Anda di halaman 1dari 38

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN FLIPPED

CLASSROOM BERBASIS MEDIA VIDEO INTERAKTIF


TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI 1
KALINYAMATAN

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Penyelesaian Tugas Akhir
dalam Bidang Tadris Matematika

Oleh :
Sayyidah Rahma Sari
NIM 1810610070

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu proses perubahan perilaku dan sikap individu
atau kelompok dalam rangka mengembangkan seseorang melalui pembelajaran,
proses perilaku, dan metode pendidikan.1 Kewajiban belajar di Indonesia diatur
oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam
Pasal 2 nomor 19 tahun 2016 mengenai Program Indonesia Pintar.2 Tujuan
program ini yaitu untuk memperluas akses layanan pendidikan bagi anak-anak
antara usia 6 hingga 21 tahun untuk menyelesaikan sekolah sampai jenjang
menengah.
Dalam Islam, kewajiban belajar juga terdapat dalam Hadits. Hadits
tersebut berbunyi,
َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ْم فَ ِر ْث‬
‫ضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم‬
Artinya: “Menuntut ilmu wajib untuk setiap muslim.”
Selain itu, di dalam QS. Al-Mujadalah Ayat 11, Allah akan meninggikan derajat
orang-orang berilmu.

‫ح هّٰللا ُ لَ ُك ۚ ْم َواِ َذا قِي َْل ا ْن ُش ُزوْ ا‬


ِ ‫س فَا ْف َسحُوْ ا يَ ْف َس‬ ِ ِ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قِ ْي َل لَ ُك ْم تَفَ َّسحُوْ ا فِى ْال َم ٰجل‬
‫ت َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ َخبِ ْي ٌر‬ ٍ ۗ ‫فَا ْن ُش ُزوْ ا} يَرْ فَ ِع هّٰللا ُ الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ِم ْن ُك ۙ ْم َوالَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِع ْل َم د ََر ٰج‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu,
‘Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah
kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.
Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat tersebut telah menjadi penjelas bahwa ilmu merupakan sesuatu
yang penting bagi manusia dan patut untuk dipelajari. Salah satunya ilmu
matematika yang sangat melekat dengan kehidupan sehari-hari. Matematika ialah
salah satu keilmuan yang memiliki peranan penting pada perkembangan ilmu
1
“I Wayan Cong Sujono, “Fungsi dan Tujuan Pendidikan,” Pendidikan Dasar 4, no. 1
(2019): 29, diakses pada 13 Desember, 2021, http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/AW. “
2
“Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Program Indonesia Pintar, diunduh pada laman http://jdih.kemdikbud.go.id “
pengetahuan serta teknologi. Ketika sains berkembang, matematika menciptakan
struktur terintegrasi antara pola, hubungan, dan ide. Hal tersebut dapat
sepenuhnya dicapai dengan keterampilan awal dari lingkup sekolah.
Keterampilan yang diberikan di sekolah, seperti berpikir sistematis, logis, kritis,
dan kreatif. Selain itu, belajar di sekolah memiliki tujuan khusus untuk
memaksimalkan potensi siswa.
Hakikat belajar matematika harus memungkinkan siswa untuk terus-
menerus memperoleh pengalaman dalam matematika. Kegiatan pembelajaran
memberikan pengalaman belajar yang bermakna secara mental dan fisik melalui
interaksi antar siswa, siswa dan guru, siswa dan lingkungan, serta sumber belajar
lainnya untuk meraih keterampilan dasar tertentu.3 Salah satu keterampilan yang
harus dikembangkan saat belajar matematika yaitu kemampuan komunikasi
matematis. Kemampuan komunikasi matematis menjadi sangat penting karena
matematika berfungsi sebagai bahasa simbolis yang memungkinkan terjadinya
komunikasi yang akurat. Selain itu, kemampuan komunikasi berperan penting
untuk siswa saat mereka mengeksplorasi, mengatur, dan menggabungkan konsep
matematika. Sehingga siswa harus terbiasa mengungkapkan pendapatnya atas
setiap jawaban dan menanggapi jawaban siswa lain, baik secara lisan maupun
tertulis, agar apa yang dipelajarinya bermakna bagi siswa.
Komunikasi matematis adalah proses umum dalam pendidikan
matematika. Dalam hal ini, komunikasi tidak hanya mencakup komunikasi
verbal dalam bentuk lisan atau tulisan, tetapi juga komunikasi nonverbal atau
bahasa tubuh. Pentingnya kemampuan berbicara, menulis, mendeskripsikan, dan
menjelaskan konsep matematika ditekankan dalam standar komunikasi. Hal
tersebut penting karena komunikasi matematis dapat menumbuhkan interaksi dan
ekspresi ide di kelas.4
Berdasarkan observasi awal di SMP Negeri 1 Kalinyamatan, diperoleh
bahwa kemampuan komunikasi dan kemandirian belajar siswa masih tergolong
rendah. Siswa belum mampu mengungkapkan ide-ide matematisnya melalui

3
“Mila Rofiatul Ulya, dkk, “Efektivitas Pembelajaran Flipped Classroom dengan Pendekatan
Matematika Realistik Indonesia terhadap Kemampuan Representasi Ditinjau dari Self-Efficacy,”
PRISMA Prosiding Seminar Nasional Matematika 2 (2019): 116. “
4
“Hodiyanto, “Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika,”
AdMathEdu 7, no. 1 (2017): 11“
lisan maupun tulisan, dan siswa sering mengalami kesulitan pada saat
menyelesaiakan masalah yang berupa soal uraian karena tidak mengerti apa yang
harus mereka kerjakan terlebih dahulu, hal ini dikarenakan kurangnya
kemandirian siswa dalam belajar; siswa belum terbiasa untuk mengerjakan soal,
dan hanya sebagian kecil dari mereka yang bisa mengerjakan, sisanya sambil
menunggu jawaban dari teman atau bahkan tidak mengerjakan. Kemampuan
komunikasi matematis yang rendah diperkuat dengan nilai ujian siswa yang
masih belum mencapai KKM. Adapun rata-rata nilai ujian siswa yang di bawah
70 masih banyak. Dari 225 siswa di kelas VII, sebanyak 152 siswa mendapatkan
nilai di bawah 70. Sehingga menujukkan sebanyak 67,56% siswa belum
sepenuhnya memiliki kemampuan komunikasi matematis.
Berdasarkan permasalahan yang diamati di sekolah, diperlukan model
pembelajaran yang dapat mengasah kemampuan komunikasi dan kemandirian
siswa. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumartono dan
Mely tentang kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian siswa dalam
pembelajaran matematika menggunakan model knisley di kelas VIII, yang
menunjukkan hasil bahwa terdapat korelasi antara kemampuan komunikasi
matematis dengan kemandirian, kemampuan komunikasi matematis siswa dalam
pembelajaran matematika berada pada kategori sangat baik, dan kemandirian
siswa sudah dalam kategori menjadi kebiasaan.5
Dari penelitian terdahulu tersebut, untuk mengatasi permasalahan
komunikasi matematis dan kemandirian belajar yang ada, peneliti tertarik
melakukan suatu penelitian menggunakan model pembelajaran lain yaitu model
Flipped Classroom. Dengan Flipped Classroom ini, siswa akan memiliki banyak
waktu di dalam kelas untuk mendiskusikan suatu permasalahan bersama teman
dan gurunya. Selain itu kemandirian belajar siswa akan terlatih ketika siswa
diminta untuk mempelajari materi terlebih dahulu di rumah. Peneliti
menggunakan media video interaktif agar siswa lebih tertarik dan tidak jenuh
saat belajar. Alasan lain mengapa Flipped Classroom ini digunakan peneliti,
karena melihat sistem pembelajaran di masa pandemi ini di mana pembelajaran

5
“Sumarto dan Mely Karmila, “Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Siswa
Dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Knisley di Kelas VIII,” Pendidikan
Matematika 5, no. 2 (2018): 218. “
memakai sistem shift, sehingga alokasi waktu pembelajaran menjadi terbatas.
Oleh karena itu dibutuhkan model pembelajaran yang efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Eksperimentasi Model Flipped Classroom Berbasis
Media Video Interaktif Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis dan
Kemandirian Belajar Siswa SMP Negeri 1 Kalinyamatan.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu:
1. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model
pembelajaran Flipped Classroom lebih baik daripada kemampuan
komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran
ekspositori di SMP Negeri 1 Kalinyamatan?
2. Apakah kemandirian belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
Flipped Classroom lebih baik daripada kemandirian belajar siswa yang
menggunakan model pembelajaran ekspositori di SMP Negeri 1
Kalinyamatan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran Flipped Classroom lebih baik daripada
kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model
pembelajaran ekspositori di SMP Negeri 1 Kalinyamatan.
2. Untuk mengetahui apakah kemandirian belajar siswa yang menggunakan
model pembelajaran Flipped Classroom lebih baik daripada kemandirian
belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran ekspositori di SMP
Negeri 1 Kalinyamatan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis. Adapun manfaat yang ingin dicapai yaitu:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas cakupan wacana
keilmuan dan menambah pemahaman secara teori khususnya dalam konteks
pengaruh model pembelajaran Flipped Classroom berbasis media video
interaktif terhadap kemampuan komunikasi matematis berdasarkan
kemandirian belajar siswa SMP.
2. Secara Praktis
a. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah referensi
mengenai model pembelajaran yang dapat diterapkan di Sekolah dalam
upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dan
kemandirian belajar siswa.
b. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan mampu memotivasi guru dalam
memberikan variasi model pembelajaran agar proses dan tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara maksimal.
c. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa dalam memahami
materi dan berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis
siswa serta kemandirian belajar siswa.
d. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan
kemampuan penulisan dan penyusunan karya tulis ilmiah dan membuka
peluang melakukan penelitian lebih lanjut.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ditujukan untuk memperoleh gambaran
keseluruhan isi skripsi yang terdiri dari bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.
Berikut sistematikan penulisan skripsi ini:
1. Bagian Awal
Bagian ini meliputi halaman sampul, nota persetujuan bimbingan, nota
pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, abstrak,
daftar isi, dan daftar tabel dan gambar.
2. Bagian Isi
Bagian ini meliputi lima bab yang saling berkaitan satu dengan yang
lain. Kelima bab tersebut yaitu:
a. BAB I Pendahuluan
Bagian ini terdiri darii latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
b. BAB II Kajian Pustaka
Bagian ini terdiri dari kajian teori yang terkait judul, penelitian
terdahulu, kerangka berpikir, dan hipotesis.
c. BAB III Metode Penelitian
Bagian ini terdiri dari jenis dan pendekatan penelitian, populasi dan
sampel, desain dan definisi operasional variabel, teknik pengumpulan
data, dan teknik analisis data.
d. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bagian ini meliputi hasil penelitian dan pembahasan berupa
gambaran umum objek penelitian, deskripsi hasil penelitian, dan analisis
data penelitian.
e. BAB V Penutup
Bagian ini meliputi simpulan dan saran.
3. Bagian Akhir
Bagian ini terdiri dari daftar pustaka, lampiran, dan hasil pengolahan
data statistik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Belajar
Belajar merupakan suatu proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau
dirubah melalui pengalaman atau latihan.6 Oemar Hamalik berpendapat
bahwa belajar didefinisikan sebagai modifikasi atau memperteguh perilaku
melalui pengalaman.7 Menurut Gagne, sebagaimana dikutip oleh Slameto
bahwa belajar didefinisikan menjadi dua, yang pertama belajar yaitu suatu
proses mendapatkan motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, tingkah
laku, dan kebiasaan. Kedua, belajar merupakan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan yang didapatkan dari instruksi.8 Harold Spears, sebagaimana
dikutip Agus Suprijono mengemukakan bahwa Learning is to read, to listen,
to observe, to imitate, to follow direction, to try something themselves, to
listen. (Belajar adalah membaca, mendengar, mengamati,meniru, mengikuti
arah tertentu, dan mencoba sesuatu).9
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses yang dilakuakan individu untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman atau serangkaian aktivitas
yang telah diarahkan sebelumnya.

2. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses, perbuatan, cara mengajar atau
mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.10 Pembelajaran adalah suatu
sistem yang tersusun dari beberapa komponen yang saling berkaitan.
Komponen tersebut diantaranya ada tujuan, metode, materi, dan evaluasi. 11

6
“Saiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), 12-13. “
7
“Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 27. “
8
“Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2011), 13. “
9
“Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori Dan Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), 2-3. “
10
“Ahdar Djamaluddin dan Wardana, Belajar Dan Pembelajaran (Jakarta: CV. Kaaffah
Learning Center, 2019), 13. “
11
“Shilphy A. Octavia, Model-Model Pembelajaran (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), 6. “
Kompri menyebutkan bahwa pembelajaran adalah kegiatan dalam suatu
proses yang sistematis atau berurutan yang terdiri dari beberapa komponen
yang saling berkaitan.12 Menurut E. Mulyasa, pembelajaran merupakan
perwujudan program pendidikan yang menuntut keaktifan pendidik dalam
membuat dan mengembangkan kegiatan siswa sesuai dengan rencana yang
telah diprogramkan.13
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar yang tersusun dari
beberapa komponen yang saling berkaitan sehingga terbentuk kegiatan siswa
yang bermakna sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan sebelumnya.

3. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan perencanaan pembelajaran dengan
tujuan agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan teratur, sesuai
urutan, mudah dipahami, dan menarik.14 Menurut Agus Suprijono, model
pembelajaran adalah pola yang dipakai sebagai pedoman dalam mendesain
pembelajaran di kelas maupun tutorial.15 Trianto mengemukakan bahwa
model pembelajaran berarti suatu perencanaan atau pola yang dapat
digunakan untuk mendisain pola-pola.16 Sedangkan Dewey, sebagaimana
yang dikutip oleh Abdul Majid menyebutkan bahwa model pembelajaran
yaitu suatu pola atau rencana yang bisa dipakai dalam mendesain
pembelajaran di kelas maupun tambahan di luar kelas, dan untuk
memperkuat materi pelajaran.17
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah suatu pola atau perencanaan yang disusun supaya
kegiatan belajar mengajar baik itu di dalam maupun di luar kelas dapat
berjalan sistematis, menarik, dan mudah dipahami.

12
“Kompri, Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru Dan Siswa (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2016), 49. “
13
“E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 129. “
14
“Shilphy A. Octavia, Model-Model Pembelajaran, 13. “
15
“Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori Dan Aplikasi PAIKEM, 45. “
16
“Trianto, Model Pembelajaran Terpadu (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 52. “
17
“Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 28. “
4. Model Pembelajaran Flipped Classroom
Flipped classroom adalah suatu model pembelajaran dimana antara
tugas dan pemberian materi itu dibalik. Menurut Indrajit, flipped classroom
merupakan strategi pembelajaran yang menyediakan berbagai sumber belajar
untuk diakses peserta didik sebelum pembelajaran. 18 Sedangkan menurut
Brent, sebagaimana yang dikutip oleh Rahmat Swandi Siregar, dkk
mengemukakan bahwa flipped classroom adalah model pembelajaran dengan
membatasi jumlah instruksi langsung namun memaksimalkan jumlah
interaksi dengan siswa.19
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran flipped classroom merupakan sebuah model
pembelajaran yang membalikkan antara pemberian materi dengan tugas,
dimana guru memaksimalkan interaksi dengan siswa di dalam kelas dan
sumber belajar dipelajari siswa di rumah. Pemberian materi yang semula di
kelas dan tugas dikerjakan di rumah, beralih menjadi siswa belajar materi di
rumah dan tugas maupun diskusi dilakukan di dalam kelas. Hal ini
memungkinkan siswa menjadi aktif dan partisipatif mengikuti pembelajaran
di kelas.
Flipped Classroom adalah salah satu bentuk dari Blended Leaning,
dimana dalam proses pembelajarannya adalah dengan menggabungkan
instruksi tatap muka dengan teknologi. Dengan hal ini, guru memanfaatkan
teknologi untuk menyediakan bahan ajar, video pembelajaran, referensi, dan
lain-lain dalam mendukung pemahaman siswa memperoleh pengetahuan
awal sebelum belajar di dalam kelas. Sehingga ketika di kelas, guru akan
menfasilitasi kerja kelompok dan aktivitas lainnya. Dengan kata lain, Flipped
Classroom fokus pada penggunaan waktu di kelas yang lebih efisien. Siswa
dilibatkan dengan pembelajaran berbasis masalah, peningkatan interaksi
siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa, dan memungkinkan siswa

18
“Yulius Roma Patandean and Richardus Eko Indrajit, Flipped Classroom: Membuat Peserta
Didik Berpikir Kritis, Kreatif, Mandiri, Dan Mampu Berkolaborasi Dalam Pembelajaran Yang
Responsif (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2021), 6-7. “
19
“Rahmat Swandi Siregar, dkk, “Efektivitas Model Pembelajaran Flipped Classroom Terhadap
Kemampuan Koneksi Matematis Siswa,” Mathematic Education Journal 2, no. 3 (2019): 49–57,
http://journal.ipts.ac.id/index.php/.“
untuk bertanggungjawab dengan pelajaran mereka, sehingga siswa dapat
menyalurkan keterampilan belajar mereka ke konteks lainnya.20
Di dalam model pembelajaran flipped classroom ini memiliki kelebihan
dan kekurangan, diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Kelebihan
1) Dengan memanfaatkan video pembelajaran dapat mendukung sikap
belajar siswa belajar secara mandiri.
2) Materi pembelajaran yang dipelajari di rumah menjadikan waktu
kegiatan belajar di kelas lebih banyak.
3) Siswa bisa mengulang-ulang video apabila materi yang disampaikan
dirasa belum cukup untuk dipahami.
4) Materi pembelajaran telah dipelajari di rumah sehingga ketika di kelas
siswa siap mengikuti pembelajaran dan siswa mendapat perhatian
penuh dari guru saat menemui kesulitan dalam menyelesaikan latihan
soal maupun tugas.
5) Interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa
dalam kegiatan kelompok mendukung proses pembelajaran yang aktif.
6) Siswa merasa terbuka dan lebih nyaman ketika berinteraksi dengan
guru maupun teman.
b. Kekurangan
1) Flipped Classroom hanya dapat diterapkan di sekolah yang siswanya
mempunyai sarana dan prasarana yang memadai, mengingat pada
model ini menuntut siswa untuk menonton video pembelajaran di
rumah.
2) Tidak bisa dipastikan jika di rumah siswa akan menonton kembali
video pembelajaran apabila belum paham.
3) Tidak bisa dipastikan jika di rumah siswa mencoba aplikasi
pembelajaran.21

20
“Yulius Roma Patandean dan Richardus Eko Indrajit, Flipped Classroom: Membuat Peserta
Didik Berpikir Kritis, Kreatif, Mandiri, Dan Mampu Berkolaborasi Dalam Pembelajaran Yang
Responsif), 6-8. “
21
“Adhitiya, dkk, “Studi Komparasi Model Pembelajaran Traditional Flipped dengan Peer
Instruction Flipped terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah”, UJME 4, No. 2 (2015): 122&123. “
Selain kelebihan dan kekurangan, adapun tahap-tahap model
pembelajaran flipped classroom sendiri, diuraikan seperti berikut:
c. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Flipped Classroom
1) Guru menyediakan suatu media (yang berupa digital book/ video
pembelajaran) dan diberikan kepada siswa untuk dipelajari dan
ditonton di rumah.
2) Siswa menyimak dan mempelajari materi yang disampaikan guru
melalui video tersebut supaya di awal siswa telah mengenal konsep
dan materi untuk pertemuan berikutnya di dalam kelas.
3) Ketika di kelas, siswa menyelesaian persoalan yang telah diarahkan
guru sebelumnya secara mandiri atau berkelompok. Sehingga siswa
menjadi lebih fokus terhadap kesulitan saat memahami materi ataupun
saat menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi tersebut.
4) Guru bertindak sebagai fasilitator yang mendampingi siswa dalam
menyelesaikan soal-soal tersebut.22

5. Model Pembelajaran Ekspositori


Pembelajaran ekspositori menurut Wina Sanjaya berarti pembelajaran
yang menekankan kepada proses bertutur. Materi pembelajaran diberikan
secara langsung dan siswa menyimak materi yang disampaikan guru.
Sedangkan menurut Roy Killen, sebagaimana dikutip oleh Wina Sanjaya
berpendapat bahwa ekspositori diartikan sebagai pembelajaran langsung.
Dalam model pembelajaran ini, pendidik memberikan materi yang telah
dipersiapkan secara sistematik dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak
secara tertib dan teratur.23 Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran ekspositori merupakan pembelajaran
langsung dimana guru menyajikan materi secara sistematis dan siswa
menyimak secara tertib.
Model pembelajaran ekspositori merupakan model yang menfokuskan
pada proses penyampaian materi secara verbal oleh guru kepada sekelompok
22
Wasis Dwiyogo, Pembelajaran Berbasis Blended Learning, (Depok: Raja Grafindo, 2018),
72.
23
“Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroriantasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:
Kencana Prenanda Media, 2011), 126. “
siswa dengan tujuan supaya siswa bisa memahami materi pelajaran secara
optimal. Guru mengambil peranan yang sangat dominan karena model ini
terletak pada pendidik (teacher centered approach). Guru menyampaikan
materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi bisa dikuasai
siswa dengan baik.24
Gurusinga dan Sibarani menyebutkan tahap-tahap penerapan model
pembelajaran ekspositori yaitu sebagai berikut:
1) Persiapan, tujuannya untuk membangun minat dan motivasi siswa dalam
belajar, membangun rasa ingin tahu siswa, menjadikan suasana
pembelajaran yang menyenangkan dan terbuka.
2) Proses, adalah tahap dimana guru menyampaikan materi kepada siswa
sesuai dengan persiapan di tahap awal.
3) Korelasi, adalah hubungan antara topik dan pengalaman siswa atau dengan
hal-hal lain yang dapat menangkap keterkaitan siswa dalam struktur
pengetahuan yang dimilikinya.
4) Menyimpulkan, yaitu tahapan dimana siswa memahami inti dari materi
atau mengambil intisari dari materi yang telah dijelaskan guru.
5) Mengaplikasikan, adalah tahap terakhir dimana guru mengumpulkan
informasi tentang penguasaan materi siswa. Teknik yang biasa dilakukan
yaitu memberikan tes yang sesuai dengan topik yang telah diajarkan.25

6. Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medium yang berarti perantara atau
pengantar.26 Menurut Briggs, media merupakan alat bantu untuk memberikan
perangsang bagi siswa supaya proses belajar terjadi.27 Sedangakan menurut
Sadiman mengemukakan bahwa media merupakan perantara atau pengantar
pesan dari pengirim kepada penerima pesan.28 Secara lebih luas media
24
“Surya Amami Pramuditiya, Wahyudin, and Elah Nurlaelah, Kemampuan Komunikasi
Digital Matematis (Bandung: CV. Media Sains Indonesia, 2021), 21. “
25
“Gestiana Ragin, dkk, “Implementasi Strategi Pembelajaran Ekspositori untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan dan Dakwah 2, No. 1 (2020): 56. “
26
“Sharon E. Smaldino, dkk, Teknologi Pembelajaran Dan Media Untuk Belajar (Jakarta:
Kencana Prenanda Media, 2011), 7. “
27
“Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran (Bandung: Wacana Prima, 2008), 5. “
28
“Musfiqon, Pengembangan Media Dan Sumber Pebelajaran (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2012), 26. “
pembelajaran merupakan segala bentuk alat komunikasi yang dapat
digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber kepada siswa secara
terencana dan untuk menciptakan lingkungan belajar yang bermanfaat
dimana penerima dapat melakukan proses belajar secara efektif dan efisien.29
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka bisa disimpulkan jika media
pembelajaran adalah alat bantu yang dipakai sebagai perantara dalam
memberikan informasi kepada siswa supaya proses pembelajaran berjalan
efektif dan efisien. Di dalam penelitian ini, penulis memakai media video
interaktif.

7. Media Video Interaktif


Pengertian media pembelajaran video menurut Riyana yaitu media yang
menyajikan unsur visual dan audio yang mengandung pesan pembelajaran
baik berupa prinsip, konsep, proses, dan teori terapan untuk membantu
memahami materi pembelajaran.30 Menurut Azhar Rasyad, video interaktif
merupakan suatu sistem penyampaian materi yang berupa video rekaman
yang tidak hanya melihat dan mendengarkan video, tetapi juga memberikan
respon yang aktif kepada siswa.31 Sedangkan menurut Niswa sebagaiman
yang dikutip oleh Salma Riayah menyatakan bahwa video interaktif adalah
media belajar yang efektif yang berisi tuntunan praktis dan disajikan melalui
presentasi audio visual yang menunjang pendalaman materi dan dapat
merangsang minat siswa serta membuat siswa lebih mandiri. 32 Dari beberapa
pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa media video interaktif
adalah suatu media yang menyajikan materi berupa video pembelajaran yang
tidak hanya dapat dilihat dan didengarkan oleh siswa, tetapi juga memberikan
respon aktif sehingga siswa lebih tertarik dan mandiri dalam belajar.

29
“Hamzah dan Nina Lamatenggo, Teknologi Komunikasi & Informasi Pembelajaran (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2011), 122.”
30
”Rasyid Hardi Wirasasmita dan Yupi Kuspandi Putra , “Pengembangan Media Pembelajaran
Video Tutorial Interaktif Menggunakan Aplikasi Camtasia Studio dan Macromedia Flash”, Jurnal
Pendidikan Informatika 1, No. 2 (2017): 37. ”
31
”Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 36.”
32
”Salma Riayah dan Dina Fakhriyana, “Optimalisasi Pembelajaran Dalam Jaringan (Daring)
Dengan Media Pembelajaran Video Interaktif Terhadap Pemahaman Matematis Siswa,” Jurnal
Pendidikan Matematika (Kudus) 4, no. 1 (2021): 21.”
Belajar melalui materi video yang efektif membantu siswa menerima
apa yang mereka pelajari. Media video jelas lebih mudah mengingat dan
memahami pelajaran karena tidak memakai satu jenis indera. Sebagai alat
peraga yang tidak tercantum dalam buku teks siswa atau buku teks guru,
media video sangat menarik dan efektif jika digunakan sebagai bahan
pembantu kurikulum 2013.33 Salah satu cara agar proses pembelajaran
matematika menjadi lebih menyenangkan dan interaktif adalah dengan
menggunakan alat bantu belajar. Pemilihan bahan ajar yang tepat bagi siswa
akan memudahkan dan memotivasi siswa untuk menikmati pembelajaran.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Microsoft Power Point untuk
membuat media interaktifnya tampak menarik yang selanjutnya akan
direkam dan diisi suara untuk memudahkan siswa memahami materi.

8. Kemampuan Komunikasi Matematis


Kemampuan berkomunikasi menjadi bagian penting dari kesuksesan,
dan dapat dikatakan jika komunikasi sangat berpengaruh di beberapa aspek
kehidupan dan termasuk juga pendidikan. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia
menyatakan komunikasi adalah pesan antara dua orang atau lebih atau proses
pengiriman atau penerimaan pesan dalam rangka memahami pesan yang
dimaksud. Komunikasi secara umum diartikan sebagai suatu bentuk
pemberian informasi dalam suatu komunitas tertentu.34
Menurut Prayitno, komunikasi matematis merupakan suatu cara siswa
untuk menginterpretasikan argumen-argumen matematika secara tulisan
maupun lisan, baik dalam bentuk diagram, tabel, gambar, rumus, ataupun
demonstrasi.35 Noraini Idris menyatakan bahwa kemampuan komunikasi
matematis merupakan kemampuan dalam membaca, menjelaskan,
menafsirkan grafik, dan menggunakan konsep matematika yang benar dalam
menyampaikan gagasan secara tulisan maupun lisan.36 Dari beberapa

33
”Agustiningsih, “Video : sebagai Alternatif Media Pembelajaran dalam Rangka Mendukung
Keberhasilan Penerapan Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar”, Pancaran. 4, No. 1 (2015): 57. ”
34
”Heppy El Rais, Kamus Ilmiah Popoler (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 327.”
35
”Prayitno, “Identifikasi Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal Matematika Berjenjang Pada Tiap Jenjangnya” (Konferensi Nasional
Pendidikan, 2013).”
36
”Noraini Idris, Pedagogi Dalam Pendidikan Matematika (Selangor: Lahpron SDN, 2005), 7.”
pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis merupakan kemampuan seseorang dalam
menginterpretasikan secara benar suatu argumen matematika yang berupa
rumus, gambar, diagram, dan tabel, baik secara lisan maupun tulisan.
Kemampuan komunikasi matematis mempunyai peranan penting dalam
pembelajaran matematika yaitu mengkonsolidasikan pemikiran matematika
siswa, membantu mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai
keterkaitan materi matematika, merefleksikan serta mengukur pertumbuhan
pemahaman matematika siswa, mengorganisasikan dan. Oleh karena itu,
kemampuan komunikasi merupakan modal penting dalam mempelajari
matematika. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM,
2000) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis perlu
dikembangkan karena termasuk dalam bagian penting dari matematika dan
pendidikan matematika. Adapun indikator kemampuan komunikasi
matematis menurut NCTM yaitu:
a. Mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran tentang ide-ide dan situasi-
situasi matematis;
b. Memodelkan situasi-situasi dengan menggunakan gambar, grafik dak
ekspresi aljabar;
c. Membaca dan mendengarkan, menginterpretasikan, dan mengevaluasi
ide-ide matematis;
d. Menjelaskan ide dan definisi matematis;
e. Mendiskusikan ide-ide matematis, membuat dugaan-dugaan dan alasan-
alasan yang meyakinkan;
f. Menghargai nilai, notasi matematika, dan perannya dalam masalah
sehari-hari dan pengembangan matematika dan disiplin ilmu lainnya.37

9. Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar yaitu kemampuan mengontrol perilaku diri sendiri
terhadap situasi tertentu, dimana siswa melakuakan usaha aktif untuk
37
“Surya Amami Pramuditiya, Wahyudin, and Elah Nurlaelah, Kemampuan Komunikasi
Digital Matematis (Bandung: CV. Media Sains Indonesia, 2021), 27-29.”
meningkatan prestasi belajar mereka dengan memotivasi dan
mengoptimalkan fungsi perilaku dalam belajar.38 Menurut Haris Mudjiman,
belajar mandiri merupakan kegiatan belajar aktif yang mendorong kemauan
siswa untuk menguasai suatu kompetensi sehingga siswa mampu mengatasi
suatu permasalahan dengan berbekal pengetahuan dan kompetensi yang
dimiliki.39 Sedangkan Hamzah B. Uno menyatakan bahwa kemandirian
belajar adalah metode belajar dengan tanggung jawab sendiri, kecepatan
sendiri, dan belajar yang berhasil.40
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kemandirian belajar adalah kemauan dan kemampuan individu yang secara
aktif belajar sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tanpa bergantung
dengan orang lain, sehingga pencapaian keberhasilan belajar siswa dapat
optimal. Adapun karakteristik individu yang mempunyai kesiapan belajar
mandiri diantaranya yaitu inisiatif belajar, menetapkan tujuan/ target belajar,
mendiagnosa kebutuhan belajar, memonitor, mengatur, dan mengontrol
belajar, menerapkan strategi belajar, memanfaatkan dan mencari sumber
yang relevan, memandang kesulitan sebagai tantangan, mengevaluasi proses
dan hasil belajar.41 Adapun indikator kemandirian belajar menurut Mudjiman
(Isnawati: 131) diantaranya meliputi percaya diri, disiplin, aktif belajar/
inisiatif, dan tanggung jawab.42

10. Materi Segitiga


a. Pengertian segitiga
C

38
“Wira Suciono, Berpikir Kritis: Tinjauan Melalui Kemandirian Belajar, Kemampuan
Akademik, Dan Efikasi Diri (Indramayu: CV. Adanu Abimata, 2021), 1-3.”
39
“Haris Hjiman, Belajar Mandiri (Surakarta: UNS Press, 2007), 7.”
40
“Hamzah B. Uno, Teori Motivasi Dan Pengukurannya (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 51.”
41
“Ela Priastuti Mirlanda, Hepsi Nindiasari, and Syamsuri Syamsuri, “Pengaruh Pembelajaran
Flipped Classroom Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa,”
Symmetry: Pasundan Journal of Research in Mathematics Learning and Education 4 (2019): 40.”
42
“Isnawati Nina dan Samian, Kemandirian Belajar Ditrinjau dari Kreativitas Belajar dan
Motivasi Belajar Mahasiswa, Jurnal Penelitian Kemandirian Belajar, 131.”
A B
ABC adalah :
∠A atau ∠CAB , atau ∠BAC
∠B atau ∠ABC , atau ∠CBA
∠C atau ∠ACB , atau ∠BCA
Segitiga dapat dibentuk dari tiga buah sisi dan tiga buah titik sudut.
b. Jenis segitiga
 Ditinjau dari panjang sisinya
1. Segitiga sembarang, ciri-cirinya: ketiga sisinya tidak sama
panjang.
2. Segitiga sama kaki, ciri-cirinya: mempunyai dua sisi yang sama
panjang.
3. Segitiga sama sisi, ciri-cirinya, ketiga sisinya sama panjang.
 Ditinjau dari besar sudutnya
1. Segitiga lancip, ciri-cirinya: ketiga sudutnya lancip atau kurang
dari 90°.
2. Segitiga tumpul, ciri-cirinya: salah satu sudutnya tumpul (>90°)
dan sudut yang lain lancip (<90°).
3. Segitiga siku-siku, ciri-cirinya: salah satu sudutnya siku-siku
(90°) dan kedua sudut yang lain lancip (<90°).
 Ditinjau dari panjang sisi dan besar sudutnya
1. Segitiga siku-siku sama kaki, ciri-cirinya: memiliki satu sudut
siku-siku (90°) dan memiliki sisi yang sama panjang, sehingga
berakibat kedua kaki sudut sama besar.
2. Segitiga tumpul sama kaki, ciri-cirinya: salah satu sudutnya
tumpul (>90°) dan memiliki dua sisi yang sama panjang sehingga
berakibat kedua kaki sudut sama besar.
c. Jumlah sudut dalam dan sudut luar segitiga
Segitiga ABC sembarang selalu berlaku bahwa jumlah sudut-sudut dalam
segitiga ialah 180°. Sedangkan sudut luar suatu segitiga sama dengan
jumlah dua sudut yang tidak berpelurus dengan sudut luar tersebut.
d. Keliling dan luas segitiga
 Keliling segitiga merupakan penjumlahan dari seluruh sisi, sehingga
rumus keliling segitiga adalah K = s1 + s2 + s3.
 Luas segitiga, jika dikaitkan dengan luas persegi panjang berarti
rumus luas segitiga didapatkan dari setengahnya luas persegi panjang,
1
sehingga L = × panjang× lebar atau bisa dituliskan dengan L =
2
1 1
× alas×tinggi atau L= × a ×t .
2 2
 Dengan tidak menghitung tingginya tetapi dengan ketiga sisinya, luas
segitiga dapat dicari dengan rumus :
L= √ s ( s−a ) ( s−b ) ( s−c )
1
s= (a+ b+c )
2

B. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kemampuan komunikasi matematis, kemandirian
belajar, dan model pembelajaran flipped classroom bukan suatu penelitian yang
baru dilakukan, akan tetapi sudah ada penelitian serupa namun terhadap variabel
yang berbeda. Berikut beberapa penelitian yang bisa memperkuat penelitian ini :
1. Pada skripsi karya Sri Utami yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Flipped Classroom Tipe Peer Instruction Flipped Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Siswa” memberikan hasil bahwa
kemampuan pemecahan matematis peserta didik yang diterapkan model
pembelajaran flipped classroom lebih tinggi daripada peserta didik yang
diajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Rata-rata hasil tes
kemampuan pemecahan matematis peserta didik yang diajar dengan model
pembelajaran flipped classroom sebesar 72,72 sedangkan rata-rata hasil tes
kemampuan pemecahan matematis peserta didik yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional sebesar 62,94. Sehingga terdapat pengaruh yang
signifikan penggunaan model pembelajaran flipped classroom tipe peer
instruction flipped terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik.43 Dari skripsi tersebut, terdapat persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang penulis lakukan. Kesamaannya adalah melakukan
43
“Sri Utami, “Pengaruh Model Pembelajaran Flipped Classroom Tipe Peer Instruction
Flipped Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa”, skripsi.”
penelitian menggunakan model pembelajaran flipped classroom di mata
pelajaran matematika. Untuk perbedaanya adalah peneliti terdahulu mengkaji
tentang kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di tingkat sekolah
menengah atas, sedangkan penulis mengkaji tentang kemampuan komunikasi
matematis dan kemandirian belajar di tingkat sekolah menengah pertama.
2. Pada skripsi karya Marista Sari yang berjudul “Pengaruh Flipped Classroom
Berbantuan Video Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar” memberikan hasil bahwa ada
pengaruh penerapan model pembelajaran flipped classroom berbantuan
video dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
kemandirian belajar peserta didik di kelas VII SMPN 02 Air Hitam. 44 Dari
skripsi tersebut, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang
penulis lakukan. Kesamaannya adalah melakukan penelitian menggunakan
model pembelajaran flipped classroom terhadap kemandirian belajar di kelas
VII. Untuk perbedaanya adalah peneliti terdahulu mengkaji tentang
peningkatan kemampuan pemecahan masalah dengan bantuan video
pembelajaran, sedangkan penulis mengkaji tentang kemampuan komunikasi
matematis dengan media video interaktif.
3. Pada jurnal karya Ela Priastuti Mirlanda, dkk yang berjudul “Pengaruh
Pembelajaran Flipped Classroom Terhadap Kemandirian Belajar Siswa
Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa” menyebutkan bahwa terdapat kenaikan
rata-rata kemandirian belajar peserta didik di kelas flipped classroom
sebanyak 37% lebih tinggi daripada kenaikan rata-rata kemandirian belajar
peserta didik di kelas saintifik yang sebesar 29%. Sehingga diperoleh hasil
bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan kemandirian belajar
peserta didik di kelas flipped classroom dan kelas saintifik. Peningkatan
kemampuan kemandirian belajar peserta didik di kelas Flipped Classroom
lebih tinggi daripada kelas Saintifik. 45 Dari jurnal tersebut, terdapat
persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan.

44
“Marista Sari, “Pengaruh Flipped Classroom Berbantuan Video Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar”, skripsi.”
45
“Ela Priastuti Mirlanda, Hepsi Nindiasari, and Syamsuri Syamsuri, “Pengaruh Pembelajaran
Flipped Classroom Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa,”
Symmetry: Pasundan Journal of Research in Mathematics Learning and Education 4 (2019): 38.”
Kesamaannya adalah melakukan penelitian menggunakan model
pembelajaran flipped classroom terhadap kemandirian belajar di mata
pelajaran matematika. Untuk perbedaanya adalah peneliti terdahulu mengkaji
tentang kemandirian belajar ditinjau dari gaya kognitif siswa di tingkat
sekolah menengah atas, sedangkan penulis mengkaji tentang kemampuan
komunikasi matematis dan kemandirian belajar di tingkat sekolah menengah
pertama.
4. Pada jurnal karya Sumartono dan Mely Karmila yang berjudul “Kemampuan
Komunikasi Matematis dan Kemandirian Siswa Dalam Pembelajaran
Matematika Menggunakan Model Knisley di Kelas VIII” menyebutkan
bahwa ada korelasi antara kemampuan komunikasi matematis setiap peserta
didik dengan kemandirian siswa, kemampuan komunikasi matematis peserta
didik dalam pembelajaran matematika terletak di kategori sangat baik
deangan rata-rata nilai komunikasi matematis sebanyak 86,55, dan
kemandirian siswa sudah dalam kategori menjadi kebiasaan. 46 Dari jurnal
tersebut, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang penulis
lakukan. Kesamaannya adalah melakukan penelitian terhadap kemampuan
komunikasi matematis dan kemandirian belajar siswa di mata pelajaran
matematika. Untuk perbedaanya adalah peneliti terdahulu mengkaji tentang
model knisley di kelas VIII, sedangkan penulis mengkaji tentang model
pembelajaran flipped classroom di kelas VII.
Dari beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa judul skripsi
yang diambil penulis layak untuk diteliti, karena data yang diperoleh jelas tidak
sama dengan penelitian sebelumnya dan belum terdapat penelitian yang khusus
mengkaji tentang Eksperimentasi Model Flipped Classroom Berbasis Media
Interaktif Video Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian
Belajar Siswa SMP Negeri 1 Kalinyamatan.

C. Kerangka Berpikir

46
“Sumarto dan Mely Karmila, “Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Siswa
Dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Knisley di Kelas VIII,” Pendidikan
Matematika 5, no. 2 (2018): 218.”
Belajar adalah suatu proses yang dilakuakan individu untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman atau serangkaian aktivitas
yang telah diarahkan sebelumnya. Pembelajaran merupakan suatu proses belajar
mengajar yang tersusun dari beberapa komponen yang saling berkaitan sehingga
terbentuk kegiatan siswa yang bermakna sesuai dengan rencana yang telah
diprogramkan sebelumnya. Model pembelajaran merupakan suatu pola atau
perencanaan yang disusun untuk pembelajaran di dalam maupun di luar kelas
agar kegiatan belajar mengajar berjalan sistematis, menarik, dan mudah
dipahami.
Model pembelajaran flipped classroom adalah suatu model pembelajaran
yang membalikkan antara pemberian materi dengan tugas, dimana guru
memaksimalkan interaksi dengan siswa di dalam kelas dan sumber belajar
dipelajari siswa di rumah. Pemberian materi yang semula di kelas dan tugas
dikerjakan di rumah, beralih menjadi siswa belajar materi di rumah dan tugas
maupun diskusi dilakukan di dalam kelas. Salah satu cara agar proses
pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan dan interaktif adalah
dengan menggunakan alat bantu belajar. Media interaktif video digunakan
penulis sebagai penunjang model pembelajaran flipped classroom. Pada
penelitian ini, penulis membandingkan model pembelajaran flipped classroom
dengan model pembelajaran ekspositori terhadap kemampuan komunikasi
matematis dan kemandirian belajar.
Kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar merupakan
dua hal yang saling berkaitan dan harus dimiliki siswa. Hal ini penting karena
kemampuan komunikasi matematis berguna bagi siswa dalam melatih
kemampuan berbicara, menulis, mendeskripsikan, dan menjelaskan konsep
matematika. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan seseorang
dalam menginterpretasikan secara benar suatu argumen matematika yang berupa
rumus, gambar, diagram, dan tabel, baik secara lisan maupun tulisan. Di samping
siswa dapat memakai kemampuan komunikasi yang bagus, kemandirian belajar
siswa juga dibutuhkan dalam mencapai tujuan belajar matematika. Kemandirian
belajar adalah kemauan dan kemampuan individu yang secara aktif belajar
sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tanpa bergantung dengan orang lain,
sehingga pencapaian keberhasilan belajar siswa dapat optimal. Sehingga siswa
belajar dalam lingkungan yang aktif dan apa yang dipelajarinya menjadi
bermakna.
Pada kenyataannya, kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian
belajar siswa masih tergolong rendah. Siswa belum mampu mengungkapkan ide-
ide matematisnya melalui lisan maupun tulisan, dan siswa sering mengalami
kesulitan pada saat menyelesaiakan masalah yang berupa soal uraian karena
tidak mengerti apa yang harus mereka kerjakan terlebih dahulu, hal ini
dikarenakan kurangnya kemandirian siswa dalam belajar; siswa belum terbiasa
untuk mengerjakan soal, dan hanya sebagian kecil dari mereka yang bisa
mengerjakan, sisanya sambil menunggu jawaban dari teman atau bahkan tidak
mengerjakan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, salah satu upaya peneliti untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar
adalah dengan menggunakan model pembelajaran Flipped Classroom berbasis
media interaktif video. Flipped Classroom merupakan model yang membalikkan
prosedur pembelajaran yang semula materi disampaikan di kelas dan tugas
dikerjakan di rumah, beralih menjadi materi dipelajari di rumah dan tugas
didiskusikan di kelas. Untuk langkah-langkahnya, pertama siswa diminta guru
untuk mempelajari video pembelajaran yang berisi suatu materi. Guru
membagikan link video melalui Whatsapp Group di hari sebelumnya. Langkah
yang kedua, ketika di kelas nanti siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan
guru berperan penting sebagai fasilitator. Sehingga siswa akan lebih aktif
bertanya dan mendiskusikan suatu permasalahan yang didapat dengan teman
maupun guru. Selain itu, siswa akan memiliki banyak waktu untuk memahami
dan menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan tersebut. Langkah
terakhir yaitu penilaian kemampuan komunikasi matematis melalui tes dan
penilaian kemadirian belajar siswa dengan melakukan pengisian angket.
Kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian
belajar siswa rendah, dimana siswa:
 Belum mampu mengungkapkan ide-ide matematis.
 Mengalami kesulitan mengerjakan soal uraian.
 Belum memiliki inisiatif belajar sendiri.
 Rata-rata nilai ujian matematika yang berada di
bawah KKM sebanyak 67,56%.

Kelas Eksperimen: Kelas Kontrol:


Model Pembelajararan Flipped Model Pembelajaran
Classroom Berbasis Media Ekspositori
Interaktif Video
Keunggulan: guru mengetahui
Keunggulan: siswa lebih siap sejauh mana siswa menguasai
ketika masuk kelas, student bahan pelajaran, sangat efektif
center learning, siswa memiliki untuk materi pelajaran yang
banyak waktu di kelas dan harus dikuasai cukup luas,
kesempatan kolaborasi, video siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran bisa dipelajari proses belajar mengajar, dan
berulang kali, dan melatih siswa bebas mengeluarkan
kemampuan belajar mandiri. pendapatnya sendiri.

Posttest Posttest

Kemampuan komunikasi Kemandirian belajar siswa


matematis siswa yang yang menggunakan model
menggunakan model flipped flipped classroom lebih baik
classroom lebih baik

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir


D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
dalam penelitian ini yaitu:
1. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model
pembelajaran Flipped Classroom lebih baik daripada kemampuan
komunikasi matematis siwa yang menggunakan model pembelajaran
ekspositori.
2. Kemandirian belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Flipped
Classroom lebih baik daripada kemandirian belajar siwa yang menggunakan
model pembelajaran ekspositori.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang berupa Quasi
Experimental Design. Ciri utama dari quasi experimental ini yaitu partisipan
eksperimen pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol tidak dipilih secara
acak. Bentuk desain quasi experimental yang digunakan yaitu Posttest Only,
Non Equivalent Control Group Design. Dalam desain ini ada dua kelas sampel,
yaitu kelas eksperimen yang diberi perlakuan (treatment) dan kelas kontrol yang
tidak diberikan perlakuan.47 Kelas eksperimen yang diberikan perlakuan dengan
menggunakan model pembelajaran flipped classroom dan kelas kontrol dengan
menggunakan model pembelajaran ekspositori. Dari kedua kelas tersebut
diberikan posttest berupa soal skala kemampuan komunikasi matematis dan
kuesioner skala kemandirian belajar.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Pendekatan ini seringkali disebut sebagai metode ilmiah,
behavioristik, empirik, dan sebagainya. Alasan penulis menggunakan pendekatan
kuantitatif karena data penelitian ini yang berupa angka-angka dan dianalisis
dengan statistik untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan, sehingga diketahi
besar kecilnya pengaruh antara variabel model pembelajaran flipped classroom
terhadap kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/ subjek
yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dipelajari
dan diterik kesimpulannya.48 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa SMP Negeri 1 Kalinyamatan yang terdiri dari 7 kelas dengan jumlah
siswa secara keseluruhan sebanyak 225 orang.
47
“Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D
(Bandung: Alfabeta, 2016), 76.”
48
“Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D
(Bandung: Alfabeta, 2011), 80.”
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari karakteristik dan jumlah yang dimiliki
oleh populasi tersebut.49 Pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik
purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengmabilan
sampel dengan pertimbangan tertentu.50 Pertimbangan yang digunakan
berdasarkan dari pengarahan guru dan waktu pembelajaran di beberapa kelas
yang memungkinkan. Dari 7 kelas yang ada, dipilih 2 kelas sebagai sampel.
Untuk kelas yang menjadi kelas eksperimen atau kelas yang diterapkan
model pembelajaran flipped classroom adalah kelas VII C, sedangkan yang
menjadi kelas kontrol atau kelas yang detrapkan model pembelajaran
ekspositori adalah kelas VII D.

C. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian adalah suatu nilai, sifat, atau atribut dari kegiatan atau
objek yang mempunyai variansi tertentu dalam penelitian untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulan.51 Adapun variabel yang akan digunakan sebagai berikut:
a. Variabel Bebas (Independent Variabel)
Variabel bebas (X) adalah variabel yang memberi pengaruh atau yang
menyebabkan perubahan atau munculnya variabel terikat (dependent).52
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas yaitu model pembelajaran
flipped classroom berbasis media interaktif video.
b. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat (Y) merupakan variabel yang dapat diperhatikan dan
diukur untuk menemukan pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel bebas.53
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi
matematis dan kemandirian belajar.

49
“Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
81.”
50
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D, 85.
51
“Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
60.”
52
“Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
61.”
53
“Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
61.”
D. Variabel Operasional
Definisi operasional merupakan suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik variabel terlihat. Proses pengubahan
definisi konseptual menjadi definisi operasional disebut dengan operasionalisasi
variabel penelitian.54 Sesuai dengan identifikasi variabel penelitian, maka
diperoleh variabel operasional sebagai berikut:
a. Model Pembelajaran Flipped Classroom Berbasis Media Interaktif Video
Model pembelajaran flipped classroom adalah model pembelajaran
yang membalikkan kelas tradisional yang semula pemberian materi
dilakukan di dalam kelas dan tugas dikerjakan di rumah, berubah menjadi
pemberian materi dilakukan di rumah dan tugas dikerjakan di kelas. Materi
yang diberikan dalam penelitian ini yaitu berupa media interaktif video yang
akan dipelajari siswa di rumah. Sedangkan di kelas, pembelajaran lebih
berpusat kepada siswa dan guru sebagai fasilitator. Dengan hal ini, siswa
akan memiliki banyak waktu dalam mendiskusikan suatu permasalahan
dengan siswa maupun gurunya.
b. Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan individu
dalam menunjukkan suatu situasi/ permasalahan ke dalam bahasa atau
simbol matematika, kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan
kemampuan dalam menarik kesimpulan. Adapun indikator kemampuan
komunikasi matematis yang digunakan yaitu:
1. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan atau
tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar.
2. Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematis.
3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
4. Membuat konjektur (dugaan), menyusun argumen, merumuskan definisi
dan generalisasi.

c. Kemandirian Belajar
54
“Masrukin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Kudus: Mibarda Publishing dan Media Ilmu
Press, 2017), 82.”
Kemandirian belajar meripakan kemauan dan kemampuan individu
untuk secara aktif belajar sendiri, dengan atau tanpa bantuan pihak lain,
dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran, metode pembelajaran dan
mengevaluasi hasil belajar. Adapun indikator kemandirian belajar yang
digunakan yaitu
1. Percaya diri
2. Tanggung jawab
3. Inisiatif
4. Tidak bergantung dengan orang lain
5. Mampu mengambil keputusan.

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Tes
Tes merupakan serangkaian pertanyaan atau alat pengukur yang
berfungsi untuk mengukur intelegensi, pengetahuan, keterampilan,
kemampuan atau bakat suatu individu atau kelompok.55 Pada penelitian ini,
metode tes digunakan untuk memperoleh data kemampuan komunikasi
matematis siswa dengan memberikan butir soal uraian tentang materi segitita.
2. Angket
Angket (kuesioner) adalah teknik pengumpulan data yang berupa
pernyataan atau pertanyaan tertulis yang kemudian dijawab atau diisi
responden.56 Adapun bentuk skala yang digunakan adalah skala likert. Skala
likert yaitu suatu variabel yang diukur menjadi indikator variabel dimana
indikator tersebut dijadikan sebagai titik pangkal dalam menyusun butir-butir
instrumen. Jawaban dari setiap butir instrumen memiliki gradasi sangat
positif sampai sangat negatif.57 Pada penelitian ini, metode kuesioner
digunakan untuk mendapatkan data kemandirian belajar siswa.
3. Dokumentasi

55
“Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis (Yogyakarta: Teras, 2011), 83.”
56
“Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D,
142.”
57
“ Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D,
93.”
Dokumentasi yaitu data yang didapatkan langsung dari penelitian yang
meliputi buku, peraturan, foto, arsip dokumen atau segala sesuatu yang
relevan dalam penelitian.58 Pada penelitian ini, metode dokumentasi
digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan sekolah secara
umum, kondisi siswa, guru, dan hal-hal lain yang ada hubungannya dengan
variabel penelitian.

F. Teknik Analisis Data


1. Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang
digunakan valid atau tidak. Uji validitas dalam penelitian ini
menggunakan pengujian validitas isi (content validity) dan validitas
konstruk (construct validity). Pengujian validitas isi ini berbentuk
instrumen test yang digunakan untuk mengukur tingkat tercapainya
tujuan (efektivitas), maka instrumen harus disusun berdasarkan tujuan
yang telah dirumuskan. Sedangkan untuk pengujian validitas kontrruk,
dilakukan dengan penilaian ahli (judgement expert), dimana peneliti akan
mengkonsultasikan intrumen yang telah disusun sebelumnya kepada
ahli.59 Untuk mengetahui apakah instrumen tersebut valid atau tidak, uji
validitas dalam penelitian ini perlu dihitung menggunakan rumus product
movement dengan angka kasar (raw score) yang dikemukakan oleh
Pearson. Rumusnya adalah:
N Σ XY −(Σ X )( Σ Y )
r xy=
√ [ N Σ X − ( Σ X ) ] [ N ΣY − ( Σ Y ) ]
2 2 2 2

Keterangan:
r xy : koefisien korelasi antara variabel X dan Y
N : jumlah siswa
Σ X : jumlah nilai tiap butir soal
ΣY : jumlah nilai total tiap butir

58
“Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, 92.”
59
“ Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
177.”
2
Σ X : jumlah nilai kuadrat item
ΣY 2 : jumlah nilai total
Σ XY :jumlah perkalian skor item dengan nilai total.60
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan suatu instrumen yang dapat dipercaya
sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.61
Rumus yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rumus KR-21 untuk
menentukan reliabilitas dari tes. Rumusnya yaitu:

( k −1
r=
k
)(1− M (kk s−M ) )
t
2

Dimana:
r : reliabilitas yang dicari
k : jumlah item dalam instrumen
M : rata-rata skor total
st 2 : varians total62
Instrumen yang dapat digunakan untuk pengukuran yaitu instrumen yang
mempunyai indeks reliabilitas lebih dari 0,70
c. Taraf Kesukaran
Indeks kesukaran merupakan bilangan yang menentukan susah
dan mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesulitan yaitu 0,00 sampai
dengan 1,0. Indeks kesulitan ini yang menentukan taraf kesukaran soal.
Jika soal mempunyai indeks kesukaran 0,0 berarti soal tersebut terlalu
sulit, sebaliknya jika indeks 1,0 berarti soal tersebut terlalu mudah.
Adapun rumus yang digubakan untuk menemukan tingkat kesukaran soal
sebagai berikut:
B
P=
N
Keterangan:
P : indeks kesukartan untuk setiap butir soal

60
“Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012),
73.”
61
“ Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,, 100.”
62
“Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D,
132.”
B : banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal
N : banyaknya siswa yang menjawab soal yang dimaksudkan.
Kriteria yang digunakan yaitu jika indeks kesukarannya semakin
kecil berarti soal tersebut semakin sulit dan jika indeks kesukarannya
semakin besar berarti soal tersebut semakin mudah. Adapun kriteria
indeks kesukaran soal yang baik yaitu 0,30 ≤ P ≤ 0,70.63
d. .Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal merupakan kemampuan suatu butir soal
untuk membedakan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi
dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Adapun rumus yang
digunakan untuk menemukan koefisien korelasi nilai butir dengan nilai
total sebagai berikut:
BA BB
D= − =P A −PB
JA JB
Keterangan:
B A : banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB : banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
J A : banyaknya siswa kelompok atas
J B : banyaknya siswa kelompok bawah
P A : proporsi siswa kelompok atas yang menjawab benar
PB : proporsi siswa kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria suatu butir soal dinyatakan memiliki daya beda yang
baik jika indeks daya bedanya adalah D≥0,30.64

2. Uji Prasyarat Analisis


a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan agar mengetahui apakah data yang
didapatkan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang

63
“Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D,
172..”
64
“Budiyono, Penilaian Hasil Belajar (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2011) 35.”
digunakan dalam penelitian ini adalah uji Kolmogorov Smirnov dengan
bantuan SPSS versi 22. Dengan kriteria pengujian:
 Jika nilai signifikansi (sig) < 0,05 maka data penelitian tidak
berdistribusi normal.
 Jika nilai signifikansi (sig) > 0,05 maka data penelitian berdistribusi
normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan agar mengetahui apakah antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai varians yang homogen
(sama) atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Levene’s test for equality variansces dengan bantuan SPSS versi
22. Dengan kriteria sebagai berikut:
 Jika nilai signifikansi < 0,05 maka kedua kelas mempunyai varians
yang tidak homogen (tidak sama).
 Jika nilai signifikansi > 0,05 maka kedua kelas mempunyai varians
yang homogen (sama).

3. Uji Hipotesis
a. Mengetahui Adanya Pengaruh dengan Uji-t
Setelah dilakukan uji prasyarat dan diperoleh kedua kelas
berdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya dilakukan uji
kesamaan dua rerata (Uji-t) melalui uji satu pihak. Uji kesamaan dua
rerata yang digunakan adalah independent sample t-tes dengan bantuan
SPSS versi 22. Dengan kriteria sebagai berikut:
1
 Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H 0 ditolak dan H a diterima.
2
1
 Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H 0 diterima dan H a ditolak.
2
b. Menentuka Besar Pengaruh
Dalam penelitian ini akan dilihat berapa besar pengeruh model
pembelajaran Flipped Classroom berbasis media video interaktif
terhadap kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar
siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan dengan menggunakan effect
size. Untuk perhitungannya menggunakan rumus Cohen’s:
X a Xb
d=
S gab
Keterangan:
d = besar pengaruh dalam persen
X a = mean pretest
X b = mean posttest
S gab = standar deviasi gabungan

S gab=

Dengan:
√ ( n1 −1 ) Sd 12+ ( n2−1 ) Sd22
n 1 + n2

n1 = jumlah siswa yang mengikuti pretest


n2 = jumlah siswa yang mengikuti posttest
Sd1 = standar deviasi pretest
Sd2 = standar deviasi posttest
Hasil perhitungan effect size dapat diinterpretasikan dengan tabel
klasifikasi menurut Cohen’s seperti berikut.65
Tabel 3.1
Klasifikasi Effect Size
Besar d Interpretasi
d ≥ 0,8 Tinggi
0,5 ≤ d ≤ 0,8 Sedang
d ≤ 0,5 Rendah

4. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik digunakan agar mengetahui hipotesis penelitian
yang diuji dengan data sampel dapat digunakan untuk populasi atau tidak.

65
Mahilda Wiwit Handayani, Eko Swistoro, dan Eko Risdianto, “Pengaruh Model
Pembelajaran Problem Solving Fisika Terhadap Kemampuan Penguasaan Konsep Dan Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa Kelas X MIPA SMAN 4 Kota Bengkulu,” Jurnal Kumparan Fisika 1, no.
3 (2018): 36–44.
Hipotesis statistik pada penelitian ini dirumuskan dalam bentuk uji satu
pihak. Sehingga hipotetis statistiknya yaitu:
H 0 : μ 1 ≤ μ2
H a : μ1 > μ2
Dengan:
1. H 0 : Kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model
pembelajaran Flipped Classroom lebih kecil daripada kemampuan
komunikasi matematis siwa yang menggunakan model pembelajaran
ekspositori.
H a : Kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan
model pembelajaran Flipped Classroom lebih baik daripada kemampuan
komunikasi matematis siwa yang menggunakan model pembelajaran
ekspositori.
2. H 0 : Kemandirian belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
Flipped Classroom lebih kecil daripada kemandirian belajar siwa yang
menggunakan model pembelajaran ekspositori.
H a : Kemandirian belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
Flipped Classroom lebih baik daripada kemandirian belajar siwa yang
menggunakan model pembelajaran ekspositori.
3. μ1 : Skor kelompok yang diberikan penerapan model pembelajaran
Flipped Classroom. (Kelas Eksperimen).
μ2: Skor kelompok yang diberikan penerapan model pembelajaran
Ekspositori. (Kelas Kontrol)
DAFTAR PUSTAKA

Adhitiya, dkk, “Studi Komparasi Model Pembelajaran Traditional Flipped dengan


Peer Instruction Flipped terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah”, UJME 4,
No. 2 (2015).
Agustiningsih, “Video : sebagai Alternatif Media Pembelajaran dalam Rangka
Mendukung Keberhasilan Penerapan Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar”,
Pancaran. 4, No. 1 (2015).
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012.
Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Bahri. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011.
Budiyono. Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2011.
Cong Sujono, I Wayan “Fungsi dan Tujuan Pendidikan,” Pendidikan Dasar 4, no. 1
(2019).
Djamaluddin, Ahdar dan Wardana. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: CV. Kaaffah
Learning Center, 2019.
Djamarah, Saiful Abdul Majid. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013.
Dwiyogo, Wasis. Pembelajaran Berbasis Blended Learning. Depok: Raja Grafindo,
2018.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Hamzah, and Nina Lamatenggo. Teknologi Komunikasi & Informasi Pembelajaran.
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Handayani, Mahilda Wiwit, Eko Swistoro, and Eko Risdianto. “Pengaruh Model
Pembelajaran Problem Solving Fisika Terhadap Kemampuan Penguasaan
Konsep Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas X MIPA SMAN 4
Kota Bengkulu.” Jurnal Kumparan Fisika 1, no. 3 (2018): 36–44.
Hjiman, Haris. Belajar Mandiri. Surakarta: UNS Press, 2007.
Hodiyanto, “Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran
Matematika,” AdMathEdu 7, no. 1 (2017): 11.
Idris, Noraini. Pedagogi Dalam Pendidikan Matematika. Selangor: Lahpron SDN,
2005.
Kompri. Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru Dan Siswa. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2016.
Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Masrukin. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Kudus: Mibarda Publishing dan Media
Ilmu Press, 2017.
Mirlanda, Ela Priastuti, Hepsi Nindiasari, and Syamsuri Syamsuri. “PENGARUH
PEMBELAJARAN FLIPPED CLASSROOM TERHADAP KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF SISWA.” Symmetry:
Pasundan Journal of Research in Mathematics Learning and Education 4
(2019): 38–49.
Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Musfiqon. Pengembangan Media Dan Sumber Pebelajaran. Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2012.
Nina, Isnawati dan Samian, "Kemandirian Belajar Ditrinjau dari Kreativitas Belajar dan
Motivasi Belajar Mahasiswa", Jurnal Penelitian Kemandirian Belajar, 131.
Octavia, Shilphy A. Model-Model Pembelajaran. Yogyakarta: CV Budi Utama,
2020.
Patandean, Yulius Roma, and Richardus Eko Indrajit. Flipped Classroom: Membuat
Peserta Didik Berpikir Kritis, Kreatif, Mandiri, Dan Mampu Berkolaborasi
Dalam Pembelajaran Yang Responsif. Yogyakarta: CV Andi Offset, 2021.
Pramuditiya, Surya Amami. Wahyudin, and Elah Nurlaelah. Kemampuan
Komunikasi Digital Matematis. Bandung: CV. Media Sains Indonesia, 2021.
Prayitno. “Identifikasi Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal Matematika Berjenjang Pada Tiap Jenjangnya.”
Konferensi Nasional Pendidikan, 2013.
Ragin, Gestiana, dkk, “Implementasi Strategi Pembelajaran Ekspositori untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan
dan Dakwah 2, No. 1 (2020).
Rais, Heppy El, Kamus Ilmiah Popoler. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012.
Riayah, Salma, and Dina Fakhriyana. “Optimalisasi Pembelajaran Dalam Jaringan
(Daring) Dengan Media Pembelajaran Video Interaktif Terhadap Pemahaman
Matematis Siswa.” Jurnal Pendidikan Matematika (Kudus) 4, no. 1 (2021).
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Beroriantasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenanda Media, 2011.
Sari, Marista, “Pengaruh Flipped Classroom Berbantuan Video Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar”,
skripsi.
Siregar, Rahmat Swandi, Muhammad Syahril Harahap, and Rahmatika Elindra.
“Efektivitas Model Pembelajaran Flipped Classroom Terhadap Kemampuan
Koneksi Matematis Siswa.” Mathematic Education Journal 2, no. 3 (2019): 49–
57. http://journal.ipts.ac.id/index.php/.
Slameto. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2011.
Smaldino, Sharon E., James D. Russel, and Deborah L. Lowther. Teknologi
Pembelajaran Dan Media Untuk Belajar. Jakarta: Kencana Prenanda Media,
2011.
Suciono, Wira. Berpikir Kritis: Tinjauan Melalui Kemandirian Belajar, Kemampuan
Akademik, Dan Efikasi Diri. Indramayu: CV. Adanu Abimata, 2021.
Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R &
D. Bandung: Alfabeta, 2011.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R
& D. Edited by Sutopo. Alfabeta, 2010.
Sumarto dan Mely Karmila, “Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian
Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Knisley di Kelas
VIII,” Pendidikan Matematika 5, no. 2 (2018).
Suprijono, Agus. Cooperative Learning Teori Dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010.
Susilana, Rudi, and Cepi Riyana. Media Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima,
2008.
Sumarto dan Mely Karmila, “Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian
Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Knisley di Kelas
VIII,” Pendidikan Matematika 5, no. 2 (2018).
Tanzeh, Ahmad. Metodologi Penelitian Praktis. Yogyakarta: Teras, 2011.
Trianto. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Ulya, Mila Rofiatul dkk, “Efektivitas Pembelajaran Flipped Classroom dengan
Pendekatan Matematika Realistik Indonesia terhadap Kemampuan Representasi
Ditinjau dari Self-Efficacy,” PRISMA Prosiding Seminar Nasional Matematika
2 (2019).
Uno, Hamzah B.. Teori Motivasi Dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Utami, Sri, “Pengaruh Model Pembelajaran Flipped Classroom Tipe Peer
Instruction Flipped Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa”, skripsi.
Wirasasmita, Rasyid Hardi dan Yupi Kuspandi Putra , “Pengembangan Media
Pembelajaran Video Tutorial Interaktif Menggunakan Aplikasi Camtasia Studio
dan Macromedia Flash”, Jurnal Pendidikan Informatika 1, No. 2 (2017).

Anda mungkin juga menyukai