Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“METODE PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI SOSIAL”

DI SUSUN OLEH :

MUH. RAZIM PANGLIMA HIDAYAT

1821033

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SINJAI

TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena semata-mata atas
berkat rahmat dan karunialah salah satu tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.

Semoga makalah ini dapat membantu para pembaca dalam mempelajari dan
memahami tentang “METODE PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI SOSIAL”.
Dan mungkin makalah ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami memohon segala kritik dan saran yang membangun tentang
makalah ini agar kedepannya makalah ini menjadi lebih baik dari sebelumnya dan
dapat berguna bagi kami dan pembaca nantinya.

Sinjai, 01 Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2
A. Metode Penelitian Dalam Psikologi Sosial ........................................ 2
B. Etika Dalam Psikologi Sosial ............................................................. 12
BAB II PENUTUP .............................................................................................. 15
A. Kesimpulan ......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah yang dapat melakukan
penelitian/eksperimen tentunya akan mengenal istilah metode dan etika di
dalamnya. Metode ini berguna sebagai panduan bagaimana suatu eksperimen
dapat berjalan/dilakukan (diharapkan juga dapat berhasil dengan baik) dan etika
berfungsi sebagai aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat menjalani
eksperimen dengan harapan agar tidak menimbulkan akibat buruk bagi
partisipan maupun periset.Seperti halnya ilmu pengetahuan lain, psikologi
sosial juga memiliki metode dan etika saat akan menjalani eksperimen.

Penulis mencoba membahas materi metode dan etika psikologi eksperimen,


karena penulis merasa penasaran apa saja yang terdapat dalam metode dan etika
di psikologi sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk metode dalam psikologi sosial?
2. Apa saja etika dalam psikologi sosial?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui metode-metode dalam psikologi sosial.
2. Mengetahui etika dalam psikologi sosial.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Metode dalam Psikologi Sosial.

Psikologi sosial dapat didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang bagaimana


orang berpikir, memengaruhi, dan berhubungan dengan orang lain Psikologi
sosial memiliki prinsip untuk membantu memahami berbagai macam isu
penting, seperti cara mempromosikan gaya hidup sehat, pengaruh media
terhadap sikap publik, dan saksi mata atas tindakan kejahatan. Watson
mendefinisikan psikologi sosial sebagai suatu ilmu pengetahuan ilmiah
mengenai interaksi manusia.

Ciri menarik dari psikologi sosial adalah ilmu ini membahas mengenai
topik-topik yang relevan dengan pengalaman kita sehari-hari. Pengalaman
personal merupakan faktor yang sering kali memicu hasrat psikolog untuk
mempelajari topik tertentu dan menyusun hipotesis tentang kehidupan sosial.
Akan tetapi, meskipun riset psikologi sosial sering diawali oleh pengalaman
personal dan perhatian sosial, riset itu tidah hanya mengandalkan spekulasi.

Psikologi sosial adalah ilmu empiris. Ini berarti para psikolog sosial
menggunakan metode yang sistematis untuk mengumpulkan informasi tentang
kehidupan sosial dan untuk menguji kegunaan suatu teori.

Observasi informal atas kehidupan sosial terkadang membawa pada


kesimpulan yang salah, karena terkadang kita keliru menafsirkan apa-apa yang
terjadi atau kadang kita punya bias dan prasangka (kita melihat sesuatu
sebagaimana yang kita inginkan, bukan sebagaimana adanya). Terkadang kita
melihat dengan benar, tetapi keliru dalam mengingatnyaa. Sebaliknya riset
ilmiah mengumpulkan data dengan cara yang bisa mereduksi bias. Psikolog
berusaha mengamati perwakilan kelompok orang dan terus membuat “catatan”,
tidak mengandalkan ingatan atau kesan umum.

2
Riset psikologi sosial mempunyai empat tujuan umum:

a. Deskripsi.

Memberi deskripsi (penjelasan) yang cermat dan sistematis tentang


perilaku sosial agar psikolog sosial bisa membuat generalisasi yang reliable
tentang bagaimana orang bertindak di berbagai setting sosial.

b. Analisis kausal.

Mengetahui hubungan sebab-akibat.

c. Penyusunan teori.

Menyusun teori perilaku sosial yang membantu psikolog memahami


alasan dari perilaku seseorang. Setelah periset mengetahui lebih banyak
prinsip umum dan spesifik dari tipe perilaku tertentumereka akan
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perilaku sosial dan bisa
memberikan prediksi baru yang dapat diuji pada riset selanjutnya.

d. Aplikasi.

Dapat diaplikasikan untuk memecahkan problem sosial sehari-hari.

Berikut adalah metode-metode yang terdapat dalam psikologi sosial:

a) Memilih Partisipan Riset.

Cara untuk menentukan siapa yang akan diteliti adalah dengan


mempelajari tentang materi dan objek untuk mengambil kesimpulan.
Cara terbaik untuk memastikan keterwakilan adalah mempelajari
sampel acak dari populasi. Dalam istilah formal, random sample
(sampel acak) yang berarti bahwa setiap orang dalam satu populasi
memiliki peluang yang sama untuk dimasukkan ke dalam studi. Hukum
probabilitas memastikan bahwa sampel acak dalam jumlah besar akan
hampir selalu bisa mewakili popilasidalam batas kesalahan (margin of
error).

3
Psikolog sosial harus mempertimbangkan aspek praktis dan tujuan
pengumpulan data yang dapat digeneralisasikan untuk orang-orang di
luar subjek yang diteliti. Kompromi yang lazim dipakai adalah
menggunakan mahasiswa sebagai subjek, karena mereka adalah
populasi yang mudah didapat. Kebutuhan sampel yang representative
akan tergantung pada pertanyaan yang diajukan.

b) Desain Korelasional vs Desain Eksperimental.

Dalam memutuskan bagaimana studi akan dilakukan, peneliti


memiliki dua pilihan desain riset dasar, yakni korelasional dan
eksperimental. Dalam studi korelasional, periset secara cermat
mengamati dan mencatat hubungan antara dua atau lebih faktor. Dalam
studi korelasional, periset tidak mempengaruhi perilaku objek
penelitian, tetapi hanya mencatatkan informasi mengenai hal yang
diamati pada objek.

Riset korelasional adalah proses mengamati hubungan antara dua


atau lebih faktor (variabel). Riset korelasional mencari tahu apakah ada
asosiasi atau hubungan antar variabel yang tengah diteliti. Beberapa
kelebihan desain korelasional:

a. Memampukan periset untuk meneliti problem di mana intervensi


(campur tangan) tidak dimungkinkan. Contohnya, ilmuwan tidak
bisa secara acak menugaskan orang untuk langsung jatuh cinta,
tidak bisa menciptakan bencana, memicu kanker pada seseorang,
dll.
b. Efisien. Maksudnya periset memungkinkan mengumpulkan lebih
banyak informasi dan menguji lebih banyak hubungan ketimbang
studi eksperimen. Metode eksperimental relatif tak efisien untuk
mengumpulkan jumlah data yang besar untuk beberapa variabel.

Kelemahan utama riset korelasional adalah tidak dapat memberikan


bukti yang jelas tentang hubungan sebab-akibat. Dalam studi

4
korelasional, hubungan sebab-akibat bisa bersifat ambigu. Contohnya
kasus reverse-causality problem (problem kausalitas terbalik), yakni
suatu keadaan yang terjadi ketika dua variabel saling berkorelasi,
namun kedua variabel bisa sama-sama menjadi penyebab dan menjadi
akibat. Contohnya studi menunjukkan korelasi antara menonton TV
dengan level perilaku agresif. Hasil riset dapat mengindikasikan bahwa
tayangan kekerasan di TV menyebabkan agresi anak. Tetapi hal ini
mungkin juga terjadi sebaliknya. Maksudnya ada kemungkinan jika
anak yang pada dasarnya sudah sangat agresif dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga perilaku agresif anaklah yang menyebabkan mereka
menonton acara kekerasan di TV. Korelasi antara dua variabel tidak
dengan sendirinya menunjukkan variabel mana yang menjadi penyebab
dan variabel mana yang merupakan akibat.

Ambiguitas lain dalam riset korelasional adalah third-variable


problem (problem variabel ketiga), yakni kemungkinan bahwa variabel
A atau B tidak saling memengaruhi secara langsung. Barangkali ada
faktor lain yang memengaruhi kedua faktor itu. Contohnya korelasi
antara menonton acara kekerasan di TV dengan perilaku agresif
mungkin disebabkan variabel keiga. Mungkin keluarga miskin yang
tinggal di rumah kumuh dan mengalami banyak frustasi dalam
kehidupannya cenderung lebih banyak menyaksikan acara di TV dan
lebih agresif.

Dua ambiguitas tadi sering terjadi, tetapi tidak selalu menjadi


problem dalam studi korelasional. Untuk menguji kemungkinan adanya
variabel ketiga, solusinya adalah mengukur variabel ketiga yang baru
dan kemudian mencari tahu apakah korelasi awal berlaku untuk objek
dalam kondisi kontrol dan objek dalam kondisi eksperimen.

Dalam sebuah eksperimen, periset menciptakan dua atau lebih


kondisi yang berbeda secara jenis dimana individu secara acak

5
dimasukkan ke dalam salah satu dari kondisi yang berbeda-beda itu dan
kemudian reaksi mereka diukur.

Keunggulan metode eksperimen adalah bisa bebas dari ambiguitas


kausalitas seperti yang terjadi dalam studi korelasional. Eksperimenter
secara acak menempatkan orang dalam kondisi yang berbeda untuk
melihat apakah ada perbedaan respon mereka. Jika eksperimen
dilakukan dengan benar, setiap perbedaan respon di antara dua kondisi
pasti disebabkan oleh kondisi itu (independent variable/variabel bebas
adalah faktor yang dikontrol oleh periset). Hasil atau efek dari variabel
bebas dinamakan dependent variable (variabel terikat), sebab nilainya
tergantung pada variabel bebas.

Dalam riset eksperimental, perhatian banyak diberikan pada


penciptaan variabel bebas dan terikat. Periset kemudian berangkat dari
definisi konseptual umum ke operational definition (definisi
operasional). Definisi operasional adalah prosedur atau operasi spesifik
yang digunakan untuk memanipulasi atau mengukur variabel dalam
eksperimen.

Ciri penting kedua dari eksperimen adalah subjek eksperimen harus


diletakkan dalam kondisi secara acak. Random assignmen (penetapan
acak) suatu subjek ke kondisi tertentu bersifat penting, sebab hal ini
berarti bahwa perbedaan antarsubjek dalam semua kondisi terjadi
karena kebetulan. Jika subjek dalam setiap kelompok berbeda dalam
beberapa hal secara sistematis sebelum percobaan, periset tidak dapat
menginterpretasikan perbedaan yang muncul kemudian sebagai
perbedaan karena kondisi eksperimental.

Berikut adalah tabel perbandingan riset korelasional dengan


eksperimental:

Korelasional Eksperimental

6
Variabel bebas Bervariasi secara natural Dikontrol periset
Penetapan acak Tidak Ya
Kausalitas tak ambigu Biasanya tidak Ya
Menjelaskan Sering Biasanya tidak
Pengujian teori Sering Biasanya ya
Menguji bangak Biasanya ya Biasanya tidak
hubungan

c) Setting Lapangan vs Laboratorium.

Riset lapangan adalah meneliti perilaku dalam habitat alamiahnya.


Sedangkan riset laboratorium dilakukan dalam situasi buatan atau
artificial, situasi yang tidak biasanya dialami oleh partisipan riset.
Dalam riset laboratorium intinya subjek datang ke setting yang dipilih
dan dikontrol oleh periset. Baik itu riset korelasional maupun
eksperimental, keduanya dapat dilakukan di laboratorium atau di
lapangan dan masing-masing setting memiliki kelebihan dan
kekurangan.

Kelebihan utama riset laboratorium adalah dimungkinkannya


kontrol atas situasi. Periset dapat merasa yakin tentang apa yang terjadi
pada setiap subjek, jika periset melakukan kerja kesperimental, mereka
dapat secara acak menetapkan partisipan pada suatu kondisi,
menghadapkan partisipan kepada pengalaman spesifik, meminimalkan
efek faktor ekstra, dan bahkan bisa mengeliminasi variasi yang tak
diinginkan dalam prosedur eksperimen. Periset laboratorium juga
mempunyai kontrol lebih besar atas variabel terikat dan dapat
mengukur hasil secara lebih tepat daripada periset lapangan.
Karenanya, laboratorium adalah tempat ideal untuk mempelajari efek
dari satu variabel terhadap variabel lainnya. Semua kelebihan ini dapat
dinamakan validitas internal. Validitas internal akan tinggi jika periset

7
dapat yakin bahwa efek yang mereka amati dalam variabel terikat
benar-benar disebabkan oleh variabel bebas yang mereka manipulasi
dalam eksperimen (dan bukan disebabkan oleh faktor lain yang tak
terkontrol).

Dalam setting laboratorium, problem ketidaksesuaian hasil


penelitian dengan teori yang sudah ada tidak akan muncul, sebab periset
tidah harus mencampuri kegiatan yang dilakukan subjek saat sedang
diteliti. Kelebihan lain dari riset laboratorium adalah kenyamanan dan
biayanya.

Kelebihan paling jelas dari setting lapangan adalah setting itu lebih
realistis dan karenanya hasilnya mungkin bisa digeneralisasikan ke
situasi kehidupan riil. Ini dinamakan external validity (validitas
eksternal) yang merefleksikan fakta bahwa hasilnya kemungkinan lebih
valid dalam situasi di luar situasi riset itu (Campbell & Stanley, 1963).
Validitas eksternal akan tinggi apabila hasil studi dapat
digeneralisasikan untuk setting dan populasi lain. Jadi, akan lebih tepat
untuk mengambil generalisasi dari studi lapangan. Karena inilah, studi
lapangan memiliki validitas eksternal yang lebih besar.

Kelebihan dari studi lapangan adalah periset terkadang bertemu


dengan varabel dan situasi yang sangat kuaat yang tidak bisa dipelajari
di laboratorium.

Karena riset lapangan berkaitan dengan kehidupan riil, ia cenderung


lebih dipercaya oleh subjeknya. Respons mereka akan lebih spontan
dan tidak terlalu mengandung bias seperti yang dapat terjadi dalam
setting laboratorium.

Dalam setting lapangan, biasanya sulit untuk menempatkan subjek


dalam kondisi secara acak untuk memastikan agar mereka semua
mengalami hal yang sama dan untuk mendapatkan ukuran yang tepat
atas variabel terikat.

8
Laboratorium Lapangan
Kontrol atas situasi Tinggi Rendah
Penetapan acak Hampir selalu Jarang
Tingkat kenyamanan Biasanya cukup tinggi Biasanya rendah
Realism Rendah Tinggi
Dampak variabel bebas Cenderung rendah Cenderung tinggi
Kecurigaan dan ias Cenderung tinggi Cenderung rendah
Validitas eksternal Rendah Tinggi

d) Metode Pengumpulan Data.

Pada dasarnya, periset mempunyai tiga opsi: (1) Mereka bisa meminta
partisipan melaporkan perilaku, pikiran, dan perasaan mereka sendiri; (2)
Periset dapat mengamati partisipan secara langsung; atau (3) Mereka bisa
mencari arsip dan menggunakan data yang sudah dikumpulkan untuk tujuan
lain.

a. Pelaporan diri.

Salah satu kelebihan metode ini adalah memungkinkan periset untuk


mengukur keadaan subjektif seperti persepsi, sikap atau emosi.
Sedangkan kelemahannya adalah periset harus mengandalkan kejujuran
orang dalam memberikan laporan tentang perasaan mereka.

b. Riset observasional.

Observasi langsung adalah teknik yang banyak dipakai dalam riset.

c. Riset arsip.

Dalam riset ini, peneliti menggunakan data yang telah dikumpulkan


oleh orang lain untuk tujuan lain, lalu digunakan oleh peneliti untuk
penelitiannya di kemudian hari. Ada banyak keuntungan dalam
menggunakan data arsip ini. Yang paling jelas adalah biayanya yang

9
murah. Data arsip juga memungkinkan periset mengetes hipotesis
perubahan sikap atau perilaku dari waktu ke waktu juga dengan adanya
arsip data bisa mengungkapkan konteks historis dari temuan riset.
Namun teknik ini juga memiliki kelemahan, yakni adanya kemungkinan
isi data tidak sesuai dengan harapan periset atau mungkin isi data
menyimpang dari tujuan riset atau subjek data tidak sesuai yang
diinginkan periset.

d. Riset internet.

Baru-baru ini psikolog mulai melakukan riset dengan menggunakan


Internet. Internet menawarkan beberapa keuntungan bagi periset
(Gosling, Vazire, Srivastava & John, 2004). Keuntungan itu adalah:

1) Internet memudahkan perekrutan partisipan yang bukan mahasiswa


dan orang-orang dari beragam latar belakang, dari daerah jauh, atau
kelompok khusus.
2) Ketika partisipan mengisi survei secara online, informasi mereka
otomatis terekam. Ini meningkatkan efisiensi pengumpulan data.
3) Biasanya lebih murah daripada riset dengan metoda tradisional.
4) Chat room di Internet dan bulletin board Internet memberi banyak
contoh perilaku manusia dimana orang mendiskusikan isu-isu sosial
terkini.

Selain beberapa kelebihan tadi, riset internet juga memiliki


kelemahan. Karena penggunaan Internet itu luas dan terhitung tanpa
pengaman, maka terdapat kemungkinan jika beberapa individu mungkin
berpartisipasi dalam studi lebih dari sekali (mungkin menggunakan
identitas palsu atau merespon ngan asal dan kasar). Problem lainnya
yang berkaitan dengan setting pengumpulan data ini adalah ketika
partisipan dipelajari dalam setting laboratorium, periset dapat
mengontrol lingkungannya. Sebaliknya, ketika partisipan menggunakan
komputer di rumah atau di tempat kerja, maka memonitor perilaku

10
mereka atau mencegah gangguan yang tak diinginkan merupakan hal
yang mustahil.

e) Bias dalam riset.

Ada dua macam bias yang cukup mengganggu dalam psikologi


sosial, yakni efek perilaku eksperimenter dan bias yang diasosiasikan
dengan perasaan subjek tentang keikutsertaannya dalam studi.

a. Bias eksperimenter.

Partisipan riset sangat rentan dipengaruhi oleh periset. Jika


eksperimenter mengisyaratkan (entah sadar atau tidak) bahwa ia
ingin agar subjek merespon dengan cara tertentu, maka ada tendensi
partisipan akan merespon dengan cara tersebut. Isyarat-isyarat halus
diterima oleh subjek dan memengaruhi perilaku mereka. Problem ini
dinamakan bias eksperimenter.

Ada dua solusi untuk problem bias eksperimenter ini, yakni (1)
Membuat orang yang melakukan riset tidak mengetahui hipotesis
atau tentang kondisi eksperimental bagi subjek tentu; atau (2)
menstandarisasikan situasi jika dimungkinkan.

Dalam praktik actual, solusi untuk problem ini umumnya


menggunakan kombinasi dua prosedur tadi dengan jalan sedapat
mungkin periset dibuat “buta” pada kondisi eksperimental dari
subjek. Dan sedapat mungkin instruksinya distandarisasikan dengan
menggunakan materi tertulis, audio dan video, dan komputer.

b. Bias subjek.

Sumber bias lainnya berasal dari motif dan tujuan subjek saat
ikut menjadi partisipan riset. Karakteristik tuntutan adalah “ciri yang
muncul dalam sebuah riset karena fakta bahwa kegiatan ini adalah
studi riset dan subjek tahu bahwa mereka menjadi bagian dari riset”

11
(Aronson, Brewer & Carlsmith, 1895, h. 454). Ide dasarnya adalah
bahwa orang yang mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti sangat
mungkin untuk mengubah perilakunya. Jika respon subjke memuat
bias seperti ini, periset tidak bisa menarik kesimppulan yang akurat.

Bias ini hampir mustahil dihilangkan seluruhnya, tetapi dapat


diminimalkan dengan beberapa cara. Jika mungkin, periset bisa
menggunakan tindakan tertentu sehingga subjek tidak tahu bahwa
dirinya sedang diriset. Pendekatan lainnya adalah memberi jaminan
kepada partisipan bahwa respon mereka akan bersifat anonim (tidak
ada yang tahu, termasuk periset). Mungkin cara paling lazim adalah
membuat subjek tak menyadari tujuan dan hipotesis dari studi.

c. Replikasi.

Replikasi dalam bentuknya yang paling sederhana berarti bahwa


periset bisa memproduksi temuan orang lain jika mereka meniru
metode risetnya. Ini adalah syarat fundamental bagi semua sains,
yakni periset yang berbeda yang bekerja dalam setting berbeda dapat
menghasilkan efek yang sama.

B. Etika Riset

Ada tiga isu etika penting dalam riset psikologi, yakni informed consent,
debriefing, dan minimal risk.

1. Informed consent (persetujuan dengan sepengetahuan).

Subjek harus setuju tanpa paksaan untuk berpartisipasi dalam riset dan harus
memahami partisipasi apa yang akan dijalaninya. Persyaratan ini cukup masuk akal,
tetapi terkadang menimbulkan persoalan bagi psikolog, misalnya adanya
kemungkinan kemunculan bias respon apabila subjek terlebih dulu diberitahu.

Pandangan yang lebih moderat didukung oleh psikolog, yakni kebohongan atau
penipuan tidak boleh dipakai jika dimungkinkan dan boleh dipakai hanya jika

12
setelah melalui pertimbangan apakah manfaat studi itu jauh lebih besar daripada
efek kerugiannya.

2. Debriefing (penjelasan dan tanya jawab).

Menjelaskan secara mendetail tujuan dan prosedur riset. Terkadang periset


mengirim informasi tertulis kepada subjek yang berisi hasil studi setelah temuannya
dianalisis.

3. Minimal risk.

Meminimalkan risiko berarti bahwa setiap kemungkinan risiko dalam


berpartisipasi dalam riset tidak boleh lebih besar ketimbang yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu risiko terpenting adalah invasi privasi. Hak
privasi individu harus dihormati dan dihargai. Kategori utama risiko lain dalam riset
psikologi sosial berasal dari keadaan berbagai jenis stress. Seberapa besar risiko
yang boleh dihadapkan pada subjek? Prinsip pertama dan terpenting adalah
informed consent. Jika dimungkinkan, subjek harus diperbolehkan membuat
keputusan sendiri berdasarkan informasi yang memadai.

Tidak selalu dimungkinkan untuk memberi tahu subjek secara langsung


tentang sifat dari studi. Dalam kasus ini, periset dan dewan review institusional
harus memutuskan seberapa besar risiko yang ditoleransi.

Kriteria terakhir yang dipakai periset dan dewan review untuk mengevaluasi
risiko adalah subjek yang selesai mengikuti riset harus pulang dalam keadaan yang
sama seperti sebelum riset, baik fisik maupun pikirannya. Artinya, partisipan dalam
riset tidak boleh menimbulkan efek substansial terhadap subjek setelah selesai
mengikuti riset.

13
BAB III

PENUTUP

Metode-metode yang ada pada psikologi sosial, adalah:

1. Memilih Partisipan Riset.

Cara untuk menentukan siapa yang akan diteliti adalah dengan mempelajari
tentang materi dan objek untuk mengambil kesimpulan. Cara terbaik untuk
memastikan keterwakilan adalah mempelajari sampel acak dari populasi. Dalam
istilah formal, random sample (sampel acak) yang berarti bahwa setiap orang dalam
satu populasi memiliki peluang yang sama untuk dimasukkan ke dalam studi.
Hukum probabilitas memastikan bahwa sampel acak dalam jumlah besar akan
hampir selalu bisa mewakili popilasidalam batas kesalahan (margin of error).

2. Desain Korelasional vs Desain Eksperimental.

Dalam memutuskan bagaimana studi akan dilakukan, peneliti memiliki dua


pilihan desain riset dasar, yakni korelasional dan eksperimental. Dalam studi
korelasional, periset secara cermat mengamati dan mencatat hubungan antara dua
atau lebih faktor. Dalam sebuah eksperimen, periset menciptakan dua atau lebih
kondisi yang berbeda secara jenis dimana individu secara acak dimasukkan ke
dalam salah satu dari kondisi yang berbeda-beda itu dan kemudian reaksi mereka
diukur.

3. Setting Lapangan vs Laboratorium.

Riset lapangan adalah meneliti perilaku dalam habitat alamiahnya. Sedangkan


riset laboratorium dilakukan dalam situasi buatan atau artificial, situasi yang tidak
biasanya dialami oleh partisipan riset. Dalam riset laboratorium intinya subjek
datang ke setting yang dipilih dan dikontrol oleh periset. Baik itu riset korelasional
maupun eksperimental, keduanya dapat dilakukan di laboratorium atau di lapangan
dan masing-masing setting memiliki kelebihan dan kekurangan.

4. Metode Pengumpulan Data.

14
Pada dasarnya, periset mempunyai tiga opsi: (1) Mereka bisa meminta
partisipan melaporkan perilaku, pikiran, dan perasaan mereka sendiri; (2) Periset
dapat mengamati partisipan secara langsung; atau (3) Mereka bisa mencari arsip
dan menggunakan data yang sudah dikumpulkan untuk tujuan lain. Pada zaman ini,
metode pengumpulan data dapat pula dilakukan dengan riset internet.

5. Bias dalam riset.

Ada dua macam bias yang cukup mengganggu dalam psikologi sosial, yakni
efek perilaku eksperimenter dan bias yang diasosiasikan dengan perasaan
subjek tentang keikutsertaannya dalam studi.

Selanjutnya etika sosial. Ada tiga isu etika penting dalam riset psikologi,
yakni informed consent, debriefing, dan minimal risk.

1. Informed consent (persetujuan dengan sepengetahuan).

Subjek harus setuju tanpa paksaan untuk berpartisipasi dalam riset dan
harus memahami partisipasi apa yang akan dijalaninya. Persyaratan ini
cukup masuk akal, tetapi terkadang menimbulkan persoalan bagi psikolog,
misalnya adanya kemungkinan kemunculan bias respon apabila subjek
terlebih dulu diberitahu.

2. Debriefing (penjelasan dan tanya jawab).

Menjelaskan secara mendetail tujuan dan prosedur riset. Terkadang


periset mengirim informasi tertulis kepada subjek yang berisi hasil studi
setelah temuannya dianalisis.

3. Minimal risk.

Meminimalkan risiko berarti bahwa setiap kemungkinan risiko dalam


berpartisipasi dalam riset tidak boleh lebih besar ketimbang yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari.

15
DAFTAR PUSTAKA

E, Shelley Taylor, Letitia Anne Peplau & David O. Sears. 2012. Psikologi Sosial.
Jakarta: Kencana. Ed.12. Hlm.17-37.

16

Anda mungkin juga menyukai