Anda di halaman 1dari 1

4 7 Juni 2020

Oleh: Ahmad Moehdor al-Farisi Puisi Ruhan Wahyudi


SERANGKAI MIMPI
Berkali-kali kantuk merepih sunyi
bersama istrinya. mencoba menenangkan istrinya yang Mata sedikit terbuka menatap atap
“Saldo lima puluh mulai meracau ke mana-mana. Yang biasa ia merangkai kata
empat ribu tidak bisa Darkono sadar dan mengerti, untuk Merangkai mimpi sebelum menjadi basi
diambil, Bu.” Jawab meredakan situasi semacam ini
Darkono meyakinkan memang harus ada yang terkorbankan. Kutukan jam seperti nyanyian ibu
istrinya. Harus ada yang mengalah sebagai Angka-angka dikecupkan tak serupa
“Bisa, Pak. Lawong tempat pelampiasan amarah. Membersit dalam raut wajahmu kini
waktu itu saya bias “Coba kemarin enggak ambil Tinggal takdir yang akan menuntunya
kok.” motor, pasti kita enggak bakalan
Darkono tidak mau seperti ini.” Celoteh istrinya sambil Aku hanya membelokkan serupa bayang
menjawab lagi. Ia tak mengayun-ayun bayinya yang tak Yang menggertak bulu kudukku
mau mengeruhkan henti-henti menangis. Mimpikah aku ?
keadaan dengan sesuatu “Pis…, Pis….” Tiba-tiba anak (12-04-20)
yang tak ada gunanya pertamanya yang sedari tadi main
diperdebatkan. kertas di depan pintu menggaruk-garuk
“Nanti belikan bokong. Celananya tampak basah.
pampers yang kemasan Lantai depan pintu megalirkan air yang
kecil untuk kakak dan kekuningan. Pesing.
susu formula untuk adik. “Aduh, Kak…. Kenapa sih baru
Untuk susu formula juga ngomong…. Ayo berdiri, cebok sana
ada yang kemasan kecil. ke kamar mandi. Pak, tolong ceboki
Insyaallah lima puluh anakmu ini!” Teriak istri Darkono
ribu cukup.” Imbuh sambil menepuk-nepuk paha bayinya
istrinya sambil berusaha yang makin kencang tangisannya.
menenangkan bayinya Darkono belum menghiraukan.
yang dari tadi menangis. Iama sih mencari-cari sisa uang di saku
Anak keduanya yang celananya yang tergantung di balik
baru berusia tiga bulan pintu. Ia tiba-tiba ingat, kemarin habis TUBUH PUISI
itu memang agak sedikit beli rokok ada kembaliannya, tapi ia Serupa tubuh puisi bagi seorang penyair
rewel, gampang lupa di mana menaruhnya. Tempat meracik mimpi menukar imaji
menangis. Berbeda “Pak, cepat ceboki anakmu ini Dalam tubuhku pada tubuhmu
dengansi kakak yang loh…. Kasihan garuk-garuk melulu.
sudah berusia 2 tahun, Keburu ke mana-mana air Serupa tualang bagi anak-anak diksi
instingnya sudah bias kencingnya.” Mencari temannya yang kehilangan rupa
dipengaruhi dengan Belum ada jawaban. Darkono masih Lalu, penyair akan mencumbu tubuhmu
rayuan-rayuan yang sibuk merogoh satu per satu saku (12-04-20)
meskipun itu hanya celana, membongkar tas mengajarnya,
pengalihan terhadap apa dan mengangkat sudut-sudut kasur. Ia
yang ia inginkan. masih berjuang mencari di mana itu
Sesulit apa pun, uang. Ia juga tak cerita ke istrinya
seberat apa pun, kalau honor tulisannya di Koran
Darkono tak pernah Minggu lalu sudah cair. Ia sengaja
menunjukkan amarah. Ia menggunakannya untuk membeli rokok
tetap membesarkan hati karena hampir satu bulan ia tak
menerima keadaan ini merokok. Seingatnya ada sisa dari tiga
meskipun sebenarnya ia ratus ribu itu, tapi ia lupa di mana
lelaki pemarah. Tak menaruhnya.
banyak bicara Darkono “Bapak cari apa sih?!” Teriak
keluar rumah dengan istrinya makin kencang
mengantongi kartu ATM “Cari uang.” Jawab Darkono dari
milik istrinya. Tak ada dalam kamar.
harapan. Ia sudah yakin “Uang apa? Cepat ceboki si kakak.
apa yang dikatakan Air pipisnya sudah ke mana-mana SEMARAK DOA
istrinya mustahil tuh!” Doa- doa dilantunkan dalam puisi
terkabulakan. Ia tak akan “Uang honor cerpenku Minggu Aroma kembang mencusuar mengelilingi
berhasil menarik tunai kemarin.” Jawab Darkono agak sedikit Bingkai pigura, lemari, ruangan serta wajahmu
dari saldo tabungan lima kesal. Yang sedang bersandar memeluk mimpi
puluh empat ribu. “Honor yang mana? Bapak tak
Dengan pikiran tak pernah cerita kalau ada honor.” Bukanlah yang pertama kali kau menyantap sunyi
karu-karuan Darkono Darkono tak mau menjawabnya lagi. Di sini, aku selalu memperhatikan wajahmu
menyalakan motor Ia terus berjuang membongkar buku- Seperti aku melukis kisah layla dan qais
bututnya. Simpanan di buku ajarnya. Barangkali terselip di Di kanvas yang penuh warna-warni
ATM-nya sendiri sudah dalamnya. Ada peluh yang sedikit
habis dua minggu yang mengalir dari pelipisnya. Ada rasa Dan serupa tasbih, aku senantiasa membulirkan doa
lalu. Dipakai untuk bersalah yang tiba-tiba menyelimuti Di setiap sujud yang tak pernah alpa
membayar cicilan motor dadanya. Mengapa ia gunakan honor itu Meminta restu dari pencipta
dan memenuhi untuk beli rokok sebelum diserahkan (12-04-20)
kebutuhan dapur. pada istrinya yang cerewetnya minta
Darkono dan istri sudah ampun itu. Biasanya juga begitu. Entah
sepakat, gaji keduanya mengapa kali ini ia mengambil
harus di-ploting, keputusan sepihak. Bahkan sisa beli
dimanajemen yang baik rokonya pun tidak diserahkan ke istrinya.
supaya cukup dan tidak Di luar kamar tangisan bayinya
keteteran dalam terdengar makin kencang. Ada rasa
memenuhi kebutuhan. haus yang disampaikan. Air susu
Gaji Darkono khusus istrinya tidak keluar sejak lahiran anak
untuk membayar cicilan pertama. Untuk menyusui keduanya
motor dan belanja terpaksa menggunakan susu formula.
kebutuhan dapur, gaji Bau pesing air kencing anak
istrinya khusus untuk pertamanya mulai menyengat. Perlahan
kebutuhan kedua mengalir masuk ke dalam kamar.
anaknya. Tapi, semua itu Alirannya menyentuh telapak kaki
hanya rencana yang Darkono. Ia sedikit terjingkat dan jijik. IA DUDUK DI JEMBATAN KECIL
mengawang di udara. Ketika hendak menyudahi pencariannya,
Meskipun gaji keduanya tiba-tiba ada semacam sobekan kertas Jalanan basah meresah
digabungkan tetap saja yang terbawa aliran air kencing anaknya. Daun-daun keramas dari kemarau
masih kurang. Ada saja “Apa?” Darkono kaget, tak percaya Ia berjalan meloroti kisah yang purba
kebutuhan lain yang apa yang dilihatnya. Uang yang ia cari- Tempat kenangan di gantung hina
SEBAGAI guru yang menopang Darkono dirundung gelisah. Darkono tidak memedulikan soal dating tak diundang. cari untuk beli susu dan pampers hancur
hidupnya dari honor tulisan, Darkono “Coba, Pak, ke ATM. Barangkali kebutuhan perutnya. Ia bisa makan apa Benar saja, apa yang dikatakan berkeping-keping disobek-sobek anaknya. Jembatan kecil tidak perpanjangan
merasa belum bisa memberikan bias diambil lima puluh ribu.” Bujuk saja dari sisa masakan apa saja. Ia istrinya sia-sia. Tiga kali Darkono “Kakak…, itu bukan mainan…. Riak air mengalir hingga hilir
senyuman untuk istri dan kedua istrinya. Pampers anak pertamanya sudah terbiasa menggoreng sisa nasi mencoba tarik tunai lima puluh ribu Atagfirull?haladzim….” Darkono lekas- Tidak ada yang berubah tempat itu
anaknya yang masih kecil-kecil itu. tinggal tiga biji lagi. Susu formula yang sudah basi. Ditaburi garam, dari ATM istrinya yang saldonya lekas mengangkat anaknya yang masih Masih berlumut dan licin
Gaji mengajarnya masih jauh dari untuk anak kedua juga tinggal beberapa selesai urusan. Rasanya sudah mampu hanya lima puluh empat ribu itu. menggenggam sisa sobekan uang, Masih tetap saja luka yang kecewa
cukup. Meskipun istrinya juga saji lagi. Darkono sadar, kebutuhan menggoyang lidah. Apalagi bisa Darkono pulang tanpa hasil yang sedikit menyeretknya ke kamar mandi.
mengajar, gaji keduanya belum mampu pokok untuk kedua anaknya itu lebih ditambah sedikit irisan bawang. diharapkan. Penulis lahir di Sampang, Madura 30 tahun Ia duduk membayangkan lukisan
untuk menutupi kebutuhan rumah penting meskipun telur dan bumbu Berbeda dengan kebutuhan kedua “Sabarya, Bu. Coba saya cari di lalu. Kini menetap di Tangerang. Pembimbing Beberapa tahun yang hilang
teater yang menulis puisi, cerpen, dan esai. Guru Mengumpal luka lara
tangganya. Tak ada hari yang luput dapur sudah kosong sejak dua hari anaknya yang tak bisa didapat dari saku-saku celana, barang kali ada uang di Ponpes Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza,
dari kemurungan. Hampir saban waktu yang lalu. sisa-sisa seperti yang Darkono santap yang terselip di sana.” Rayu Darkono Tangerang. Menyimpan penantian yang tak datang

Entahlah...!
Ia duduk di jembatan kecil

Membaca Sajak Spontanitas Bukan menunggumu lagi


Tetapi ada yang mesti ia lunasi
Atas nama luka yang sekian kali
Gapura, 2020
Oleh: Rhinto Sustono
LIMA bulan terakhir, redaksi banyak rasionalise yang kaku dan pada penyairnya. Secara romantisme, pilihan kata Seperti keranggasan rindu seorang
menerima kiriman karya sajak (puisi) dari mengedepankan logika semata. Namun Pergi ke Ladang tersebut merupakan hal yang perantau
berbagai penjuru nusantara yang rata-rata apa pun itu, alirannya tetap saja pergi ke ladang, di mana akan beroposisi. Buah puisi yang segar Ketika ingatan menjadikan suluk
pemuisinya merupakan kalangan generasi menggunungkan perasaan dan tumbuh harapan merupakan sebuah harapan yang pemahaman,
muda. Ada yang dari Padang, Bandung, emosional penyair dan pembacanya. buah puisi yang segar menghampar di depan, namun tidak Pemaham bagi luka di jalan pulang
Indramayu, Jogja, Surabaya, Madura, Pengotakan aliran romantisme selalu mulus dengan adanya ulat Setelah pengharapan berakhir
Bali, Banjarmasin, dan lainnya. Dari dalam seni sastra di tanah air sudah sampai di ladang, menanam biji adalah batu ujian. dalam hirau.
penulis di Medan tentu saja. menjadi paham yang secara kebaikan Pelihan kata itu juga menjadi
Menapaki Juni ini saja, lebih 1.000 operasional bekerja pada dua hal; dunia tetumbuhan mekar bagai rengkah ilustrasi yang menghadirkan Menikmati sajaknya J Akid
judul karya puisi yang masuk. Tentu ideal dan dunia faktual. Dunia ideal mawar kewaspadaan dan harapan akan Lampacak tidak bisa kita katakan
saja karena keterbatasan ruang, setelah terfokus pada ide, gagasan, dan pikiran kegemilangan hari esok, yang merupakan hadirnya sajak spontan.
melalui proses seleksi, hanya empat yang berangkat dari kesenjangan di ladangladang, ada kebahagian digambarkan pada kalimat terakhir, Sebab kita sama sekali tidak tahu persis
atau lima karya saja yang bisa kehidupan, baik secara individual dan ulat adalah batu ujian “…ke ladang, kita menyiapkan bekal proses penciptaannya. Namun saya HUJAN MARET
diterbitkan. maupun secara sosial. keranjang dengan segala kebaikan” berani menyebut sajaknya sebagai amsal
Mencermati karya puisi yang Dalam dunia idela, segalanya kerap sebuah gubuk, teduh menahan sebagai klimaksnya. dari sajak spontanitas, karena saya Begitu teduh, saat jam rumah jatuh kedinginan
masuk, ragam tema diangkat yang bisa mengedepankan sesuatu yang benar, pisau matahari Mencermati sajak di atas, tentu menemukan unsur terpenting dalam Berkelindan samar di jendela
dinikmati dan dimaknai sesuai persepsi baik secara norma, aturan negara mengeringkan keringat di dahi proses penciptaannya sudah melalui sajak spontanitas, yakni improvisasi. “Hujan telah mengingatkan kita
masing-masing pembaca. Seperti (undang-undang), hingga hukum adat perenungan penyairnya. Atau Ya, saya memang bukan memvonis Pada dunia yang sedang jatuh
halnya kemerdekaan tema yang bisa dan secara religiusitas. Sebaliknya agar sembuh luka, mengelupas setidaknya, pemilihan kata-kata yang puisi Sebelum Ke Tetean sebagai sajak dalam perumpamaan asmara” kataku
diusung melalui kata-kata bersajak, dunia faktual kadang berlawanan kisah digunakan sudah dipertimbangkan spontan. Namun kemenarikan
semerdeka itu pulalah pembaca bisa dengan tatanan yang ideal. kulit baru dan semua cerita baru secara matang. Berbeda dengan sajak J improvisasi pilihan kata-kata yang Dunia sedang tidak baik-baik saja. Tuan. Katamu
menyelami dan memaknainya. Pada pertentangan ini, karya puisi Akid Lampacak dari Madura berjudul dihadirkan Akid Lampacak sangat Aku hanya mencabik senyum
Dari sekian banyak tema yang yang berhulu dari kegelisahan penyair ke ladang, kita menyiapkan bekal Sebelum Ke Tetean yangterbit di pekan menggelitik saya. Sehingga seolah Agar kita baik-baik saja
disuguhkan, semuanya terbingkai terhadap kesenjangan, selalu hadir keranjang dengan segala kebaikan terakhir Maret 2020. memaksa saya untuk Tanpa memutar waktu lagi, kita abadi
dalam nuansa cinta dengan segala mengurai, melerai, bahkan memberikan Membaca Sebelum Ke Tetean, kita menghubungkannya dengan Gapura, 2020
rahasia pujian, makian, dan tak elak, solusi ampuhnya. Singkatnya, puisi Adalah hal jamak jika segala sisi seperti digiring pada sajak spontan. kespontanan. Baca dan cermatilah
cemoohan. Puisi memang selalu punya hadir mengidentifikasi, mempelajari, kehidupan dunia faktual dapat Jembatan yang terhias dari padang piliahn kata setiap barisnya. Penulis menetap di Sumenep, Madura. Sekarang Mengabdi di MA
Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur. Bergiat di komunitas Anak
arahnya sendiri, kata-kata yang bebas mencermati, untuk selanjutnya direkayasa, namun pada sisi tertentu ilalang Keberanian Akid Lampacak juga Sastra Pesantren (ASAP) dan Kelas Puisi Bekasi (KPB). Pernah
kadang-kadang bisa menjadi mengubah kesenjangan menjadi jalan karakteristik sebagai bentuk Menghatarkan riak nasib di tanah terlihat dalam memadankan kalimat- meraih Anugerah Puisi Terbaik Hari Puisi Indonesia Disparbud DKI
penjaranya sendiri. yang bisa ditempuh bersama. penjernihan ide dapat terjadi lewat kelahiran kalimat yang sejatinyatidak beren Jakarta, Yayasan Hari Puisi 2019. Antologi puisinya “Menjalari
Maka tak heran, jika dari seribuan Puisi Pergi ke Ladang karya Faris puisi. Kejernihan ide Faris Al Faisal Debur ombak dan bayang-bayang jambemen. Terlepas dari persepsi dan Tubuhmu di Pundak Waktu – 2019”. Karya cerpen dan puisinya
juga dimuat di berbagai media cetakdan online, juga termaktub dalam
karya puisi tersebut, adakalanya Al Faisal (indramayu) yang menghiasi dapat ditelusuri melalui pilihan kata yang terjebak pemaknaan pembacanya, Akid Lampacak berbagai antologi bersama.
meliukan romantisme, pun Rebana, 8 Maret 2020 bisa diduga yang tepat, seperti buah puisi yang Melukiskan wajah-wajah kemarau sudah berhasil membungkus sajaknya
membelokkannya pada kecendrungan hadir dari kesenjangan yang terjadi segar dan ulat adalah batu ujian. pada daun pisang dengan kata-kata yang penuh makna.

Anda mungkin juga menyukai