Anda di halaman 1dari 14

STUDI KASUS KAKEK 63 TAHUN CABULI 8 ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU

DARI TEORI TINDAKAN MANUSIA, DAN TATANAN MORAL SUBJEKTIF


(Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah Etika yang dibina oleh Bapak
Agustinus W. Dewantara, S.S., M.Hum)

Disusun Oleh :
GADIS VERENTIKA
52416015

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah-
Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan tugas paper dengan baik dan lancar mengenai
studi kasus yang terjadi di manapun dan berkaitan dengan bermacam-macam teori dalam
diktat Etika Filsafat Moral karya Dr. Agustinus W.Dewantara, S.S., M.Hum. dengan judul
“Kasus Seorang Kakek 63 Tahun Cabuli 8 Anak Dibawah Umur Ditinjau Dari Teori
Tindakan Manusia, dan Tatanan Moral Subjektif ”
Paper ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan paper ini,
1. Dr. Agustinus W.Dewantara, S.S., M.Hum. selaku dosen dari Mata Kuliah Etika Moral,
2. Orang tua yang selalu memberi semangat setiap waktu, dan
3. Teman-teman yang telah membantu dan membimbing dalam mengerjakan tugas paper.
Terlepas dari semuanya, saya menyadari bahwa masih ada kekurangan pada penulisan
kalimat. Oleh karena itu saya berharap adanya kritik dan saran dari pembaca yang bisa saya
gunakan untuk memperbaiki paper ini.
Akhir kata saya sangat berharap semoga penulisan paper mengenai studi kasus yang
ditinjau dari bermacam-macam teori dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Saya
memohon maaf bila ada kesalahan-kesalahan kata pada paper yang telah saya buat

Madiun, 26 November 2018

Gadis Verentika

2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER.............................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
ABSTRAK.............................................................................................................................4
LATAR BELAKANG...........................................................................................................5
TEORI TINDAKAN MANUSIA..........................................................................................6
a. SEPUTAR TINDAKAN MANUSIA.......................................................................6
b. ACTION OF HUMAN BEING (ACTUS HOMINIS).............................................6-7
c. ACTUS HUMANUS: TAHU, MAU, DAN BEBAS...............................................7
d. STRUKTUR TINDAKAN MANUSIA...................................................................7
TATANAN MORAL SUBJEKTIF................................................................................8
a. PERBUATAN MANUSIAWI DAN FAKTOR-FAKTOR NILAI MORAL..........8
b. HATI NURANI........................................................................................................8
c. HATI NURANI SESAT...........................................................................................9
d. HATI YANG BIMBANG........................................................................................9
e. PERBUATAN DENGAN AKIBAT GANDA (DOUBLE EFFECT)......................10
KRONOLOGI KASUS..........................................................................................................11
HUBUNGAN KASUS...........................................................................................................12
1. Dengan Teori Tindakan Manusia.............................................................................12
2. Dengan Tatanan Moral Subjektif.............................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14

3
ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membahas mengenai kasus pencabulan pada anak-
anak dibawah umur yang ditinjau dari teori tindakan manusia, dan tatanan moral subjektif.
Tindakan manusia merupakan representasi dirinya yang paling umum dan yang paling
lengkap, ia juga menegaskan bahwa tindakan adalah realitas yang paling meyakinkan perihal
siapa dirinya. Tatanan moral subjektif memaksudkan dinamisme penilaian baik buruk dari
suatu tindakan manusia dipahami pertama-tama sebagai urusan SUBJEK. Apabila perbuatan
atau tindakan memiliki karakter subjektif, maka perbuatan atau tindakan tersebut masuk
dalam kualifikasi moral. Hukuman maksimal 15 tahun penjara terjadi dikarenakan ada faktor
yang mendorong hukuman tersebut yaitu kasus pencabulan anak-anak dibawah umur yang
hanya karena untuk memuaskan hasrat semata.

Kata kunci : Tindakan Manusia, Tatanan Moral Subjektif, Kasus Kakek 63 tahun Cabuli 8
Anak dibawah Umur

4
LATAR BELAKANG

Dewasa ini banyak tindak kejahatan yang terjadi di Indonesia, salah satunya ialah
tindak pemerkosaan. Tindak pemerkosaan merupakan kejahatan yang sangat serius karena
menyebabkan sisi kemanusiaan dalam diri sebagian orang hilang. Tindak pemerkosaan
banyak merugikan korban sebagai contoh akan mengalami trauma, depresi, dan malu karena
mungkin sebagian orang menganggapnya sebagai aib. Tindak pemerkosaan juga dapat
menimpa semua orang tanpa mengenal siapapun baik pria atau wanita, tidak memandang usia
tua atau muda, tidak memandang fisik dan kelompok sosialnya.
Kejahatan lain yang juga serius ialah pencabulan pada anak-anak dibawah umur. Kita
sering mendengar kasus seorang bapak tega mencabuli anak tirinya dan bahkan ada yang tega
mencabuli anak kandungnya yang sudah jelas darah dagingnya sendiri. Seorang kakek tega
mencabuli anak dibawah umur yang seumuran dengan cucunya hanya karena untuk
memenuhi kepuasan hasratnya semata. Kejahatan yang seperti itu jelas sudah benar-benar
menginjak martabat kemanusiaan dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah sering terjadi di
Indonesia. Alasannya mungkin pelaku hanya dihukum ringan atau kurangnya bukti untuk
membenarkan kasus tersebut. Ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun penjara dalam
Pasal 82 ayat 4 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak pada kenyataanya masih belum bisa mencegah tindak
pemerkosaan/pencabulan atau belum bisa membuat pelaku kapok/jera atas perbuatan yang
dilakukannya. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh kasus yang saya ambil untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Etika Moral yaitu “Seorang Kakek 63 tahun Mencabuli 8 Anak dibawah
Umur”, saya hendak memberi sedikit gambaran mengenai bagaimana pencabulan anak-anak
terjadi ditinjau dari beberapa teori dalam Diktat Etika Moral.

5
TEORI TINDAKAN MANUSIA

TINDAKAN MANUSIA
a. Seputar Tindakan Manusia
Bertindak adalah ciri khas setiap makhluk hidup. Tindakan manusia dalam makna
terminologi mengedepankan pemahaman bahwa harus memenuhi syarat moral atau etis
tertentu. Sedangkan tindakan manusia itu adalah pencetusan oleh dirinya sendiri. Menurut
Maurice Blondel tindakan manusia merupakan representasi dirinya yang paling umum dan
yang paling lengkap, ia juga menegaskan bahwa tindakan adalah realitas yang paling
meyakinkan perilah siapa dirinya. Tindakan disini tidak dimaksudkan sebagai yang
sembarangan melainkan tindakan yang sungguh keluar dari dirinya sebagai manusia.
Tindakan manusia tidak tunggal, yaitu kompleks, dinamis, dan kaya akan proses karena
manusia berbeda dengan binatang yang bukan sebagai subjek dari tindakan makhluk
kompleks. Apa perbedaanya? Jika binatang bukan subjek dari tindakannya sedangkan
manusia secara tegas adalah subjek (tuan) atas tindakannya. Perilaku binatang adalah gerakan
yang amat didominasi oleh insting, berbeda dengan manusia yang jelas tingkah lakunya tidak
bisa melulu pada gerakan fisik atau insting belaka. Jadi, tindakan manusia adalah perwujudan
dari perkembangan kemanusiaannya. Mengenai tindakan manusia, ada distingsi mengenai
tindakan manusia yang akan langsung menunjuk pada ciri-ciri dan realitas perbuatan itu, yaitu
Tindakan manusia (Actus Hominis) dan Tindakan Manusiawi (Actus Humanus).
b. Action of Human Being (Actus Hominis)
Actus hominis berada diluar lapangan penilaian moral, mengapa? Karena menurutnya
tindakan manusia tampil sebagai gerakan belaka yang lebih berupa insting , refleks, atau apa
saja yang dilakukan oleh manusia pada umumnya akan tetapi tidak mencerminkan atau
melukiskan siapakah manusia, melainkan hanya sebagai makhluk hidup dengan ciri khas yang
memiliki fisik, bergerak, dan ada yaitu makan, tidur minum, berlari, berjalan, dan seterusnya
yang jelas tidak menyertakan rasionalitasnya dan bahkan tak sadar dengan apa yang
dilakukannya. Jika dalam tindakannya manusia tidak mengedepankan kemanusiannya, maka
penilaian etis pun tidak dapat dikenakan kepadanya. Misal: orang gila membunuh orang maka
orang gila tersebut tidak dapat dinilai secara moral dan etis karena orang gila tersebut tidak
tampil penuh sebagai seorang manusia (akal sehatnya sebagai manusia sudah hilang). Jika
eksistensinya sebagai makhluk rasional tercetus secara meyakinkan disebut tindakan manusia
atau human action (actus humanus). Bagaimana rasio berperan dalam tindakan manusia?
Manusia dianugerahi akal budi manusia merupakan ciptaan Tuhan yang memesona. Actus

6
Humanus mengandaikan bahwa rasio manusia berada dalam fungsinya sehingga ia
merupakan tuan dan pemilik atas perbuatannya sendirinya. Actus humanus adalah syarat
perbuatan moral yang artinya etika berada dalam lapangan perbuatan manusiawi. Perbuatan
moral itu sendiri artinya perbuatan yang berada dalam bingkai konteks penilaian baik/buruk
dan terpuju/tercela, dan ada dalam konteks kebebasan dan tanggung jawab manusia.
c. Actus Humanus: Tahu, Mau, dan Bebas
Actus humanus identik dengan tindakan bebas atau mengungkapkan kebebasan dan
manusia adalah subjek dari tindakannya. Dan bagaimana manusia dapat dikatakan bebas? Jika
manusia yang bersangkutan adalah subjek bagi tindakan atau perbuatannya lantas ia
bertanggung jawab penuh atas konsekuensi dari tindakan atau perbuatan yang dilakukannya
tersebut. Kebebasan itu sendiri mengandaikan dua hal, yaitu tahu dan mau! Yang berarti
apabila dalam melakukan tindakan manusia itu mengetahui dan mengendaki barulah ia
disebut manusia bebas dan dengan demikian pula ia bertanggung jawab atasnya. Tahu disini
maksudnya bukan hanya pengetahuan terhadap objek atau sasaran perbuatannya, melainkan
juga mengenai tahu akan dirinya sendiri. Mau juga adalah syarat esensial kebebasan yang
berarti tidak ada pemaksaan.
d. Struktur Tindakan Manusia
Tindakan manusia adalah eksekusi dari kehendak. Mengenai eksekusi kehendak bebas
Thomas Aquinas mengklasifikasikan dalam dua macam yang sebelumnya ia melanjutkan
gagasan dari Aristoteles berkaitan dengan voluntary (tindakan yang dikehendaki) dan
involuntary (tindakan yang tidak dikehendaki), yaitu directly voluntary adalah apa yang
langsung dikehendaki dari keputusan perbuatan itu dan indirectly voluntary adalah apa yang
merupakan konsekuensi tindakan tetapi tidak dikehendaki. Dengan demikian direct voluntary
adalah cetusan dari manusia sebagai subjek tingkah lakunya, menghendaki untuk memutuskan
suatu tindakan merupakan tindakan untuk mengkomunikasikan dirinya dalam tindakan
tersebut. Suatu perbuatan yang buruk seperti membunuh, mencuri memerkosa, dst dalam
pertimbangan moral atau etis tidak pernah boleh merupakan direct voluntary. Yang
membedakan keduanya adalah yang satu tak langsung (indirectly) dan yang satunya langsung
dikehendaki (directly) dan konsekuensinya atau keputusan tindakan. Indirectly voluntary
terjadi apabila suatu tindakan yang dikehendaki menghasilkan suatu akibat yang tidak
langsung berada dalam kehendaknya karena akibat itu melekat pada perbuatannya, tetapi
tidak menjadi bagian dari apa yang dikehendakinya. Perbuatan moral merupakan tindakan
manusia sebagai selayaknya manusia. Manusia adalah ciptaan tuhan yang diberi akal budi.
Perbuatan moral mencetuskan kodrat manusiawi dan sekaligus mulia.

7
TEORI TATANAN MORAL SUBJEKTIF

TATANAN MORAL SUBJEKTIF


Tatanan moral subjektif memaksudkan dinamisme penilaian baik buruk dari suatu
tindakan manusia dipahami pertama-tama sebagai urusan SUBJEK. Apabila perbuatan atau
tindakan memiliki karakter subjektif, maka perbuatan atau tindakan tersebut masuk dalam
kualifikasi moral.
a. Perbuatan Manusiawi dan Faktor-faktor Nilai Moral
Perbuatan manusia itu tidak tunggal melainkan kompleks. Misalnya mencuri jelas
bukan hanya merupakan tindakan yang mengambil barang milik orang lain tanpa izin akan
tetapi terdiri dari elemen-elemen perbuatan yang kompleks. Dimulai dari munculnya motivasi
untuk melakukan tindakan mencuri kemudian terdapat pula nilai pertimbangan baik buruk
hingga tercetus keputusan untuk mencuri. Namun, keputusan mencuri belum merupakan
perbuatan pencurian, akan menjadi suatu perbuatan apabila pada waktu kehendak
mengeksekusinya dalam tindakan. Penilaian moralnya juga kompleks karena kompleksitas
perbuatan manusia yang artinya tidak semua tindakan mencuri bisa dianggap salah karena ada
banyak faktor yang mempengaruhi dalam melihat tindakan pencurian dan menghasilkan
penilaian moral yang beragam. Misalnya, orang yang mencuri karena terpaksa (karena
kelaparan dan tidak memiliki apapun) jelas berbeda dengan orang yang mencuri karena rakus
(koruptor yang hasil curiannya digunakan untuk foya-foya semata). Mengenai perbuatan
manusia, kita bisa membedakan antara volition yang berarti kehendak dalam maksud tegas
yang dapat masuk dalam kualifikasi baik buruk secara moral dan action yang berarti
eksekusi/pencetusan kehendak yang ditampilkan dibawah kontrol kita. Antara keduanya tidak
bisa dipisahkan jika suatu tindakan manusia disebut sebagai tindakan lengkap tetapi keduanya
bisa dibedakan.
b. Hati Nurani
Hati nurani tak pernah merupakan soal hati melainkan soal akal budi, maka dari itu
apabila dikatakan hati nurani mengetahui maksudnya ialah hati kita memiliki semacam
pertimbangan yang membimbing kehendak kita. Tidak ada alasan bagi setiap manusia yang
tidak mengenal Allah untuk bertindak semaunya, karena mereka memiliki hati nurani yang
dapat membimbing perbuatan mereka. Hati nurani tidak sekedar berurusan dengan benar
salah secara etis, melainkan langsung menunjuk kepada relasi manusia dengan Allah dalam
cara-cara yang tidak bisa direduksi sekedar dalam agama-agama moral karena Hati nurani
adalah suara Tuhan yang aneka pertimbangannya diberikan mengantar manusia kepada Allah.

8
c. Hati Nurani Sesat
Hidup manusia dibentuk oleh banyak faktor, seperti lingkungan sekitar, tradisi,
peraturan, relasi kemanusiaan satu dengan yang lainnya. Apalagi yang disebut hati nurani itu
ialah kapasitas ke-elang-an dalam diri manusia yang berarti sejauh merupakan kapasitas, ia
tidak bisa melepaskan diri dari konteks/ruang lingkup dimana manusia hidup/ada/menyerah,
semuanya membangun konsep-konsep hati nurani manusia. Berikut merupakan contoh dari
kesesatan hati nurani: istri membakar diri karena suami telah meninggal (tradisi yang konon
masih berjalan di beberapa daerah di India); tradisi mrngumpulkan kepala orang untuk
memberikan kehormatan, dan aneka tindakan membunuh karena alesan-alesan lain yang
mendangkal. St Yhomas mengatakan bila kesesatan hati nurani invincible (tak bisa
ditundukkan/tak bisa diatasi) dan incupable (tak bisa disalahkan/tak bisa dihukum), orang
dapat luput dari perbuatan yang secara moral jahat yang berarti jika berbuat jahat atas
dorongan hati yang sesat invincible dan inculpable secara moral perbuatannya tidak bisa
ditanggungkan keadaannya, namun sebaliknya jika kesesatannya vincible (bisa diatasi) dan
culpable (bisa disalahkan) maka tanggung awab perbuatan buruk/jahatnya ada pada si pelaku.
Kesesatan yang culpable ialah kesesatan mengenai apa yang harus diketahui oleh seorang
pribadi, atau kesesatan mengalir dari kelalaian atau kesembronoan pada pihak si pelaku.
Dengan kata lain, tentang mengenai apa yang semestinya dia tahu, tetapi dia tidak mau tahu
atau membiarkan diri tidak tahu, dia jelas bersalah. Kesesatan adalah vincible apabila subjek
pada waktu itu dapat mengoreksinya yang berarti paling sedikit memiliki kecurigaan-
kecurigaan tertentu bahwa yang sedang ia lakukan itu tidak semestinya/sewajarnya. Kesesatan
adalah culpable jika itu merupakan produk dari pemanfaatan kebebasannya secara jahat.
Kesesatan vincible menjadi culpable jika si pelaku bersikukuh atau bertahan atau sengaja
membiarkan diri dalam kesesatannya. Maka dari itu, hati nurani yang sesat yang culpable dan
vincible tiap orang diminta untuk membenahi hidupnya dan jangan menutup mata pada apa
yang harus diketahuinya.
d. Hati Nurani Bimbang
Hati nurani bimbang berarti pengetahuannya tidak pasti dan tidak memiliki
pengetahuan moralitas dari tindakannya. Dalam bimbingan rohani, jika dalam keraguan besar
jangan mengambil keputusan yang berhubungan dengan perkara yang besar karena hati nurani
sedang dalam kebimbangan maka tidak berada pada kondisi yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk melakukan perkara-perkara besar. Yang harus dilakukan
adalah memperbaiki kondisi hati nurani tersebut, jika ragu-ragu keragu-raguannya harus
disembuhkan!

9
e. Perbuatan dengan Akibat Ganda (Double-Effect)
Tindakan manusia mempunyai dua efek, pertama sasaran/akibat langsung dari
tindakan dan yang kedua sasaran sampingan/akibat yang menyertai tindakan itu yang tidak
dikehendaki/tidak langsung. Biasanya efek dari suatu tindakan tidak tunggal, melainkan
ganda, paling sedikit demikian dan sudut pandang sejauh akibatnya dikehendaki/tidak, sejauh
akibatnya baik/buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak boleh dikehendaki secara langsung.
Dengan kata lain, keburukan tidak pernah boleh/tidak pernah bisa menjadi sasaran/objek
tindakan secara langsung. Apapun tujuannya meskipun demi kebaikan tidak pernah boleh
dengan sarana yang tidak baik.

10
KRONOLOGI KASUS

Seorang kakek berinisial DR yang sudah berumur 63 tahun ditangkap anggota Polsek
Limapuluh Kota Pekanbaru pada akhir Agustus 2018 karena perbuatan bejatnya, yaitu
mencabuli 8 bocah dibawah umur yang merupakan bocah teman sepermainan cucunya
sendiri. Sangat disayangkan, umurnya yang sudah bisa dikatakan lanjut usia harus
menghabiskan sisa umurnya di penjara, dia terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara
atas perbuatan pedofil, DR pun dikenakan Pasal 82 ayat 4 UU RI Nomor 17 Tahun 2016
tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
perubahan kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Terungkapnya perbuatan bejat DR berawal ketika ada seorang warga berinisial LM
mendapat keluhan dari anaknya yang berumur 8 tahun, bocah tersebut mengaku sakit di
bagian vitalnya. Langsung saja LM menggali apa yang telah terjadi pada anaknya, dan dengan
polosnya bocah tersebut menceritakan perbuatan DR dirumahnya, kejadian saat korban
bermain dengan cucu DR (pelaku). “Lalu, orang tua korban melapor bahwa DR telah
melakukan pelecehan kepada anaknya dan dilakukan penyelidikan” ucap Angga di Mapolsek
saat mengekspos perbuatan pelaku, Rabu (26/9/2018). Kemudian pelaku ditangkap di
kediamannya. Pelaku mengaku telah melakukan perbuatan bejatnya kepada sejumlah anak
dibawah umur sejak tahun 2016 dan rata-rata usia korban ialah dari empat hingga delapan
tahun. Berarti DR telah berbuat cabul sudah hampir tiga tahun ini. Dalam aksinya, pelaku
bermain bersama cucunya lalu meminta cucunya untuk memanggil teman lainnya, pelaku
juga memberi uang sejumlah dua ribu rupiah kepada para korban agar tak melaporkan kepada
orang tuanya masing-masing. Dan juga berarti antara pelaku dan korban sudah pasti mengenal
satu sama lain karena yang tak lain adalah para korban merupakan teman bermain cucunya
sendiri. Sementara itu, pelaku membantah kepada wartawan berbuat pedofil melainkan hanya
menggendong para korban untuk menyalurkan hasratnya semata.

11
HUBUNGAN KASUS KAKEK 63 TAHUN CABULI 8 ANAK DIBAWAH UMUR
DENGAN TEORI TINDAKAN MANUSIA DAN TATANAN MORAL SUBJEKTIF

1. Dengan Teori Tindakan Manusia


Dalam kodratnya manusia pasti lebih tinggi daripada binatang, karena Tuhan telah
memberikan akal sehat untuk setiap manusia agar dapat mengetahui dan sadar atas apa yang
diperbuatnya itu apakah baik atau buruk bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Dan pada
kasus seorang kakek yang mencabuli anak dibawah umur ini tidak dibenarkan bahwa
merupakan tindakan actus hominis, karena yang kita tahu bahwa actus hominis tidak
termasuk dalam penilaian moral yang berarti hanya berupa insting, refleks, dan hal yang
dilakukan sebagai manusia namun tidak mencerminkan kemanusiaan didalamnya. Dengan
kata lain, tidak sadar dengan apa yang dilakukannya. Akan tetapi, perbuatan pencabulan
terhadap anak dibawah umur tersebut sangat tidak mungkin bahwa dilakukan tanpa
kesadaran. Karena pelaku juga telah memberi iming-iming sejumlah uang kepada korban
yang berarti korban mengetahui apa yang akan dilakukannya, sadar atas apa yang akan
dilakukannya. Kasus tersebut merupakan tindakan actus humanus yang berarti pelaku
mengetahui atas apa yang dilakukannya, dan sadar apa yang telah dilakukannya demikian
pula ia bertanggung jawab penuh atas konsekuensi dari tindakan atau perbuatan yang
dilakukannya tersebut. Jika kehilangan salah satu antara mengetahui dan menghendaki maka
manusia tidak dapat bertanggung jawab atas perbuatannya. Actus humanus adalah syarat
perbuatan moral, dimana etika berada dalam perbuatan manusiawi, perbuatan moral itu berada
dalam bingkai konteks penilaian baik/buruk serta ada dalam konteks kebebasan dan tanggung
jawab manusia. Dan sudah jelas perbuatan kakek yang mencabuli anak dibawah umur tidak
termasuk dalam perbuatan moral karena pelaku tidak bertindak selayaknya manusia dengan
kata lain, akal sehatnya mugkin sudah hilang serta sisi kemanusiaan pada dirinya telah lenyap
yang bagaimana seharusnya ia bersikap seperti orang tua pada umunya agar menjaga
mendidik anak dibawah umur bukan malah berbuat yang sangat tidak pantas, yaitu
mencabulinya. Perbuatan pemerkosaan/pencabulan dalam pertimbangan moral/etis tidak
pernah boleh merupakan direct voluntary, karena pada dasarnya tujuan yang baik tidak
melegitimasi sarana yang buruk! Yaitu dengan memberi iming-iming sejumlah uang jajan
kepada korban (sebagai uang tutup mulut), si pelaku tidak seharusnya melakukan perbuatan
bejat (mencabuli) kepada para korban yang usianya masih dibawah umur. Perbuatan moral
merupakan tindakan manusia selayaknya sebagai manusia yang mencetuskan kodrat
manusiawi sekaligus mulia, dan manusia adalah ciptaan Tuhan yang memiliki akal budi.

12
2. Dengan Tatanan Moral Subjektif
Pemerkosaan atau pencabulan merupakan perbuatan yang buruk/jahat. Pencabulan
anak yang dilakukan oleh pelaku termasuk tindakan yang didorong oleh hati nurani yang
sesat. Kesesatan pelaku merupakan kesesatan culpable karena semestinya ia mengetahui
bahwa tindakannya salah tetapi ia malah tidak mau tahu atau membiarkan dirinya tidak tahu,
yaitu bahwa ia jelas mengetahui perbuatannya hanyalah untuk memenuhi kepuasan hasrat
semata namun ia malah tetap melakukannya atau tetap mengikuti suara hati nurani yang sesat
culpable dan vincible, maka ia jelas bersalah dikarenakan membiarkan diri dalam ketumpulan
hati nuraninya. Dan kesesatan tersebut termasuk culpable karena pelaku bertahan atau
bersikukuh atau sengaja melakukan kesesatannya (tidak melakukan koreksi atas tindakannya).
Tidak semestinya ia terus-menerus membiarkan dirinya pada perbuatan yang jahat semacam
itu, pada hakekatnya setiap orang harus membenahi hidupnya, menyembuhkan hati nuraninya
dan tidak boleh menutup mata/tidak mau tahu pada apa yang akan dikehendakinya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia).

https://m.liputan6.com/regional/read/3652978/kakek-di-pekanbaru-sogok-8-bocah-buat-
tutupi-aksi-bejatnya (diakses 21 November 2018)

14

Anda mungkin juga menyukai