Anda di halaman 1dari 20

Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan

Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk


Siti Romlah Kelas B3
RESUME BAB 8
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL PADA MASA KANAK-KANAN AWAL

A. Konsep Diri dan Perkembangan Kognitif


Konsep diri bertanggung jawab terhadap berbagai perubahan utama pada masa
kanakkanak awal. Merujuk pada Neo -Piagetian definisi diri bergeser dari representasi
tunggal ke pemetaan represantional. Anak kecil tidak melihat perbedaan antara diri yang
sebenarnya dan diri yang ideal.
Self concept atau konsep diri adalah cara dan sikap seorang individu dalam
memandang dirinya sendiri. Pandangan atau perspektif diri meliputi aspek fisik maupun
psikis, seperti mengenal karakteristik individu itu sendiri, tingkah laku atau perbuatannya,
kemampuan dirinya, dan sebagainya. Tak hanya mencakup kekuatan diri individu itu saja,
melainkan kelemahan dan kegagalan yang ada pada dirinya. Konsep diri (Self Consept) juga
dapat diartikan sebagai rasa akan keberadaan diri, gambaran mental deskriptif dan evaluatif
kemampuan dan sifat seseorang. Sebagai contoh, apabila individu menganggap bahwa
dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya, akan terbentuk
self concept yang baik atau positif pada dirinya. Namun, sebaliknya, apabila individu itu
menganggap bahwa dirinya tidak mampu atau dalam artian pesimis sebelum mencoba, akan
terbentuk self concept yang negatif pada dirinya.
Analisis neo-Piagetian menggambarkan peralihan pada anak usia 3-6 tahun muncul
dalam 3 tahap :
1.Representasi tunggal adalah tahap awal dari perkembangan.
2.Pemetaan representasi adalah tahap kedua dari perkembangan
3.Sistem representasi adalah tahap terakhir dalam perkembangan
Citra diri atau gambaran diri ini biasa dikenal sebagai self image adalah perilaku
individu secara fisik pada dirinya sendiri, baik disadari maupun tak disadari. Komponen self
image mencakup persepsi atau tanggapan, baik di masa lalu maupun sekarang, terkait ukuran
dan bentuk tubuh serta kemampuan pada dirinya (fisik).

B. Memahami Emosi
Perkembangan sosial emosi semakin dipahami sebagai sebuah krisis dalam
perkembangan anak. Hal ini disebabkan karena anak terbentuk melalui sebuah perkembangan
dalam proses belajar. Anak usia dini adalah seorang anak yang usianya belum memasuki
suatu lembaga pendidikan formal seperti sekolah dasar (SD) dan biasanya mereka tetap

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
tinggal di rumah atau mengikuti kegiatan dalam benntuk berbagai lembaga pendidikan pra-
sekolah, seperti kelompok bermain, taman kanak-kanak, atau taman penitipan anak. Anak
usia dini adalah anak yang berusia 0-8 tahun. Sedangkan pada hakekatnya anak usia dini
(Augusta, 2012) adalah individu yang unik dimana memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan dalam aspek fisik,kognitif,sosial emosional, kreativitas, bahasa dan
komunikasi yang khusus yang sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut.
Dan berbagai penelitian menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 0-8
tahun yang sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental.
Perkembangan sosial merupakan perkembangan tingkah laku pada anak dimana anak
diminta untuk menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat.
Dengan kata lain, perkembangan sosial merupakan proses belajar anak dalam menyesuaikan
diri dengan norma, moral dan tradisi dalam sebuah kelompok (Yusuf dalam Yahro, 2009).
Piaget menunjukkan adanya sifat egosentris yang tinggi pada anak karena anak belum dapat
memahami perbedaan perspektif pikiran orang lain (Suyanto, 2005). Pada tahapan ini anak
hanya mementingkan dirinya sendiri dan belum mampu bersosialisasi secara baik dengan
orang lain. Anak belum mengerti bahwa lingkungan memiliki cara pandang yang berbeda
dengan dirinya (Suyanto, 2005). Anak masih melakukan segala sesuatu demi dirinya sendiri
bukan untuk orang lain.

C. Gender
Identitas gender merupakan salah satu aspek pengembangan konsep diri. Perbedaan
gender utama dalam masa kanak-kanak awal adalah tingkat agresivitas anak laki-laki yang
lebih tinggi. Anak perempuan cenderung lebih empati dan prososial serta tidak cenderung
kepada masalah perilaku. Beberapa perbedaan kognitif tampil lebih dini, beberapa perbedaan
lainnya baru muncul pada masa pra remaja atau lebih.
Perbedaan yang dapat diukur antara bayi laki-laki dan perempuan sangat sedikit.
Kedua jenis kelamin tersebut sama-sama sensitive terhadap sentuhan dan cenderung untuk
tumbuh gigi, duduk, dan berjalan pada usia yang sama(Maccoboy,1980).
Dalam pengalaman dan ekspetasi yang berkaitan dengan perspektif dalam
Perkembangan Gender : Nature dan Nuture memiliki tiga aspek yang berkaitan yaitu
peran,penentuan tipe, dan stereotip gender.Peran gender (gender roles) adalah perilaku ,
ketertarikan, sikap, keterampilan dan ciri-ciri kepribadian pria dan Wanita yang dianggap
sesuai dengan culture. Penentuan tipe gender adalah sebuah yan dengannya anak b%elajar
dan mendapatkan peran gender. Stereotop gender adalah generalisasi yang telah terbentuk

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
sebelumnya tentang perilaku pria dan Wanita seperti “ Semua Wanita pasif dan
tergantung ;semua pria agresif dan independent”.
Perspektif perkembangan gender ada empat yaiu : pendekatan biologis,
psikoanalitis,kognitif, dan berbasis sosialisasi. Pendekatan biologis; Eksistensi peran gender
yang mirip dalam banyak culture menunjukkan bahwa sebagianperbedaan gender mungkin
berbasis biologis. Teori psikoanalisis adalah salah satu teori yang membahas tentang hakikat
dan perkembangan bentuk kepribadian yang dimiliki oleh manusia. Pendekatan kognitif
adalah bentuk istilah yang menyatakan bahwa melalui tingkah lakulah seorang individu akan
mengalami proses mental yang nantinya bisa meningkatkan kemampuan menilai,
membandingkan, atau menanggapi stimulus sebelum terjadinya reaksi.

D. Bermain : Kegiatan Masa Kanak-kanak Awal


Bermain merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan. Kegiatan
bermain adalah kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak atau bermain adalah dunia anak atau
dikatakan oleh Papalia et al (2001) bahwa bermain adalah “bekerjanya” anak-anak yang
mempunyai kontribusi terhadap keseluruhan domain-domain perkembangannya. Jika ingin
memahami tentang perkembangan anak maka perlu memahami esensi dari permainan anak
(Hughes, 1994).

Bermain merupakan hal yang esensial bagi kesehatan anak. Bahkan di abad 21 ini,
ketika anak-anak mengalami banyak tekanan di dalam hidup mereka, maka permainan
menjadi sangat krusial bagi mereka. Bermain akan dapat meningkatkan afiliasi dengan teman
sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya
jelajah, dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perileku yang secara potensial
berbahaya (Santrock, 2000).

Bermain merupakan refleksi dari keseluruhan perkembangan anak yaitu perkembangan


intelektual, sosial, emosional, dan fisik (Hughes, 1994). Selanjutnya dikatakan bahwa dengan
bermain anak bisa berkomunikasi, bersosialisasi, belajar tentang dunia di sekeliling mereka,
memahami diri dan orang lain, belajar menghadapi permasalahan, dan berlatih beberapa
ketrampilan-ketrampilan yang akan digunakan di masa yang akan datang.

Kegiatan bermain hampir dilakukan oleh anak di semua usia, yaitu mulai bayi sampai
anak usia sekolah. Kegiatan bermain maupun jenis permainan yang dilakukan oleh anak
berhubungan dengan karakteristik perkembangan mereka (Hurlock, 1993). Bermain pada usia

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
bayi merupakan refleksi dari perkembangan bayi yang sedang melakukan eksplorasi; bermain
pada anak usia pra sekolah merupakan refleksi dari perkembangan motorik, bahasa, fantasi,
rasa aman dan kepercayaan diri, serta awal dari kemampuan untuk berfikir logis; bermain
pada anak usia sekolah merupakan refleksi dari perkembangan intelektual, sosial, dan
kepribadian (Hughes, 1994). Dengan demikian jenis-jenis kegiatan bermain yang dilakukan
oleh anak bisa beraneka ragam sesuai dengan karakteristik perkembangan mereka. Dengan
mengetahui kegiatan bermain mereka maka akan banyak informasi yang bisa diperoleh
tentang dunia mereka.

Bermain pura-pura pada anak prasekolah mempunyai pengaruh besar terhadap


perkembangan anak seperti kemampuan berbahasa dan narasi regulasi emosi, problem
solving (Lillard, et al., 2013). Selanjutnya dikatakan bahwa meskipun hasilnya tidak
konsisten bermain pura-pura juga berhubungan dengan kreativitas, kecerdasan, konservasi,
dan theory of mind. Penelitian Vlastava, Maria & Juraj (2009) menunjukkan bahwa bermain
pura-pura pada anak taman kanak-kanak berpengaruh terhadap kompetensi afektif dan
kognitif. Hasil lain menunjukkan bahwa bermain pura-pura lebih banyak dilakukan oleh anak
perempuan, sedangkan bermain konstruktif lebih banyak dilakukan pada anak perempuan.

Bermain merupakan pekerjaan anak kecil, dan memberikan kontribusi kepada seluruh
ranah perkembangan. Melalui bermain anak-anak merangsang indra, belajar bagaimana
menggunakan otot mereka, mengkoordinasikan pandangan dan gerakan, meraih kontrol
terhadap seluruh tubuh dan mendapatkan keterampilan baru. Anak-anak prasekolah
melakukan permainan yang berbeda pada umur yang berbeda. Seorang anak memiliki gaya
bermain yang berbeda dan mereka memainkan sesuatu yang lain.

Para periset mengkategorikan permainan berdasarkan :

1. Isi (content), apa yang dilakukan oleh seorang anak Ketika bermain.
2. Dimensi sosial dari permainan, apakah mereka bermain seorang diri atau Bersama yang
lain.
Kegiatan Bermain Usia Prasekolah

Permainan yang dibutuhkan pada usia prasekolah yaitu yang dapat mengembangkan
empati, kerja sama, dan keinginan bersosialisasi dengan orang lain. Sebab, di usia prasekolah
anak akan banyak bertemu banyak orang baru dan harus mulai belajar beradaptasi dengan
lingkungan baru.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
Jenis permainan anak usia prasekolah, diantaranya :

1. Bola sepak mini


2. Bola basket
3. Permainan masak-masakan
4. Puzzle
5. Balok bongkar pasang yang rumit
6. Mainan tradisional (kelereng, bola bekel, perak umpet dan
7. congklak)
8. Boneka
9. Membuat Origami
10. Mewarnai dan Menggambar
11. Bermain Plastisin (Lilin Mainan)
12. Bermain Peran
13. Bermain dengan Pasir Kinetik
Tipe Permainan Masa Kanak-kanak Awal

Bermain merupakan aktivitas anak kecil yang dapat memberikan kontribusi pada ranah
perkembangan. Dengan bermain akan merangsang indera anak-anak. Anak akan belajar
bagaimana mengordinasikan pandangan dan gerakan mereka, mengontrol tubuh mereka,
mengendalikan otot mereka serta mendapat keterampilan baru.

Menurut (Piaget, 1962), ada beberapa tipe permaian untuk masa kanak-kanak awal,
diantaranya :

1. Permainan fungsional (funcitional play) adalah permaianan yang melibatkan gerakan


otot yang berulang (seperti menggulingkan atau melambungkan bola). Seiring dengan
meningkatnya keterampilan motorik, anak-anak prasekolah melompat, berlari, melempar
dan mendidik
2. Permainan konstruktif (constructive play) anak-anak bawah dua tahun (toddler) dan
prasekolah (menggunakan objek atau material untuk membuat sesuatu, seperti rumah
balok atau menggambarkan dengan krayon).
3. Permainan sandiwara (pretend play) yang juga disebut permainan fantasi, permainan
drama, atau permainan imajinatif, tergantung kepada fungsi simbolis, yang muncul
sepanjang bagian terakhir tahun kedu, dekat masa akhir tahap sensoris.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
E. Parenting
Orang tua adalah “ayah ibu kandung, (orang tua) orang yang dianggap tua (cerdik,
pandai, ahli, dsb), orang-orang yang dihormati (disegani) dikampung, tertua. Menurut Ahmad
D Marimba, orang tua adalah manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannyaa
bertanggung jawab tentang pendidikan si anak.
Dengan demikian yang dimaksud orang tua adalah ayah dan ibu yang mempunyai
tanggung jawab terhadap anak-anaknya, baik dalam melaksanakan pendidikan maupun dalam
memenuhi kebutuhan materi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dan juga
melindungi anaknya selama masih kanak-kanak dan mengantarkan mereka menuju kearah
kedewasaan.
Setiap orang tua memiliki gaya pengasuhan yang berbeda dalam mendidik anak mereka.
Pengasuhan yang diberikan oleh orang tua berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan
perilaku anak. Karakter dan perilaku yang dibentuk sangat menentukan kematangan
seseorang dalam melakukan sebuah tindakan atau dalam menyelesaikan masalah. Hal
tersebut yang menjadikan pola pengasuhan menjadi unsur penting di dalam pendidikan anak
usia dini.
Perbedaan gaya pengasuhan yang orang tua terapkan dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan orang tua dalam hal merawat anak adalah suatu
hal yang cukup penting yang akan mempengaruhi kesiapan mereka dalam menjalankan peran
pengasuhan. Penelitian Susanti (2016) menunjukan bahwa orang tua yang memiliki
pendidikan tinggi dan orang tua yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah berbeda
pola pengasuhanya. Orang tua yang berpendidikan tinggi lebih berpengetahuan luas
mempunyai informasi yang mereka dapat dan mereka dapat menyampaikan informasi
tersebut dengan mudah dan baik.
Selain faktor pendidikan orang tua, gaya pengasuhan juga dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti yang dipaparkan Tridhonanto (2014) yaitu 1) pengalaman orang tua
dalam mengasuh anak, 2) keterlibatan orang tua dalam mengasuh anak, 3) pendidikan orang
tua, 4) usia orang tua, 5) stress orang tua, dan 6) hubungan suami istri. Menurut Santrock
(2013) gaya pengasuhan juga bisa disebabkan oleh etnis, budaya, dan sosial-ekonomi
keluarga. Menurut Brooks (2011) pengasuhan anak adalah suatu proses interaksi yang
berlangsung secara terus menerus yang tidak hanya dipengaruhi anak tetapi dipengaruhi
orang tua.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
Melatih disiplin anak penting dilakukan sejak dini. Hal ini bisa membentuk budi pekerti
anak dalam kehidupannya kelak. Meski begitu, cara melatih disiplin pada anak tentu harus
disesuaikan dengan usianya. Pada dasarnya, melatih disiplin anak bukan hanya sekadar
mengajarkan Si Kecil mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dengan kata
lain, disiplin juga berarti mendidik anak untuk mengikuti dan menghargai peraturan yang
berlaku.

Manfaat penerapan disiplin pada anak sangat beragam, mulai dari melatih rasa tanggung
jawab anak dalam segala hal, melatih anak menentukan pilihan yang baik bagi dirinya
sendiri, hingga membantu anak mengelola kecemasan dan emosi.

Adapun bentuk disiplin yang digunakan orang tua, diantaranya :

1. Tetapkan rutinitas
Memiliki struktur akan membantu anak mengikuti pola setiap hari. Tetapkan
rutinitas agar mereka terbiasa melakukan hal-hal tertentu setiap hari.
2. Hargai perilaku yang baik
Anak-anak suka dipuji. Kapan pun mereka menunjukkan perilaku yang bertanggung
jawab atau mampu mengendalikan diri, pujilah dan beri penghargaan atas perilaku
mereka.
3. Bersikap konsisten
Konsisten dengan aturan dan instruksi untuk membiarkan anak mengembangkan
kebiasaan baik dan belajar secara bertahap.
4. Jelaskan pentingnya melatih disiplin
Anak-anak mungkin mulai membenci orang tua karena terlalu ketat dan kaku. Untuk
menghindari hal ini, jelaskan kepada mereka mengapa kita mengatakan tidak untuk
sesuatu atau alasan mereka perlu mengikuti jadwal.
5. Jangan terlalu keras
Agar anak tidak berubah menjadi pemberontak, hindari berlebihan dan memaksa
anak-anak. Sebaliknya, ajari anak-anak dan buat mereka memahami pentingnya
disiplin diri.

Penerapan Disiplin Pada Anak Usia Prasekolah, diantaranya :


1. Memberikan Rasa Aman

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
Penerapan disiplin ternyata bisa memberikan rasa aman pada anak secara jelas
dan juga terukur. Melalui penerapan disiplin anak mengerti mengenai apa yang
harus mereka pelajari dan mereka ajarkan. Bagaimana anak tersebut mengalami
permasalahan ataupun melakukan hal yang dianggap salah. Nah, anak-anak
menjadi aman karena ketika mereka benar mereka akan dibela dan ketika salah
tentu akan mendapatkan hukuman.
2. Menghindari Rasa Malu
Penerapan disiplin selanjutnya adalah membantu anak-anak menghindari rasa
bersalah serta rasa malu akibat perilaku yang tidak sesuai dan dianggap tidak
baik. Dengan adanya penerapan disiplin maka mereka tahu bahwa melakukan hal
yang tidak sesuai bisa membuat mereka malu dan terjebak. Salahnya banyak
orang tua yang melindungi kesalahan dan menyebabkan anak semakin
membangkang dan berani pada orang lain.
3. Konsisten
Dimana banyak anak yang tidak konsisten ataupun bermasalah selain itu mereka
seringkal memaksakan orang tuanya untuk mengikuti apa kata mereka. Akhirnya
anak-anak merasa bahwa merekalah pengendali kehidupan dan tidak belajar
bertanggung jawab. Penerapan disiplin untuk konsistensi sangat berguna dan
anak-anak yang tumbuh tanpa konsistensi, aturan-aturan akan sangat mudah
dirobohkan. Mereka tetap akan melakukan meskipun konsekuensi yang dia tidak
suka.
4. Berikan Pujian
Disiplin bukan berati keras dan galak, orang tua mengajarkan dua hal yang
berbeda. Sehingga jangan menyatukan keduanya. Bentuk disiplin yang paling
kuat adalah memberikan pujian jika anak memang melakukan hal baik dan
terpuji. Makin sering dipuji, anak makin kuat keinginannya untuk berperilaku
baik dan tidak perlu menggunakan iming-iming.
5. Kesepakatan
Disiplin lebih baik tidak terjalin pada satu pihak saja agar anak tidak merasa
ketakutan. Apabila sulit menerapkan kedisplinan maka anda bisa melakukan
kesepakatan. Misalnya ketika tidur, tawarkan apakah ingin dengan lampu di
lorong depan kamarnya tetap menyala atau dibiarkan mati. Dengan seperti ini

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
mereka akan paham bahwa orang dewasa menghargai keinginan dan tidak
memaksa, sehingga kedisiplinan bisa berjalan.
6. Menumbuhkan Percaya Diri
Selain rasa aman dan juga rasa empati yang mereka miliki ketika disiplin
diterapkan secara tidak langsung kita juga mengajarkan anak untuk menjadi
pribadi yang percaya diri. Mengapa ? karena anak akan berusaha untuk paham
dan juga harus berusaha untuk melakukan yang karena ia paham mana yang harus
ia lakukan dan mana yang harus dihindari.
7. Mengajarkan Keteraturan
Anak bisa dianggap sebagai manusia yang memang belum bisa belajar sehingga
harus diajarkan sejak awal. Oleh karena itu, penerapan disiplin itulah yang akan
membantu anak usia dini mampu untuk mengelola waktu dengan baik. Sehingga
mereka tahu kapan melakukan kegiatan dan berapa lama, serta waktu dianggap
penting dan teratur. Ia bisa memahami prioritas dalam kesehariannya.

Gaya asuh orang tua dan efeknya pada karakter anak, diantaranya :


1. Gaya Asuh Authoritarian (Otoriter)
Pola asuh Authoritarian, orang tua menjadi pemegang kekuasaan tertinggi alias
otoriter. Karakteristik otoriter yaitu kaku, tegas, merasa selalu benar dalam
mengemukakan pendapat, dan menerapkan hukuman jika tidak sesuai aturan atau
kemauan orang tua. Efek yang terjadi pada anak yaitu anak akan menjadi mudah
meledak-ledak, mengalami hubungan interpersonal yang kurang baik, serta
cenderung menjadi pribadi yang otoriter di kemudian hari.
2. Gaya Asuh Indulgent (Permisif)
Gaya asuh permisif berkebalikan dari pola asuh otoriter. Orang tua cenderung untuk
mengikuti semua keinginan anak atau istilahnya ‘memanjakan’ anak. Orang tua
yang permisif dapat menjadi seorang teman baik bagi anaknya, karena memberikan
perhatian, kehangatan, dan interaksi yang cukup baik. Efek yang terjadi pada anak
yaitu anak yang tumbuh dengan pola asuh permisif akan tumbuh kreatif karena
terbiasa bebas mengekspresikan dirinya dalam berbagai hal, akan tetapi dalam
jangka panjang, anak menjadi tidak disiplin, berperilaku agresif terutama bila
keinginannya tidak dipenuhi, dan kurang inisiatif.  

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3

3. Gaya Asuh Otoritatif (Demokratis)


Gaya asuh demokratis merupakan contoh pola asuh orang tua yang paling ideal,
karena adanya keseimbangan permintaan orang tua diiringi tingginya respons yang
diberikan orang tua terhadap anak. Orang tua dengan jenis pola asuh demokratis
dapat mengarahkan anak secara rasional. Anak akan diberikan batasan dan
konsekuensi yang konsisten ketika batasan tersebut dilanggar. Tujuan dan
konsekuensi tersebut dijelaskan kepada anak pada awal penentuan dan disepakati
juga oleh anak. Selain itu, orang tua tetap memberikan pujian, hadiah, serta
dukungan emosional saat anak mencapai suatu prestasi. Komunikasi antara orang
tua dan anak terjalin baik sehingga anak juga menjadi jujur, patuh, dan disiplin. Efek
yang terjadi pada anak yaitu memiliki kepribadian yang seimbang, mandiri dalam
mengambil keputusan, disiplin dengan komunikasi yang baik, memiliki rasa percaya
diri, kreatif, dan bahagia secara psikologis. 
4. Gaya Asuh Neglectful (Cuek)
Gaya asuh cuek atau abai merupakan pola asuh yang minim keterlibatan orang tua.
Orang tua cenderung membiarkan anak berkembang dengan sendirinya. Pada jenis
pola asuh ini, orang tua hanya memenuhi kebutuhan fisik dasar anak, seperti makan,
tempat tinggal, dan pakaian. Sementara itu, kebutuhan secara psikologis dan
emosional jarang terpenuhi. Berbagai latar belakang menjadi penyebab pola asuh ini,
umumnya karena kesibukan orang tua atau karena ada masalah pribadi orang tua
(kesehatan mental, tindak kriminal, masalah ekonomi, dan sebagainya). Pada pola
asuh cuek, tidak jarang jika anak lebih banyak dididik oleh gawai, televisi,
atau video game. Efek yang terjadi pada anak yaitu anak cenderung tidak mampu
mengontrol diri, kepercayaan diri rendah, sulit menjalin relasi dan komunikasi,
emosi tidak terkontrol hingga berdampak kepada nilai akademis yang buruk.

F. Tingkah Laku Altruisme dan Prososial


Menurut Baron (2005) perilaku altruistik adalah tingkah laku yang merefleksikan
pertimbangan untuk tidak mementingkan diri sendiri demi kebaikan orang lain. Akert, dkk
(dalam Taufik, 2012) mengatakan bahwa altruistik sebagai pertolongan yang diberikan secara
murni, tulus, tanpa mengharapkan balasan (manfaat) apa pun untuk dirinya.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
Altruistik adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang
untuk menolong orang lain tanpa mengharapkanimbalan apapun, kecuali telah memberikan
suatu kebaikan (Sears dalam Pujiyanti, 2009). Perilaku altruistik adalah tindakan sukarela dan
membantu orang lain tanpa pamrih, dan ingin sekadar beramal baik yang diberikan secara
murni, tulus, tanpa mengharapkan balasan (manfaat) apa pun untuk dirinya yang tidak
mementingkan diri sendiri demi kebaikan orang lain dengan tujuan akhir meningkatkan
keselamatan orang lain.
Aspek-aspek perilaku altruistik menurut Mussen (dalam Spica, 2001) meliputi :
1. Sharing (berbagi), yaitu kesediaan berbagi perasaan dengan orang lain baik dalam
suasana suka maupun duka.
2. Cooperating (kerja sama), yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi
tercapainya suatu tujuan.
3. Helping (menolong), yaitu kesediaan untuk menolong orang lain yangs edang dalam
kesusahan.
4. Donating (memberi atau menyumbang), yaitu kesediaan berderma, memberi secara
sukarela sebagian barang miliknya untuk yang membutuhkan.
5. Honesty (kejujuran), yaitu kesediaan untuk tidak berbuat curang terhadap orang lain.
Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat
nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam perilaku, salah
satunya adalah perilaku prososial. Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang
menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya
(Staub, Baron&Byrne, dalam Dayakisni & Hudaniah, 2015)
Perilaku prososial merupakan salah satu faktor keberhasilan individu dalam menjalin
interaksi sosial yang diharapkan dapat ditunjukkan oleh anak prasekolah. Melalui perilaku
menolong, berbagi, menunggu giliran, dan mengenal serta merespon perasaan teman dengan
tepat.
Perilaku prososial dapat ditunjukkan melalui tiga bentuk perilaku, diantaranya :
1. Helping.
Perilaku prososial helping ditunjukkan melalui kemampuan anak mengenali
temannya membutuhkan bantuan dan kemampuan anak untuk membantu orang lain
di sekitarnya.
2. Comforting

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
Perilaku prososial comforting ditunjukkan melalui kemampuan anak untuk membuat
nyaman teman-teman yang berada di dekatnya. Seperti mampu mengenali perasaan
teman serta membujuk teman yang sedang bersedih. Selain itu anak juga mampu
bermain bersama temannya sebagai tanda bahwa ia nyaman terhadap kehadiran
teman-temannya.
3. Sharing.
Perilaku prososial sharing ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk berbagi
benda, berbagi giliran, dan berbagi ide bersama teman-temannya.
Perilaku prososial adalah kemampuan anak untuk memberikan manfaat dan membuat
nyaman orang-orang yang ada di sekitarnya. Kemampuan ini sangat penting untuk
menyiapkan anak-anak agar dapat diterima di lingkungan sosialnya. Melalui interaksi dengan
teman sebaya di sekolah, anak-anak memperluas lingkungannya, sehingga perilaku prososial
perlu dikembangkan agar anak dapat berperan sesuai tuntutan perilaku prososial di setiap
lingkungannya. Berbagai penelitian menujukkan bahwa perilaku prososial efektif diintervensi
melalui kegiatan bermain peran, bermain konstruktif seperti bermain balok, dan kegiatan
bermain cerita. Berbagai program intervensi tersebut menekankan adanya komunikasi aktif
dan model dalam memberikan informasi bentuk perilaku prososial.
Bentuk perilaku prososial, yaitu :
1. Live Model
Perilaku prososial terbentuk melalui peniruan langsung, yakni anak-anak meniru
tingkah laku tokoh atau model yang ada dalam kehidupannya, seperti ayah, ibu,
kakek, nenek, teman sebaya. Semakin banyak orang yang ditemui dalam
kehidupannya, semakin beragam pula perilaku prososial yang terbentuk.
2. Symbolic Model
Perilaku prososial terbentuk melalui media yang ditampilkan, seperti melalui film,
melalui tayangan video, ataupun melalui cerita. Sehingga penting bagi orang tua
untuk memilihkan lingkungan bermain bagi anak. Karena perilaku prososial dapat
berubah menjadi perilaku antisosial jika lingkungan bermain anak mayoritas
memberikan contoh perilaku antisosial yang merupakan lawan dari perilaku
prososial.

Agresi Instrumental dan Agresi Relasional

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
Agresi merupakan perilaku yang memang disengaja untuk menyakiti seseorang maupun
merusak dengan segala bentuk kekerasan terhadap hal – hal yang menjadi rintangan
meskipun perilaku tersebut tidak diterima secara sosial.
Beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai agresi. Berkowitz, (2003)
menyebut agresi sebagai suatu tindakan yang hasilnya adalah kesakitan pada organisme (atau
pengganti organisme). Robert Baron (Berkowitz, 2003) menyebut agresi sebagai segala
bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang
sebenarnya tidak mau mendapat perlakuan seperti itu. Selain itu Berkowitz Baron dan
Richardson (Krahe, 2005) mendeskripsikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang
dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk
menghindari perlakuan itu. Adapun pendapat Baron dan Richardson (Baron & Byrne, 2005)
tentang agresi (aggression) manusia yaitu siksaan yang diarahkan secara sengaja dari
berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain.
Agresi instrumental merupakan agresi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan lain. Agresi ini bertujuan untuk melukai, merusak, atau merugikan, tetapi hanya
sebagai alat untuk mencapai tujuan lainnya. Agresi instrumental berarti bahwa tujuan utama
agresor menyerang korbannya bukan untuk menyakiti namun mempunyai tujuan lain. Untuk
lebih mudah dipahami (Berkowitz, 2003) menjelaskan dengan contoh bahwa seorang tentara
mungkin membunuh musuhnya namun bukan semata – mata ingin membunuh melainkan
untuk melindungi diri dan menunjukkan patrotismenya.
Agresi relasional merupakan bentuk intimidasi terselubung, yang mencakup pola
perilaku yang bertujuan menyakiti seseorang dengan merusak reputasinya atau memanipulasi
hubungannya dengan orang lain.
Bentuk-bentuk agresi relasional, diantaranya :
1. Pengasingan sosial
2. Rumor dan gossip
3. Mempengaruhi orang lain untuk tidak menyukai seseorang
4. Penindasan melalui dunia maya
5. Mengintimidasi orang lain
6. Menuliskan pesan-pesan menyakitkan
7. Menggunakan ancaman untuk menjalin persahabatan
8. Menekan anak-anak lain untuk bergabung dalam geng.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
G. Keluarga dalam Masalah Pelecehan dan Pengabaian Anak
Walaupun hampir semua orang tua menyayangi dan mengasihi anak mereka,
tetapi ada sebagian yang tidak dapat memberikan pengasuhan yang layak bagi anak
mereka dan sebagian yang lain bahkan membunuh atau menyakiti anak-anak tersebut
dengan sengaja. Salah asuhan (malreatment) oleh orang tua atau yang lain adalah
tindakan membahayakan anak yang dapat dihindari dan dilakukan Salah Asuhan bisa
mengambil beberapa bentuk.
Umumnya, pelecehan (abuse) dinisbatkan kepada tindakan yang mengakibatkan
kerusakan (harm); penyia-nyiaan (ngelect) merujuk kepada kelambanan. Tindakan-
tindakan yang termasuk pelecehan dan penganiayaan anak yaitu :
1. Pelecehan fisik
Yaitu penderitaan akibat luka fisik pada diri anak
2. Penelantaran
Kegagalan memenuhi kebutuhan dasar anak
3. Pelecehan seksual
Yaitu aktivitas seksual yang melibatkan anak dan orang lain yang lebih
dewasa
4. Maltreatment emosional
Tindakan atau penelantaran yang dapat menyebabkan kekacauan perilaku,
kognitif dan emosional
Salah Asuhan (Maltreatment) : Fakta dan Gambaran
Pelecehan dan penelantaran anak terjadi pada setiap tingkatan umur, akan tetapi
tingkatan tertinggi terdapat pada usia 3 tahun ke bawah. Anak perempuan empat kali
lebih besar kemungkinannya untuk dilecehkandibanding anak laki-laki. Dalam sembilan
dari sepuluh kasus, pelaku pelecehan tersebut adalah orang tua anak itu sendiri –
biasanya sang Ibu, kecuali dalam kasus pelecehan seksual (NCANDS,2001).
Maltreatment adalah penyebab utama kematian di antara anak kecil. Diperkirakan
1.100 anak meninggal akibat pelecehan atau penelantaran pada 1999; 86 persen anak-
anak di bawah usia 6 tahun. Lebih dari 38 persen dari kasus-kasus ini dinisbatkan kepada
penelantaran (NCANDS,2001).
Faktor Kontribusi : Sebuah Pandangan Ekologis
Maltreatment oleh orang tua adalah simtom gangguan ekstrem pada pengasuhan
anak, biasanya diperparah oleh masalah lain seperti kemiskinan, alkoholisme, atau

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
perilaku antisosial.sejumlah besar anak yang dilecehkan atau ditelantarkan berada dalam
keluarga besar, miskin atau berorang tua tunggal, yang sering kali berada dalam kondisi
stres.
Karakteristik keluarga yang meleecehkan. Pelecehan mungkin dimulai ketika
orang tua cemas, tertekan, atau marah mencoba unntuk mengontrol sang anak namun
lepas kontrol dan berakhir dengan pemukulan sang anak (USDHHS,1992a). Ketika orang
tua yang rapuh secara emosional memiliki anak yang buruk dan tidak responsif maka
kecenderungan maltreatmentkembali meningkat.
Karakteristik keluarga yang menelantarkan.Orang tua berkecenderungan
menelantarkan biasanya tidak acuh, tidak kompeten, tidak bertanggung jawab, atau
menarik diri secara emosional (Wolfe 1985).
Orang tua berkecenderungan melecehkan untuk merenggangkan diri dengan anak
mereka. Mereka tidak kritis atau tidak komunikatif. Bahkan sering kali sang ibu
menelantarkan diri mereka sendiri sebagaimana yang mereka lakukan terhadap sang
anak, dan tertekan atau merasa tidak berdaya. Pelecehan dan penelantaran sering kali
terjadi bersamaan dalam satu rumah tangga.
Efek Salah Asuhan
Maltreatment dapat menghasilkan konsekuensi yang serius-fisik, kognitif,
emosional dan sosial.
Anak yang terlantar cenderung tumbh dengan buruk dan sering kali memiliki
masalah medis, keterlambatan bahasa, dan mereka sering kali terpuruk dalam tes
kognitif, di sekolah, menunjukkan masalah perilaku.
Anak yang tidak terawat dengan benar memiliki keterikatan yang tidak tertata
dan tidak terorientasi serta konsep diri yang negatif dann terdistorsi. Mereka tidak
mengembangkan keterampilan sosial, dan karena bertindak secara agresif, mereka
cenderung ditolak oleh teman sebaya. Anak kecil yang dilecehkan cenderung penakut,
tidak kooperatif, kurang mampu merespontawaran yang bersahabat dengan benar, dan
sebagai konsekuensi dari semua itu ia tidak populer.
Maltreatment emosional lebih stabil dibandingkan maltreatment fisik.
Maltreatment emosional dihubungkan dengan berbohong, mencuri, agresi,
ketidakmampuan belajar, harga diri yang rendah, ketidakmampuan menyesuaikan diri
secara emosional, ketergantungan, berprstasi rendah, pembunuhan, dan bunuh diri, dan
juga kepada rintangan psikologis pada masa mendatang (S.N. Hart dan Brassard, 1987).

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
Membantu keluarga yang bermasalah atau beresiko. Karena maltreatment adalah
masalah dengan beragam faktor, maka ia juga memerlukan solusi yang multiguna.
Strategi prevensi (pencegahan) dan intervensi harus komprehensif, berbasis lingkungan,
berpusat pada melindungi anak, dan bertujuan untuk menguatkan keluarga dan jika
memungkinkan dan jika memang perlu, mengeluarkan anak dari keluarga.
Pelayanan untuk anak dan orang dewasa yang dilecehkan mencakup rumah
singgah, pendidikan keterampilan mengasuh, dan terapi. Parent anonymous dan
organisasi lain menawarkan kelompok dukungan gratis dan rahasia. Anak yang
dilecehkan mungkin menerima permainan atau terapi seni dan perawatan dalam
lingkungan terapeutik. Dalam komunitas di mana pelecehan sudah menyebar luas,
program berbasis sekolahdapat menjadi efektif.

H. Hubungan Anak dengan Anak Lain


Walaupun orang terpenting dalam dunia anak kecil adalah orang dewasa yang
mengasuhnya, hubungan dengan saudara kandung dan teman bermain menjadi semakin
penting nilainya pada masa kanak-kanak awal. Hubungan saudara kandung dan teman
sebaya menghadirkan tongkat pengukur bagi pemahaman self-efficacy (kecakapan diri)
dalam menguasai tantangan dan mencapai tujuan dari si anak yang terus tumbuh.
Saudara Kandung atau Tanpa Bersaudara
Perselisihan paling awal, paling sering, dan paling intwns di antara saudara
kandung berkaitan dengan hak kepemilikan-siapa yang memiliki mainan dan berhak
memainkannya. Pertengaran antara saudara kandung dan penyelesaiannya dapat
dipandang sebagai peluang sosilaisasi, di mana anak belajar untuk berbicara atas nama
moral.
Rivalitas saudara kandung bukanlah pola utama di awal kehidupan antara kakak
dan adik. Pada saat rivalitas eksis, muncul pula afeksi, ketertarikan, persahabatan dan
pengaruh, yang merupakan pola utama antara adik dan kakak.
Saudara kandung sejenis khususnya wanita, lebih akrab dan bermain bersama
dengan damai dibandingkan dengan pasangan anak laki-laki dan perempuan (Kier dan
Lewis;1998). Anak tunggal tumbuh sama baiknya dengan anak dengan saudara kandung.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
I. Teman dan Teman Bermain
Persahabatan berkembang seiring dengan berkembangnya orang. Batita bermain
berdampingan dengan yang lain, tetapi baru pada usia 3 tahun anak-anak mulai menapat
teman. Melalui pertemanan dan interaksi dengan teman bermain, anak kecil belajar hidup
bersama dengan yang lain. Mereka belajar bahwa menjadi teman merupakan cara untuk
mendapatkan teman. Mereka belajar bagaimana menyelesaikan masalah dalam hubungan
dan bagaimana menempatkan diri mereka sendiri di tempat orang lain, dan mereka juga
melihat berbagai jenis perilaku. Mereka belajar nilai moral dan norma peran gender, dan
mereka mempraktikkan peran orang dewasa.
Anak-anak prasekolah senang bermain dengan teman sebaya dan berjenis kelamin
sama. Di prasekolah mereka cenderung menghabiskan sebagian waktu mereka dengan
beberapa anak lain yang berkesan baik dan yang perilakunya seperti yang mereka miliki.
Anak yang sering memiliki pengalaman positif dengan yang lain lebih cenderung menjadi
teman.
Ciri yang dicari oleh seorang anak dalam diri teman bermainnya adalah sama
dengan sifat yang mereka cari dalam diri seorang teman. Dalam sebuah studi, anak
berusia 4 sampai 7 tahun memeringatkan ciri pertemanan paling penting ; melakukan
sesuatu secara bersama-sama, saling suka dan peduli, berbagi dan menolong yang lain,
dan dalam tingkatan yang lebih rendah, hidup di dekat atau pergi sekolah bersama.
Anak prasekolah bersikap berbeda dengan teman mereka dibandingkan ketika
mereka bersikap kepada anak lain. Anak mungkin akan marah kepada temannya
sebagaimana yang dilakukannya kepada orang lain, tetapi mereka akan lebih cenderung
mengontrol kemarahan mereka dan mengekspresikannya dalam cara yang konstruktif.
Gaya dan praktik pengasuhan dapat memengaruhi hubungan teman sebaya. Anak
yang populer biasanya mendapat hubungan yang positif dan hangat dari orang tuanya.
Anak tidak terikat dengan aman atau yang memiliki orang tua yang kasar, menelantarkan,
atau tertekan, atau memiliki masalah perkawinan beresiko, akan mengembangkan pola
sosial dan emosional yang tidak menarik dan ditolak oleh para teman sebayanya.
Hubungan teman sebaya menjadi lebih penting pada masa kanak-kanak
pertengahan.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3

RESUME BAB 9
PERKEMBANGAN FISIK DAN KOGNITIF PADA MASA KANAK-KANAK PERTENGAHAN

1. Perkembangan Fisik
Pertumbuhan di masa kanak-kanak pertengahan dianggap melambat. Walaupun
perubahan dari hari ke hari tidak begitu nyata, akan tetapi mereka terus tumbuh
mencapai perbedaan yang mengejutkan antara usia 6 tahun yang masih merupakan
anak kecil dan 11 tahun yang banyak diantara mereka pada saat ini berubah menjadi
dewasa.
Anak usia sekolah pada saat ini tumbuh sekitar 1-3 inci setiap tahun dan
bertambah 5 - 8 pon atau lebih, melipatgandakan berat rata-rata tubuh mereka.
Walaupun sebagian besar anak tumbuh normal, tetapi ada pula yang tidak. Salah satu
tipe gangguan pertumbuhan muncul dari kegagalan tubuh untuk memproduksi hormon
pertumbuhan yang cukup atau bahkan kadang semua hormon pertumbuhan. Pada usia
6 tahun, otak telah mencapai 90% otak dewasa. Umur 6- 8 tahun anak perempuan
terlihat lebih pendek dibanding anak laki-laki. Untuk mendukung kemantapan
pertumbuhan , seorang anak membutuhkan rata-rata 2.400 kalori tiap hari lebih banyak
bagi anak yang lebih tua dan lebih sedikit bagi anak yang masih muda. Para pakar nutrisi
merekomendasi berbagai makanan termasuk banyak sayur, buah dan biji-bijian yang
mengandung gizi alami yang tinggi dan level tinggi karbohidrat komplek yang terdapat
dalam kentang, pasta, roti dan sereal. Lebih tepatnya nutrisi yang lengkap dalam
makanan 4 sehat 5 sempurna.
2. Permasalahan Kesehatan Yang terjadi pada usia masa kanak-kanak
a. Penglihatan
Myopia (Rabun Jauh) Menyerang hampir 25% anak, naik hingga 60% pada masa
dewasa awal. Penyebabnya dapat terjadi karena faktor keturunan, berat badan lahir
kurang dan kebiasaan buruk anak.
b. Malnutrisi
Hampir setengah (46%) anak di Asia Utara, 30% di sub Sahara Afrika, 8% di Amerika
latin dan Karibia, dan 27% di seluruh dunia dipercaya menderita malnutrisi,
disebabkan asupan gizi yang buruk karena hidup dalam kemiskinan. Dan faktor
penyebab lainnya yaitu meningkatnya aktifitas fisik dan makan kurang teratur.
Dalam studi yang dilakukan di Kenya, Mesir dan Meksiko. Kualitas makan
(kandungan protein, mineral dan vitamin) sangat kuat memprediksikan
perkembangan kognitif yang baik bagi anak-anak di masa pertengahan.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
c. Obesitas
Obesitas disebabkan dapat karena faktor keturunan, diperparah dengan terlalu
sedikit bergerak dan terlalu banyak makan atau makanan yang salah. Anak yang
menderita kegemukan sering kali mendapat ejekan teman sebayanya dan untuk
penyakit anak yang terkena obesitas lebih rentan menderita diabetes,kadang
menimbulkan komplikasi awal seperti ginjal, stroke dan peredaran darah tinggi.
Obesitas ini dapat diminimalisir dengan cara menambah kegiatan fisik pada anak,
memberikan makanan bergizi tinggi tapi berlemak rendah. Aktifitas fisik yang dapat
dilakukan seperti mengayuh sepeda, bermain bola, berenang. Kegiatan pencegahan
obesitas ini perlu adanya bimbingan dari orang tua dan orang-orang sekitar untuk
memperhatikan tumbuh kembang anak. Dan dapat berkonsultasi dengan dokter gizi.
3. Perkembangan Kognitif
Mengacu pada Piaget, pada usia 7 tahun seorang anak memasuki tahap operasional
konkret. Anak dapat berpikir logis dan dapat menggunakan operasi mental untuk
memecahkan masalah konkret (aktual).
Tahap pertama (kira-kira usia 2-7, merujuk kepada tahap operasi konkret),
didasarkan epada kepatuhan terhadap otoritas. Anak kecil ber- tiga pikir secara kaku
tentang konsep moral. Karena mereka egosentris, mereka tidak dapat
membayangkan lebih dari satu cara untuk melihat isu moral. Tahap kedua (usia7
atau 8 atau 10 atau 11 tahun, berkaitan dengan tahap operasi konkretnya) ditandai
dengan meningkatnya fleksibilitas dan beberapa tingkat otonomi tergantung kepada
rasa hormat dan kerja sama mutual.
Kemajuan Kognitif Pada tahapan ini dikenal adanya kemajuan kognitif pada usia
masa anak pertengahan, antara lain:

Pendekatan Piagetian: Tahap Konkret Operasional

Hubungan Spasial (Terkait Jarak ) dan sebab akibat Operasional Konkret. tahap ke 3 perkembangan
kognitif menurut Piagetian (Sekitar umur 7-12 tahun). selama waktu anak -anak mengembangkan

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)


Tugas Resume Buku Human Development Edisi Kesembilan
Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Dididk
Siti Romlah Kelas B3
pemikiran logis tetapi bukan abstrak. anak tidak bersifat egosentris dan lebih mahir dalam
penyelesaikan tugas yang membutuhkan pemahaman logika, seperti cara berfikir spesial,memahami
penyebab dan kategorisasi,penalaran induktif dan deduktif dan daya ingat penalaran mereka masih
terbatas pada saat sekarang dan di tempat kejadian

Kategorisasi : kemampuan seorang anak untuk mengategorisasikan, membantu untuk meningkatkan


kemampuan logika. Kategorisasi disini meliputi beberapa keahlian yang rumit, seperti rangkaian
urutan, pengambilan kesimpulan secara lengkap, dan inklusi kelas (keahlian untuk melihat hubungan
antara suatu keseluruhan dengan bagiannya)

Penalaran Induktif : Tipe pemahaman Logika yang bergerak mulai observasi anggota dari suatu kelas
untuk menyimpulkan keseluruhan kelas tersebut.

Premis 1: Hewan membutuhkan makanan Premis

2: Tumbuhan membutuhkan makanan

Premis 3: Manusia membutuhkan makanan

Kesimpulan: Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)

Anda mungkin juga menyukai