Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan alam, karena itu tidak
hanya merupakan salah satu bahan konstruksi pertama didalam sejarah peradaban
manusia tetapi mungkin juga menjadi yang terakhir.
Pengawas pekerjaan sipil dalam hal mengawasi pekerjan konstruksi kayu haruslah
memahami seluk-beluk pekerjaan kayu dilapangan, antara lain:
Jenis kayu yang dipakai selain bentuk balok dan papan yang berasal dari kayu alam,
banyak pula kayu olahan seperti lembar kayu lapis, papan pres (board) keras dan
lunak, papan panil, lembar akustik, balok dan papan yang sudah diawetkan secara
kimia atau dengan tekanan tinggi (oven) di pabrik dan lain sebagainya.
Pembagian jenis kayu yang berkaitan dengan penggunaannya pada bangunan sipil,
dibedakan berdasarkan jangka waktu umur pakai dan kekuatannya. Penggolongan
berdasarkan jangka waktu umur pakainya dikategorikan dalam “ Kelas Awet “
sedang penggolongan berdasarkan kekuatannya dikategorikan dalam “ Kelas Kuat “.
Kelas awet dan kelas kuat ini dibagi dalam 5 (lima) kelas yaitu kelas I sampai
dengan kelas V dengan ketentuan nilai kelas yang lebih kecil berarti lebih baik,
contoh : Kelas I lebih baik dari pada kelas II dan seterusnya.
Kelas Awet.
Jenis kayu yang terdapat dalam kelas awet di bawah ini harus dapat bertahan :
Kelas Awet
Ketahanan I II III IV V
Thd Pengaruh Alam
Keterangan :
Angka-angka tersebut di atas hanya berlaku untuk daerah tropis, di daerah
pegunungan atau daerah yang beriklim lebih dingin, keawetan kayu lebih tinggi
dibandingkan daerah tropis.
Kelas Kuat.
Kekuatan kayu dibedakan menjadi lima kelas berdasarkan atas berat jenis, kuat
lentur dan kuat tekan mutlaknya. Persyaratan untuk masing-masing kelas menurut
Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) dan juga Persyaratan Umum bahan
Bangunan Indonesia (PUBI 1982), Dep PU RI 1995, hal 73, kekuatan alami kayu
untuk berbagai kelas disajikan dalam tabel 6.2. di bawah ini.
Perlu dicatat bahwa nilai-nilai dalam daftar tersebut hanya berlaku untuk kayu kering
tanpa cacat.
Kelas Berat jenis kering Kuat lentur mutlak Kuat tekan mutlak
III 0,40 s.d. 0,60 500 s.d. 725 300 s.d. 425
3.4.3MUTU KAYU.
Menurut PKKI, bab II mutu kayu dibagi dalam dua golongan dengan memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi mutu tersebut meliputi : kadar air kering udara,
besarnya mata kayu, besarnya cacat bentuk (pinggul), kemiringan arah serat dan
retakan yang ada.
Untuk memudahkan pemahaman, pembagian mutu tersebut dapat dilihat pada tabel
6.3. dan gambar 4.1 di bawah ini.
hr
h
e1 b
PT PLN (Persero) h
PUSATb PENDIDIKAN DAN PELATIHAN α ht
Pekerjaan Kayu
b
1 Kadar air,kering
12 s.d 18%, rata2 = 15% < 30%
udara
3 Besarnya cacat
e1 < b , e2 < h e1 < b , e2 < h
bentuk (pinggul)
4 Kemiringan arah
tg α < tg α <
serat
hr = panjang retakan memotong arah grs kambium kayu atau jumlah retakan-
retakan kayu (hr1 + hr2 + hr3,..+hrn)
Tampak pada tabel 6.2. di atas, cara yang paling mudah untuk mengetahui kelas
kayu adalah dengan mengetahui berat jenis kering udaranya, semakin besar berat
jenisnya maka akan semakin tinggi kelas kuat maupun kelas awetnya.
7) Pohon hidup atau mati, bila sewaktu ditebang masih hidup akan lebih baik
Tabel 4.4
Berat Jenis Kering Udara
No Nama dalam Nama local Kelas Kelas
( kg /dm3 )
. perdagangan Awet Kuat
(daerah)
1 2 3 4 5 6 7 8
Timor : Hue,
2 Ampupu II - III I - II 0,68 1,02 0,89
kayu piti
Ki Angrit,
3 Angrit Cangcaratan, II-III II 0,77 0,81 0,79
cengeh (Sunda)
Bitis (Riau),
4 Balam seminai balam seminai II I 0,90 1,12 1,04
(Plb)
Balam, soentai,
ketiau, majang
batak, bengku
dan semaram
5 Balam (Nyatoh) III - IV I - III 0,39 1,07 0,67
(Riau),
hangkang dan
sambun
( Kalteng)
6 Damar laut
Balau I - II I - II 0,65 1,22 0,98
(Sumut),
Simantok(Aceh)
Benua, benuas,
8 Bangkirai I - II I - II 0,60 1,16 0,91
enggelem
Bayur, bayur
9 Bayur borneo, bayot, IV II - III 0,30 0,78 0,52
bayoh
Bedaru ( Kal),
garu buaya
10 Bedaru I I 0,84 1,36 1,04
( Plb), tusam
( Sumbar)
Blangeran,
11 Belangeran 0,73 0,98
Kahoi (Kalteng)
Sunda :
12 Berangan(Saranga) Tunggeureuk, III II - III 0,44 0,80 0,67
saninten,kihiur
Plbg:
berumbung,
13 Berumbung gerunggung, I - II I - II 0,74 0,94 0,85
kayu lobang
(Kalimantan)
Waru gunung,
14 Waru gunung waru laut, waru III III 0,41 0,55 0,50
lot (Sunda)
15 Kihiyang
(Sunda),
Weru II I - II 0,60 0,95 0,77
weru,wangkal,
tekik (Jawa)
Nyamplung
(Jawa),
Sumatra :
nangui, penaga,
Bintangur(Kapurnaga
16 bintangur, II - IV II - III 0,37 1,07 0,78
)
kapuraca,
bunut,
Kalimantan :
penaga
Maluku:
17 Binuang Benuang, kayu IV IV - V 0,16 0,48 0,33
palaka
Manado : Kayu
Bugis, wochis,
18 Bugis soela,hopi, III II 0,41 1,02 0,80
rangu
(Kalimantan.Ut)
Manglid, baros
(Sunda),
21 Cempaka I - II III - IV 0,31 0,69 0,53
medang
(Sumatra)
24 Gadog,
Kimahung
Gadog (Sunda) , II I - III 0,55 1,01 0,75
Gintungan
(Jawa)
Jawa : Klepu
25 Gempol IV III 0,43 0,69 0,58
pasir, gempol
Gerunggang
26 Gerunggang IV III - IV 0,36 0,71 0,47
(umum)
Giam (Resak
27 Resak I I 0,83 1,15 0,99
tembaga)
Leban
28 Gofasa (Biti) (Maluku), I - II II - III 0,57 0,93 0,74
Molave (Phlpn)
Gia (Sulteng),
aliwowos
29 Hija (Sulut), samal, I - II I - II 0,77 1,06 0,91
samar batu
(Maluku)
Medang
(Sunda), wuru
30 Huru - II - IV 0,28 0,78 0,54
(Jawa), modang
(Batak)
Jati, jatos
31 Jati I II 0,59 0,82 0,70
(Jawa)
Sengon (Jawa),
33 Jeunjing jeunjing V IV - V 0,24 0,49 0,33
(Sunda)
34 Lengsar
(Sunda), Jawa :
Kasai kayu sapi, III I - III 0,50 0,99 0,77
sapen ,
Maluku : Kasai
Selumar
36 Kayu patin (Riau,Kal), kayu II I - II 0,82 1,02 0,92
patin (Plb)
Kemiri,
37 Kemiri muncang III - IV IV - V 0,23 0,44 0,31
(Sunda)
Krueng (Kalmt),
39 Keruing Lagan (Smtr), II - IV I - II 0,51 1,01 0,79
palahler (Jawa)
Kosambi
(Sunda),
40 Kesambi III I 0,94 1,10 1,01
kesambi,kusam
bi (Jawa)
Medang lesah
(Smtr), medang
rawali (Kaltim),
41 Kisereh (Medang) III II - III 0,40 0,86 0,63
ki sereh, gadis,
ki pedes
(Sunda)
worottua
(Muna)
Palembang :
kemiling utan,
44 Kolaka III I - II 0,64 1,09 0,88
kelapa tupai,
kolaka (Sulsel )
Aloban,leban,
48 Laban kiheyas I I - II 0,74 1,02 0,88
(Sunda)
Angsana, sono,
Linggua
51 sono kembang I - II I - IV 0,39 0,94 0,65
(Sonokembang)
(Jawa)
Kimerak, kibima
54 Melur (Sunda), taji IV II - IV 0,46 0,59 0,50
(Jawa, Sumbar)
Jamuju,
55 Melur IV III 0,38 0,77 0,52
kicemara,
kiputri (Sunda),
meranti,damar,
56 Meranti merah kedontang, III - IV II - IV 0,29 1,09 0,55
lempong, lanan
meranti,damar,
57 Meranti putih kedontang, III - V II - IV 0,29 0,96 0,54
lempong, lanan
Merawan,
58 Merawan mengerawan, III II - III 0,42 1,03 0,70
bulau, nyerekat
Merbau, ipil,
angkai
59 Merbau (Kalteng), I - II I - II 0,52 1,04 0,80
bajam, kayu
besi (Maluku)
Tenam (Plb),
mersawa,
keruing
60 Mersawa IV II - III 0,49 0,85 0,66
kucing(Riau),
sesawa
(Bengkulu)
Mindi (Sunda) ,
61 Mindi gringging IV II - III 0,42 0,65 0,53
(Jawa)
Perupuk talang,
63 Perupuk IV - V II - III 0,40 0,69 0,56
perupuk lawang
Kayu kapur,
petanang,
Petanang
65 kuras, Kalbar : III I - II 0,62 0,91 0,75
(SumSel :Kapur)
Kajatan,
empedu
Pulai, pelai,
66 Pulai V IV - V 0,19 0,90 0,46
lame,pule,polay
Punak (Riau),
asempunak
67 Punak (Kalbar), III - IV II 0,55 0,90 0,76
pedadapaja
(Plb)
Puspa
68 Puspa (Jawa,Sunda), III II 0,45 0,92 0,69
seru (Plb)
Raja bunga,
70 Raja bunga (Segawe) saga I - II I - II 0,61 1,10 0,87
(Palembang)
Mala, rasamala,
72 Rasamala II II 0,61 0,90 0,81
pulasan
73 Rengas,
Ingas,Rangai
Rengas II II 0,59 0,84 0,69
(Tapanuli),
Ingha (Kalteng)
Rengas burung,
74 Rengas burung Jingah burung, II II - III 0,47 0,93 0,64
Jingah manuk
Sunda :
76 Saninten Tunggeureuk, III II 0,63 0,82 0,76
barangan,kihiur
Sawo jawa
(Jawa),
77 Sawo kecik I I 0,97 1,06 1,03
gorontalo (Sul),
komea
Sindur, tampar
78 Sindur II - III II - III 0,46 0,74 0,60
hantu
Sintok (Kalteng:
79 III II - III 0,61 1,01 0,74
Kapur)
Sonokeling,
Sonokeling
80 palisander I I 0,73 1,08 0,90
(Palisander)
(Jawa)
Jati sabrang
(Jawa), sungkai
81 Sungkai III II - III 0,52 0,73 0,63
(Smtr+Kal),
jurus (kalteng)
Suren (Jawa)
Surian (Smtr),
82 Surian ingul (Batak), III - IV III - IV 0,27 0,67 0,41
Lalumpe
(Manado)
damuli (Batak)
Damar (Aceh),
88 Tusam Hujam, sigi IV III 0,49 0,69 0,59
(Sumbar)
Smtr : Onglen,
89 Ulin (Kayu besi ) bulian, Klmntn : I I 0,88 1,19 1,04
ulin, belian.
Telah kita ketahui bahwa kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh berat jenis kering
udara. Untuk memperkirakan kekuatan kayu dapat digunakan rumus pendekatan di
bawah ini.
Untuk kayu mutu A berlaku rumus sesuai tabel di bawah ini, sedang untuk kayu mutu
B harus dikalikan dengan faktor = 0,75.
Tabel 4.5.
Tabel di atas hanya berlaku untuk kayu mutu A, sedang untuk kayu mutu B harus
dikalikan dengan faktor 0,75.
2
3
1) Tegangan ijin pada tabel 6.5 harus dikalikan faktor jika :
5
6
2) Tegangan ijin pada tabel 6.5 harus dikalikan faktor jika :
5
4
3) Tegangan ijin pada tabel 6.5 boleh dikalikan faktor jika :
σ
Tegangan ijin lentur ( lt ) = 170 G
σ σ
Tegangan ijin sejajar serat untuk tekan maupun tarik( tk // = tr // ) = 150 G
σ
Tegangan ijin tekan tegak lurus serat ( tk ┴ ) = 40 G
Keterangan :
1. Baut
2. Paku
3. Pasak
4. Perekat
Pada konstruksi kayu angka keamanan terhadap beban patah diambil n = 2,75 dan
pergeseran maksimum diambil ε = 1,5 mm, sehingga :
Ppatah Pp
n 2,75
P ijin = = Pi = dan P pada ε = 1,5 mm , (diambil nilai yang lebih
kecil.)
P P
P P
P
P P
2 P
P
2 Gambar 4.2 : Sambungan Perekat
2 Gambar 4.3 : Sambungan Paku
PT PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pekerjaan Kayu
P P
P = 2 , 75
1
P
P = 2 , 75
1
P
P1,5
Pp Pp
2,75 PI = P1,5 2,75
Pi = Pi =
1,5 Pergeseran (mm) 1,5 Pergeseran (mm)
Grafik 4.2 : Efisiensi Pasak Grafik 4.4 : Efisiensi Baut
Berdasarkan gambar hasil percobaan di atas, tampak bahwa sambungan kayu yang
paling baik adalah menggunakan perekat karena efisiensinya paling tinggi dan
deformasinya paling rendah, sedang yang paling tidak baik adalah menggunakan
baut karena efisiensinya paling rendah dan deformasinya paling tinggi.
Eksentrisitas Penyambungan.
P e
P
Gambar 4.6 :
Eksentrisitas = e
Momen sekunder = P.e
P z e P
P P
P
P P
2
P
P
2
2
Gambar 4.8 :
Gambar 4.7 : Titik berat alat sambung = z
Eksentrisitas = 0 Eksentrisitas = e
Momen sekunder = 0 Momen sekunder = P.e
Q Q
P P
Kekuatan Sambungan
3. Garis tengah (diameter) baut minimum 10 mm(3/8 “), bila tebal kayu lebih
besar dari 8cm, maka diameter baut minimum 12,7 cm (1/2 “)
4. Baut harus dipasang dengan plat (ring) yang tebal minimum = 0,3d,
maksimum = 5mm dan diameter = 3d , dengan d = diameter baut.
P b1
b2 P
P b1
b3
P
b1
2
Gambar 4.12 : Sambungan tampang dua
Golongan I :
S= S=
50 db1 (1- 0,6 sin α ) atau 50 d2 (1- 0,35 sin α )
S= S=
125 db3 (1- 0,6 sin α ) atau 250 db1 (1- 0,6 sin α ) atau
S=
480d2 (1- 0,35 sin α ).
Golongan II :
S= S=
40 db1 (1- 0,6 sin α ) atau 215 d2 (1- 0,35 sin α )
S= S=
100 db3 (1- 0,6 sin α ) atau 200 db1 (1- 0,6 sin α ) atau
S=
430d2 (1- 0,35 sin α ).
Golongan III :
S= S=
25 db1 (1- 0,6 sin α ) atau 170 d2 (1- 0,35 sin α )
S= S=
60 db3 (1- 0,6 sin α ) atau 120 db1 (1- 0,6 sin α ) atau
S=
340d2 (1- 0,35 sin α )
Keterangan :
c. Jarak Baut.
P P
5d 2d
5d 5d
2d 5d
7d
2d 3d 2d 2d 3d 2d
P P
5-6d
5-6d 2d 5-6d 2d
5-6d
≥ 10 cm/7d 2d 2d
3d
3d
Gambar 4.13 :
Jarak pemasangan baut/paku keling
triyoso♣ Berbagi dan Menyerbarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan 100
PT PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pekerjaan Kayu
triyoso♣ Berbagi dan Menyerbarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan 101