Anda di halaman 1dari 3

APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)

LATAR BELAKANG
Penyebab awalnya adalah dimulai dari hasil kesepakatan dari Konferensi Meja Bundar yang salah
satunya berisi tentang KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) diperintahkan untuk menarik diri
dari wilayah Indonesia. Karena saat itu Indonesia masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS),
maka akan dibentuk APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) yang merupakan gabungan
antara anggota TNI (Tentara Negara Indonesia) dan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat).

KNIL yang dulunya merasa berlawanan dengan TNI tentu saja tidak setuju dengan keputusan tersebut.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh Raymond Westerling yang kemudian membentuk APRA (Angkatan Perang
Ratu Adil).

Selanjutnya, keadaan ini semakin memanas ketika Republik Indonesia Serikat (RIS) akan dibubarkan dan
bergabung kembali ke dalam Republik Indonesia. APRA tidak menyetujui adanya rencana pembubaran
Republik Indonesia Serikat (RIS). Mereka ingin mempertahankan negara bagian Pasundan dengan
mengajukan permohonan pengakuan angkatan perang Pasundan, namun ditolak oleh pemerintah pusat.
Karena penolakan inilah, kemudian APRA bersama Westerling dan Sultan Hamid 2 merencanakan
pemberontakan dan kudeta terhadap kebijakan RIS saat itu yang bertujuan untuk mempertahankan
bentuk negara federal dengan negara Pasundan didalamnya.

1. Adanya perintah pembentukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) yang
beranggotakan gabungan TNI dan KNIL berdasarkan kesepakatan KMB.
2. Ingin mempertahankan negara Pasundan sebagai negara bagian Republik Indonesia Serikat.

SEBELUM PEMBERONTAKAN
Pada tanggal 08 Desember 1949 Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh menerima laporan dari ebuah
dinas rahasia Belanda mengenai didirikannya organisasi rahasia bernama "Ratu Adil Persatuan
Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
yang dipimpin oleh Raymond Westerling dengan pengikut sekitar 500.000 orang. Sebagian besar dari
pengikutnya adalah mantan anggota KNIL yang melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST.

KRONOLOGI PEMBERONTAKAN

Pada 05 Januari 1950, Westerling mengirim ultimatum kepada pemerintah RIS supaya mengakui negara
bagian Pasundan sekaligus APRA sebagai tentara Pasundan. Namun, ultimatum tersebut tentu saja
ditolak oleh pemerintah pusat. Kabarnya, masih di hari yang sama yakni 05 Januari 1950, Westerling
juga berusaha membunuh 7 orang penting di Bandung, baik dari militer maupun sipil dengan rencana
pemberian racun, tetapi gagal karena ketujuh orang tersebut sudah mengetahui rencana tersebut
terlebih dahulu. Karena peristiwa tersebut pada 10 Januari 1950, Perdana Menteri RIS kala itu,
Mohammad Hatta, membuat perintah untuk menangkap Westerling dan anggota pasukannya. Lalu,
Jenderal Vreeden dan Menteri Pertahanan Belanda menyusun rencana untuk mengevakuasi pasukan
tersebut.

Namun sayangnya, Westerling sudah lebih dulu mengetahui bahwa dirinya sedang dalam incaran
penangkapan. Supaya misinya berhasil, Westerling menyegerakan kudetanya, ia bersama pasukan APRA
datang ke Bandung pada 23 Januari 1950. Mereka membunuh semua orang berseragam TNI yang
mereka temui, sekitar 61 TNI dan 18 warga sipil tewas dalam penyerangan tersebut, termasuk Letnan
Kolonel Lembong yang saat itu kebetulan sedang mengunjungi Markas Besar Divisi Siliwangi. Hingga
akhirnya, APRA berhasil menguasai Markas Besar Divisi Siliwangi. Namun, pada sepertinya kemenangan
bukan menjadi milik APRA, kerena mereka kehabisan peluru.

Di hari yang sama, pasukan APRA juga mencoba melakukan kudeta ke Jakarta, untuk menangkap
presiden Soekarno dan merebut gedung pemerintahan RI. Namun hal itu tidak terjadi karena sebagian
pasukan APRA tidak melaksanakan perintah Westerling, sehingga tidak terlihat bala bantuan yang
datang. Setelah itu, pada tanggal 24 Januari 1950 Westerling bekerjasama dengan Sultan Hamid II,
berniat melakukan pemberontakan kembali dengan menyerang sidang Kabinet RI di Jl Pejambon, Jakarta
Pusat. Target yang akan dibunuh adalah Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX, Sekjen
Kementerian Pertahanan Ali Budiarjo dan Kepala Staf Angkatan Perang, TB Simatupang. Penyerangan
direncanakan pukul 19.00 WIB. Westerling bersama satu truk pasukannya telah siap. Namun saat dia
hendak menyerang, terrnyata Sidang Kabinet sudah bubar sekitar pukul 18.35 WIB. Sehingga rencana ini
pun gagal, dan perlawanan ini dipatahkan di Cianjur dan Cikampek oleh TNI.

1. Pada 05 Januari 1950, Westerling mengirim ultimatum kepada pemerintah RIS supaya mengakui
negara bagian Pasundan sekaligus APRA sebagai tentara Pasundan, dan berusaha membunuh 7
orang penting di Bandung, baik dari militer maupun sipil.
2. Pada 23 Januari 1950, mereka memulai pemberontakan dengan membunuh semua orang
berseragam TNI yang mereka temui, serta mencoba melakukan kudeta ke Jakarta, untuk
menangkap presiden Soekarno dan merebut gedung pemerintahan RI namun gagal.
3. Pada tanggal 24 Januari 1950 Westerling bekerjasama dengan Sultan Hamid II, berniat
melakukan pemberontakan kembali dengan menyerang sidang Kabinet RI di Jl Pejambon,
Jakarta Pusat. Target yang akan dibunuh adalah Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono
IX, Sekjen Kementerian Pertahanan Ali Budiarjo dan Kepala Staf Angkatan Perang, TB
Simatupang.

AKHIR DARI PEMBERONTAKAN


Pemerintah Indonesia ikut turun tangan dalam penumpasan pemberontakan APRA dengan
mengerahkan kekuatan operasi militer oleh pihak TNI yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur ke
Bandung, dengan tujuan menangkap Westerling dan Sultan Hamid II pada tanggal 24 Januari 1950. Serta
melakukan perundingan dengan pihak Belanda untuk menekan pasukan APRA untuk keluar dari
Bandung. Kemudian pada 05 April 1950, Sultan Hamid II berhasil ditangkap, diadili, dan kemudian
dipenjara. Sedangkan, Westerling berhasil kabur ke Singapura dengan menumpangi Pesawat Calatina. Di
sisi lain, pemberontakan tersebut mendapat tekanan dari APRIS sehingga APRA didesak dan ditumpas
sehingga berhasil dibubarkan pada Februari 1950.

Walau pada akhirnya pemberontakan berakhir, dampak langsung dari terjadinya pemberontakan APRA
tetap tak terlupakan, seperti banyaknya anggota TNI yang gugur, serta betapa mencekamnya suasana
Bandung saat itu, serta kondisi keamanan rakyat juga ikut terancam dan terganggu oleh aksi keji yang
dilancarkan Westerling dengan pasukannya. Selain itu, dampak lainnya adalah tersedotnya keuangan
Negara untuk membiayai operasi militer untuk menumpas APRA.

TOKOH YANG TERLIBAT


1. Raymond Pierre Paul Westerling : sebagai pendiri, pemimpin dan dalang dibalik gerakan
pemberontakan APRA
2. Syarif Abdul Hamid Al Kadrie (Sultan Hamid II) : menjadi panglima APRA sekaligus dalang dibalik
pemberontakan APRA yang berencana dengan Westerling akan membunuh menteri pertahanan
Sri Sultan Hamengkubuwono, Sekertaris pertahanan Ali Budiarjo, Kepala Staf Angkatan Perang
T.B Simatupang.
3. Anwar Tjokroaminoto : Perdana Menteri ke-3 Negara Pasundan sejak dibentuknya Indonesia
menjadi negara serikat.
4. R.A.A Male Wiranatakusumah : wakil pemerintahan RIS di negara bagian Pasundan.
5. Komisarsi Besar Jusuf : tentara Indonesia yang berkhianat karena tidak setuju dengan beberapa
kebijakan pemerintah.

MENGAPA TENTARA NEGARA BAGIAN PASUNDAN SAAT ITU DIBERI NAMA APRA?
APRA merupakan kepanjangan dari Angkatan Perang Ratu Adil yang berdasar dari mitologi ramalan
Jayabaya, yang berisi tentang datangnya seorang pemimpin berdarah Turki yang akan membawa
keadilan dan kedamaian. Dalam mitologi Jawa, Ratu adil juga dideskripsikan sebagai sosok penyelamat
yang membawa kesejahteraan di Jawa. Westerling yang kebetulan lahir di Turki, kemudian menjadikan
mitologi tersebut sebagai strategi propaganda politik, untuk menarik simpati sebagian masyarakat agar
mencapai tujuannya sendiri. Karena ia menganggap dirinya sebagai "Ratu Adil" yang dapat
membebaskan masyarakat Jawa dari kepemimpinan yang hanya mementingkan kebutuhannya sendiri.

MENGAPA SULTAN HAMID II IKUT ANDIL DALAM PEMBERONTAKAN APRA?


Sultan Hamid II adalah seorang menteri di Kabinet Indonesia Serikat (RIS). Dia berjasa menciptakan
lambang Garuda Pancasila yang menjadi lambang negara Indonesia. Namun, kenapa Sultan Hamid II
akhirnya memberontak?

Banyak yang menilai Sultan Hamid II tidak puas dengan jabatan yang diberikan Soekarno. Karena beliau
hanya menteri tanpa portofolio yang bertugas menyiapkan acara kenegaraan dan lambang negara,
padahal sebenarnya ingin menjadi menteri pertahanan Republik Indonesia Serikat. Hamid merasa layak
menduduki posisi tersebut, sebab ia menjadi lulusan Akademi Militer Belanda di Breda dan mantan
tentara Hindia Belanda dengan pangkat Jenderal Mayor.

Sultan Hamid II dalam berpolitik dan memperjuangkan kemerdekaan sebuah bangsa dan negara,
percaya bahwa Kepulauan Melayu (Indonesia saat ini) lebih tepat menggunakan sistem federal dalam
sistem ketatanegaraannya. Namun, dia memperoleh tentangan dari kaum republiken (unitaris) saat itu
yang banyak berada di Pulau Jawa (terutama Yogyakarta) yang menginginkan dominasi sentralistik atau
sistem kesatuan (unitarisme). Sehingga Hamid menerima tawaran menjadi panglima APRA karena ingin
mempertahankan sistem negara federal dari intimidasi yang ingin menghapuskan negara-negara bagian
secara inkonstitusional.

1. Menginginkan posisi menteri pertahanan Republik Indonesia Serikat.


2. Ingin mempertahankan bentuk negara federal Republik Indonesia Serikat .

Anda mungkin juga menyukai