Anda di halaman 1dari 5

Gosok Gigi – Sebelum atau Sesudah Makan?

Menggosok gigi adalah suatu tindakan membersihkan gigi dan rongga mulut dari debris
makanan dan plak. Terdapat berbagai tujuan dari menggosok gigi, mulai dari memberikan
rasa segar, menghilangkan bau mulut, mencegah gigi sensitif, hingga menghilangkan stain
atau memutihkan gigi. Dalam kedokteran gigi, tujuan paling penting dari menggosok gigi
adalah pencegahan berbagai penyakit dalam mulut, terutama karies dental dan penyakit
periodontal. Tujuan ini didapatkan dari dua mekanisme yang bekerja saat gosok gigi yaitu,
pengangkatan plak secara mekanis dan pemberian agen terapi-kimia lewat pasta gigi,
terutama fluoride. Oleh karena itu, efektivitas menggosok gigi bergantung pada frekuensi,
durasi, teknik, dan jenis sikat gigi yang digunakan. [1,2]

Jika hanya mempertimbangkan mekanisme pembersihan plak gigi secara mekanis, maka
semakin sering frekuensi menggosok gigi akan semakin mengurangi akumulasi plak sehingga
pencegahan penyakit periodontal dan karies dental lebih baik, walaupun hasilnya sangat
bergantung pada efektivitas tindakan gosok gigi yang dilakukan dan keretanan tiap individu
terhadap akumulasi plak yang berbeda-beda. Akan tetapi, secara praktis tidaklah tepat untuk
menyarankan pasien untuk menggosok gigi sesering mungkin karena tindakan gosok gigi
yang terlalu agresif dapat menyebabkan resesi gingiva dan abrasi gigi. Kemeterian Kesehatan
RI merekomendasikan untuk menyikat gigi dua kali serhari yaitu setelah sarapan/makan pagi
dan sebelum tidur. Anak-anak yang menggosok gigi dua kali sehari terbukti memiliki 15-
20% lebih sedikit karies dibandingkan anak-anak yang menggosok gigi hanya satu kali atau
kurang dari satu kali. [1,3-5]

Menggosok gigi waktu pagi hari setelah makan dan sebelum tidur bertujuan untuk
membersihkan sisa-sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi setelah makan.
Menggosok gigi sebelum tidur menjadi penting karena aktivitas bakteri dalam mulut
meningkat dua kali lipat saat tidur di mana mulut tidak melakukan aktivitas sehingga
kemampuan saliva yang berfungsi menetralisir bakteri dalam mulut berkurang. Akan tetapi,
terdapat perbedaan pendapat untuk menggosok gigi pada pagi hari, yaitu pendapat bahwa
lebih baik gosok gigi dilakukan sebelum makan, ataukah dilakukan setelah makan pagi.
[2,6,7]
Faktor Penyebab Kehilangan Jaringan pada Gigi karena Aktivitas Gosok Gigi

Perbedaan pendapat tentang gosok gigi sebelum/sesudah makan pada pagi hari, berkaitan
dengan risiko kehilangan jaringan pada gigi. Kehilangan permukaan gigi akibat gaya
gesekan/friksi dari material eksogenus disebut dengan abrasi, sedangkan kehilangan
permukaan gigi akibat bahan kimia yang bukan merupakan aktivitas bakteri disebut dengan
erosi. Brandini et al. (2011) melakukan penelitian mengenai hubungan antara jumlah lesi
servikal non karies, yang kemungkinan disebabkan oleh abrasi karena sikat gigi, dengan
frekuensi gosok gigi, teknik gosok gigi, tekanan saat gosok gigi, jenispasta gigi (abrasivitas,
pH, dan kuantitas), dan sifat sikat gigi (ukuran, fleksibilitas, dan kelembutan bulu sikat).
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa hanya faktor bulu sikat yang kasar dan tekanan
yang terlalu besar saat menggosok gigi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
keparahan lesi servikal non karies. Lebih lanjut, penelitian ini tidak menemukan hubungan
yang signifikan antara frekuensi sikat gigi (3/4/5+ kali sehari) dengan penambahan lesi
servikal non karies. [8,9]

Erosi gigi dapat disebabkan oleh faktor intrinsik seperti regurgitasi secara sadar atau tidak
dasar karena bulimia atau kelainan reflux gastroesofageal, dan faktor ekstrinsik seperti
makanan asam. Pada enamel, paparan asam dapat melarutkan komponen hydroxyapatite yang
menyebabkan demineralisasi dan penurunan dari kekerasan permukaan. Enamel yang lebih
lunak ini lebih rentan terhadap pengikisan secara abrasif dan menyebabkan kehilangan
jaringan. Paparan terhadap cairan asam dengan pH kurang dari 5.5 dapat menyebabkan erosi
pada jaringan keras gigi jika terjadi dalam jangka waktu yang lama atau secara terus menerus.
Studi in vitro menunjukan bahwa, selain pH dan waktu paparan, kecepatan dari erosi gigi
juga bergantung pada konsentrasi asam dan suhu enamel atau dentin. Akan tetapi pada
kondisi klinis, terdapat berbagia faktor lain yang dapat mempengaruhi potensi erosi seperti
pelikel saliva, laju alir saliva, dan kapasitas buffer saliva. Secara klinis, tahap awal dari
kerusakan akibat erosi tidak dapat dideteksi hingga terbentuk lesi patologis yang dapat
diidentifikasi. [9,10,11]

Perbedaan Menggosok Gigi Sebelum Makan dan Setelah Makan


Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa menggosok gigi sebelum makan akan
menghilangkan plak dental yang telah tertimbun sebelumnya dan meminimalisir respon
asidogenik dari bakteri terhadap makanan yang akan dimakan. Jika menggosok gigi sebelum
makan dilakukan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride, maka akan terbentuk
intra-oral fluoride yang dapat mencegah demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi dari
enamel dan dentin. Hal ini memunculkan hipotesis bahwa menggosok gigi sebelum makan
dapat memberikan perlindungan dengan peningkatan dari ion-ion yang berfungsi untuk
remineralisasi. Akan tetapi, hasil studi in vitro menunjukan efek proteksi dari menggosok gigi
sebelum makan sangat bergantung pada tipe fluoride dari pasta gigi yang digunakan dan
keparahan dari erosi. Sedangkan hipotesis tersebut masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut pada tingkat klinis. [7,12]

Sedangkan, jika menggosok gigi dilakukan setelah makan, maka respon asidogenik telah
terjadi akibat penurunan pH intraoral dari batas kritis 5.5 akibat makanan yang dicerna di
rongga mulut. Hal ini dianggap dapat membuat permukaan gigi menjadi semakin lunak.
Penggosokan gigi yang dilakukan pada waktu ini akan menyebabkan gigi kehilangan mineral
yang lebih banyak dan menyebabkan abrasi dari tindakan gosok gigi, selain erosi yang
disebabkan oleh makanan. Fluoride dalam pasta gigi menjadi tidak lagi ekfektif dalam
mencegah demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi. Akan tetapi, beberapa penelitian
tidak membuktikan hipotesis tersebut. [2,7,12,13]

Studi epidemiologi pada 7 negara di Eropa dengan besar sampel kurang lebih 3000 partisipan
menunjukan tidak ada hubungan secara statistik dari waktu menggosok gigi sebelum atau
setelah makan pagi dan pengikisan gigi akibat erosi. Penelitian dari Praptiningsih dan
Ningtyas (2010) menunjukan bahwa walaupun terjadi penurunan pH saliva hingga 15 menit
setelah makan, menggosok gigi sebelum makan tidak memberikan pengaruh pada penurunan
pH tersebut. Selain itu, tidak ada perbedaan kuantitas bakteri pada permukaan gigi pada
tindakan menggosok gigi sebelum makan atau setelah makan. [2,13]

Penelitian dari O’Toole et al. (2016) menunjukan bahwa menggosok gigi setelah makan tidak
berhubungan dengan erosi pada gigi, sehingga penundaan menggosok gigi setelah makan
dianggap tidak perlu. Faktor risiko yang menyebabkan erosi pada gigi adalah konsumsi
makanan atau minuman asam ditengah-tengah waktu makan dan kebiasaan menyesap atau
menahan minuman asam di dalam mulut saat makan secara terus menerus dalam waktu yang
lama. Erosi dapat terjadi jika menggosok gigi dilakukan dalam 10 menit setelah
mengkonsumsi makanan atau minuman yang asam tersebut. [12,13]
Kesimpulan

Menggosok gigi adalah metode yang sudah terbukti dapat menghilangkan plak dan
memberikan agen perlindungan secara topikal untuk menjaga kesehatan gigi dan rongga
mulut. Oleh karena itu, kebiasaan menggosok gigi perlu diajarkan secara luas sejak dini dan
diterapkan secara rutin. Pemilihan waktu menyikat gigi, baik setelah makan atau sebelum
makan tidak memberikan perbedaan kehilangan jaringan gigi, selama makanan yang
dikonsumsi bukan merupakan makanan yang asam, gosok gigi dilakukan dengan tekanan
yang tepat, serta menggunakan sikat dengan bulu sikat yang tidak kasar. Adapun, saran yang
lebih penting diberikan pada pasien adalah melakukan gosok gigi minimal dua kali sehari
selama 2-3 menit menggunakan pasta gigi ber-fluoride dengan teknik yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ashley P. 2001. Toothbrushing: why, when and how? Dent Update Jan-Feb 2001
28(1):46-40
2. Praptiningsih RS, Ningtyas EAE. 2010. Pengaruh metode menggosok gigi sebelum
makan terhadap kuantitas bakteri dan pH saliva. Majalan Ilmiah Sultan Agung
48(123):1-8
3. InfoDATIN : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi
Kesehatan Gigi dan Mulut. https://pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-
publikasi-pusdatin-info-datin.html. Diakses : 15 Juli 2020.
4. Kemeterian Kesehatan RI : Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat. 2013. Gaya Hidup Sehat untuk Gigi yang Sehat.
http://promkes.kemkes.go.id/?p=1614. Diakses : 15 Juli 2020.
5. Kemeterian Kesehatan RI : Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat. 2014. Kesalahan-Kesalahan dalam Menggosok Gigi.
http://promkes.kemkes.go.id/content/?p=2580. Diakses : 16 Juli 2020.
6. Ramadhan ES. 2014. Hubungan kebiasaan menyikat gigi sebelum tidur dengan
terjadinya karies gigi pada siswa-siswi SMP Swasta Darussalam Medan tahun 2014.
Jurnal Ilmiah PANNMED 9(2):107-10
7. Toumba KJ. 2012. Tooth brushing before or after breakfast. European Archives of
Paediatric Dentistry 13(3):107
8. Brandini DA, de Sousa ALB, Trevisan CL, Pinelli LAP, do Couto Santos SC, Pedrini
D, Panzarini SR. 2011. Noncarious cervical lesions and their association with
toothbrushing practices: in vivo evaluation. Operative Dentistry 36(6):581-9
9. Laurance-Young P, Bozec L, Gracia L, Rees G, Lippert F, Lynch RJM, Knowles JC.
2011. A review of the structure of human and bovine dental hard tissues and their
physicochemical behaviour in relation to erosive challenge and remineralisation.
Journal of Dentistry 39(2011):266-72
10. Hasselkvist A, Johansson A, Johansson AK. 2014. Association between soft drink
consumption, oral health and some lifestyle factors in Swedish adolescents. Acta
Odontologica Scandinavica 72(8):1039-46
11. Zhang J, Du Y, Wei Z, Tai B, Jiang H, Du M. 2015. The prevalence and risk
indicators of tooth wear in 12- and 15-year-old adolescents in Central China. BMC
Oral Health 15(1):120,1-8
12. O’Toole S, Berbané E. Moazzez R, Bartlett D. 2016. Timing of dietary acid intake
and erosive tooth wear: a case-control study. Journal of Dentistry 56:99-104
13. Bartlett DW, Lussi A, West NX, Bouchard P, Sanz M, Bourgeois D. 2013. Prevalence
of tooth wear on buccal and lingual surfaces and possible risk factors in young
European adults. Journal of Dentistry 41(2013):1007-13

Anda mungkin juga menyukai