Anda di halaman 1dari 165

INTEGRASI PELAYANAN LANJUT USIA DI BALAI PERLINDUNGAN

SOSIAL TRESNA WERDHA CIPARAY KABUPATEN BANDUNG


JAWA BARAT

Oleh
Ishak Fadlurrohim
171320180010

TESIS

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian


Guna Memperoleh Gelar Magister Kesejahteraan Sosial (M.Kesos)
Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial
Universitas Padjajaran

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
TAHUN
2020
INTEGRASI PELAYANAN LANJUT USIA DI BALAI PERLINDUNGAN
SOSIAL TRESNA WERDHA CIPARAY KABUPATEN BANDUNG

INTEGRATED CARE OF ELDERLY AT THE AGE OF SOCIAL


PROTECTION TRESNA WERDHA CIPARAY BANDUNG

Oleh,
Ishak Fadlurrohim
171320180010

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian


Guna memperoleh gelar Magister Kesejahteraan Sosial (M.Kesos)
Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial
Telah disetujui oleh Tim pembimbing pada tanggal
Seperti tertera dibawah ini

Bandung, ………………………… 2020

Menyetujui, Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Soni Akhmad Nulhaqim, S.Sos., M.Si. Dr. Nandang Mulyana, S.Sos., M.Si.
NIP. 196802041994031011 NIP. 196701141994031003

i
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik magister baik di Universitas Padjajaran maupun

di perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa

bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasi orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai

acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan

dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari

terdapat penyimpangan dan Ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah

diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang

berlaku di perguruan tinggi ini.

Bandung, 05 Agustus 2020

Yang membuat Pernyataan,

ISHAK FADLURROHIM

NPM. 171320180010

ii
INTEGRASI PELAYANAN LANJUT USIA DI BPSTW
CIPARAY KABUPATEN BANDUNG
Ishak Fadlurrohim
Program Magister Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Padjadjaran,
Jl. Bukit Dago Utara No.25 Bandung 40135
Program Pascasarjana FISIP UNPAD
Email : ishak18001@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini menunjukkan integrasi pelayanan lanjut usia di BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung,
melihat gambaran lanjut usia terlantar dengan permasalahan kondisi fisik, psikologis dan sosial yang
menyebabkan membutuhkan perawatan, perlindungan dan pemenuhan kebutuhan lanjut usia. Model
layanan responsif bertujuan mengoordinasikan pelayanan formal dan informal, sering kali melalui
pengaturan pengembangan integrasi layanan. Perkembangan integrasi layanan muncul dikarenakan
meningkatnya morbidity dan mortality serta optimalisasi tim multi disiplin beriringan dengan
pemanfaatan teknologi. Pandangan terhadap perkembangan integrasi layanan, Delnoij membuat
tingkatan integrasi pelayanan sebagai perhatian kepada stake holder dalam mengambil kebijakan
dan pemberian layanan di antaranya integrasi klinis berada di level mikro, profesional berada di
level meso, organisasional berada di level meso dan fungsional berada di level makro. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, informan ditentukan berdasarkan purposive sampling
dengan teknik in depth interview, observasi dan studi dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian
integrasi pelayanan lanjut usia lebih menekankan kepada Proses Integrasi klinis, merupakan
mekanisme untuk menjalankan layanan pada tingkatan mikro dalam mendukung tahap pemenuhan
kebutuhan lansia yang tepat melalui kesepahaman dan kesepakatan bersama dengan melakukan
penilaian, perencanaan dan pengelolaan layanan memperhatikan keberlanjutan pemberian layanan
dengan pertimbangan dan berbagi pemecahan masalah, melalui manajemen kasus yang dibuat untuk
memberikan layanan pro aktif kepada lanjut usia serta memanfaatkan teknologi informasi dalam
memudahkan koordinasi dan keberlanjutan layanan. Integrasi profesional berada pada tingkat meso,
memberikan pemahaman tentang pentingnya membangun hubungan antar profesional tim/ unit
meliputi pekerja sosial, perawat dan pramu werdha dengan menghargai serta memahami perbedaan
penilaian dalam perencanaan yang di koordinasi kan melalui tim/ koordinator untuk memenuhi
tujuan dan manfaat dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan. Integrasi organisasional
berada pada tingkat meso, berperan dalam mengontrol, menjaga dan membuat inovasi yang dapat
dilakukan dengan komunikasi yang membangun kepercayaan dan kemudahan mendapatkan
aksesibilitas layanan serta budaya organisasi membuat lingkungan yang ramah dan nyaman bagi
lanjut usia, melalui kebersamaan dan dinamika kelompok antara pemberi layanan dan penerima
layanan dalam meningkatkan pelayanan serta komitmen dalam memahami, menjaga dan merawat
lanjut usia dengan berbagai permasalahannya. Integrasi Fungsional berada pada tingkat makro yang
merupakan regulasi atau aturan yang dibuat sebagai dasar pelaksanaan pemberian layanan untuk
memberikan perawatan, perlindungan dan pemberian layanan bagi lanjut usia terlantar didasari
tujuan tertentu biasanya dipengaruhi interest group dalam membuat suatu regulasi yang dibuat
sebagai pemecahan masalah. Penelitian ini diharapkan memperkaya informasi dan penjelasan ilmu
bagi pengembangan konsep pekerjaan sosial dengan lanjut usia di institusi/ lembaga serta pelayanan
yang efektif dan efisien di BPSTW Ciparay.

Kata Kunci : Integrasi Pelayanan, Lanjut Usia

iii
INTEGRATED CARE OF ELDERLY AT THE AGE OF
SOCIAL PROTECTION TRESNA WERDHA CIPARAY
BANDUNG
Ishak Fadlurrohim
Program Magister Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Padjadjaran,
Jl. Bukit Dago Utara No.25 Bandung 40135
Program Pascasarjana FISIP UNPAD
Email : ishak18001@mail.unpad.ac.id

ABSTRACT

The Reasearch Indicated elderly services integration at The Age of Social Protection Tresna Werdha
Ciparay Bandung. look at an image of elderly susceptible have physical, psychologinal and social
problem that causes they need care protection and elderly needs. The service responsive to formal
and informal services coordinates, often through the development of integration services. The
development of integration services appear to increase mortality and morbidity rate and optimization
of the multi discipline in tandem with the utilization of technology. The views on integration
services, delnoij make levels services integration as attention to stakeholders in taking policy and
service delivery between clinical integration in level micro, professional and organizational
integration in level meso and functional in level macro. This study adopted qualitative approaches
descriptive, informants determined based on purposive sampling with in depth interview, observasi
and study documentation. Based on the research clinical integration mechanisms to run services in
support of the micro level to fulfill the needs of seniors right through understanding and agreement
with assessed, planning and management services see the sustainability of service delivery with
consideration and shared management solutions through cases created to provide service to an old
proactive and use information technology in facilitate coordination and the sustainability of services
Professional integration be on a level meso giving any education about the importance of building
relationships between professional units team covering social worker, nurses and pramu werdha with
respect to and understand the difference of the scoring in planning in coordination right / team
coordinator to meet goals and of benefits in improve the efficiency and quality of service.
Organizational integration be on a level meso role in controlling, maintain and make innovations
that can be done by communication build confidence and ease of getting accessibility services and
cultural organization make that a hospitable environment and comfortable for elderly togetherness
and through group dynamics between service providers and services that improve the service and
commitment in understanding, maintain and care for elderly with various. the problem. Functional
integration are on the macro-level that is regulations or rules made as the basis for the
implementation of the delivery of services to provide care , protection and delivery of services for
elderly have been displaced based on a particular purpose usually influenced interest group in
making a regulations which is made as the solution of the problems. Research is expected enrich
information and explanation the science for the development of the concept social work with elderly
institutions effective and efficient services at Age of Social Protection Tresna Werdha Ciparay.

Kata Kunci : Integrated Care, Elderly

iv
KATA.PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala


limpahan nikmat dan karunia-Nya, Penulisan Tesis ini dapat terselesaikan.
Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan sumbangan baik moril
maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang tulus dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Soni Akhmad Nulhaqim, S.Sos., M.Si selaku Pembimbing Utama
Penulisan Tesis yang telah dengan sabar memberikan waktu dan stimulasi
untuk berdiskusi, memberikan dorongan pemikiran, pengembangan wawasan
keilmuan kepada penulis mengenai penelitian sehingga penulis dapat belajar
dan memiliki keyakinan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga ilmu
yang diberikan menjadi amalan dan menjadikan pengalaman yang berharga
bagi penulis.
2. Dr. Nandang Mulyana, S.Sos., M.Si selaku Pembimbing kedua penulisan
Tesis, disela-sela kondisi kesehatan dan kegiatan yang padat dengan tulus
penuh kesabaran menerima penulis untuk berkonsultasi, membimbing,
memberikan motivasi dan menjadi orang tua yang selalu siap kapan pun
dibutuhkan dan mendorong pengembangan pemikiran dengan terbuka melalui
obrolan, cerita dan pengalaman mengenai wawasan kesejahteraan sosial.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan, ketulusan dan ilmu yang diajarkan
serta pengalaman yang diberikan kepada penulis.
3. Dra. Binahayati, MSW., Ph.D. selaku Kepala Prodi Pasca Sarjana Ilmu
Kesejahteraan Sosial UNPAD. Mendorong mahasiswa untuk aktif dalam
proses perkuliahan serta mengejar target kelulusan yang baik serta memotivasi
mahasiswa untuk mendapatkan fasilitas yang mendukung proses pembelajaran.
4. Dra. Binahayati, MSW., Ph.D., dan Dr. Santoso Tri Raharjo, S.Sos., M.Si.,
serta Budi Muhammad Taftahzani, S.Sos., MPPSP. Selaku Tim Penguji Tesis.
Memberikan saran dan masukan terkait naskah Tesis sehingga
menyempurnakan karya ilmiah ini.

v
5. Adang Suharman, AKS., MM. Selaku Kepala BPSTW Ciparay Kabupaten
Bandung Provinsi Jawa Barat, yang telah memberikan ijin kepada peneliti
dalam melaksanakan penelitian.
6. Dra. Yeyet Mulyati. Selaku pekerja sosial di BPSTW Ciparay Kabupaten
Bandung Provinsi Jawa Barat, yang setiap saat membantu dan memberikan
masukan, ide dan saran.
7. Seluruh pegawai BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat,
yang telah menerima dengan tangan terbuka dan ramah.

Tesis ini juga sebagai wujud rasa hormat dan kasih sayang kepada kedua orang
tua Ayahanda Tatang Sutisna, ibunda Maria Ulfah dan kedua saudara Wafiq Ali
Kasfi dan Ismail Fadlurrohman. Sebagai penggerak keberhasilan dalam setiap
langkah kehidupan baik do’a, dukungan dan semangat yang senantiasa diberikan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada
rekan angkatan pasca sarjana kesejahteraan sosial 2018 : R Willya Akhmad, Bang
Ino Marcelino Poluakan, Teh Wina Nurdini, Abah Didin Dikayuana, Mas Eko,
Wandi Adiansyah, Dodi, Bu Liya dan Asmar Husein atas dukungan serta do’a yang
selama ini diberikan.
Sebagai manusia, penulis menyadari keterbatasan serta kekurangan yang
dimiliki, oleh karena itu dengan izin Allah Subhanahu’wata’ala. Akhir kata, besar
harapan penulis semoga Tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan rekan sesama
profesi dalam rangka mengembangkan ilmu dan praktik pekerjaan sosial dengan
lanjut usia di institusi atau lembaga.
Bandung, 05 Agustus 2020

Penulis

vi
DAFTAR.ISI

LEMBAR PENGESAHAN ····························································· i


LEMBAR PERNYATAAN ······························································ ii
ABSTRAK ················································································· iii
ABSTRACT ················································································· iv
KATA PENGANTAR ··································································· v
DAFTAR ISI ···············································································vii
DAFTAR TABEL ········································································· ix
DAFTAR GAMBAR ······································································ x

BAB I PENDAHULUAN ································································ 1


1.1 Latar Belakang Penelitian ··················································· 1
1.2 Rumusan Masalah ··························································13
1.3 Tujuan Penelitian ···························································13
1.4 Manfaat Penelitian ··························································13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ·······················································15


2.1 Definisi Integrasi Pelayanan ···············································15
2.2 Tingkatan Integrasi Pelayanan·············································17
2.2.1 Integrasi Klinis ·······················································17
2.2.2 Integrasi Profesional ·················································22
2.2.3 Integrasi Organisasional ·············································26
2.2.4 Integrasi Fungsional ·················································35
2.3 Pelayanan Sosial·····························································37
2.3.1 Definisi Pelayanan Sosial ···········································37
2.3.2 Tujuan dan Bentuk Pelayanan ·····································39
2.3.3 Dasar – Dasar Pelayanan Sosial ···································40
2.3.4 Standar Pelayanan Sosial············································42
2.4 Lanjut Usia ···································································44
2.4.1 Definisi Lanjut Usia ·················································44
2.4.2 Permasalahan Lanjut Usia ··········································45
2.4.3 Perubahan – Perubahan yang di alami Lanjut Usia ··············47
2.4.4 Tugas Perkembangan Lanjut Usia ·································51
2.4.5 Kerangka Pemikiran ·················································52
2.4.6 Definisi Operasional ·················································56

BAB III METODE PENELITIAN ·····················································58


3.1 Desain Penelitian ····························································58
3.2 Teknik Penentuan Informan .............................................................. 58
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 59
3.4 Pengolahan dan Analisa Data............................................................. 61
3.5 Jadwal dan Langkah – Langkah Penelitian ........................................ 62

vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ·····························63
4.1 Hasil Penelitian ····························································63
4.1.1 Gambaran BPSTW Ciparay ········································63

4.2 Integrasi Pelayanan Lanjut Usia di BPSTW Ciparay......................... 72


4.2.1 Integrasi Pelayanan Klinis Lanjut Usia ···························72
4.2.2 Integrasi Pelayanan Profesional Lanjut Usia ·····················88
4.2.3 Integrasi Pelayanan Organisasional Lanjut Usia ·················98
4.2.4 Integrasi Pelayanan Fungsional Lanjut Usia ··················· 116

4.3 Pembahasan ································································ 120


4.3.1 Integrasi Pelayanan Klinis Lanjut Usia ························· 121
4.3.2 Integrasi Pelayanan Profesional Lanjut Usia ··················· 130
4.3.3 Integrasi Pelayanan Organisasional Lanjut Usia ··············· 135
4.3.4 Integrasi Pelayanan Fungsional Lanjut Usia ··················· 142

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ·················································· 145


5.1 Simpulan···································································· 145
5.2 Saran ................................................................................................. 148

DAFTAR PUSTAKA ··································································· 150


LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pendanaan Penyembuhan dan Perawatan ··································· 4


Tabel 2.1 Fokus Penelitian ·······························································55
Tabel 3.1 Informan Penelitian ···························································59
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ······························································62
Tabel 4.1 Data Pegawai Tidak Tetap/ kontrak ········································71
Tabel 4.2 Data Tenaga Pendukung Berdasarkan Jenis Profesi ······················71
Tabel 4.3 Integrasi Pelayanan Lanjut Usia ··········································· 120

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Perkembangan Penduduk Lansia dan Balita ···························· 2


Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran······················································ 54
Gambar 4.1 Struktur Organisasi BPSTW Ciparay Bandung ······················ 64

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Integrasi Pelayanan dalam sudut pandang internasional dapat diartikan

sebagai konsep yang berjalan berdampingan baik input, delivery, management

dan organisasi layanan sejenis untuk menilai, memberikan penanganan,

perawatan, rehabilitasi dan meningkatkan kondisi kesehatan (Grone, Garcia

Barbero, 2001). Perkembangan sistem pelayanan kesehatan di eropa sudah

memiliki pandangan terkait mempromosikan bentuk layanan terintegrasi

seperti halnya di inggris memiliki layanan berbagi (shared care) atau

vernetzung di german dan transmurale zorg di belanda yang mengembangkan

bentuk layanan terpadu (Shortell S.M, et.all, 2000). Hal ini dapat menjadi

kecenderungan yang dapat dijelaskan dengan dua perkembangan integrasi

layanan yaitu pertama, optimalisasi pengelolaan kondisi kerja sama tim multi

disiplin, meskipun terdapat perbedaan antar negara pada aspek morbidity dan

mortality, namun menghadapi permasalahan yang sama terkait permasalahan

perkembangan usia penduduk memasuki tahap transisi epidemiological.

Perkiraan penduduk lansia sebanyak 4,16 juta jiwa (8,67%) dari total

penduduk Jawa Barat di tahun 2017 meliputi 2,02 Juta Jiwa (8,31%) Laki-laki

dan 2,14 Juta Jiwa (9,03%) Perempuan dikarenakan perempuan memiliki

angka harapan hidup lebih tinggi (Badan Pusat Statistik, 2018).

1
2

Gambar 1.1 Perkembangan Penduduk Lansia dan Balita

Sumber : BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2035

Gambar 1.1 menggambarkan kondisi lanjut usia Indonesia kurang dari 5

tahun akan mengalami penambahan dua kali lipat pada tahun 2035 yang

terhitung kurang 5 tahun yang ditandai dengan kenaikan 10%, proyeksi UN

(revisi 2017), peningkatan lansia Indonesia pada tahun 2021 mencapai 10%.

Indonesia, menyatakan usia 60 tahun ke atas adalah lanjut usia menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut usia.

Tahap ini ditandai dengan penyakit degeneratif atau kronis. Penyakit

degeneratif/ kronis menjadi perhatian untuk berbagai organisasi layanan dalam

memberikan layanan dengan mengubah dari pelayanan intervensi krisis

menjadi pengawasan dan penyembuhan hingga perawatan.

Kedua, sebagai hasil perkembangan teknologi seperti peningkatan rumah

sakit (teknik bedah dan anastesis) berubah dari pusat layanan umum menjadi

pelayanan profesional khusus. Hal ini menjawab hubungan kerja sama antara

rumah sakit dan layanan komunitas. Dengan kata lain, pemberian pelayanan
3

lanjut usia memiliki cakupan lebih luas dan lebih banyak layanan multi disiplin

dengan karakteristik yang modern, terdiri dalam menyediakan tahapan layanan

berjalan satu arah menjadi lebih beragam di berbagai bidang seperti layanan

(home care, rumah sakit, house care). Hal ini menunjukkan berpengaruh pada

layanan untuk menjadi lebih terintegrasi di semua tingkatan.

Berdasarkan pekerjaan yang dapat di lakukan meliputi integrasi fungsional

berada pada level makro di sistem layanan kesehatan seperti halnya pendanaan

dan regulasi yang mengatur penyembuhan, perawatan, pencegahan dan

pelayanan sosial. integrasi organisasional berada pada level meso di sistem

layanan seperti penggabungan, kesepakatan atau strategi untuk bekerja sama

antar lembaga. Integrasi profesional berada pada level meso di sistem layanan

kesehatan seperti penggabungan dalam kelompok praktik, kesepakatan atau

strategi kerja sama antar profesi layanan. Terakhir integrasi klinis berada pada

level mikro di sistem layanan kesehatan seperti halnya keberlanjutan, kerja

sama dan proses pemberian layanan kepada individu yang sesuai (Shortell S.M,

et.al, 2000). Pandangan terhadap perkembangan integrasi layanan di bidang

mikro dan tingkat meso di organisasi, dipengaruhi oleh karakteristik sistem

layanan kesehatan di level makro. Seperti contoh, penyedia sistem layanan di

Jerman menyebutkan ketertarikan yang membawa lebih terintegrasi antara

fasilitas layanan penyembuhan dan perawatan dengan prosedur administrasi

dan perbedaan insentif.

Penelitian tentang integrasi layanan memberikan hal penting untuk

membantu menggambarkan tingkat integrasi lebih sistematis di sistem layanan


4

dan dampak karakteristik sistem layanan di tingkat makro pada proses

integratif. Hal ini dapat menjelaskan bagaimana karakteristik baik finansial dan

sistem regulasi (makro) menghambat atau mengembangkan integrasi layanan

di tingkat meso dan mikro (delnoij, et.al, 2002).

Perbedaan dan kurangnya koherensi serta ketidakmampuan atau

keengganan terlibat dalam kerja sama multi disiplin yang muncul merupakan

masalah serius di berbagai sistem layanan. Ketika bertanya tentang

permasalahan paling penting di sektor pemberian layanan terdapat dua dari

lima mayoritas adalah perbedaan dan kurangnya koherensi dan

ketidakmampuan untuk bekerja sama merupakan permasalahan utama,

bersamaan dengan inefisiensi dan pendeknya usia perawatan (delnoij. et.al,

2002). Perbedaan ini disebabkan oleh pendanaan dan sistem insurance

(perlindungan dari hilangnya pendapatan). Negara memiliki keterkaitan

dengan pembiayaan penyembuhan dan perawatan serta sejauh mana layanan

kesehatan dan sosial dapat di pisahkan.

Tabel 1.1 Pendanaan penyembuhan dan perawatan di 6 negara


Negara Pendanaan Penyembuhan (layanan Pendanaan perawatan
kronis) (layanan jangka panjang)
Netherlands Publik (61% dari populasi) atau Perlindungan penyakit
Perlindungan Kesehatan Pribadi katastropik, sejak 1968
(39%)
Germany Publik (90% dari populasi) atau Perlindungan Layanan
Perlindungan Kesehatan Pribadi (asuransi), sejak 1994
(10%)
Austria Perlindungan Kesehatan Publik (99% Program layanan sosial dari
dari populasi) pajak, sejak 1993
Switzerland Perlindungan Kesehatan Publik Perlindungan kesehatan
(100%) publik, sejak 1994
United Kingdom Layanan Kesehatan Nasional (100% Layanan kesehatan nasional,
dari populasi) perlindungan pribadi dan
pemerintah daerah
United States Pribadi atau asuransi, bantuan obat dan Pembayaran pribadi, atau
perawatan medis di tambah 15,5% dari bantuan obat untuk warga
5

populasi yang tidak mendapatkan miskin dan pendapatan


perlindungan rendah
Sumber : Delnoij, et.al. 2001

Berdasarkan tabel di atas menggambarkan sistem pendanaan untuk

pelayanan kuratif seperti halnya penyembuhan yaitu perawatan rumah sakit

atau layanan psikiater) dan long term care/ jangka panjang seperti halnya home

care atau panti/ institusi yang di implementasikan di belanda, Jerman, Austria,

Swiss, Inggris dan Amerika. keempat negara menjalankan skema

penyembuhan dan perawatan yang berbeda. Terdapat dua pengecualian, di

Swiss home care dan nursing home care berada di bawah jaminan kesehatan

masyarakat sejak 1994 dan inggris mencakup perawatan untuk penyakit kronis

dan lanjut usia, meskipun dengan batas tertentu (lebih lama tinggal di rumah

sakit atau layanan kesehatan artinya mengurangi dana pensiun). Layanan

kesehatan nasional mendanai perawatan komunitas (home care). Seluruh jenis

layanan baik rawat jalan dan inap (perawatan rumah maupun rumah bagi lanjut

usia) yang sepenuhnya di danai pemerintah daerah. Keterbatasan dan cakupan

layanan kesehatan nasional membuat peluang sektor perlindungan untuk

jangka panjang atau panti swasta atau pemerintah daerah (Hardy B, et.al,

1999).

Pemberian perlindungan bagi lanjut usia dapat di memiliki peran dalam

membantu lansia dalam penyembuhan dan pengembangan fungsi sosialnya

meliputi dua bentuk kegiatan pelayanan panti atau luar panti, perlindungan;

dan pengembangan kelembagaan. Secara umum merupakan kegiatan

pemberian layanan meliputi pelayanan dalam panti, pendampingan

pemberdayaan lansia seperti Home care, pelayanan urgensi, asistensi lanjut


6

usia, program day care, familiy support, kawasan ramah lansia dan lansia

tangguh.

Di beberapa negara menunjukkan permasalahan kerja sama dan

keberlanjutan layanan mengalami pembagian pembiayaan dan sistem regulasi

penyembuhan dan perawatan. Seperti belanda, inggris dan amerika melakukan

pembatasan antara layanan kuratif kronis dan layanan jangka panjang atau

layanan sosial diakibatkan masalah dan membuat penyimpangan pendapatan.

(Leutz WN, 1999). Namun terdapat permasalahan lain yang menjadi kendala

pengembangan integrasi layanan. Shortell, et.al sendiri menyebutkan seperti

perbedaan budaya organisasi dan profesional yang terlibat dalam pemberian

layanan dan kelompok organisasi terutama praktisi (shortell, et.al 2000).

Selain itu, sistem layanan kesehatan membawa beban masa lalu. Sistem

layanan yang kompleks. Seperti halnya di gambarkan Pemberian layanan di

Austria dan Swiss selalu mengarah kepada rumah sakit. Sebagai akibat,

banyaknya rumah sakit dan kurangnya kapasitas layanan di masyarakat atau

komunitas dan perawatan jangka panjang. Membuat semakin sulit negara

tersebut memfokuskan kepada sistem layanan kesehatan menuju perawatan

rumah atau rumah perawatan/ perlindungan, walaupun kebutuhan dari

permintaan masyarakat berubah pandangan (Szucs TD, et.al, 1999 ; Wild C,

2000).

Faktanya terdapat beberapa faktor penghambat integrasi dalam sistem

integrasi layanan kesehatan dari pada hanya karena batasan pendanaan.

Mayoritas setuju dan kurang setuju tentang batasan pendanaan namun terjadi
7

akibat perbedaan latar belakang dan pelatihan profesional dan tidak dipercaya

(perbedaan budaya) sehingga membatasi integrasi.

Dampak karakteristik sistem layanan di tingkat makro seperti pendanaan

dan sistem perlindungan dalam mengembangkan integrasi layanan. Penilaian

dari berbagai sumber literatur integrasi layanan, pembatasan pembiayaan atau

pentingnya pembagian organisasi seperti generalis dan spesialis atau antara

rawat jalan atau perawatan klinis. Sebenarnya dapat bermain peran dalam

proses mendorong arah layanan. Namun perbedaan budaya antara profesional

atau institusi memungkinkan membatasi hal penting. Profesional dan institusi

mempertahankan posisi mereka mengakuisisi dan belum tentu antusias tentang

berbagi posisi dengan pemberi layanan lainnya.

Seluruh dunia berjuang untuk memberikan pelayanan terhadap

meningkatnya jumlah lanjut usia yang rentan sambil berada di bawah tekanan

ekonomi untuk mengurangi biaya perawatan (Da Roit, 2013). Lansia yang

rentan memiliki banyak masalah fisik, psikologis dan sosial yang

menyebabkan mereka membutuhkan berbagai layanan selama periode waktu

jangka panjang (Gobbens, lujikx, wijnen-sponselee & schols, 2010). Kebijakan

kesehatan semakin diarahkan untuk mengganti perawatan lansia berbasis

institusi yang mahal dengan layanan berbasis komunitas dan perawatan

informal (Van Wieringen, broese van groenou & groenewegen, 2015).

Sebagian besar dari perawatan lansia yang rentan saat ini diberikan pada pasien

di rumah pribadi dengan pelayanan profesional atau formal yang dibayar dan

informal yang tidak dibayar, seperti pasangan, anak-anak dan teman dekat
8

(Geerts & Van den Bosch, 2012). Pentingnya bentuk integrasi dalam membuat

layanan yang responsif bagi lansia yang rentan, bertujuan mengoordinasikan

pelayanan formal dan informal, sering kali melalui pengaturan pengembangan

integrasi layanan (carpentier & Grenier, 2012 ; Leichsednring, Billings & Nies,

2013).

Tujuan Layanan terintegrasi adalah mempromosikan peningkatan kualitas

saat ini yang terfragmentasi dan kurang terkoordinasi. Semakin diakui bahwa

integrasi pelayanan harus dilihat sebagai sarana untuk mempromosikan tujuan

'Triple Aim' dalam reformasi sistem layanan (Berwick et al. 2008) di

antaranya : pertama, efisiensi biaya yang lebih besar; kedua, peningkatan

pengalaman layanan; dan ketiga, peningkatan pencapaian kesehatan. Karena

alasan ini, di saat kekurangan sumber daya dan permintaan yang terus

meningkat, begitu banyak harapan dan bobot yang mengubah bentuk integrasi

pelayanan menjadi mekanisme transformasi sistem. Integrasi pelayanan

merupakan pendekatan untuk memperkuat dan / atau memperkenalkan

serangkaian fitur desain mendasar untuk sistem yang dapat menghasilkan

manfaat signifikan.

Meskipun demikian, mengingat proyeksi ke depannya diperlukan untuk

melewati 'titik kritis' di mana tindakan diambil untuk mengubah sistem

layanan. Integrasi pelayanan lanjut usia dipandang sebagai masa depan bagi

layanan kesehatan dan sosial untuk mengelola semakin banyak orang yang

membutuhkan kebutuhan kompleks mereka untuk dipenuhi (MacAdam, 2008).

Seharusnya tidak dianggap sebagai pilihan yang mudah, karena kombinasi


9

gerontologi dan pelayanan terintegrasi membawa kompleksitas yang saling

terkait (Bravo et al, 2008). Akibatnya ada banyak teori, model, dan mekanisme

di berbagai tingkat sistem untuk dipertimbangkan jika kita ingin memahami

dan menerjemahkan pengguna layanan "nilai permintaan" menjadi layanan

yang memenuhi kebutuhan (Hudson et al, 2004). Ketika semakin banyak

individu memiliki kebutuhan yang kompleks dan / atau banyak kebutuhan

dengan asal yang berbeda dan membutuhkan banyak penyediaan dari sektor

pelayanan kesehatan dan sosial yang lebih luas, maka berbagai pihak untuk

menilai, merencanakan dan mengelola pelayanan yang diperlukan (Tout,.1993;

Bigby,.2004; Loader.et.al, 2009). Apabila tidak, menghindari duplikasi, rasa

kurang memiliki, komunikasi yang buruk dan merusak yang berdampak pada

pelayanan akan terjadi (Lloyd & wait, 2005). Maka hal ini yang mendasari

peneliti melihat pentingnya dan perlunya integrasi pelayanan baik kesehatan

maupun sosial di lembaga. Sehingga lanjut usia yang rentan dapat menerima

pelayanan sesuai permasalahannya.

Hal ini menunjukkan bahwa individu dapat menghindari hasil negatif atau

penurunan tahap perkembangan meskipun secara faktor risiko yang signifikan

di lingkungan atau potensi kerentanan selama hidup. Ini juga termasuk

proposisi bahwa individu dapat kembali normal, tingkat keberfungsian mereka

mengikuti perkembangan kemunduran atau krisis, baik dengan atau tanpa

dukungan eksternal (Garmezy, 1991; Masten & Coatsworth, 1998; Rutter,

1987). Dengan menjelaskan proses dan mekanisme yang menstabilkan,

melindungi, atau membantu dalam fungsi pemulihan psikologis yang


10

terpengaruh dalam setiap kasus tertentu, itu tidak hanya akan menjadi lebih

jelas bagaimana perkembangan sebenarnya bekerja, tetapi juga perkembangan

negatif dan mal adaptif tidak bisa hanya dijelaskan oleh kehadiran faktor risiko

yang spesifik, tetapi juga dengan tidak adanya faktor perlindungan.

Permasalahan lanjut usia dalam memenuhi kebutuhan dan pelayanan di

antaranya, pelayanan dasar, pelayanan kesehatan, pelayanan terkait kondisi

sosial, emosional, psikologis dan finansial. Selain itu pemberian layanan

Pemberian tempat tinggal yang layak, Jaminan hidup berupa makan, pakaian,

pemeliharaan kesehatan dan Pengisian waktu luang termasuk rekreasi serta

Bimbingan mental, sosial, keterampilan, agama dan Pengurusan makam

tercantum di Peraturan Menteri Sosial No.19 tahun 2012 tentang pedoman

pelayanan sosial lanjut usia dalam panti. Terdapat alur tahapan pelayanan

lanjut usia di BPSTW Ciparay sendiri memiliki Standar Operasional

Penerimaan dan penyaluran calon penerima pelayanan di antaranya lanjut usia

yang menjadi calon penerima pelayanan memenuhi kriteria dan dilakukan

home visit atau asessment oleh pekerja sosial baik dari laporan masyarakat,

dinas sosial, sub unit, individu/ keluarga maupun instansi lainnya. Selanjutnya

dilakukan persiapan meliputi pendaftaran dengan kelengkapan administrasi,

pemeriksaan fisik dan mental serta mempersiapkan kebutuhan calon penerima

pelayanan dan mengharuskan calon penerima manfaat mengikuti setiap

kegiatan dan program meliputi pemenuhan kebutuhan pokok, aksesibilitas

sarana dan prasarana, kesehatan, bio, psiko, sosial, spiritual dan pemberdayaan,

sosialisasi/ koordinasi serta perlindungan hingga penempatan lansia dengan


11

lingkungan baru dan akhirnya dilakukan terminasi dilakukan rujukan ke

lembaga lain, meninggal dunia, kembali keluarga dan pemulangan mandiri.

Selain itu dalam tahap pengawasan sendiri dilakukan supervisi, monitor dan

evaluasi serta pelaporan.

Terdapat sejumlah penelitian tentang integrasi pelayanan sosial yang

dilakukan seperti pertama, Naoko Muramatsu (2010) mengkaji bagaimana

stres akut dan kronis yang terkait dengan penurunan fungsional pada lanjut usia

dan pasangan menjadi membaik oleh dukungan informal dan formal. Penelitian

kedua, Benjamin Janse (2017) mengkaji tentang integrasi sementara yang

menjadi prinsip utama dalam pelayanan berbasis masyarakat untuk lanjut usia

yang rentan dan sedikit memiliki dampak terhadap pelayanan formal dan

informal dari waktu ke waktu. Selain itu terdapat penelitian ketiga, (Allison

Crowe, 2018) menggambarkan tentang self-stigma, literasi kesehatan mental

dan kesehatan merupakan hasil integrasi pelayanan. Serta penelitian ke empat

(Anthony Harrison, 2005) memberikan tinjauan tentang pengembangan dan

penerapan integrasi pelayanan untuk self-harm di berbagai organisasi

pelayanan kesehatan dan sosial. Lanjut Usia memiliki penurunan kondisi lanjut

usia di antaranya biologis maupun psikis, ke depannya akan dipengaruhi

mobilitas serta interaksi, salah satunya adalah isolation atau Loneliness

Mangoenprasodjo dalam (Anjarsari, 2013).

Menurut (Eugina et all, 2010) terdapat analisa yang dikaitkan kondisi

penuaan, memperlihatkan prevelensi meningkat bagi lanjut usia dibarengi

dengan kehilangan lingkungan terdekat atau masuk di lingkungan baru dan


12

memiliki potensi mengalami penurunan kondisi lanjut usia. Hal ini terlihat dari

kondisi psikososial meliputi baik laki-laki 19,8% dan wanita 20,8% merasa

kesepian diikuti kondisi depresi yang terus menerus 4,3% serta menunjukkan

tabiat buruk 42% memperlihatkan kondisi 7,3% dan 3,7% cepat marah dan

17,2% dan 7,1% tersinggung (Darmojo dan Martono, 2011).

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah disebutkan, penelitian

ini menjelaskan bagaimana integrasi pelayanan lanjut usia dapat membantu

memberikan layanan yang efektif dan efisien dengan menghadapi

permasalahan lanjut usia yang kompleks. Selain itu lanjut usia memiliki proses

adaptasi di antaranya berkenalan dengan lansia, bersikap ramah, melakukan

interaksi, dan melakukan kegiatan yang dibuat panti. Sehingga diperlukan

bentuk integrasi pelayanan lanjut usia dalam memberikan pelayanan sesuai

dengan kebutuhan lanjut usia. Sehingga dapat berjalan efektif dan efisien

dalam mempromosikan layanan yang meningkatkan kualitas pelayanan dan

kualitas hidup bagi lanjut usia selama memperoleh perawatan dan

perlindungan.

Beranjak dari asumsi tersebut peneliti meyakini bahwa integrasi pelayanan

lanjut usia di pengaruhi oleh karakteristik pemberian layanan dalam

perlindungan dan perawatan lanjut usia. Penelitian ini menjadi penting

dilakukan karena melihat ke empat aspek baik integrasi klinis, profesional,

organisasional dan fungsional yang dikembangkan oleh Delnoij (2002) dalam

melihat integrasi layanan saling mempengaruhi satu sama lain dalam

membangun karakteristik layanan lanjut usia di institusi. Penelitian ini juga


13

diharapkan memperkaya pengetahuan dan pengembangan konsep pekerjaan

sosial dengan lanjut usia di institusi/ lembaga.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana integrasi pelayanan klinis lanjut usia.

1.2.2 Bagaimana integrasi pelayanan profesional lanjut usia.

1.2.3 Bagaimana integrasi pelayanan organisasional lanjut usia.

1.2.4 Bagaimana integrasi pelayanan fungsional lanjut usia.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mengetahui integrasi pelayanan lanjut usia

di BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung. Sedangkan tujuan khusus penelitian

adalah untuk mengetahui :

1.3.1 Integrasi pelayanan klinis lanjut usia.

1.3.2 Integrasi pelayanan profesional lanjut usia.

1.3.3 Integrasi pelayanan organisasional lanjut usia.

1.3.4 Integrasi pelayanan fungsional lanjut usia.

1.4. Manfaat.Penelitian

1.4.1 Manfaat.Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan memperkaya informasi

dan penjelasan ilmu bagi pengembangan konsep pekerjaan sosial

dengan lanjut usia di institusi/ lembaga.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran

terhadap pemecahan masalah dan memberikan sumbangsih terhadap


14

kebijakan tentang kesejahteraan lanjut usia dalam memberikan

pelayanan yang efektif dan efisien di Balai Perlindungan Sosial Tresna

Werdha Ciparay.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini membahas mengenai penelitian terdahulu, serta teori dan konsep

mengenai integrasi pelayanan lanjut usia. Penelitian terdahulu bermanfaat sebagai

bahan rujukan untuk mengkaji integrasi pelayanan lanjut usia.

2.1 Definisi Integrasi Pelayanan Lanjut Usia

Memahami integrasi pelayanan tentunya memiliki penjelasan yang

berbeda tergantung dari sudut pandang pengetahuan dan profesi yang

menggambarkan tentang integrasi pelayanan itu sendiri seperti halnya di bawah

ini terdapat 4 definisi untuk memahami integrasi pelayanan.

1. Definisi sudut pandang sistem kesehatan


“manajemen dan pemberian pelayanan kesehatan yang memperhatikan
continuum of health promotion, disease prevention, diagnosis, treatment,
disease-management, rehabilitation and palliative care services, dimana terdapat
perbedaan level dan penerapan perawatan di dalam sistem kesehatan dan
memperhatikan aspek kebutuhan sepanjang hayat ” (WHO 2015)
2. Definisi dari sudut pandang kesehatan dan manajemen perawatan
“proses membuat dan pengaturan, waktu yang panjang, struktur organisasi yang
independen (organisasi) bertujuan untuk koordinasi yang menjadi
ketergantungan dalam mencapai pemahaman bersama di dalam satu kegiatan
kolektif ” (Contandriapoulos, et.al. 2003)
3. Definisi dari sudut pandang sosial dan pengetahuan
“integrasi merupakan metode dan model yang koheren meliputi funding,
administrative, organizational, service delivery dan clinical levels designed
untuk membuat konektivitas, menjajarkan dan kolaborasi didalamnya termasuk
sektor penyembuhan dan perawatan. Tujuan metode ini untuk meningkatkan
kualitas perawatan dan angka kualitas hidup individu dan efesiensi sistem untuk
individu dengan memangkas dua layanan, menyediakan dan pengaturan. Hasil
nya untuk mendukung dasar integrasi untuk menguntungkan capaian individu
yang di sebut integrasi pelayanan” (adapted from Kodner and Spreeuwenberg
2002)

Selain itu tujuan utama integrasi pelayanan untuk dapat meningkatkan

kualitas pelayanan, pengalaman dan meningkatkan efektivitas pengeluaran.

Maka integrasi pelayanan menyediakan dengan pemikiran rasional dan dasar

15
16

untuk memutuskan. Seperti halnya disampaikan Kodner and Spreeuwenberg

(2002) perbedaan antara integrasi dan integrasi pelayanan, tidak ada struktur

dan proses yang mendukung organisasi dan pemberian layanan yang lebih

besar tidak selalu menghasilkan peningkatan hasil dan pengalaman dengan

integrasi pelayanan yang efektif.

Integrasi adalah metode yang koheren dan model yang terdiri dari funding,

administrative, organisational, service delivery dan tahapan klinis yang di buat

untuk membuat connectivity, alignment dan collaboration di dalam dan di

antara sektor rehabilitasi dan perawatan (Kodner & Spreeuwenberg, 2002).

Tujuan dari metode dan model ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan

kualitas hidup, kepuasan penerima manfaat dan efisiensi sistem untuk klien,

memangkas pelayanan ganda, penyediaan dan pengaturan. Hal ini membuat

hasil dalam upaya berkaitan dalam mempromosikan integrasi pada manfaat

kelompok. Integrasi Pelayanan lanjut usia terbukti merupakan pendekatan

terbaik dalam menjalankan intervensi dengan kebutuhan yang kompleks.

Integrasi pelayanan lanjut usia mengacu kepada pelayanan yang memiliki

tahapan berkelanjutan, terintegrasi ke dalam berbagai tingkatan dan tempat

yang menyediakan perawatan harian dan jangka panjang termasuk tempat

tinggal dan kebutuhan hingga akhir hayat. Integrasi sendiri tidak menjelaskan

harus menggabungkan berbagai layanan, tetapi menyediakan berbagai layanan

yang berjalan bersama-sama dengan terkoordinasi. Program dapat berhasil

dengan pendekatan bottom-up di dukung dengan kebijakan dan mekanisme

dalam pembiayaan dan akuntabilitas bersama tim. Hal ini menjelaskan bahwa
17

jenis layanan Person-Centred menunjukkan perspektif bahwa lanjut usia lebih

dari menjalankan hidup dengan keterbatasan atau kondisi kesehatan, justru

memandang lanjut usia sebagai individu yang unik, kebutuhan dan pandangan.

Lanjut usia dapat menilai hal-hal yang dibutuhkan untuk hidupnya di dalam

keluarga maupun kelompok.

2.2 Tingkatan Integrasi Pelayanan

Terdapat empat tingkatan integrasi pelayanan yang dikembangkan oleh

(Delnoij et al, 2002) di antaranya :

2.2.1 Integrasi Klinis

Integrasi klinis dapat diartikan sebagai hubungan interaksi antar

profesi seperti Maknanya dijelaskan dalam konteks interaksi antara

profesional dan pengguna layanan dan terkadang pengasuh informal.

Integrasi klinis sendiri memiliki mekanisme yang dijalankan meliputi

keberlanjutan, kerja sama dan kesesuaian pemberian layanan individu

(Delnoij et al, 2002). Diasumsikan bahwa ini adalah koordinasi tentang

penilaian dan layanan meskipun tindakan dan proses penilaian tidak

disebutkan tetapi harus mendahului identifikasi kebutuhan dan

perencanaan layanan yang diperlukan (Wallace & Davies, 2009; Wilson

& Baines, 2009). Maka integrasi klinis sendiri dapat diartikan sebagai

penilaian dari pemberi layanan dalam memberikan layanan di dasari oleh

identifikasi kebutuhan melalui proses perencanaan.

Definisi yang paling mudah dari (Contandriopoulos et al, 2001)

dikutip dalam (Veil & Hebert, 2008) untuk dapat menggambarkan


18

kebutuhan untuk keberlanjutan dan kesepakatan atau pemahaman antara

orang-orang sebelum koordinasi dapat dilibatkan. Namun, (Van Raak et

al, 2003) mempertimbangkan pengguna layanan dan pengasuh informal.

Integrasi klinis yang dimaksud dapat digambarkan melalui :

1. Keberlanjutan

Keberlanjutan layanan berkaitan dengan kualitas layanan dari

waktu ke waktu. Merupakan proses di mana pasien dan tim pemberi

layanan secara kooperatif terlibat dalam manajemen layanan

kesehatan yang berkelanjutan menuju tujuan bersama dari biaya

layanan berkualitas dan hemat atau efektif dan efisien.

Pelayanan berkelanjutan adalah ciri khas dan tujuan utama

penyembuhan keluarga dan konsisten dengan perawatan pasien yang

berkualitas oleh institusi. Keberlanjutan layanan oleh keluarga

membantu tenaga profesional untuk mendapatkan kepercayaan dan

memungkinkan menjadi penasihat yang lebih efektif. Hal ini juga

memfasilitasi peran sebagai koordinator layanan yang efektif dan

mendapatkan kepercayaan terhadap permasalahan yang terjadi.

Layanan yang berkelanjutan berawal pada kemitraan antara

penerima layanan dan pemberi layanan jangka panjang di mana

mengetahui riwayat penerima layanan dari pengalaman dan

mengintegrasikan informasi dan keputusan baru dari sudut pandang

lain secara efisien tanpa investigasi yang panjang American

Academy of Family Physicians (1983).


19

Keberlanjutan dan koordinasi pelayanan hampir sama.

Keberlanjutan menghubungkan koordinasi layanan dengan

membuat kondisi dan hubungan untuk membantu interaksi ketika

antar penyedia layanan di antara tim antar disiplin ilmu atau lintas

layanan. Deeny, et.all (2017) menggambarkan keberlanjutan sebagai

konsep yang kompleks dengan multidimensi dan pembaharuan/

memahami dengan cepat. Seperti yang digambarkan oleh Freeman,

et. al (2003) dan Haggerty, et.al (2003) menyebutkan terdapat 4

aspek keberlanjutan di antaranya (1) keberlanjutan antar personal :

pengalaman subjektif menjaga hubungan antar penerima layanan

dan tenaga pemberi layanan profesional. (2) Hubungan jangka

panjang : pengalaman berinteraksi dengan sesama profesi di setiap

pertemuan. (3) manajemen keberlanjutan : efektivitas kolaborasi tim

antar profesi layanan untuk menyediakan pelayanan dan (4)

keberlanjutan informasi : ketersediaan informasi klinis dan

psikososial dan pertemuan antar profesi lain. Selain itu Ovreveit,

(2011) menggambarkan 3 tipe koordinasi klinis secara sekuensial :

menyerahkan tanggung jawab secara terencana dalam memberikan

pelayanan, paralel : kolaborasi antar profesional dengan pemahaman

berbagi tanggung jawab dan mencontohkan langsung : memulai

koordinasi menggunakan alat, insentif atau pengetahuan.


20

2. Kerja sama

Kerja sama merupakan pekerjaan yang dikerjakan dua/lebih

individu dalam menentukan target yang dibuat dan diakui bersama-

sama. Selain itu dapat diartikan sebagai kerja sama diartikan sebagai

strategi dilaksanakan dua pihak atau lebih dengan waktu yang

disepakati demi mencapai target bersama dengan memegang teguh

timbal balik dan berkembang bersama.

Dr. Anthony Grieco memperkenalkan layanan kerja sama di

pusat kesehatan Universitas New York (Grieco, et. al. 1990).

Menggambarkan model pemberian layanan berdasarkan penerima

layanan dan mitra layanan yang menjadi kunci dalam membangun

tim yang dibentuk atas konsep sudut pandang informal biasanya

adalah anggota keluarga sebagai pengasuh utama pemberi layanan

kepada individu yang memerlukan perawatan jangka panjang.

Grieco, et.al (1990) meyakini model kooperatif care sangat

mendukung pandangan ini dikarenakan. (1) pasien memiliki hak dan

tanggung jawab untuk mengikuti perawatan kesehatan dengan kerja

sama penuh yang akan lebih mampu mengelola manajemen

perawatan. (2) inklusi pasien keluarga dan dukungan pada saat

mendapatkan perawatan yang terarah menjadi lebih manusiawi dan

mendorong potensi dalam meningkatkan perawatan setelah

mendapatkan perawatan medis. (3) Perawatan yang berorientasi

pada kesehatan dan bukan penyakit sederhana, pasien di dorong dan


21

termotivasi untuk berasumsi pada kondisi kesehatan sebelumnya

dan memiliki tanggung jawab terhadap beberapa aspek layanan di

rumah sakit yang tradisional akan membutuhkan peningkatan staf

layanan. (4) bentuk integrasi, multi disiplin perawatan kesehatan

dalam tim menyediakan pelayanan pasien dan diikuti pengetahuan

dalam meningkatkan kualitas staf dalam menjawab kebutuhan.

Keterlibatan aktif anggota keluarga sebagai mitra layanan

selama rawat inap dapat menghasilkan banyak keuntungan.

Pendekatan layanan kerja sama membuat penerima layanan lebih

nyaman ketika bagian kerja sama memberikan layanan harian

(Grieco, Glassman, Phelan & Garneet, 1994). Model kerja sama

layanan memiliki tiga tujuan (Grieco et.al, 1990). (1) mengurangi

pengeluaran dengan mengarahkan penerima layanan yang tidak

memiliki kondisi akut di rawat inap dan mobilisasi sumber daya baik

pasien dan keluarga di layanan. (2) mengurangi tingkat rawat inap

melalui pendidikan tentang perencanaan layanan pasien. (3)

membuat lingkungan layanan sederhana yang lebih intensif. Pada

akhirnya, pandangan dapat membuat hasil yang lebih baik kepada

pasien dan kompetensi pemberian layanan setelah di rumah sakit,

tentu mengurangi biaya perawatan tanpa kompromi. (Chwalow,

et.al, 1990).
22

3. Kesesuaian pemberian layanan individu

Layanan dan dukungan yang terencana, mempertimbangkan

dan koordinasi dari praktisi yang menjalankan layanan dengan

waktu lebih dan mengarah pada kebutuhan fisik dan mental dengan

kondisi yang kompleks. Maka diperlukan prioritas dalam

praktiknya, terdapat 8 prioritas praktik di antaranya : (1)

keberlanjutan dengan layanan profesional (2) kolaborasi

perencanaan layanan dan berbagi pemecahan masalah (3)

manajemen kasus bagi individu dengan kebutuhan kompleks (4)

akses satu pintu (5) Perpindahan atau pelayanan intermediate (6)

layanan komprehensif (7) teknologi dalam mendukung

keberlanjutan dan koordinasi layanan (8) membangun kapabilitas

kerja.

2.2.2 Integrasi Profesional

Integrasi profesional pada awalnya disebut sebagai tindakan bekerja

bersama dalam organisasi (Delnoij et al, 2002). Namun, (Rosen & Ham,

2008) sekali lagi mengubah pemahaman ini untuk memasukkan integrasi

profesional di seluruh perawatan primer dan sekunder dan lintas

pelayanan kesehatan dan sosial, oleh karena itu integrasi profesional

dapat dilakukan lintas tim dan / atau lintas lembaga, tindakan bersama

atau tindakan nampak (Coxon, 2005; Abendstern et al, 2006).

Mekanisme integrasi atau proses operasional untuk memungkinkan jenis


23

integrasi ini termasuk jalur klinis, teknologi informasi bersama dengan

proses dan berbagi informasi (Loader et al, 2009).

Institusi modern memiliki kompleksitas lintas sektor multi disiplin

ilmu di suatu tim yang meningkatkan pelayanan yang di sebut dengan

inovasi, implementasi perubahan dan peningkatan kualitas kerja dan

efisiensi yang berfokus untuk mengurangi beban pengeluaran beriringan

dengan meningkatnya kualitas layanan. Hal ini dapat dilakukan dengan

pendekatan kolaborasi meliputi berbagai perbedaan profesional dan klien

(Braithwaite, J., &Westbrook, M. (2005). Hubungan kerja sama antara

pemberi, penerima dan keluarga dalam membuat keputusan, koordinasi

dan Kerja sama inilah yang dimaksud sebagai praktik antar profesional

(Orchad, C. A et.al (2012).

1. Pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan (decision making) merupakan proses

menentukan berbagai kemungkinan di antara hal yang tidak pasti.

Pembuatan keputusan terjadi pada situasi yang membuat seseorang

membuat prediksi dan memilih salah satu di antara dua pilihan atau

lebih berdasarkan bukti-bukti yang terbatas (Suharman, 2005).

Menurut George R. Terry dalam (Syamsi, ibnu, 2000) pengambilan

keputusan adalah alternatif perilaku terdiri dari dua atau lebih

alternatif yang ada.

Menurut James A.F. Stoner pengambilan keputusan adalah

proses yang digunakan memilih tindakan dalam pemecahan


24

masalah. Pengambilan keputusan merupakan kelanjutan dari

pemecahan masalah yang berfungsi sebagai awal dari seluruh

kegiatan di sadari dan terarah secara organisasional. Sementara itu,

fungsi pengambilan keputusan bersifat futuristik/ masa depan

berpengaruh jangka panjang. Maka merupakan langkah dalam

menyampaikan pandangan penyelesaian dengan rencana tertentu

guna menguntungkan semua pihak.

Terdapat beberapa pengambilan keputusan yaitu : pertama,

Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi (keputusan yang diambil

berdasarkan intuisi bersifat subjektif baik dari sugesti, pengaruh luar

dan lainnya). kedua, Pengambilan Keputusan Rasional (keputusan

yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat

objektif). Ketiga, Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta

(pengambilan keputusan didasari data yang sistematis dan

dikategorikan berdasarkan fakta).

Keempat berdasarkan informasi adalah hasil pengolahan data

yang diolah terlebih dahulu memperhatikan data/informasi dengan

menjadi pertimbangan dalam pengambilan dasar keputusan.

2. Koordinasi

Koordinasi adalah cara yang dilakukan untuk saling

berhubungan dan terarah dalam memberikan ruang dan waktu dan

mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan

bersama-sama dan harmonis tujuan yang ada G.R Terry dalam


25

Hasibuan, (2009:85) Selain itu Koordinasi mengara kepada kualitas

kolaborasi antar unit menurut Richard L. Draft (2011:30).

Koordinasi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai pilihan yang

dilakukan. Terdapat empat langkah dalam koordinasi Manullang

(2008:72-73), koordinasi dapat dilakukan untuk menjaga

kualitasnya di antaranya :

a. Melakukan Pertemuan formal dengan beberapa untuk yang di

koordinasikan. Pada pertemuan membahas dan mengadakan

diskusi tukar pikiran dari berbagai pihak yang bertujuan untuk

memahami dan mengarah kepada suatu tujuan yang akan dicapi.

b. Mengangkat seseorang, tim atau koordinator bertugas

melakukan kegiatan-kegiatan koordinasi, seperti memberi

penjelasan arahan kepada unit-unit yang dikoordinasikan.

c. Membuat buku pedoman berisi penjelasan tugas dari masing-

masing unit. Buku pedoman diberikan kepada setiap unit untuk

dipahami dalam pelaksanaan tugas masing-masing.

d. Pimpinan atau ketua dapat melakukan pertemuan bersama

anggotanya untuk memberikan bimbingan, konsultasi dan

pengarahan.

Koordinasi dapat dilakukan dengan berbagai cara penting

dilakukan untuk menghindari konflik, mengurangi duplikasi tugas,

menghilangkan waktu kosong, menghilangkan kepentingan/ maksud

pribadi dan memperkuat kerja sama. Setiap koordinasi diprioritaskan


26

untuk membuat lingkungan kerja sama, satu kesatuan tindakan dan

target capaian.

3. Kerja sama

Kerja sama telah lama dikenal dan diketahui sebagai suatu

sumber efisiensi dan kualitas pelayanan. Kerja sama telah dikenal

sebagai langkah tepat dalam mengambil manfaat. Kerja sama juga

dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam pemberian atau

pengadaan fasilitas sarana dan prasarana. Menurut Rosen dalam

keban (2007:32) selain itu membuat fasilitas pelayanan yang mahal

dinikmati bersama-sama. Terdapat beberapa manfaat dan tujuan

dalam kerja sama antara lain :

a. Manfaat kerja sama : dapat melekatkan hubungan, membentuk

semangat rasa persatuan, mempercepat pekerjaan dan

meringankan beban kerja.

b. Tujuan kerja sama : meningkatkan peluang keberhasilan,

meningkatkan rasa satu kesatuan, mengenal satu sama lain dan

sarana dalam menyampaikan pendapat/ saran.

2.2.3 Integrasi Organisasional

Integrasi organisasional berada pada level meso di sistem layanan

seperti penggabungan, kesepakatan atau strategi untuk bekerja sama

antar institusi kesehatan dan sosial (Delnoij, 2002). Selain itu dipandang

memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, nilai jual dan efisiensi

(Henrard et al, 2006). Berkembangnya organisasi dapat terlihat dari


27

inovasi bergantung pada adhokrasi, kemampuan anggotanya untuk

memecahkan masalah, mengoordinasikan, memiliki kemampuan untuk

menyatukan para pakar yang berbeda, tetap fleksibel dalam pendekatan

mereka terhadap informasi dan aliran proses, menghindari standarisasi

sedapat mungkin (Ling, 2002). (De Jong & Jackson, 2001) menyebutkan

integrasi organisasi efektif memperhatikan komunikasi, Budaya

Organisasi dan Komitmen yang diberikan.

1. Komunikasi

Komunikasi adalah perilaku pengaturan organisasi yang terjadi

di antara orang-orang dalam organisasi dan juga bagaimana mereka

yang terlibat dalam proses itu dapat berinteraksi dan memberikan

makna atas apa yang terjadi (Pace & Faules, 2001).

Komunikasi memiliki beberapa bentuk di antaranya komunikasi

intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok,

komunikasi organisasi dan komunikasi massa (Susanto, 2010).

Komunikasi intrapersonal merupakan proses komunikasi yang

terjadi dalam diri, atau proses memahami, mengingat dan penilaian

terhadap simbol melalui pancaindra. Secara umumnya komunikasi

dilakukan sengaja maupun tidak sengaja di dalam diri.

Komunikasi interpersonal adalah proses membuat dan mengatru

hubungan dengan melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik

dalam membuat nilai/ makna. Selanjutnya komunikasi antar pribadi

merupakan rangkaian sistematis perilaku memiliki tujuan dengan


28

batasan waktu melalui percakapan melalui telepon dan surat atau

tatap muka (Susanto, 2010).

Komunikasi menjelaskan hubungan yang dipertahankan atau

mengalami kemunduran termasuk komunikasi interpersonal,

meliputi hubungan informal baik keluarga, teman, pasangan dan

rekan kerja.

Richard L. Weaver dalam (Buyatna & Leila Moa Ganiem,

2011) memberikan gambaran tentang komunikasi interpersonal

melibatkan paling tidak satu atau dua individu dengan timbal balik

yang jarang bertemu langsung, tidak harus memiliki tujuan,

berdampak, tidak selalu terlibat dengan menggunakan perkataan

yang dipengaruhi oleh konteks.

Komunikasi kelompok berfokus dengan interaksi antar

individu dalam kelompok kecil, yang terdiri dari beberapa orang

dengan usaha mencapai tujuan bersama. Komunikasi kelompok

tidak lepas dari kegiatan dinamika kelompok, efisiensi dan

efektivitas penyampaian informasi di kelompok, pola atau bentuk

interaksi serta pengambilan keputusan dikelompok dikenal juga

kohesif yaitu rasa kebersamaan dalam kelompok sebagai proses

dari berbagai sudut pandang untuk mengatasi berbagai masalah.

(Susanto, 2010).

Komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan

pesan organisasi di dalam suatu kelompok baik formal maupun


29

informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Selain itu ada tiga

fungsi komunikasi organisasi meliputi (1) produksi dan pengaturan

(regulation), (2) pembaharuan (innovation) dan (3) sosialisasi dan

pemeliharaan (socialization and maintenance) (M.T Myers, 1987).

Intinya komunikasi memiliki peran besar dalam dinamika didalam

organisasi dan merupakan faktor yang berperan dalam kemajuan dan

kemunduran organisasi.

Komunikasi massa dilihat sebagai proses membuat pesan yang

dilakukan baik media masa dan pengikutnya dengan melibatkan

seluruh aspek baik intrapersonal, interpersonal, kelompok dan

organisasi. Komunikasi masa biasanya memiliki fokus kepada

struktur media, hubungan dengan masyarakat dan media, aspek

budaya dengan komunikasi masa tidak terlepas pengaruh dari hasil

komunikasi dengan seseorang (Werner J. Severin dan James W.

Tankard, 2011) menyebutkan terdapat beberapa tujuan tentang

komunikasi massa (1) membantu melihat pengaruh yang di buat

komunikasi masa yaitu pemberitahuan/ sosialisasi kepada

masyarakat. (2) menjelaskan manfaat komunikasi massa yang

digunakan masyarakat menjadi lebih bermakna dari pada melihat

pengaruhnya. Pendekatan ini memerlukan peran aktif pengikutnya,

dipengaruhi oleh bidang psikologi kognitif dan proses informasi.

Namun dipengaruhi hal lain seperti perkembangan teknologi

komunikasi yang terpusat, berbagai macam pilihan, perbedaan dan


30

keterlibatan aktif dalam berkomunikasi. (3) memberikan

pengetahuan lewat media masa (4) membentuk pandangan dan nilai

di masyarakat melalui media masa yang dilakukan kalangan tokoh

politik atau tokoh masyarakat dalam memahami komunikasi masa

dapat membentuk pandangan. Terkadang memiliki kemungkinan

untuk membesar-besarkan masalah atau mengkritik berdasarkan

pertimbangan, namun hal yang wajar dikarenakan media masa

mempengaruhi pandangan di masyarakat.

2. Budaya Organisasi

Budaya merupakan kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang

oleh pegawai dalam suatu organisasi, sanksi terhadap kebiasaan

tidak memiliki sangsi tegas, namun secara moral telah menyepakati

kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam

rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.

Secara konseptual, budaya kerja dapat digambarkan, sebagai :

a. Integritas dan profesionalisme, meliputi konsistensi dari ucapan

juga tindakan yang memiliki keahlian dibidangnya. Seseorang

memiliki integritas kepribadian, maka akan melakukan sesuatu

yang sesuai antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan.

Kepribadian ini muncul dari keyakinan untuk meraih prestasi

tetapi memiliki nilai/makna. Bekerja didasari oleh semangat

ibadah akan menyebabkan seseorang dapat bekerja tanpa

pamrih serta bekerja atas kepentingan bersama.


31

b. Kepemimpinan dan keteladanan, yaitu mampu

mengembangkan kemampuan potensi bawahan secara optimal.

Jika ketepatan diberi kekuatan untuk menjadi pemimpin maka

tidak akan memanfaatkannya bekerja dengan otoriter melainkan

secara partisipatif. Seseorang akan maksimal mengembangkan

bawahannya sebagai partner untuk mencapai visi dan misi

institusi.

c. Kebersamaan dan dinamika kelompok, yaitu mendorong agar

cara kerjanya tidak bersifat individual dan otoriter. Hal ini

adalah sesuatu yang sangat sulit di dalam membuat relasi kerja

adalah membangun kerja sama kelompok.

d. Ketepatan dan kecepatan, yaitu adanya ketepatan waktu,

kuantitas, kualitas dan finansial yang dibutuhkan. Prinsip yang

harus dijadikan sebagai pedoman adalah semakin cepat semakin

baik. Prinsip pelayanan yang harus dikembangkan dalam

institusi adalah pelayanan prima yang berbasis pada kecepatan

dan ketepatan.

e. Rasionalitas dan kecerdasan emosi, yaitu keseimbangan antara

kecerdasan intelektual dan emosional. Pada kehidupan sehari-

hari dibutuhkan tidak hanya orang cerdas dengan kemampuan

intelektual saja. Kebanyakan orang yang cerdas intelektual

justru tidak berhasil dalam kehidupannya.


32

Sedangkan menurut osborn dan plastrik dalam buku manajemen

sumber daya manusia menjelaskan budaya kerja adalah merupakan

seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang

terinternalisasi mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota

organisasi. Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang

lainnya. Hal itu disebabkan dasar sikap dan perilaku yang

munculkan setiap orang berbeda di dalam organisasi. Budaya kerja

yang terbentuk dengan positif memiliki manfaat karena setiap

anggota di dalam suatu organisasi memerlukan masukan dan saran,

bahkan kritik yang membangun dari ruang lingkup pekerjaan demi

kemajuan di lembaga tersebut, namun budaya kerja akan berakibat

buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat

yang berbeda hal itu dikarenakan individu memiliki pendapat,

tenaga dan pikiran yang berbeda sebab masing-masing individu

memiliki kelebihan dan keterampilan dibidangnya.

Jika dapat dihubungkan di dalam organisasi melihat budaya

kerja dapat memperlihatkan nilai organisasi yang telah dipahami,

tertanam dan ditunjukkan melalui wadah kegiatan yang dilakukan

berulang-ulang, sehingga kehadiran dan keberadaan organisasi dapat

di rasakan masyarakat. Adapun nilai-nilai budaya kerja meliputi :

a. Disiplin : sikap yang selalu berpegang teguh pada aturan dan

nilai yang ada di dalam maupun di luar organisasi yaitu


33

mematuhi terhadap setiap peraturan undang-undang, prosedur

dan sebagainya.

b. Keterbukaan : kesiapan untuk memberi dan menerima informasi

sebenar-benarnya dari dan kepada sesama mitra kerja untuk

kepentingan bersama.

c. Saling menghargai : menunjukkan perilaku menghargai

terhadap individu, tugas dan tanggung jawab.

d. Kerja sama : peran dalam memberikan dan menerima kontribusi

dari dan atau kepada mitra kerja dalam mencapai tujuan dan

target.

Pada intinya budaya memiliki fungsi yang bertujuan

membangun keyakinan sumber daya manusia atau menanamkan

nilai-nilai tertentu dilandasi atau dipengaruhi sikap dan perilaku

yang konsisten serta komitmen membuat kebiasaan di lingkungan

masing-masing.

3. Komitmen

Komitmen menurut Steers dalam Kuntjoro (2002) adalah rasa

identifikasi, keterlibatan dan loyalitas dilakukan seorang pegawai

terhadap organisasinya. Komitmen adalah kondisi yang tertarik

dengan tujuan, nilai – nilai dan tujuan organisasi. Komitmen

terhadap organisasi memiliki arti lebih dari sekedar formalitas,

meliputi sikap menyukai organisasi dan bersedia berusaha keras

demi kepentingan organisasi dalam mencapai tujuan. menurut


34

Zurnali (2010), komitmen merupakan perasaan kuat dan melekat

dari seseorang dengan tujuan dan nilai suatu organisasi dalam

membangun hubungan dengan mereka dalam upaya pencapaian

tujuan dan nilai-nilai tersebut. Sementara menurut minner dalam

sopiah (2008) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi

komitmen antara lain :

a. Faktor persona, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian.

b. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan

dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam

pekerjaan.

c. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi,

bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat

pengendalian yang dilakukan organisasi.

d. Pengalaman kerja, pengalaman kerja seorang karyawan sangat

berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada

organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan

karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi

tentu memiliki tingkat komitmen yang berbeda.

Insentif sendiri merupakan jumlah uang yang ditambahkan

berupa tanda balas jasa yang diberikan sebuah organisasi kepada

karyawan dengan tujuan agar karyawan bekerja lebih giat dan hasil

kerjanya lebih maksimal. Menurut Mangkunegara (2002) insentif


35

adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang

atas dasar kinerja dan kontribusi terhadap organisasi sedangkan

menurut Simamora (2004) adalah kompensasi yang mengaitkan

bayaran atas dasar untuk dapat meningkatkan produktivitas para

karyawan guna mencapai keunggulan yang kompetitif, sedangkan

nawawi (2003) mengemukakan insentif adalah penghargaan yang

diberikan untuk memotivasi agar produktivitasnya tinggi dan

sifatnya tidak tetap.

2.2.4 Integrasi Fungsional

Integrasi fungsional berada pada level makro dalam sistem layanan,

contoh paling umum keuangan dan regulasi dalam penyembuhan,

perawatan, pencegahan dan pelayanan sosial (Delnoj, 2002). Integrasi

fungsional memberikan perspektif praktis tentang 'aspek penyembuhan,

perawatan, dan pencegahan' yang memungkinkan bagi integrasi klinis,

profesional dan organisasi (Billings & Malin, 2005). Sangat sedikit

informasi yang diberikan untuk mendukung dan membuktikan persepsi

konsep dan proses operasionalnya untuk membedakannya dari bentuk

integrasi lainnya karena semuanya merujuk pada kualitas perawatan,

bekerja bersama dalam beberapa bentuk dan permintaan melalui

kebutuhan yang dinyatakan atau dinilai. Delnoij et al (2002) menyatakan

bahwa bentuk integrasi ini berada pada macro-level dan melibatkan

integrasi fungsional berada pada level makro di sistem layanan kesehatan

seperti halnya pendanaan dan regulasi penyembuhan, perawatan,


36

pencegahan dan pelayanan sosial. Veil dan Hebert (2008, p76)

menggambarkannya sebagai sekelompok 'dimensi informasi, organisasi

dan keuangan'. Tujuannya adalah untuk menciptakan kondisi untuk

integrasi klinis dan profesional. Integrasi fungsional kemudian

memungkinkan permintaan organisasi untuk dikenali dari data tingkat

klinis misalnya, pengumpulan informasi penilaian di tingkat klinis dapat

dikumpulkan dan diterjemahkan ke dalam data terpadu dan terencana.

Akibatnya perencanaan terfokus memiliki potensi untuk direalisasikan.

1. Kebijakan dan Regulasi

Kebijakan merupakan ketetapan yang dibuat dengan cara dan

tindakan yang konsisten dan dilakukan berulang, baik dari yang

membuatnya maupun yang menaatinya. Titmus (dalam suharto,

2010:7) mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip yang mengatur

tindakan yang diarahkan kepada tujuan tertentu. Kebijakan yang

senantiasa berorientasi kepada masalah dan berorientasi kepada

tindakan. Kebijakan menjadi panduan serta petunjuk dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah

suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan

cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam

mencapai tujuan tertentu. Kebijakan dapat diartikan sebagai

mekanisme politis, manajemen, finansial atau administratif untuk

mencapai suatu tujuan eksplisit.


37

Menurut Stingler (1971) menyatakan regulasi adalah aktivitas

seputar peraturan menggambarkan persaudaraan diantara kekuatan

politik dari kelompok berkepentingan sebagai sisi demand dan

supply. Selain itu menurut scott (2009) terdapat dua teori regulasi

yaitu public interest theory dan interest group theory. Public interest

theory menjelaskan bahwa regulasi harus memaksimalkan

kesejahteraan sosial dan interest group theory menjelaskan bahwa

regulasi adalah hasil lobi dari beberapa individu atau kelompok yang

mempertahankan dan menyampaikan kepentingan mereka kepada

pemerintah.

2.3 Pelayanan Sosial

2.3.1 Definisi Pelayanan Sosial

Pengertian pelayanan sosial secara sederhana menurut (Moenir,

2006) yaitu :

setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang ditunjuk guna


memenuhi kepentingan orang banyak namun tidak berarti
pelayanan itu sifatnya harus selalu kolektif sebab melayani
perorangan pun asal kepentingan itu masih termasuk dalam rangka
pemenuhan dan kebutuhan bersama yang telah diatur.

Menyediakan pemberian layanan sebagai kegiatan untuk

meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat berupa pelayanan

secara formal maupun informal dalam menyediakan pemenuhan

kebutuhan material, spiritual dan sosial. sehingga dapat sejahtera dan

berkembang serta menjalankan fungsi sosialnya dengan baik.


38

Konsep integrasi layanan umumnya mengacu pada seperangkat

layanan kesehatan dan layanan sosial yang koheren dan terkoordinasi

dari berbagai organisasi, yang diberikan kepada masing-masing

penerima manfaat oleh pemberi layanan formal dan informal (Paulus,

Van Raak & Kejizer, 2005 ; van Raak, Murveeman, Hardy, Steenbergen

& Paulus, 2003). Pemberi perawatan tunggal tidak dapat memenuhi

semua tuntutan layanan untuk lansia yang rentan dan semua pemberi

layanan, baik formal maupun informal, oleh karena itu harus

menggabungkan upaya mereka dalam cara yang terkoordinasi. Dasar

pemikirannya adalah bahwa pemberi perawatan tunggal tidak dapat

memenuhi semua tuntutan perawatan pasien lanjut usia yang rentan dan

semua pemberi layanan, baik formal maupun informal harus

menggabungkan upaya mereka dengan cara yang terkoordinasi (Ganz,

Fung, Sinsky, Wu & Reuben, 2008). Hal ini membutuhkan tingkat

kolaborasi dan komunikasi antara layanan formal dan informal yang

sering kali kurang dalam perawatan lansia berbasis masyarakat

(Timonen, 2009).

Integrasi layanan untuk lansia yang rentan biasanya melibatkan

peran yang lebih aktif dari pengasuh informal dalam perencanaan dan

pemberian layanan (Lopez-Hartman, Wens, Verhoeven & Remmen,

2012). Interaksi yang lebih sering antara layanan formal dan informal

diasumsikan untuk menumbuhkan hubungan saling percaya yang

diperlukan untuk "menegosiasikan kembali" pembagian kegiatan


39

layanan (Van Wieringen et all., 2015 ; Ward-Griffin, 2001). Idealnya,

konfigurasi tugas baru muncul yang lebih sesuai dengan kebutuhan,

kemampuan dan preferensi lansia yang rentan dan pemberi layanan

informal. Hal ini memungkinkan pengasuh formal untuk mengalihkan

fokus mereka dari mengisi kesenjangan dalam layanan informal ke

mendukung pengasuh dalam melakukan tugas layanan mereka (Jacobs,

Van Tiburg, Groenewegen & Broeses Van Groenou, 2015 ; Mc Adam,

2008).

Pelayanan sosial merupakan serangkaian kegiatan terencana dan

kelembagaan ditujukan untuk meningkatkan standar kualitas kehidupan

manusia. Menurut Suharto (2009) :

“Kesejahteraan secara konseptual mencakup segenap proses dan


aktivitas menyejahterakan warga negara dan menerangkan sistem
pelayanan sosial dan skema perlindungan sosial bagi kelompok
yang tidak beruntung”.

Hal ini menjelaskan pembangunan sosial pada hakikatnya untuk

mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan melalui pelayanan

sosial. Selain itu menurut (Siporin, 1975) “pelayanan sosial merupakan

implementasi dari penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bertujuan

meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup

melalui rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan

perlindungan sosial”.

2.3.2 Tujuan dan Bentuk Pelayanan

Tujuan utama pelayanan sosial adalah memperbaiki dan

mengembangkan individu serta sistem sosial di masyarakat untuk


40

berkembang, menjaga dan memperkuat sistem kesejahteraan sosial.

Sasaran dari pelayanan sosial adalah orang-orang yang mengalami

permasalahan sosial (Brenda & Milley, 2005).

Menurut Alfred J. Khan dalam (Dwi Heru Sukoco, 1991). Pelayanan

Sosial dibedakan dua golongan, yakni :

1. Pelayanan–pelayanan sosial yang sangat rumit dan komprehensif


sehingga sulit ditentukan identitasnya. Pelayanan ini antara lain
pendidikan, bantuan sosial dalam bentuk uang oleh pemerintah,
perawatan medis dan perumahan rakyat.
2. Pelayanan sosial yang jelas ruang lingkupnya dan pelayanan-
pelayanannya walaupun selalu mengalami perubahan. Pelayanan ini
dapat berdiri sendiri, misalnya kesejahteraan anak dan kesejahteraan
keluarga, tetapi juga dapat merupakan suatu bagian dari lembaga-
lembaga lainnya, misalnya pekerjaan sosial di sekolah, pekerjaan
sosial medis, pekerjaan sosial dalam perumahan rakyat dan
pekerjaan sosial dalam industri.

Mengkaji kualitas pelayanan lembaga tidak dapat dipisahkan dari

penilaian terhadap sistem kelembagaan secara menyeluruh. Pendekatan

penilaian ini dapat dinamakan sebagai Model Sistem Keseluruhan.

Secara sederhana pendekatan ini melibatkan penelaahan terhadap tiga

komponen sub-sistem kelembagaan yang meliputi Masukan, Proses, dan

Keluaran. Karenanya model ini dapat pula dinamakan sebagai Model

MPK (Masukan - Proses-Keluaran).

2.3.3 Dasar – Dasar Pelayanan Sosial

Panti Sosial yang dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial, disebut sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial

(LKS) yaitu organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang

melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh


41

masyarakat, baik yang memiliki legalitas maupun tidak. Panti sosial atau

Lembaga Kesejahteraan Sosial memiliki posisi strategis, karena

memiliki tugas dan tanggung jawabnya yang mencakup 4 kategori, yaitu

meliputi :

1. Bertugas mencegah timbulnya permasalahan sosial dengan


melakukan deteksi dan pencegahan sedini mungkin.
2. Bertugas melakukan rehabilitasi sosial untuk memulihkan rasa
percaya diri, dan tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya dan
meningkatkan kemampuan kerja fisik dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk mendukung kemandiriannya di masyarakat.
3. Bertugas untuk mengembalikan Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) ke masyarakat melalui penyiapan sosial, penyiapan
masyarakat agar mengerti dan mau menerima kehadiran kembali
mereka, dan membantu penyaluran mereka ke pelbagai sektor kerja
dan usaha produktif.
4. Bertugas melakukan pengembangan individu dan keluarga, seperti
mendorong peningkatan taraf kesejahteraan pribadinya;
meningkatkan rasa tanggung jawab sosial untuk berpartisipasi aktif
di tengah masyarakat; mendorong partisipasi masyarakat untuk
menciptakan iklim yang mendukung pemulihan; dan memfasilitasi
dukungan psiko-sosial dari keluarganya.

Sedangkan fungsi utamanya sebagai tempat penyebaran layanan;

pengembangan kesempatan kerja; pusat informasi kesejahteraan sosial;

tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi dari lembaga rehabilitasi

tempat di bawahnya (dalam sistem rujukan/referral system) dan tempat

pelatihan keterampilan. Panti Sosial sebagai lembaga pelayanan

kesejahteraan sosial, dalam melaksanakan kegiatannya terikat dengan

prinsip-prinsip penyelenggaraan Panti Sosial dalam praktik pekerjaan

sosial (Lampiran I Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor

50/HUK/2004) , yaitu :

1. Mengacu kepada rambu-rambu hukum yang berlaku.


42

2. Memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang


membutuhkan untuk mendapatkan pelayanan.
3. Menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien dalam
kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota
masyarakat.
4. Menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan sosial yang
bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi serta
pengembangan.
5. Menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang
dilaksanakan secara terpadu antara profesi pekerjaan sosial dengan
profesi lainnya yang berkesinambungan.
6. Menyediakan pelayanan kesejahteraan sosial berdasarkan kebutuhan
klien guna meningkatkan fungsi sosialnya.
7. Memberikan kesempatan kepada klien untuk berpartisipasi secara
aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang diberikan.
8. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan kesejahteraan
sosial kepada pemerintah atau masyarakat.

Gambaran mengenai tanggung jawab, fungsi dan prinsip-prinsip

panti-panti sosial atau Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk dipatuhi

secara bijak dengan memperhatikan komponen yang ada telah

memahami standar pelayanan panti dalam mengelola dan mematuhi

standar pelayanan yang ada.

2.3.4 Standar Pelayanan Sosial

Standar Pelayanan Sosial terdapat di Lampiran Keputusan Menteri

Sosial RI Nomor 50/HUK/2004 tentang standarisasi panti sosial dan

pedoman akreditasi panti. Secara umum diartikan sebagai

penyelenggaraan panti atau lembaga kesejahteraan sosial memiliki

ketentuan tentang kondisi dan kinerja masing-masing. Berdasarkan

keputusan di atas terdapat dua macam standar panti/ Lembaga

kesejahteraan sosial meliputi standar umum meliputi karakteristik

kelembagaan dan sumber daya manusia, Kelembagaan yang dimaksud


43

berupa legalitas kelembagaan berbadan hukum, Visi dan Misi Organisasi

sebagai landasan serta struktur organisasi. Selanjutnya, standar khusus

adalah penyelenggara baik panti/ lembaga kesejahteraan sosial yang

karakteristik yang sama dengan penerima layanan. selain itu baik di

keduanya memiliki sumber daya manusia di antaranya : 1. Penyelenggara

panti meliputi pimpinan dan ketua unit dibarengi dengan unsur

operasional yaitu pekerja sosial, pembina keagamaan dan jabatan

fungsional serta tenaga pendukung seperti petugas kebersihan,

keamanan, juru masak, pembina asrama dan sopir di dukung dengan

kegiatan pengembangan sumber daya manusianya. 2. Aspek sarana

prasarana meliputi peralatan teknis dalam menunjang kegiatan seperti

peralatan asesmen, perlengkapan kantor, administrasi, dan sebagainya

dengan memberikan fasilitas untuk kegiatan seperti ruang pertemuan,

ruang makan, ruang tidur, mandi dan sebagainya. Selain itu didukung

dengan dana yang tetap maupun tidak tetap untuk membantu berjalannya

kegiatan seperti pemenuhan kebutuhan dasar baik makan, hunian,

pakaian, kesehatan dan pendidikan yang di akhiri dengan melakukan

monitoring dan evaluasi terhadap tujuan dan keberhasilan dari pemberian

layanan.

Hal inilah yang menjadi standar kualitas dalam menjembatani

terwujudnya layanan sosial dapat diberikan dengan baik untuk

kepentingan penerima layanan dan pemberi layanan memiliki kewajiban


44

dan tanggung jawab terhadap tindakan positif yang harus dicapai untuk

meningkatkan pelayanan yang berkualitas.

2.4 Lanjut Usia

2.4.1 Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia adalah periode penutup di masa kehidupan individu yang

dimulai pada usia 60-an. Menurut UU No. 13/Th.1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia, BAB I Pasal 1 Ayat 2, lanjut usia adalah

individu yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.

Sedangkan menurut (Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011) mendefinisikan

lansia sebagai berikut :

Lanjut usia adalah bagian proses tumbuh kembang. Manusia tidak


secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-
anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang
terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup yang
terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial secara bertahap.

Berdasarkan pendapat (Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011) dan Undang-

undang 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Maka dapat

disimpulkan lanjut usia merupakan salah satu proses perkembangan

manusia yang ditandai dengan adanya kemunduran fisik, psikologis dan

sosial. Kondisi tersebut menuntut lanjut usia khususnya untuk dapat

menyesuaikan diri terhadap lingkungan alamiah, diri sendiri dan

lingkungan sosial.
45

2.4.2 Permasalahan Lanjut Usia

Sebagian besar tugas perkembangan lanjut usia banyak berkaitan

dengan kehidupan pribadi seseorang dari pada kehidupan orang lain.

Mereka diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan menurunnya

kekuatan dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini diartikan

sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan di dalam

maupun di luar rumah. Mereka juga diharapkan untuk mencari kegiatan

untuk mengganti tugas – tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian

besar waktu kala mereka masih muda. Proses menua di dalam perjalanan

hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua

orang yang dikaruniai umur panjang.

Menurut (Hurlock, 1980:387), mengenai masalah – masalah yang

dihadapi bagi lanjut usia antara lain :

1. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik bagi lanjut usia


(penampilan, panca indera dan seksual)
2. Kemampuan motorik yang menurun
3. Menurunnya kemampuan mental
4. Perubahan minat (minat pribadi, minat untuk rekreasi, minat sosial)
Selain pendapat diatas, (Tody Lalenoh, 1993:23) menyatakan bahwa

masalah-masalah yang berkaitan dengan lansia yaitu :

1. Orang-orang yang berlanjut usia banyak menimbulkan


permasalahan yang berhubungan dengan berkurangnya kemampuan
untuk mempertahankan diri, karena menurunnya kesehatan. Ini
disebabkan pula oleh proses alamiah kerapuhan fisik dan penyakit
yang belum pernah dialami.
2. Dengan meningkatnya mutu kesehatan, ekonomi dan sosial
memungkinkan terjadinya perlambatan proses ketuaan (panjang
umur) dengan tingkat harapan hidup yang semakin tinggi, sehingga
populasi dan proporsi usia lanjut akan meningkat.
3. Adanya kepercayaan bahwa usia lanjut merupakan masa
kemunduran dalam berbagai segi kehidupan sehingga hal tersebut
46

menimbulkan sikap menyerah pada keadaan, pasif dan menunggu


nasib.
4. Keadaan seksualitas, seperti adanya anggapan bahwa masalah seks
adalah milik atau hanya milik orang muda saja. Bila dilihat orientasi
masa sekarang, peranan seks dalam tetap berorientasi pada
kenikmatan bukan pada reproduksi, sehingga seks sebagai
kenikmatan hidup yang penting bagi mereka yang sudah tua bahkan
perlu dipelihara dan ditingkatkan.
5. Sering kali kita lihat bahwa orang-orang usia lanjut penuh dengan
stres karena kemiskinan dan menderita berbagai masalah penyakit.
Sering kali stres yang dialami tersebut mengakibatkan depresi,
kekhawatiran dan paranoid. Masa usia lanjut sebenarnya masa
kedamaian, ketenangan dalam menikmati hasil dan jerih payah yang
di hasilkan pada saat usia muda dan dewasanya.
Sehingga dapat dilihat bahwa Lanjut usia pada umumnya menyadari

bahwa mereka berubah lebih lambat dan pergerakan menjadi kurang

begitu baik dibandingkan pada masa muda. Menurunnya kekuatan dan

tenaga seperti kekakuan pada persendian, gemetar pada tangan, kepala,

rahang bawah dan psikologis misalnya menurunnya motivasi untuk

mencoba melakukan sesuatu yang masih dapat dilakukan. Lanjut usia

cenderung lemah dalam mengingau hal – hal yang baru di pelajari.

Mereka tidak terlalu termotivasi dengan kuat untuk mengingat sesuatu

disebabkan oleh berkurangnya perhatian dan pendengaran yang kurang

jelas. Perubahan terhadap kesehatan dan kekuatan fisik dapat dilihat dari

keinginan yang mengikat untuk mencari kegiatan yang dilakukan seperti

duduk terus menerus dan menurunnya keinginan untuk melakukan

kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik dan tenaga seperti

membersihkan ruangan, mencuci, menyapu dan sebagainya.


47

2.4.3 Perubahan – Perubahan yang di Alami Lanjut Usia

1. Perubahan Fisik, terjadi dikarenakan kemunduran fisik dengan

kondisi yang berbeda di pengaruhi faktor usia. Berbagai perubahan

terbesar yang terjadi pada masa lanjut usia di antaranya (Hurlock,

1980:387): a) Perubahan penampilan, yaitu perubahan yang terlihat

di anggota tubuh seperti kepala (kerontokan, rabun, kerutan di dahi

dan kering). bagian bahu (bungkus, perut melebar, pinggul tidak

kencang, pinggang melebar, payudara kendur dan daerah persendian

(pergelangan tangan dan kaki lemas dan pembuluh darah menonjol,

tangan menjadi kurus kering). b) Perubahan bagian dalam tubuh,

meliputi syaraf (otak menyusut, jantung melebar), perut (posisi

jantung, elastisitas jaringan). c) Perubahan pada fungsi fisiologis,

menurunnya fungsi organ, pembuluh darah, sistem pencernaan,

ketahanan tubuh menurun. d) Perubahan panca indra, yaitu

perubahan pada penglihatan (buram terhadap objek dan warna),

pendengaran (kurang jelas dalam mendengar), perasa (kulit tidak

merasa sakit), penciuman (berkurangnya penciuman), perabaan

(kurang peka) dan menurunnya sensitivitas terhadap rasa sakit.

2. Perubahan Psikologis

Lanjut usia mengalami berbagai perubahan secara psikologis,

atau perubahan secara mental atau kejiwaan individu, yaitu:


48

1) Perubahan Persepsi

Kapasitas persepsi individu menurun secara bertahap,

meskipun beberapa perubahan hanya sedikit dan dapat diatasi.

Semakin besarnya kesulitan dalam persepsi bicara pada lanjut

usia lebih disebabkan oleh masalah pada pendengaran daripada

karena penurunan kognitif. Lanjut usia menjadi lebih sulit

mengulang percakapan secara detail bila berada di tempat ramai

(Siyelman & Rider, 2003).

2) Kemampuan Motorik

Lanjut usia mengalami penurunan kekuatan, kecepatan

dalam bergerak, lebih lambat dalam belajar, cenderung menjadi

canggung, yang menyebabkan sesuatu yang dibawa dan

dipegang tertumpah dan jatuh, melakukan sesuatu dengan tidak

hati-hati dan dikerjakan secara tidak teratur (Hurlock,

1980:390).

3) Kecerdasan

Lanjut usia memang mengalami penurunan intelektual,

meskipun sedikit, apalagi bila lanjut usia tersebut jarang

melakukan latihan terhadap otak (Santrock, 2002).

4) Belajar

Lanjut usia lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan

waktu yang lebih banyak untuk mengintegrasikan jawaban,

kurang mampu mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah


49

diintegrasikan dengan pengalaman masa lalu, dan hasilnya

kurang tepat dibanding individu yang masih muda (Hurlock,

1980:394).

5) Daya Ingat

Individu lanjut usia cenderung lemah dalam mengingat hal-

hal yang baru dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal-hal

yang telah lama dipelajari (Hurlock, 1980:394).

6) Kreativitas

Kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir

kreatif bagi lanjut usia cenderung menurun (Hurlock,

1980:394).

7) Kepribadian

Lanjut usia cenderung lebih puas ketika gaya hidup pensiun

lanjut usia sesuai dengan kepribadian dan kesenangan individu

(Siyelman & Rider, 2003). Lanjut usia juga menjadi cenderung

meningkatkan tidak setujuan, mengalami penurunan

keterbukaan terhadap dunia di luar dirinya (Papalia, 2003).

8) Rasa Humor

Pendapat umum yang sudah klise tetapi banyak dipercaya,

bahwa individu lanjut usia kehilangan rasa dan keinginannya

terhadap hal-hal yang lucu (Hurlock, 1980:394).


50

9) Perbendaharaan Kata

Perbendaharaan kata lanjut usia menurun sangat kecil

karena individu secara konstan menggunakan sebagian besar

kata yang pernah dipelajari sebelumnya (Hurlock, 1980:394).

10) Mengenang

Kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi di

masa lalu meningkat semakin tajam sejalan dengan

bertambahnya usia (Hurlock, 1980:394).

3. Perubahan Sosial

Banyak individu lanjut usia menghadapi diskriminasi dari

lingkungannya. Individu lanjut usia menjadi tidak dipekerjakan

untuk pekerjaan-pekerjaan yang baru atau dikeluarkan dari

pekerjaan lama karena dipandang terlalu kaku, lemah pikiran, atau

karena efektivitas biaya. Lanjut usia ditolak secara sosial karena

dipandang sudah pikun atau membosankan (Santrock, 2002). Sikap

sosial terhadap individu lanjut usia yang tidak menyenangkan,

mendorong individu untuk mengundurkan diri dari kegiatan sosial

(Hurlock, 1980:382).

Individu lanjut usia disingkirkan dari kehidupan keluarga lanjut

usia tersebut oleh anak-anak yang melihat lanjut usia sebagai sosok

yang sakit, jelek dan parasit. Singkatnya, individu lanjut usia

dipandang tidak mampu berpikir jernih, mempelajari sesuatu yang

baru, menikmati seks, memberi kontribusi terhadap komunitas, dan


51

memegang tanggung jawab pekerjaan. Persepsi tersebut tentu saja

tidak berperikemanusiaan, tetapi sering kali terjadi secara nyata dan

menyakitkan (Santrock, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, maka perubahan-perubahan yang

dialami lanjut usia ada tiga, yaitu perubahan fisik meliputi perubahan

penampilan, bagian dalam tubuh, fungsi fisiologis, dan panca indra;

perubahan psikologis meliputi perubahan persepsi, kemampuan

motorik, kecerdasan, belajar, daya ingat, kreativitas, kepribadian,

rasa humor, perbendaharaan kata, dan mengenang; dan perubahan

sosial yang meliputi diskriminasi dari lingkungannya.

2.4.4 Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan

manusia di dunia. Pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,

mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan

aktivitas keseharian. Adapun tugas perkembangan lanjut usia menurut

(Hurlock, 1980:10) di antaranya :

1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan


kesehatan
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income
(penghasilan) keluarga.
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
4. Membentuk hubungan dengan orang – orang seusianya.
5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan terhadap tugas

perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang

tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang


52

sebelumnya melakukan kegiatan sehari – hari dengan teratur dan baik

serta membina hubungan yang serasi dengan orang – orang di sekitarnya,

maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia

lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga,

mengembangkan hobi bercocok tanam dan lain – lain. Adapun tugas

perkembangan lanjut usia adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun


2. Mempersiapkan diri untuk pensiun
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4. Mempersiapkan kehidupan baru
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial masyarakat
secara santai
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai tugas

perkembangan lanjut usia dapat diketahui bahwa individu dalam

menjalankan kehidupan tidak terlepas dari kemampuan individu dalam

beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berlaku juga pada saat

memasuki periode lansia di mana harus melakukan penyesuaian yang di

perlukan dalam menjalankan peranannya yang baru saat memasuki

periode lanjut usia.

2.5 Kerangka Pemikiran

Pemberian layanan bagi lanjut usia terlantar di panti sendiri muncul

dikarenakan perkembangan jumlah lanjut usia yang semakin meningkat

dibarengi dengan kompleksitas permasalahan yang dimiliki baik karena

kemiskinan ataupun tidak memiliki keluarga yang mampu merawat dan

menjaga sehingga tidak memiliki tempat berlindung. Sehingga pemerintah


53

melihat diperlukannya rumah atau tempat bagi lanjut usia terlantar untuk dapat

memperoleh perawatan, perlindungan dan pemberian layanan dukungan untuk

memenuhi kebutuhan lanjut usia. Lanjut usia yang menjadi calon penerima

layanan adalah lanjut usia yang tidak memiliki keluarga atau memiliki keluarga

namun keluarganya tidak memiliki kemampuan dikarenakan kemiskinan atau

lanjut usia tersebut berada di jalanan sehingga dipindahkan ke tempat

perlindungan yang dapat merawat dan melindungi lanjut usia hingga akhir

hayatnya. Pelayanan yang didapat tentunya sesuai dengan tujuan yang dimiliki

meliputi Pemenuhan Kebutuhan Pokok, Pemenuhan Kebutuhan Aksesibilitas

Sarana dan Prasarana, Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan, Pemenuhan

Kebutuhan Fisik, Sosial, Mental, dan Spiritual. BPSTW Ciparay sendiri

merupakan unit pelaksana teknis daerah yang memiliki Fungsi di Bidang

Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di bawah Dinas

Sosial Provinsi Jawa Barat. Pemberian layanan yang dapat terintegrasi

tentunya harus memperhatikan berbagai hal di antaranya integrasi klinis berada

di tingkat mikro, integrasi profesional berada di tingkat meso, integrasi

organisasional berada di tingkat meso dan integrasi fungsional berada di

tingkat makro.
54

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Keempat aspek yang telah di sebutkan dapat membantu pemberian layanan

yang efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan lanjut usia. Integrasi

klinis sendiri di tingkat mikro membantu membangun kepercayaan dan saling

menghargai antar individu yang ada di balai serta memperhatikan kondisi

lanjut usia melalui layanan yang pro aktif kepada lanjut usia dan saling berbagi

informasi yang membantu peningkatan kualitas layanan di Balai. Selanjutnya

integrasi profesional memberikan layanan multi disiplin yang membantu

pemberian layanan dari berbagai profesi untuk meningkatkan kualitas layanan

yang ada dengan cara meningkatkan pengalaman pemberian layanan,

pertukaran informasi antar profesional dan meningkatkan pemahaman antar

profesional. Selain itu integrasi organisasional membantu pelaksanaan


55

kegiatan dengan membuat pedoman antar unit/ lembaga untuk membantu

aksesibilitas lanjut usia mendapatkan layanan dukungan lainnya serta di

dukung oleh data/ informasi yang terekam dan komitmen bersama dalam

memberikan layanan yang terintegrasi. Ketiga hal tersebut mempengaruhi

bentuk layanan dan pemberian layanan kepada lanjut usia. Namun integrasi

fungsional berperan untuk memperkuat dasar pengambilan keputusan dan

kebijakan, advokasi, memperkuat hubungan kerja sama dan layanan. hal ini di

tuangkan ke dalam regulasi. Sehingga apabila keempat hal ini dapat berjalan

bersama sama tentunya akan membuat reformasi sistem layanan efektif dan

efisien serta sesuai dengan kebutuhan lanjut usia dapat terintegrasi.

Tabel 2.1
Fokus Penelitian
Aspek
No. Sub Aspek Indikator
Penelitian
1 Integrasi Klinis Keberlanjutan - Keberlanjutan Antar personal
(Mikro) - Keberlanjutan Hubungan jangka panjang
- Manajemen keberlanjutan
- Keberlanjutan Informasi
Kerja sama - Keterlibatan aktif anggota keluarga sebagai
mitra layanan
- Pendekatan layanan untuk kerja sama
Kesesuaian - Keberlanjutan dengan layanan profesional
pemberian - Kolaborasi perencanaan layanan dan
layanan berbagi pemecahan masalah
individu - Manajemen kasus bagi individu dengan
kebutuhan kompleks
- Akses satu pintu
- Perpindahan atau pelayanan intermediate
- Layanan komprehensif
- Teknologi dalam mendukung keberlanjutan
dan koordinasi layanan
- Membangun kapabilitas kerja.
2 Integrasi Pengambilan - Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi
Profesional keputusan - Pengambilan Keputusan Rasional
(Messo) - Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta
Koordinasi - Mengadakan pertemuan resmi antara unsur –
unsur atau unit yang harus dikoordinasikan.
- Mengangkat seseorang, suatu tim atau
panitia koordinator.
- Membuat buku pedoman yang berisi
penjelasan tugas dari masing-masing unit.
56

- Pimpinan atau atasan mengadakan


pertemuan-pertemuan dengan bawahannya
dalam rangka pemberian bimbingan,
konsultasi dan pengarahan.
Kerja sama Pengadaan fasilitas sarana dan prasarana yang
di sesuaikan dengan
- Manfaat kerja sama : Mempererat
persaudaraan, menumbuhkan semangat rasa
persatuan, pekerjaan lebih cepat selesai dan
lebih ringan.
- Tujuan kerja sama : Meningkatkan rasio
peluang untuk mencapai keberhasilan,
meningkatkan kesatuan dan persatuan,
membuat pelaku kegiatan menjadi saling
mengenal dan menjadi sarana untuk
mengemukakan opini/ pendapat
3 Integrasi Komunikasi - Komunikasi intrapersonal,
Organisasional - Komunikasi interpersonal,
(Messo) - Komunikasi kelompok,
- Komunikasi organisasi
- Komunikasi massa
Budaya - Integritas dan profesionalisme
Organisasi - Kepemimpinan dan keteladanan
- Kebersamaan dan dinamika kelompok
- Kecepatan dan Ketepatan
- Rasionalitas dan kecerdasan emosi
Komitmen - Faktor persona
yang diberikan (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja dan kepribadian).
- Karakteristik pekerjaan
- Karakteristik struktur
- Pengalaman kerja
4 Integrasi Regulasi - Perhatian Publik (public interest)
Fungsional - Kelompok (interest group)
(Makro) - Kebijakan diarahkan kepada tujuan tertentu.
- Kebijakan yang senantiasa berorientasi
kepada masalah dan berorientasi kepada
tindakan
Sumber : Berbagai Literatur, diolah

2.6 Definisi Operasional

1. Integrasi Pelayanan Lanjut Usia

Integrasi Pelayanan Lanjut Usia adalah mekanisme pemberian layanan

dalam perawatan, perlindungan bagi lanjut usia dengan memperhatikan

kerja sama, koordinasi dan kolaborasi antar profesional dan organisasi serta

regulasi di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay untuk


57

memberikan layanan efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan lanjut

usia.

2. Lanjut Usia

Lanjut Usia yang berusia 60 tahun ke atas yang terlantar, mendapatkan

perawatan, perlindungan dan pelayanan di Balai Perlindungan Sosial Tresna

Werdha Ciparay.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji integrasi pelayanan lansia di

BPSTW Ciparay Kab. Bandung. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah

pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (2012), penelitian kualitatif

merupakan cara untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh

sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial

atau kemanusiaan. Proses penelitian menggunakan pendekatan kualitatif

melibatkan beberapa upaya seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan

prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari narasumber, dan

yang terakhir adalah menganalisis data secara induktif serta menafsirkannya.

Metode penelitian deskriptif digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan

deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai

gambaran tentang Integrasi Pelayanan Lanjut Usia di BPSTW Ciparay Kab.

Bandung.

3.2 Teknik Penentuan Informan

Penentuan informan dilakukan secara sengaja atau purposive sampling

tidak secara acak dan diperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Sebagaimana dikatakan oleh Creswell (2012) bahwa dalam penelitian

kualitatif, obyek/peserta yang akan diteliti ditentukan oleh peneliti dengan

melakukan seleksi terhadap orang atau tempat yang paling tepat untuk

membantu memahami sebuah fenomena. Oleh karena itu, informan sesuai data

58
59

yang diberikan pihak-pihak yang berwenang. Adapun informan dalam

penelitian ini di antaranya :

1. Lanjut Usia yang berusia 60 tahun ke atas yang terlantar minimal 5 bulan

sudah mendapatkan perawatan, perlindungan dan pelayanan di Balai

Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay.

2. Pengurus/ Pegawai baik pekerja sosial, perawat, dokter dan pramu werdha

yang sudah bekerja minimal 2 tahun atau lebih di Balai Perlindungan

Sosial Tresna Werdha Ciparay.

Berdasarkan kriteria tersebut, berikut informan-informan yang terlibat

dalam penelitian berjumlah 10 orang yang terdiri dari 5 informan lanjut usia

dan 5 informan pegawai panti di antaranya :

Tabel 3.1 Informan Penelitian


No Inisial Usia Status
1 A 67 Lanjut Usia
2 DI 61 Lanjut Usia
3 EH 60 Lanjut Usia
4 S 62 Lanjut Usia
5 AN 64 Lanjut Usia
6 YM 53 Pekerja Sosial
7 SN 50 Pekerja Sosial
8 R 45 Staf Pelayanan
9 S 45 Pramu Werdha
10 DD 35 Perawat
Sumber : Hasil Penelitian 2020

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara mendalam yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

wawancara yang mendalam antara peneliti dengan informan. Wawancara

ini di maksudkan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam.

Wawancara yang mendalam (indepth interview) menurut Esterberg


60

(2002) dalam (Sugiyono, 2012:309) adalah “pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan maka menggunakan pedoman tertulis (instrumen)

sehingga hasilnya lebih tertata dan pelaksanaannya lebih terstruktur.

3.3.2 Observasi

Peneliti dalam hal ini melakukan pengamatan secara langsung

terhadap aktivitas, bentuk Integrasi Pelayanan Lanjut Usia yang berawal

dari pengamatan kegiatan para informan, timbal balik ketika dilakukan

wawancara. Data yang ingin diperoleh peneliti melalui teknik observasi

ini terkait dengan kondisi, sikap dan perilaku yang di tampilkan lanjut

usia terkait integrasi pelayanan lanjut usia di BPSTW Ciparay Kabupaten

Bandung.

Pada saat proses observasi berlangsung peneliti tidak

memberitahukan kepada informan bahwa peneliti sedang melakukan

observasi untuk penelitian. Hal ini dilakukan peneliti agar hasil diperoleh

sesuai dengan kondisi di lapangan serta lebih jelas.

3.3.3 Studi Dokumen

Peneliti dalam hal ini melihat atau menganalisis dokumen-dokumen

yang ada tentang fenomena ataupun bentuk nyata dari Integrasi Pelayanan

Lanjut Usia. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk informasi

dan foto mengenai proses Integrasi Pelayanan Lanjut Usia. Selain itu

sebagai data pendukung penelitian melalui buku, jurnal-jurnal penelitian

dan penelitian terdahulu dalam melengkapi hasil penelitian.


61

3.4 Pengolahan dan Analisa Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

interaktif. Model analisis ini terdapat tiga komponen analisisnya yaitu reduksi

data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Aktivitasnya

dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai

suatu proses yang berlanjut, berulang, dan terus-menerus hingga membentuk

sebuah siklus. Dalam proses ini aktivitas peneliti bergerak di antara komponen

analisis di lapangan selama proses ini masih berlangsung. Selanjutnya peneliti

hanya bergerak dengan tiga komponen analisis tersebut Miles dan Haberman

dalam (Sugiyono, 2012). Untuk itu, pertama-tama, data hasil wawancara

dengan informan ataupun hasil primer lapangan lainnya disusun dalam bentuk

skrip hasil wawancara. Selanjutnya, proses reduksi dilakukan untuk memilah

data yang relevan dan tidak relevan dengan permasalahan dan tujuan

penelitian. Data yang relevan disusun secara kategoris dan tematis dalam tabel-

tabel hasil reduksi agar lebih mudah dipahami. Sebagai penelitian kualitatif,

jika pada tahap reduksi ternyata masih terdapat data yang kurang, maka

pengumpulan data dilanjutkan hingga semua data yang dibutuhkan semaksimal

mungkin tersedia.

Data juga dianalisis dengan cara mengembangkan taksonomi dan

geneologi (rangkaian pemikiran) berdasarkan teori-teori tentang diskursus,

sistem klasifikasi deskriptif yang mencakup sejumlah informasi secara

sistematis.
62

Analisis kualitatif sebagai model alir (flow model) dilakukan dengan cara:

(1) Reduksi data, yaitu proses pemilahan, penyederhanaan, pengabsahan, dan

transformasi data. (2) Penyajian data, yaitu menyusun berbagai informasi untuk

penarikan simpulan (3) Penarikan simpulan dilakukan dengan menguji catatan

lapangan: kebenaran, kecocokan, dan validitas makna yang muncul di lokasi

penelitian. Selanjutnya uraian di atas disederhanakan menjadi tiga tahapan,

yakni (1) identifikasi data dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi;

(2) klasifikasi data sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian; dan (3)

interpretasi hasil analisis wacana dan berbagai faktor yang memengaruhinya

Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2012).

3.5 Jadwal dan Langkah – Langkah Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan September - Agustus 2020 dengan lokasi di

BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung, dengan jadwal dan langkah penelitian

yang telah disusun secara sistematis, sebagai berikut :

Tabel 3.2
Jadwal Penelitian
Lamanya Kegiatan Penelitian
No Kegiatan 2019 2020
9 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08
Persiapan dan Penulisan
1
usulan penelitian
Konsultasi dan Seminar
2
Usulan Penelitian (SUP)
Penelitian lapangan dan
3
pengolahan data
4 Penulisan hasil
5 Bimbingan
6 Ujian Tesis (UT)
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran BPSTW Ciparay

Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dan

Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan (BPSTW) merupakan salah satu

Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa

Barat yang melaksanakan sebagian Fungsi di Bidang Pelayanan dan

Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar dan Pemeliharaan Taman

Makam Pahlawan serta memiliki Sub Unit Rumah Perlindungan Sosial

Tresna Werdha (RPSTW) Garut, Sub Unit RPSTW Karawang, dan Sub

Unit Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung

berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat No.113 tahun 2009 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan di

Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang.

Adapun visi dan misi menjadi Balai Terbaik Dalam Pelayanan

Lanjut Usia di Indonesia. Serta Mewujudkan Lanjut Usia yang memiliki

Harkat, Martabat, dan Kualitas Kesehatan yang Prima, Mengembangkan

Sistem dan Mekanisme Layanan Lanjut Usia, Menciptakan Sumber Daya

Manusia Pelaksana Fungsi Layanan Lanjut Usia yang handal,

Mewujudkan Sarana dan Prasarana Pendukung Fungsi Layanan Lanjut

Usia yang memadai, Mengembangkan Jejaring Kerja dalam

meningkatkan Peran dan Fungsi Institusi.

63
64

Gambar 4.1 : Struktur Organisasi BPSTW Ciparay Bandung

Penyelenggaraan pelayanan di BPSTW Ciparay dilaksanakan

dengan didukung oleh tenaga pengelola yang berjumlah 53 orang terdiri

dari pegawai PNS dan Pegawai tidak tetap serta didukung oleh 6 tenaga

penunjang. Pada pelaksanaan tugas dan fungsi kegiatan, BPSTW

memiliki landasan operasional/ dasar hukum di antaranya :

1. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan


Lanjut Usia.
2. Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan
Sosial.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
5. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah
Tahun 2008 Nomor 20 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor
55).
6. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 68 Tahun 2009 Tentang
Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas
Sosial Provinsi Jawa Barat (Berita Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2009 Nomor 186 Seri D).
7. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja UPTD dan Badan di Lingkungan
Pemprov Jawa Barat.
8. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 40 Tahun 2010 Tentang
Tupoksi dan Uraian Tugas UPTD/Balai di Lingkungan Dinas Sosial
Provinsi Jawa Barat.
65

Sesuai dengan peraturan Gubernur Jawa Barat No 40 Tahun 2010

Tentang Tupoksi dan uraian Tugas UPTD/ Balai di Lingkungan Dinas

Sosial Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi BPSTW

yang telah dijabarkan di awal maka program yang dilaksanakan

diarahkan terhadap dua program yaitu :

1. Program Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar.

Program Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia

Terlantar dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi hak-hak

lanjut usia sebagaimana tercantum dalam Undang - Undang No. 13

Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia sehingga

program pelayanan diarahkan terhadap kegiatan sebagai berikut:

1) Pemenuhan Kebutuhan Pokok


2) Pemenuhan Kebutuhan Aksesibilitas Sarana dan Prasarana
3) Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan
4) Pemenuhan Kebutuhan Fisik, Sosial, Mental, dan Spiritual
5) Pemberdayaan
6) Perlindungan
7) Sosialisasi dan Koordinasi

2. Program Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan.

Program pemeliharaan taman makam pahlawan dilaksanakan di

Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung dilaksanakan melalui

kegiatan sebagai berikut :

1) Pemeliharaan sarana dan prasarana TMP Cikutra Bandung


meliputi kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana kantor
TMP, pembabatan rumput di lingkungan TMP, pelabuhan batu
nisan, rehab makam yang mengalami kerusakan dan
pemeliharaan sarana fisik lainnya.
2) Pemeliharaan keamanan dan ketertiban di lingkungan TMP
Cikutra Bandung.
66

3) Bekerja sama dengan Kesdam III Siliwangi dalam


menyelenggarakan peringatan hari-hari besar nasional terutama
Peringatan Hari Kemerdekaan dan Hari Pahlawan.

Berdasarkan kedua program pelayanan dan program kegiatan sendiri

di dasari oleh Moto dan Janji Pelayanan. Bertujuan untuk memotivasi

pegawai dalam memberikan pelayanan, Moto dan janji pelayanan yaitu

Pertama Moto Pelayanan Lanjut Usia (Mewujudkan Hak Lanjut Usia),

Kedua Moto Lanjut Usia (Mandiri, Berkarya dan Berkualitas) dan Ketiga

Moto Pemeliharaan dan Makam Pahlawan (Menciptakan lingkungan

Taman Makam Pahlawan yang aman dan nyaman. Selain itu memiliki

Panca Satya Pelayanan : Menciptakan rasa aman dan nyaman bagi lanjut

usia; Memberikan pelayanan dan perlindungan atas dasar cinta dan

ikhlas; Menyalurkan minat, bakat dan potensi lanjut usia, menanamkan

nilai-nilai-nilai kejuangan, keperintisan dan kepeloporan; Menciptakan

kondisi yang berwawasan lingkungan. Adapun proses pelayanan tersebut

dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Tahap Penjajakan dan konsultasi guna mendapatkan dukungan dan

informasi mengenai lanjut usia yang benar-benar membutuhkan

bantuan pelayanan di BPSTW Ciparay. Selain itu dilakukan

Sosialisasi tentang program pelayanan.

2. Tahap Pendekatan Awal dan Penerimaan, merupakan proses

penjalinan hubungan antara calon penerima manfaat dan masyarakat

untuk mengetahui program yang ada di balai baik kepada Calon

Penerima Pelayanan maupun keluarga yang memiliki lanjut usia


67

yang tidak terawat sebagaimana mestinya, guna mendapatkan

gambaran masalah yang sebenarnya, dukungan keluarga atau

lingkungan yang bertanggung jawab serta mengetahui kondisi lanjut

usia secara objektif. Hal ini tentunya dilakukan untuk

mengidentifikasi kelayakan menjadi penerima layanan sehingga

memenuhi kriteria. Selanjutnya dilakukan kontrak antara penerima

layanan dengan balai melalui registrasi secara tertulis untuk

dimasukkan di buku induk dan dilakukan penempatan atau

pemberian fasilitas tempat tinggal serta pemenuhan kebutuhan dasar

termasuk aksesibilitas sarana dan prasarana umum yang ada di Balai

Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay.

3. Pelayanan Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan yang di berikan dalam

bentuk pemeriksaan kesehatan secara rutin oleh dokter setiap dua

kali dalam seminggu yang disertai dengan pemberian terapi medis

(pemberian obat-obatan) serta rujukan ke rumah sakit. Selain itu

mendapatkan ruang rawat khusus bagi lanjut usia yang memasuki

masa udzur/bed rest melalui pendampingan aktivitas harian,

Pemeliharaan kebersihan lingkungan ruangan dan tempat tidur,

pemberian terapi Motorik untuk mencegah kekakuan otot pada klien,

Pemeriksaan kesehatan secara rutin oleh dokter.

4. Pemenuhan Kebutuhan Fisik, Sosial, Mental dan keagamaan.

Pemberian pelayanan dan kegiatan untuk lansia bertujuan mampu

mengembangkan fungsi sosialnya secara normal dengan kegiatan


68

Bimbingan Sosial, Pelayanan bimbingan sosial diberikan dalam

bentuk Motivasi sosial secara umum : Diberikan motivasi sosial

secara umum kepada seluruh penerima pelayanan setiap hari rabu

selama 90 menit dan Bimbingan Sosial Individu (Social Case Work)

diberikan kepada individu penerima pelayanan yang mengalami

permasalahan untuk perubahan perilaku seperti sifat-sifat egois,

mudah tersinggung, malas merawat diri/mandi/mencuci pakaian dan

lain-lain serta dilakukan Bimbingan Sosial Kelompok (Social Group

Work ) diberikan melalui kegiatan, setiap hari sabtu pagi, seperti

kegiatan anjang sana antar wisma bersifat hubungan/interaksi sosial/

silaturahmi yang saling mendatangkan manfaat untuk menumbuh

kembangkan sikap kebersamaan antar penerima pelayanan,

penyadaran diri dalam pergaulan dilingkungan Balai dan kesadaran

hidup bermasyarakat. Selain itu memberikan layanan Konsultasi

Sosial sebagai wadah menyalurkan segala aspirasi/unek-unek

penerima pelayanan baik yang bersifat rahasia maupun umum guna

menjaga berkembangnya masalah penerima pelayanan yang dapat

mempengaruhi stabilitas pelayanan secara umum, konsultasi sosial

juga menjadi media untuk menggali pengalaman-pengalaman, nilai-

nilai budaya dari pengalaman hidup penerima pelayanan sebagai

sumber mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa yang harus

dipertahankan.
69

Balai juga memberikan layanan terapi sosial yang dilaksanakan

untuk menangani permasalahan sosial yang muncul dari penerima

pelayanan yang sudah mengganggu stabilitas pelayanan dan

lingkungan seperti penerima pelayanan yang egois, tidak mau

merawat diri/ mandi, tidak mau mencuci pakaian dan sebagainya.

Selain itu dilakukan kegiatan dinamika kelompok untuk memupuk

kesadaran, kebersamaan saling menghargai dan menghormati, serta

rasa tanggung jawab individu terhadap kelompok dalam hidup

bermasyarakat. Hal ini tidak terlepas mengadakan kegiatan yang

sifatnya rekreatif untuk menghilangkan rasa jenuh dan memenuhi

rasa kepuasan batin dari aktivitas kegiatan sehari-hari.

Bimbingan atau menjaga kondisi fisik lanjut usia dilakukan

dengan olah raga satai dan ringan seperti senam SSI, senam otak,

senam tera, jalan santai untuk menjaga dan mempertahankan

kesehatan dan kebugaran fisik lanjut usia. Kegiatan ini dilaksanakan

setiap pagi selama 30 atau 60 menit sesuai jadwal kegiatan yang

telah dibuat.

Bimbingan mental dilakukan melalui Motivasi/ kegiatan

keagamaan secara umum yang diberikan setiap hari selasa dan

jum’at selama 45 menit. Hal ini juga termasuk bimbingan

psikososial untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi baik

tingkat depresi maupun kondisi psikososialnya.


70

Pelaksanaan kegiatan yang ada di Balai Perlindungan Sosial Tresna

Werdha Ciparay sendiri tentunya didukung oleh sumber daya manusia

yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil atau (PNS) berjumlah 19 orang

yang terdiri dari 4 orang pegawai struktural, 4 orang pegawai fungsional,

dan 11 orang fungsional umum. Pada hakikatnya jabatan struktural

memiliki tugas pokok dan fungsi dalam memimpin dan

mempertanggungjawabkan kegiatan; merencanakan kegiatan dan

anggaran; menyusun standar teknis dan standar operasional prosedur;

mengkoordinasikan kegiatan dengan unit kerja lain; mendistribusikan

tugas kepada pegawai; mengevaluasi dan menganalisis kegiatan sebagai

bahan perencanaan dan pengendalian; mengawasi dan mengendalikan

pelaksanaan tugas dan kinerja pegawai; menilai dan mengevaluasi tugas

dan kinerja pegawai; menyusun sistem informasi; dan melaporkan

kegiatan.

Sedangkan, untuk jabatan fungsional pada hakikatnya adalah jabatan

teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat

diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah.

Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,

tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam

suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan

pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.


71

Tabel 4.1
Data Pegawai Tidak Tetap/ Kontrak
No. Jenis Ketenagaan Jumlah
1 Tenaga Kebersihan 4
2 Tenaga Keamanan 4
3 Perawat 3
4 Juru Masak 5
5 Pramuwerdha 10
6 Penjaga Kebun 2
7 Tenaga Administrasi 3
JUMLAH 31
Sumber : Profil BPSTW Ciparay

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui jumlah pegawai tidak tetap atau

honorer di BPSTW Ciparay yaitu 31 orang. Kebanyakan pegawai tidak

tetap atau honorer merupakan pramu werdha yang berjumlah 10 orang

untuk mengurusi lanjut usia baik membersihkan wisma, mencuci,

menyapu dan mengepel lantai. Setiap pramu werdha juga bertugas

menangani satu lansia dengan kondisi bedrest yang berada di ruang rawat

khusus dan mengalami pergantian seusai klien meninggal dunia.

Tabel 4.2
Data Tenaga Pendukung Berdasarkan Jenis Profesi
No Jenis Profesi Jumlah
1 Dokter 1
2 Pembimbing Rohani 2
3 Pembimbing Olah Raga 1
4 Pembimbing Kesenian 1
5 Pembimbing Keterampilan 1
JUMLAH 6
Sumber : Profil BPSTW Ciparay

Dilihat dari tabel 4.2 terdapat beberapa tenaga pendukung di

BPSTW Ciparay yang berjumlah 6 orang yang terdiri dari dokter,

pembimbing rohani, pembimbing olahraga, pembimbing kesenian, dan

pembimbing keterampilan. Beberapa tenaga pendukung ini bertugas

dalam menunjang pelaksanaan pelayanan panti, seperti pemeriksaan

kesehatan, kegiatan bimbingan dan keterampilan. Sehingga akan


72

meningkatkan keberfungsian sosial dan produktivitas lanjut usia yang

ada di panti.

4.2 Integrasi Pelayanan Lanjut Usia di BPSTW Ciparay

Integrasi pelayanan Lanjut usia di BPSTW Ciparay adalah mekanisme

pemberian layanan kepada lanjut usia meliputi perawatan, perlindungan dan

kemudahan aksesibilitas yang dilakukan oleh pekerja sosial, perawat dan

pramu werdha dalam pemenuhan kebutuhan lanjut usia. Integrasi pelayanan

sendiri memiliki 4 aspek meliputi integrasi klinis, profesional, organisasional

dan fungsional yang dapat memberikan gambaran tentang pemberian layanan

yang dilakukan berjalan efektif dan efisien.

4.2.1 Integrasi Pelayanan Klinis Lanjut Usia

Integrasi klinis adalah proses pemahaman, penilaian dan

perencanaan yang dilakukan pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

dalam memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dasar meliputi

sandang, papan dan pangan serta pengobatan sesuai kompleksitas

permasalahan lanjut usia yang memiliki riwayat kesehatan yang kurang

baik maupun riwayat psikotik yang dimiliki. Pemberian layanan ini

tentunya memperhatikan keberlanjutan layanan, dilakukan perawat

kepada pekerja sosial dan kolaborasi perencanaan dalam memecahkan

permasalahan lanjut usia. Integrasi klinis dapat membantu dan

membangun kepercayaan antara perawat, pekerja sosial dan pramu

werdha untuk memahami lanjut usia serta masing-masing peran yang

dapat dilakukan sesuai dengan keahlian profesinya. Hal ini membuat


73

pelayanan di BPSTW Ciparay lebih pro aktif bagi lansia. Selain itu

membantu penilaian dan perencanaan dalam pemenuhan kebutuhan yang

tepat. Integrasi klinis tentunya memperhatikan keberlanjutan, kerja sama

dan kesesuaian pemberian layanan.

1. Keberlanjutan

Keberlanjutan layanan berkaitan dengan kualitas layanan yang

di berikan secara rutin diberikan tim pemberi layanan yang terdiri

dari pekerja sosial, perawat dan pramu werdha secara bersama-sama

memberikan pelayanan baik perawatan, perlindungan dan

pemberian layanan dukungan tambahan seperti obat-obatan, alat

bantu jalan, fisio therapy dan perawatan lainnya untuk dapat

diberikan secara berkelanjutan menuju tujuan bersama.

Keberlanjutan yang dimaksud menghubungkan koordinasi layanan

antara layanan yang diberikan oleh perawat dengan layanan lanjutan

yang akan dilanjutkan oleh pekerja sosial dan pramu werdha.

Sehingga pemberian layanan yang telah diterima lanjut usia dapat

dilanjutkan sesuai dengan kebutuhannya dengan membuat interaksi

antara pekerja sosial, perawat dan pramu werdha melalui pertemuan

ataupun proses rujukan di antara tim/unit perawat atau poli klinik

kepada tim/ unit pramu werdha atau hunian dalam mengawasi

perkembangan lanjut usia maupun kepada pekerja sosial dalam

memuat laporan perkembangan serta memberikan rencana

intervensi lanjutan memperhatikan keberlanjutan antar personal,


74

hubungan jangka panjang dan manajemen keberlanjutan dan

keberlanjutan informasi.

a. Keberlanjutan antar personal dapat diartikan pengalaman

subjektif menjaga hubungan antara lanjut usia dan tenaga

pemberi layanan.

Keberlanjutan antar personal yang terjadi di BPSTW

Ciparay antara tenaga layanan yang memberikan pelayanan

secara langsung kepada lanjut usia di antaranya pramu werdha,

pekerja sosial dan perawat. Pada dasarnya kegiatan pemberian

layanan yang diberikan oleh pramu werdha, perawat dan pekerja

sosial menjalin hubungan antar personal dengan lanjut usia yang

dilakukan berulang-ulang di setiap kegiatan, seperti pramu

werdha menjaga kebersihan lingkungan hunian dan membantu

menjaga kebersihan lanjut usia dapat membuat kedekatan

hubungan antara keduanya. Sehingga membuat hubungan saling

mempercayai satu sama lain dan menghargai kekurangan serta

memahami situasi dan kondisi yang dihadapi lanjut usia. Hal ini

dapat dilakukan pekerja sosial kepada lanjut usia sebagai teman

berbicara dan mendampingi kegiatan keterampilan, kerohanian

dan kegiatan lainnya guna membuat lanjut usia merasa di terima

dan mempercayai pekerja sosial sebagai teman ataupun anaknya

sendiri. Selain itu keberlanjutan antar personal ini membuat

layanan di BPSTW Ciparay menjadikan pemberian layanan


75

lebih pro aktif kepada lanjut usia. Pemberi layanan pro aktif

sendiri membuat kualitas pemberian layanan meningkat dalam

memberikan perawatan, perlindungan dan pemenuhan

kebutuhan bagi lanjut usia.

Melalui hubungan antar personal dapat menjadikan

pengalaman dalam mengetahui kebutuhan dan kondisi lanjut

usia dikarenakan mengetahui dengan pasti dan jelas terkait

permasalahan yang di hadapi serta pemecahan masalah yang

dapat dengan cepat dan tepat membantu lanjut usia

mendapatkan solusi pemecahan masalahnya atau mendapatkan

layanan yang dibutuhkan.

b. Hubungan jangka panjang : pengalaman berinteraksi dengan

pekerja sosial, perawat dan pramu werdha di setiap pertemuan.

Hubungan jangka panjang yang dimaksud adalah hubungan

pemberi layanan meliputi pekerja sosial, perawat dan pramu

werdha di BPSTW Ciparay dengan tim/ unit kerjanya masing-

masing. Hubungan antara sesama profesi baik pekerja sosial

berjumlah 4 orang dan perawat berjumlah 3 orang serta pramu

werdha berjumlah 10 orang dengan memberikan layanan secara

bersama-sama mampu meningkatkan pengalaman, pengetahuan

dan keterampilan melalui berbagi informasi, keterampilan serta

pengetahuan tentang perawatan kesehatan maupun sikap

terhadap lanjut usia dalam pemberian layanan dilakukan seperti


76

halnya diskusi atau ikut terlibat membantu permasalahan yang

di miliki lanjut usia dengan permasalahan kompleks baik karena

eks psikotik dan mengalami permasalahan pemahaman persepsi

yang membuat perilaku lanjut usia yang berbeda dari lanjut usia

pada umumnya. Sehingga memerlukan keterampilan dalam

menghadapi lanjut usia tersebut diperoleh dari pekerja sosial

dan perawat, sehingga pramu werdha dapat menghadapi situasi

dan kondisi tersebut dengan baik. Pekerja sosial, perawat dan

pramu werdha tentunya selalu menangani permasalahan-

permasalahan tentang lanjut usia. Hal ini dapat dilakukan oleh

pekerja sosial, perawat dan pramu werdha yang baru dengan

seniornya yang terlebih dahulu menghadapi dan memiliki

pengalaman yang lebih banyak melalui pertemuan formal

ataupun non formal.

Hal ini dapat membantu mempercepat proses penanganan

lanjut usia dan memudahkan pengambilan keputusan didasari

pengalaman sebelumnya. Sehingga pemberi layanan berjalan

efektif dan efisien. Selain itu membangun hubungan kerja sama

dalam jangka panjang apabila antar sesama profesi saling

bekerja sama dikarenakan tidak dapat dilakukan sendiri

tentunya membutuhkan bantuan seluruh pihak dalam membantu

pemberian layanan.
77

c. Manajemen keberlanjutan : efektivitas kolaborasi tim antar

profesi layanan untuk menyediakan pelayanan

Pemberian layanan di BPSTW Ciparay tentunya

memperhatikan hubungan antar profesional meliputi pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha, sebab terdapat masing-

masing memiliki tim atau unit dalam menjalankan peran dan

tugasnya di antaranya perawat sebagai tim untuk merawat dan

menyembuhkan kondisi kesehatan lanjut usia sementara pramu

werdha memiliki tim atau unit yang bertugas menjaga

kebersihan dan merawat hunian serta lingkungan lanjut usia

untuk tetap bersih. Selain itu pekerja sosial sebagai tim/ unit

untuk mendampingi dan membuat kegiatan bagi lanjut usia

selama berada di panti. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian

layanan dilakukan oleh beberapa tim atau unit dari pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha tentunya membutuhkan

pengendalian atau manajemen dalam mengatur pembagian

peran di setiap pelaksanaan kegiatan yang ada atau biasa disebut

kolaborasi antar tim/ unit di satu lembaga dalam membantu

memberikan layanan, sehingga membuat pelaksanaan kegiatan

pemberian layanan kepada lanjut usia dapat efektif dengan

keterlibatan antar tim/ unit berkolaborasi untuk memudahkan

dan meringankan beban dan lebih cepat selesai.


78

Selain itu tentunya dilakukan koordinasi antar tim/ unit

dalam bekerja sama memberikan layanan kepada lanjut usia

agar tidak terjadi kesalahpahaman antar tim/ unit pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha di lembaga.

d. Keberlanjutan informasi : ketersediaan informasi klinis dan

psikososial dan pertemuan antar profesi lain.

Keberlanjutan informasi yang dimaksud adalah berbagi

informasi yang dimiliki setiap tim/ unit baik pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha membantu memberikan gambaran

atau rujukan dalam pembuatan perencanaan dari masing-masing

tim/ unit seperti pekerja sosial memerlukan diagnosa atau

riwayat kesehatan lanjut usia yang ada di perawat guna

memperoleh informasi yang tepat untuk membuat rujukan atau

penanganan terhadap lanjut usia ke rumah sakit atau sebatas

pemberian obat. Keberlanjutan informasi menjadi hal yang

penting ketika hubungan antar tim/ unit baik pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha berjalan dengan baik mampu

mendorong ketepatan pemberian layanan atau intervensi kepada

lanjut usia berupa data informasi yang dimiliki masing-masing.

Data informasi dapat berupa kondisi biologis, psikologis,

tim/ unit kerja sebagai arsip data yang sewaktu-waktu

dibutuhkan untuk menilai dan membuat rencana serta


79

menunjukkan tanggung jawab lembaga dalam memperhatikan

kondisi lanjut usia.

Keberlanjutan dalam integrasi klinis dapat dilihat dari

keberlanjutan antar personal, hubungan jangka panjang, manajemen

keberlanjutan dan keberlanjutan informasi membantu hubungan

lanjut usia dengan pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

maupun sebaliknya dapat membantu memahami satu sama lain

dalam pemberian layanan di BPSTW Ciparay untuk bersama-sama

membuat layanan yang pro aktif kepada lanjut usia untuk

meningkatkan kualitas layanan.

2. Kerja sama

Kerja sama merupakan pekerjaan yang dikerjakan oleh dua

ataupun lebih untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan

disepakati bersama, selain itu dapat diartikan sebagai kemitraan

yang artinya suatu strategi yang dilaksanakan oleh pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha dengan jangka waktu tertentu demi

meraih tujuan bersama dengan menumbuhkan prinsip saling

membutuhkan dan berkembang bersama, meliputi keterlibatan aktif

keluarga sebagai mitra layanan dan pendekatan layanan untuk kerja

sama.

a. Keterlibatan aktif keluarga sebagai mitra layanan : Kondisi

lanjut usia di balai perlindungan sosial tresna werdha ciparay

sangat kurang melibatkan keluarga sebagai mitra layanan


80

dikarenakan lanjut usia terlantar di BPSTW Ciparay tidak

memiliki keluarga atau hidup sebatang kara maupun

mengabaikan keberadaan lanjut usia sebagai keluarga atau di

terlantarkan keluarga. Keterlibatan aktif keluarga di panti

berdampak sangat besar terhadap kemajuan perkembangan

kondisi kesehatan lanjut usia dikarenakan kehadiran dan peran

keluarga membantu mempercepat proses pemulihan dan

meningkatkan keberfungsian sosialnya di lingkungan panti

maupun antar sesama lanjut usia.

Keterlibatan keluarga sebagai mitra layanan membantu

mempermudah penggalian informasi dan memahami kondisi

lanjut usia serta mempermudah mendapatkan aksesibilitas

dikarenakan keluarga menjadi jaminan yang lebih di percaya

dibandingkan peran lembaga untuk mendapatkan aksesibilitas

layanan yang diperlukan lanjut usia.

Pekerja sosial sendiri melihat peran keluarga dapat menjadi

lompatan dalam keberhasilan pemberian layanan kepada lanjut

usia dikarenakan lanjut usia yang diterima oleh balai

perlindungan sosial tresna werdha ciparay tidak hanya sebatang

kara namun terdapat lanjut usia yang masih sering dikunjungi

oleh anggota keluarganya atau lanjut usia yang berada di

lingkungan sekitar panti mengikuti kegiatan yang ada di balai

membuat lanjut usia dapat produktif mengisi kesehariannya


81

bersama rekan lanjut usia dibarengi peran aktif keluarga

mendukung keinginan lanjut usia.

b. Pendekatan layanan untuk kerja sama : Pendekatan yang

dilakukan pemberi layanan atau panti kepada keluarga sebagai

mitra layanan membantu membangun hubungan kerja sama

yang baik untuk ikut terlibat dan berperan dalam kegiatan yang

ada di panti. Peran aktif keluarga tentunya memerlukan tenaga

ekstra bagi panti/ pekerja sosial sebagai pemberi layanan di

mana bertugas meyakinkan dan mengajak keluarga untuk dapat

berkunjung ke panti untuk bertemu dengan orang tua atau lanjut

usia yang menjadi penerima layanan di BPSTW Ciparay.

Pendekatan yang dilakukan untuk kerja sama biasanya terjadi

pada saat proses penerimaan awal bagi keluarga yang ingin

memasukkan lanjut usia untuk mendapatkan layanan atau

menjadi calon penerima pelayanan dilakukan kesepakatan

bersama antara keluarga dengan pihak lembaga.

Pembuatan kesepakatan antara keluarga dan panti

dilakukan untuk menjaga kepercayaan dan hubungan antara

keluarga dan panti dengan menyerahkan tanggung jawab penuh

kepada panti atas lanjut usia yang akan menjadi calon penerima

layanan di panti. Pekerja sosial memberikan beberapa pilihan

kesepakatan kepada keluarga untuk dapat mengunjungi secara

rutin atau ikut terlibat membantu di setiap kegiatan agar


82

memotivasi lanjut usia tinggal di panti, sehingga tidak merasa

di terlantarkan oleh anggota keluarga.

Kerja sama pada integrasi klinis membantu pembuatan

kesepakatan bersama antara panti/ pekerja sosial dengan keluarga

sebagai mitra layanan mempercepat pemulihan dan keberfungsian

sosial di BPSTW Ciparay.

3. Kesesuaian pemberian layanan individu

Kesesuaian pemberian layanan individu diartikan sebagai

layanan dan dukungan yang terencana, mempertimbangkan dan

koordinasi antara pekerja sosial, perawat dan pramu werdha di

BPSTW Ciparay dalam memberikan perawatan, perlindungan dan

pemenuhan kebutuhan. Kesesuaian pemberian layanan tentunya

memperhatikan keberlanjutan dengan layanan profesional,

kolaborasi perencanaan layanan dan berbagi pemecahan masalah,

manajemen kasus dengan kebutuhan kompleks, akses satu pintu,

perpindahan/ layanan sementara, layanan komprehensif, teknologi

dalam mendukung keberlanjutan dan koordinasi serta membangun

kapabilitas kerja.

a. Keberlanjutan dengan layanan profesional : Pada dasarnya

keberlanjutan dengan layanan profesional dapat berupa rujukan

kepada institusi atau layanan profesional yang memberikan

layanan dukungan bagi lanjut usia seperti rumah sakit,

puskesmas, puskesos dan institusi yang memberikan layanan


83

lanjut usia. Prinsip utama keberlanjutan dengan layanan

profesional diawali dengan penilaian dan pembuatan rencana

intervensi berdasarkan berbagai pertimbangan antara pekerja

sosial, perawat dan profesi lainnya dalam mengambil keputusan

melakukan rujukan layanan. Sehingga dilakukan koordinasi

antara pekerja sosial baik keluarga, perawat dan pimpinan panti

dalam membuat suatu rujukan dengan layanan profesional

untuk mendukung proses intervensi dalam pemberian layanan

yang sesuai dengan kebutuhan lanjut usia.

b. Kolaborasi perencanaan layanan dan berbagai pemecahan

masalah : Pada pembuatan perencanaan intervensi lanjut usia

tentunya dibutuhkan berbagai pertimbangan dalam membuat

berbagai alternatif pemecahan masalah dari sudut pandang

profesi lainnya demi kepentingan bersama diperlukan upaya

kolaborasi antar profesi baik pekerja sosial, perawat dan pramu

werdha serta pimpinan panti dalam membuat perencanaan yang

matang demi kebaikan lanjut usia dan sesuai dengan

kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan melalui pertemuan rutin

atau case conferences yang menghadirkan beberapa profesional

baik psikolog, perawat, dokter dan pekerja sosial yang mampu

membantu berbagai pemecahan masalah untuk di terapkan

kepada lanjut usia. Berbagai pemecahan masalah sendiri

tentunya didasari dengan kesepakatan bersama dengan


84

memperhatikan risiko dan dampak yang paling kecil bagi lanjut

usia apabila diberikan pemecahan masalah yang sudah di buat.

c. Manajemen kasus dengan kebutuhan kompleks : Manajemen

kasus merupakan upaya peningkatan pelayanan sesuai dengan

kebutuhan lanjut usia bertujuan menjamin keberlanjutan

layanan dalam kurun waktu tertentu, menjamin kebutuhan dan

membantu memperoleh aksesibilitas dan menjamin kesesuaian

dengan kebutuhan secara tepat. Pekerja sosial berperan sebagai

fasilitator untuk membantu lanjut usia dalam memanfaatkan

sistem sumber yang ada serta membantu sistem sumber agar

dapat menjangkau lanjut usia memperoleh layanan tersebut.

Pekerja sosial harus mampu mengidentifikasi kebutuhan dasar

yang belum terpenuhi oleh lanjut usia selama berada di panti dan

berperan paling dominan dikarenakan melakukan tahapan

intervensi dari tahap intake process yaitu mencari informasi dan

menganalisa data informasi serta mencari sistem sumber yang

dapat mendukung kebutuhan lanjut usia hingga pembuatan

rencana intervensi dan terminasi atau monitoring dan evaluasi

terkait perkembangan kondisi lanjut usia yang mendapatkan

layanan.

d. Akses satu pintu : BPSTW Ciparay memiliki sub unit rumah

perlindungan di Karawang, bogor dan garut serta taman makam

pahlawan Cikutra. Pada pelaksanaan akses satu pintu ini terjadi


85

pada saat penerimaan calon penerima layanan BPSTW Ciparay

yang menjadi penentu dalam menerima dan menyalurkan calon

penerima layanan ke sub unit rumah perlindungan di bawah

wewenang dinas sosial provinsi jawa barat. Kegiatan askes satu

pintu inti bermanfaat untuk mendapatkan berbagai layanan

untuk mendukung perawatan, perlindungan dan pemberian

layanan dukungan lainnya seperti kesehatan atau pengobatan.

BPSTW Ciparay dapat menjadi layanan satu pintu dikarenakan

memiliki kerja sama dengan layanan kesehatan terdekat yaitu

puskesmas dan Rumah Sakit Al-ihsan.

e. Perpindahan / layanan intermidiate : Layanan sementara atau

pemberian layanan yang di berikan untuk mempersiapkan

pemberian layanan utama. Seperti halnya ketika lanjut usia akan

menjalankan operasi tentunya balai memberikan persiapan

layanan untuk membantu tindakan operasi seperti membuat

lanjut usia puasa atau melakukan saran yang diberikan dokter

sebelum tindakan operasi seperti pengecekan gula darah atau

menurunkan kolesterol terlebih dahulu dengan membatasi

makanan, sehingga dapat menjalankan operasi sesuai dengan

arahan dokter.

f. Layanan komprehensif : Pemberian layanan secara

komprehensif atau menyeluruh bagi lanjut usia dimaksud adalah

memberikan seluruh layanan baik penyembuhan, perawatan,


86

perlindungan dan jaminan sosial untuk lanjut usia agar

memenuhi kebutuhan baik dari berbagai aspek kesehatan,

finansial, keamanan dan kebutuhan dasar untuk mengatasi

permasalahan lanjut usia. Hal ini terjadi ketika lanjut usia

mendapatkan perawatan dan perlindungan oleh panti baik

pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, makan dan keamanan

serta kenyamanan. Selain itu mendapatkan jaminan sosial dari

kepesertaan BPJS untuk membantu panti mempermudah

layanan kesehatan di rumah sakit rujukan dengan mengurangi

beban biaya layanan kesehatan.

g. Teknologi dalam mendukung keberlanjutan dan Koordinasi

layanan : dukungan teknologi dalam membantu keberlanjutan

dan koordinasi tentunya memanfaatkan teknologi komunikasi

ataupun informasi berupa teknologi yang mendukung

kemudahan bertukar data, informasi dan memudahkan

komunikasi, koordinasi antara pekerja sosial, perawat dan

pramu werdha melakukan hal tersebut melalui hand phone,

email, call center ambulan, komputer untuk membuat laporan

perkembangan lanjut usia di BPSTW Ciparay.

h. Membangun kapabilitas kerja : Merupakan kemampuan untuk

meningkatkan kualitas pemberian layanan tentunya didasari

dengan kompetensi yang dimiliki tidak sebatas keterampilan

namun benar-benar menguasai. Pemberi layanan dalam hal ini


87

pekerja sosial, perawat dan dokter memiliki kapabilitas di

bidangnya masing-masing untuk membangun kapabilitas kerja

dapat meningkatkan kepercayaan terhadap BPSTW Ciparay

memberikan pelayanan yang profesional dan penuh tanggung

jawab kepada lanjut usia.

Kesesuaian pemberian layanan dapat membuat pekerja sosial

atau panti memberikan layanan baik perawatan, perlindungan dan

layanan dukungan lainnya sesuai dengan kebutuhan lanjut usia

melalui penilaian, perencanaan dan koordinasi antara layanan

rujukan dengan kemudahan aksesibilitas dalam pemenuhan

kebutuhan dan pemecahan masalah yang dilakukan bersama-sama

antar pekerja sosial, dokter, perawat, psikolog dan profesi lainnya

yang bekerja di lembaga rujukan lanjut usia untuk meningkatkan

kapabilitas kerja.

Integrasi klinis berperan membantu integrasi pelayanan lanjut usia

memberikan pelayanan yang pro aktif kepada lanjut usia dan pembuatan

kesepakatan bersama dengan keluarga sebagai mitra layanan serta

memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan lanjut usia melalui

penilaian, perencanaan dan koordinasi yang dapat membangun

kapabilitas kerja. Pada penelitian ini menunjukkan BPSTW Ciparay

dalam menjalankan integrasi pelayanan lanjut usia lebih berfokus kepada

integrasi klinis untuk menyediakan berbagai kebutuhan/ layanan lanjut

usia secara bersama-sama.


88

4.2.2 Integrasi Pelayanan Profesional Lanjut Usia

Integrasi profesional adalah hubungan antar profesional, tim/ unit

dalam bekerja sama, koordinasi dan kolaborasi dalam pengambilan

keputusan dengan tim multi disiplin yang ada, pedoman serta dukungan

pimpinan/ koordinator dalam memberikan pelayanan berkualitas didasari

pertimbangan dari berbagai sudut pandang profesional dengan

kapabilitas yang dimiliki masing-masing profesi. Integrasi profesional

dapat memberikan pengambilan keputusan dari berbagai keahlian dalam

pertukaran informasi antar profesional membantu meningkatkan

pemahaman, keterampilan dan pengalaman pemberian layanan di

BPSTW Ciparay. Integrasi profesional pada awalnya disebut sebagai

tindakan bekerja bersama dalam organisasi meliputi pengambilan

keputusan, koordinasi dan kerja sama.

1. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dari pekerja sosial, perawat, pramu

werdha dan pimpinan BPSTW Ciparay merupakan tindak lanjut dari

pemecahan masalah lanjut usia. Pengambilan keputusan adalah

suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu pandangan

dalam menyelesaikan masalah dengan berbagai solusi alternatif

yang dibuat untuk mencapai suatu tujuan dan diterima oleh semua

pihak dalam pemberian layanan perawatan, perlindungan dan

layanan dukungan lainnya. Pengambilan keputusan ini dapat


89

dilakukan berdasarkan pertimbangan dari intuisi, rasional dan fakta

dalam memutuskan keputusan yang ada.

a. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi

Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi bersifat

subjektif baik dari sugesti, pengaruh luar dan lainnya di

antaranya pekerja sosial yang mengambil keputusan untuk

memberikan proses pertolongan kepada lanjut usia dikarenakan

sering melihat perawat melakukan pertolongan tersebut atau

pemberian obat yang sering diminum oleh lanjut usia.

Pengambilan keputusan ini tentunya dapat diambil tanpa

melalui berbagai pertimbangan, namun muncul dikarenakan

terdapat stimulus yang diberikan oleh orang lain dalam

membuat pengambilan keputusan secara subjektif atau sepihak.

Terkadang pengambilan keputusan ini tidak

mempertimbangkan pengaruh dan dampak yang akan di

timbulkan setelah pengambilan keputusan. Terkadang terjadi

permasalahan perbedaan pendapat atau tidak puas dari pekerja

sosial dan perawat dalam keputusan yang sudah di buat

dikarenakan dinilai kurang tepat tanpa melalui konfirmasi

terlebih dahulu.

Pengambilan keputusan secara intuisi dengan melihat

berbagai pelaksanaan pemberian intervensi yang dilakukan

pekerja sosial, perawat dan pramu werdha serta pengambilan


90

keputusan yang sering diambil pimpinan BPSTW Ciparay

dikarenakan dapat dipercayai berdasarkan kedekatan hubungan

pertemanan baik pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

tanpa mempertimbangkan dampak yang di timbulkan. Hal ini

terjadi dikarenakan pengalaman yang telah dialami bersama-

sama antara pekerja sosial, perawat, pramu werdha dan

pimpinan panti dalam pengambilan keputusan yang sebelum-

sebelumnya dilakukan di BPSTW Ciparay.

b. Pengambilan keputusan berdasarkan rasional

Pengambilan Keputusan Rasional adalah keputusan dibuat

berdasarkan proses penalaran akal sehat bersifat objektif.

Pengambilan keputusan dapat dilakukan tenaga layanan baik

pekerja sosial, pramu werdha dan perawat atas dasar penilaian-

penilaian untuk kebaikan lanjut usia di BPSTW Ciparay.

Masing-masing profesi baik pekerja sosial, perawat dan pramu

werdha memiliki perbedaan penilaian dalam pengambilan

keputusan di karena kan perbedaan pengalaman, informasi yang

di dapat, pemahaman dalam menangkap informasi yang ada dan

membuat penilaian-penilaian yang rasional dengan tingkat

keberhasilan yang tinggi serta risiko seminimal mungkin.

Pengambilan keputusan secara rasional membantu pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha dalam menangani masalah

lanjut usia dapat di selesaikan dengan cepat, selain itu


91

membantu hubungan kerja sama dalam pengambilan keputusan

antar tim/ unit multi disiplin baik perawat, pekerja sosial dan

pramu werdha berjalan menjadi lebih baik.

c. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta

Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta diambil oleh

pekerja sosial, perawat dan pramu werdha dengan berbagai

fakta pendukung pengambilan keputusan meliputi data/

informasi yang tersusun sistematis dimiliki atau di dapat

masing-masing profesi di setiap unit/tim pekerja sosial, perawat

dan pramu werdha berupa data perkembangan lanjut usia, hasil

pemeriksaan kesehatan, maupun resep penggunaan obat dan

riwayat rujukan lanjut usia. Hal ini diperlukan untuk menjadi

dasar pengambilan keputusan yang tepat.

Maka pengambilan keputusan yang diambil pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha serta pimpinan BPSTW Ciparay

mempengaruhi kesesuaian pemberian layanan baik perawatan,

perlindungan dan layanan dukungan lainnya di pengaruhi oleh

intuisi, rasional dan fakta.

2. Koordinasi

Koordinasi adalah suatu usaha yang dilakukan BPSTW Ciparay

untuk mengatur yang dilakukan secara teratur dengan menghasilkan

suatu tujuan meningkatkan hubungan antara pekerja sosial, perawat

dan pramu werdha melalui pertemuan antar unit/ unsur yang


92

dikoordinasikan, membuat tim/ koordinator, pedoman dan

pengarahan yang dilakukan pimpinan untuk mencapai tujuan

bersama serta membangun lingkungan pekerjaan yang teratur. Hal

ini dapat membuat keputusan yang tepat bagi lanjut usia dan

mengurangi kesalahpahaman antara pekerja sosial, perawat dan

pramu werdha dalam menilai intervensi yang dilakukan kepada

lanjut usia.

a. Pertemuan antar unit/ unsur yang dikoordinasikan

Koordinasi yang dilakukan tim/ unit baik pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha di BPSTW Ciparay membuat

layanan menjadi berjalan dengan baik dan dilakukan dengan

bersama-sama serta mengurangi kesalahpahaman hubungan

antar tim/ unit dalam menjalankan tugas masing-masing.

Koordinasi yang dilakukan berupa konfirmasi, laporan dan

verifikasi tentang kondisi lanjut usia atau diskusi tentang

pembuatan perencanaan yang efektif bagi lanjut usia di BPSTW

Ciparay. Pertemuan antar tim/ unsur yang dikoordinasikan

dilakukan setiap 1 bulan 2 kali untuk membahas perkembangan,

perencanaan dan intervensi yang dapat dilakukan dengan

peluang yang besar serta risiko yang kecil. Koordinasi penting

dilakukan untuk memberikan rasa saling menghargai satu sama

lain baik pekerja sosial, perawat dan pramu werdha dan

memiliki keterlibatan dalam pemberian layanan lanjut usia.


93

b. Membuat tim atau koordinator

Pembuatan tim atau koordinator di setiap unit baik pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha membantu memudahkan

pengaturan dan koordinasi pelaksanaan kegiatan di BPSTW

Ciparay. Tim/ unit ini di bentuk sebagai wadah pengambilan

keputusan dan proses pembuatan rencana serta membuat

koordinasi antar unit/ tim berjalan dengan baik. Pembuatan tim

atau koordinator di masing-masing profesi baik perawat, pekerja

sosial dan pramu werdha dapat menjaga kekompakan dalam

pemberian layanan yang di atur oleh koordinator untuk dapat

mengatur proses pemberian layanan sesuai dengan tujuan dan

capaian lembaga dalam perawatan, perlindungan dan pemberian

layanan kepada lanjut usia terlantar dengan baik.

c. Membuat pedoman tentang penjelasan setiap unit

Pembuatan pedoman tentang kewajiban dan fungsi dari

setiap tim/ unit baik perawat, pekerja sosial dan pramu werdha

dapat memberikan kejelasan pemberian layanan yang diberikan

tanpa khawatir tidak sesuai dengan tujuan lembaga. Pedoman

sendiri dibuat untuk mengatur dan menilai tugas yang

dilaksanakan masing-masing profesional dalam memberikan

layanan baik perawat, pekerja sosial dan pramu werdha.

Pembuatan pedoman membantu pelaksanaan kegiatan yang ada

di BPSTW Ciparay untuk memperjelas peran dari masing-


94

masing profesional seperti halnya tugas perawat menjalankan

peran dan fungsi untuk merawat dan menjaga kesehatan lanjut

usia serta bertanggung jawab di poliklinik, ruang bed rest dan

keliling hunian untuk mengawasi lanjut usia terhadap

pengobatan yang diberikan berbeda dengan pramu werdha yang

bertugas merawat dan membersihkan hunian/ lingkungan yang

ada di balai agar tetap nyaman dan aman bagi lanjut usia. Selain

itu pekerja sosial memiliki tugas sebagai pendamping lanjut usia

dalam setiap kegiatan yang ada di balai dan membuat pelaksaan

kegiatan dapat berjalan dengan baik melalui kolaborasi antar

tim/ unit untuk menjalankan kegiatan bersama.

d. Pemberian bimbingan, konsultasi dan pengarahan oleh

pimpinan

Pemberian bimbingan, konsultasi dan pengarahan oleh

pimpinan yang memiliki wewenang dalam pengambilan

keputusan membantu mencapai tujuan organisasi atau BPSTW

Ciparay. Hal ini dapat membantu tim/ unit dari perawat, pekerja

sosial dan pramu werdha memahami dan mengetahui serta

mengikuti arahan yang diberikan dalam memberikan perawatan,

perlindungan dan pemberian layanan yang baik. Pemberian

bimbingan, konsultasi dan pengarahan dilakukan melalui

pertemuan yang di adakan setiap satu bulan dua kali guna

mengawasi dan evaluasi pimpinan terhadap masing-masing tim/


95

unit dalam menjalankan tugas sesuai dengan tujuan lembaga.

Konsultasi dengan pimpinan dapat memberikan kekuatan dalam

pelaksanaan kegiatan yang diikuti oleh semua profesional baik

pekerja sosial, perawat dan pramu werdha. Pemimpin sendiri

mampu membawa suasana kerja yang nyaman dan bertanggung

jawab dikarenakan bertanggung jawab atas segala pengambilan

keputusan dan pemberian layanan yang ada.

3. Kerja sama

Kerja sama adalah tindakan yang dilakukan untuk membantu

pelaksanaan kegiatan di BPSTW Ciparay dapat lebih mudah

pemberi layanan meliputi pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

dengan lanjut usia, kerja sama sendiri bertujuan meningkatkan

kualitas layanan dan efisiensi serta bermanfaat membantu

kemudahan pemberian layanan yang dilakukan bersama-sama. Hal

ini dapat terlihat dari manfaat dan tujuan kerja sama yang di ingin di

capai masing-masing tim/ unit baik pekerja sosial, perawat dan

pramu werdha.

a. Manfaat Kerja sama

Kerja sama yang telah dilakukan membuat hubungan antara

pekerja sosial, perawat dan pramu werdha menjadi lebih

kompak dan merekatkan kekompakan, membakar semangat,

mempercepat dan mempermudah pekerjaan. Kerja sama yang di

munculkan dengan saling membantu satu sama lain yang dapat


96

di kerjakan bersama-sama seperti halnya pekerja sosial bersama

dengan pramu werdha membantu mendampingi lanjut usia

dalam memunculkan kemandirian dalam merawat dan

menjalankan aktivitas sehari-hari serta mampu bersosialisasi

dengan lanjut usia lainnya disisi lain bermanfaat bagi pramu

werdha dalam memenuhi kewajibannya untuk menjaga

lingkungan lanjut usia di sekitar panti. Hal ini berlaku dengan

perawat yang bekerja sama dengan pramu werdha dalam

merawat dan mengobati lanjut usia memerlukan bantuan tenaga

meliputi perawatan kebersihan diri lanjut usia, pemberian obat,

penanganan luka, membujuk lanjut usia untuk memenuhi arahan

dokter dalam menjaga kesehatan atau membatasi pola makan

serta bermanfaat bagi BPSTW Ciparay dalam meningkatkan

kualitas pemberian layanan dan membuat sistem pelayanan

yang dilakukan bersama-sama dapat meringankan beban

pekerjaan atau mengurangi beban biaya perawatan yang

dikeluarkan, sehingga berjalan efektif dan efisien.

b. Tujuan Kerja sama

Tujuan kerja sama sendiri dapat meningkatkan peluang

keberhasilan, meningkatkan kesatuan dan persatuan, membuat

pelaku kegiatan baik pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

sebagai yang memberikan pelayanan secara langsung kepada

lanjut usia untuk lebih mengenal satu sama lain melalui


97

mengemukakan pendapat atau saran kepada masing-masing

profesi baik pekerja sosial meminta saran dan masukan kepada

perawat terkait kondisi lanjut usia serta perawatan yang dapat

dilakukan selanjutnya atau melakukan rujukan ke rumah sakit.

Kerja sama yang dijalin sendiri memiliki maksud dan tujuan

dalam melakukan hubungan kerja sama antara pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha yang menjalankan peran dan

fungsinya masing-masing. Pekerja sosial dapat bekerja sama

dengan perawat dan pramu werdha dengan tujuan membantu

pelaksanaan kegiatan yang ada di BPSTW Ciparay dapat

berjalan dengan baik serta mempercepat proses penanganan

masalah dengan menjalin hubungan timbal balik dan membantu

satu sama lain untuk memudahkan dan meringankan beban

pekerjaan dapat menjadi hal positif dalam memperoleh

pertukaran informasi, memahami dan menambah pengalaman

serta keterampilan dari profesi lainnya. Sehingga pemberian

layanan dapat berjalan bersama-sama dengan tujuan yang ingin

dicapai masing-masing profesi dapat tercapai. Pekerja sosial dan

pramu werdha dapat mengambil pengetahuan dan keterampilan

tentang melakukan tahapan pertolongan sederhana yang

biasanya dilakukan perawat kepada lanjut usia, begitu pun

sebaliknya perawat dapat mengambil keahlian memberikan

empati kepada lanjut usia melalui kegiatan-kegiatan yang


98

dilakukan pekerja sosial dan pramu werdha selama

mendampingi lanjut usia untuk mendapatkan kepercayaan serta

kedekatan emosional.

Kerja sama yang dilakukan pekerja sosial, perawat dan pramu

werdha dalam memberikan layanan perawatan, perlindungan dan

pemenuhan kebutuhan lanjut usia dapat meningkatkan pemahaman,

keterampilan melalui kegiatan yang dilakukan bersama-sama untuk

mencapai tujuan dari masing-masing tim/ unit dalam memenuhi

tujuan BPSTW Ciparay.

Integrasi Profesional berperan membantu integrasi pelayanan lanjut

usia dalam pengambilan keputusan yang di dasari dengan pembentukan

tim/ unit meliputi pekerja sosial, perawat dan pramu werdha untuk

mendorong koordinasi dan kerja sama dalam pemberian layanan dan

perencanaan serta pembuatan pedoman sebagai dasar pelaksanaan

kegiatan di BPSTW Ciparay. Integrasi profesional tidak terlepas dari

integrasi klinis dalam membantu pemberian layanan yang tepat bagi

lanjut usia, membuat pemberian layanan berjalan dengan baik dan dapat

di pertanggungjawabkan serta berjalan efektif. Keduanya (integrasi

klinis dan profesional) tidak dapat dipisahkan.

4.2.3 Integrasi Pelayanan Organisasional Lanjut Usia

Integrasi Organisasional adalah hubungan antar organisasi, proses

komunikasi, budaya organisasi dan komitmen yang dimiliki untuk

membantu pelaksanaan kegiatan dengan membuat pedoman yang


99

mengatur dan menjaga koordinasi, kerja sama dan kolaborasi antara

BPSTW Ciparay dengan Puskesmas, Rumah sakit al-ihsan dan lembaga

yang sering bekerja sama. Hal ini membantu kemudahan aksesibilitas

dan fleksibilitas antar organisasi serta memperkuat komitmen di BPSTW

Ciparay. Integrasi Organisasi memiliki kepentingan dalam memberikan

pengetahuan tentang tujuan organisasi kepada semua pihak dan membuat

lingkungan kerja yang nyaman dapat dilakukan dengan memperhatikan

komunikasi, budaya organisasi dan komitmen yang diberikan.

1. Komunikasi

Komunikasi adalah bentuk interaksi dibuat oleh pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha untuk saling mempengaruhi satu sama

lain, secara sengaja maupun tidak disengaja kepada dokter di

puskesmas dan rumah sakit al-ihsan guna memahami kondisi lanjut

usia di BPSTW Ciparay untuk mendapatkan aksesibilitas

memperoleh layanan kesehatan yang tidak terbatas melalui pesan

tetapi memberikan makna atau respons untuk menunjukkan sikap

tertentu. Komunikasi sendiri dapat dilihat menjadi komunikasi

intrapersonal, interpersonal, kelompok, organisasi dan massa.

Beberapa bentuk komunikasi yang ada dapat membantu menjalin

hubungan antar organisasi/ lembaga untuk menujukan kualitas

layanan dan menampilkan tujuan organisasi yang baik demi

kepentingan bersama meliputi komunikasi intrapersonal,

interpersonal, kelompok, organisasi dan massa.


100

a. Intrapersonal

Komunikasi intrapersonal merupakan proses komunikasi

yang terjadi dalam diri seseorang. Setiap profesi baik pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha atau profesi lainnya tentunya

memiliki pemahaman sendiri dalam melakukan penalaran,

meng analisa dan merenungkan penilaian tentang kondisi dan

pemberian layanan yang tepat bagi lanjut usia. Kemampuan ini

membuat pekerja sosial, perawat dan pramu werdha untuk

berpikir kritis dan mempertimbangkan berbagai aspek

kebutuhan yang dapat diberikan untuk mencapai tujuan

lembaga. Setiap profesional seperti pekerja sosial, perawat dan

pramu werdha memiliki penilaian sendiri tentang pemberian

layanan yang tepat untuk lanjut usia. Hal ini membantu lembaga

untuk dapat memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan

meliputi pemberian layanan dan fasilitas sarana prasarana

pendukung serta memudahkan aksesibilitas lanjut usia.

Penilaian untuk meng analisa kebutuhan dilakukan pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha sangat penting untuk melihat

kekurangan yang ada di BPSTW Ciparay dalam peningkatan

kualitas pemberian layanan, seperti halnya yang di sampaikan

perawat tentang kebutuhan layanan pendukung medis untuk

merawat lanjut usia atau atribut keperawatan yang mendukung

proses kegiatan, selain itu pramu werdha yang menilai


101

kebutuhan alat kebersihan dalam membantu tugas menjaga

kebersihan dan lingkungan yang nyaman serta pekerja sosial

menilai pentingnya melakukan kegiatan rekreatif untuk lanjut

usia dalam menghilangkan stres lanjut usia selama tinggal di

BPSTW Ciparay.

b. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan menciptakan dan

mengelola hubungan, melaksanakan tanggung jawab secara

timbal balik dalam menciptakan makna antara pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha serta dokter di puskemas atau rumah

sakit dalam menganalisis kebutuhan dilakukan komunikasi,

koordinasi dan kolaborasi di BPSTW Ciparay terkait

pemenuhan kebutuhan sarana pendukung untuk menjalankan

tugas dari pekerja sosial, perawat dan pramu werdha yang

memberikan layanan secara langsung kepada lanjut usia melalui

proses diskusi dalam melihat prioritas pengadaan kebutuhan

bagi lanjut usia. Pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

memiliki kebutuhan yang berbeda untuk mendukung tugas,

namun dikarenakan keterbatasan anggara maka di perlukan

proses komunikasi antara sesama profesi baik perawat, pekerja

sosial dan pramu werdha dalam menentukan kebutuhan-

kebutuhan yang disesuaikan dengan anggaran atau prioritas dan

kebutuhan jangka panjang dari masing-masing profesi dapat


102

membuat daftar kebutuhan untuk mendukung kegiatan ke

depannya.

c. Komunikasi kelompok

Komunikasi kelompok mencakup aktivitas dinamika

kelompok, efisiensi dan efektivitas dalam memberikan pesan /

maksud di dalam kelompok, pola atau bentuk interaksi serta

pengambilan keputusan di dalam kelompok juga disebut kohesif

yaitu sebuah rasa solidaritas di dalam kelompok dari berbagai

pandangan yang dibuat untuk mengatasi berbagai masalah.

Peningkatan kualitas layanan tentunya di barengi dengan

masukan yang di per oleh dari berbagai pihak baik lanjut usia,

perawat, pekerja sosial dan pramu werdha dalam memberikan

masukan atau kritik tentang kekurangan dan kelebihan yang

perlu di pelihara atau di jaga dari pemberian layanan yang sudah

ada. Komunikasi kelompok ini terjadi di tim/ unit yang ada di

BPSTW Ciparay guna ikut terlibat dan berperan aktif dalam

pemenuhan kebutuhan yang sesuai baik saran dan prasarana

yang mendukung kegiatan. Maka dinamika kelompok terjadi

dalam memberikan berbagai pandangan demi kepentingan

bersama. Komunikasi kelompok juga terjadi berbagi data/

informasi yang di simpan oleh tim/ unit yang memiliki berkas

yang dikelompok kan dan di arsipkan sebagai data/ informasi

terkait perkembangan lanjut usia baik perawatan yang telah di


103

berikan maupun rekam medis yang di miliki lanjut usia guna

dapat di butuh dikemudian hari oleh pekerja sosial dalam

menangani permasalahan dan pemberian layanan yang tepat

serta membantu aksesibilitas lanjut usia memperoleh perawatan

dan pelayanan tambahan lainnya seperti rujukan ke rumah sakit

memerlukan data/ informasi terkait riwayat penyakit dan

perkembangan lanjut usia selama di BPSTW Ciparay. Hal ini

tidak terlepas dari komitmen bersama antar tim/ unit baik

perawat, pekerja sosial dan pramu werdha dengan dokter,

psikolog dan psikiater dalam memberikan layanan profesional

di puskesmas maupun rumah sakit, sehingga dapat

memunculkan citra lembaga yang baik dalam memerikan

perawatan, perlindungan dan pemenuhan kebutuhan lanjut usia.

d. Komunikasi organisasi

Komunikasi organisasi merupakan penyampaian dan

penerimaan pendapat dari beberapa tim/ unit meliputi pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha baik secara formal maupun

informal yang di fasilitasi BPSTW Ciparay dalam mengatur,

memelihara dan mencapai tujuan organisasi yang merujuk

kepada struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia,

komunikasi dan proses pengorganisasian serta budaya

organisasi. Komunikasi organisasi memiliki tiga fungsi di

antaranya membuat pengaturan, inovasi, sosialisasi dan


104

pemeliharaan. Komunikasi organisasi yang terjadi di BPSTW

Ciparay menitik beratkan bagaimana lembaga atau panti

membuka keterlibatan aktif berbagai pihak dalam membahas

capaian atau tujuan organisasi, melakukan monitoring dan

evaluasi terkait masing-masing tim/ unit pekerja sosial, perawat

dan pramu werdha terkait kinerja atau kualitas kerja dari

masing-masing tim/ unit, seperti halnya penilaian kinerja

sumber daya manusia baik pekerja sosial, perawat dan pramu

werdha dalam menjalankan kegiatan di lapangan. Hal ini dapat

terlihat ketika kondisi hunian dan lingkungan di sekitar lanjut

usia kurang bersih maka pramu werdha mendapatkan penilaian

yang kurang dari lembaga yang mempertanyakan kinerja yang

dilakukan oleh tim/ unit pramu werdha dalam melaksanakan

kegiatan yang ada, serupa dengan perawat yang memiliki

kewajiban untuk mengawasi setiap wisma yang memiliki lanjut

usia dengan penyakit kronis untuk selalu di awasi pemberian

obat dan pengawasannya yang terus menerus seperti terdapat

pengaturan piket perawat yang bertugas di poli klinik dan ruang

bed rest serta mengunjungi setiap wisma untuk mengetahui

perkembangan lanjut usia. Maka dapat diketahui lembaga

menjalankan fungsinya untuk mengatur dan memelihara

kualitas layanan yang berjalan, selain itu komunikasi organisasi

dapat dilakukan untuk menyampaikan tujuan organisasi itu


105

sendiri kepada pihak luar ataupun masyarakat seperti halnya

dilakukan sosialisasi terkait kebijakan pemberian layanan lanjut

usia di BPSTW Ciparay dapat menciptakan inovasi dalam tim/

unit baik pekerja sosial, perawat dan pramu werdha untuk dapat

berkoordinasi, kolaborasi dan kerja sama sehingga pemberian

layanan kepada lanjut usia berjalan efektif dan efisien dengan

pengaturan yang sudah dibuat oleh panti dapat berupa pedoman

pelaksanaan kegiatan di masing-masing tim/ unit pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha untuk dapat berjalan berdampingan

memberikan perawatan, perlindungan dan pemberian layanan

yang menguntungkan dalam mengurangi beban kerja dan

mengetahui batasan yang dimiliki.

e. Komunikasi massa

Komunikasi massa berfokus pada struktur media, hubungan

media dan masyarakat yang memunculkan pesan atau citra yang

diberikan kepada masyarakat tentang layanan di BPSTW

Ciparay. Pembuatan pesan kepada pihak luar atau organisasi

lain dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat

tentang layanan di BPSTW Ciparay. Hal ini dilakukan untuk

membangun hubungan dengan berbagai pihak yang dapat

menjadi mitra layanan untuk berperan mendukung tujuan

organisasi. Media massa digunakan dapat berupa media cetak

dan elektronik, seperti halnya dilakukan panti sendiri dengan


106

membuat buku profil panti untuk memberikan gambaran

tentang peran dan fungsi panti beserta pemberian layanan yang

sudah di berikan atau pun melalui sosialisasi kepada masyarakat

tentang pemberian layanan yang baik untuk lanjut usia.

BPSTW Ciparay sendiri rutin melakukan sosialisasi di

masyarakat setiap sebulan 1 kali di sekitar lingkungan untuk

memberikan pemahaman kepada berbagai pihak meliputi

masyarakat, pemerintahan desa dan keluarga dengan lansia

untuk dapat memperoleh perawatan dan perhatian lebih dalam

memenuhi kebutuhan lanjut usia dengan tepat. Sosialisasi ini

dilakukan dengan mengundang narasumber yang memiliki

keahlian di bidang kesehatan dalam merawat lanjut usia di

antaranya dari balai peningkatan sumber daya manusia

(BPSDM) Provinsi Jawa Barat, Universitas dan tenaga ahli

lainnya yang memperhatikan kondisi lanjut usia melalui

seminar atau pelatihan.

Komunikasi merupakan interaksi yang dilakukan lembaga atau

institusi dengan tim/ unit meliputi pekerja sosial, perawat dan pramu

werdha untuk mengatur, menjaga dan memelihara kualitas

pemberian layanan kepada lanjut usia dengan monitoring dan

evaluasi serta peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui

seminar dan pelatihan yang diberikan narasumber yang memiliki

kapabilitas untuk membuat citra BPSTW Ciparay baik di masyarakat


107

dan institusi lainnya, sehingga dapat membangun kepercayaan dan

memudahkan untuk mendapatkan aksesibilitas layanan.

2. Budaya Organisasi

Budaya organisasi dapat diartikan sebagai kebiasaan yang

dilakukan terus menerus menjadi kebiasaan bagi staf di BPSTW

Ciparay, pelanggaran yang terjadi tidak memberikan hukuman,

namun disepakati bersama menjadi kebiasaan yang harus ditaati

dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan yang

ditentukan. Hal ini dapat terlihat dari integritas dan profesionalisme,

kepemimpinan dan keteladanan, kebersamaan dan dinamika

kelompok, kecepatan dan ketepatan serta rasionalitas dan kecerdasan

emosi yang dilakukan pekerja sosial, perawat, pramu werdha dan

pimpinan BPSTW Ciparay dalam mengatur, menjaga dan merawat

kualitas layanan.

a. Integritas dan Profesionalisme : Integritas dan profesionalisme

yang di tampilkan tenaga layanan atau pegawai PNS dan

Kontrak yang di munculkan melalui tindakan sejalan dengan

perbuatan membuat kualitas sumber daya manusia dinilai baik,

seperti hal yang dicontohkan pelayanan yang diberikan oleh

BPSTW Ciparay menjunjung tinggi pemenuhan kebutuhan

lanjut usia dalam mendapatkan layanan dasar baik pakaian yang

layak, makanan dan tempat tinggal yang memadai didukung

saran dan prasarana memperhatikan aksesibilitas lanjut usia,


108

selain itu sikap profesionalisme yang ditunjukkan oleh seluruh

pihak baik satpam, perawat, pramu werdha dalam menerima

kondisi lanjut usia tidak membedakan atau diskriminasi. Sikap

yang di munculkan dan ditunjukkan oleh seluruh pegawai di

BPSTW Ciparay menunjukkan komitmen tinggi dalam

pemberian layanan lanjut usia bertujuan membuat rasa aman

dan nyaman selama tinggal di BPSTW Ciparay, selain itu

memberikan pemberian layanan sesuai dengan tujuan organisasi

dalam merawat, melindungi dan menerima segala kondisi lanjut

usia untuk memperoleh layanan yang optimal.

b. Kepemimpinan dan Keteladanan : Senada dengan hal yang

disampaikan sebelumnya terdapat pola kepemimpinan dan

keteladanan yang dilakukan oleh pimpinan BPSTW Ciparay

terhadap pemecahan masalah yang ada dilakukan dengan arif

dan bijaksana dengan melakukan penyelesaian permasalahan di

lingkungan internal terlebih dahulu tanpa memunculkan konflik

yang berkepanjangan. Pimpinan Balai sendiri di setiap kegiatan

selalu memberikan pengarahan, bimbingan dan terbuka kepada

seluruh pegawai (pekerja sosial, perawat dan pramu werdha)

dalam memberikan masukan dan saran terkait peningkatan

layanan dan menjaga kualitas layanan maupun inovasi untuk

memberikan layanan yang pro aktif kepada lanjut usia dilakukan

bersama-sama.
109

c. Kebersamaan dan dinamika kelompok : setiap kegiatan yang

dilakukan di BPSTW Ciparay membutuhkan kebersamaan

antara pemberi layanan baik perawat, pekerja sosial dan pramu

werdha serta penerima layanan itu sendiri yaitu lanjut usia.

Kebersamaan dibangun untuk membuat suasana lingkungan

yang nyaman bagi lanjut usia, pelaksanaan kegiatan yang ada di

antaranya bimbingan keterampilan, bimbingan kerohanian,

kegiatan makan bersama dan kegiatan yang rekreatif membuat

lanjut usia merasa nyaman dan dilakukan bersama-sama.

Membuat suasana kebersamaan dilakukan dengan keterlibatan

semua pihak melalui kegiatan dinamika kelompok yang

dimunculkan di setiap kegiatan untuk membuat lanjut usia ikut

berpartisipasi di setiap kegiatan, kegiatan dinamika kelompok di

setiap kegiatan di koordinasi oleh pekerja sosial dalam

memberikan pengaturan partisipasi lanjut usia selalu terlibat,

agar pemecahan masalah dapat dilakukan bersamaan dengan

kegiatan dinamika kelompok bersamaan dengan membantu

keberfungsian sosialnya.

d. Kecepatan dan ketepatan : setiap pemberian layanan baik

kesehatan dan pemberian kebutuhan dasar bagi lanjut usia serta

perawatan tentunya diperlukan pengambilan keputusan yang

cepat dari pekerja sosial, perawat dan pramu werdha guna

permasalahan lanjut usia dapat tertangani dengan baik.


110

Kecepatan dan ketepatan pemberian layanan kepada lanjut usia

dapat dilakukan bersama-sama dengan koordinasi dan

kolaborasi antar profesi, tim/ unit pekerja sosial, perawat dan

pramu werdha memunculkan peran aktif dalam membantu

mempercepat proses pemberian layanan didasari pengetahuan,

pemahaman, keterampilan dan pengalaman yang dimiliki baik

perawat, pekerja sosial dan pramu werdha dapat memberikan

layanan yang cepat dan tepat sesuai dengan kebutuhan lanjut

usia. Hal ini dapat terlihat dalam proses pemberian pertolongan

kepada lanjut usia yang kehilangan kesadaran dikarenakan

sering bekerja sama dengan perawat di setiap kegiatan pramu

werdha dan pekerja sosial dapat mengambil keterampilan

pertolongan pertama ketika lanjut usia mengalami hilang

kesadaran, tentunya membuat tindakan lebih efektif dan efisien

tentunya dibarengi dengan komunikasi yang baik melalui

konfirmasi dan koordinasi antara keduanya.

e. Rasionalitas dan kecerdasan emosi : keputusan yang dibuat

berdasarkan pertimbangan rasional akan membantu

Pengambilan keputusan yang dilakukan tenaga layanan baik

pekerja sosial, pramu werdha dan perawat atas dasar didasari

penilaian-penilaian untuk kebaikan lanjut usia di BPSTW

Ciparay. Masing-masing profesi memiliki perbedaan penilaian

dalam pengambilan keputusan di karena kan perbedaan


111

pengalaman, informasi yang di dapat, pemahaman dalam

menangkap informasi yang ada dan membuat penilaian-

penilaian yang rasional dengan tingkat keberhasilan yang tinggi

serta risiko seminimal mungkin. Pengambilan keputusan secara

rasional dan kecerdasan emosi membantu dalam penanganan

masalah lanjut usia menjadi dapat di selesaikan dengan cepat,

selain itu membantu hubungan dan pengambilan keputusan

antar tim/ unit pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

menjadi lebih bersikap bijaksana dan memahami perbedaan

penilaian serta melalui kesepakatan bersama dalam

pengambilan keputusan untuk menghindari kesalahpahaman.

Budaya organisasi yang dijaga dan dirawat dapat

mempengaruhi kualitas pemberian layanan kepada lanjut usia yang

dilakukan pekerja sosial, perawat dan pramu werdha dapat menjaga

suasana kondusif, membangun kebersamaan dan mengurangi

kesalahpahaman dalam pengambilan keputusan yang telah dibuat

untuk kepentingan lanjut usia di BPSTW Ciparay.

3. Komitmen yang diberikan

Komitmen yang diberikan dapat berupa peran aktif dan

kesetiaan di praktikan seorang pegawai baik pekerja sosial, perawat

dan pramu werdha terhadap BPSTW Ciparay. Komitmen merupakan

kondisi didasari pandangan berorientasi kepada target dan capaian

pemberian layanan. Komitmen kepada organisasi memiliki arti


112

dalam tidak sebatas menjadi bagian dari BPSTW Ciparay, namun

memiliki sikap memiliki dan mengutamakan kepentingan organisasi

untuk memenuhi tujuan organisasi dalam pemberian perawatan,

perlindungan dan pemenuhan kebutuhan lanjut usia. Komitmen

yang di miliki seseorang berbeda didasari oleh faktor persona,

Karakteristik pekerjaan, karakter struktur dan pengalaman kerja.

a. Faktor Persona meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

pengalaman kerja dan kepribadian. : berdasarkan hasil

penelitian faktor yang paling mempengaruhi komitmen dalam

menjalankan kegiatan di BPSTW Ciparay di antaranya pegawai

baik tenaga kontrak dan PNS kebanyakan merupakan wanita

dari pekerja sosial, perawat dan pramu werdha. Hal ini tentunya

mempengaruhi pemberian layanan secara langsung kepada

lanjut usia yang memerlukan tenaga dan fisik, namun membantu

pendekatan secara emosional dikarenakan wanita lebih dapat

merawat dan memahami kebutuhan lanjut usia. Pengalaman

yang di miliki rata-rata perawat, pekerja sosial dan pramu

werdha sudah bekerja di panti selama 2-4 tahun lebih hal ini

membuat pengalaman yang dimiliki dapat membantu pemberian

layanan yang cepat dan tepat. Pegawai di BPSTW Ciparay

dituntut bersikap sopan, santun dan ramah kepada lanjut usia

untuk memberikan kepribadian layanan yang pro aktif terhadap


113

dan mengurangi perbedaan persepsi serta mewujudkan

lingkungan yang ramah bagi lansia.

Berdasarkan tingkat pendidikan untuk pramu werdha

sendiri rata-rata lulusan SMA dan pekerja sosial rata-rata

lulusan D4/ S1 serta perawat Diploma 3, tingkat pendidikan ini

mempengaruhi proses pemberian layanan yang sesuai dengan

pengetahuan yang dimiliki masing-masing profesi membuat

komitmen bersama.

b. Karakteristik Pekerjaan : Karakteristik pekerjaan di BPSTW

Ciparay memiliki tingkat kesulitan yang lebih dikarenakan

membutuhkan kesabaran dalam pemenuhan kebutuhan dan

pemberian layanan serta kompleksitas perawatan lanjut usia,

selain itu menggabungkan beberapa profesi dengan latar

belakang yang berbeda tentunya menjadi tantangan dalam

memberikan layanan bagi perawat, pekerja sosial dan pramu

werdha untuk dapat bekerja sama.

c. Karakteristik organisasi : BPSTW Ciparay di bawah wewenang

Dinas Sosial Provinsi Jawa barat bertanggung jawab

memberikan perawatan, perlindungan dan pemberian layanan

untuk memenuhi kebutuhan lanjut usia dengan membawahi 4

Sub unit rumah perlindungan di bogor, garut dan karawang dan

taman makam pahlawan cikutra. BPSTW Ciparay menjadi salah

satu organisasi pemberian layanan lanjut usia yang memiliki


114

komitmen dalam melindungi, merawat dan memperhatikan

lanjut usia dilihat dari kondisi hunian, fasilitas pendukung

aksesibilitas dan lingkungan sekitarnya.

d. Pengalaman Kerja : Pengalaman kerja seseorang baik pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha sangat berpengaruh terhadap

tingkat komitmen yang diberikan kepada BPSTW Ciparay.

Pengalaman yang dimiliki rata-rata pegawai baik perawat

memiliki pengalaman bekerja di rumah sakit atau klinik

kesehatan dan pengobatan, pekerja sosial memiliki pengalaman

menghadapi berbagai permasalahan kesejahteraan sosial dan

proses pemberian layanan serta sistem sumber yang dapat di

gunakan untuk membantu lanjut usia memenuhi kebutuhan,

terakhir pramu werdha memiliki pengalaman keterampilan

dalam menjaga kebersihan lingkungan. Rata-rata pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha diharuskan memiliki sertifikat

kompetensi di bidangnya serta memiliki pengalaman bekerja 2-

4 tahun lebih. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman

menghadapi kondisi lanjut usia selama berada di panti serta

pemberian layanan jangka panjang dari segi penyembuhan dan

perawatan serta pengobatan yang di perlukan. Pengalaman kerja

sama yang baik antar pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

di BPSTW Ciparay serta mitra kerja layanan rujukan baik

puskesmas, rumah sakit al-ihsan dan lembaga rujukan lainnya


115

dapat membuat saling memahami dan menjaga hubungan kerja

sama jangka panjang dikarenakan lanjut usia hingga akhir

hayatnya memerlukan berbagai layanan dan kebutuhan yang

terus menerus.

Komitmen dari pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

membantu untuk mencapai tujuan dari BPSTW Ciparay dalam

meningkatkan kualitas dalam perawatan, perlindungan dan

pemenuhan kebutuhan lanjut usia berdasarkan karakteristik tenaga

layanan, pengalaman dan sertifikat kompetensi yang dimiliki.

Integrasi organisasional dapat membantu pemberian layanan

terintegrasi melalui hubungan antar organisasi melalui tim/ unit kerja dari

pekerja sosial, perawat dan pramu werdha untuk mengatur, merawat dan

menjaga kualitas pemberian layanan lanjut usia di BPSTW Ciparay

dengan membuat hubungan komunikasi, menjaga budaya organisasi dan

meningkatkan komitmen yang dimiliki untuk mencapai tujuan

organisasi. Organisasi membantu menjalankan kegiatan melalui

mekanisme yang dibuat untuk dijalankan oleh profesi baik pekerja sosial,

pramu werdha dan perawat di BPSTW Ciparay secara terstruktur.

Integrasi organisasi yang di tunjukkan di BPSTW Ciparay bersifat teknis/

operasional dalam pemberian layanan untuk membantu memudahkan

koordinasi dan kerja sama tim. Peran organisasi masih belum terlihat

secara luas dikarenakan keterbatasan yang dimiliki penulis dalam

melakukan penelitian, namun peneliti menilai integrasi organisasi


116

sebagai bentuk tambahan pelaksanaan pemberian layanan bagi lanjut usia

untuk membantu memenuhi integrasi klinis dan profesional.

4.2.4 Integrasi Pelayanan Fungsional Lanjut Usia

Integrasi Fungsional adalah dasar pelaksanaan kegiatan untuk

membantu pelaksanaan kegiatan perawatan, perlindungan dan pemberian

layanan yang di tuangkan dalam bentuk regulasi atau aturan dalam

pengambilan keputusan bagi pimpinan di pengaruhi perhatian publik,

perhatian kelompok, tujuan yang di capai, masalah dan tindakan.

Integrasi fungsional sendiri dapat memperkuat dasar pengambilan

keputusan, arah kebijakan, proses advokasi dan hubungan kerja sama dan

tujuan layanan di BPSTW Ciparay berbentuk regulasi.

1. Regulasi

Regulasi sendiri suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip

dalam memandu langkah dalam bertindak dibuat dengan terencana

dan konsisten untuk mencapai target masing-masing dipengaruhi

oleh perhatian publik, kelompok, tujuan, masalah dan tindakan yang

dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Namun

regulasi dalam pembentukannya dipengaruhi oleh perhatian publik,

perhatian kelompok, tujuan, masalah dan tindakan

a. Perhatian Publik (public interest) : Regulasi memiliki kekuatan

dalam kesejahteraan sosial. Peneliti melihat yang dimaksud

dengan perhatian publik adalah pandangan masyarakat tentang

pemenuhan kebutuhan, perawatan, perlindungan kepada lanjut


117

usia. Masyarakat melihat peran pemerintah memiliki kewajiban

untuk menjamin kesejahteraan warganya. Perhatian publik ini

muncul ketika permasalahan yang ada bersifat luas dan umum.

Salah satunya masyarakat melihat penyelesaian masalah lanjut

usia secara umum adalah masuk ke dalam panti atau pengadaan

fasilitas publik yang ramah untuk semua kalangan.

b. Kelompok (interest group) : Regulasi merupakan pertimbangan

berapa orang atau kelompok yang memiliki keyakinan dan

memberitahukan maksud kepada negara. Peneliti dalam hal ini

melihat yang dimaksud perhatian kelompok adalah kepentingan

yang sudah dikerucutkan untuk memperoleh tujuan

kelompoknya untuk memperoleh perlindungan dari pemerintah.

Kelompok ini dapat komunitas, lembaga swadaya masyarakat,

organisasi dan kelompok lainnya yang memperjuangkan

kepentingannya.

c. Kebijakan diarahkan kepada tujuan tertentu

Kebijakan diarahkan kepada tujuan tertentu dapat terlihat

dari program dan kebijakan yang dibuat untuk mencapai tujuan

tertentu dapat terlihat di Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 19

Tahun 2012 dalam memenuhi kebutuhan sama memperoleh

pelayanan di antaranya, pelayanan dasar, pelayanan kesehatan,

pelayanan terkait kondisi sosial, emosional, psikologis dan

finansial. Selain itu pemberian layanan Pemberian tempat


118

tinggal yang layak, Jaminan hidup berupa makan, pakaian,

pemeliharaan kesehatan dan Pengisian waktu luang termasuk

rekreasi serta Bimbingan mental, sosial, keterampilan, agama

dan Pengurusan makam. Beberapa program yang ada dalam

usaha perawatan, perlindungan dan pemberian layanan bagi

lanjut usia tentunya memiliki tujuan masing-masing seperti di

sampaikan informan terdapat beberapa program yang di

sebutkan bahwa lanjut usia mendapatkan perawatan dalam panti

dan luar panti.

Apabila melihat kebijakan tersebut pada dasarnya untuk

menjamin keberadaan lanjut usia di masyarakat, salah satu

contoh program asistensi lanjut usia merupakan program yang

memberikan bantuan tunai bagi lanjut usia berjumlah 500.000

per triwulan dengan tujuan menjamin kesejahteraan lanjut usia

dengan keterbatasan finansial yang dimiliki.

BPSTW Ciparay sendiri memiliki dua bentuk layanan

meliputi layanan dalam panti yang sudah diketahui menjadi

bagian dan tanggung jawab balai memberikan layanan dasar dan

layanan tingkat lanjut seperti layanan kesehatan dengan target

layanannya adalah lanjut usia terlantar yang tidak memiliki

keluarga sehingga menjadi tanggung jawab negara merawat dan

melindungi lanjut usia dengan menyediakan rumah

perlindungan hingga akhir hayatnya. Program disebutkan


119

memiliki tujuan masing-masing seperti halnya pengembangan

kawasan lanjut usia di mana bertujuan untuk membuat fasilitas

baik sarana prasarana yang mendukung aksesibilitas lanjut usia

terhadap fasilitas publik yang ada.

d. Kebijakan berorientasi pada masalah dan tindakan

Kebijakan yang berorientasi pada masalah dan tindakan

biasanya menjadi perhatian dikarenakan permasalahan yang

muncul di masyarakat, seperti halnya permasalahan lanjut usia

yang tidak memiliki keluarga tinggal sebatang kara dan tidak

mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sehingga diperlukan

tindakan berupa kegiatan untuk mengkritisi atau mendorong

perubahan terhadap kebijakan yang ada untuk diperbaiki, seperti

halnya di contohkan banyak lanjut usia terlantar tidak

mendapatkan perlindungan dalam panti membuat pemerintah

mengambil tindakan untuk membuat program perlindungan dan

jaminan sosial bagi lanjut usia di masyarakat.

Regulasi dibuat untuk menjadi dasar pelaksanaan kegiatan di

BPSTW Ciparay dan menjawab berbagai permasalahan lanjut usia

dalam memberikan perawatan, perlindungan dan pemenuhan

kebutuhan melalui program perlindungan yang dibuat pemerintah.

Integrasi Fungsional dari berbagai penjelasan dapat memberikan

dukungan dalam pembuatan suatu program atau kegiatan didasari oleh

regulasi yang melihat perhatian publik, perhatian kelompok, berorientasi


120

dari tujuan, masalah dan tindakan untuk mengatasi permasalahan lanjut

usia. Namun peneliti belum mendapatkan gambaran jelas atau informasi

yang jelas tentang integrasi fungsional dikarenakan terdapat peralihan

fungsi dari BPSTW Ciparay meliputi kebijakan dan struktural yang

terjadi perubahan atau pergantian kepala dan struktur organisasi yang

membuat kurang memperoleh informasi yang jelas mengenai integrasi

fungsional, maka peneliti menilai perlu dilakukan penelitian lanjutan

mengenai integrasi fungsional.

4.3 Pembahasan

Pembahasan mengenai integrasi pelayanan lanjut. usia di BPSTW Ciparay

diuraikan ke dalam empat klasifikasi integrasi klinis, profesional,

organisasional dan fungsional. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

gambaran tentang integrasi pelayanan lanjut usia di BPSTW Ciparay.

Tabel 4.3 Integrasi Pelayanan Lanjut Usia di BPSTW Ciparay


Aspek Sub Aspek Hasil Penelitian
Integrasi Keberlanjutan ▪ Membangun kedekatan emosional dengan lanjut usia
Klinis (berada membantu meningkatkan kepercayaan antar personal
pada level ▪ Membagikan pengetahuan, keterampilan serta
mikro) pengalaman melalui berbagi informasi antar
profesional
▪ Melakukan penilaian, perencanaan dan pengelolaan
layanan yang diperlukan lanjut usia
▪ Kebutuhan sesuai kondisi lanjut usia
Kerja sama ▪ Tidak dapat melibatkan keterlibatan aktif keluarga
▪ Pendekatan layanan kepada keluarga tidak dapat
berjalan untuk membantu lanjut usia dikarenakan
lanjut usia terlantar dan tidak memiliki keluarga
Kesesuaian ▪ Melaksanakan keberlanjutan dengan layanan
Pemberian profesional dengan berbagai pertimbangan dan
Layanan berbagi pemecahan masalah melalui manajemen
kasus dalam memberikan layanan pro aktif kepada
lanjut usia
▪ Kurang berjalannya pelayanan akses satu pintu
dikarenakan perbedaan kepentingan yang dimiliki
▪ Perpindahan/ layanan sementara dalam memberikan
layanan komprehensif tidak dapat dilakukan
dikarenakan keterbatasan kemampuan lembaga
121

▪ Teknologi mendukung keberlanjutan dan koordinasi


layanan melalui alat komunikasi
▪ Menjalankan Kapabilitas kerja dengan kompetensi
yang dimiliki masing-masing profesi
Integrasi Pengambilan ▪ Pengambilan keputusan dilakukan didasari intuisi,
Profesional keputusan penilaian rasional dan fakta yang ada
(berada pada Koordinasi ▪ Membuat pertemuan yang dilakukan membangun
level meso) koordinasi
▪ Pembentukan tim/ koordinator untuk memudahkan
koordinasi dalam mencapai tujuan organisasi
Kerja sama ▪ Tujuan dan manfaat kerja sama meningkatkan
efisiensi dan kualitas pelayanan serta memahami
keterampilan yang dimiliki masing-masing profesi
Integrasi Komunikasi ▪ Komunikasi intrapersonal, interpersonal dan
Organisasional kelompok dalam menganalisis kebutuhan dalam
(berada pada membantu tujuan organisasi dari masing-masing tim/
level meso) unit
▪ Komunikasi organisasi membantu mengatur, menjaga
dan inovasi pelayanan
▪ Komunikasi massa dilakukan melalui kegiatan
sosialisasi, pembuatan buku profil
Budaya ▪ Integritas dan Profesionalisme dalam menjalankan
Organisasi mengedepankan sikap terbuka kepada lanjut usia
▪ Kebersamaan dan Dinamika Kelompok dimunculkan
untuk membuat lingkungan yang ramah dan nyaman
bagi lanjut usia
Komitmen ▪ karakteristik tenaga layanan dan pengalaman dan
yang diberikan sertifikat kompetensi yang dimiliki.
Integrasi Regulasi ▪ Interest group (perhatian kelompok)
Fungsional
(berada pada
level makro)
Sumber : Hasil Penelitian 2020

4.3.1 Integrasi Pelayanan Klinis Lanjut Usia

Berdasarkan hasil penelitian sendiri integrasi klinis terlihat dominan

dalam integrasi pelayanan lanjut usia di BPSTW Ciparay yang terdiri dari

kegiatan yang memperhatikan proses penilaian dan perencanaan

intervensi dalam melakukan rujukan serta memperhitungkan perawat

yang akan diberikan selanjutnya akan membantu keberhasilan lanjut usia

menangani permasalahannya dibantu pekerja sosial, perawat dan pramu

werdha secara bersama-sama sejalan dengan pendapat (Delnoij et al,

2002). Integrasi klinis sendiri memiliki mekanisme yang dijalankan


122

meliputi keberlanjutan, kerja sama dan kesesuaian pemberian layanan

individu .

1. Keberlanjutan

Peneliti dalam hal ini memperoleh gambaran tentang integrasi

pelayanan lanjut usia di BPSTW Ciparay berperan membantu

pemenuhan kebutuhan lansia yang tepat melalui kesepahaman dan

kesepakatan bersama dengan perencanaan yang dibuat untuk

memecahkan permasalahan lanjut usia memperhatikan

keberlanjutan layanan agar sesuai dengan kebutuhannya dapat

dilakukan secara bersama-sama serta memperhatikan hubungan

keberlanjutan antar personal, hubungan jangka panjang, manajemen

keberlanjutan, keberlanjutan informasi.

Berdasarkan hasil penelitian baik pekerja sosial, perawat dan

pramu werdha memiliki hubungan kedekatan yang dibangun secara

emosional melalui kegiatan bercerita, menemani dan mendampingi

keseharian lanjut usia di BPSTW Ciparay sehingga dapat membantu

perubahan kondisi baik fisik, psikologis, emosional dan sosial.

sejalan dengan (Hurlock, 1980:387) terdapat perubahan penampilan,

kondisi tubuh dan fungsi fisiologis serta panca indra serta perubahan

persepsi dari (Siyelman & Rider, 2003). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan pekerja sosial,

pramu werdha dan perawat membantu mengurangi rasa

diterlantarkan oleh lingkungan sosialnya. Seperti yang disampaikan


123

(Hurlock, 1980) bahwa sikap sosial tidak mengusik kepada lansia

dapat membuat menjauh dengan kegiatan sosialnya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti

memperlihatkan hubungan yang terjadi antar sesama profesi baik

pekerja sosial, perawat dan pramu werdha membagikan

pengetahuan, keterampilan serta pengalaman yang di miliki selama

bekerja 2-4 tahun di BPSTW Ciparay melalui pertukaran informasi

dan pemberian contoh secara langsung kepada juniornya di masing-

masing profesi. Sejalan dengan pendapat (Loader et al, 2009)

menyampaikan mekanisme integrasi atau proses operasional untuk

memungkinkan jenis integrasi ini termasuk jalur klinis, teknologi

informasi bersama dengan proses dan berbagi informasi. Selain itu

kondisi di lapangan sendiri terlihat membantu kemampuan yang

dilakukan antara sesama profesi baik pekerja sosial, perawat dan

pramu werdha dalam mengembangkan keterampilan dan

pengetahuan yang dimiliki. Sejalan dengan pendapat Deeny, et.all

(2017) menggambarkan keberlanjutan sebagai konsep yang

kompleks dengan multidimensi dan pembaharuan/ memahami

dengan cepat.

Pada pelaksanaan peneliti melihat terdapat yang dilakukan yaitu

pembagian peran dan tugas yang dilakukan pekerja sosial, perawat

dan pramu werdha membuat kejelasan antara tugas yang

dilaksanakan masing-masing dapat membuat kemudahan pemberian


124

layanan dan menilai kebutuhan di BPSTW Ciparay setiap tahunnya

meliputi makanan, pakaian dan pengobatan serta pemberian

pelayanan yang tepat, didukung oleh (Wallace & Davies, 2009;

Wilson & Baines, 2009) aspek yang paling penting adalah

mendahului identifikasi kebutuhan dan perencanaan layanan yang

diperlukan, selain itu (Moenir, 2006) menjelaskan kegiatan yang

dilakukan oleh pihak yang ditunjuk guna memenuhi kepentingan

orang banyak namun tidak berarti pelayanan itu sifatnya harus selalu

kolektif sebab melayani perorangan pun asal kepentingan itu masih

termasuk dalam rangka pemenuhan dan kebutuhan bersama yang

telah diatur.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat koordinasi pemberian

layanan yang telah diterima lanjut usia dapat dilanjutkan sesuai

dengan kebutuhannya dengan membuat interaksi antara pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha melalui pertemuan ataupun proses

rujukan di antara tim/unit perawat atau poli klinik kepada tim/ unit

pramu werdha atau hunian dalam mengawasi perkembangan lanjut

usia maupun kepada pekerja sosial dalam memuat laporan

perkembangan serta memberikan rencana intervensi lanjutan,

sejalan dengan (Wallace & Davies, 2009; Wilson & Baines, 2009)

dalam integrasi klinis melibatkan koordinasi tentang penilaian dan

layanan meskipun tindakan dan proses penilaian tidak disebutkan

tetapi harus mendahului identifikasi kebutuhan dan perencanaan


125

layanan yang diperlukan. Selain itu di dukung pendapat (Tout, 1993;

Bigby, 2004 ; Loader et.al, 2009) Ketika semakin banyak individu

memiliki kebutuhan yang kompleks/ berbeda-beda dan

membutuhkan banyak penyediaan dari sektor pelayanan kesehatan

dan sosial yang lebih luas, maka berbagai pihak untuk menilai,

merencanakan dan mengelola pelayanan yang diperlukan. Hal ini

dilakukan melibatkan pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

dalam membuat penilaian, perencanaan dan pengambilan keputusan.

2. Kerja sama

Kerja sama yang dimaksud dalam integrasi klinis meliputi kerja

sama dan pendekatan layanan kepada pelayanan informal atau

keluarga Kondisi lanjut usia di BPSTW Ciparay sangat kurang

melibatkan keluarga sebagai mitra layanan dikarenakan lanjut usia

terlantar di BPSTW Ciparay tidak memiliki keluarga atau hidup

sebatang kara maupun mengabaikan keberadaan lanjut usia sebagai

keluarga atau di terlantarkan keluarga. Hal ini bertentangan

disampaikan (Grieco, Glassman, Phelan & Garneet, 1994)

keterlibatan aktif anggota keluarga sebagai mitra layanan selama

perawatan dapat menghasilkan banyak keuntungan, pendekatan

layanan kerja sama membuat penerima layanan lebih nyaman ketika

bekerja sama memberikan layanan harian.

Keterlibatan aktif keluarga di panti berdampak sangat besar

terhadap kemajuan perkembangan kondisi kesehatan lanjut usia


126

dikarenakan kehadiran dan peran keluarga membantu mempercepat

proses pemulihan dan meningkatkan keberfungsian sosialnya di

lingkungan panti maupun antar sesama lanjut usia, sejalan dengan

pandangan (naoko muramatsu, 2010) mengkaji bagaimana stres akut

dan kronis yang terkait dengan penurunan fungsional pada lanjut

usia dan pasangan menjadi membaik oleh dukungan informal dan

formal. Maka aspek kerja sama dalam integrasi klinis tidak dapat

dilakukan dikarenakan keterlibatan anggota keluarga tidak ada

dalam membantu proses pemulihan dan keberfungsian sosial lanjut

usia di BPSTW Ciparay.

3. Kesesuaian Pemberian Layanan

Kesesuaian pemberian layanan yang terjadi di BPSTW Ciparay

sendiri tidak dapat menjalankan seluruh indikator dalam

memberikan kesesuaian pemberian layanan. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan keberlanjutan layanan profesional baik

melakukan rujukan ke puskesmas dan rumah sakit al-ihsan menjadi

hal yang paling sering dilakukan dalam menjaga kondisi kesehatan

dalam pemberian pelayanan yang dibutuhkan, sejalan pendapat

(Siporin, 1975) menyampaikan pelayanan sosial merupakan

implementasi dari penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang

bertujuan meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan

kelangsungan hidup melalui rehabilitasi sosial, jaminan sosial,

pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial. Pekerja sosial,


127

perawat dan pramu werdha memiliki peran dalam melakukan

penilaian yang baik untuk kebutuhan lanjut usia. Berdasarkan hasil

penelitian sendiri terdapat proses penilaian, perencanaan dan berbagi

pemecahan masalah yang dilakukan di BPSTW Ciparay dengan

manajemen kasus sesuai tahapan intake, proses hingga monitoring

dan evaluasi atau terminasi dengan berbagai pembuatan alternatif

kegiatan untuk lanjut usia terlantar demi kesejahteraannya. Selaras

dengan pendapat Suharto (2009) kesejahteraan termasuk seluruh

segenap proses. dan .kegiatan .menyejahterakan. masyarakat. dan

menerangkan .sistem pelayanan sosial dan mekanisme perlindungan

sosial bagi kelompok rentan. Peneliti menilai di BPSTW Ciparay

bertujuan meningkatkan kualitas hidup lanjut usia dengan

pemenuhan perawatan, perlindungan dan pemberian layanan

tambahan lainnya.

Peneliti melihat terdapat kolaborasi dalam pembuatan rencana

intervensi dengan berbagai solusi alternatif antara pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha namun tidak melibatkan peran keluarga

atau keluarga terdekat dalam pembuatan rencana intervensi dan

pengambilan keputusan yang di buat untuk lanjut usia dikarenakan

lanjut usia rata-rata diterlantarkan oleh keluarganya, hal ini

bertentangan dengan pandangan (Ganz, Fung, Sinsky, Wu &

Reuben, 2008) pemberi perawatan tunggal tidak dapat memenuhi

semua tuntutan perawatan lanjut usia yang rentan dan semua


128

pemberi layanan, baik formal maupun informal harus

menggabungkan upaya mereka dengan cara yang terkoordinasi.

Maka pemberian layanan tidak selalu di berikan pihak BPSTW

Ciparay melalui pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

melainkan keluarga dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan yang ada

di BPSTW Ciparay seperti yang dijelaskan (Lopez-Hartman, Wens,

Verhoeven & Remmen, 2012) Integrasi layanan untuk lansia yang

rentan biasanya melibatkan peran yang lebih aktif dari pengasuh

informal dalam perencanaan dan pemberian layanan.

Peneliti melihat BPSTW Ciparay berdasarkan hasil wawancara

dan observasi dalam melihat pelayanan akses satu pintu, pemberian

layanan sementara dan layanan komprehensif tidak berjalan dengan

baik dikarenakan perbedaan kepentingan dalam pemberian layanan

kepada lanjut usia baik yang dilakukan pihak rumah sakit dan

puskesmas terdapat perbedaan prioritas penanganan masalah yang

terjadi ketika lanjut usia di BPSTW Ciparay kurang mendapatkan

layanan yang maksimal dan diberikan tindakan yang sederhana.

individu dapat kembali normal, didukung pendapat (Garmezy, 1991;

Masten & Coatsworth, 1998; Rutter, 1987) tingkat keberfungsian

mereka mengikuti perkembangan kemunduran atau krisis, baik

dengan atau tanpa dukungan eksternal.

Peneliti melihat dalam pemberian layanan lanjut usia di BPSTW

Ciparay menggunakan teknologi untuk mendukung keberlanjutan


129

dan koordinasi antara pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

dalam melakukan pemberian layanan dibarengi koordinasi yang

dilakukan sesuai dengan penilaian yang di miliki masing-masing

kompetensi yang dimiliki sejalan dengan (Loader et al, 2009)

mekanisme integrasi atau proses operasional untuk memungkinkan

jenis integrasi ini termasuk jalur klinis, teknologi informasi bersama

dengan proses dan berbagi informasi. Pemanfaatan teknologi dalam

mendukung keberlanjutan dan koordinasi layanan melalui

komunikasi secara lisan maupun tulisan menggunakan teknologi

informasi yang digunakan seperti hand phone dan fax.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa integrasi

klinis dalam integrasi pelayanan lanjut usia di BPSTW Ciparay tidak

menjalankan semua aspek untuk menjalankan pelayanan terintegrasi,

melainkan melakukan keberlanjutan dilakukan untuk membangun

kedekatan emosional dengan lanjut usia membantu meningkatkan

kepercayaan antar personal, serta membagikan pengetahuan,

keterampilan serta pengalaman melalui berbagi informasi antar

profesional, melakukan penilaian, perencanaan dan pengelolaan layanan

yang diperlukan sesuai kondisi lanjut usia. Aspek kerja sama melibatkan

keterlibatan aktif anggota keluarga dan pendekatan layanan kepada

keluarga tidak dapat dilakukan dikarenakan tidak memiliki keluarga yang

dapat berperan aktif dalam kegiatan membantu keberfungsian sosial di

BPSTW Ciparay, selain itu menjalankan aspek kesesuaian layanan dalam


130

melakukan penilaian dan perencanaan melaksanakan keberlanjutan

dengan layanan profesional dengan berbagai pertimbangan dan berbagi

pemecahan masalah melalui manajemen kasus dalam memberikan

layanan pro aktif kepada lanjut usia serta memanfaatkan teknologi

informasi dalam memudahkan koordinasi dan keberlanjutan layanan.

integrasi klinis dalam memenuhi kebutuhan lanjut usia di BPSTW

Ciparay terlihat berperan dan mempengaruhi kualitas pemberian layanan

dan komitmen dalam menagani lanjut usia, guna mendapatkan layanan

yang tepat.

4.3.2 Integrasi pelayanan profesional lanjut usia

Peneliti menggambarkan Integrasi Profesional berperan membantu

integrasi pelayanan lanjut usia di BPSTW Ciparay dalam pengambilan

keputusan yang di dasari dengan pembentukan tim/ unit meliputi pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha untuk mendorong koordinasi dan kerja

sama dalam pemberian layanan dan perencanaan serta pembuatan

pedoman sebagai dasar pelaksanaan kegiatan di BPSTW Ciparay.

1. Pengambilan Keputusan

Berdasarkan hasil penelitian pengambilan keputusan yang

sering terjadi dilakukan oleh pekerja sosial, perawat dan pekerja

sosial serta pimpinan BPSTW Ciparay berdasarkan pengaruh dari

penilaian yang disampaikan oleh individu yang di percaya dengan

kompetensi dan pengalaman yang dimilikinya. Hal ini terjadi ketika

pekerja sosial dalam pengambilan keputusan di dasari saran yang


131

diberikan perawat dalam menjaga kondisi lanjut usia sejalan dengan

pendapat American Academy of Family Physicians (1983)

pengalaman dan mengintegrasikan informasi dan keputusan baru

dari sudut pandang lain secara efisien tanpa investigasi yang

panjang. Peneliti melihat bahwa pengambilan keputusan

berdasarkan intuisi, rasional dan fakta/data informasi membantu

menjadi dasar melakukan penilaian, meng analisa data/ informasi

yang di miliki untuk menjadi dasar pengambilan keputusan.

Berdasarkan hasil penelitian pekerja sosial, perawat dan pramu

werdha serta pimpinan BPSTW Ciparay saling mempercayai dengan

keputusan yang di ambil oleh masing-masing profesi baik pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha yang diketahui oleh pimpinan.

Hal ini terjadi dikarenakan hubungan kedekatan dan pengalaman

yang dimiliki pekerja sosial, perawat dan pramu werdha dengan

mempertimbangkan berbagai hal tentunya. Hal ini terjadi

dikarenakan pengalaman yang telah dialami bersama-sama antara

pekerja sosial, perawat, pramu werdha dan pimpinan panti dalam

pengambilan keputusan yang sebelum-sebelumnya dilakukan di

BPSTW Ciparay baik berdasarkan intuisi, rasional dan fakta. Sejalan

dengan George R. Terry dalam (Syamsi, ibnu, 2000). Pengambilan

keputusan merupakan beberapa rencana tertentu baik dua atau lebih

rencana yang ada.


132

2. Koordinasi

Berdasarkan hasil penelitian koordinasi yang dilakukan berupa

konfirmasi, laporan dan verifikasi tentang kondisi lanjut usia atau

diskusi tentang pembuatan perencanaan yang efektif bagi lanjut usia

di BPSTW Ciparay melalui pertemuan antar tim/ unsur yang

dikoordinasikan dilakukan setiap 1 bulan 2 kali untuk membahas

perkembangan, perencanaan dan intervensi yang dapat dilakukan

dengan peluang yang besar serta risiko yang kecil. Sejalan dengan

pendapat G.R.Terry dalam Hasibuan (2009:85) koordinasi adalah

usaha sistematis dan tertata dalam menciptakan ruang dan waktu

yang tepat dan mengarahkan kepada menghasilkan suatu tindakan

seragam dan harmonis dengan target yang ditentukan. Peneliti

sendiri melihat terdapat keuntungan yang didapat melalui pertemuan

yang dibuat untuk membangun koordinasi antara pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha.

Peneliti melihat pembentukan tim/ koordinator di masing-

masing tim/unit memiliki peran dalam memudahkan koordinasi dari

BPSTW Ciparay menyampaikan tujuan yang dimiliki kepada tim/

unit yang ada dalam memberikan layanan lanjut usia yang efektif

dan koordinator dipercaya oleh semua pihak dalam menghadapi

permasalahan serta memiliki pengalaman dan keterampilan sejalan

dengan American Academy of Family Physicians (1983) peran

sebagai koordinator layanan yang efektif dan mendapatkan


133

kepercayaan terhadap permasalahan yang terjadi. Layanan yang

berkelanjutan berawal pada kemitraan antara penerima layanan dan

pemberi layanan jangka panjang di mana mengetahui riwayat

penerima layanan dari pengalaman dan mengintegrasikan informasi

dan keputusan baru dari sudut pandang lain secara efisien tanpa

investigasi yang panjang

3. Kerja sama

Berdasarkan hasil penelitian kerja sama yang dilakukan pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha dalam memberikan layanan

perawatan, perlindungan dan pemenuhan kebutuhan lanjut usia

dapat meningkatkan pemahaman, keterampilan melalui kegiatan

dilakukan seragam untuk menuju target masing-masing tim/ unit

dalam memenuhi tujuan BPSTW Ciparay untuk meningkatkan

pelayanan efisiensi dan berkualitas sejalan dengan pendapat Rosen

dalam keban (2007:32) kerja sama dikenal dapat mengambil

manfaat, efisiensi dan kualitas layanan.

Berdasarkan hasil penelitian tim/ unit baik pekerja sosial,

perawat dan pramu werdha memiliki kepentingan dalam memenuhi

kebutuhannya masing-masing meliputi perlengkapan, peralatan atau

sarana prasarana yang mendukung pelaksanaan kegiatan dalam

memberikan layanan, hal ini didukung dengan pernyataan Rosen

dalam keban (2007:32) peningkatan kualitas layanan dilakukan

dengan memberikan dan mengusulkan fasilitas sarana dan prasarana


134

dapat dirasakan bersama-sama. Maka kerja sama dalam integrasi

profesional memiliki manfaat meningkatkan pemahaman,

keterampilan melalui kegiatan yang dilakukan bersama-sama tim/

unit antar profesional meliputi pekerja sosial memahami dan

meningkatkan keterampilan seputar penanganan perawatan

kesehatan dari perawat serta perawat mampu memahami dan

meningkatkan keterampilan dalam membangun hubungan

kedekatan dan memberikan rasa empati dalam mendampingi lanjut

usia dari pekerja sosial dan pramu werdha.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat permasalahan yang terjadi

dalam memahami hubungan antar tim/ unit pekerja sosial, perawat

dan pramu werdha memiliki perbedaan pandangan atau penilaian

tentang kepentingan yang dimiliki masin-masing tim/ unit sejalan

dengan pendapat (delnoij. et.al, 2002) perbedaan dan kurangnya

koherensi dan ketidakmampuan untuk bekerja sama merupakan

permasalahan utama, bersamaan dengan inefisiensi dan pendeknya

usia perawatan (delnoij. et.al, 2002).

Integrasi Profesional dalam integrasi pelayanan lansia di BPSTW.

Ciparay dapat disimpulkan membantu integrasi pelayanan lanjut usia

dalam pengambilan keputusan berdasarkan intuisi, rasional dan fakta/

data informasi dalam memahami penilaian dari antar profesi baik pekerja

sosial, perawat dan pramu werdha dalam membuat perencanaan

pemberian layanan yang di koordinasi melalui tim/ koordinator yang


135

dibuat untuk memudahkan koordinasi dalam mencapai tujuan organisasi

melibatkan kerja sama pekerja sosial, perawat dan pramu werdha dalam

mencapai tujuan dan manfaat dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas

layanan. Integrasi profesional tidak dapat dipisahkan dengan integrasi

klinis dikarenakan berjalan bersama-sama untuk menjaga kualitas

pemberian layanan dalam pemenuhan kebutuhan lanjut usia serta

menjalankan kegiatan yang dapat di pertanggung jawabkan dan sesuai

dengan tujuan BPSTW Ciparay dalam melakukan rehabilitasi lanjut usia.

4.3.3 Integrasi Pelayanan organisasional Lanjut Usia

Peneliti menggambarkan Integrasi Organisasi memiliki kepentingan

dalam memberikan pengetahuan tentang tujuan organisasi kepada semua

pihak dan membuat lingkungan kerja yang nyaman dapat dilakukan

dengan memperhatikan komunikasi, budaya organisasi dan komitmen

yang diberikan.

1. Komunikasi

Berdasarkan hasil penelitian komunikasi merupakan interaksi

yang dilakukan lembaga atau institusi dengan tim/ unit meliputi

pekerja sosial, perawat dan pramu werdha untuk mengatur, menjaga

dan memelihara kualitas pemberian layanan kepada lanjut usia

dengan monitoring dan evaluasi serta mendorong SDM melalui

seminar dan kegiatan yang diberikan narasumber yang memiliki

kapabilitas untuk membuat citra BPSTW Ciparay baik di masyarakat

dan institusi lainnya, sehingga dapat membangun kepercayaan dan


136

memudahkan untuk mendapatkan aksesibilitas layanan. Sejalan

dengan pendapat (Ling, 2002) inovasi bergantung pada adhokrasi,

kemampuan anggotanya untuk memecahkan masalah,

mengoordinasikan, memiliki kemampuan untuk menyatukan para

pakar yang berbeda, tetap fleksibel dalam pendekatan mereka

terhadap informasi dan aliran proses, menghindari standarisasi

sedapat mungkin. Sementara terdapat pendapat (Tout, 1993; Bigby,

2004; Loader et.al, 2009) ketika banyak individu memiliki

kebutuhan yang kompleks dan / atau banyak kebutuhan dengan asal

yang berbeda dan membutuhkan banyak penyediaan dari sektor

pelayanan kesehatan dan sosial yang lebih luas, maka berbagai pihak

untuk menilai, merencanakan dan mengelola pelayanan yang

diperlukan. Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi

intrepersonal, intrapersonal dan kelompok.

Berdasarkan hasil penelitian berjalannya komunikasi di

BPSTW Ciparay masih bersifat formal dengan melakukan kegiatan

evaluasi yang dilakukan oleh lembaga dalam menilai ketercapaian

kinerja organisasi atau lembaga bertentangan dengan pendapat

(Wiryanto, 2005) Komunikasi organisasi merupakan menyampaikan

dan mengartikan tujuan organisasi dalam suatu kelompok secara

formal ataupun informal di suatu organisasi. Penyebabnya

dikarenakan kelompok informal atau keluarga lanjut usia tidak dapat


137

ikut terlibat dalam kegiatan dikarenakan lanjut usia di BPSTW

Ciparay tidak memiliki keluarga atau diterlantarkan keluarga.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti komunikasi

yang dilakukan BPSTW Ciparay untuk melakukan kegiatan

monitoring, evaluasi serta pertemuan rutin membahas tujuan yang

akan dan belum tercapai mampu meningkatkan kualitas layanan. hal

ini sejalan dengan pendapat (M.T Myers, 1987 terdapat 3 fungsi

utama komunikasi meliputi regulation, innovation dan. socialization

and maintenance.

Komunikasi dalam membantu integrasi organisasional baik

komunikasi intrapersonal, interpersonal, kelompok, organisasional

dan massa dilakukan untuk mendorong pemberian layanan yang

efektif dan efisien dengan kemampuan menganalisis kebutuhan dan

perencanaan kebutuhan bagi BPSTW Ciparay melalui pengaturan,

menjaga dan membuat inovasi serta membangun kepercayaan di

masyarakat tentang citra lembaga yang memiliki kualitas dalam

merawat, melindungi dan pemberian layanan lanjut usia.

2. Budaya Organisasi

Berdasarkan hasil penelitian budaya organisasi yang dijaga dan

dirawat dapat mempengaruhi kualitas pemberian layanan kepada

lanjut usia yang dilakukan pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

dapat menjaga suasana kondusif, membangun kebersamaan dan

mengurangi kesalahpahaman dalam pengambilan keputusan yang


138

telah dibuat untuk kepentingan lanjut usia di BPSTW Ciparay.

Sejalan dengan pendapat (Henrard et al, 2006) integrasi

organisasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas, nilai jual dan

efisiensi. Lanjut usia sendiri tentunya memiliki perubahan-

perubahan kondisi fisik, psikologis, mental dan sosialnya, apabila

BPSTW memperlakukan lanjut usia dengan sikap ramah, penuh

kehangatan dan diperlakukan dengan baik tentunya akan membantu

lanjut usia dapat melakukan kegiatan di BPSTW Ciparay, sejalan

dengan (Hurlock, 1980) sikap lingkungan memberikan perilaku

tidak menyenangkan membuat menjauh dari kegiatan sosial.

Kegiatan yang dilakukan di BPSTW Ciparay meliputi kegiatan

keterampilan, kegiatan kerohanian, senam stimulasi otak dan

kegiatan harian yang mendukung aktivitas lanjut usia untuk menjaga

kondisi fisik, psikologis, mental, spiritual dan sosial mampu

berinteraksi dengan rekan-rekan lanjut usia, sejalan dengan pendapat

(Santrock, 2002) Lansia mengalami sedikit kemunduran intelektual,

apabila lanjut jarang melatih otak dan pendapat (Papalia, 2003)

Lansia. Cenderung menjadi melakukan penolakan, tertutup dengan

lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan hasil penelitian budaya organisasi yang ada di

BPSTW Ciparay paling dirasakan di antaranya sikap integratif dan

profesionalisme yang ditunjukkan oleh pekerja sosial, perawat dan

pramu werdah menerima kondisi lanjut usia tanpa membeda-


139

bedakan, menerima dengan senyuman dan terbuka membantu

penerimaan kondisi lanjut usia di BPSTW Ciparay, sesuai dengan

pernyataan (Hurlock, 1980) lanjut usia akan mengalami penyesuaian

diri terhadap perubahan fisik bagi lanjut usia (penampilan, panca

indera dan seksual), Kemampuan motorik yang menurun,

menurunnya kemampuan mental, perubahan minat (minat pribadi,

minat untuk rekreasi, minat sosial. selain itu peneliti melihat kondisi

lanjut usia di BPSTW Ciparay mempersiapkan segala kemungkinan

yang terjadi dalam menjalani masa-masa tuanya seperti disampaikan

(Hurlock, 1980) beradaptasi dengan kekuatan fisik dan kesehatan

turun, menjalani masa pensiun dan tidak memiliki penghasilan

keluarga, menerima kehilangan pasangan, menjalani hubungan

dengan rekan sebaya, membuat planning, menjalankan peran dengan

luwes.

Peneliti juga melihat hal yang paling dominan terjadi di BPSTW

Ciparay dengan membuat rasa kebersamaan antara pemberi layanan

baik perawat, pekerja sosial dan pramu werdha serta penerima

layanan itu sendiri yaitu lanjut usia. Kebersamaan dibangun untuk

membuat suasana lingkungan yang nyaman bagi lanjut usia,

pelaksanaan kegiatan yang ada di antaranya bimbingan

keterampilan, bimbingan kerohanian, kegiatan makan bersama dan

kegiatan yang rekreatif membuat lanjut usia merasa nyaman dan

dilakukan bersama-sama. Membuat suasana kebersamaan dilakukan


140

dengan keterlibatan semua pihak melalui kegiatan dinamika

kelompok yang dimunculkan di setiap kegiatan untuk membuat

lanjut usia ikut berpartisipasi di setiap kegiatan, kegiatan dinamika

kelompok di setiap kegiatan di koordinasi oleh pekerja sosial dalam

memberikan pengaturan partisipasi lanjut usia selalu terlibat, agar

pemecahan masalah dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan

dinamika kelompok bersamaan dengan membantu keberfungsian

sosialnya.

3. Komitmen yang diberikan

Berdasarkan hasil penelitian di BPSTW Ciparay Komitmen

yang diberikan pekerja sosial, perawat dan pramu werdha membantu

untuk mencapai tujuan dari BPSTW Ciparay dalam meningkatkan

kualitas dalam perawatan, perlindungan dan pemenuhan kebutuhan

lanjut usia dipengaruhi oleh karakteristik tenaga layanan,

pengalaman dan sertifikat kompetensi yang dimiliki. Karakteristik

tenaga layanan di BPSTW Ciparay merupakan rata-rata wanita baik

di tenaga pekerja sosial, perawat dan pramu werdha, hal ini membuat

pemberian layanan kepada lanjut usia dapat menjadi sesuai dengan

kebutuhan lanjut usia dikarenakan wanita memiliki kepekaan

emosional dalam merawat, menjaga dan melindungi lanjut usia.

Lanjut usia tentunya memerlukan hal ini ditunjukkan oleh pendapat

Siyelman & Rider, 2003) menyebutkan lanjut usia mengalami

kendala untuk memahami persepsi lanjut usia disebabkan penurunan


141

fungsi pendengaran dibandung penurunan kognitif. Lansia

mengalami kesulitan memahami di keramaian (Siyelman & Rider,

2003). Serta pendapat (Hurlock, 1980:390) Lanjut usia mengalami

penurunan kekuatan, kecepatan dalam bergerak, lebih lambat dalam

belajar, cenderung menjadi canggung, yang menyebabkan sesuatu

yang dibawa dan dipegang tertumpah dan jatuh, melakukan sesuatu

dengan tidak hati-hati dan dikerjakan secara tidak teratur.

Karakteristik tenaga layanan dapat memberikan pengaruh dalam

menghadapi pemberian layanan di mana telah diperkuat oleh

kebijakan tentang pegawai baik PNS maupun kontrak diprioritaskan

wanita untuk mampu memahami, menjaga dan merawat dengan

komitmen yang lebih kepada lanjut usia. Hal ini tentunya diperkuat

dengan pendapat (delnoij, et.al, 2002) menyebutkan karakteristik

sistem layanan di tingkat makro (regulasi) pada proses integratif

menghambat atau mengembangkan integrasi layanan di tingkat

meso dan mikro di BPSTW Ciparay.

Integrasi organisasional dapat membantu integrasi pelayanan lanjut

usia di BPSTW Ciparay dalam mengontrol, menjaga dan membuat

inovasi yang dapat dilakukan dengan komunikasi dapat membangun

kepercayaan dan memudahkan untuk mendapatkan aksesibilitas layanan

serta budaya organisasi membuat lingkungan yang ramah dan nyaman

bagi lanjut usia melalui kebersamaan dan dinamika kelompok dengan

pemberi layanan dan penerima layanan dalam meningkatkan pelayanan


142

dan komitmen dalam memahami, menjaga dan merawat lanjut usia

dengan berbagai permasalahannya.

4.3.4 Integrasi Fungsional

Peneliti melihat Integrasi Fungsional dapat memberikan dukungan

dalam pembuatan suatu program atau kegiatan didasari oleh regulasi

yang melihat perhatian publik, perhatian kelompok, berorientasi dari

tujuan, masalah dan tindakan untuk mengatasi permasalahan lanjut usia.

Sejalan dengan pendapat (Billings & Malin, 2005). Integrasi fungsional

memberikan perspektif praktis tentang 'aspek penyembuhan, perawatan,

dan pencegahan' yang memungkinkan bagi integrasi klinis, profesional

dan organisasi.

Berdasarkan hasil penelitian regulasi yang dibuat di implementasi

kan ke dalam beberapa program yang ada dalam usaha perawatan,

perlindungan dan pemberian layanan bagi lanjut usia tentunya memiliki

tujuan masing-masing seperti di sampaikan informan terdapat beberapa

program yang di sebutkan bahwa lanjut usia mendapatkan perawatan

dalam panti dan luar panti, pemberian layanan yang diberikan panti

sendiri meliputi kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal dan

kegiatan yang dapat mengisi masa tua menjadi tanggung jawab

pemerintah daerah dalam merawat, melindungi dan menjaga lanjut usia

terlantar, sejalan dengan pendapat Titmus (dalam suharto, 2010:7)

menjelaskan kebijakan sebagai prinsip yang mengatur tindakan yang

diarahkan kepada tujuan tertentu.


143

Berdasarkan hasil penelitian regulasi untuk menerima lanjut usia

tentunya dibuat dengan batasan dalam menerima calon penerima manfaat

adalah lanjut usia terlantar tidak mempunyai kekuatan ekonomi dan

keluarga. Pemerintah provinsi jawa barat mengatur BPSTW Ciparay

merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas di bawah Dinas Sosial Provinsi

Jawa Barat untuk melaksanakan Fungsi di Bidang Pelayanan dan

Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar. BPSTW Ciparay hanya

memfasilitasi pemberian layanan kepada lanjut usia terlantar sebagai

langkat pemerintah merawat dan melindung lanjut usia. Hal ini tentunya

digambarkan oleh (Hardy B, et.al, 1999) keterbatasan dan cakupan

layanan membuat peluang sektor perlindungan untuk jangka panjang

atau panti swasta atau pemerintah daerah. Keterbatasan yang dimaksud

tidak semua lanjut usia dapat memperoleh layanan di BPSTW Ciparay

dikarenakan keterbatasan anggaran dan kebijakan yang telah diatur oleh

pemerintah daerah.

Integrasi Fungsional berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan

adalah regulasi yang membatasi dan memberikan mekanisme program

perlindungan dan perawatan di BPSTW Ciparay dengan memperhatikan

jenis permasalahan yang ditangani yaitu lanjut usia terlantar dalam

mendapatkan perawatan, perlindungan dan pemberian layanan

kebutuhan. Namun peneliti masih memiliki keterbatasan dalam

menggambarkan integrasi fungsional dikarenakan perubahan peran dan

struktur kepengurusan BPSTW Ciparay yang berubah dan belum jelas


144

atau abu-abu dikarenakan pergantian nomenklatur dan peralihan

kebijakan dan stake holder di BPSTW Ciparay. Maka diperlukan

penelitian lanjutan mengenai integrasi fungsional ke depannya.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Integrasi pelayanan lanjut usia di BPSTW Ciparay memiliki tujuan

mempromosikan peningkatan kualitas layanan yang terfragmentasi dan kurang

terkoordinasi melalui reformasi sistem layanan yang memperhatikan

efektivitas dan efisiensi layanan. Perkembangan sistem pelayanan kesehatan

sudah memiliki pandangan terkait mempromosikan bentuk layanan

terintegrasi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka

disimpulkan integrasi layanan lanjut usia di BPSTW Ciparay dapat di

simpulkan setiap aspek integrasi pelayanan di antaranya :

1. Integrasi Pelayanan Klinis

Integrasi klinis merupakan mekanisme untuk menjalankan layanan

pada tingkatan mikro dalam mendukung tahap pemenuhan kebutuhan

lansia yang tepat melalui kesepahaman dan kesepakatan bersama dengan

melakukan penilaian, perencanaan dan pengelolaan layanan

memperhatikan keberlanjutan pemberian layanan dengan pertimbangan

dan berbagi pemecahan masalah melalui manajemen kasus yang dibuat

untuk memberikan layanan pro aktif kepada lanjut usia serta

memanfaatkan teknologi informasi dalam memudahkan koordinasi dan

keberlanjutan layanan.

145
146

2. Integrasi Pelayanan Profesional

Integrasi profesional berada pada tingkat meso memberikan

pemahaman tentang pentingnya membangun hubungan antar profesional

tim/ unit meliputi pekerja sosial, perawat dan pramu werdha dengan

menghargai serta memahami perbedaan penilaian dalam perencanaan yang

di koordinasi kan melalui tim/ koordinator untuk memenuhi tujuan dan

manfaat dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan.

3. Integrasi organisasional berada pada tingkat meso berperan dalam

mengontrol, menjaga dan membuat inovasi yang dapat dilakukan dengan

komunikasi yang membangun kepercayaan dan kemudahan mendapatkan

aksesibilitas layanan serta budaya organisasi membuat lingkungan yang

ramah dan nyaman bagi lanjut usia melalui kebersamaan dan dinamika

kelompok antara. Tim/ unit pekerja sosial, perawat dan pramu werdha

dengan lanjut usia dalam meningkatkan pelayanan serta komitmen dalam

memahami, menjaga dan merawat lanjut usia dengan berbagai

permasalahannya.

4. Integrasi Fungsional berada pada tingkat makro yang merupakan regulasi

atau aturan yang dibuat sebagai dasar pelaksanaan pemberian layanan

untuk memberikan perawatan, perlindungan dan pemberian layanan bagi

lanjut usia terlantar didasari tujuan tertentu biasanya dipengaruhi interest

group dalam membuat suatu regulasi yang dibuat sebagai pemecahan

masalah.
147

Penelitian ini telah memberikan suatu konsep terkait integrasi pelayanan

lanjut usia dengan memperhatikan tingkatan integrasi baik klinis, profesional,

organisasional dan fungsional dapat membantu stake holder dalam

pengambilan kebijakan dan pemberian layanan di institusi atau lembaga.

Integrasi pelayanan lanjut usia di BPSTW Ciparay lebih banyak menunjukkan

integrasi klinis dan profesional memberikan strategi pelayanan yang efektif dan

efisien dalam meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia. Sementara fokus

dalam penanganan masih tertuju kepada koordinasi layanan di tingkat mikro,

didukung secara berkelanjutan atau jangka panjang di lintas sektor dan

program evaluasi dapat membantu identifikasi efektifitas capaian intervensi

dengan memperhatikan aspek klinis, profesional, organisasional dan tingkatan

sistem layanan. Sehingga memberikan fokus yang jelas dalam strategi di level

mikro, hal ini dapat membantu mendukung di level messo dan makro dalam

mencapai skala integrasi layanan.

Berdasarkan beberapa hal diatas baik di level mikro, messo dan makro

mendorong pendekatan integrasi layanan lanjut usia, serta menunjukkan

hubungan beberapa elemen di atas dengan dampak yang berbeda-beda di

beberapa aspek layanan, memberikan masukan penting dalam mengatur dalam

menentukan capaian dan implementasi berkelanjutan. Secara umum, intervensi

menggabungkan integrasi kesehatan dan pelayanan sosial yang membutuhkan

yang lebih baik untuk memahami bagaimana pelayanan dan sistem dapat lebih

baik dalam memenuhi kebutuhan lanjut usia secara holistik, lebih ditekankan

kepada pemenuhan kebutuhan bagi lanjut usia yang rentan atau berpendapatan
148

kurang. Hal ini dapat membantu menggambarkan bentuk integrasi layanan

lanjut usia di BPSTW Ciparay yang diterapkan. tidak dapat dilakukan secara

sendiri membutuhkan kerja sama berbagai pihak membantu melaksanakan

pemberian layanan efektif dan efisien dapat mendapatkan kebutuhan lansia

yang tepat.

5.2 SARAN

Memberikan masukan dalam memperkaya informasi dan pengembangan

konsep pekerjaan sosial dengan lanjut usia di institusi/ lembaga. Sehingga

memberikan sumbangsih pemikiran dalam membuat efektivitas dan efisiensi

pemberian layanan di BPSTW Ciparay di antaranya :

1. Pemenuhan Kebutuhan bagi lanjut usia

Integrasi Layanan dapat mendorong kesesuaian pemenuhan

kebutuhan bagi lanjut usia selama berada di BPSTW Ciparay dengan

memperhatikan dengan baik proses pemenuhan kebutuhan lanjut usia dari

segi biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang ditunjukkan dalam

pembuatan laporan perkembangan masing-masing lanjut usia yang perlu

dilakukan dikarenakan dirasa kurang diperhatikan oleh pemberi layanan

atau panti sendiri.

2. Pengembangan Tim Multi disiplin

Mendorong pelaksanaan pemberian layanan dengan meningkatkan

pengembangan tim/ unit meliputi pekerja sosial, perawat dan pramu

werdha di BPSTW Ciparay dalam melakukan kegiatan inovasi layanan

melalui kegiatan yang dilakukan bersama-sama di fasilitasi BPSTW


149

Ciparay dengan melakukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia

melalui kegiatan pelatihan dan pengembangan sistem layanan terpadu

antar tim/ unit.

3. Komitmen Antar Lembaga

Membangun dan menumbuhkan komitmen bersama antara lembaga

layanan lainnya sebagai mitra layanan untuk memperhatikan

permasalahan lanjut usia dalam memberikan perawatan, perlindungan dan

meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia dengan mengesampingkan

kepentingan dari masing-masing lembaga.


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’ rifatul, (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2017. Survei Sosial
Ekonomi Nasional Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia.
Beland, F., Bergman, H., Lebel, P., Clarfield, A. N., Tousignant, P.,
Contandriopoulos, A.P., & Dallaire, L. (2006). A system of integrated care
for older persons with disabilities in Canada: result from a randomized
controlled trial. The Journal of Gerontology Series A- Biology Sciences and
Medical Sciences, 61(4), 367-373.
Bigby, C. (2004). Ageing with a Lifelong Disability : a guide to practice, program
and policy issues for human services professionals. Jessica Kingsley
Publishers.
Brandtstadter, J. (199b). Sources of resilience in the aging self. In F. Blanchard-
Fields & T. Hess (Eds.), Social cognition and aging (pp.123-141). New York :
Academic Press.
Braithwaite, J., &Westbrook, M. (2005). Rethingking clinical organizational
structures: an attitude survei of doctors, nurse and allied health staff in
clinical directorates. J. Health Serv Res Policy 10(1), 10-17.
Carpentier, N., & Grenier, A. (2012). Successful linkage between formal and
informal care systems :The mobilization of outside help by caregivers of
persons with Alzeimer’s Disease. Qualitative Health Research, 22(10), 1330-
1344.
Crewell, J.W. (2012). Reserch Design : pendekatan kualitatif, kuantitatif dan mix
method. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Cicchetti, D., Rappaport, J., Sandler, I., & Weissberg, R.P. (Eds.). (2000). The
promottion of wellness in children and adolescents. Washington, DC : Child
Welfare League of America Press.
Copel, L. C. (1988). Loneliness : A conceptual model. Journal of Psychosocial
Nursing and Mental Health Nursing, 26(1), 14-19.
Contandriapoulos, A., Denis, J. L., Touati, N., & Rodriguez, C. (2003). The
integration of health care: Dimensions and implementation. Retrieved from
http://nelhin.on.ca/assets/0/16/2100/3734/3736/6cab135d-87c1-45bd-88cd-
2c1d5404ec9b.pdf
Crowe, A., Mullen, P. R., & Littlewood, K. (2018). Self-Stigma, Mental Health
Literacy, and Health Outcomes in Integrated Care. Journal of Counseling and
Development, 96(3), 267–277. https://doi.org/10.1002/jcad.12201

150
151

Da Roit, B. (2013). Long-term care reforms in the Netherlands. In C.Ranci, & E.


Pavolini (Eds.), Reform in long-term care policies in Europe (pp.97-115).
New York, NY : Springer.
Delnoij, D., Klazinga, N., & Glasgow, I. K. (2002). Integrated care in an
international perspective: proceedings of the workshop of the EUPHA section
Health Services reasearch, EUPHA Annual Conference, International
Journal of Integrated Care.
Delnoij DMJ, Kulu Glasgow I, Klazinga NS, Custers T. Gezondheid, zorg en
stelsel. AMCyUvA-achtergrondstudie bij Vraag aan bod. Den Haag:
Ministerie van VWS; 2001.
Dubois, Brenda & Karla K. Milley, 2005. Social Work an Empowered Profession.
USA : US. Pearson.
Gardner, M.R. (2002). Applied To Everyday Life. United States of America:
Wadswort Thomson Learning, Inc.
Ganz, D., Fung, C., Sinsky, C., Wu, S., & Reuben, D.B. (2008). Key elements of
high quality primary care for vulnerable elders. Journal of General Internal
Medicine, 23(12), 2018-2023.
Garmezy, N. (1991). Resilience in children’s adaptation to negative life event and
stressed environments. Pediatric Annals, 20, 459-466.
Geerts, J., & Van den Bosch, K. (2012). Transitions in formal and informal care
utilisation amongst older Europeans : The impact of national contexts.
European Journal of Ageing, 9(1), 27-37.
Gina Bravo, Michael Raiche, Marie – France Dubois, Rejean Hebert, (2008).
Assessing the Impact of Integrated Delivery Systems : Practical Advice from
Three Experiments Conducted in Quebec, Journal of Integrated Care, Vol.16
Issue:4, pp.9-18, https://doi.org/10.1108/14769018200800027.
Gobbens, R., Luijkx, K., Wijnen-Sponselee, M., & Schols, J. M. (2010). Towards
a conceptual definition of frail community-dwelling older people. Nursing
Outlook, 58(2), 76–86.
Gröne, O., & Garcia-Barbero, M. (2001). Integrated care: a position paper of the
WHO European office for integrated health care services. International
Journal of Integrated Care
Hardy B, Mur-Veeman I, Steenbergen M, Wistow G. Inter-agency services in
England and the Netherlands: a comparative study of integrated care
development and delivery. Health Policy 1999;48:87–105.
Heru Sukoco, Dwi. 1991. Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya.
Bandung : Koperasi Mahasiswa STKS Bandung.
Hudson, P. L., Aranda, S. And Kristjanson, L.J. (2004). Meeting the supportive
needs of family caregivvers in palliative care : challenges for health
professional. Journal of Palliative Medicine, 7(1), 19-25.
152

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Jacobs, M., Van Tilburg, T., Groenewegen, P., & Broese van Groenou, M. (2015).
Linkages between informal and formal care-givers in home-care networks of
frail older adults. Ageing and society, 1(21), 1604-1624.
Janse, B., Huijsman, R., Looman, W. M., & Fabbricotti, I. N. (2018). Formal and
informal care for community-dwelling frail elderly people over time: A
comparison of integrated and usual care in the Netherlands. Health and
Social Care in the Community, 26(2), e280–e290.
https://doi.org/10.1111/hsc.12516
Kodner, D., & Spreeuwenberg, C. (2002). Integrated care: Meaning, logic,
applications and implications – a discussion paper. International Journal of
Integrated Care, 2(14), e12.
Lalenoh, Tody. 1993. Gerontologi dan Penyesuaian Lanjut Usia. Bandung. STKS
Bandung.
Leutz, W. (1999). Five laws for integrating medical and social services: Lessons
from the United States and the United Kingdom. The Milbank Quarterly,
77(1), 77–110.
Leichsenring, K., Billings, J., & Nies, H. (2013). Long-term Care in Europe
Improving policy and practice. New York : Springer.
Lin, L. J., & Yen, H. Y. (2018). The Benefits of Continuous Leisure Participation
in Relocation Adjustment among Residents of Long-Term Care Facilities.
Journal of Nursing Research, 26(6), 427–437.
https://doi.org/10.1097/jnr.0000000000000263
Loader, B., Harley, M., and Keeble, L., (eds.) (2009). Digital welfare for the third
age. Health and social care informatics for older people. Abingdon, routledge.
Lopez-Hartman, M., Wens, J., Verhoeven., & Remmen, R. (2012). The effect of
caregiver support interventions for caregivers of community-dwelling frail
elderly : A systematic review. Internasional Journal of Integrated Care,
12(5),133.
Lylod, J and Wait, S. (2005). Integrated Care : a guide for policymakers.
Masten, A., & Coatsworth, J.D. (1998). The Development of competence in
favorable and unfavorable environments : Lessons from research on
succesful children. American Psychologist, 53, 205-220.
Mattew B. Miles and A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif (terj. Tjejep
Rohendi Rohidi, (Jakata: UI-Press, 1992) h.19-19.
Max L.S, David J.V, Jacobijn G, Aartjan T.F, Ross Van der Mast & Rudi G. J.
(2005). Is depression in old age fatal only when people feel lonely?. American
Journal Psychiatry, 162:178-180.
153

McAdam, M. (2008). Framework of integrated care for the elderly : A systematic


review. Ontario: Canadian Policy Research Networks.
McKee M, Healy J, Edwards N, Harrison A. Pressures for change. In: McKee M,
Healy J, editors. Hospitals in a changing Europe. European Observatory on
Health Care Systems. Buchkingham and Philadelphia; Open University
Press, 2002. pp 36–58.
Murray. (2003). Sinopsis Psikiatri. Jakarta : Bina Putra Aksara.
Muramatsu, N., Yin, H., & Hedeker, D. (2010). Functional declines, social support,
and mental health in the elderly: Does living in a state supportive of home
and community-based services make a difference?. Social Science and
Medicine, 70(7), 1050–1058.
https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2009.12.005
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.
Nolte, E., & McKee, M. (2008). Integration and chronic care: a review. In: Nolte
E, McKee M, editors. Caring for people with chronic conditions: a health
system perspective. Maidenhead: Open University Press, pp, 64–91.
Ouwens, M., Wollersheim, H., Hermens, R., Hulscher, M., & Grol, R. (2005).
Integrated care programmes for chronically ill patients: a review of
systematic reviews. International Journal for Quality in Health
Care. 17(2):141–6.
Orchad, C. A., King, G.A., Khalili, H., & Bezzina, M.B. (2012). Assessment of
Interprofessional Team Collaboration Scale. (AITCS) : development and
testing of the instrument. J Contin Educ Health Prof 32(1). 58-67.
Paulus, A.T. G., Van Raak, A., & Kejizer, F. (2005). Informal and formal
caregivers involvement in nursing home care activities : impact of integrated
care. Journal of Advance Nursing, 49, 354-366.
Papalia, D. 2003. Human Development. (9th Ed). New York : Mc Graw Hill.
Rutter, M. (1987). Psychosocial resilience and protective mechanisms. American
Journal of Orthopsychiatry, 57, 316-331.
Rosen R & Ham C. (2008). Integrated care: lessons from evidence and
experience. London: Nuffield Trust.
Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup jilid II.
Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Shortell SM, Gillies RR, Anderson DA, Erickson KM, Mitchell JB. Remaking
Health Care in America. San Francisco: Jossey Bass Publishers; 2000.
Siyelman, C.K. & E.A. Rider. (2003). Life-Span Human Development. (4th Ed).
United States of America: Wadswort Thomson Learning, Inc.
Sunarto & Agung Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta :Rineka
Cipta.
154

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
Stein, KV., & Rieder, A. (2009). Integrated care at the crossroads—defining the
way forward. International Journal of Integrated Care.

Szucs TD, Anderhub H, Rutishauer M. The economic burden of asthma: direct and
indirect costs in Switzerland. European respiratory Journal 1999;13(2):281–
86. 8.
Timonen, V. (2009). Toward an integrative theory of care : formal and informal
intersections. In K.A. Roberto, & J.A. Mancini (Eds.), pathways of human
development : Explorations of change (pp.307-326). Lanham, MD :
Lexington Books.
Tout, K. (1993). New perceptions of dementia. In elderly care (pp. 205-210).
Springer US.
Van Raak, A., Murveeman, I., Hardy, B., Steenbergen, M., & Paulus, A. (Eds.)
(2003). Integrated care in Europe. Description and comparison of integrated
care delivery and its context in six EU countries. Maarssen, The Netherlands:
Reed Business Information.
Van Wieringer, M., Broese van Groenou, M., & Groenewegen, P. (2015). Impact
of home care management on the involvement of informal care givers by
formal caregivers. Home Health Services Quarterly, 34 (2), 67-84.
Veil A & Hébert R. (2008). Measuring the integration of services between
stakeholders in the continuum of services for the elderly in three territories.
In: Hébert R, Tourigny A, Raiche M, editors. PRISMA Volume II, Integration
of services for disabled people: research leading to action. Québec: Edisem.
pp. 71–108
Ward-Griffin, C. (2001). Negotiating care of frail elders: Relationships between
community nurses and family caregivers. The Canadian Journal of Nursing
Research, 33(2), 63-81.
Weiss, R.S. (1973). Loneliness: The Experience of emotional and social isolation.
Camridge, MA:MIT Press.
Wild C. Health technology assessment in Austria. International Journal of
Technology Assessment in Health Care 2000;16(2):303–24.

Anda mungkin juga menyukai