Anda di halaman 1dari 6

Terbentuknya APRA berawal dari APRIS, yaitu Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat.

APRIS
sendiri memiliki anggota yang terdiri atas gabungan tentara KNIL Belanda dan TNI. Kemudian
lahirlah kaum reaksioner dalam jumlah yang cukup banyak. Mereka adalah elemen APRIS yang
cenderung mendukung federalisme bangsa Indonesia atau kurang suka dengan TNI dan NKRI.
Mereka secara sukarela bergabung dengan Angkatan Perang Ratu Adil.

Pada November 1949 Dinas rahasia militer Belanda mendapatkan laporan, Westerling telah
mendirikan sebuah organisasi rahasia dengan jumlah pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan ini
diterima oleh Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada tanggal 8 Desember 1949 yang
menyebutkan bahwa nama organisasi tersebut adalah “Ratu Adil Persatuan Indonesia” (RAPI) dengan
satuan bersenjatanya yang diberi nama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).

Westerling berniat melakukan kudeta karena dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan hasil putusan KMB
(Konferensi Meja Bundar) pada Agustus 1949, dengan poin sebagai berikut :

1. Tentara KNIL akan dibubarkan dan dimasukkan ke dalam kesatuan TNI, Kerajaan Belanda
akan menarik pasukan KNIL dari Indonesia.
2. Merasa kecewa akan keputusan KMB , Westerling berencana melakukan kudeta kepada
Presiden Soekarno.
3. Westerling ingin mempertahankan Negara Federal Pasundan di Indonesia dengan mendirikan
tentara khusus di sejumlah wilayah bagian Republik Indonesia Serikat (RIS).

Pemberontakan APRA juga disebabkan karena Belanda ingin menanamkan kepentingan politik dan
ekonominya di Indonesia. Pihak Belanda berniat untuk mengeksploitasi sumber daya di Indonesia
untuk mempertahankan keadaan ekonominya. Pihak Belanda tahu bahwa akan sangat sulit
mengintervensi secara ekonomi jika Indonesia sudah bersatu menjadi NKRI. Terlebih lagi, pemimpin
Indonesia semuanya sudah antipati terhadap kekuasaan Belanda.

Kliknya setelah penyerahan kedaulatan diberikan kepada Indonesia. Bahkan pesan ini juga telah
disampaikan kepada Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda.
Jenderal Van Vreeden memiliki tanggung jawab atas kelancaran “Penyerahan Kedaulatan” pada
tanggal 27 Desember 1949 memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan tersebut,
tetapi van Vreeden tak segera memerintahkan penangkapan Westerling.

Pada 5 Januari tahun 1950 Raymond Westerling mengirim surat pada pemerintah RIS, yang berisi
ultimatum menuntut Pemerintah RIS menghargai negara bagian Pasundan serta Pemerintah RIS
harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Kegelisahan muncul di kalangan RIS dan pihak
Belanda, terutama dr. H.M. Hirschfeld yang baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS menghujani
Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan yang membuatnya menjadi sangat tak nyaman. Bahkan
Belanda telah memerintahkan untuk menindak setiap pejabat Belanda yang berhubungan dengan
Raymond Westerling.

Pihaknya menginginkan supaya APRA dijadikan pasukan yang berstatus resmi. Di samping itu,
pihaknya juga menginginkan untuk memegang penuh kekuasaan militer di daerah Pasundan. Akan
tetapi, karena permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh pihak pemerintah, maka anggota merencanakan
perampasan kekuasaan melalui pemberontakan APRA. Pemberontakan ini berpusat di sekitar wilayah
Jakarta dan Bandung. Dua kawasan yang memiliki nilai kepentingan tinggi bagi bangsa Indonesia dan
RIS pada saat itu.

1. Mempertahankan Negara RIS


Berbagai perundingan yang dilakukan antara Indonesia dengan Belanda dengan mediasi
Australia, selalu menghasilkan keputusan yang merugikan pihak Indonesia. Meski demikian demi
menjaga perdamaian antara kedua negara tetap menghimbau supaya seluruh pihak menerima
keputusan tersebut. Namun, justru pihak Belanda yang melanggar keputusan dalam perundingan
dengan melakukan penyerangan berupa Agresi Militer I dan II. Setelah adanya pelanggaran perjanjian
ini, kedua pihak kembali dipertemukan dalam perundingan KMB, yang kemudian memutuskan bahwa
Indonesia menjadi negara federal.

2. Mengganggu Proses Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda

Salah satu pihak yang mengupayakan kegagalan kedaulatan Republik Indonesia yaitu
panglima tertinggi dari tentara Belanda yaitu Letjen Buurman van Vreeden. Pihaknya selalu
menghalangi proses diakuinya Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Pada akhirnya kedaulatan
Republik Indonesia diakui oleh Belanda tepatnya di tanggal 27 Desember 1949. Pada saat itu,
Indonesia sudah menjadi negara yang berbentuk republik dan telah lepas dari bentuk negara federal.

3. Mempertahankan Adanya Tentara APRA sebagai Tentara di Pasundan

Orang-orang yang tergabung dalam APRA merupakan mereka yang tidak memenuhi kriteria
untuk menjadi APRIS. Itulah mengapa pasukan APRA berusaha supaya Indonesia tetap berbentuk
negara federal, sehingga keberadaan mereka tetap dapat dipertahankan sebagai angkatan perang.
Salah satu hal yang dilakukan APRA yaitu melakukan penyerangan kepada Divisi Siliwangi pada
Januari 1950. Di mana tujuan utama yang ingin dicapai yaitu agar APRA menjadi tentara di
Pasundan.

APRA melancarkan aksi pemberontakan di wilayah Bandung di pagi hari pada tanggal 23 Januari
1950. Mula-mula pergerakan dilakukan di wilayah Cililin. Gerakan tersebut dipimpin oleh dua orang
inspektur polisi dari Belanda, yaitu Van Beeklen dan Van der Meula. Pemberontakan ini
menggunakan 800 orang serdadu, di mana 300 orang diantaranya adalah bekas anggota KNIL yang
dilengkapi dengan persenjataan canggih kala itu. Keadaan masa itu sungguh menyeramkan, karena
banyak sekali terjadi pembunuhan yang sadis. Pada akhirnya, pihak pemberontak berhasil
menduduki Markas Anggota Divisi Siliwangi. Di tempat ini kembali terjadi peperangan yang tidak
seimbang. Personil APRA yang berjumlah 150 orang menyerang tanpa ampun kepada 18 TNI. Atas
kejadian pemberontakan APRA menyebabkan gugurnya 79 pasukan APRA.

APRA juga melancarkan aksinya di wilayah Jakarta ternyata terdapat pengkhianat yang bekerja
sama dengan tentara APRA, yakni Sultan Hamid II. Dirinya ditawari keuntungan oleh pihak tentara
APRA akan dijadikan Menteri Pertahanan jika rencana kudeta bisa berjalan dengan baik. Beberapa
strategi yang direncanakan diantaranya penyerangan ke gedung tempat sidang kabinet RIS,
kemudian tentara APRA akan menculik semua menteri, setelah itu orang-orang yang memiliki peran
penting di kementrian dibunuh. Akan tetapi, pemberontakan APRA di Jakarta tidak berhasil. Hal
tersebut karena aksi yang dilakukan pasukan APRA berhasil dipatahkan oleh rakyat pribumi, APRIS,
dan pemerintah RIS.

1. Sultan Hamid II

Syarif Abdul Hamid Al Kadrie merupakan nama asli dari Sultan Hamid II. Pada tanggal 29
Oktober 1945 setelah diangkat untuk menjadi pengganti ayahnya sebagai sultan pontianak. Sejak kecil
Sultan Hamid II sudah lancar berbahasa Inggris, mempunyai pola kehidupan layaknya orang Barat,
dan terpengaruh dengan globalisasi dan dunia luar. Sultan Hamid II masuk ke dalam anggota KNIL
Belanda dengan menggandeng pangkat Letnan dua. Ia juga menjabat sebagai menteri dalam
pemerintahan Soekarno.
Namun tak disangka beliau menjadi tokoh pemberontakan APRA yang menjadi pencoreng nama
baiknya yang seharusnya sebagai pahlawan Indonesia menjadi pemberontak dan penghianat. Sultan
Hamid II terbukti bersalah karena menjadi dalang dan tokoh pemberontakan APRA di Bandung.
Membuatnya harus ditangkap pada 4 April 1950 dan dijebloskan ke dalam penjara.

2. Komisaris Besar Jusuf

Salah satu tokoh kunci pada pemberontakan APRA. Dahulunya beliau merupakan seorang
yang berada di satu barisan dengan tentara Indonesia. Namun karena tidak menyetujui beberapa
kebijakan pemerintahan Jusuf berubah menjadi penghianat. Berdasarkan informasi dari Intelejen
menyebutkan bahwa beliau masuk ke dalam tokoh pemberontakan APRA dan ikut ke Bandung.
Penangkapannya baru terlaksana beberapa bulan setelah pemberontakan APRA selesai ditumpas.

3. Anwar Tjokroaminoto

Merupakan perdana menteri ke-3 negara Pasundan atau Jawa Barat yang sudah menjabat sejak bulan
Juli 1949 sejak Indonesia dibentuk menjadi negara serikat. Setelah diketahui sebagai tokoh
pemberontakan APRA dan menjadi anggota KNIL. Perdana Menteri Tjokroaminoto ditangkap oleh
pihak yang berwajib. Setelah ditangkapnya perdana mentri Tjokroaminoto, negara Pasundan yang
semula berdiri sendiri, resmi bergabung dengan Indonesia dan menjadi negara kesatuan.

4. R.A.A Male Wiranatakusumah

Merupakan wakil dari pemerintahan RIS di negara Pasundan. Tidak banyak referensi yang
menyebutkan beliau terlibat pemberontakan APRA. Namun ada beberapa orang yang menyatakan
keikutsertaannya dalam penyerangan tersebut. Ketika aksi pemberontakan ini terjadi pada bulan
Januari 1950, saat itu juga Male Wiranatakusumah mengundurkan diri.

5. Raymond Westerling

Memiliki nama lengkap Raymond Pierre Paul Westerling. Di Indonesia Westerling menjadi
terkenal setelah peristiwa pembunuhan besar-besaran di daerah Sulawesi Selatan. Peristiwa ini
dikenal sebagai “Pembantaian Westerling”. Westerling sendiri selalu menganggap dirinya sebagai
Ratu Adil yang sudah tertulis diramalan Jayabaya. Sampai kemudian beliau membentuk tentara yang
diberi nama sebagai APRA. Perintah darinya untuk kudeta di Bandung mengalami insiden kegagalan
yakni ketika mencoba menghabisi nyawa dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX atau Menteri
Pertahanan Keamanan, Ali Budiardjo, serta Kolonel TB Simatupang.

Westerling selaku tokoh pemberontakan APRA merasa terdesak kemudian bersembunyi dan
melarikan diri ke Singapura pada tanggal 22 Februari 1950. Meskipun menjadi tokoh pemberontakan
APRA dan sudah membunuh ribuan nyawa tak berdosa, namun rakyat Belanda menganggapnya
sebagai pahlawan. Meskipun melakukan banyak kegiatan yang keji di tanah Indonesia atas nama ratu
adil dan juga tentara KNIL Belanda. Tidak ada hukuman yang dijatuhkan karena perlindungan dari
negara Belanda.

Pemerintahan Republik Indonesia Serikat pada waktu itu melakukan penumpasan pada APRA dengan
menggabungkan kesatuan kepolisian yang berada di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan juga
Tentara Nasional Indonesia, Hal ini kemudian menyebabkan pada tanggal 24 Januari 1950 pada
waktu itu dari Tentara Nasional Indonesia sendiri menumpaskan pemberontakan yang dilakukan
APRA tersebut.

Pemerintah RIS menempuh dua cara untuk menumpas pemberontakan APRA di Bandung. Yaitu
dengan melakukan tekanan terhadap pimpinan tentara Belanda dan melakukan operasi militer.
Perdana Menteri RIS Moh. Hatta mengutus pasukannya ke Bandung dan mengadakan perundingan
dengan Komisaris Tinggi Belanda di Jakarta. Hasil dari perundingan tersebut, Westerling didesak
untuk meninggalkan kota Bandung. Gerakan APRA semakin terdesak dan terus dikejar oleh pasukan
APRIS bersama rakyat, dan akhirnya gerakan APRA dapat ditumpas.

Anda mungkin juga menyukai