Anda di halaman 1dari 4

7

Sudahkah Kita
Bahagia dengan
Shalat?
ْ
‫اﻟﺼ َﻼة ُ و‬ ‫و‬ ‫ﷲ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻻ‬َ ّ ‫إ‬ ‫ة‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻗ‬ ‫ﻻ‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ﻮ‬ ْ ‫اﻟْﺤ ْﻤﺪ ِﷲ و اﻟﺸﻜﺮ ِﷲ و ﻻ ﺣ‬
َ َّ َ ِ ِ ِ َ َّ ُ َ َ َ َ َ َ ِ ُّ َ ِ ُ َ َ
ُ
.
ْ ‫آﻪﻟ و أ ْﺻﺤﺎﺑﻪ و ﻣ‬
‫ﻦ‬ ِ ِ َ ‫ﺤ ّ َﻤ ٍﺪ و َﻋ‬ ‫ـﻴﻨَﺎ ﻣ‬ ‫ َﻧ ِﺒ‬،ِ‫اﻟﺴ َﻼم ﻋ َ رﺳ ْﻮ ِل اﷲ‬
َ َ ِ ِ َ َ َ َ َ ُ ّ ِ ُ َ َ ُ َّ
ْ ْ ْ ْ
ْ ‫ﻦ ﺗﺒﻌ ﺑﺈ‬ ْ ‫ و ﻣ‬،‫واﻻه‬
:‫ﺪ‬
ُ ‫ أ َ ّ َﻣﺎ َﺑﻌ‬.‫ﺎﻣ ِﺔ‬ ‫ﺎن ِإ َ ﻳﻮ ِم اﻟﻘﻴ‬ ‫ﺣﺴ‬
َ َ ِ َ ٍ َ ِِ ُ ََِ َ َ ُ َ َ
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Pelaksanaan ibadah shalat, selain dimaksudkan untuk
mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar, juga
menjadi sumber kebahagiaan bagi seorang mukmin. Apabila
dilakukan dengan benar dan penuh kekhusyukan, ibadah shalat
akan melahirkan rasa nyaman dan kebahagiaan bagi yang
melaksanakannya. Sebagaimana Allah janjikan dalam kalam-Nya,

(٢) ‫ﺎﺷ ُﻌ ْﻮن‬ ‫ﺧ‬ ْ ِ ‫ﰲ ﺻﻼ‬


‫ﻢ‬ ْ ْ ‫ﺬﻟ ْﻳﻦ‬
ِ َ ّ ‫ا‬ ‫ن‬ ْ ‫ﻗ ْﺪ أﻓْﻠﺢ اﻟْﻤ ْﺆﻣﻨ‬
‫ﻮ‬
َ ِ َ ِ َ َ ِ ُ َ َ ُ ِ ُ َ َ َ َ
َ
(١)
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya”
(al-Mu`minûn: 1-2).
Dalam ayat tersebut, secara tegas Allah menjanjikan
akan memberikan kebahagiaan kepada orang yang beriman, di

142
antaranya menjalankan ibadah shalat dengan penuh kekhusyukan,
penuh penghayatan, pemahaman, dan ketundukan diri kepada
Allah.
Khusyuk menurut Imam al-Ghazali (Ihyâ`: 1/171), adalah
buah keimanan dan hasil keyakinan terhadap keagungan Allah.
Siapa yang dapat merasakannya, niscaya akan khusyuk dalam
shalatnya, bahkan saat ia sendirian atau di tempat buang hajat.
Khusyuk bisa timbul dari kesadaran bahwa Allah selalu melihat
gerak-gerik hamba-Nya, kesadaran tentang keagungan-Nya,
serta kekurangan hamba dalam melaksanakan tugas-tugas dari
Rabbnya.
Shalat yang dilakukan sedemikian rupa, akan mampu
memberikan ketenangan jiwa dan kepuasan spiritual. Hati menjadi
tenang, kegalauan dapat terusir. Kebahagiaan dan ketenangan ini
tidak hanya didapatkan di dunia, tetapi juga kelak di akhirat. Ia
merupakan puncak segala kemuliaan dan kebahagiaan, yaitu
kebahagiaan di surga al-Firdaus. Allah berkalam,

(١١) ‫ﺎﺪﻟ ْون‬


ُِ ‫ﺧ‬ ‫ﺎ‬ ْ ‫ﺬﻟ ْﻳﻦ ﻳﺮﺛ ْﻮن اﻟْﻔ ْﺮد ْوس ْ ﻓ‬
ِ َ ّ ‫ا‬ ‫ن‬‫ﻮ‬ْ ‫أوﻟ ٓﻚ اﻟْﻮارﺛ‬
َ ِ
َ َ ُ َ َ ِ َ ُ َِ َ َ َ ُ ِ َ ُُ َ َِ ُ
(١٠)
“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka
itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan
mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (al-
Mu`minûn: 9-11)

Jamaah yang dirahmati Allah,


Mungkin di antara kita sedang berpikir bagaimana
gambaran shalat yang mampu menghadirkan ketenangan dan
kebahagiaan dalam diri kita? Berikut ini beberapa kisah salafus
saleh ketika mendirikan shalat.
Dikisahkan bahwa suatu ketika, Khalaf bin Ayyub
ditanya, “Mengapa tidak Anda usir lalat-lalat itu? Tidakkah
143
mereka mengganggu shalatmu?” Ia menjawab, “Aku tidak ingin
membiasakan diriku melakukan sesuatu yang akan merusak
shalatku.”
Ketika ditanya lagi, “Bagaimana Anda dapat bersabar atas
hal itu?” Ia menjawab, “Aku pernah mendengar bahwa orang-
orang fasik menunjukkan ketabahan ketika didera dengan
cambuk-cambuk para raja, agar mereka disebut sebagai orang
yang tabah dan mereka pun bangga seperti itu. Sedangkan aku,
berdiri di hadapan Rabbku. Patutkah aku bergerak hanya karena
seekor lalat?”

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh,


Kisah lain adalah Hatim al-Asham, ketika ditanya untuk
melukiskan shalatnya. Ia berkata, “Bila datang waktu shalat, aku
berwudhu sesempurna mungkin. Lalu aku pergi ke tempat shalatku
dan duduk di situ sampai tenang seluruh anggota tubuhku.
Setelah itu, aku bangkit dan memulai shalatku. Kujadikan Kakbah
di antara kedua mataku, aku jadikan sirat di bawah telapak kakiku,
surga di sisi kananku, neraka di sisi kiriku, dan Malaikat Maut di
belakangku. Kuanggap ini sebagai shalatku yang terakhir.
Aku pun berdiri di antara harapan dan kecemasan. Aku
bertakbir dengan hati yang mantap dan membaca ayat Al-Qur`an
dengan tartil. Kemudian aku mulai rukuk dengan hati merunduk
dan bersujud dengan penuh khusyuk, duduk di atas bagian
tubuhku sebelah kiri, menjadikan punggung kakiku sebagai alas,
sambil menegakkan kaki kananku di atas ibu jarinya. Kulakukan
semua itu dengan penuh keikhlasan. Setelah itu, aku pun tidak
tahu apakah shalatku diterima atau tidak.”

Saudaraku seiman rahimakumullâh,


Begitulah gambaran shalat yang akan mampu melahirkan
ketenangan dalam diri seseorang. Shalat yang didirikan dengan

144
penuh keikhlasan dan kekhusyukan. Shalat yang didirikan dengan
tumakninah. Shalat yang didirikan dengan memahami bacaaan,
menghayati gerakan, dan memberikan hak-hak shalat sepenuhnya.
Jika semua itu belum terpenuhi, maka jangan sampai kita berharap
mendapatkan ketenangan jiwa atau tercegah dari perbuatan keji
dan mungkar. Karena shalat tanpa kekhusyukan, tidak ada bedanya
dengan orang yang sedang menggoyang-goyangkan tubuhnya.
Berapa bayak orang yang shalat hanya sekadar menggoyang-
goyangkan tubuhnya? Rabbunal Musta'ân.

145

Anda mungkin juga menyukai