
dari Analisis sampai dengan Evaluasi. Tujuannya untuk menghasilkan kinerja yang
lebih besar. SAM mengutamakan dicapai produk berkualitas, jadwal dan anggaran
bisa ditepati, dan yang paling penting, SAM adalah proses pengembangan
pembelajaran e-learning benar-benar efektif.
Pada dasarnya SAM memiliki tiga fase yang dianggap sangat penting
dan perlu dipersiapkan secara serius. Tiga fase dalam SAM adalah strategi dasar
dan alat untuk tim agar mencapai sukses.
1. Fase Persiapan:

SAM dimulai dengan persiapan fase-mana pengembnga mengumpulkan


informasi dan mendapatkan semua latar belakang pengetahuan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjadi fase yang sangat cepat.

2. Fase Desain Berulang:


Fase ini dimulai dengan Savvy Start, pertemuan brainstorming awal yang
kolaboratif yang menetapkan dasar untuk proyek yang sukses. Kegiatan dimulai
berfokus terutama pada kinerja yang akan dicapai, dan kegiatan ini berfungsi
sebagai pernyataan permulaan, untuk membuat komitmen anggota tim dan untuk
berkomunikasi. Sepanjang prosesnya tim yang terlibat akan melakukan secara
berulang-ulang muali dari kegiatan desain, prototipe, dan ulasan.

3. Fase Pengembangan Berulang:

Tahap Pengembangan berulang dilakukan dengan cara tim pengembang


akan berkali-kali melalui tahapan pengembangan, implementasi, dan evaluasi.
Pengembang akan mulai dengan menggunakan desain yang ada, pindah ke versi
1 (Alpha) dan versi 2 (Beta), sebelum akhirnya meluncurkan versi final (Emas).
Produk media, model pembel;ajaran atau aplikasi pembelajaran yang sedang
dikembangkan, akan terus-menerus diaanalisis dan dievaluasi, sehingga pada titik
apapun/manapun jika diperlukan perubahan atau revisi perlu terjadi atau harus
dilakukan. Hal ini bisa terjadi dengan cepat dan dengan demikian bisa membatasi
risiko proyek melebihi anggaran atau waktu yang telah ditetapkan.

Untuk mempraktekkan SAM, tim pengembang memiliki beberapa pilihan.


SAM1 adalah proses dasar yang cocok untuk proyek-proyek kecil yang dilakukan
oleh individu atau tim kecil di mana tidak ada keterampilan teknis khusus
(misalnya, pemrograman perangkat lunak atau produksi video). Siklus proses
melalui tiga putaran dengan langkah yang biasa dilakukan oleh pengembang
teknologi pembelajaran. Mulai dari instruksional desainer mengevaluasi atau
menganalisis, kemudian menyusun desain, dan tim melakukan pengembangan.
Proses ini memungkinkan untuk membuat dan menyempurnakan prototipe
sepanjang jalan. Ide dan asumsi dibahas dan diuji di awal, sehingga
memungkinkan untuk pengembangan yang relatif cepat dari produk yang dapat
digunakan setelah hanya beberapa putaran kegiatan.
Gambar 1: Dasar Pendekatan Berturut-turut Model-SAM1

Untuk proyek dengan lebih banyak konten atau pengembangan


eLearning yang membutuhkan keterampilan pemrograman yang lebih maju, sam2
berguna (Gambar 2). Dalam model ini, pekerjaan dibagi menjadi tiga fase yang
berbeda-persiapan, desain iteratif, dan pengembangan berulang.

Berikut ini adalah gambaran proses pengembangan teknologi


pembelajaran menurut model SAM.

Gambar 2: Pendekatan Berturut-turut Model-SAM2

• Persiapan memungkinkan tim untuk mengumpulkan informasi latar belakang dan


melakukan "cerdas start" acara -a Brainstorming membawa tim desain dan
pemangku kepentingan bersama-sama untuk meninjau informasi dan
menciptakan ide-ide prototipe awal.
• Desain berulang dan fase pengembangan berulang dipecah menjadi langkah-
langkah tambahan yang lebih kecil, yang memungkinkan tim untuk membuat
keputusan dan memperbaiki prototipe awal.

C. Pemanfaatan dan Penerapan Produk PTP

Kesempatan untuk memanfaatkan media produk PTP sekarang ini


semakin terbuka lebar, berkat perkembangan teknologi computer dan internet.
Tersedia ruang maya seperti open educational resources (OER), dan bisa pula
media disalurkan melalui berbagai perangkat teknologi pembelajaran yang kini
semakin beragam, seperti perangkat mobile, tablet dan lain-lain

Sementara itu untuk penerapan model pembelajaran kesempatan juga


sangat terbuka untuk melayani kebtuhan di berbagai jenis, jenjang dan jalur
pendidikan. Kini di lembaga diklat sedang getol dikembangkan online learning dan
model pendidikan menggunakan blended learning atau model pembelajaran jarak
jauh lainnya.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

1. Dinamika perubahan yang berkenaan dengan peraturan perundang-


undangan, khususnya UU ASN dan peraturan lain yang terkait telah menjadi
pendorong perlunya perubahan peraturan yang menjadi dasar implementasi
jabatan fungsional PTP. Perubahan-perubahan mengenai manajemen ASN,
perubahan dalam penilaian kinerja pegawai, perubahan batas usia pensiun
dan lain lain perlu diikuti dengan penyesuaian dalam peraturan mengenai
manajemen dan pembinaan JF PTP. Hal ini juga mengingat bahwa jabatan
PTP terbuka bagi yang memiliki kompetensi sebagaimana telah ditetapkan,
dan jabatan ini sedang tumbuh untuk memenuhi kebutuhan pada berbagai
lembaga pendidikan yang banyak memanfaatkan teknologi pembelajaran,
terutama di pendidikan tinggi, pendidikan dasar dan menengah, pendidikan
non formal, pendidikan masyarakat dan lembaga diklat.
2. Tantangan yang dihadapi PTP saat ini yaitu; PTP harus kreatif dan inovatif
mengembangkan model pembelajaran yang sesuai paradigma belajar abad
21, PTP perlu meningkatkan kompetensi di bidang pembelajaran dan
kompetensi bidang teknologi khususnya mengenai media terbaru, dan PTP
perlu menunjukkan karya nyata dan menawarkan solusi masalah
pembelajaran. Perkembangan Internal; bidang garapan teknologi
pembelajaran telah berkembang, bertambah dan menjadi semakin kompleks,
jenis media pembelajaran berkembang dan beragam (digital learning object),
demikian pula model-model pembelajaran berbasis TIK semakin banyak
jenisnya. Oleh krena itu diperlukan perubahan-perubahan yang bersifat
penyesuaian, dan penambahan pada jenjang jabatan sehingga sampai ahli
utama dan penambahan pada rincian kegiatan PTP.
3. Perubahan dalam rangka koreksi terhadap butir peraturan yang kurang
relevan atau tidak pas dan bahkan koreksi atas kekeliruan, perlu dilakukan
agar peraturan tentang jabatan fungsional PTP yang senantiasa selaras
dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan di lapangan, dan
memandu proses penyusunan peraturan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis jabatan fungsional PTP.

Saran

Perubahan Permenpan tentang JF PTP perlu mencakup hal-hal sebagai


berikut. Pertama, diperlukan perubahan pasal-pasal sebagai akibat dari
perubahan UU dan peraturan terkait. Kedua, diperlukan perubahan terkait
dengan jenjang jabatan dan rincian kegiatannya. Ketiga, diperlukan perubahan
mengenai lampiran yang memuat sub unsur dan satuan hasil, sekaligus
mengoreksi kesalahan pada permenpan yang lama. Sedangkan hal-hal lain yang
masih relevan seperti rincian kegiatan tetap dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto, Perubahan-Radikal-Dalam-Tata-Kelola-Kepegawaian-Di-Indonesia,


http://www.kompasiana.com/humasdanpublikasilan/uu-asn-bawa-perubahan-radikal-
dalam-tata-kelola-kepegawaian-di-indonesia_552073f4813311fb7319f86f
Ambrose, K., and Wilson, J. 21st Century Learning: Acting Nationally and Internationally,
Curriculum and Leadership Journal, Volume 6 Issue 30, 19 September 2008.
http://www.curriculum.edu.au/leader/acting_%28inter
%29_nationally_cc_conference,25153.html?issueID=11592
Anderson ,T., and Dron, J., Three Generations of Distance Education Pedagogy, International
Review of Research in Open and Distance Learning, IRRODL Journal, Vol. 12.3, March,
2011, http://www.irrodl.org/index.php/irrodl/article/view/890/1826
Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI, ,
dokumen diterbitkan BSNP
Bates, A. W. (1988). Technology for distance education: A 10-year prospective. Open
Learning, 3(3), 3-12.
Bates, A. W. (1995). Technology, open learning and distance education.New York:
Routledge.
Bates, A. W., Harrington, R., Gilmore, D., & van Soest, C. (1992).Compressed video
and video-conferencing in open and distance learning: A guide to current
developments. Unpublished manuscript, The Open Learning Agency, Burnaby,
BC.
Bloom, B. S. (1976). Human characteristics and school learning. Toronto: McGraw-Hill.
Bloom, B. S. (1984, June-July). The 2-sigma problem: The search for methods of group
instruction as effective as one-to-one tutoring.Educational Researcher, 4-16.
Bloom, B. S., Engelhart, M. D., Furst, E. J., Hill, W. H., & Krathwohl, D. R. (Eds.).
(1956). Taxonomy of educational objectives: The classification of educational
goals. Handbook 1: Cognitive domain. New York: David McKay.
Bourdieu, P. (1984). Distinction: A social critique of the judgment of taste.Cambridge:
Harvard University Press.
Bridges, E. M. (1992). Problem-based learning: Background and rationale. In
E. M. Bridges, Problem-based learning for
administrators. ERICDocuments: ED347617.
Burge E. J., & Roberts, J. M. (1993). Classrooms with a difference: A practical guide to
the use of conferencing technologies. Toronto: University of
Toronto, OISE Distance Learning Office.
Cannell, L. (1999). Review of [distance education] literature. Unpublished paper.
Distance education association of theological schools, Winnipeg,MB.
Carroll, J. B. (1963). A model of school learning. Teachers College Record, 64, 723-
733.
Carmona, C.G. and Marin, J.A., ICT Trend in Education, Proceedings-1st Annual International
Interdisciplinary Conference, AIIC 2013, 24-26 April, Azores, Portugal
Cator, K., How Do You Define 21st-Century Learning?, One Question, Eleven Answer,
Education Week, published online October 11, 2010, diunduh dari:
http://www.edweek.org/tsb/articles/2010/10/12/01panel.h04.html
Chai, C.S., Lim, W.Y., So, H.J., & Cheah, H.M. 2011. Advancing collaborative learning with ICT:
Conception, cases and design. Singapore: Ministry of Education. diunduh dari:
http://wwwictconnection.edumall.sg/ictconnection/slot/u200/mp3/monographs/
Chen, Y., & Willits, F. (1998). A path analysis of the concepts in Moore's theory of
transactional distance in a videoconferencing environment.Journal of Distance
Education, 13(2), 51-65.
Chickering, A., & Gamson, Z. (1989, March). Seven principles for good practice in
undergraduate education. AAHE Bulletin, 3-7.
Coleman, S., Perry, J., & Schwen, T. (1997). Constructivist instructional development:
Reflecting on practice from an alternative paradigm. In A. J. Romiszowski
(Ed.), Instructional development paradigms(pp. 269-282). Englewood Cliffs, NJ:
Educational Technology Publications.
Cooper, P. (1993). Paradigm shifts in designed instruction: From behaviorism to
cognitivism to constructivism. Educational Technology,23(5)12-19.
Crompton, S., Ellison, J., & Stevenson, K. Better things to do or dealt out of the game?
Internet dropouts and infrequent users. Retrieved April 29, 2004, from the
Statistics Canada Web
site, http://www.statcan.ca/english/studies/11-008/feature/star2002065000s2a01.
pdf
Dalal, S. (2001, October 26). Futzers draining production budgets. The Edmonton
Journal, pp. F-1, 8.
Dikti.go.id. Berita Dikti. 15 Oktober 2014. Wapres Luncurkan Kuliah Daring, diunduh dari
http://dikti.go.id/blog/2014/10/15/wapres-luncurkan-kuliah-daring/
Fahy, P. J. (1998). Reflections on the productivity paradox and distance education
technology. Journal of Distance Education, 13(2), 66-73.
Fernandez, B. (1997, October 4). Productivity improvements not computing. Edmonton
Journal, p. J16.
Fischer, B. (1997, Jan.-Feb.). Instructor-led vs. interactive: Not an either/or
proposition. Corporate University Review, 5(1), pp. 29-30.
Fleming, M. (1987). Displays and communication. In R. M. Gagne (Ed.),Instructional
technology foundations (pp. 233-260). Hillsdale, NJ: Erlbaum.
French, D., Hale, C., Johnson, C., & Farr, G. (Eds.). (1999). Internet-based
learning. London: Kogan Page.
Gagne, R. M. (1970). The conditions of learning (2d ed.). New York: Holt, Rinehart and
Winston.
Garrison, D. R. (1989). Understanding distance education: A framework for the
future. New York: Routledge.
Garrison, D. R. (2000). Theoretical challenges for distance education in the twenty-first
century: A shift from structural to transactional issues.International Review of
Research in Open and Distance Learning, 1(1). Retrieved April 29, 2004,
from http://www.irrodl.org/content/v1.1/
randy.html
Garrison, P. (2001). Analyzing the analysts. Flying, 128(3), 95-97.
Grabe, C., & Grabe, M. (1996). Integrating technology for meaningful learning. Toronto:
Houghton Mifflin.
Grow, G. (1991, Spring). Teaching learners to be self-directed. Adult Education
Quarterly, 41(3), 125-149.
Heo, H., and Kang, M., Impact of ICT Use on School Learning Outcomes, European
Union/OECD, 2009.
Haughey, M., & Anderson, T. (1998). Networked learning: The pedagogy of the
Internet. Montreal: Cheneliére/McGraw-Hill.
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S. E. (1996).Instructional media
and technologies for learning (5th ed.). Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Helm, P., & McClements, R. (1996). Multimedia business training: The big thing or the
next best thing? In J. Frankl & B. O'Reilly (Eds.). 1996EDEN Conference:
Lifelong learning, open learning, distance learning(pp. 134-137). Poitiers, France:
European Distance Education Network.
Henriques, L. (1997). Constructivist teaching and learning. Retrieved April 29, 2004,
from http://www.educ.uvic.ca/depts/snsc/temporary/
cnstrct.htm. Note: This URL was no longer active on May 7, 2004.
Ihde, D. (1993). Philosophy of technology. New York: Paragon House.
Jonassen, D. (1998). Designing constructivist learning environments. In C. M. Reigeluth
(Ed.), Instructional theories and models (2d ed.) (pp. 1-21). Mahwah, NJ:
Erlbaum.
Koumi, J. (1994). Media comparisons and deployment: A practitioner's view. British
Journal of Educational Technology, 25(1), 41-57.
Kozma, R. (1991). Learning with media. Review of Educational Research,61(2), 179-
211.
Kivunja, C. Innovative Pedagogies in Higher Education to Become Effective Teachers of 21st
Century Skills: Unpacking the Learning and Innovations Skills Domain of the New
Learning Paradigm, International Journal of Higher Education, Vol. 3 No. 4. 2014.
Published online: September 9, 2014 doi:10.5430/ijhe.v3n4p37 URL:
http://dx.doi.org/10.5430/ijhe.v3n4p37
Kuhlmann, Tom, Instructional Design Challenges for Today’s Course Designer, April 15th, 2014
http://blogs.articulate.com/rapid-elearning/instructional-design-challenges/
McKenzie, J. What's new? 21st Century Skills, From Now On; Educational Technology Journal,
Vol. 5, No. 5, October 2009
McLoughlin, C., and Lee, M.J.W., Personalised and self regulated learning in the Web 2.0 era:
International exemplars of innovative pedagogy using social software Australasian
Journal of Educational Technology, 2010, 26 (1), 28-43.
http://www.ascilite.org.au/ajet/ajet26/mcloughlin.html
Machrone, B. (2001). The price of wireless shopping. PC Magazine, 20(6), 77.
Maier, P., Barnett, L., Warren, A., & Brunner, D. (1996). Using technology in teaching
and learning. London: Kogan Page.
Mann, C. (2001, March). Electronic paper turns the page. Technology Review, 104(2),
42-48.
Marchionini, G. (1988). Hypermedia and learning: Freedom and chaos.Educational
Technology, 28(11), 8-12.
Mayer, R. E. (2001). Multimedia learning. New York: Cambridge University Press.
McLuhan, M. (1964). Understanding media, the extensions of man.Toronto: McGraw-
Hill.
Mehlinger, H. (1996, February). School reform in the information age.
Phi Delta Kappan, 77(6), 400-407. Retrieved May 14, 2004,
fromhttp://databank.ncss.org/article.php?story=20020318155532416
&mode=print
Merrill, P. F. (1996). Software evaluation. In P. Merrill, K. Hammons, B. R. Vincent,
P. L. Reynolds, & L. B. Christensen, Computers in education (3d ed.) (pp. 109-
119). Needham Heights, MA: Allyn &Bacon.
Moore, M. G. (1989). Three types of interaction. American Journal of Distance
Education, 3(2), 1-6. Retrieved April 29, 2004, from http://
www.ajde.com/Contents/vol3_2.htm#editorial
Munson, L., How Do You Define 21st-Century Learning?, One Question, Eleven Answer,
Education Week, published online October 11, 2010, diunduh dari:
http://www.edweek.org/tsb/articles/2010/10/12/01panel.h04.html
Net Talk. (2001). PC Magazine, 20(19), p. 27.
Networking (2002, May). CA*net 4 coming down the pipe. Retrieved April 29, 2004,
from http://thenode.org/networking/may2002/briefs
.html#1
Newby, T., Stepich, D., Lehman, J., & Russell, J. (2000). Instructional technology for
teaching and learning (2d ed.). Upper Saddle River, NJ: Merrill.
Nikiforuk, A. (1997, October 4). The digerati are bluffing. The Globe and Mail, p. D15.
Oliver, E. L. (1994). Video tools for distance education. In B. Willis (Ed.),Distance
education strategies and tools (pp. 165-173). Englewood Cliffs, NJ: Educational
Technology Publications.
Pastore, M. (2001). Women maintain lead in Internet use. Retrieved April 29, 2004,
from http://www.clickz.com/stats/big_picture/demo
graphics/article.php/5901_786791
Picard, J. (1999, June 10). Creating virtual work teams
using IPvideoconferencing. Presentation at the Distance Education Technology
'99 Workshop, Edmonton, Alberta.
Pittman, V. V. (1987). The persistence of print: Correspondence study and the new
media. The American Journal of Distance Education, 1(1), 31-36.
Peraturan Menteri Penertiban Aparatur Negara Nomor Per/2/M.Pan/3/2009 tentang Jabatan
Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran dan Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggara
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) oleh Perguruan Tinggi .
Roberts, J. (1998). Compressed video learning: Creating active learners.Toronto:
Cheneliére/McGraw-Hill.
Roblyer, M. D., & Schwier, R. A. (2003). Integrating educational technology into
teaching, Canadian edition. Toronto: Pearson Education Canada, Inc.
Rockley, A. (1997). Intranet publishing. Stouffville, ON: The Rockley Group.
Rupley, S. (2002). I2, near you. PC Magazine, 21(4), 21.
Scriven, B. (1993). Trends and issues in the use of communication technologies in
distance education. In G. Davies & B. Samways (Eds.),Teleteaching (pp. 71-78).
North-Holland: Elsevier Science Publishers.
Sims, C., and Koszalka, T.A., 2011. Competencies for the New-Age Instructional Designer,
diunduh dari: http://www.aect.org/edtech/edition3/ER5849x_C042.fm.pdf,
Smaldino, S.E., Lowther, D.L. and Russell,J.D. 2008. Instructional Technology and Media for
Learning (9th ed.). Upper Saddles River, NJ: Pearson Prentice Hall.
Surat Direktorat Akademik DIKTI No. 0662/D2/2007 perihal PEKERTI-AA tanggal 30 Maret
2007 http://www.kopertis12.or.id/2011/07/29/program-pekertiaa-untuk-para dosen. html#
sthash.ZOZxSQH2
Szabo, M. (1997). A survey of research on selected components of interactive
multimedia on learning, efficiency and attitude. Unpublished paper, the University
of Alberta, Department of Educational Psychology, Edmonton.
Szabo, M. (1998). Survey of educational technology research. The Educational
Technology Professional Development Project (ETPDP) Series. Edmonton, AB:
Grant MacEwan Community College and Northern Alberta Institute of
Technology.
Taylor, R. 1980. The Conmputer in The School: tutor, tool, tutee. New York: Teachers College
Press.
Tenner, A. T. (1996). Why things bite back: Technology and the revenge of unintended
consequences. New York: Knopf.

TEMPO.co, Selasa, 03 September 2013, Wapres Ingin Ada Sistem Pendidikan Online
Nasional, diunduh dari: http://www.tempo.co/read/news/2013/09/03/079510037
Welsch, E. (2002). Cautious steps ahead. Online Learning, 6(1), 20-24.
White, J.N. 1997. Schools for the 21st Century. Harpenden: Lennard Publishing.

Anda mungkin juga menyukai