Anda di halaman 1dari 2

APRA DAN BFO

Bagian Callista Najla (10)

A. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Pemberontakan APRA menjadi salah satu atau pemberontakan yang didalangi atau
didukung Belanda. Angkatan Perang Ratu Adil diberi nama sesuai dengan Ramalan Jawa Kuno
Jayabaya tentang kedatangan Ratu Adil yang berasal dari Tirki. Kebetulan Westreling adalah tokoh
Belanda yang lahir dari kekhalifahan Ustmaniyah yang sekarang disebut Turki, sehingga
dinamakan demikian sekaligus untuk menarik perhatian/simpati pejuang Indonesia.
APRA tadinya adalah angkatan perang yang dibuat Belanda namun merekrut 18 fraksi
tentara yang dianggap anti Republik Indonesia, seperti gerilyawan yang bertebaran di berbagai
wilayah seperti Ambon; Melayu dan Minahasa; mantan tentara DI/TII; dan sebagainya.
Mereka adalah tentara yang dimanfaatkan untuk mengelabui Indonesia oleh Belanda.
Dalam penyerangannya, APRA bertindak sadis/tidak sewajarnya terhadap sipil dan tentara.
Banyak dari mereka yang dibunuh dan disiksa apabila menentang APRA. Bahkan, dalam
penyerangan Divisi Siliwangi/Bandung dengan tujuan membunuh Perdana Menreri Pertahanan
Sultan Hamengku Buwono IX, kurang lebih menewaskan 61 TNI dan 18 warga sipil.
Pemberontakan ini berhasil digagalkan dan dibubarkan pada Februari 1950. Dan Westerling
melarikan diri ke Belanda.

Tokoh-tokoh yang terlibat dalam penyerangan ini antara lain :

1. Kapten DST KNIL Raymond Westerling, dia merupakan dalang dari Pemberontakan APRA
yang menganggap dirinya sebagai Ratu Adil dan melakukan pembunuhan dimana-mana.
2. Sultan Abdul Hamid Al-Kadrie, adalah putera sulung Sultan Pontianak ke 6. Sultan Hamid
diangkat sebagai Letnan Dua setelah memasuki Tentara KNIL Belanda. Peristiwa APRA
mencoreng nama baik beliau karena dia terbukti terlibat dalam kudeta APRA yang gagal di
Bandung. Beliau ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Peristiwa ini menyadarkan
bahwa, RIS tidak cocok dengan Indonesia, yang lebih pantas ialah NKRI.
3. Anwar Tjokroaminoto, adalah Perdana enteri Ketiga Negara Pasundan. Beliau ditangkap
dikarenakan beliau terlibat dalam pemberontakan APRA Divisi Siliwangi dan menjadi bagian
Tentara KNIL. Lalu, Negara Pasundan resmi bergabung menjadi Negara kesatuan.
4. Komisaris Besar Jusuf, beliau mengkhianati Indonesia karena kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah sehingga beliau menjadi pendukung dari Pemberontakan APRA.

Tentunya, pemerintah Indonesia mencari upaya untuk mengatasi pemberontakan ini,


diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah Indonesia melancarkan operasi militer pada tanggal 24 Januasi 1950;


2. Di Jakarta, diadakan perundingan antara Mohammad Hatta dengan Komisaris Tinggi
Belanda dan hasilnya Westerling didesak Mayor Engels untuk mundur/meninggalkan Kota
Bandung;
3. Penangkapan terhadap Westerling dan Sultan Hamid II. Westerling kabur ke Jakarta dan
menumpang Pesawat Catalina (milik AL Belanda)
4. Parlemen Negara Pasundan mendesak agar Negara dibubarkan tanggal 27 Januari 1950.
B. Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO)

BFO ini didirikan oleh Belanda untuk mengelola Republik Indonesia Serikat (RIS) selama
Revolusi Nasional (1945-1949). Komite ini bertanggung jawab untuk mendirikan pemerintahan
sementara pada tahun 1948 sebagaimana dirumuskan dalam Persetujuan Meja Bundar. Pendirian
ini tidak lain adalah akal-akalan Belanda agar Indoneisa memegang prinsip Negara federal.
Rencana pembentukan negara federasi dicetuskan oleh Van Mook. Van Mook mengawali rencana
membentuk Negara federal dengan menyebarluaskan federalisme pada konferensi yang
berlangsung di Hooge Veluwe. Namun, koferensi tersebut gagal dan menentang keinginan
Belanda. Van Mook kembali mengadakan konferensi untuk mewujudkan rencananya membentuk
Negara Indonesia Serikat (NIS) di Indonesia. Konferensi diadakan di Bandung tanggal 27 Mei 1948
bertempat di Gedung Parlemen Negara Pasundan. Konferensi tersebut dihadiri oleh wakil dari
negara dan daerah otonom di Indonesia, yaitu Negara Indonesia Timur, Sumatra Timur, Sumatra
Selatan, Jawa Tengah, Pasundan, Jawa Timur, Borneo Timur, Borneo Barat, Bandjar, Bangka,
dan Riau. Pada konferensi federal van Mook mengajukan suatu rancangan pemerintahan yang
telah disusunnya, yaitu pembentukan Pemerintah Federal Sementara atau Voorlopige Federale
Regering (VFR). VFR rancangan van Mook merupakan lembaga pemerintahan yang telah ada di
Indonesia dan hanya berganti nama untuk mendapatkan kembali simpati dari bangsa Indonesia.
Peserta konferensi kecewa karena van Mook tidak memberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan ataupun usul pengubahan rancangan VFR. Kekecewaan tersebut
membuat Ide Anak Agung Gde Agung dan R.T. Adil Puradiredja sepakat kembali mengadakan
konferensi serupa yang bertujuan membuat rancangan pemerintahan federal di Indonesia.
Konferensi tersebut diadakan di Bandung tanggal 7 Juli 1948 dan diberi nama konferensi satuan-
satuan kenegaraan atau konferensi kenegaraan (Staatkundige Enheden Conferentie). Konferensi
kenegaraan lebih dikenal sebagai Majelis Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federale
Overleg atau BFO).

Sejak awal pembentukan BFO terdapat tokoh-tokoh yang dominan dalam setiap rapat
yang diadakan BFO. Tokoh tersebut adalah Anak Agung Gde Agung (Negara Indonesia Timur),
R.T Adil Puradiredja (Pasundan), Sultan Hamid II (Borneo Barat), dan T. Mansoer (Sumatera
Timur). Masing-masing tokoh memanfaatkan setiap kesempatan dalam BFO untuk
mempengaruhi anggota lainnya agar mendukung usaha dan pemikirannya. Anak Agung dan Adil
Puradiredja berusaha agar BFO mendekati RI, sedangkan Sultan Hamid II dan T. Mansoer
berusaha agar BFO tetap mengikuti rencana Belanda.

Peran pemerintah sendiri dalam mengatasi masalah BFO itu ialah mengadakan perjanjian
interindonesia untuk menyamakan pendapat atau persepsi untuk menghadapi Belanda di KMB
dan dengan pembubaran negara-negara boneka federal bentukan Belanda, yang berakibat
pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) dan kembalinya bentuk negara menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai