Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN AKHIR ERGONOMI

MODUL 2 “PERANCANGAN STASIUN KERJA YANG ERGONOMIS”

MATA KULIAH PRAKTIKUM INTEGRASI 1

Oleh :

Kelompok 4

Christian Ardy C13190037 (20%)


Aldy Yonathan C13190039 (20%)
Ronny Hariono C13190083 (20%)
Daniel Jaya Harijadi C13190092 (20%)
Felix Julio C13190111 (20%)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KRISTEN PETRA
SURABAYA
2021
1. TUJUAN PRAKTIKUM
1.1. TUJUAN UMUM
Dari praktikum ini diharapkan praktikan mampu merancang stasiun kerja
yang ergonomis.
1.2. TUJUAN KHUSUS
Dari praktikum ini diharapkan praktikan mampu:
1. Melakukan pengambilan data antropometri dan menggunakannya untuk
merancang stasiun kerja yang ergonomis.
2. Mengkaji pengaruh faktor temperatur, cahaya, dan kebisingan dalam
merancang stasiun kerja yang ergonomis serta mampu menentukan kondisi
lingkungan kerja fisik yang kondusif (temperatur, cahaya, dan kebisingan) dalam
melakukan pekerjaan.
3. Mengevaluasi postur kerja operator saat bekerja untuk meminimalkan resiko
postural stress.
2. PEMBAHASAN
2.1. DATA ANTROPOMETRI YANG DIGUNAKAN

Gambar 2.1.1 Data Antropometri yang Digunakan

2.2. HASIL EVALUASI SECARA DETAIL TERHADAP STASIUN KERJA YANG ADA BERDASARKAN
DATA ANTROPOMETRI
2.2.1. Kursi operator
Ukuran tempat duduk kursi operator adalah tempat duduk bulat kursi Lion Star
dengan ukuran sebesar (P x L x T) : 23x23x18 cm, seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.2.1.1 Kursi operator

Operator memiliki tinggi 158.44 cm yang bekerja dengan duduk di kursi


tersebut, sehingga posisi kaki operator menyentuh lantai membentuk sudut
kurang dari 90°. Dapat dilihat pada dibawah ini kalau terbentuk sudut sebesar
49°. Jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama, maka dapat membuat
peredaran darah di daerah kaki tidak lancar dan menyebabkan lutut sakit karena
dibuat tumpuan. Dengan kondisi pekerja yang bekerja dibawah lutut yang
tertekan, akan menyebabkan peningkatan potensi terjadinya penyakit atau
cedera Patella Chondromalacia yang merupakan kerusakan pada tulang rawan
di bawah tempurung lutut. Tulang rawan di bawah tempurung lutut adalah
peredam guncangan yang alami. Patella chondromalacia dapat berkembang
ketika lutut dipakai berlebihan atau terluka. Gejala yang paling umum adalah
nyeri lutut yang memburuk ketika menaiki atau menuruni tangga. Berlutut,
jongkok, atau duduk juga bersila juga menimbulkan rasa sakit.

Gambar 2.2.1.2 Sudut Kaki Operator


Gambar 2.2.1.3 Gambar Chondromalacia
Menurut HonestDocs Penyebab Chondromalacia disebabkan oleh banyak
faktor. Faktor utama yang menyebabkan Chondromalacia adalah 1) posisi tulang
pada sendi yang tidak sejajar. 2) Posisi sendi yang tidak sejajar menyebabkan
pergerakan sendi (khususnya sendi lutut) menjadi tidak sebagaimana mestinya.
3) Gerakan sendi lutut yang tidak baik dan terjadi dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan kerusakan pada tulang rawan pelindung sendi. Gerakan
persendian yang tidak benar dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti:
1. Kondisi bawaan
2. Otot paha belakang dan paha depan yang lemah
3. Ketidakseimbangan otot antara otot paha bagian dalam dan paha
bagian luar
4. Stres berulang pada sendi lutut yang biasa disebabkan dalam bekerja
5. Pukulan langsung atau trauma pada tempurung lutut (cedera)
Maka dari itu, posisi duduk dari operator harus diubah menjadi lebih baik untuk
mengurangi resiko terjadinya penyakit ini, apabila operator bekerja dalam
jangka panjang.

2.2.2. Meja operator


Ukuran tempat duduk kursi operator adalah tempat duduk bulat kursi Lion Star
dengan ukuran sebesar (P x L x T) : 39x26x28 cm, seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.2.2.1 Meja Operator

Dengan meja dan kursi yang digunakan operator saat bekerja seperti pada
gambar tersebut, maka posisi siku operator membentuk sudut kurang dari 90°,
karena apabila sudut siku tidak terjaga di sekitar 90°, maka akan menimbulkan
kelelahan yang lebih cepat dan rasa pegal di sekujur bahu atas badan. Hal itu
disebabkan karena apabila sudut kurang, maka beban yang akan diterima dari
bahu juga akan meningkat sehingga lebih cepat menimbulkan fatigue pada bahu
tersebut.
Akibat selanjutnya adalah membuat punggung membungkuk untuk merakit
barang. Jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama, maka dapat membuat
kelainan Kifosis. Kifosis (kyphosis) adalah kelainan di lengkungan tulang
belakang yang membuat punggung bagian atas terlihat membulat atau bengkok
tidak normal. Setiap orang memiliki tulang belakang yang melengkung, pada
kisaran 25 sampai 45 derajat. Akan tetapi pada penderita kifosis, kelengkungan
tulang belakang bisa mencapai 50 derajat atau lebih. Kondisi tersebut membuat
orang menjadi bungkuk.
Pada umumnya, kifosis hanya menimbulkan sedikit masalah dan tidak perlu
ditangani. Akan tetapi pada kasus yang parah, kifosis dapat menyebabkan nyeri,
serta gangguan pernapasan. Kondisi tersebut perlu ditangani dengan prosedur
bedah.
Gambar 2.2.2.2 Operator Membungkuk

Gambar 2.2.2.3 Sudut Operator membungkuk

2.2.3. Tempat pengambilan barang


Gambar 2.2.3.1 Operator Mengambil Barang

Gambar 2.2.3.2 Penyakit Skoliosis


Kemudian, potensi cedera dan kelainan yang dapat timbul akibat postur kerja
dari operator adalah meningkatnya potensi penyakit Skoliosis, diakibatkan
beban anggota tubuh bagian kiri dari operator yang lebih besar karena harus
sering mengambil bahan baku dari tempat yang berada di sisi kiri operator.
Layout jangkauan tangan ini perlu diperbaiki sehingga beban dapat terbagi rata
ke seluruh bagian tubuh baik anggota bagian tubuh kiri maupun kanan.

2.3. PERANCANGAN FASILITAS KERJA YANG LEBIH ERGONOMIS, DITINJAU DARI SUDUT
PANDANG ANTROPOMETRI
2.3.1. Desain kursi (Design for average)

Gambar 2.3.1.1 Desain kursi

Simbol Data yang diukur Simbol Ukuran Persentil

Tinggi bahu dari alas duduk pada


A D10 56.83 50th
lantai

Tinggi sisi bahu sampai bagian


B atas dari sandaran tangan pada D22 34.85 50th
kursi

Tinggi bagian atas dari sandaran


C tangan hingga alas duduk pada D11 24.33 50th
kursi

D Lebar sisi bahu pada kursi D17 40.62 50th


Simbol Data yang diukur Simbol Ukuran Persentil

Lebar bahu bagian atas pada


E D18 34.5 50th
kursi

F Lebar alas duduk pada kursi D19 34.09 50th

G Panjang alas duduk pada kursi D14 44.11 50th

Tinggi alas duduk kursi dari


H D16 42.02 50th
lantai

D10 56.83
I Tinggi kursi dari lantai 50th
D16 42.02

Tabel 2.3.1.1 Ukuran Kursi

2.3.2. Desain meja (Design for Average)

Gambar 2.3.2.1 Desain Meja

Simbol Data yang diukur Simbol Ukuran Persentil

A Lebar alas meja bagian luar D24 73.26 50th

Tinggi meja bagian luar dari


B D11 24.33 50th
lantai
D16 42.02

Simbol Data yang diukur Simbol Ukuran Persentil

Tinggi meja bagian dalam D12 14.26


C 50th
dari lantai D16 42.02

D Panjang meja D32 157.67 50th

D13 53.96
E Lebar meja 50th
D15 50.14

Tabel 2.3.2.1 Ukuran Meja

2.3.3. Desain untuk jangkauan tangan (Design for 5th persentil)

Gambar 2.3.3.1 Jangkauan Tangan

Simbol Data yang diukur Simbol Ukuran Persentil

Maximum Panjang rentang tangan ke


D24 64.78 5 th
work area depan

Normal work
D23 38.53 5 th
area Panjang lengan bawah

Dimensi panjang rentangan


D33 146.17 5 th
NW siku
Dimensi panjang rentangan
D32 76.55 5 th
MW tangan ke samping

Tabel 2.3.3.1 Ukuran Jangkauan Tangan


2.3.4. Desain layout kerja

Gambar 2.3.4.1 Layout kerja baru


Untuk meja kerjanya peletakan alas cetakan lego berada pada daerah D23 yaitu
38.53 cm, peletakkan lego M yang terjauh berada pada D24 yaitu 64.78 cm. Lalu
untuk pengambilan Lego B terjauh maksimal berjarak 146.17 dari tangan
operator. Mengikuti data dari desain untuk jangkauan tangan. Berikut
merupakan ilustrasi sederhana mengenai detail layout kerja yang ada.

2.4. PRINSIP PERANCANGAN YANG DIGUNAKAN BESERTA ALASANNYA


2.4.1. Desain kursi (Design for average)
Kami membuat ukuran untuk bagian yang average karena jika diamati melalui
visual video terlihat bahwa operator memiliki tinggi rata-rata, selain itu menurut
kelompok kami jika kursi menggunakan ukuran yang average maka jika operator
lebih tinggi atau lebih pendek tidak terlalu terpengaruh daripada menggunakan
persentil bawah atau atas maka akan sangat berpengaruh jika operator tersebut
terlalu tinggi atau sebaliknya.
2.4.2. Desain meja (Design for Average)
Penggunaan persentil 50 untuk pengukuran meja dianggap merupakan persentil
paling tepat dikarenakan dengan menggunakan ukuran rata-rata, maka banyak
orang akan nyaman untuk menggunakan meja dengan ukuran rata-rata
tersebut. Berdasar pengamatan kelompok kami, apabila operator memiliki
ukuran tubuh diatas maupun dibawah rata-rata, operator tetap bisa nyaman
dalam menggunakan meja dengan ukuran rata-rata tersebut tanpa adanya
kesulitan.
2.4.3. Desain untuk jangkauan tangan (Design for 5th persentil)
Kelompok kami membuat desain jangkauan tangan dengan pengambilan lego
paling jauh jarak ke depan sejauh 64.78 cm dengan persentil 25th dan untuk
perakitan lego/alas lego dilakukan pada 38.53 cm kedua pengukuran ini
diasumsikan dari jarak operator duduk hingga sampai ke meja. Kita
menggunakan persentil 25th karena design for average dimana jika kita
menggunakan persentil tengah maupun atas maka akan membuat operator
yang memiliki ukuran panjang rentang tangan ke depan dan panjang lengan
kebawah menjadi kesusahan sedangkan jika menggunakan persentil bawah jika
operator memiliki ukuran panjang rentang tangan ke depan dan panjang lengan
ke bawah yang panjang menurut kelompok kami tidak akan terlalu berdampak.
Desain ini dibuat sesuai dengan usulan layout kerja kelompok kami yang baru.
2.4.4. Desain layout kerja
2.4.4.1. Panjang alas duduk yang proporsional dengan persentil 50% adalah
sepanjang 44.11 cm (D14). Alasan dari pengambilan persentil 50%
adalah karena kelompok kami menginginkan kursi yang dapat digunakan
dengan nyaman oleh semua orang dari rentang persentil 5% sampai
95%.
2.4.4.2. Tinggi alas duduk kursi dari lantai yang kami inginkan adalah setinggi
42.02 cm (D16). Penentuan ukuran tinggi ini adalah berdasar tinggi
popliteal yang sudah kami tentukan sebelumnya dengan persentil 50%.
Alasan kami menggunakan persentil 50% adalah karena menurut
pandangan kami, persentil 50% dapat lebih menggambarkan ukuran
popliteal dari keseluruhan konsumen yang akan menggunakan kursi
tersebut. Kami juga mengira dengan menggunakan persentil 50%,
konsumen akan bisa duduk tanpa lututnya menekuk kurang dari 90
derajat.
2.4.4.3. Jarak mata dengan gambar yang kami desain adalah sejauh 73.26 cm
dengan menggunakan persentil 50% sebagai dasarnya. Panjang 73.26
cm ini kami sesuaikan dengan lebar meja yang juga kami desain dengan
menggunakan persentil 50%. Jarak ini kami kira juga proporsional
karena hasil gambar yang akan dipasang di tembok tidak terlalu dekat
dengan operator juga tidak terlalu jauh untuk dilihat oleh operator.
2.4.4.4. Tinggi meja bagian dalam yang kami desain adalah setinggi alas duduk
kursi dari lantai ditambah 17 cm (42.02 cm + 17 cm = 59.02 cm). Alasan
kami menambahkan 17 cm pada tinggi meja bagian dalam adalah
karena kami ingin memberikan ruang untuk kaki operator atau
konsumen agar dapat bergerak lebih bebas. Jika tidak diberikan ruang
untuk bergerak, operator atau konsumen akan merasa tidak nyaman
saat duduk.
2.4.4.5. Tinggi tatakan kursi yang kami desain berdasar pada ukuran tinggi mata
dalam posisi duduk. Selain kami memikirkan mengenai letak bahu pada
kursi nantinya, kami juga memikirkan mengenai mata dari operator atau
konsumen. Dengan adanya ukuran mata ini, kursi yang didesain akan
bisa lebih nyaman untuk digunakan karena kursi dapat diberikan
tambahan berupa sandaran untuk kepala, dimana tambahan ini akan
meningkatkan kenyamanan dari konsumen atau operator
2.4.4.6. Pada proses pengerjaan, siku dan juga mata akan berperan besar, maka
dari itu diperlukan perhatian dalam proses desain meja ataupun kursi.
Dengan tetap mengutamakan sudut kenyaman untuk mata dan siku,
siku minimal 90 derajat dan juga sudut penglihatan 45 derajat, maka
proses kerja akan menjadi lebih baik karena operator tidak cepat lelah
dan juga tidak ada pengaruh jangka panjang terhadap operator sendiri.

2.5. ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN FISIK OPERATOR. DISERTAI DENGAN REFERENSI


YANG TERKAIT
2.5.1. Illuminance (pencahayaan)
Gie (2000) berpendapat bahwa pencahayaan merupakan faktor yang sangat
penting dalam suatu perusahaan atau pabrik karena dapat memperlancar
pekerjaan para pekerja. Penerangan yang cukup akan menambah semangat
kerja perawat, karena mereka dapat lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya,
matanya tidak mudah lelah karena cahaya yang gelap, dan kesalahan-kesalahan
dapat dihindari. Banyak kesalahan pekerjaan disebabkan karena penerangan
yang buruk, misalnya ruangan yang terlampau gelap atau karyawan harus
bekerja di bawah penerangan yang menyilaukan. Penerangan atau cahaya yang
cukup merupakan pertimbangan yang penting dalam fasilitas fisik suatu
perusahaan. Pelaksanaan pekerjaan yang sukses memerlukan penerangan yang
baik.
Keuntungan penerangan yang baik bagi operator dan operasi pekerjaan adalah :
a. Perpindahan pegawai kurang
b. Semangat kerja lebih tinggi
c. Prestise lebih besar
d. Hasil kerja lebih banyak
e. Kesalahan berkurang
f. Keletihan berkurang
Pada umumnya intensitas penerangan dalam tempat kerja dapat diatur
menurut tabel dibawah :

Gambar 2.5.1.1 Illuminance Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Lalu, daya pantul setiap objek berbeda-beda tergantung warna dari objek
tersebut. Berikut merupakan tabel yang menunjukkan reflektan dari berbagai
warna objek.

Jenis Objek Reflektan (%)

Putih 100

Aluminium, kertas putih 80-85

Warna gading, kuning lemon, kuning dalam, hijau


60-65
muda, biru pastel, pink, pale, krim
Hijau lime, abu-abu pale, pink, orange dalam, biru
30-35
keabu-abuan

Biru langit, kayu pale 40-45

Pale oakwood, semen kering 30-35

Merah dalam, hijau rumput, kayu, hijau daun, coklat 20-25

Biru gelap, merah ungu, coklat tua 10-15

Hitam 0
Tabel 2.5.1.1 Reflektan Berdasarkan Jenis Objek

Lalu standar pencahayaan berdasarkan ruangannya sebagai berikut.

Peruntukan Ruang Minimal Pencahayaan (lux)

Ruang Kerja 300

Ruang Gambar 750

Resepsionis 300

Ruang Arsip 150

Ruang Rapat 300

Ruang Makan 250

Koridor/Lobi 100
Tabel 2.5.1.2 Pencahayaan Berdasarkan Ruang

Warna menentukan tingkat refleksi/pantulan sebagai berikut:


a. Warna putih memantulkan 75% atau lebih cahaya
b. Warna-warna terang/sejuk memantulkan 50%-70%
c. Warna-warna medium/terang hangat, memantulkan 20%- 50%
d. Warna-warna gelap, 20% atau kurang

2.5.2. Sound pressure level (pendengaran)


Rangsangan visual dan pendengaran menyumbang 95% atau lebih dari input
informasi seseorang. Menurut Moekijat (2002) suara bising yang keras, tajam
dan tidak terduga adalah penyebab gangguan yang kerap dialami pekerja. Oleh
karena itu diusahakan agar jangan banyak terjadi suara-suara gaduh pada saat
bekerja karena hal tersebut berpengaruh terhadap fisik operator (mudah lelah
dan mudah marah).
Pengaruh besaran suara (dalam db) terhadap waktu kerja yang dapat dilakukan :

Intensitas (db) Waktu kerja (jam)

80 8

92 6

95 4

97 3

100 2

105 1

110 0,5

115 0,25
Tabel 2.5.2.1 Intensitas Suara Berdasarkan Waktu Kerja

Tabel dibawah ini merupakan contoh ukuran dari kebisingan :

Level Desibel Batas dengan tertinggi

Menulikan 120 Halilintar


110 Meriam
100 Mesin Uap

Sangat hiruk 90 Perusahaan sangat gaduh


80 Peluit Polisi

Kuat 70 Kantor gaduh


60 Radio

Level Desibel Batas dengan tertinggi

Sedang 50 Rumah gaduh


40 Kantor umumnya

Tenang 30 Rumah tenang


20 Percakapan
Sangat tenang 10 Suara daun-daun
0 Batas dengar terendah
Tabel 2.5.2.2 Ukuran Desibel Berdasarkan Kebisingan

Cara perhitungan pengukuran kebisingan ruangan dapat dilakukan kurang lebih


1,5 m atau sekitar tinggi telinga manusia pada lantai kerja.
2.5.3. Suhu
Wignjosoebroto (1995) mengatakan bahwa tubuh manusia akan selalu berusaha
mempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di
luar tubuh tersebut. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
temperatur luar adalah jika perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak
melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin. Menurut
penyelidikan, berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang
berbeda-beda seperti berikut ini (Sutalaksana, 1979): - ± 49 ℃ : Temperatur
yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas kemampuan fisik dan
mental. - ± 30 ℃ : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan
cenderung untuk melakukan kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik.
- ± 24 ℃: Kondisi optimum. - ± 10 ℃: Kekakuan fisik yang ekstrim mulai
muncul. Dari hasil penyelidikan didapatkan bahwa produktivitas manusia akan
mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24 – 27 derajat
Celcius. Berdasarkan keputusan menteri kesehatan
No.1405/menkes/SK/XI/2002 tentang “Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri” menyebutkan bahwa nilai ambang batas (NAB) atau
suhu ruangan antara 18-28 derajat Celcius. Berikut merupakan standar suhu
kondisi lingkungan kerja fisik :

Indeks Suhu Basah dan Bola (ISSB) dalam °C


Pengaturan
waktu kerja Beban
setiap jam
Ringan Sedang Berat Sangat Berat

75%-100% 31 28 - -
50%-75% 31 29 27,5 -

25%-50% 32 30 29 28

0-25% 32,2 31,1 30,5 30


Tabel 2.5.3.1 Suhu Berdasarkan Waktu dan Beban Pekerjaan

Pengukuran suhu kondisi lingkungan kerja fisik itu disesuaikan dengan beban
pekerjaan yang diberikan dan cara bekerja operator (bekerja terus menerus
atau terdapat istirahat).
2.5.4. Kelembaban
Kelembaban adalah ukuran banyaknya kadar air yang terkandung dalam udara.
Kelembaban biasanya dinyatakan dengan persentase (%), dengan rumus:

Gambar 2.5.4.1 Rumus Kelembaban

Semakin tinggi dan lembap lingkungan kerja, maka akan semakin banyak juga
oksigen yang diperlukan untuk metabolisme dan akan semakin cepat juga
peredaran darah dalam tubuh kita, sehingga denyut jantung akan semakin
cepat. Ini berakibat pengurangan energi yang sangat besar pada tubuh manusia
sehingga pekerja akan cepat lelah.

Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang
selanjutnya disingkat ISBB/WBGT adalah parameter untuk menilai tingkat iklim
kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah
alami dan suhu bola

1. ISSB di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi sinar matahari:

ISBB = 0,7 suhu basah alami + 0,3 suhu bola


2. ISSB dengan panas radiasi sinar matahari:

ISSB = 0,7 suhu basah alami + 0,2 suhu bola + 0,1 suhu kering

2.6. USULAN PERBAIKAN STASIUN KERJA, DILIHAT DARI SISI PENCAHAYAAN, KEBISINGAN,
SUHU DAN KELEMBABAN
2.6.1. Illuminance (pencahayaan)
Jenis pekerjaan operator yaitu merakit lego yang dapat dikategorikan sebagai
jenis pekerjaan sedang. Warna barang yang dirakit operator, antara lain warna
merah, hijau, kuning, dan biru. Lalu operator bekerja pada suatu ruangan
rumah, jadi dapat diasumsikan bekerja dalam ruang kerja. Jadi minimal
pencahayaan yang seharusnya digunakan dalam pengerjaan perakitan rumah
lego, yaitu antara 300 hingga 500 lux.
2.6.2. Sound pressure level (pendengaran)
Kelompok kami mengasumsikan untuk pekerjaan yang dilakukan oleh operator
berada di rumah, sehingga untuk standard kebisingan (dalam db) untuk
pekerjaannya di kisaran 30-50 db (dengan tabel di atas untuk 30 db rumah
tenang dan 50 db rumah gaduh). Namun semakin rendah db yang dihasilkan
maka akan semakin baik karena jika db semakin tinggi juga akan mempengaruhi
kinerja dari operator.
2.6.3. Suhu
Kelompok kami mengasumsikan untuk pekerjaan yang dilakukan oleh operator
berada di rumah, sehingga untuk standard kebisingan (dalam db) untuk
pekerjaannya di kisaran 30-50 db (dengan tabel di atas untuk 30 db rumah
tenang dan 50 db rumah gaduh). Namun semakin rendah db yang dihasilkan
maka akan semakin baik karena jika db semakin tinggi juga akan mempengaruhi
kinerja dari operator.

2.6.4. Kelembaban
Kelompok kami mengasumsikan pengaturan waktu kerja setiap jam, yaitu 75%-
100% dengan beban pekerjaan yang sedang. Jadi suhu ruangan yang
seharusnya, yaitu 28 °C. Untuk kelembaban kadar yang seharusnya pada ruang
kerja adalah 40%-60%, karena pada kadar tersebut operator dapat merasa
nyaman saat bekerja. Untuk menjaga kelembaban diperlukan sistem pendingin,
adanya sirkulasi udara yang baik dan juga dehumidifier.

2.7. POSTUR KERJA YANG DIDUGA MEMILIKI RESIKO POSTURAL STRESS YANG CUKUP
TINGGI BESERTA ALASANNYA
2.7.1. Kaki operator menekuk dan membentuk sudut kurang dari 90°
Tempat duduk kursi operator dengan ukuran sebesar (P x L x T) : 23x23x18 cm
dan tinggi operator yaitu 158.44 cm. Hal tersebut dapat membuat posisi kaki
operator menyentuh lantai membentuk sudut kurang dari 90°. Dapat dilihat
pada dibawah ini kalau terbentuk sudut sebesar 49°. Jika dilakukan dalam
jangka waktu yang lama, maka dapat membuat peredaran darah di daerah kaki
tidak lancar dan menyebabkan lutut sakit karena dibuat tumpuan. Dengan
kondisi pekerja yang bekerja dibawah lutut yang tertekan, akan menyebabkan
peningkatan potensi terjadinya penyakit atau cedera Patella Chondromalacia
yang merupakan kerusakan pada tulang rawan di bawah tempurung lutut.
Tulang rawan di bawah tempurung lutut adalah peredam guncangan yang alami.
Patella chondromalacia dapat berkembang ketika lutut dipakai berlebihan atau
terluka. Gejala yang paling umum adalah nyeri lutut yang memburuk ketika
menaiki atau menuruni tangga. Berlutut, jongkok, atau duduk juga bersila juga
menimbulkan rasa sakit.

Gambar 2.7.1.1 Sudut Kaki Operator


Gambar 2.7.1.2 Gambar Chondromalacia
Menurut HonestDocs Penyebab Chondromalacia disebabkan oleh banyak
faktor. Faktor utama yang menyebabkan Chondromalacia adalah 1) posisi tulang
pada sendi yang tidak sejajar. 2) Posisi sendi yang tidak sejajar menyebabkan
pergerakan sendi (khususnya sendi lutut) menjadi tidak sebagaimana mestinya.
3) Gerakan sendi lutut yang tidak baik dan terjadi dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan kerusakan pada tulang rawan pelindung sendi. Gerakan
persendian yang tidak benar dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti:
1. Kondisi bawaan
2. Otot paha belakang dan paha depan yang lemah
3. Ketidakseimbangan otot antara otot paha bagian dalam dan paha bagian
luar
4. Stres berulang pada sendi lutut yang biasa disebabkan dalam bekerja
5. Pukulan langsung atau trauma pada tempurung lutut (cedera)

Maka dari itu, posisi duduk dari operator harus diubah menjadi lebih baik untuk
mengurangi resiko terjadinya penyakit ini, apabila operator bekerja dalam
jangka panjang.
2.7.2. Sudut lengan operator membentuk sudut kurang dari 90° dan punggung
membungkuk
Ukuran tempat duduk kursi operator adalah tempat duduk bulat kursi Lion Star
dengan ukuran sebesar (P x L x T) : 39x26x28 cm. Dengan meja dan kursi yang
digunakan operator saat bekerja seperti pada gambar tersebut, maka posisi siku
operator membentuk sudut kurang dari 90°, karena apabila sudut siku tidak
terjaga di sekitar 90°, maka akan menimbulkan kelelahan yang lebih cepat dan
rasa pegal di sekujur bahu atas badan. Hal itu disebabkan karena apabila sudut
kurang, maka beban yang akan diterima dari bahu juga akan meningkat
sehingga lebih cepat menimbulkan fatigue pada bahu tersebut.
Akibat selanjutnya adalah membuat punggung membungkuk untuk merakit
barang. Jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama, maka dapat membuat
kelainan Kifosis. Kifosis (kyphosis) adalah kelainan di lengkungan tulang
belakang yang membuat punggung bagian atas terlihat membulat atau bengkok
tidak normal. Setiap orang memiliki tulang belakang yang melengkung, pada
kisaran 25° sampai 45°. Akan tetapi pada penderita kifosis, kelengkungan tulang
belakang bisa mencapai 50° atau lebih. Kondisi tersebut membuat orang
menjadi bungkuk. Pada umumnya, kifosis hanya menimbulkan sedikit masalah
dan tidak perlu ditangani. Akan tetapi pada kasus yang parah, kifosis dapat
menyebabkan nyeri, serta gangguan pernapasan. Kondisi tersebut perlu
ditangani dengan prosedur bedah.
Gambar 2.7.2.1 Operator Membungkuk

Gambar 2.7.2.2 Sudut Operator Membungkuk


2.7.3. Punggung miring ke samping kiri saat pengambilan lego

Gambar 2.7.3.1 Operator Mengambil Barang

Gambar 2.7.3.2 Penyakit Skoliosis


Kemudian, potensi cedera dan kelainan yang dapat timbul akibat postur kerja
dari operator adalah meningkatnya potensi penyakit Skoliosis, diakibatkan
beban anggota tubuh bagian kiri dari operator yang lebih besar karena harus
sering mengambil bahan baku dari tempat yang berada di sisi kiri operator.
Layout jangkauan tangan ini perlu diperbaiki sehingga beban dapat terbagi rata
ke seluruh bagian tubuh baik anggota bagian tubuh kiri maupun kanan.
2.7.4. Telapak tangan menekuk

Gambar 2.7.4.1 Telapak Tangan Operator Menekuk

Telapak tangan operator menekuk saat merakit, yang lama kelamaan dapat
menyebabkan nyeri dan pegal pada pergelangan telapak tangan.
2.7.5. Leher menekuk

Gambar 2.7.5.1 Leher Menekuk


Leher operator saat merakit terkadang menekuk yang lama kelamaan dapat
menyebabkan leher menjadi kaku dan juga leher menjadi sakit dan hal tersebut
merupakan cedera ringan
2.7.6. Badan menekuk ke samping ketika mengambil lego yang jatuh

Gambar 2.7.6.1 Badan Operator Menekuk ke Samping

Posisi punggung terlalu menekuk sehingga dapat menyebabkan cedera, apabila


operator tidak berhati-hati ketika menekuk badan. Selain itu, terlihat bahwa
operator terpaksa untuk melakukan gerakan twisting sembari menekuk yang
dapat menyebabkan cedera pada tulang belakang.

2.8. ANALISIS RISIKO POSTURAL STRESS OPERATOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE


RULA
Analisa RULA menggunakan bantuan aplikasi ergofellow, dengan menginput data
postural beberapa anggota tubuh mulai dari upper arm, wrist, neck, legs, lower arm,
wrist twist, trunk, dan muscle use and load. Aplikasi ergofellow kemudian akan
menghitung secara otomatis tindakan yang diperlukan untuk diubah sesuai dengan
RULA score.

Gambar 2.8.1 Nilai Rula dan Deskripsinya


2.8.1. Kaki operator menekuk dan membentuk sudut kurang dari 90° ( postural 1)
Gambar 2.8.1.1 Sudut Kaki Operator

Gambar 2.8.1.2 RULA Bagian Upper Arm


Posisi upper arm pada gambar postural 1 menunjukan bahwa gerakan bahu
mencapai +- 20° ke arah belakang dan depan, hal ini dilakukan oleh pekerja
untuk menjangkau meja operasi perakitan lego.

Gambar 2.8.1.3 RULA Bagian Wrist

Posisi wrist pada gambar postural 1 menunjukan bahwa gerakan pergelangan


tangan mencapai +- 15°, hal ini dilakukan oleh pekerja untuk menjangkau meja
operasi perakitan lego dan mengambil bahan baku lego dari tempat bahan
baku.
Gambar 2.8.1.4 RULA Bagian Neck
Posisi neck pada gambar postural 1 menunjukan bahwa gerakan pergelangan
leher mencapai + 20° ke arah belakang dan depan, hal ini dilakukan oleh pekerja
untuk menjangkau penglihatan pada meja operasi perakitan lego dan
mengambil bahan baku lego dari tempat bahan baku. Sehingga, operator perlu
melakukan gerakan tersebut, ditambah oleh gerakan twist yang dilakukan untuk
mengambil bahan baku dari sisi kiri.

Gambar 2.8.1.5 RULA Bagian Legs

Posisi legs pada gambar postural 1 menunjukan bahwa gerakan kaki yang tidak
imbang antara kaki kiri dan kanan, juga terlihat bahwa bantalan kaki tidak di
support secara baik, ditunjukan oleh posisi kaki yang menekuk dan tidak
seimbang.
Gambar 2.8.1.6 RULA Bagian Lower Arm

Posisi lower arm dari operator menunjukan pergerakan sebesar 0° hingga 60°,
yang digunakan untuk mengambil bahan dan merakit lego. Posisi tempat
perakitan yang lebih rendah dari siku menyebabkan pergerakan tangan yang
berada di bawah sudut ideal 90°.

Gambar 2.8.1.7 RULA Bagian Lower Arm Wrist Twist


Sering terjadi gerakan memutar pada pergelangan tangan, umumnya pada saat
merakit dan mengambil bahan dari tempat bahan.

Gambar 2.8.1.8 RULA Bagian Trunk

Operator terlihat membungkuk dengan derajat bungkuk sebesar 0° hingga 20°,


posisi layout kerja yang lebih rendah menyebabkan hal ini terjadi untuk
mengakomodasi operasi yang dilakukan oleh pekerja (membungkuk untuk
merakit). Juga terjadi gerakan twist pada operator yang disebabkan
ketidakseimbangan sisi kanan dan kiri perakitan, operator mengambil bahan
yang berada di sisi kiri dengan menggunakan tangan kanan, sehingga harus
melakukan gerakan twist pada persendian tulang belakang.
Gambar 2.8.1.9 RULA Bagian Muscle Use and Load

Untuk beban pekerjaan, masih tergolong ringan karena umumnya gerakan yang
dilakukan adalah repetisi yaitu melakukan perakitan. Kemudian untuk
keseluruhan beban di upper arm, lower arm, wrist, neck, trunk, dan legs adalah
ringan (kurang dari 4.4 lb).

Gambar 2.8.1.10 Hasil RULA Postural Stress 1


Hasil akhir yang didapatkan untuk gambar postural 1 adalah 6 yang
mengindikasikan bahwa diperlukannya action level 3 yang memerlukan
intervensi berupa investigasi dan perubahan gerakan kerja untuk menunjang
pekerjaan operator dan tentunya kesehatan pekerja.
2.8.2. Sudut lengan operator membentuk sudut kurang dari 90° dan punggung
bungkuk (gambar postural 2)

Gambar 2.8.2.1 Sudut punggung operator

Gambar 2.8.2.2 Sudut siku operator


Gambar 2.8.2.3 RULA Bagian Upper Arm

Posisi upper arm pada gambar postural 2 menunjukan bahwa gerakan bahu
mencapai +- 20° ke arah belakang dan depan, hal ini dilakukan oleh pekerja
untuk menjangkau meja operasi perakitan lego.

Gambar 2.8.2.4 RULA Bagian Wrist


Posisi wrist pada gambar postural 2 menunjukan bahwa gerakan pergelangan
tangan mencapai +- 15° ke arah belakang dan depan, hal ini dilakukan oleh
pekerja untuk menjangkau meja operasi perakitan lego dan mengambil bahan
baku lego dari tempat bahan baku.

Gambar 2.8.2.5 RULA Bagian Neck

Posisi neck pada gambar postural 2 menunjukan bahwa gerakan pergelangan


leher mencapai + 20° ke arah belakang dan depan, hal ini dilakukan oleh
pekerja untuk menjangkau penglihatan pada meja operasi perakitan lego dan
mengambil bahan baku lego dari tempat bahan baku. Sehingga, operator perlu
melakukan gerakan tersebut, ditambah oleh gerakan twist yang dilakukan
untuk mengambil bahan baku dari sisi kiri.
Gambar 2.8.2.6 RULA Bagian Legs
Posisi legs pada gambar postural 2 menunjukan bahwa gerakan kaki yang tidak
imbang antara kaki kiri dan kanan, juga terlihat bahwa bantalan kaki tidak di
support secara baik, ditunjukan oleh posisi kaki yang menekuk dan tidak
seimbang.

Gambar 2.8.2.7 RULA Bagian Lower Arms


Posisi lower arm dari operator menunjukan pergerakan sebesar + 100°, yang
digunakan untuk mengambil bahan dan merakit lego. Posisi tempat perakitan
yang lebih tinggi dari siku menyebabkan pergerakan tangan yang berada di atas
sudut ideal 90°.

Gambar 2.8.2.8 RULA Bagian Wrist Twist

Sering terjadi gerakan memutar pada pergelangan tangan, umumnya pada saat
merakit dan mengambil bahan dari tempat bahan.
Gambar 2.8.2.9 RULA Bagian Trunk
Operator terlihat membungkuk dengan derajat bungkuk sebesar 0° hingga 20°,
posisi layout kerja yang lebih rendah menyebabkan hal ini terjadi untuk
mengakomodasi operasi yang dilakukan oleh pekerja (membungkuk untuk
merakit). Juga terjadi gerakan twist pada operator yang disebabkan
ketidakseimbangan sisi kanan dan kiri perakitan, operator mengambil bahan
yang berada di sisi kiri dengan menggunakan tangan kanan, sehingga harus
melakukan gerakan twist pada persendian tulang belakang.
Gambar 2.8.2.10 RULA Bagian Muscle and Load
Untuk beban pekerjaan, masih tergolong ringan karena umumnya gerakan yang
dilakukan adalah repetisi yaitu melakukan perakitan. Kemudian untuk
keseluruhan beban di upper arm, lower arm, wrist, neck, trunk, dan legs adalah
ringan (kurang dari 4.4 lb).

Gambar 2.8.2.11 Hasil RULA Postural stress 2


Hasil akhir yang didapatkan untuk gambar postural 2 adalah 6 yang
mengindikasikan bahwa diperlukannya action level 3 yang memerlukan
intervensi berupa investigasi dan perubahan gerakan kerja untuk menunjang
pekerjaan operator dan tentunya kesehatan pekerja.
2.8.3. Punggung miring ke samping kiri saat pengambilan lego (Gambar postural 3)

Gambar 2.8.3.1 Gambar postural stress 3

Gambar 2.8.3.2 RULA Bagian Upper arm


Sudut elevasi lengan atas operator pada proses ini adalah sebesar 20° depan-20°
belakang. Besar sudut ini bisa dikatakan normal namun dilihat dari prosesnya
operator terlalu intens dengan besar sudut ini dan hal ini dapat menyebabkan
operator mudah lelah.

Gambar 2.8.3.3 RULA Bagian Wrist


Pada saat proses pengambilan part lego, sudut tekuk pergelangan tangan
operator adalah sebesar 15°+. Hal ini bisa menyebabkan pegal hingga nyeri pada
pergelangan operator. Operator juga selama melakukan pengambilan terlalu
sering menekukkan pergelangannya sehingga cara ini harus dihindari atau
bahkan diganti dengan yang lebih baik.
Gambar 2.8.3.4 RULA Bagian Neck

Besar sudut lekukan leher operator saat proses pengambilan part lego adalah
sebesar 10°-20° dan juga lekukan ini terjadi secara miring. Secara garis besar hal
ini membahayakan karena dapat mengakibatkan pegal ataupun kaku pada leher
karena terlalu sering dilekukkan dan dimiringkan.

Gambar 2.8.3.5 RULA Bagian Legs


Posisi kaki operator selalu tidak seimbang karena lekukan-lekukan tubuh yang
sering terjadi dan juga intensitas yang tidak sedikit. Ditambah tidak adanya
support yang ada untuk kaki sendiri dari jenis dan fitur tambahan kursi.

Gambar 2.8.3.6 RULA Bagian Lower arm

Besar sudut lengan bawah operator saat proses perakitan ini tidak terlalu
dipermasalahkan apabila operator tidak mempertahankan posisi tersebut pada
waktu yang lama, namun karena adanya proses dimana tangan kanan melewati
tubuh sehingga melewati batas kerja dari tangan kanan, maka metode kerja
pada proses ini menjad tidak baik.
Gambar 2.8.3.7 RULA Bagian Wrist twist
Pergelangan tangan operator sering menekuk/berputar yang menyebabkan
proses kerja menjadi lebih melelahkan daripada seharusnya. Hal ini dapat
terjadi karena layout dan metode kerja yang salah namun terus dilakukan.

Gambar 2.8.3.8 RULA Bagian Trunk


Sudut punggung operator adalah sebesar 0°-20° saat proses pengambilan part
lego. Hal ini tentu saja wajar, namun karena part lego tersebut berada di bagian
kiri operator, terjadi proses dimana punggung operator berputar ke kiri, hal ini
yang tidak wajar.

Gambar 2.8.3.8 RULA Bagian Muscle use and load


Tidak ada barang berat yang diangkat atau diperlukan dalam proses operasi ini.

Gambar 2.8.3.9 Hasil RULA Postural Stress 3


Berdasarkan hasil perhitungan skor akhir dari proses ini adalah sebesar 6
dengan action level yang dibutuhkan adalah 3 yang mengindikasikan proses ini
perlu investigasi dan perubahan secepatnya.
2.8.4. Telapak tangan menekuk (Gambar postural 4)

Gambar 2.8.4.1 Telapak tangan menekuk

Gambar 2.8.4.2 RULA Bagian Upper Arm


Posisi upper arm pada gambar postural 4 menunjukan bahwa gerakan bahu
mencapai +- 20° ke arah belakang dan depan, hal ini dilakukan oleh pekerja
untuk menjangkau meja operasi perakitan lego.

Gambar 2.8.4.3 RULA Bagian Wrist

Posisi wrist pada gambar postural 4 menunjukan bahwa gerakan pergelangan


tangan mencapai +- 15°, hal ini dilakukan oleh pekerja untuk menjangkau meja
operasi perakitan lego dan mengambil bahan baku lego dari tempat bahan
baku.
Gambar 2.8.4.4 RULA Bagian Neck

Posisi neck pada gambar postural 4 menunjukan bahwa gerakan pergelangan


leher mencapai 10° - 20° ke arah belakang dan depan, hal ini dilakukan oleh
pekerja untuk menjangkau penglihatan pada meja operasi perakitan lego dan
mengambil bahan baku lego dari tempat bahan baku. Sehingga, operator perlu
melakukan gerakan tersebut, ditambah oleh gerakan twist yang dilakukan untuk
mengambil bahan baku dari sisi kiri.
Gambar 2.8.4.5 RULA Bagian Legs

Posisi legs pada gambar postural 4 menunjukan bahwa gerakan kaki yang tidak
imbang antara kaki kiri dan kanan, juga terlihat bahwa bantalan kaki tidak di
support secara baik, ditunjukan oleh posisi kaki yang menekuk dan tidak
seimbang.

Gambar 2.8.4.6 RULA Bagian Lower Arm


Posisi lower arm dari operator menunjukan pergerakan sebesar + 100°, yang
digunakan untuk mengambil bahan dan merakit lego. Posisi tempat perakitan
yang lebih tinggi dari siku menyebabkan pergerakan tangan yang berada di atas
sudut ideal 90°.

Gambar 2.8.4.7 RULA Bagian Lower Arm Wrist Twist

Sering terjadi gerakan memutar pada pergelangan tangan, umumnya pada saat
merakit dan mengambil bahan dari tempat bahan.
Gambar 2.8.4.8 RULA Bagian Trunk

Operator terlihat membungkuk dengan derajat bungkuk sebesar 0° hingga 20°,


posisi layout kerja yang lebih rendah menyebabkan hal ini terjadi untuk
mengakomodasi operasi yang dilakukan oleh pekerja (membungkuk untuk
merakit). Juga terjadi gerakan twist pada operator yang disebabkan
ketidakseimbangan sisi kanan dan kiri perakitan, operator mengambil bahan
yang berada di sisi kiri dengan menggunakan tangan kanan, sehingga harus
melakukan gerakan twist pada persendian tulang belakang
Gambar 2.8.4.9 RULA Bagian Muscle Use and Load

Untuk beban pekerjaan, masih tergolong ringan karena umumnya gerakan yang
dilakukan adalah repetisi yaitu melakukan perakitan. Kemudian untuk
keseluruhan beban di upper arm, lower arm, wrist, neck, trunk, dan legs adalah
ringan (kurang dari 4.4 lb).

Gambar 2.8.4.10 Hasil RULA Postural Stress 4


Hasil akhir yang didapatkan untuk gambar postural 4 adalah 6 yang
mengindikasikan bahwa diperlukannya action level 3 yang memerlukan
intervensi berupa investigasi dan perubahan gerakan kerja untuk menunjang
pekerjaan operator dan tentunya kesehatan pekerja.
2.8.5. Leher menekuk (Gambar postural 5)

Gambar 2.8.5.1 Sudut leher operator

Gambar 2.8.5.2 RULA Bagian Upper Arm


Sudut lengan operator 20 sampai 45 derajat, hal ini dilakukan, karena operator
ingin merakit balok-balok tersebut menjadi satu kesatuan, setelah mengambil
lego dari keranjang.

Gambar 2.8.5.3 RULA Bagian Wrist

Sudut pergelangan tangan +/- 15 derajat, hal ini dilakukan oleh pekerja untuk
menjangkau meja operasi perakitan lego dan mengambil bahan baku lego dari
tempat bahan baku.
Gambar 2.8.5.4 RULA Bagian Neck

Posisi neck pada gambar postural 5 menunjukan bahwa gerakan pergelangan


leher mencapai 10° - 20° ke arah belakang dan depan, hal ini dilakukan oleh
pekerja untuk menjangkau penglihatan pada meja operasi perakitan lego dan
mengambil bahan baku lego dari tempat bahan baku.

Gambar 2.8.5.5 RULA Bagian Legs


Posisi legs pada gambar postural 5 menunjukan bahwa gerakan kaki yang tidak
imbang antara kaki kiri dan kanan, juga terlihat bahwa bantalan kaki tidak di
support secara baik, ditunjukan oleh posisi kaki yang menekuk dan tidak
seimbang.

Gambar 2.8.5.6 RULA Bagian Lower Arms

Posisi lower arm dari operator menunjukan pergerakan sebesar 60°, yang
digunakan untuk mengambil bahan dan merakit lego.
Gambar 2.8.5.7 RULA Bagian Wrist Twist

Sering terjadi gerakan memutar pada pergelangan tangan, umumnya pada saat
merakit dan mengambil bahan dari tempat bahan.
Gambar 2.8.5.8 RULA Bagian Trunk
Operator terlihat memiliki posisi yang tegak, sehingga posisi tersebut dapat
dinyatakan tidak memiliki akan memberikan dampak yang cukup buruk kepada
operator, karena tingkat postural stress rendah.
Gambar 2.8.5.9 RULA Bagian Muscle and Load

Untuk beban pekerjaan, masih tergolong ringan karena umumnya gerakan yang
dilakukan adalah repetisi yaitu melakukan perakitan. Kemudian untuk
keseluruhan beban di upper arm, lower arm, wrist, neck, trunk, dan legs adalah
ringan (kurang dari 4.4 lb).
Gambar 2.8.5.10 Hasil RULA Postural Stress 5

Hasil akhir yang didapatkan untuk gambar postural 5 adalah 6 yang


mengindikasikan bahwa diperlukannya action level 3 yang memerlukan
intervensi berupa investigasi dan perubahan gerakan kerja untuk menunjang
pekerjaan operator dan tentunya kesehatan pekerja.
2.8.6. Badan menekuk ke samping ketika mengambil lego yang jatuh (gambar
postural 6)

Gambar 2.8.6.1 badan menekuk ke samping


NOTE = Wrist dan lower arm asumsi mengambil barang

Gambar 2.8.6.2 RULA Bagian Upper Arm

Sudut lengan operator 20 sampai 45 derajat, hal ini dilakukan, karena operator
ingin mengambil balok lego yang jatuh ke lantai.
Gambar 2.8.6.3 RULA bagian wrist

Sudut pergelangan tangan +15 derajat, hal ini dilakukan oleh operator untuk
menjangkau benda yang terjatuh dari keranjang sehingga sudutnya pasti
menekuk kebawah atau +15 derajat.

Gambar 2.8.6.4 RULA bagian neck


Posisi neck pada gambar postural 6 hanya twist, karena seluruh bagian atas
tubuh operator bergerak, sehingga tidak terjadi penekukan pada leher.

Gambar 2.8.6.5 RULA bagian legs

Posisi legs pada gambar postural 6 menunjukan bahwa gerakan kaki yang tidak
imbang antara kaki kiri dan kanan, juga terlihat bahwa bantalan kaki tidak di
support secara baik, ditunjukan oleh posisi kaki yang menekuk dan tidak
seimbang.
Gambar 2.8.6.6 RULA bagian lower arm

Posisi lower arm dari operator menunjukan pergerakan sebesar 60°, yang
digunakan untuk mengambil lego yang terjatuh dari keranjang.

Gambar 2.8.6.7 RULA bagian wrist twist


Sering terjadi gerakan memutar pada pergelangan tangan, umumnya pada saat
merakit dan mengambil bahan dari tempat bahan.

Gambar 2.8.6.8 RULA bagian trunk

Operator terlihat memutarkan badannya ke arah kiri dan membungkuk sebesar


60+ derajat, karena operator ingin mengambil barang yang terjatuh ke lantai.
Gambar 2.8.6.9 RULA Bagian Muscle Use and Load

Untuk beban pekerjaan, masih tergolong ringan karena umumnya gerakan


yang dilakukan adalah repetisi yaitu melakukan perakitan. Kemudian untuk
keseluruhan beban di upper arm, lower arm, wrist, neck, trunk, dan legs adalah
ringan (kurang dari 4.4 lb).
Gambar 2.8.6.10 Hasil RULA Postural Stress 6
Hasil akhir yang didapatkan untuk gambar postural 6 adalah 6 yang
mengindikasikan bahwa diperlukannya action level 3 yang memerlukan
intervensi berupa investigasi dan perubahan gerakan kerja untuk menunjang
pekerjaan operator dan tentunya kesehatan pekerja.

2.9. USULAN PERBAIKAN UNTUK MENGURANGI RISIKO POSTURAL STRESS OPERATOR.


USULAN POSTUR KERJA DISERTAI DENGAN USULAN ALAT BANTU, PENATAAN LETAK,
DLL.
2.9.1. Kaki operator menekuk dan membentuk sudut kurang dari 90° (gambar
postural 1)
Membuat tempat kerja yang tidak horizontal, lebih baik dibuat sedikit miring
untuk mengakomodasi bentuk tubuh alami, sehingga operator tidak perlu
menunduk atau bungkuk saat mengerjakan. Kemudian, untuk posisi anggota
bawah seperti kaki, diperlukan desain ulang untuk meja dan kursi sehingga lutut
tidak menekuk dan menimbulkan potensi penyakit dalam jangka yang lama.
2.9.2. Sudut lengan operator membentuk sudut kurang dari 90° dan punggung
bungkuk (gambar postural 2)
Membuat tempat kerja yang tidak horizontal, lebih baik dibuat sedikit miring
untuk mengakomodasi bentuk tubuh alami, sehingga operator tidak perlu
menunduk atau bungkuk dan lengan tidak membentuk sudut lebih dari 90° saat
mengerjakan. Kemudian, untuk posisi anggota bawah seperti kaki, diperlukan
desain ulang untuk meja dan kursi sehingga lutut tidak menekuk dan
menimbulkan potensi penyakit dalam jangka yang lama.
2.9.3. Punggung miring ke samping kiri saat pengambilan lego (Gambar postural 3)
Harus ada perubahan layout dan metode kerja, misal dengan meletakkan part
lego diatas meja secara langsung, bukan hanya meletakkan saja namun bisa
diurutkan part lego tersebut tergantung lengan kanan dan lengan kiri operator.
Dengan layout dan metode seperti ini selain efektivitas kerja meningkat,
operator juga dapat terhindar dari berbagai macam stress.
2.9.4. Telapak tangan menekuk (Gambar postural 4)
Membuat tempat kerja yang tidak horizontal, lebih baik dibuat sedikit miring
untuk mengakomodasi bentuk tubuh alami, sehingga operator tidak perlu
menunduk atau bungkuk dan lengan tidak membentuk sudut lebih dari 90° saat
mengerjakan. Kemudian, untuk posisi anggota bawah seperti kaki, diperlukan
desain ulang untuk meja dan kursi sehingga lutut tidak menekuk dan
menimbulkan potensi penyakit dalam jangka yang lama.
2.9.5. Leher menekuk (Gambar postural 5)
Membuat tempat kerja yang tidak horizontal, lebih baik dibuat sedikit miring
untuk mengakomodasi bentuk tubuh alami, sehingga operator tidak perlu
menunduk atau bungkuk dan lengan tidak membentuk sudut lebih dari 90° saat
mengerjakan. Kemudian, untuk posisi anggota bawah seperti kaki, diperlukan
desain ulang untuk meja dan kursi sehingga lutut tidak menekuk dan
menimbulkan potensi penyakit dalam jangka yang lama.
2.9.6. Badan menekuk ke samping ketika mengambil lego yang jatuh (Gambar
postural 6)
Membuat tempat kerja yang tidak horizontal, lebih baik dibuat sedikit miring
untuk mengakomodasi bentuk tubuh alami, sehingga operator tidak perlu
menunduk atau bungkuk dan lengan tidak membentuk sudut lebih dari 90° saat
mengerjakan. Kemudian, untuk posisi anggota bawah seperti kaki, diperlukan
desain ulang untuk meja dan kursi sehingga lutut tidak menekuk dan
menimbulkan potensi penyakit dalam jangka yang lama.
2.10. IMPLEMENTASI USULAN PERBAIKAN POSTUR KERJA OPERATOR ANALISIS RISIKO
POSTURAL STRESS UNTUK SETIAP POSTURAL KERJA USULAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE RULA
2.10.1. Usulan Resiko Postural Stress
2.10.1.1. Kaki operator menekuk dan membentuk sudut kurang dari 90°
Usulan untuk kaki operator yang menekuk dan membungkuk sudut
kurang dari 90°, yaitu dengan mendesain ulang tempat duduk operator
yang ada pada tabel dan gambar berikut ini.

Gambar 2.10.1.1.1 Desain Kursi

Simbol Data yang diukur Simbol Ukuran Persentil

Tinggi bahu dari alas duduk


A D10 56.83 50th
pada lantai

Tinggi sisi bahu sampai


B bagian atas dari sandaran D22 34.85 50th
tangan pada kursi
Simbol Data yang diukur Simbol Ukuran Persentil

Tinggi bagian atas dari


C sandaran tangan hingga alas D11 24.33 50th
duduk pada kursi

D Lebar sisi bahu pada kursi D17 40.62 50th

Lebar bahu bagian atas pada


E D18 34.5 50th
kursi

F Lebar alas duduk pada kursi D19 34.09 50th

Panjang alas duduk pada


G D14 44.11 50th
kursi

Tinggi alas duduk kursi dari


H D16 42.02 50th
lantai

D10 56.83
I Tinggi kursi dari lantai 50th
D16 42.02

Tabel 2.10.1.1.2 Ukuran Kursi

Alasan : Kita membuat ukuran untuk bagian yang average karena jika diamati
melalui visual video terlihat bahwa operator memiliki tinggi rata-rata, selain
itu menurut kelompok kami jika kursi menggunakan ukuran yang average
maka jika operator lebih tinggi atau lebih pendek tidak terlalu terpengaruh
daripada menggunakan persentil bawah atau atas maka akan sangat
berpengaruh jika operator tersebut terlalu tinggi atau sebaliknya. Lalu
dengan menggunakan kursi yang ukurannya sesuai dengan tabel dan gambar
tersebut, maka dapat dipastikan kaki operator tidak menekuk dan
membentuk lebih dari 90°.

2.10.1.2. Sudut lengan operator membentuk sudut kurang dari 90° dan
punggung membungkuk
Usulan untuk lengan operator membentuk 90° dan punggung
membungkuk, yaitu dengan mendesain ulang meja operator yang ada
pada tabel dan gambar berikut ini.

Gambar 2.10.1.2.1 Desain Meja

Simbol Data yang diukur Simbol Ukuran Persentil

Lebar alas meja bagian


A D24 73.26 50th
luar

Tinggi meja bagian luar D11 24.33


B 50th
dari lantai D16 42.02

Tinggi meja bagian D12 14.26


C 50th
dalam dari lantai D16 42.02

D Panjang meja D32 157.67 50th

D13 53.96
E Lebar meja 50th
D15 50.14

Tabel 2.10.1.2.1 Ukuran Meja


Alasan : Penggunaan persentil 50 untuk pengukuran meja dianggap
merupakan persentil paling tepat dikarenakan dengan menggunakan
ukuran rata-rata, maka banyak orang akan nyaman untuk menggunakan
meja dengan ukuran rata-rata tersebut. Berdasarkan pengamatan
kelompok kami, apabila operator memiliki ukuran tubuh diatas maupun
dibawah rata-rata, operator tetap bisa nyaman dalam menggunakan
meja dengan ukuran rata-rata tersebut tanpa adanya kesulitan. Lalu
dengan menggunakan meja yang ukurannya sesuai dengan tabel dan
gambar tersebut, maka dapat dipastikan lengan operator tidak
membentuk 90° dan punggung tidak membungkuk.

2.10.1.3. Usulan Punggung miring ke samping kiri saat pengambilan lego, badan
menekuk ke samping ketika mengambil lego yang jatuh

Gambar 2.10.1.3.1 Gambar layout kerja

Usulan yang dapat dilakukan adalah dengan merubah peletakkan meja


kerja yang awalnya peletakkan lego berada di samping kiri operator dan
usulannya yaitu peletakkan lego berada di depan operator atau
pengerjaan lego. Hal tersebut dapat membuat operator tidak perlu
mengambil lego dengan posisi punggung miring ke samping. Berikut
merupakan usulan desain peletakan pada gambar berikut ini.

2.10.1.4. Usulan Telapak tangan dan leher yang menekuk


Telapak tangan operator menekuk saat merakit, yang lama kelamaan
dapat menyebabkan nyeri dan pegal pada pergelangan telapak tangan.
Lalu leher yang menekuk terlalu lama dapat menyebabkan leher
menjadi kaku dan juga leher menjadi sakit. Usulan dapat dilakukan jika
peletakan peta kerja sudah benar pada tinggi kursi maupun meja, maka
akan otomatis membentuk sudut 90° pada siku tangan sehingga
operator tidak akan menekuk tangannya. Seperti pada gambar dibawah
ini.

Gambar 2.10.1.4.1 Gambar ilustrasi posisi kerja yang ergonomis


2.10.2. Analisa RULA usulan
Analisa RULA menggunakan bantuan aplikasi ergofellow, dengan menginput
data postural beberapa anggota tubuh mulai dari upper arm, wrist, neck, legs,
lower arm, wrist twist, trunk, dan muscle use and load. Aplikasi ergofellow
kemudian akan menghitung secara otomatis tindakan yang diperlukan untuk
diubah sesuai dengan RULA score.

Tabel 2.10.2.1 score RULA


Analisa rula untuk usulan ini dilakukan menggunakan segala kondisi yang ada
pada data diatas

Gambar 2.10.2.1 RULA Bagian Upper arm

Posisi upper arm pada gambar usulan menunjukan bahwa gerakan bahu dapat
mencapai +- 20° ke arah belakang dan depan, hal ini dilakukan oleh pekerja
untuk menjangkau meja operasi perakitan lego. Posisi ini dapat dikatakan cukup
baik karena sangat meminimalisasi beban yang diterima oleh sendi khususunya
sendi putar di bahu
Gambar 2.10.2.2 RULA Bagian wrist

Posisi wrist pada gambar usulan menunjukan bahwa gerakan pergelangan


tangan dapat diminimalisasi, hal ini dikarenakan adanya perbaikan dalam tata
letak bahan baku, yang mulanya berada di sisi kiri pekerja dan menangkapnya
cukup sulit, setelah perbaikan dapat dilakukan cukup dengan menjangkau ke
depan dan meminimalisasi penggunaan sendi pada bagian tangan.
Gambar 2.10.2.3 RULA Bagian Neck

Posisi neck pada gambar usulan menunjukan bahwa gerakan pergelangan leher
mencapai 10-20°, hal ini merupakan peningkatan dari yang sebelumnya sekitar
lebih dari 20 derajat, hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya peningkatan dan
pembaharuan layout operasi, dengan menyesuaikan tinggi kursi dan meja
sehingga lebih proporsional untuk lekukan dan penambahan bantalan lego yang
membuat posisi lego menjadi lebih tinggi sehingga gerakan menunduk pada
leher dapat diminimalisasi sehingga tidak akan menimbulkan rasa kebas atau
pegal apabila bekerja dalam waktu yang lama.
Gambar 2.10.2.4 RULA Bagian Legs

Posisi legs pada gambar usulan menunjukan bahwa gerakan kaki yang tidak
imbang antara kaki kiri dan kanan, juga terlihat bahwa bantalan kaki tidak di
support secara baik, ditunjukan oleh posisi kaki yang menekuk dan tidak
seimbang.

Gambar 2.10.2.5 RULA Bagian Lower Arm


Posisi lower arm dari perbaikan layout operator berupa penataan kembali tinggi
meja dan kursi dapat membuat pergerakan sebesar 60° hingga 100°. Posisi
tempat perakitan yang lebih proporsional dari siku menyebabkan pergerakan
tangan yang berada di sekitar sudut ideal 90°. Walaupun perbaikan belum
sempurna dikarenakan masih ada gerakan yang di bawah sudut ideal, namun
penataan ini sudah lebih baik dari gerakan awal dari operator yang dalam jangka
panjang dapat menyebabkan cedera pada siku

Gambar 2.10.2.6 RULA Bagian Wrist Twist

Sering terjadi gerakan memutar pada pergelangan tangan, umumnya pada saat
merakit serta memposisikan perakitan benda, terkadang operator sering
terbalik atau posisi bahan tidak sesuai dengan target, sehingga perlunya
memutar lengan
Gambar 2.10.2.7 RULA Bagian Trunk

Operator terlihat membungkuk dengan derajat bungkuk sebesar 0° hingga 20°,


posisi layout kerja yang lebih rendah menyebabkan hal ini terjadi untuk
mengakomodasi operasi yang dilakukan oleh pekerja (membungkuk untuk
merakit). Namun, untuk gerakan twist pada operator yang disebabkan
ketidakseimbangan sisi kanan dan kiri perakitan, dimana operator mengambil
bahan yang berada di sisi kiri dengan menggunakan tangan kanan, sehingga
harus melakukan gerakan twist pada persendian tulang belakang sudah tidak
terjadi dikarenakan adanya penataan kembali layout operator sehingga
operator dapat menggunakan tenaga dari anggota gerak kiri dan kanan secara
bersamaan dan sama besarnya, dan penataan bahan baku yang disebar di
depan operator juga membuat operator tidak perlu membungkuk atau twist
badannya ke salah satu sisi seperti yang terjadi pada gerakan awal operasi
Gambar 2.10.2.8 RULA Bagian Muscle Use and Load

Untuk beban pekerjaan, masih tergolong ringan karena umumnya gerakan yang
dilakukan adalah repetisi yaitu melakukan perakitan. Kemudian untuk
keseluruhan beban di upper arm, lower arm, wrist, neck, trunk, dan legs adalah
ringan (kurang dari 4.4 lb).
Gambar 2.10.2.9 Hasil RULA Postural Stress setelah Perbaikan

Hasil dari perbaikan layout operator adalah mengurangnya score RULA operator
yang semula berkisar antara 5 hingga 6 menjadi 3. Hal ini diakibatkan dari
perbaikan yang menyeluruh mulai dari layout kerja, postur hingga lingkungan
kerja yang dapat membuat pekerja terhindar dari bahaya khususnya yang
diakibatkan oleh postural stress dan penyakit yang mungkin timbul akibat dari
pekerjaaan jangka panjang. Namun, walaupun sudah terjadi peningkatan yang
lumayan signifikan dari layout sebelumnya, RULA dengan score 3
mengindikasikan tetap diperlukan action level 2 yang adalah menginvestigasi
kembali untuk berjaga-jaga atas kemungkinan postural stress yang mungkin
tidak terlalu tampak dan membuat perbaikan kembali apabila dirasa perlu.
2.11. ANALISIS PERBANDINGAN POSTUR KERJA USULAN DENGAN POSTUR KERJA AWAL

No Postural Stress Nilai sebelum Nilai


perbaikan Sesudah
perbaikan

1 Kaki operator menekuk dan membentuk 6 3


sudut kurang dari 90° (gambar postural 1)

2 Sudut lengan operator membentuk sudut 6 3


kurang dari 90° dan punggung bungkuk
(gambar postural 2)

3 Punggung miring ke samping kiri saat 6 3


pengambilan lego (Gambar postural 3)

4 Telapak tangan menekuk (Gambar postural 6 3


4)

5 Leher menekuk (Gambar postural 5) 5 3

6 Badan menekuk ke samping ketika 6 3


mengambil lego yang jatuh (Gambar
postural 6)
Tabel 2.11.1. Perbandingan postur kerja usulan dan postur awal

Analisis : Pada tabel diatas tersebut, dapat dilihat kalau nilai sebelum perbaikan
kebanyakan 5 hingga 6 yang berarti perlu perbaikan segera. Sedangkan nilai sesudah
perbaikan menjadi 3 yang dimana hal tersebut terlihat perbedaan yang signifikan. Hal
tersebut dikarenakan terdapat perbaikan yang menyeluruh mulai dari layout kerja,
postur hingga lingkungan kerja yang dapat membuat pekerja terhindar dari bahaya
khususnya yang diakibatkan oleh postural stress dan penyakit yang mungkin timbul
akibat dari pekerjaaan jangka panjang. Namun, walaupun sudah terjadi peningkatan
yang lumayan signifikan dari layout sebelumnya, RULA dengan score 3 mengindikasikan
tetap diperlukan action level 2 yang adalah menginvestigasi kembali untuk berjaga-jaga
atas kemungkinan postural stress yang mungkin tidak terlalu tampak dan membuat
perbaikan kembali apabila dirasa perlu.
3. ANALISIS SECARA DETAIL DAN MENDALAM TERKAIT DENGAN PERANCANGAN STASIUN KERJA
YANG ERGONOMIS
Dari segi tata letak pengerjaan serta kursi dan meja yang digunakan operator masih tidak
ergonomis. Mulai dari tempat pengambilan lego yang akan disusun berada di sebelah kiri
operator yang saat pengambilannya mengharuskan operator untuk sedikit membungkuk dan
jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan skoliosis atau punggung
miring ke sebelah kiri atau kanan. Lalu kursi yang digunakan operator memiliki tinggi yang
pendek dengan dapat dilihat kalau lutut operator membentuk sudut kurang dari 90° dan jika
dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan cedera Patella Chondromalacia
yang merupakan kerusakan pada tulang rawan di bawah tempurung lutut. Lalu meja yang
digunakan operator juga memiliki tinggi yang pendek dengan dapat dilihat kalau operator
membungkuk saat merakit lego dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan Kifosis
atau kelainan pada tulang belakang yang terlihat membulat atau bengkok tidak normal. Hal
tersebut jika dibiarkan tentu akan berdampak bagi operator untuk kesehatannya karena jika
dihitung melalui perhitungan RULA maka akan mendapatkan nilai 5/6 dengan action level 3
dimana berarti memerlukan adanya perubahan cara operator kerja.

Akhirnya dilakukan usulan dengan merubah dari desain meja kerja, meja, dan kursi sesuai
dengan ukuran yang ideal. Untuk pengukurannya kita menggunakan antropometri indonesia
untuk ukuran meja dan kursi menggunakan persentil 50th dan untuk ukuran jangkauan tangan
menggunakan 5th persentil. Hal tersebut kami lakukan dengan pertimbangan jika ukuran meja
dan kursi digantikan oleh operator lain maka akan lebih nyaman jika menggunakan persentil
50th dimana untuk orang yang lebih tinggi atau lebih pendek tidak terlalu berpengaruh. Lalu
untuk jangkauan tangan menggunakan 5th persentil dengan pertimbangan untuk operator yang
memiliki jangkauan lebih besar maka tidak akan bermasalah daripada jika mengambil persentil
75th maka akan bermasalah bagi operator yang memiliki jangkauan tangan lebih kecil.
Jangkauan tangan ini membantu juga untuk peletakkan dari meja kerja operator agar tidak ada
benda yang terlalu jauh dan sulit dijangkau.

Setelah selesai melakukan desain kerja yang baru dan menggunakan analisa RULA maka
menghasilkan score 3 mengindikasikan tetap diperlukan dan action level 2 yang berarti
menginvestigasi kembali untuk berjaga-jaga atas kemungkinan postural stress yang mungkin
tidak terlalu tampak dan membuat perbaikan kembali apabila dirasa perlu.

4. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai