Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan kefarmasian yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan bertujuan


untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, keamanan penggunaan obat, efisiensi
biaya obat dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Penggunaan obat yang tidak rasional
menyebabkan biaya kesehatan lebih tinggi dan kerugian pasien yang signifikan, yaitu kondisi
pasien yang buruk dan kemungkinan terjadi reaksi obat yang tidak dikehendaki. Pelayanan
kefarmasian adalah suatu tanggung jawab profesi apoteker dalam mengoptimalkan terapi
dengan cara mencegah dan memecahkan masalah terkait obat. Pelayanan kefarmasian
berperan meningkatkan penggunaan obat rasional yang akan menentukan keberhasilan
pengobatan.

Pelayanan kefarmasian yang tidak rasional masih menjadi permasalahan di berbagai


negara berkembang karena mengantarkan pada penggunaan obat yang tidak rasional. WHO
telah menyusun tiga indikator utama penggunaan obat rasional, yaitu indikator peresepan,
indikator pelayanan pasien dan indikator fasilitas untuk identifikasi masalah, monitoring,
evaluasi, dan intervensi peningkatan penggunaan obat rasional pada pelayanan kesehatan.
Penelitian tentang pelayanan kefarmasian berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO telah
dilakukan, antara lain di Bule Hora Hospital, Ethiopia Selatan, pada empat sarana kesehatan
di Ethiopia Barat Daya, pada lima sarana kesehatan dasar di Malaysia, dan pada tiga rumah
sakit di India.6,7,8,9 Hasil penelitian tersebut menunjukkan pelayanan farmasi belum sesuai
rekomendasi WHO.

Demikian pula penelitian di Indonesia tentang pelayanan kefarmasian berdasarkan


indikator pelayanan pasien WHO di Kota Depok dan perbandingan antara puskesmas
kecamatan di Kota Depok dan puskesmas kecamatan di Kota Jakarta Selatan menunjukkan
pelayanan kefarmasian belum sesuai dengan rekomendasi WHO.10,11 Pemerintah
bertanggung jawab menyelenggarakan penggunaan obat rasional, diantaranya meningkatkan
mutu pelayanan kefarmasian melalui akreditasi puskesmas.12,13 Dua dari sebelas puskesmas
kecamatan di Kota Depok telah terakreditasi Kemenkes RI pada tahun 2016. 14 Perbedaan
status akreditasi puskesmas kecamatan memungkinkan terjadinya perbedaan pelayanan
kefarmasian berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO.

Hasil penelusuran literatur, belum pernah dilakukan analisis apakah akreditasi


puskesmas akan berdampak dalam perbaikan pelayanan kefarmasian yang dapat dinilai
dengan indikator pelayanan pasien WHO ?. Tujuan penelitian ini untuk menilai dampak
akreditasi puskesmas kecamatan terhadap pelayanan kefarmasian berdasarkan indikator
pelayanan pasien WHO di Kota Depok. Indikator pelayanan pasien bagian dari indikator
utama penggunaan obat rasional WHO yang dijadikan acuan Kemenkes RI dalam
pelaksanaan penggunaan obat rasional.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
untuk perbaikan pelayanan kefarmasian agar sesuai standar WHO.
BAB II

TUJUAN

1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian


2. Mengurangi terjadinya kesalahan pemberian obat
3. Memperbaiki pelayanan kefarmasian di puskesmas
4. Untuk menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
5. Untuk melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

BAB III INDIKATOR DAN CAPAIAN

INDIKATOR

Waktu
penyiapan Kesesuaian Kepuasan Penulisan resep
No. Nama puskesmas dan penyerahan pelanggan sesuai
penyerahan obat (⁒) (⁒ ) formularium (⁒)
obat (menit)
1. CISATA 5.20 78,38 87,67 91,30
2. SAKETI 4.15 75,53 88,30 94,06
3. MENES 5.06 83 83 83
4. CIKEDAL 5.10 95,75 86,17 89,15
5. PULOSARI 3.56 53,85 82,52 90,42
6. JIPUT 4.25 95 81 86
Sesuai rekomendasi WHO 7 (77,8%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

No. JENIS PELAYANAN FARMASI INDIKATOR STANDAR


1. Pelayanan resep waktu tunggu pelayanan a. ≤ 30 menit
a. Obat Jadi b. ≤ 60 menit
b. Racikan
2. Pemberian obat Tidak adanya Kejadian 100 %
kesalahan pemberian obat
3. Kepuasan Kepuasan pelanggan ≥ 80 %
4. Resep sesuai Formularium Penulisan resep sesuai 100 %
formularium
120

100

80
waktu penyiapan dan penyer-
ahan obat (menit)
60 keseuaian penyerahan obat
kepuasan pelanggan
penulisan resep sesuai formu-
40 larium

20

0
CISATA SAKETI MENES CIKEDAL PULOSARI JIPUT

Pengendalian Mutu

 Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap


pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat
diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme
tindakan yang diambil.
 Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan

Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian

 Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan


terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu.
 Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi.
 Tujuan kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang.
 Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus terintegrasi dengan program
pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.

Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan

Kefarmasian meliputi :

a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
b. Pelaksanaan, yaitu:
1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan
antara capaian dengan rencana kerja)
2. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
1. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan
2. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan

Pengukuran Pencapaian Standar

• Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indikator, suatu
alat/tolok ukur yang hasilnya menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang
telah ditetapkan.
• Indikator dibedakan menjadi:
1. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk
mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan.
2. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk
mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang
diselenggarakan
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

a. Rata-rata waktu penyiapan obat Perhitungan waktu dilakukan mulai resep masuk ke
loket sampai nama pasien dipanggil, hal ini berhubungan dengan waktu tunggu
pasien.
b. Rata-rata waktu penyerahan obat Perhitungan waktu dilakukan mulai dari nama
pasien dipanggil sampai pasien meninggalkan loket, hal ini berhubungan dengan
adanya informasi atau kelengkapan informasi yang diberikan.
c. persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep Pengukuran dilakukan dengan
mengama ti apakah obat yang diserahkan kepada pasien cukup jumlahnya sesuai atau
kurang dari yang dimaksudkan dalam resep. Pengukuran ini dapat menggambarkan
tingkat kecukupan obat di kamar obat/apotek.
d. persentase jumlah jenis obat yang diserahkan sesuai resep Pengukuran dilakukan
dengan mengamat i apakah obat yang diserahkan kepada pasien cukup jumlah jenis
sesuai yang dimaksudkan dalam resep. Pengukuran ini dapat menggambarkan tingkat
kecukupan obat di kamar obat/apotek.
e. persentase penggantian resep Pengukuran dilakukan dengan mengama ti berapa
banyak jenis obat dalam resep yang diganti baik oleh petugas maupun oleh penulis
resep karena alasan obat tidak tersedia atau habis.
f. persentase etiket dan label yang lengkap Pengukuran dilakukan dengan mengama ti
kelengkapan etiket dan label dari ditulisnya nomor urut resep, tanggal, nama pasien,
aturan pakai, serta cara pakai/peringat an lain dengan nilai setiap item 1 dan nilai
maksimal 5. Nilai 1 diperoleh apabila hanya mencantumkan aturan pakai pada label.
Nilai 2 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai dan nama pasien. Nilai 3
diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara
pakai/peringatan lain. Nilai 4 diperoleh apabila mencantumka n aturan pakai, nama
pasien, cara pakai/peringatan lain, dan tanggal. Nilai 5 diperoleh apabila
mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, tanggal, dan
nomor urut resep.
g. persentase pengetahuan pasien Pengukuran ini dilakukan dengan mewawancarai
pasien dengan maksud untuk melihat apakah ada diberikan informasi tentang obat
yang diterimanya sehubungan dengan aturan pakai, cara pakai, dan peringatan lainnya
dan seberapa jauh informasi yang diberikan tersebut dapat diterima/dimengerti oleh
pasien, dan diberikan nilai pada setiap pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan kepada
pasien mengenai bagaimana aturan pakai, cara pakai, dan peringatan lain. Nilai
diberikan antara 1 sampai 3. Nilai 1 diberikan apabila pasien hanya dapat menjawab 1
pertanyaan dengan benar. Nilai 2 diberikan apabila pasien dapat menjawab 2
pertanyaan dengan benar. Nilai 3 diberikan apabila pasien mampu menjawab 3
pertanyaan dengan benar.
BAB V
RENCANA TINDAK LANJUT

1. Mengamati berapa rata-rata waktu yang dibutuhkan untum memberikan obat ke


pasien dipuskesmas cisata
2. Mengevaluasi kesesuaian resep terhadap formularium puskesmas cisata
3. Mengevaluasi kepuasan pelanggan terhadap pelayanan kefarmasian dipuskesmas
cisata
4. Mengevaluasian kesesuaian penyerahan obat dengan resep di apotek puskesmas cisata

Anda mungkin juga menyukai