Anda di halaman 1dari 48

Laporan Individu

PRAKTEK KERJA LAPANGAN


TAMAN TERNAK PENDIDIKAN (TEACHING FARM)
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN GELOMBANG XXXVII
TANDEM 3 KELOMPOK 3A
3 – 9 APRIL 2022

Disusun oleh:

Elena Rizki Dwi Cahyani, S.KH 06213143011

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
BAB1
PELAKSANAAN KEGIATAN

1.1 Waktu dan Tempat

Praktik Kerja Lapangan Teaching Farm Pendidikan Profesi Dokter Hewan

(PPDH) Gelombang XXXVII Tandem 3 Kelompok 3A Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga dilaksanakan pada :

Tempat : Taman Ternak Pendidikan (Teaching Farm) Fakultas Kedokteran

Hewan Universitas Airlangga, Dusun Tanjung Kecamatan Kedamean

Kabupaten Gresik

Tanggal : 3 – 9 April 2022

1.2 Jadwal Kegiatan

No. Hari, Tanggal Waktu Kegiatan


1. Minggu, 03 April 12.00-16.30 Bersih-bersih ruangan tempat tinggal sementara dan
2022 Istirahat
16.30-17.15 Oberservasi area Teaching Farm dan wahana yang ada
di sekitaran Teaching Farm
2. Senin, 04 April 2022 08.30-09.00 Sharing pengalaman dan perkenalan bersama drh. I
Wayan Andama Sindhuranu serta pembagian
kelompok dan diskusi mengenai pemeliharaan sapi
jantan dan sapi perah.
09.00-12.30 - Kelompok 3A1 di kandang pejantan: Membersihkan
kandang, memberikan konsentrat, exercise sapi
pejantan, memberi pakan hijauan dan pemberian via
IM untuk ATP, Antipiuterik serta Vitamin B
kompleks untuk sapi pejantan bernama Penjalinan.

- Kelompok 3A2 di kandang sapi perah:


Membersihkan kandang, memberikan konsentrat dan
pakan, pemerahan susu sapi
12.30-16.30 Istirahat
16.30-17.00
- Kelompok 3A1 di kandang sapi pejantan:
Membersihkan kandang, memberikan konsentrat,
memandikan sapi pejantan, pemberian pakan hijauan
dan terakhir menyalakan lampu UV pada malam hari
untuk menghindari adanya ektoparasit.
- Kelompok 3A2 di kandang sapi perah: Membersihkan
1
kandang, memberikan konsentrat, pemerahan sapi,
memberi pakan hijauan.

3. Selasa, 05 April 2022 11.30-13.00 - Kelompok 3A1: Membuat diluter A dan B,


Mempersiapkan vagina buatan, serta diskusi dan
presentasi dengan Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si
mengenai pemeliharaan sapi pejantan

- Kelompok 3A2: Diskusi dan presentasi bersama Dr.


Trilas Sardjito, drh., M.Si mengenai manajemen
pemeliharaan sapi perah
13.00-15.00 - Proses pengoleksian semen sapi pejantan bersama
Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si beserta staff Teaching
Farm FKH UNAIR

- Kelompok 3A2 melakukan pemeriksaan fisik sapi


pejantan dan sapi perah, melakukan observasi kandang
sapi yang ada di Teaching Farm oleh Dr. Trilas
Sardjito, drh., M.Si
15.00-22.00 - Kelompok 3A1 di laboratorium semen beku:
Pemeriksaan semen secara makroskopis dan
mikroskopis, Pemrosesan semen menjadi semen beku,
pengemasan dalam mini straw serta melakukan
evaluasi dan pemeriksaan semen beku dan diskusi
mengenai pemrosesan semen beku dengan Dr. Trilas
Sardjito, drh., M.Si., Dr. Tri Wahyu Suprayogi, drh.,
M.Si., drh. Nowo Siswo Yuworo dan drh. I Wayan
Andama Sindhuranu.
15.00-17.00 - Kelompok 3A2 di kandang sapi perah: Membersihkan
kandang, memberikan konsentrat, pemerahan sapi,
memberi pakan hijauan.
4. Rabu, 06 April 2022 08.00-12.00 - Kelompok 3A1 di kandang Sapi Perah:
Membersihkan kandang, memberikan konsentrat,
pemerahan sapi, memberi pakan hijauan.
- Kelompok 3A2 di kandang pejantan: Membersihkan
kandang, memberikan konsentrat, exercise, pemberian
pakan hijauan.
16.00-17.30 - Pelatihan palpasi rektal bersama drh. Nowo
Siswo Yuworo, M.Si.

5. Kamis,07 April 2022 08.00-10.30 - Kelompok 3A1 di kandang Sapi Perah:


Membersihkan kandang, memberikan konsentrat,
memberi pakan hijauan dilanjut dengan pemerahan
susu sapi.
- Kelompok 3A2 di kandang pejantan: Membersihkan
kandang, memberikan konsentrat, exercise sapi
pejantan, memberi pakan hijauan
16.00-18.00 Pelatihan palpasi rectal dan pelaksanaan
2
Inseminasi Buatan bersama drh. I Wayan Andama
Sindhuranu.
6. Jumat, 08 April 2022 10.30-15.00 - Kelompok 3A1: Diskusi dan presentasi bersama Dr.
Trilas Sardjito, drh., M.Si mengenai pemrosesan
semen beku serta palpasi rektal.
- Kelompok 3A2: Membuat diluter A dan B,
Mempersiapkan vagina buatan.

15.00-16.30 - Proses pengoleksian semen sapi pejantan bersama


Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si beserta staff Teaching
Farm FKH UNAIR
16.30-21.00 - Kelompok 3A2 di laboratorium semen beku
Pemeriksaan semen secara makroskopis dan
mikroskopis, Pemrosesan semen menjadi semen beku
dan pengemasan dalam mini straw serta melakukan
evaluasi dan pemeriksaan semen beku dengan Dr.
Trilas Sardjito, drh., M.Si., Dr. Tri Wahyu Suprayogi,
drh., M.Si., drh. Nowo Siswo Yuworo dan drh. I
Wayan Andama Sindhuranu.
21.00-22.30 Diskusi bersama Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si
mengenai proses pembuatan semen beku,siklus estrus,
pemeriksaan kebuntingan dan tata cara pelaksanaan
Inseminasi Buatan.
7. Sabtu, 09 April 2022 07.30-09.00 Membersihkan kandang kambing dan domba, diskusi
mengenai perawatan kambing dan domba,
memberikan konsentrat dan hijauan pada kambing dan
domba

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Sapi Perah

Sapi perah adalah penyumbang produksi susu segar tertinggi dalam mendukung

kebutuhan susu nasional (Priyanto & Rahmayuni, 2020). Sapi perah yang dipelihara di

Indonesia pada umumnya adalah bangsa sapi Frisian Holstein (FH). Friesian Holstein

atau FH merupakan sapi perah berasal dari Belanda dengan prospek keunggulannya yang

baik terhadap produksi susu. Warna belang hitam putih, pada dahi terdapat warna putih

berbentuk segitiga. Pada bagian dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna putih. Tanduk

kecil-pendek, menjurus ke depan. Sifat bangsa sapi ini tenang, jinak sehingga mudah

dikuasai, namun tidak tahan panas tetapi mudah beradaptasi, lambat menjadi dewasa serta

dapat memproduksi susu 4500-5500 liter per satu masa laktasi. Berat badan FH, jantan

mencapai 1000kg dan sapi FH betina 650kg (Sunarko et al., 2014).

Gambar 2.1 Ciri sapi Friesian Holstein (Dokumentasi pribadi, 2022)

Taman ternak pendidikan FKH UNAIR memiliki sapi perah betina jenis Frisian Holstein

sejumlah 3 ekor dan diberi pengenal dengan 1, 2 dan 3. Pengamatan secara visual yang

dilakukan pada penampilan fisik sapi perah di Teaching Farm dengan menghitung Body

Scoring (BCS). BCS adalah metode pengukuran kritis terhadap keefektifan sistem pemberian

pakan pada sapi perah, bertujuan untuk mengetahui pencapaian standar kecukupan cadangan

lemak tubuh yang akan mempengaruhi dalam penampilan produksi susu, efisiensi reproduksi
4
dan herd longevity. Sapi dengan kondisi tubuh yang terlalu gemuk atau terlalu kurus akan

menyebabkan timbul problem metabolisme yang serius, rendahnya produksi susu, conception

rate yang rendah dan distokia (Sunarko et al., 2014)

Gambar 2.2 sapi perah 1, 2 ,3 dari kiri ke kanan (Dokumentasi pribadi,2022)

BCS dari sapi 1 memiliki nilai 2,75 karena pada tulang hook terbentuk sudut dengan

sedikit membentuk huruf U dan tulang pin mengalami penonjolan, sapi 2 memiliki nilai 2,5

krena garis dari tulang hook ke thrul sampai pin membentuk sudut runcing dengan huruf V, sapi

3 2,75 karena pada tulang hook terbentuk sudut dengan sedikit membentuk huruf U dan tulang

pin mengalami penonjolan.

Dalam pemeliharaan sapi perah beberapa hal yang perlu diperhatikan agar hasil yang di

dapatkan maksimal diantaranya adalah manajemen perkandangan, manajemen pakan, serta

kesehatan.

2.1.1 Manajemen Kandang Sapi Perah

Kandang adalah bangunan yang dirancang untuk menjadi tempat tinggal untuk sapi, baik sapi

perah, pejantan ataupun sapi potong dalam proses pembibitan ataupun produksi susu. Lokasi kandang

di Indonesia telah dibuat standar tertentu yang dititik beratkan untuk peternakan rakyat yang telah

dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Tidak berdekatan dengan bangunan umum misalnya Masjid, Sekolah, Puskesmas dan

lain-lain.

2. Perlu mendapat persetujuan tetangga.

5
3. Letak kandang, terpisah berada di belakang rumah tempat tinggal.

4. Drainase baik, tersedia air yang cukup.

5. Lantai kandang lebih tinggi 20-30 cm dari tanah sekitamya.

6. Memungkinkan untuk perluasan sampai jumlah pemilikan ekor induk.

7. Dianjurkan sumbu memanjang mengarah Utara-Selatan.

Lokasi kandang yang dipilih untuk sapi perah di Teaching Farm FKH UNAIR sudah

cukup ideal. Hal ini bisa dilihat dari lokasi kandang yang berada di tempat yang terpisah

dengan rumah tempat tinggal, terbuka sehingga sinar matahari yang masuk ke dalam kandang

cukup dan pergantian udara lancar.Selain itu pembuangan limbah juga baik, karena langsung

menuju ke tempat pembuangan yang mengarah ke perairan sawah sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk biologis. Sumber air yang selalu tersedia, namun yang menjadi

sedikit kekurangan adalah lokasi kandang yang masih dekat dengan pemukiman warga dapat

menjadi kekhawatiran tersendiri, oleh karena kebersihan kandang harus dapat dijaga setiap

waktu agar tidak menimbulkan bau yang dapat mengganggu kenyamanan warga setempat.

Konstruksi kandang dalam manajemen perkandangan peting untuk diperhatikan. Bahan

bangunan kandang, kemiringan lantai kandang, alas lantai kandang dan palung pakan minum

harus diperhatikan. Kandang harus memiliki kontruksi, bentuk yang dilengkapi dengan atap,

dinding, ventilasi, lantai, tempat pakan dan minum, selokan parit, tempat penampungan,

kotoran, feed alley, dan service alley (Firman, 2010). Lantai kandang sebaiknya dirancang

dengan kemiringan 2-5 derajat ke arah selokan agar mudah dibersihkan dan kandang selalu

dalam keadaan kering. Lantai harus kuat dan tahan terhadap tekanan, sehingga tidak mudah

rusak akibat tekanan berat badan sapi di atasnya. Permukaan lantai dibuat tidak licin atau

agak kasar sehingga sapi tidak mudah tergelincir (Sunarko et al., 2014).

Konstruksi kandang sapi perah Teaching Farm FKH UNAIR memiliki atap kandang

dengan menggunakan model gable dengan bahan atap kandang asbes. Kemiringan lantai

6
kandang dirasa sudah cukup baik, namun terdapat lubang dan beberapa alas karet rusak

ataupun sobek sehingga ketika kandang dibersihkan air dapat tergenang di dalam lubang

tersebut serta lantai kandang yang licin karena jarang dibersihkan. Tempat pakan dan minum

terbuat dari beton dengan bentuk persegi dan pada bagian bawah terdapat lubang

pembuangan. Tempat pakan dan minum masih memiliki sudut hal tersebut jika pembersihan

tidak bersih memungkinkan adanya mikroorganisme yang tumbuh, selain itu juga bisa

mengakibatkan adanya cedera berupa luka pada sapi jika tergesek pada bagian sudut tempat

pakan dan minum. Ada pula beberapa bagian tiang yang tidak menancap pada tanah sehingga

dikhawatirkan bisa ambruk sehingga perlu segera dilakukan perbaikan.

ambar 2.3 (kiri ke kanan) lantai, tempat makan dan tiang kandang (Dokumentasi pribadi,

2022)

Tipe kandang sapi perah di Teaching Farm FKH UNAIR menggunakan sistem kandang

terbuka tail to tail. Posisi sapi saling membelakangi satu sama lain sehingga bagian posterior

sapi perah tadi akan saling bertemu dengan sapi perah di deret yang lain. Keuntungan tipe

kandang tail to tail adalah memudahkan pemeriksaan vulva pada sapi selain tiu juga tipe

kandang tail to tail berguna untuk system kandang breeding.

7
Gambar 2.4 Kandang tail to tail Sapi Perah di Teaching

Farm FKH UNAIR (Dokumentasi Pribadi,

2022)

8
2.1.2 Manajemen Pakan Sapi Perah

Pakan adalah kunci utama untuk seekor sapi laktasi menghasilkan susu dengan

produktivitas sesuai standar. Tanpa pemberian pakan sesuai kebutuhan, secara fisiologis tidak

mungkin tubuh sapi akan mampu memproduksi susu dengan jumlah dan kualitas yang

diharapkan (Priyanto & Rahmayuni, 2020). Pakan untuk sapi perah dapat dikelompokkan

menjadi dua bagian, yaitu pakan hijauan dan pakan tambahan berupa konsentrat. Hijauan

yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala

atau rumput raja. Pemberian hijauan yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan serat

kasar sehingga pakan sulit dicerna. Pemberian hijauan sangat berpengaruh terhadap kadar

lemak, karena hijauan berperan dalam terbentuknya jumlah asam asetat (C2) di dalam rumen

yang diperlukan oleh sapi perah dalam pembentukan lemak susu. Pakan berupa rumput bagi

sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan

sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan pakan tambahan

sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar

sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum) (Laryska & Nurhajati, 2013).

Pemberian pakan konsentrat yang memiliki nilai nutrisi lebih tinggi dari pada hijauan,

ditujukan untuk memberikan peluang kepada ternak agar dapat memaksimalkan

pertumbuhan/ produksi. . Konsentrat adalah pakan yang dapat berfungsi sebagai sumber

protein atau sumber energi serta dapat juga mengandung zat pakan pelengkap (feed

supplement) atau pakan imbuhan (feed additive). konsentrat juga berfungsi untuk mencukupi

kebutuhan protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan.

Pakan ampas tahu merupakan pakan penguat yang diberikan pada sapi perah. Ampas tahu

adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum. Sampai saat

ini ampas tahu cukup mudah didapat dengan harga murah, bahkan bisa didapat dengan cara

cuma-cuma. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber
9
protein. Mengingat kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang cukup tinggi.

pemberian ampas tahu dapat digunakan sebagai alternatif pakan tambahan atau konsentrat,

selain pakan hijauan, guna meningkatkan produksi air susu dan pendapatan bagi peternak,

karena kandungan gizi pada ampas tahu masih sangat tinggi, harganya relatif murah, dan

mudah untuk didapat. Ampas tahu memiliki nilai nutrisi yang sangat baik dan digolongkan

sebagai bahan pakan sumber protein.Pemberian mineral pada pakan ternak penting untuk

mengoptimalkan pencernaan, sehingga penyerapan nutrisi maksimal, peningkatan daya tahan

tubuh dan produksi daging maupun susu dapat lebih banyak serta berkualitas.

Sapi perah di Teaching Farm FKH Unair diberikan pakan sebanyak dua kali sehari,

yaitu pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Pemberian pakan

dilakukan sebelum proses pemerahan. Pakan yang diberikan yaitu berupa konsentrat, ampas

tahu, hijauan, dan mineral. Hijauan yang diberikan masing-masing sapi perah sebanyak 8

kg/sekali makan berupa silase. Pada sapi perah produksi susu tinggi pemberian konsentrat

sebanyak 10 kg/perhari/ekor berupa 9 kg ampas tahu dan 1 kg konsentrat berupa pellet,

sedangkan sapi perah dengan produksi susu rendah pemberian konsentrat sebanyak 8

kg/perhari/ekor berupa 7 kg ampas tahu, dan 1 kg konsentrat pellet. Mineral yang diberikan

sebanyak 40 gram/hari/ekor. Sebelum pemberian pakan comboran, palungan dibersihkan,

kemudian diisi air dan diberi konsentrat comfeed susu A PT. Japfa Comfeed Indonesia,

ampas tahu, dan mineral. Pemberian pakan juga tidak lupa untuk ditimbang terlebih dahulu.

10
Gambar 2.5 Pemberian pakan pada sapi perah (Dokumentasi Pribadi, 2022).

2.1.3 Proses Pemerahan Susu

Pemerahan merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan air susu dari ambing.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan pemerahan yaitu kebersihan kandang, sapi

perah serta pemerah. Kandang dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemerahan guna

mencegah kontaminasi lingkungan pada susu, sapi perah dimandikan terlebih dahulu untuk menjaga

kebersihan pada susu serta merangsang hormon okisotsin, tangan pemerah juga harus harus bersih

sebelum pemerahan. Bagian ambing dibersihkan dengan cermat, pada bagian puting diberikan

antiseptic. Teknik pemerahan dilakukan dengan dua cara stripping dan fullhand, hal tersebut tergantung

dengan ukuran putting.

Metode Stripping atau pemerahan dengan dua jari dilakukan dengan memegang pangkal putting

susu antara ibu jari dan jari tengah. Kedua jari ditekankan serta sedikit ditarik kebawah sehingga susu

terpancar mengalir keluar. Teknik ini dilakukan bagi sapi-sapi yang memiliki putting pendek.

Sedangkan Full Hand atau tangan penuh dilakukan dengan memegang putting antara ibu jari dan

keempat jari diawali dari jari paling atas kemudian diikuti oleh jari lain yang ada dibawahnya. Teknik

ini dilakukan bagi sapi-sapi yang memiliki puting yang agak panjang. Pemerahan harus dilakukan

secara lembut dan teliti, cara pemerahan yang kurang tepat mengakibatkan rasa nyeri, putting

memanjang, putting lecet hingga memicu radang ambing (mastitis). Sebelum dilakukan pemerahan,

puting sapi diolesi dengan margarin untuk mempermudah proses pemerahan dan membuat sapi tidak

merasa perih atau sakit ketika diperah. Proses pemerahan diakhiri ketika ditekan puting tidak

mengeluarkan susu lagi. Setelah pemerahan selesai, puting dan ambing dibersikan dengan

menggunakan air mengalir.

Pemerahan susu di Teaching Farm FKH UNAIR dilakukan 2 kali sehari sesudah diberikan

pakan, yakni pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Tahapan

pemerahan susu masih harus dilakukan evaluasi karena belum dapat dikatakan ideal. Hal ini dapat

dilihat dari wadah atau ember penampung yang digunakan berbahan plastik. Saat ini, wadah berbahan
11
plastik tidak lagi diperbolehkan sebagai wadah susu dikarenakan memperbesar kemungkinan

kontaminasi oleh mikroorganisme akibat wadah plastik yang sukar dibersihkan dan mudah rusak

karena benda tajam sehingga akan merusak kualitas susu dan mempercepat pembusukan susu. Selain

itu kurangnya sterilisasi dalam proses pemerahan. Tidak dilakukan pencelupan pada antiseptik sebelum

maupun setelah pemerahan sapi serta tidak dilakukan pencucian tangan dengan sabun sebelum

pemerahan dilakukan.

Gambar 2.6 Pemerahan susu sapi perah (Dokumentasi pribadi, 2022)

2.2 Sapi Pejantan (Bull)

Sapi pejantan (Bull) merupakan sapi yang dipelihara guna diambil semennya untuk

kebutuhan inseminasi buatan. Sapi pejantan yang dipelihara untuk diambil semennya harus

memiliki libido dan kualitas semen yang baik. Di Teaching Farm FKH UNAIR terdapat tujuh

ekor sapi pejantan. Sapi jenis Simental yaitu Gajah Mada dan Penjalinan serta sapi jenis

Limousin bernama Gumilang, Meychip, Amaru dan Roby. Pada sapi limousin rata-rata volume

semen yang diperoleh yaitu 6,73±1,11 ml/ejakulat. Sapi limousin juga mempunyai rata-rata

persentase motilitas spematozoa sebanyak 63,81±7,18%. Sedangkan pada sapi simental

menghasilkan volume semen 6,60±0,64 ml/ejakulat dan rata-rata motilitas sekitar

61,69±10,09% (Rahmawati et al., 2015)

2.2.1 Manajemen Perkandangan Bull

Kandang sapi pejantan di Teaching Farm FKH UNAIR menggunakan tipe kandang head to

head, hal ini bertujuan untuk ditujukan untuk penggemukan. Selain itu kandang ganda head to head

12
juga untuk efisiensi lahan, waktu, biaya, tenaga, dan pemeriksaan. Pemeriksaan bull dapat efisien

karena posisi kepala bull berhadap-hadapan sehingga langsung bisa melihat ke bagian kepalanya (mata,

hidung, mulut, gigi, telingga), bila ada yang tidak normal misal pada mulutnya yang berdampak pada

nafsu makan bull yang menurun bisa segera diatasi.

Kandang yang baik harus memperhatikan lokasi, kontruksi bangunan, dan perlengkapan

kandang. Lokasi kandang berjarak 10 meter dari pemukiman, dekat sumber pakan dan minum,

transportasi mudah, dan bukan daerah rawan banjir. Kontruksi bangunan kandang harus kuat, mudah

dibersihkan, tidak lembab, sirkulasi dan drainase baik. Lantai kandang harus kuat, tahan lama, tidak

licin, dan mudah dibersihkan. Kemiringan kandang berkisar antara 2-5° dimana setiap 1 meter menurun

sekitar 2-5 cm Atap kandang dapat dibuat dari genteng, seng, rumbai, asbes dan lain-lain. Ketinggian

atap untuk daerah dataran rendah 3,5-4,5 meter. Perlengkapan kandang terdiri dari tempat pakan,

tempat minum, saluran drainase, peralatan kadang. Tempat pakan dan minum mengikuti panjang

kandang dengan proporsi tempat minum lebih kecil dari tempat pakan. Saluran drainase berada di

belakang ternak dengan panjang mengikuti kandang dan mengalir ke tempat pembuangan. Peralatan

kandang meliputi sekop, sikat, timba, kereta d11orong, light trap untuk menjebak nyamuk dan alat

pengusir lalat (Departemen Pertanian, 2007).Kandang sapi pejantan di Teaching Farm FKH UNAIR

sudah baik dan memenuhi syarat kandang yang baik namun memiliki kekurangan pada lantai kandang

yg tergenang air, serta karpet pada beberapa kandang sudah rusak.

13
Gambar 2.7 Kandang Sapi Pejantan (bull) (Dokumentasi Pribadi, 2022).

2.2.2 Manajemen Pakan Bull

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap performans sapi jantan adalah pakan. Pemberian

pakan harus optimal (tidak berlebihan atau kekurangan) dan dapat mendukung performans sapi jantan.

Kelebihan atau kekurangan energi dapat berdampak negatif terhadap kualitas semen dan proses

spermatogenesis. Keseimbangan energi negatif dapat menyebabkan terlambatnya masa pubertas pada

sapi dan dapat menghambat produksi spermatozoa. (Ratnawati & Affandhy, 2013). Ransum yang baik

untuk sapi pejantan agar mencapai performans yang maksimal haruslah terdiri atas sejumlah hijauan

dan konsentrat Hijauan diberikan minimal 10% dari berat badan ternak, sedangkan konsentrat 1-2%

dari berat badan ternak (Hartati et al., 2010)

Pakan diberikan dengan tujuan untuk peningkatan performa yang optimal khususnya pada saat

pengambilan semen. Kebutuhan pakan pada ternak mampu bertahan hidup serta menjamin kesehatan

ternak. Pemberian pakan untuk pejantan di Teaching Farm FKH UNAIR dilakukan 2 kali sehari. Pakan

yang diberikan berupa hijauan silase, mineral, kosentrat, kecambah, serta tambahan mineral. Silase

diberikan 16kg/ekor/hari, mineral 2 sendok makan sehari, konsentrat 3kg diberikan pagi dan sore, dan

kecambah diberikan 5kg/ekor. Konsentrat merupakan pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah

dan mudah dicerna. Bahan pakan ini berasal dari biji-bijian seperti jagung, dedak, bungkul, tetes dan

berbagai umbi. Fungsi pakan konsentrat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada pakan

Gambar 2.7. Pakan sapi pejantan secara berurutan (kiri) konsentrat, kecambah, silase, mineral

(Dokumentasi pribadi, 2022)

14
Penambahan kecambah bertujuan untuk reproduksi ternak. Kandungan protein kecambah lebih

tinggi 19% dibandingkan dengan kandungan protein dalam biji kacang hijau. Sehingga dengan

penambahan kecambah pada pakan ternak diharapkan mampu meningkatkan kualitas sperma pada

sapi pejantan. Kecambah kacang hijau merupakan bahan sumber vitamin E (α-tokoferol) yang cukup

potensial dan berfungsi sebagai antioksidan menyatakan bahwa Vitamin E berperan dalam mencegah

peroksidasi lipid pada membran sel, α-tokoferol berfungsi sebagai penyumbang ion hidrogen yang

mampu mengubah radikal peroksil menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif(Anastasia et al.,

2015)

2.2.3 Manajemen Perawatan Bull (Pejantan)

Perawatan bull di Teaching Farm FKH UNAIR meliputi pembersihan kandang, memandikan

bull, memberi pakan yang semuanya dilakukan pagi dan sore hari, exercise dan penjemuran pada pagi

hari. Pembersihan kandang dimulai dengan membersihkan kandang dari kotoran, mengambil sisa

makanan dan membersihan tempat pakan dan minum. Kemudian memandikan bull dengan

mengguyurkan air mengalir keseluruh tubuh bull sambil digosok dengan sikat kecuali bagian kepala.

Bila akan dilakukan penampungan semen maka preputium dibersihkan pula agar tidak mengontaminasi

semen yang ditampung. Setelah dimandikan dilakukan pemberian pakan (konsentrat dan kecambah)

dan minum. Selanjutnya bull diajak exercise kurang lebih 30 menit. Tujuan exercise ini untuk

meningkatkan stamina bull karena seluruh otot bull akan terlatih. Akivitas aerobik exercise pada

merupakan aktivitas yang bergantung terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses

pembakaran sumber energi sehingga juga akan tergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ

tubuh seperti jantung, paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen agar proses

pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna (Butar-butar, 2009). Setelah exercise, bull

dijemur sekitar 30 menit untuk menyerap vitamin D dari sinar matahari pagi yang berguna untuk

penyerapan kalsium. Setelah itu bull dimasukkan kandang lagi dan diberi pakan silase. Bila ada bull

yang sakit bisa diberi terapi sesuai kebutuhannya

15
Gambar 2.8 Exercise dan penjemuran bull (Dokumentasi pribadi, 2022)

2.3 Kambing dan Domba

2.3.1 Manajemen Pemeliharaan Kambing Domba

Kandang untuk ternak kambing dan domba memiliki 2 model yaitu, model lantai

(lemprak) dan model panggung (berkolong). Kandang kambing dan domba Teaching Farm

FKH UNAIR adalah kandang panggung dengan lantai kandang yang terdapat kolong ketinggian

1,5meter diatas tanah. Kandang panggung membutuhkan lebih banyak bahan dan materi

sehingga biaya yang dibutuhkan juga lebih mahal. Akan tetapi kandang panggung memiliki

beberapa keunggulan seperti kandang lebih nyaman karena kering dan lembab. Hal ini

dikarenakan semua kotoran akan jatuh ke bawah, sehingga ternak akan terhindar dari penyakit

busuk kuku dan penyakit cacing yang ditularkan melalui kotoran, pertukaran udara lebih baik

bagi ternak agar terhindar dari penyakit paru-paru, ternak dapat terhindar dari gangguan

binatang buas, serta kadang terhindar dari kemungkinan banjir mendadak.

Gambar 2.9 Kandang kambing domba tampak depan di Teaching farm (Dokumen pribadi,

2022)
16
Konstruksi kandang kambing domba harus diperhatikan mulai dari atap, dinding, lantai,

kerangka, ruang kandang sampai tempat pakan yang digunakan sehari-hari. Atap kandang

hendaknya dibuat miring sekitar 30 derajat, agar air hujan dapat lancar mengalir dengan

ketinggian tidak terlalu rendah agar kandang tidak panas. Dinding kandang domba dapat dibuat

dari papan, bilah bambu atau anyaman bambu. Lantai kandang berkolong dapat dibuat dari

bilah hambu atau kayu. Lebar bilah sekitar 3 cm dan jarak antar bilah sekitarl 5 cm. Jarak antar

bilah tidak boleh terlalu rapat agar kotoran dapat jatuh ke bawah kolong, tetapi juga tidak boleh

terlalu longgar agar kaki kambing domba tidak terperosok ke bawah. Jarak lantai dari

permukaan tanah 60 - 80 cm. Kerangka kandang dapat dibuat dari bambu atau kayu. Kerangka

kandang harus dibuat dengan bahan-bahan yang mempunyai kekuatan dan ketahanan yang

lama.

Konstruksi bangunan kambing dan domba di Teaching Farm FKH Unair memiliki

ventilasi kandang sudah baik karena udara dapat keluar masuk kandang dengan mudah

sehingga kambing dan domba mendapatkan oksigen dengan maksimal. Mengunakan

model kandang baterai. Sekat-sekat kandang berisikan 1-3 ekor kambing atau domba yang

berukuran kurang lebih 1,2 m2. Kerangka kandang menggunakan alumunium serta lantai kandang

balok namun di beberapa bagian lantai kandang sudah mulai rapuh dan sangat tidak layak.

Gambar 2.10 Lantai kandang kambing domba

(Dokumentasi pribadi, 2022)

2.3.2 Manajemen Pakan Kambing dan Domba

17
Pemberian bahan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak maka proses

pertumbuhan, reproduksi dan produksi ternak akan berlangsung dengan baik, oleh karena itu

pakan yang diberikan harus terdiri dari zat-zat pakan yang dibutuhkan oleh ternak berupa

protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air (Kementrian Pertanian, 2015).

Kambing dan domba di Teaching Farm FKH Unair diberi pakan sebanyak 2 kali

sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Pakan berupa kangkung kering, dan hijauan yang sudah

difermentasi. Komposisi pakan hijauan fermentasi terdiri dari tebon, rumput gajah, dan

bungkil jagung. Pada pagi hari, pakan yang diberikan yaitu ampas tahu sebanyak 1 kg per

ekor dan hijauan fermentasi (Gambar 2.24). Untuk sore hari, diberikan kangkung kering.

Tujuan pemberian pakan berupa ampas tahu dan kangkung kering adalah untuk menambah

bobot badan kambing dan domba guna meningkatkan nilai ekonomis.

Gambar 2.11 Pakan hijauan dan fermentasi (Dokumentasi pribadi, 2022)

Tempat pakan di kandang Teaching Farm FKH Unair berupa bak tanpa sekat yang

terbuat dari bahan seng. Tidak adanya sekat dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi antar

individu kambing atau domba yang kemudian dapat berpengaruh pada jumlah asupan nutrisi

per ekor. Bak pakan tersebut nampak sudah berkarat dan tidak dibersihkan terlebih dahulu

sebelum pemberian pakan. Kondisi tersebut dapat menyebabkan adanya kontaminasi pakan.

Untuk tempat air minum hanya berupa bak air yang diletakkan di lantai kandang. Penempatan

seperti itu rawan terjadi kontaminasi air minum oleh urin atau feses.

18
Gambar 2.12 Wadah pakan (kiri) dan wadah air minum (kanan) (Dokumentasi pribadi,

2022)

2.3.3 Manajemen Pemeliharan Kambing dan Domba

Secara umum pengendalian dan pencegahan penyakit yang terjadi pada kambing dan

domba dapat dilakukan dengan:

1) Menjaga kebersihan kandang, dan mengganti alas kandang.

2) Mengontrol cempe sesering mungkin.

3) Memberikan nutrisi dan makanan penguat yang mengandung mineral, kalsium dan

mangan (Mn).

4) Memberikan makanan sesuai jadwal dan jumlahnya. Pakan yang berupa hijauan

sebaiknya setelah dipotong, dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan.

5) Menghindari pemberian makanan kasar atau hijauan pakan yang terkontaminasi siput

dan sebelum diberikan sebaiknya dicuci dulu.

6) Sanitasi yang baik, sering memandikan domba dan mencukur bulu.

7) Tatalaksana kandang diatur dengan baik.

8) Melakukan vaksinasi dan pengobatan pada kambing/domba yang sakit.

Manajemen pemeliharaan kambing dan domba yang rutin dilakukan di Teaching

Farm FKH Unair adalah pembersihan lantai kandang dari kotoran seperti feses yang masih tersangkut

di lantai kandang maupun membersihkan sisa pakan hijauan yang berjatuhan di lantai kandang dengan

19
cara di sapu dan disemprot air. Pembersihan wadah air minum juga dilakukan namun hanya dengan

menguras isinya lalu dibersihkan dengan air saja. Deworming dan pemberian vitamin dilakukan 3

bulan sekali namun juga bersifat kondisional. Pengecekan berkala juga dirasa penting untuk

mengontrol kondisi kesehatan individu maupun monitoring birahi. Selain itu, pemeliharaan juga

dilakukan dengan pemotongan kuku, dimandikan, dan pencukuran bulu khusus domba.

2.4 Processing Semen Beku

2.4.1 Pembuatan Diluter

Pembuatan diluter terdiri dari 2 jenis yaitu diluter A dan diluter B. Bahan diluter A susu

skim, antibiotik penicillin, streptomycin, fruktosa, dan kuning telur. Bahan diluter B adalah

diluter A ditambah dengan gliserol dan glukosa. Diluter A merupakan diluter yang diberikan

pertama kali saat semen datang.

Cara pembuatan diluter A:

1. Siapkan susu skim sebanyak 10% dari volume yang diinginkan (ml), masukkan kedalam

tabung erlenmayer/beaker glass. Tambahkan aquades sebanyak volume yang diinginkan,

aduk hingga homogen.

2. Pasang thermometer

3. Tabung erlenmayer/beaker glass dimasukkan kedalam sebuah bejana yang berisi air

secukupnya dan air susu tersebut dipanaskan secara tidak langsung hingga suhu 92°C

4. Setelah thermometer manunjukan 92°C, nyala api pemanas diatur dan suhu dipertahankan

antara 92-93°C selama 10 menit

5. Air susu didinginkan secara perlahan lahan didalam waterbath hingga suhu kamar 36-37°C

sesuai suhu semen yang akan diencerkan

6. Larutan susu disaring menggunakan kain kasa steril sebanyak 2x penyaringan

7. Menyiapkan kuning telur sebanyak 5% dari volume total. Semua cairan putih telur dibuang.

Kuning telur yang masih utuh terbungkus selaput vitelin dipisahkan diatas kertas saring

20
atau kasa steril untuk menghilangkan cairan putih telur yang tersisa. Selaput vitelin

dipecahkan dan kuning telur dialirkan kedalam kegals ukur.

8. Menambahkan vitamin C 100 mg. haluskan tablet vitamin C lalu masukkan kedalam

campuran diluter. Vitamin C berfungsi untuk antioksidan yang memiliki kemampuan untuk

kestabilan jaringan membrane plasma terhadap periksoda yang terjadi selama pengelolahan

semen beku.

9. Menyiapkan antibiotika penicillin 1000 IU dan streptomycin 1 mg sebanyak 0,1% dari

volume total. Antibiotic berfungsi untuk mencegah pertumbuhan kuman. Penambahan

antibiotika kedalam pengencer sangat penting dilakukan karena berguna untuk menahan

atau membunuh pertumbuhan bakteri organisme yang dapat merusak sprema, serta dapat

memperbaiki fertilitas. Selain itu penambahan antibiotika juga berguna untuk meningkatkan

motilitas dan tahan hidup sperma.

10. Menambahkan kuning telur kedalam larutan air susu kemudian diaduk hingga homogen.

11. Menambahkan antibiotika yang telah disiapkan kedalam larutan air susu, aduk hingga

homogen menggunakan stirrer selama 3-5 menit

12. Menambahkan fructose sebanyak 0,75% dari volume total. Fructose berfungsi untuk

sumber energi dan mempertahankan motilitas sperma

13. Memasukkan larutan diluter kedalam waterbath denagn suhu kamar 36-37°C

Cara pembuatan diluter B:

1. Menyiapkan gliserol sebanyak 12% dan glukosa sebanyak 2% volume diluter b yang akan

dibuat

2. Menambahkan diluter A hingga volume yang dibutuhkan, aduk hingga homogen

kemudian masukkan kedalan Erlenmeyer, lalu tutup dengan alumunium voil, masukkan

kedalam beker glass yang berisi air (water jacket).

3. Inkubasi didalam cool top dengan suhu 5°C

21
Gambar 2.13 Proses pembuatan diluter (Dokumentasi pribadi, 2022)

2.4.2 Penampungan Semen

Pengumpulan semen yang dilakukan pada Taman Ternak Pendidikan (TTP) FKH unair

menggunakan Teknik vagina buatan. Pengambilan semen dengan Teknik vagina buatan harus

dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu (selasa dan jumat) untuk menjaga kualitas dan

kuantitas semen yang dihasilkan serta menjaga kondisi pejantan tetap dalam keadaan yang

prima. Berikut peralatan yang digunakan untuk merangkai vagina buatan, antara lain:

1. Cincin karet

2. Silinder karet tebal keras

3. Selongsong karet tipis (Inner Linier)

4. Lubang air dan udara

5. Air panas

6. Corong karet tipis

7. Tabung penampung gelas bersekala

8. Tabung pelastik pelindung sinar matahari atau benturan

Vagina buatan diisi dengan air hangat yang mempunyai temperatur 50-55°C melalui

lubang pengisian memakai corong sampai konsistensi (tekanan) didalam vagina buatan

menyerupai konsistensi vagina sapi betina yang normal. Temperatur tersebut diperkirakan akan

turun selama perjalanan ke lapangan tempat pemacak, hingga sesuai dengan yang dikehendaki
22
yaitu 42-45°C. hindari adanya lipatan selaput karet didalam vagina buatan dengan memberi

tekanan udara melalui lubang pengisian, sebab lipatan tersebut dapat mengurangi reaksi atau

penolakan dari sapi pejantan untuk diambil semennya. Oleskan pelicin kedalam liang vagina

buatan sejauh 20 cm dari depan vagina buatan agar semen yang diperoleh tidak tercampur

bahan pelicin tersebut. Tabung penampung semen sebaiknya dibungus dengan kertas atau

pembungkus lain agar semen tidak Tekena sinar matahari langsung disamping itu untuk

menghindari kemungkinan pecahnya tabung penmpung bila jatuh. Kualitas dan kuantitas

semen yang dihasilkan tergantung dari perawatan bull. Perawatan bull yang dilakukan meliputi :

a. Pemotongan kuku yang bertujuan agar kaki tegak dengan pijakan kuat, sehingga ketika bull

mulai ejakulasi memiliki dorongan yang mantap dan kuat serta kaki depan yang kuat untuk

menjepit.

b. Memandikan dan menggosok badan sapi, bertujuan agar darah disekitar kulit sapi mengalir

dengan lancar sehingga bull tidak gampang sakit. 38

c. Dilakukan exercise, bertujuan untuk menguatkan otot bull yang berfungsi untuk menjepit

atau menahan pemancing, dan untuk kelancaran peredaran darah karena kerja paru paru dan

jantung meningkat sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan baik untuk kesehatan.

d. Pemberian kecambah kacang hijau, bertujuan untuk meningkatkan motilitas dan kesuburan

sperma karena sebagai sumber vitamin E. Vitamin E berfungsi untuk proses enzimatis

sebagai enzim respirasi dan cytochrome dimana respirasi akan menghasilkan energi yang

tinggi sehingga kesuburan dan motilitas meningkat serta sperma yang dihasilkan bisa sehat

dan fertil.

e. Pemotongan rambut preputium, bertujuan untuk mencegah kontaminasi kuman saat

pengambilan semen.

23
Gam

bar 2.14 Proses penampungan semen (Dokumentasi pribadi, 2022)

2.4.3 Pemeriksaan Semen

Pemeriksaan semen dilakukan melalui dua tahapan yaitu makroskopis dan mikroskopis.

a. Pemeriksaan makroskopis

- Volume semen : Volume semen dapat dilihat dan dinilai dengan skala pada tabung

penampung semen, jika tabung penampung tidak menggunakan skala pengukuran

dapat dilakukan dengan menggunakan pipet ukur (Widaringsih, 2019). Merupakan

jumlah semen setiap kali ejakulasi. Rata-rata volume semen yang diperoleh setiap

ejakulasi pada sapi adalah 4 ml (3-7 ml), kambing domba 1 ml (0,5-2 ml), kuda 100

ml (50-100 ml) dan ayam 0,8 ml (0,2-1 ml).

- Warna semen : secara umum adalah putih keruh, putih susu, krem, krem kekuningan,

sampai putih keabu-abuan adalah normal.

- Konsistensi atau derajat kekentalan konsistensi: dapat di periksa dengan cara

memiringkan tabung yang berisi sperma secara perlahan-lahan, semen yang baik

kekentalannya akan bergerak lambat mengikuti kemiringan tabung penampung.

Semen yang terlihat encer akan cepat kembali kedasar tabung. Hal ini menunjukan

indikasi bahwa semen tersebut memiliki kadar spermatozoa yang rendah.

- Bau Semen: Setiap individu menghasilkan bau yang berbeda-beda. Tetapi bau khas

yang tercium dari semen sapi kurang lebih seperti bau air susu. Jika tercium bau

busuk, amis, urin, feses dan lain sebagainya ini menunjukan terjadi kelainan pada

24
semen. Bau seperti urine disebabkan karena terlalu cepat untuk segera ditampung

sebelum dilakukan pemanasan atau begitu pejantan naik langsung ditampung. Bau

kotoran disebabkan kurang bersihnya daerah preputium.

- Derajat keasaman (pH) : Berkisar antara 6-7,5. Dengan menggunakan kertas pH yang

di celupkan ke dalam semen, perubahan warna pada kertas pH dicocokan dengan

warna kertas kalibrasi. Makin baik kualitas semen cenderung semakin asam, karena

kualitas semen yang baik spermatozoanya akan lebih aktif bergerak dan

menghasilkan asam laktat yang lebih banyak sehingga pH nya rendah. Pada pH

semen yang tinggi (lebih alkalis) umumnya banyak mengandung sel-sel spermatozoa

yang mati

Gambar 2.15 Pemeriksaan maksroskopis (Dokumentasi pribadi, 2022)

b. Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan alat bantu mikroskop yang meliputi

pemeriksaan gerakan massa, gerakan individu, dan konsentrasi spermatozoa.

- Gerakan Massa Spermatozoa : Gerakan massa spermatozoa merupakan gerakan yang

dilakukan sekelompok sel spermatozoa secara bersama-sama yang jika diamati

membentuk suatu gelombang seperti layaknya awan yang bergerak. Cara

pemeriksaannya yaitu dengan mengambil satu tetes semen dan diletakkan pada objek

25
glass kemudian diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Kriteria

Penilaian gerakan massa adalah sebagai berikut:

(+++) : Gerak semen membentuk gelombanggelombang yang besar, banyak dan

cepat,

(++) : Gerak semen membentuk gelombang besar hingga sedang tetapi jarang,

(+) : Gerak semen membentuk gelombang kecil dan jumlahnya sedikit.

- Gerakan Individu: Gerakan individu dilakukan untuk melihat arah dan kecepatan

spermatozoa secara individu. Arah spermatozoa yang baik dan dijadikan acuan

perhitungan adalah yang maju ke depan atau progresif. Arah gerak lainnya ada

mundur (reverse), berputar (oscillatory), melingkar (circular), dan bergetar

(vibratoris). Kecepatan ditandai dengan angka 0 bila tidak ada spermatozoa yang

bergerak/sedikit, angka 1 bila gerakan spermatozoa pelan/lambat, angka 2 bila

gerakan spermatozoa sedang, angka 3 bila gerakan spermatozoa cepat, dan angka 4

bila gerakan spermatozoa sangat cepat. Pemeriksaan gerakan individu yaitu dengan

mengambl satu tetes semen dan satu tetes larutan NaCl fisiologis kemudian

diletakkan ke objek glass lalu di tutup dengan cover glass. Selanjutnya dilakukan

pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x

- Konsentrasi Semen : Konsentrasi semen merupakan jumlah banyaknya semen dalam

setiap mm3. Konsentrasi minimal spermatozoa yang progresif atau motilitas sebelum

diencerkan menurut SNI adalah 70%. Jika semen telah memenuhi kriteria tersebut

dilanjutkan dengan proses pengenceran. Konsentrasi atau jumlah spermatozoa yang

hidup dapat dilihat dengan spektofotometer. Untuk before freezing minimal progresif

atau motilitas 55% dan untuk thawing ≥40%

26
Gambar 2.16 Pemeriksaan mikroskopis (Dokumentasi pribadi, 2022)

2.4.4 Pengenceran Semen

Pengenceran semen dilakukan dengan mempersiapkan diluter terlebih dahulu, diluter

yang telah disiapkan dibagi menjadi dua yaitu diluter A dan diluter B.

a. Pengenceran semen menggunakan Diluter A

- Cara pengenceran semen: semen yang telah diperoleh diambil sebanyak 1 tetes untuk

dilakukan pemeriksaan massa, letakan pada object gelass dan diamati dibawah

mikroskop menggunakan perbesaran 100x. Untuk semen yang lain ditampung dalam

tabung dan dilakukan penambahan diluter A1 untuk mempertahankan pH dan

mencegah kerusakan akibat hasil metabolisme asam laktat (sebagai buffer). Hitung

volume air mani yang didapatkan. Tambahkan diluter A1 sama banyak volume air

mani. Masukkan dalam beaker glass dan letakkan dalam water bath suhu 37 °C.

- Contoh perhitungan: Simental Gajah Mada yang diambil pada tanggal 5 April 2022

Volume 10 ml
Progresivitas 80%
Konsentrasi 2000 x 106/ml (konsentrasi diukur dengan
spektrofotometer, dengan cara 1 ml cairan
fisiologis dalam kuvet dan ditambah semen
sebanyak 20 mikroliter
Dosis IB volume semen x konsentrasi x progressive
27
= 10 x 2000x 106/ml x 70%
= 140x108
Setiap straw berisi 25 juta Perhitungan jumlah straw
spermatozoa, dengan estimasi = jumlah dosis IB : 25 juta
kematian 40 - 60%, ketika = 140x108 : 25 x 106
kematian terbesar 60% maka = 560 straw
spermatozoa yang hidup
adalah 40%, dengan syarat
jumlah spermatozoa untuk
fertilisasi adalah 10 juta,
sehingga 40/100 x 25.000.000
= 10 juta. Sehingga
penggunaan standar post
thawing motility adalah 40%.

Jumlah ministraw yang dapat


dihasilkan

10 ml X 2000 x 106/ml x 80%


25x106
= 650 straw

Volume diluter yang Jumlah ministraw yang dihasilkan x 0,23 (SNI


ditambahkan straw TF)
= 650 x 0,23
= 149,5 ml
= 150 ml

28
- Volume penambahan diluter A dan B Masing- masing 1 banding 1 (1:1) dimana

bagian pertama terdiri dari semen (10 ml) iluter A1(10ml) dan diluter A2 (55ml) dan

bagian kedua terdiri dari diluter B (75 ml).

- Semen yang sudah dicampur dengan diluter A disimpan dalam cool top dengan suhu

5°C karena pada suhu ini air belum membeku.

Gambar 2.17 Proses pengenceran menggunakan diluter A (Dokumentasi pribadi, 2022)

Penambahan diluter B atau Gliserolisasi

Pemberian diluter B yang terdiri dari gliserol dan glukosa dilakukan secara bertahap yaitu

sebanyak empat kali setiap 15 menit dalam cool top yang bersuhu 5°C selama satu jam.

Pemberian diluter B dilakukan secara bertahan melalui dinding tabung untuk mencegah osmotic

shock.

29
Gambar 2.18 Penambahan diluter B (Dokumentasi pribadi, 2022)

2.4.5 Pembuatan Semen Beku

a. Penambahan diluter A1

Semen yang telah ditampung dibawa ke lab untuk kemudian dilakukan

pemeriksaan makroskopis. Setelah itu ditambahkan diluter A dengan perbandingan

volume semen dan diluter 1:1. Tujuan penambahan diluter A1 sebagai buffer yang dapat

menjaga pH semen dalam nilai normal yaitu 6,4-6,8. Setelah ditampung, spermatozoa

melakukan respirasi anaerob yang menghasilkan asam laktat sebagai produk

sampingnya. Akumulasi asam laktat akan menurunkan pH semen dan merusak membran

spermatozoa. Oleh karena itu diperlukan buffer yang ada pada diluter A.

b. Penambahan diluter A2

Penambahan diluter A yang kedua dilakukan setelah pemeriksaan mikroskopis.

Jumlah diluter yang ditambahkan tergantung konsentrasi semen dan persentase sperma

hidup (motil).

c. Gliserolisasi (penambahan diluter B)

Semen yang telah ditambahkan diluter A dimasukkan ke cool top untuk

menurunkan suhu. Gliserolisasi sebaiknya dilakukan saat mendekati titik beku air (0℃)

dan sebelum titik anomali air (4℃) yaitu pada suhu 5℃. Penambahan diluter B

dilakukan secara perlahan selama 1 jam.

Gambar 2.19 Gliserolisasi (Dokumentasi pribadi, 2022)

30
d. Equilibrasi

Equilibrasi merupakan proses sel spermatozoa untuk menyesuaikan diri sebelum

dilakukan pembekuan. Waktu yang digunakan spermatozoa untuk menyeimbangkan

cairan intraseluler dengan larutan yang mengandung gliserol pada suhu 5℃ selama 2-6

jam sebelum dibekukan.

e. Pemeriksaan Before Freezing

Dilakukan bertujuan untuk melihat apakah spermatozoa dapat diproses lebih

lanjut untuk dibekukan. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat gerak individu. Semen

dapat dibekukan apabila motilitas spermatozoa ≧55%. Apabila semen telah lolos

pemeriksaan before freezing selanjutnya akan dicetak kode pada straw yang akan

digunakan.

Gambar 2.20 Pemeriksaan Before freezing(Dokumentasi pribadi, 2022)

f. Filling and sealing

Semen yang lolos pemeriksaan before freezing selanjutnya dimasukkan ke straw

dengan bantuan mesin semi otomatis kemudian disegel. Straw yang telah terisi

kemudian ditata pada rak khusus yang akan digunakan pada proses pre-freezing.

31
Gambar 2.21 Filling and sealing (Dokumentasi pribadi, 2022)

g. Pre-freezing

Dilakukan untuk mencegah cold shock yang akan terjadi akibat penurunan suhu

yang cepat. Proses ini dilakukan dengan bantuan mesin dengan cara menyemprotkan uap

nitrogen. Proses ini dilakukan hingga suhu mencapai -160℃.

Gambar 2.22 Pre-freezing (Dokumentasi pribadi, 2022)

h. Freezing

Straw direndam ke dalam container berisi nitrogen cair dengan suhu -196℃.

2.4.6 Post Thawing Motility

a. Prosedur pemeriksaan

32
Straw direndam ke dalam air dengan suhu 37-38℃ selama 30 detik. Kemudian

diangkat dan dikeringkan. Ujung straw yang disegel digunting kemudian isi dikeluarkan

dan ditampung pada microtube. Ambil semen menggunakan mikropipet dan teteskan

pada sebanyak 1 tetes pada object glass. Tutup dengan cover glass dan periksa gerakan

individu menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x.

Gambar 2.23 Perendaman straw (Dokumentasi pribadi, 2022)

b. Penilaian post thawing motility

Diamati dengan mikroskop gerak individu dari spermatozoa. Pengamatan

dilakukan pada beberapa lapangan pandang. Spermatozoa yang dihitung adalah yang

motil dengan arah gerak progresif. Semen beku dapat digunakan atau didistribusikan

apabila nilai motilitas ≧40%.

2.5 Pemeriksaan Keuntingan – Inseminasi Buatan (PKB-IB)

2.5.1 Palpasi Rektal

Palpasi rektal adalah metode diagnosa kebuntingan yang dapat dilakukan dengan

tepat pada ternak besar. Metode ini merupakan pemeriksaan kebuntingan yang paling

murah, cepat dan akurat serta relatif mudah untuk dilakukan. Selain untuk menentukan

diagnosa kebuntingan, palpasi rektal juga ditujukan untuk menentukan kondisi organ

33
reproduksi yang nantinya akan berkaitan dengan siklus estrus, proses pelaksanaan inseminasi

buatan (IB), dan mengetahui penyebab kemajiran dari ternak.

Tabel 1. Suhu rektal normal pada beberapa hewan (Triakoso, N. 2011)

Dalam melakukan palpasi rektal, terdapat prosedur pelaksanaan yang harus dilakukan

seperti berikut :

1. Kuku harus dipotong pendek, segala perhiasan atau pernak – Pernik yang melekat pada

tangan harus dilepas terlebih dahulu.

2. Memakai cattlepack, sarung tangan (glove rectal) plastik panjang, boots, topi.

3. Glove rectal harus dilapisi oleh bahan pelumas (pelicin) yang dapat berupa sabun,

vaselin, jelly, ataupun minyak goreng.

4. Siapkan ember berisi air, lap bersih atau tissue.

5. Kandang jepit (untuk merestrain sapi).

Pelaksanaan palpasi rektal di Taman Ternak Pendidikan Teaching Farm FKH

UNAIR, kegiatan palpasi rektal sendiri digunakan untuk mengidentifikasi serviks. Cara

melakukan palpasi rektal yaitu dengan posisikan tangan dalam bentuk kerucut terlebih

dahulu, kemudian masukkan tangan melalui vulva (bebas boleh tangan kanan atau kiri sesuai

kebiasaan atau kepekaan tangan), saat di vulva putar tangan 180º (telapak tangan yang berada

diatas), kemudian tangan yang masih mengerucut tersebut akan menembus vagina hingga

nantinya akan masuk kedalam rektum. Pada saat tangan telah masuk ke dalam rektum,

identifikasi secara urut bagian – bagian saluran reproduksi yang berada di dalam seperti

34
serviks, uterus, cornua uteri, dan ovarium. Kemudian raba ke daerah kiri, kanan, bawah atas

dan kedepan sambil merasakan gerakan peristaltik dari dinding rektum (Dinpertanpangan,

2021). Jika dirasa di dalam rektum masih terdapat feses, bersihkan feses terlebih dahulu agar

tidak menganggu proses jalannya palpasi rektal.

Servik merupakan media untuk menampung sperma dari proses perkawinan. Serviks

terdiri dari dinding tebal dan bersifat inelastis. Saluran reproduksi betina ini letaknya pada

bagian depan berbatasan dengan bagian uterus dan bagian belakang menonjol pada vagina

(Disnakkan, 2021). Pada umumnya, saat melakukan palpasi rektal, serviks akan terasa seperti

selang dengan tulang rawan, jika digambarkan, serviks pada saat teraba akan terasa seperti

trachea yang berstruktur seperti cincin pada salurannya.

Gambar 2.24 Palpasi Rektal (Dokumentasi Pribadi, 2022)

2.5.2 Pemeriksaan Kebuntingan

Pemeriksaan kebuntingan merupakan salah satu tindakan yang penting dilakukan

untuk mengetahui bunting atau tidaknya seekor ternak, atau untuk mengetahui normal atau

tidaknya saluran reproduksi dari ternak tersebut. Pemeriksaan kebuntingan ini juga

merupakan salah satu cara untuk memonitor dan membuktikan hasil Inseminasi Buatan (IB)

secara cepat dan layak. Diagnosa kebuntingan yang cepat dan akurat, akan menentukan

keberhasilan program reproduksi serta keuntungan yang diperoleh dari suatu peternakan.

35
Pemeriksaan kebuntingan yang sering dipakai adalah dengan cara Palpasi Rektal.

Pada umumnya petugas mendeteksi kebuntingan dengan cara palpasi rektal pada 60 hari

setelah IB dan memperhatikankan perubahan perilaku estrus ternak.

Adapun interpretasi umur kebuntingan dengan cara palpasi rektal sebagai berikut :

1. Umur 1 bulan : Tidak direkomendasikan untuk dilakukan palpasi rektal.

2. Umur 2 bulan : Pembesaran salah satu kornua, namun fetus masih kecil serta berbentuk

asimetris, dan dinding cornua masih terasa tebal.

3. Umur 3 bulan : Saat diraba, fetus terasa seperti sarung tinju, teraba cotiledon dan teraba

seperti desiran (fremitus).

4. Umur 4 bulan : Cotiledon sudah teraba sangat jelas, saat di palpasi dapat merasakan

keberadaan fetus (bumping fetus).

5. Umur 5 bulan : Ukuran fetus telah sebesar bola kasti, sudah mulai dapat dirabah namun

tidak dapat diraba secara keseluruhan, karena posisi uterus tertarik kearah bawah menuju

arah lantai abdomen.

6. Umur 6 bulan : Fetus mulai terasa seperti bagian kepala atau ekstremitasnya.

7. Umur 7 – 8 bulan : Fetus mulai mengarah dan mendekat ke cavum pelvis (pelvis

inlet).

8. Umur 9 bulan : Fetus keluar dari tubuh sang induk.

36
Gambar 2.25 Sistem Reproduksi Sapi Betina (Disnakkan.grobogan.go.id).

2.5.3 Inseminasi Buatan

Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah upaya memasukkan semen atau mani ke dalam

saluran reproduksi hewan betina yang sedang birahi dengan bantuan inseminator agar hewan bunting

(Herawati et al., 2012). Inseminasi Buatan (IB) yang bertujuan untuk memanfaatkan potensi seekor

hewan jantan unggul (pejantan) secara maksimal. Dalam perkawinan secara alami, seekor pejantan

unggul hanya dapat mengawini 1 sampai 5 ekor betina, namun melalui teknologi IB, dia dapat

mengawini beratus-ratus betina (Saili & Toelihere, 2015). Manfaat lainnya dalam mempercepat

peningkatan mutu genetic ternak, mencegah penyebaran penyakit reproduksi yang ditularkan melalui

perkawinan alam, meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan unggul, serta menurunkan/

menghilangkan biaya investasi pengadaan dan pemeliharaan ternak pejantan IB (Nur, 2019).

Keberhasilan program IB dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, ternak betina, keterampilan

inseminator, ketepatan waktu IB, deteksi berahi, handling semen dan kualitas semen.

a. Ternak betina

Fisiologis reproduksi ternak betina yang normal akan menghasilkan sel telur yang berkualitas

baik sehingga diperoleh keberhasilan perkawinan yang tinggi (Adi Pratama et al., 2018). Ternak yang

digunakan sebagai akseptor IB harus dalam umur produktif, sehat, dan memiliki siklus estrus yang

normal. Kesalahan manajemen dapat menyebabkan gangguan reproduksi. Banyak betina yang

mengalami gangguan reproduksi setelah ternak melahirkan. Kondisi tersebut kerap disebabkan oleh

penanganan yang kurang tepat saat melahirkan dan ketidakseimbangan pakan yang diberikan . Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa ternak yang diberi asupan pakan dengan kecukupan energi dan protein

menyebabkan ternak lebih cepat tumbuh dan menunjukkan gejala berahi yang normal (Annashru et al.,

2017)

b. Keterampilan inseminator

Inseminator berperan sangat besar dalam keberhasilan pelaksanaan IB. Keahlian dan keterampilan

inseminator dalam akurasi pengenalan birahi, sanitasi alat, penanganan (handling) semen beku,
37
pencairan kembali (thawing) yang benar, serta kemampuan melakukan IB akan menentukan

keberhasilan. Indikator yang paling mudah untuk menilai keterampilan inseminator adalah dengan

melihat persentase atau angka tingkat kebuntingan (Conception Rate, CR) ketika melakukan IB dalam

kurun waktu dan pada jumlah ternak tertentu (Herawati et al., 2012)

c. Ketepatan waktu IB

Keberhasilan IB juga sangat tergantung pada waktu inseminasi, penentuan waktu berahi sapi

betina perlu diamati dengan cermat (Annashru et al., 2017). Ketetapan waktu bertujuan agar

spermatozoa dapat bertemu dengan sel telur untuk terjadi pembuahan dengan sempurna sehingga

terjadi kebuntingan. Lama berahi 18-19 jam dengan waktu ovulasi terjadi 10-11 jam setelah estrus

berakhir. Namun menentukan lamanya berahi dan waktu ovulasi dilapangan sangatlah sulit, sehingga

perlu dicari solusi untuk menentukan waktu IB yang tepat. Waktu terbaik untuk melakukan inseminasi

buatan (IB) adalah 9-24 jam setelah tanda-tanda berahi pertama muncul (Annashru et al., 2017).

d. Deteksi berahi

Peternak juga menjadi faktor yang penting, karena pengamatan berahi yang tepat oleh peternak

akan menghasilkan ketepatan waktu perkawinan (Adi Pratama et al., 2018). Gejala yang sering

digunakan dalam deteksi birahi adalah pengamatan visual antara lain: vulva tampak bengkak, lunak,

dan apabila sedikit dibuka vulva tampak, basah dan merah dan hangat. Nafsu makan berkurang, ekor

sering dinaikkan, dan produksi susu menurun, Induk atau sapi/kerbau betina mau (diam) dinaiki, Keluar

cairan putih bening menggantung dari dalam vulva atau vagina atau cairan tersebut telah membekas

(kering) di sekitar pantat, kaki, atau ekor (pada sapi perah lebih jelas). Induk tampak kurang tenang,

gelisah, seakan-akan mencari pejantan dan frekuensi melenguh lebih sering

e. Handling semen dan kualitas semen

Metode thawing semen beku menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan, hal ini

dikarenakan penggunaan metode thawing yang tidak tepat akan menyebabkan kerusakan spermatozoa

sehingga menurunkan kualitas semen. Inseminator harus dapat memastikan bahwa spermatozoa yang

sudah dicairkan kembali sesegera mungkin digunakan untuk IB. Waktu optimum untuk melakukan
38
inseminasi juga harus diperhitungkan dengan waktu kapasitasi, yaitu suatu proses fisiologik yang

dialami oleh spermatozoa di dalam saluran kelamin betina untuk memperoleh kapasitas atau

kesanggupan membuahi ovum. Pengetahuan ini semua harus betulbetul dikuasai inseminator untuk

keberhasilan IB (Herawati et al., 2012)

Kelebihan dan kekurangan inseminasi buatan (Nur, 2019) yaitu:

1. Efisiensi waktu, dimana untuk mengawinkan sapi peternak tidak perlu lagi mencari sapi

pejantan (bull), mereka cukup menghubungi inseminator di daerah mereka dan

menentukan jenis bibit (semen) yang mereka inginkan.

2. Efisiensi biaya, dengan adanya inseminasi buatan peternak tidak perlu lagi memelihara

pejantan sapi, sehingga biaya pemeliharaan hanya dikeluarkan untuk indukan saja.

3. Memperbaiki kualitas sapi, dengan adanya inseminasi buatan sapi lokal sekalipun dapat

menghasilkan anak sapi unggul seperti simmental, limousine dan sapi lainnya.

Kekurangan inseminasi buatan

1. Apabila indentifikasi birahi dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat, maka tidak terjadi

kebuntingan,

2. Akan terjadi kesulitan kelahiran, apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan

dengan breed/turunan yang besar dan diiseminasikan pada sapi betina keturunan/breed

kecil,

3. Bisa terjadi kawin sedarah apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama

dalam jangka waktu yang lama

4. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor

tidak dipantau dengan baik.

Tahapan pelaksanaan inseminasi buatan :

1. Siapkan alat dan bahan

Peralatan IB terdiri dari gun IB, glove rectal, plastik sheath, gunting, pinset, container

lapangan, sabun non antiseptik / vaselin, tisu, air bersuhu 370 C & wadah Gun IB terdiri dari
39
bagian stilet, pistolet, dan stopper. Gun ada beberapa jenis berdasarkan negara pembuatnya.

Gun buatan China tidak memiliki stopper tetapi bagian ujungnya sudah bisa mengunci tanpa

stopper, cenderung tidak mudah jatuh atau lepas. Gun China juga memiliki plastic sheathnya

sendiri. Gun Jerman, Amerika Prancis memiliki stopper yang bisa dilepas pasang. Gun Jepang

memiliki stopper tetapi tidak dapat dilepas pasang pada bagian pangkalnya.

Gambar 2.26 IB gun (Dokumentasi Pribadi 2022)

2. Siapkan container tempat penyimpanan semen beku. Buka tutup container dengan langsung

mengangkat tutup ke atas, tidak diputar. Putar canister 180° sebelum diangkat. Jangan angkat

canister sepenuhnya keluar karena perubahan suhu yang drastis akan merusak semen beku

yang lain. Ambil dengan hati-hati straw menggunakan pinset.

3. Straw langsung di-thawing pada air dengan suhu 37° C selama 15-20 detik. Kemudian

keringkan straw dengan tissue, jangan sampai sisa air masuk ke dalam straw saat

pengguntingan segel.

4. Potong ujung straw kemudian masukan straw ke dalam pistolet gun, lalu masukan setengah

bagian stilet. Pasang plastic sheath pada gun, kemudian pasang lagi outer sheath di luar plastic

sheath.

40
5. Inseminator mempersiapkan diri menggunakan cattlepack, sepatu boots, masker, serta rectal

glove pada salah satu tangan. Oleskan lubrikan pada rectal glove.

6. Pastikan ternak yang akan di IB sudah dalam posisi di handling dengan baik.

7. Lakukan eksplorasi rektal dengan tangan yang memakai rectal glove. Kuncupkan jari saat

akan memasuki rektum, lalu ketika telapak tangan sudah masuk, buka telapak tangan dan

putar ke arah dorsal sapi agar tangan lebih mudah masuk. Fiksasi ekor sapi agar tidak

mengganggu saat proses memasukan gun IB.

8. Lakukan fiksasi organ reproduksi agar gun lebih mudah terarah saat dimasukan.

9. Bersihkan daerah vulva dan sekitarnya dengan tissue.

10. Masukan gun IB dengan kemiringan 45° ke arah atas. Tahan plastik sheath agar tidak ikut

masuk ke dalam saluran reproduksi. Kemudian setelah ujung gun menemukan dinding saluran

reproduksi bagian dorsal, gun diarahkan lurus ke arah cranial kemudian didorong kedepan

hingga mencapai posisi yang diinginkan.

11. Terdapat penonjolan pada ujung kaudal serviks yang menciptakan celah atau forniks vagina

antara bagian serviks yang menonjol dan dinding vagina. Pandu gun saat berada di sini.

Genggam seviks menggunakan ibu jari dan dua jari pertama, dinding vagina dapat ditekan

oleh jari ketiga dan keempat. Setelah gun masuk ke dalam serviks, deposit semen pada posisi

3 (ruang antara cincin serviks 3 dan 4) atau posisi 4 (kornua uteri). Tekan stilet gun secara

perlahan sampai seluruh isi straw masuk ke dalam saluran reproduksi.

41
Gambar 2.27 Saluran reproduksi sapi (Cortés-Beltrán & Gonella, 2020)

12. Keluarkan gun secara perlahan, kemudian keluarkan tangan yang digunakan untuk rektal

secara perlahan juga.

13. Lakukan pemijatan pada klitoris untuk merangsang gerakan saluran genital betina agar

sperma terdorong ke tuba fallopi serta merangsang ovulasi.

14. Bersihkan gun dengan lap basah dan desinfektan, lalu dikeringkan untuk disimpan kembali.

15. Bungkus straw yang kosong dan plastic sheath bekas kemudian dikoleksi atau difoto untuk

keperluan recording

16. Lakukan recording, meliputi kondisi birahi induk (kode batch, produksi straw yg digunakan,

pembuat straw), nama pejantan dan asal BIB

17. Lakukan evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan program IB melalui

perhitungan S/C, CR, NR,Cl, serta calving rate beberapa waktu setelah dilaksanakan

inseminasi.

42
Gambar 2.28 Pelatihan Inseminasi Buatan bersama Drh Shindu (Dokumentasi Pribadi 2022)

43
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan Teaching Farm (PKL TF) yang telah dilaksanakan oleh

Mahasiswa Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan (PPDH) Gelombang XXXVII Kelompok 3A di

Taman Ternak Pendidikan (TTP) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga sesuai jadwal

yang telah disusun. Dapat disimpulkan pada kegiatan yang dilaksanakan selama enam hari sebagai

berikut:

1. Manajemen pemeliharaan sapi perah menggunakan tipe kandang tail to tail, karena

keunggulan posisinya dalam mengamati bagian alat reprosuksi sapi untuk menentukan

birahi, melakukan inseminasi buatan maupun memonitoring kesehatan reproduksi yang

bertujuan untuk pembibitan. Sumber air dan pembuangan limbah sudah cukup baik dengan

adanya saluran pembuangan di tengah kandang yang mudah dibersihkan. Lantai kandang

yang terbuat dari ubin dan ada bagian yang pecah membuat lantai terdapat genangan air,

berlumut dan licin yang dapat meningkatkan kejadian kecelakaan kerja. Manajemen pakan

masih perlu ditingkatkan, pakan yang diberikan berupa hijauan, konsentrat dan ampas tahu

namun tidak sesuai dengan kebutuhan sapi. Manajemen pemerahan sapi kurang higeinis dari

pemerah, pelaksanaan dan alat pemerahan.

2. Manajemen pemeliharaan sapi pejantan menggunakan tipe kandang head to head yang

dibilih karena keunggulannya dalam mengontrol kesehatan, keadaan dan nafsu makan dari

sapi pejantan yang bertujuaan untuk penggemukan. Sumber air dan pembuangan limbah

sudah cukup baik namun dapat ditingkatkan kembali karena ada beberapa saluran lmbah

terbuka dan kurang lancar, ditambah dengan beberapa lantai kandang yang sobek

meningkatkan resiko cedera dan trauma fisik pada sapi. Dilakukan control vector

menggunakan fly trap dan dapat dilakukan management penggolahan limbah maupun

kontrol vegetasi sekitar kandang yang dapat mengurangi populasi vector. Manajemen pakan

dan perawatan sapi pejantan telah terlaksana dengan baik


44
3. Manajemen pemeliharaan kambing dan domba menggunakan tipe kandang panggung,

sayangnya banyak komponen kandang terutama lantai kandang yang sudah mulai rusak.

Sumber air dan kebersihan kandang dapat ditingkatkan kembali, manajemen pemberian

pakan telah dilakukan dengan baik.

4. Prosesing semen beku dilakukan 2 kali seminggu delakukan secara sistematis dan berurutan

menurut SOP dengan baik. Dilanjutkan dengan proses pembuatan semen beku yang telah

dilakukan dengan teknologi terbaru menjaga kosistensi dan kualitas semen beku yang

dihasilkan.

5. Dilakukan review, demo dan pelatihan palpasi rektal untuk tujuan inseminasi buatan yang

dilakukan oleh semua mahasiswa, serta dilakukan diskusi pelaksanaan pemeriksaan

kebuntingan, gangguan reproduksi dan management pemeliharaan maupun kesehatan

ternak.

3.2. Saran

Berdasarkan kejadian dan kasus yang ditemukan selama kegiatan PKL TF ada beberapa

manajemen pemeliharaan yang perlu di tingkatkan kembali. Perlu di lakukan perawatan sarana kandang

seperti palung makan/minum, lantai kandang dan saluran limbah. Perlu dilakukan evaluasi kembali

mengenai pengontrolan vector disekitar kandang dengan mengurangi kemungkinan predileksi vector

seperti vegatasi maupun tumpukan limbah atau genangan air di sekitar kandang. Program kesehatan

ternak harus tetap dijaga dan ditingkatkan kembali untuk menghindari kasus penyakit infeksius maupun

trauma fisik menjadi penyakit yang kronis maupun menjadi lebih parah Manajemen pakan perlu

dilakukan evaluasi kembali pada ternak yang menujukkan Body Condition Scoring (BCS) 2 atau lebih

rendah. Perlu dilakukan evaluasi Standart Operational Procedure (SOP) dalam pemerahan susu untuk

meningkatkan kebersihan dan sanisitas dalam proses pemerahan susu.

45
Daftar Pustaka

Achmad Firman, (2010) Agribisnis Sapi perah. Bandung : Penerbit Widya. Padjadjaran.

Adi Pratama, J. W., Sari, D. A. K., & Sigit, M. (2018). the Effect of Some Thawing Methods on
the Quality of Simental Cow Frozen Cements. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia, 3(2), 35.
https://doi.org/10.32503/fillia.v3i2.254

Anastasia, Y. I., Isnaini, N., & Wahjuningsih, S. (2015). PENGARUH LEVEL FILTRAT
KECAMBAH KACANG HIJAU DALAM PENGENCER SUSU SKIM TERHADAP
KUALITAS SEMEN CAIR PEJANTAN SAPI MADURA PADA PENYIMPANAN
SUHU RUANGNo Title. J. Ternak Tropika, 16(2), 55–63.

Annashru, fakhri alfi, Ihsan, M. N., Yekti, A. P. A., & Susilawati, T. (2017). Pengaruh
perbedaan waktu inseminasi buatan terhadap keberhasilan kebuntingan sapi Brahman Cross.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 27(3), 17–23. https://doi.org/10.21776/ub.jiip.2017.027.03.03

Butar-butar, E. K. (2009). EFEKTIVITAS FREKUENSI EXERCISE TERHADAP


PENINGKATAN KUALITAS SEMEN SAPI SIMMENTAL.

Cortés-Beltrán, D., & Gonella, A. (2020). Tips for Successful Artificial Insemination of Cattle |
Panhandle Agriculture. North Florida Research and Education Center, Reproduction Lab.
https://nwdistrict.ifas.ufl.edu/phag/2020/05/29/tips-for-successful-artificial-insemination-of-
cattle/

Hartati, Rasyid, A., & Efendy, J. (2010). Petunjuk Teknis Pemeliharaan Pejantan Pemacek.

Herawati, T., Anggraeni, A., Praharani, L., Utami, D., & Argiris, A. (2012). Peran Inseminator
dalam Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi Perah Inseminator Role In The Succes of
Artificial Insemination On Dairy Cattle. Informatika Pertanian, 21(2), 81–88.

Laryska, N., & Nurhajati, T. (2013). ENINGKATAN KADAR LEMAK SUSU SAPI PERAH
DENGAN PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT KOMERSIAL DIBANDINGKAN
DENGAN AMPAS TAHU IMPROVEMENT. AGROVETERINER., 1(2), 79–87.

NUR, S. (2019). TINGKAT ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA


PETERNAK SAPI POTONG DI DESA LOMPO TENGAH KECAMATAN TANETE RIAJA
KABUPATEN BARRU.

Pertanian, K. (2015). MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK DOMBA.

Priyanto, D., & Rahmayuni, D. (2020). Strategi dan Kebijakan Pengembangan Sapi Perah di
Area Luar Pulau Jawa dalam Mendukung Produksi Susu Segar Dalam Negeri ( Strategy and
Policy on Dairy Cattle Development in Areas Outside Java Island in Supporting Domestic
Fresh Milk Production ). Wartazoa, 30(3), 149–162.

46
Rahmawati, M. A., Susilawati, T., & Nur, M. (2015). Kualitas semen dan produksi semen beku
pada bangsa sapi dan bulan penampungan yang berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan,
25(3), 25–36.

Ratnawati, D., & Affandhy, L. (2013). Performan reproduksi sapi jantan dengan pakan berbasis
limbah Sawit. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner, 49–52.

Saili, T., & Toelihere, M. R. (2015). Pengelolaan semen dan inseminasi buatan. ResearchGate,
January 2005, 1–10.

Sunarko, C., Sutrasno, B., S, S., Kumalajati, A., Supriadi, H., Marsudi, A., & Budiningsih.
(2014). Petunjuk Pemeliharaan Bibit Sapi Perah. In Paper Knowledge . Toward a Media
History of Documents.

Widaringsih, W. (2019). Evaluasi kualitas spermatozoa segar sapi friesian holstein (. Prosiding
Temu Teknis Jabatan Fungsional Non Peneliti.

47

Anda mungkin juga menyukai