Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom


untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam
bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti
sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat
aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Menurut Vincent Lemius, otonomi daerah merupakan kewenangan
membuat keputusan politik dan administrasi penyelenggaraan pemerintahan,
yang disesuaikan dengan kepentingan nasional dan kebutuhan daerah.
Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 tahun 2004yang sebelumnya
diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan UU Nomor
32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, fungsi, dan kewajiban pemerintah
daerah untuk mengatur wilayahnya sendiri sesuai dengan sumberdaya yang
dimiliki daerah tersebut dan untuk kepentingan masyarakatnya sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yangberlaku. Otonomi daerah tidak hanya
berarti mengatur penyelenggaraan negara di daerah, tetapi juga membuat
daerah lebih mandiri, demoktratis, dan mendekatkan pemerintah dengan
rakyat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana otonomi daerah dari berbagai sudut pandang?
2. Apa itu derah otonom ?
3. Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia?

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Otonomi Daerah

1
1. Pengertian
Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan
daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos.
Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang,
sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau
kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri.
Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah. Adapun pengertian menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
 Otonomi daerah menurut F. Sugeng Istianto
Hak dan wewenang suatu daerah untuk mengatur rumah tangganya
sendiri.  Di sini berarti tidak ada campur tangan dari wilayah lain maupun
pusat dalam wilayah.
 Otonomi daerah menurut Ateng Syarifudin
Ateng Syarifudin memberikan definisi yang agak berbeda tentang
otonomi daerah, yaitu kebebasan dan kemerdekaan  serta kemandirian
yang terwujud pada pemberian kesempatan kepada daerah untuk mengatur
wilayahnya secara bertanggungjawab.  Meskipun dikatakan juga, bahwa
kebebasan dan kemerdekaan yang dimaksud bukan berarti kedaulatan.
 Otonomi daerah menurut Vincent Lemius
Otonomi daerah menurut Vincent Lemius merupakan kewenangan
membuat keputusan politik dan administrasi penyelenggaraan pemerintahan. 
Namun hal ini tetap harus disesuaikan dengan  kepentingan nasional dan
kebutuhan daerah.
 Otonomi daerah menurut Sarundajang
Sarundajang mendefinisikan otonomi daerah berdasarkan bahasa dan
undang-Undang Nomnor 22 tahun 1999, yang berarti kewenangan suatu daerah
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri dengan tetap
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di pemerintah pusat.
 Otonomi daerah menurut Kansil
Otonomi adalah hak, kewenangan, dan kewajiban pemerintah daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku di negara.
 Otonomi menurut Widjaya
otonomi merupakan sistem pembagian kekuasaan pemerintahan pusat
dan daerah yang menganut asas desentralisasi.  Artinya otonomi dilaksanakan

2
untuk kepentingan bangsa secara menyeluruh dan lebih mendekatkan kepada
tujuan pembangunan nasional.
 Otonomi daerah menurut Mariun
Otonomi adalah kebebasan atas kewenangan pemerintah daerah dalam
mengatur daerahnya sehingga memungkinkan pemerintah tersebut membuat
inisiatif mengelola dan mengoptimalkan sumberdaya yang ada dan dimiliki
daerahnya.
 Otonomi daerah menurut Benyamin Hoesein
Otonomi daerah adalah pemerintahan di tangan rakyat yang berada di
wilayah tertentu yang berada di luar pemerintahan pusat.
Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 tahun 2004 yang sebelumnya
diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan UU Nomor 32
Tahun 2004 adalah hak, wewenang, fungsi, dan kewajiban pemerintah daerah
untuk mengatur wilayahnya sendiri sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki
daerah tersebut dan untuk kepentingan masyarakatnya sesuai dengan peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah tidak hanya berarti
mengatur penyelenggaraan negara di daerah, tetapi juga membuat daerah lebih
mandiri, demoktratis, dan mendekatkan pemerintah dengan rakyat.
Otonomi daerah merupakan suatu sistem pemerintahan daerah yang
mempunyai hak dan wewenang serta fungsi untuk mengelola suatu daerah,
berdasarkan undang undang yang berlaku dengan mengatur wilayahnya sendiri
untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

2. Tujuan otonomi daerah


Berdasarkan Pasal 2 UU No. 32 Tahun 2004 tujuan pelaksanaan otonomi
daerah ada 3 (tiga) yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan
umum, dan daya saing daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut maka fungsi
pemerintahan daerah dalam pembangunan diserahkan kepada Pemerintah Daerah
dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Menurut Bagir Manan, otonomi
memiliki 4 (empat) tujuan yakni:

 Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.


 Pengembangan kehidupan demokrasi.
 Keadilan nasional.
 Pemerataan wilayah daerah.
 Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
 Mendorong pemberdayaaan masyarakat.

3
 Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Secara konseptual, Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yang
meliputi: tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin
diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah
upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai
melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan
pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta
pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan
ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
adalah terwujudnya peningkatan indeks pembangunan manusia sebagai indikator
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

3. Ciri-ciri

Negara Kesatuan Negara Federal Otonomi daerah

Setiap daerah mempunyai


Setiap daerah memiliki UUD daerah yang tidak Setiap daerah memiliki
perda (dibawah UU) bertentangan dengan UUD perda (dibawah UU)
negara (hukum tersendiri)

UUD daerah tidak terikat


Perda terikat dengan UU Perda terikat dengan UU
dengan UU negara

Presiden/Raja berwenang
Hanya Presiden/Raja Hanya Presiden/Raja
mengatur hukum untuk
berwenang mengatur berwenang mengatur
negara sedangkan kepala
hukum hukum
daerah untuk daerah

DPRD (provinsi/negara DPRD (provinsi/negara


bagian/dst) tidak punya DPRD (provinsi/negara
bagian/dst) tidak punya
hak veto terhadap UU bagian/dst) punya hak veto
hak veto terhadap UU
negara yang disahkan D terhadap UU negara yang
negara yang disahkan
disahkan DPR
PR DPR

Perda dicabut pemerintah Perda dicabut DPR dan Perda dicabut pemerintah
pusat DPD setiap daerah pusat

4
Negara Kesatuan Negara Federal Otonomi daerah

Sentralisasi Desentralisasi Semi sentralisasi

Bisa interversi dari Tidak bisa interversi dari Bisa interversi dari
kebijakan pusat kebijakan pusat kebijakan pusat

Perjanjian dengan pihak Perjanjian dengan pihak Perjanjian dengan pihak


asing/luar negeri harus asing/luar negeri harus asing/luar negeri harus
melalui pusat melalui pusat melalui pusat

APBD untuk setiap daerah


APBN dan APBD APBN dan APBD
dan APBN hanya untuk
tergabung tergabung
negara

Pengeluaran APBN dan Pengeluaran APBN dan


Pengeluaran APBN dan
APBD dihitung APBD dihitung
APBD dihitung pembagian
perbandingan perbandingan

Setiap daerah diakui


Setiap daerah tidak diakui Setiap daerah tidak diakui
sebagai negara berdaulat
sebagai negara berdaulat sebagai negara berdaulat
dan sejajar

Daerah diatur pemerintah


Daerah harus mandiri Daerah harus mandiri
pusat

Keputusan pemda tidak


Keputusan pemda diatur Keputusan pemda diatur
ada hubungan dengan
pemerintah pusat pemerintah pusat
pemerintah pusat

Tidak ada perjanjian antar Ada perjanjian antar Tidak ada perjanjian antar
daerah jika SDM/SDA daerah jika SDM/SDA daerah jika SDM/SDA
dilibatkan dilibatkan dilibatkan

Masalah daerah Masalah daerah


Masalah daerah merupakan
merupakan tanggung merupakan tanggung
tanggung jawab pemda
jawab bersama jawab bersama

3 kekuasaan daerah tidak 3 kekuasaan daerah tidak


3 kekuasaan daerah diakui
diakui diakui

Hanya hari libur nasional Hari libur nasional terdiri Hanya hari libur nasional

5
Negara Kesatuan Negara Federal Otonomi daerah

diakui dari pusat dan daerah diakui

Bendera nasional hanya Bendera nasional serta Bendera nasional hanya


diakui daerah diakui dan sejajar diakui

Beberapa bahasa selain


Hanya bahasa nasional Hanya bahasa nasional
nasional diakui setiap
diakui diakui
daerah

4. Jenis – Jenis Otonomi Daerah

a. Otonomi Organik
Otonomi organik atau rumah tangga organik Otonomi bentuk ini pada
dasarnya menentukan bahwa urusan-urusan yang menyangkut kepentingan daerah
diibaratkan sebagai organ-organ kehidupan yang merupakan suatu sistem yang
menentukan mati hidupnya manusia, misalnya jantung, paru-paru, ginjal, dan
sebagainya. Tanpa kewenangan untuk mengurus vital, akan berakibat tidak
berdayanya atau matinya daerah.

b. Otonomi Formal
Otonomi formal atau rumah tangga formal Otonomi bentuk ini adalah apa
yang menjadi urusan otonomi tidak dibatasi secara positif. Satu-satunya
pembatasan adalah daerah otonom yang bersangkutan tidak boleh mengatur apa
yang telah diatur oleh perundangan yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan
demikian daerah otonom lebih bebas mengatur urusan rumah tangganya,
sepanjang tidak memasuki area urusan pemerintah pusat. Otonom seperti ini
merupakan hasil dari pemberian otonomi berdasarkan teori sisa, dimana
pemerintah pusat lebih dulu menetapkan urusan-urusan yang dipandang lebih
layak diurus pusat, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah daerah.

c. Otonomi Materiil
Otonomi materiil atau rumah tangga materiil Dalam otonomi bentuk ini
kewenangan daerah otonomi dibatasi secara positif yaitu dengan menyebutkan
secara limitatif dan terinci atau secara tegas apa saja yang berhak diatur dan
diurusnya. Dalam otonomi materiil ini ditegaskan bahwa untuk mengetahui suatu
urusan menjadi rumah tangga sendiri, harus dilihat pada substansinya, artinya
bahwa suatu urusan secara substansial dinilai dapat menjadi urusan pemerintah
pusat, pemerintah lokal yang mengurus rumah tangga sendiri pada hakikatnya
tidak akan mampu menyelenggarakan urusan tersebut, sebaliknya apabila secara
substansial merupakan urusan daerah, pemerintah pusat meskipun dilakukan oleh
wakil-wakilnya yang berada didaerah tidak akan mampu menyelenggarakannya.

6
d. Otonomi Riil
Otonomi riil atau rumah tangga riil Otonomi bentuk ini merupakan
gabungan antara otonomi formal dengan otonomi materiil. Dalam undang-undang
pembentukan otonomi, kepada Pemerintah Daerah diberikan wewenang sebagai
wewenang pangkal dan kemudian dapat ditambah dengan wewenang lain secara
bertahap, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tingi tingkatannya. Otonomi riil pada prinsipnya menentukan bahwa
pengalihan atau penyerahan wewenang urusan tersebut didasarkan kepada
kebutuhan daerah yang menyelenggarakannya.

e. Otonomi Nyata
Otonomi nyata, bertanggung jawab, dan dinamis Nyata artinya pemberian
urusan pemerintahan dibidang tertentu kepada pemerintah daerah memang harus
disesuaikan dengan faktor-faktor tertentu yang hidup dan berkembang secara
obyektif didaerah. Hal tersebut harus senantiasa disesuaikan dalam arti
diperhitungkan secara cermat dan bijaksana dan tindakan-tindakan, sehingga
diperoleh suatu jaminan bahwa daerah itu secara nyata mampu mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam praktek bahwa isi otonomi antara
daerah yang satu dengan daerah lainnya tidaklah sama, baik mengenai jumlah
maupun jenisnya.

5. Prinsip otonomi daerah


a. Prinsip Otonomi Nyata
Indonesia dengan keluasan wiayah dan ribuan pulau mempunyai banyak
keragaman pada masyarakatnya. Mulai dari keragaman suku, agama, budaya, dan
nilai-nilai tradisional. Oleh karena itu, otonomi daerah mempunyai prinsip nyata,
yaitu sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif wilayah masing-masing. Di mana
situasi dan kondisi wilayah tersebut akan berbeda satu sama lain.  Daerah
diberikan kebebasan, kewenangan, dan kewajiban yang yang dilaksanakan secara
nyata sesuai kekhasan daerah yang dikuasainya. Pemerintah pusat hanya
memberikan kebijakan secara garis besar dan pemerintah daerah yang
mendefinisikan sendiri sesuai kemampuan daerah.

b. Prinsip Tanggung Jawab


Pemberian wewenang dan tugas dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Dengan
demikian, prinsip tanggung jawab harus ditegakkan oleh pemerintah daerah yang
mengemban tugas dan kewajiban. Pemerintah  pusat harus benar-benar
memastikan bahwa pemerintah telah benar-benar melaksanakan wewenang, tugas,
dan kewajibannya. Di mana kewajiban tersebut adalah memberdayakan daerah
demi kepentingan seluruh warga daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di

7
daerah, sebagai salah satu tujuan pembangunan nasional. Pemerintah daerah
berperan mengatur proses pemerintahan dan pembangunan di daerah dan
bertanggungjawab atas seluruh dinamika yang terjadi.

c. Prinsip Otonomi Daerah Seluas-Luasnya


Prinsip otonomi daerah yang ketiga adalah prinsip dengan kewenangan
seluas-luasnya.  Artinya di luar urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah diberi
kewenangan seluas-luasnya. Daerah mempunyai kewenangan membuat kebijakan
daerah sendiri sesuai aturan yang berlaku. Yang terpenting kewenangan yang luas
dilaksanakan harus sesuai aturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab
untuk kepentingan masyarakat. Kewenangan pemerintah daerah tersebut
mencakup semua urusan pemerintahan kecuali politik luar negeri, agama,
keamanan, keuangan, peradilan, serta fiskal nasional.

d. Prinsip Dinamis
Prinsip otonomi daerah pada pokoknya tiga hal yang telah disebutkan di
atas. Adapun prinsip-prinsip lain merupakan prinsip tambahan.  Di antaranya
adalah prinsip dinamis. Dalam prinsip dinamis, diharapkan proses
penyelenggaraan pemerintah pada daerah terus bergerak maju mengikuti
perkembangan dunia saat ini. Apalagi saat ini dampak globalisasihampir tidak
dapat dibendung. Penyelenggaraan pemerintah daerah berprinsip dinamis dengan
memperhatikan hal tersebut. Mengambil segala dampak positifnya dan
melindungi masyarakat dari segala dampak negatif.

Misalnya, penyelenggaraan pemerintah dengan mengoptimalkan peranan


teknologi informasi sebagai prinsip dinamis menyesuaikan dengan globalisasi.
Namun di sisi lain, pemerintah ikut aktif memerangi penyalahgunaan bahaya
narkoba bagi generasi muda yang kian marak karena semakin mudah masuk ke
wilayah mana saja berkat teknologi.

e. Prinsip Kesatuan

Pada penyelenggaraan pemerintah daerah juga harus mempunyai prinsip


kesatuan. Prinsip ini diperlukan sehingga pemerintah daerah benar-benar berusaha
meningkatkan kesejahteraan warga / masyarakat di daerahnya di segala bidang.
Dengan meningkatnya kesejahteraan, cara mengatasi kesenjangan sosial dengan
wilayah lain dapat diminimalisir.  Akibatnya, persatuan dan kesatuan semakin
terjaga.
Selain itu, pemerintah daerah harus memperhatikan segala dinamika yang terjadi
di wilayahnya sehingga lebih cepat menyelesaikan masalahnya jika terjadi hal
yang tidak diinginkan,  Begitu pula dengan gerakan-gerakan yang dapat
meniadakan kesatuan. Pemerintah Daerah sendiri harus tetap berada dan

8
merupakan bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukan wilayah yang
berdaulat.

f. Prinsip Penyebaran
Otonomi daerah di Indonesia dibuat dan dilaksanakan dengan prinsip
penyebaran. Yaitu, penyebaran pembangunan dan kesempatan agar pembangunan
dapat dirasakan secara merata oleh seluruh penduduk Indonesia. Prinsip
penyebaran ada karena wilayah Indonesia yang sangat luas dan membentang dari
Sabang sampai Merauke dengan ribuan pulau di dalamnya. Apabila pemerintah
pusat melakukan segala sesuatunya tanpa bantuan asas desentralisasi daerah,
maka ada tempat-tempat yang jauh dan terpencil yang mungkin tidak mengenal
pembangunan. Oleh karena itu, penyelenggara pemerintah daerah harus benar-
benar optimal dan jeli menangkap aspirasi masyarakat dan apa kebutuhan
daerahnya untuk kemudian membuta kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan
sumberdaya yang ada.

g. Prinsip Keserasian

Otonomi daerah diselenggarakan bukan ingin mengeksploitasi semua


sumberdaya daerah tanpa mmeperhatikan akibatnya. Prinsip keserasian tetap
dipertahankan. Penggunaan sumberdaya yang ada dengan sebesar-besarnya untuk
kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan keseimbangan. Tidak
menghabiskan begitu saja.  Ini terutama berlaku pada penggunaan sumberdaya
alam. Penggunaan sumberdaya alam di daerah harus memperhatikan
keseimbangan dan keserasian dengan lingkungan. Artinya tidak merusak dan
membahayakan lingkungan yang akibatnya akan berbalik kepada masyarakat
sendiri.

h. Prinsip Demokrasi
Prinsip dan ciri utama pemerinbtahan demokrasi tetap dijadikan pedoman
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Demokrasi yang menyatakan bahwa
kedaulatan id tangan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam hal ini semua
kegiatan pembangunan dapat melibatkan semua masyarakat untuk kesejahteraan
mereka. Kebijakan yang dibuat juga harus kebijakan yang pro rakyat.

i. Prinsip Pemberdayaan
Tujuan dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah meningkatkan daya
guna / manfaaat dan hasil dari tiap daerah. Artinya memberdayakan semua
sumberdaya yang ada  seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan keserasian
dan keseimbangan. Prinsip pemberdayaan ini bertujuan untuk kesejahteraan
masyarakat setempat dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

6. Asas otonomi daerah

9
a. Secara Umum

 Asas kepastian hukum yaitu asas yang mementingkan landasan peraturan


perundang-undangan dan keadilan dalam penyelenggaraan suatu negara.
 Asas tertib penyelenggara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian serta keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
 Asas kepentingan umum yaitu asas yang mengutamakan kesejahteraan
umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif.
 Asas keterbukaan yaitu asas yang membuka diri atas hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, serta tidak diskriminatif
mengenai penyelenggara negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
 Asas proporsinalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
 Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keadilan yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus bisa
dipertanggungjawabkan kepada rakyat atau masyarakat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi suatu negara sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Asas efisiensi dan efektifitas yaitu asas yang menjamin terselenggaranya
kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
secara optimal dan bertanggung jawab.

b. Asas Otonomi Daerah berdasarkan UU no 32 tahn 2004


Asas-asas otonomi daerah adalah dasar atau sistem yang digunakan pemerintah
pusat dalam memberikan wewenang kepada pemerintah daerah.  Dan berdasarkan
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah ada 3 asas otonomi daerah
yang dapat digunakan.  Asas-asas tersebut antara lain:

1. Asas desentralisasi

 Untuk peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan,


karena pwmwrintah pusat tidak perlu turun ke setiap daerah.
 Untuk mendidik masyarakat daerah agar lebih mengenal politik / pendidikan
politik
 Untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia karena
wilayah Indonesia yang sangat luas, sulit bagi pemerintah pusat melakukan
penyelenggaraan pemerintah tanpa bantuan daerah.
 Membuka peluang bagi masyarakat daerah untuk bekerja dan berkarir di
bidang pemerintahan dan ;politik
 Sebagai tempat menampung aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan.

10
 Untuk mempercepat pembangunan di daerah terutama daerah-daerah yang
jauh letaknya dengan pemerintah pusat.
 Untuk mewujudkan pemerintah daerah yang bersih dan terpelihara karena
diawasi langsung oleh masyarakatnya.

Kelebihan dari pelaksanaan desentralisasi, yaitu :

 Mengurangi dan membantu pekerjaan pemerintah pusat untuk daerah karena


daerah mengatur penyelenggaraan pemerintahannya sendiri.

 Untuk masalah-masalah yang bersifat mendesak, tidak perlu menunggu waktu


lama dan instruksi dari pusat.
 Birokrasi pemerintahan dapat lebih diperpendek dan setiap keputusan dapat
langsung dilaksananakan.
 Meminimalisir kemungkinan kekuasaan pemerintah pusat yang terlalu besar
sehingga dapat menimbulkan kesewenang-wenangan.
 Masyarakat daerah akan lebih merasa puas dengan penyelenggaraan
pemerintahan karena bersifat langsung, sesuai dengan sumberdaya yang ada,
dan sesuai aspirasi mereka.
 Desentralisai ini umumnya mencakup berbagai bidang, seperti politik,
administrasi, keuangan, dan ekonomi.

2.  Asas Dekonsemtrasi
 Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat ke pemerintah
daerah sebagai wakil dari pemerintah pusat.  Pelimpahan wewenang tersebut
dengan tetap memegang beberapa kebijakan pemerintah pusat sebagai aturan
utama, seperti kebijakan politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, ideplogi
negara, kebijakan dalam negeri, peradilan, dan perdagangan.  Tujuan dari otonomi
daerah dengan asas dekonsentrasi hampir sama dengan asas desentralisasi.
Kelebihan dari asas dekonsentrasi, antara lain :

 Karena kebijakan politis tetap di bawah wewenang pusat, maka keluhan atas
kebijakan pemerintah tentang politik lebih sedikit.
 Asas dekonsentrasi dapat membantu pemerintah pusat untuk merumuskan
kebijakan ekonomi nasional secara lebih intensif, karena wewenang mengatur
ekonomi daerah sudah diserahkan pada pemerintah daerah.
 Dekonsentrasi memungkinkan kontak langsung antara pemerintah dengan
rakyat, sehingga pemerintah lebih dekat dan kebijakan akan sesuai dengan
aspirasi rakyat.
 Kehadiran pemerintah daerah lebih menjamin terlaksananya kebijakan
pemerintah pusat di berbagai bidang.
 Asas dekonsentrasi juga lebih efektif untuk menjaga persatuan dan kesatuan,
karena pemerintah dapat secara langsung mengawasi semua kegiatan di
daerahnya lebih efektif.

11
3. Asas Perbantuan

 Lebih meningkatkan efektivias pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat


di mana pemerintah daerah yang melaksanakan kebijakan dari pemerintah pusat.
 Memperlancar pelaksanaan kewajiban dan penyelesaian masalah karena setiap
kebijakan akan dilaksanakans esuai dengan karakteristik daerah masing-masing.

7. Nilai otonomi daerah

Nilai Dasar Otonomi Daerah


Otonomi daerah yang dilaksanakan di Indonesia sesuai dengan UUD 1945
dan UU tentang otonomi daerah yang dibuat kemudian untuk mempertegas makna
otonomi daerah.  Dalam UUD 1945 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
otonomi daerah, terdapat dua nilai dasar yang harus dikembangkan dalam rangka
otonomi tersebut.  Dua nilai dasar otonomi daerah, yaitu :

a. Nilai Unitaris
Nilai unitaris atau nilai kesatuan adalah nilai yang menunjukkan bahwa
meskipun ada otonomi daerah, dalam pelaksanaannya Indonesia tetap negara
kesatuan,.  Tidak ada daerah atau wilayah di bawah pemeerintahan Indonesia yang
bersifat negatif (eenheidstaat) / negara bagian.  Artinya, Indonesia tetap
merupakan negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat, dillaksanakan
oleh rakyat, dan untuk rakyat yang dalam sistem ditentukan oleh pemihan umum. 
Pemilihan umum akan menentukan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah,
namun Indonesia tidak terbagi atas kesatuan-kesatuan pemerintahan yang berdiri
sendiri.

b. Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial

Sesuai dengan pasal 18 UUD 1945 hasil amandemen yang menjadi


konsitusi negara Indonesia saat ini, tentang otonomi daerah, maka pelaksanaan
atau pembagian tugas dan wewenang antar pemerintah daerah dan pemerintah
pusat harus berdasarkan asas desentralisasi atau asas dekonsentrasi. Bukan
merupakan pelimpahan semua tugas dan wewenang kepada pemerintah daerah.

Berhubungan dengan asas otonomi daerah dan nilai-nilai dasar yang dianut
oleh otonomi daerah di Indonesia, maka sebenarnya titik berat penyelenggaraan
pemerintahan adalah pemerintahan kabupaten / kota dan penyelenggara
pemerintahan di bawahnya, seperti kecamatan dan desa.  Karena pemerintahan di
bagian terdekat dengan masyarakat inilah yang akan melaksanakan secara
sepenuhnya semua kebijakan dari pemerintah pusat dan semua penyelenggara
pemerintahan di bawahnya.

12
8. Dampak otonomi daerah

a. Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah Dari Segi Sosial Budaya 

Dampak Positif 

Dengan diadakannya desentralisasi akan memperkuat ikatan sosial budaya pada


suatu daerah. Karena dengan diterapkannya desentralisasi ini pemerintahan daerah
akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh
daerah tersebut.

Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada


daerah lain. Yang nantinya bisa di jadikan symbol daerah tersebut.

Dampak Negatif 

Dapat menimbulkan kompetisi yang tidak sehat anatar daerah karena setiap ingin
menonjolkan kebudayaan masing-masing dan merasa bahwa kebudayaannya
paling baik dari segi keamanan politik 

b. Secara Umum 

DampakPositif 

1) Setiap daerah bisa memaksimalkan potensi masing-masing. 


2) Pembangunan untuk daerah yang punya pendapatan tinggi akan lebih cepat
berkembang. 
3) Daerah punya kewenangan untuk mengatur dan memberikan kebijakan
tertentu. 
4) Adanya desentralisasi kekuasaan. 
5) Daerah yang lebih tau apa yang lebih dibutuhkan di daerah itu, maka
diharapkan dengan otonomi daerah menjadi lebih maju. 
6) Pemerintah daerah akan lebih mudah mengelola sumber daya alam yang
dimilikinya, jika SDA yang dimiliki daerah telah dikelola secara optimal maka
PAD dan pendapatan masyarakat akan meningkat. 
7) Dengan diterapkannya sistem otonomi dareah, biaya birokrasi menjadi lebih
efisien. 
8) Pemerintah daerah akan lebih mudah untuk mengembangkan kebudayaan
yang dimiliki oleh daerah tersebut. (Kearifan lokal yg terkandung dalam budaya
dan adat istiadat daerah). 

13
Dampak Negatif

 
1) Daerah yang miskin akan sedikit lambat berkembang. 
2) Tidak adanya koordinasi dengan daerah tingkat satu karena merasa yang
punya otonomi adalah daerah Kabupaten/Kota. 
3) Kadang-kadang terjadi kesenjangan sosial karena kewenangan yang di
berikan pemerintah pusat kadang-kadang bukan pada tempatnya. 
4) Karena merasa melaksanakan kegiatannya sendiri sehingga para pimpinan
sering lupa tanggung jawabnya. 

9. Daerah otonom
a. Pengertian Dari Daerah Otonom
Otonomi berasal dari kata autonomy yang terdiri dari 2 (dua) kata
yaitu auto dan nomy, auto memiliki makna sendiri sedangkan nomy sama halnya
dengan nomos diartikan sebagai urusan pemerintahan atau urusan rumah tangga
sehingga otonomi memiliki makna urusan pemerintahan sendiri.

1. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)


 Menurut KBBI daerah bisa diartikan sebagai lingkungan pemerintah atau
wilayah sedangkan daerah otonom didefinisikan sebagai “daerah yang berdiri
sendiri, mempunyai batas wilayah tertentu, mempunyai undang-undang dan
peraturan yang khusus berlaku untuk daerahnya dengan tidak menyalahi undang-
undang pemerintah pusat atau disebut juga daerah swatantra”.

2. UU (Undang-Undang) No. 32 Tahun 2004


Pengertian daerah otonom terdapat dalam Pasal 1 menurut UU ini yaitu
“kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

b. Syarat Pembentukan Daerah Otonom

Daerah otonom dapat dibentuk dengan 2 (dua) cara yaitu menggabungkan


beberapa daerah yang bersebelahan atau melakukan pemekaran daerah dari 1
(satu) daerah menjadi 2 (dua) atau lebih daerah. Proses pemekaran ini dapat
dilakukan setidaknya sudah mencapai batas minimal waktu penyelenggaraan
pemerintah. Dalam pembentukan daerah otonom ini terdapat 3 (tiga) syarat yang
harus dipenuhi sesuai dengan Pasal 5 UU No. 32 Tahun 2004, adapun
diantaranya adalah:

14
1. Syarat Administratif

Syarat adminstratif merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sutau


daerah secara administratif yang berupa keputusan maupun rekomendasi, untuk
syarat adminstratif daerah propvinsi seperti dijabarkan di bawah ini:

 Surat keputusan yang menandakan persetujuan dari DPRD kabupaten/kota


yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi

 Surat keputusan yang menandakan persetujuan dari Bupati/Walikota yang


akan menjadi cakupan wilayah provinsi

 Surat keputusan yang menandakan persetujuan dari DPRD provinsi induk

 Surat keputusan yang menandakan persetujuan dari Gubernur

 Surat rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri

Kelima syarat di atas juga wajib dipenuhi oleh kota/kabupaten yang daerahnya
akan dijadikan sebagai daerah otonom.

2. Syarat Teknis

Syarat-syarat teknis yang dimaksud disini merupakan syarat yang harus dipenuhi
oleh calon daerah otonom dari segi teknis yang mana dijadikan dasar
pembentukan suatu daerah untuk dijadikan daerah otonom, diantaranya terdapat
beberapa faktor meliputi:

 Luas wilayah

 Kependudukan

 Kemampuan ekonomi

 Potensi yang dimiliki oleh daerah seperti daerah wisata, perkebunan,


pertaniannya, dll

 Kondisi sosial budaya masyarakat yang ada di daerah tersebut (Baca


juga: Cara Mengatasi Kesenjangan Sosial)

 Kondisi sosial politik (Baca juga: Pengertian Sosialisasi Politik Menurut


Para Ahli)

 Faktor pertahanan dan keamanan

3. Syarat Fisik

15
Adapun syarat fisik untuk menjadi daerah otonom meliputi standar minimal
jumlah kabupaten, kecamatan, dan lokasi pemerintahannya yakni:

 Untuk membentuk provinsi setidaknya harus memiliki 5 (lima)


kabupaten/kota

 Untuk membentuk sebuah kabupaten setidaknya harus terdiri dari 5 (lima)


kecamatan

 Untuk pembentukan kota minimal harus memiliki 4 (empat) daerah


kecamatan

 Kejelasan tentang rencana keberadaan ibu kota

 Sarana dan prasarana pemerintahan yang dimiliki oleh wilayah calon


daerah otonom.

c. Tata Cara Pembentukan Daerah Otonom

Menurut PP (Peraturan Pemerintah) No. 78 Tahun 2007 terdapat tata cara yang
harus dipenuhi untuk membentuk, menghapus, atau menggabungkan suatu
daerah. Berikut ini diuraian tata cara membentuk daerah otonom baru bagi
beberapa kecamatan yang akan membentuk sebuah kabupaten/kota. Adapun
langkah-langnya termuat dalam Pasal 17 – Pasal 21, yakni:

1. Sebagian masyarakat setempat memberikan aspirasinya melalui Keputusan


BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk Kelurahan yang
menjadi calon wilayah daerah kota/kabupaten (Baca juga : Cara
Mengemukakan Pendapat)

2. Persetujuan atau penolakan hasil aspirasi oleh DPRD melalui surat


Keputusan DPRD dan oleh bupati/walikota dalam bentuk keputusan
bupati/walikota (Baca juga : Tugas dan Fungsi DPRD)

3. Setelah disetujui maka masing-masing bupati/walikota menyampaikan


usulan kepada gubernur terkait pembentukan kota/kabupaten tersebut di
atas dengan melampirkan data calon kabupaten/kota meliputi:

 Dokumen aspirasi masyarakat

 Hasil kajian daerah

 Peta wilayah

 Surat keputusan DPRD dan bupati/walikota

16
4. Setelah itu gubernur melakukan persetujuan atau penolakan terhadap
usulan bupati/walikota. Jika setuju maka gubernur menyampaikan usulan
tersebut kepada DPRD provinsi untuk mendapatkan persetujuan. Gubernur
juga menyampaikan usulan tersebut kepada presiden melaui menteri
dengan melampirkan data calon kota/kabupaten, meliputi:

 Dokumen aspirasi masyarakat

 Hasil kajian daerah

 Peta wilayah

 Keputusan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota

 Keputusan DPRD provinsi

5. Menteri membentuk tim dan melakukan penelitian bersamanya terhadap


usulan gubernur. Dari hasil penelitian tersebut maka menteri
menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah kepada DPOD
dan meminta tanggapan tertulis para anggota DPOD dalam sidang DPOD.

6. DPOD melakukan klarifikasi dan penelitian kembali terhadap calon


kabupten/kota, setelah itu memberikan saran dan pertimbangan kepada
presiden terkait usulan pembentukan daerah tersebut (Baca juga: Unsur-
Unsur Terbentuknya Negara)

7. Menteri menyampaikan usulan kepada presiden berdasarkan saran dan


pertimbangan yang didapatkan dari DPOD

8. Jika presiden menyetujui pembentukan tersebut maka menteri menyiapkan


RUU (Rancangan Undang-Undang) tentang pembentukan daerah

9. Setelah UU disahkan maka dilakukanlah pelantikan pejabat kepala daerah

10. Peresmian daerah dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak


disahkannya UU tentang pembentukan daerah.

d. Faktor Pendorong Terbentuknya Daerah Otonom Baru

Menurut Prasojo terdapat 4 (empat) faktor yang dapatmendorong suatu daerah


untuk melakukan pemekaran dan membentuk daerah otonom baru. Adapun
diantaranya seperti diuraikan di bawah ini:

 Aliran Dana Pemerintah – Sebagai sarana bagi daerah agar alokasi dana
dari pemerintah pusat mengalir langsung untuk daerah otonom. Hal ini
dikarenakan selama ini insentif dana alokasi umum maupun dana

17
perimbangan lainnya banyak yang mengalir kepada DBO (Daerah Otonom
Baru) (Baca juga : Fungsi APBN)

 Kader Politik Baru – Dilihat dari sisi politik, pemekaran ini dilakukan
agar terpilihnya kader partai politik di daerah baru. Dengan demikian
mereka mendapatkan posisi di berbagai lembaga pemerintahan daerah
maupun lembaga perwakilan (Baca juga : Fungsi Partai Politik)

 Alat Kampanye – Janji pemekaran juga dijadikan sebagai sarana untuk


berkampanye bagi para kader politik dimana cara seperti ini dipandang
sangat efektif untuk meningkatkan jumlah pendukung menjelang pemilu
(Baca juga : Sistem Pemilu di Indonesia)

 Kemakmuran Rakyat – Pemekaran merupakan jalan yang sangat efektif


untuk meningkatkan pelayanan masyarakat sehingga tercapainya tujuan
bersama demi kemakmuran rakyat. (Baca juga : Syarat Masyarakat
Madani)

Berdeda dengan Prasojo, Syafrizal memiliki pandangan tersendiri alasan suatu


daerah melakukan pemekaran. Adapun diantaranya seperti berikut ini:

 Agama – Perbedaan agama di suatu wilayah dapat mendorong


terbentuknya DOB. Misalnya saja di suatu daerah terdapat 2 (dua)
mayoritas penduduk, di daerah sebelah utara mayoritas penduduknya
beragama A sedangkan di daerah bagian selatan mayoritas penduduknya
beragama B. Pemekaran dapat terjadi jika toleransi antar umat bergama
keduanya tidak kuat.

 Etnis dan Budaya – Tidak hanya agama, perbedaan etnis dan budaya juga
dapat mempengaruhi pemekaran suatu daerah. Budaya suku A belum tentu
dapat diterima oleh budaya suku B, begitu juga sebaliknya budaya suku B
belum tentu dapat diterima oleh budaya suku A. (Baca juga : Fungsi
Kebudayaan bagi Masyarakat)

 Ketimpangan Ekonomi – Pembangunan yang tidak merata dapat


menyebabkan ketimpangan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ekonomi
antar daerah ini juga dapat menyebabkan terjadinya pemekaran. Proses
pemekaran dengan alasan tersebut bertujuan agar pembangunan terjadi
secara lebih merata. (Baca juga : Dampak Globalisasi)

 Luas Daerah – Luas dan kondisi wilayah juga dapat menyebabkan


pembangunan yang tidak merata sehingga menyebabkan pula terjadinya
pemekaran suatu daerah.

e. Hak dan Kewajiban Daerah Otonom

18
Hak Daerah otonom

• mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;

• memilih pimpinan daerah;

• mengelola aparatur daerah;

• mengelola kekayaan daerah;

• memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

• mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya yang berada di daerah;

• mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan

• mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Daerah Otonomi

• melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional,


serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

• meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

• mengembangkan kehidupan demokrasi;

• mewujudkan keadilan dan pemerataan;

• meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

• menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

• menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;

•mengembangkan sistem jaminan sosial;

• menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;

• mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

• melestarikan lingkungan hidup;

• mengelola administrasi kependudukan;

19
• melestarikan nilai sosial budaya;

• membentuk dan menerapkan peraturan perundangundangan sesuai dengan


kewenangannya; dan

• kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

10. Sistem Otonomi daerah di indonesia

a. Dasar hukum
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18
Ayat 1 - 7, Pasal 18A ayat 1 dan 2 , Pasal 18B ayat 1 dan 2.
 Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan
keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
 Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan
dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
 UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi UU No.32
Tahun 2004

Pertimbangan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada pemerintahan


yang paling dekat dengan masyarakat atau penyelenggaraan pemerintahan di
tingkat bawah adalah sebagai berikut :

 Dimensi politik, yaitu secara politis kabupaten / kota dan


penyelenggaraan pemerintahan di bawahnya tidak terlalu mempunyai
fanatisme kedaerahan, seperti yang sangat terasa di tingkat pemerintahan
yang lebih tinggi.  Sehingga pelaksanaan kebijakan lebih lancar karena
munculnya gerakan separatis akan menjadi minim dengan pendekatan
langsung kepada masyarakat di dalamnya.

 Dimensi administratif, yaitu penyelenggaraan dan pelayanan kepada


masyarakat menjadi lebih efektif.  Di mana setiap pelayanan tidak
membutuhkan birokrasi yang panjang karena hanya sampai sebatas
kabupaten / kota.  Pemerintah kabupaten / kota yang akan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan administratif kepada

20
pemerintahan di atasnya.
Kabupaten / kota dapat dijadikan ujung tombak yang dapat menerima
segala masukan dan aspirasi dari masyarakat melalui pemerintahan di
bawahnya, sehingga kabupaten / kota ini lebih tahu kebutuhan dan sumber
daya / potensi wilayahnya.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka


memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan
oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing.

Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22


Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3839). Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah[2] sehingga
digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437). Selanjutnya,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga saat
ini telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir kali dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844).

Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk
membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi
hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan
dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah
bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja
dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.[3]

Pelaksanaan Otonomi Daerah pada Masa Orde Baru[sunting | sunting sumber]


Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan
nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk
mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa
pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai
panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh
birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh
pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang
sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat.

21
Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi
inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
[4]
 Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut
Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah
tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem
hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:

1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau


Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
[6]

2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala


Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-
pejabat di daerah;[7] dan
3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam
melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah
Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah
tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada
yang menugaskannya.[8]
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Provinsi) maupun Dati
II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5
(lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan
Menteri Dalam Negeri,[9] untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya,[10] dengan hak, wewenang
dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban
memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya,
atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili
Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.[11]
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang
dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan
pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan
perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan),[12] dan
kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan
PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara
konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan
dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah

22
dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk
melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan
kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan
rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.[13]
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU
No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam praktiknya yang
terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam
perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena
paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah
ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.

Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru[sunting | sunting sumber]


Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi
dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses
pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis).
Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus
menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan
pada beberapa pilihan yaitu[3]:

1. melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti


mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada
daerah;
2. pembentukan negara federal; atau
3. membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi
yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan
memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai
otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang
sebelumnya antara lain :

1. Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah


lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak,
sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti
penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2. Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama
dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada
daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung
jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah
juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga
memperhatikan keanekaragaman daerah.

23
3. Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi
daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya
pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas
mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan
Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini
otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih
dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan
sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota.
4. Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, di mana semua
kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam,
peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu
diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5. Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk
dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat.
Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat,
diganti menjadi daerah provinsi dengan kedudukan sebagai daerah
otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja
Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang
didelegasikan kepadanya.
6. Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau
otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai
peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi
perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat
diselenggarakan di daerah provinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan
mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan
pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang
ditetapkan oleh pemerintah.
7. Wilayah Provinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara
lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang
berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut provinsi.[14]
8. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah
lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai
fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih
dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah
administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan
DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10.Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi
daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan
pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi
daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat
dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan
undang-undang.

24
11.Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan
dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh
DPRD.
12.Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama,
standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13.Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada
provinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada provinsi
adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni
serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau
diselenggarakan dengan pola kerja sama antar Kabupaten atau Kota.
Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum,
kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu
lainnya dalam skala provinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum
mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14.Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan
dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern
oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerja sama antar
daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki
kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah,
Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis
Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha
milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya
diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu
Bupati/Wali Kota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep
dihapus.
15.Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD
dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban
Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.

25
BAB III

KAJIAN KASUS

A. Korupsi Merajalela Di Daerah

Dalam 5 tahun terakhir, 300 lebih kepala daerah tersangkut hukum karena
kasus korupsi. Untuk tahun 2016, KPK sudah menetapkan 10 kepala daerah
mulai dari bupati hingga gubernur sebagai tersangka. Dalam kasus yang
melibatkan kepala daerah, sangat berpengaruh terhadap sistem otonomi
daerah, yang mengakibatkan terhambatnya pencapaian daerah otonomi yang
sesuai dengan harapan bangsa indonesia.

Berikut dampak yang terjadi akibat korupsi:

a. Dibidang ekonomi

1. Lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi..


2. Penurunan produktifitas.
3. Rendahnya kualitas barang dan jasa bagi publik.
4. Menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak.
5. Meningkatkan hutang negara.

b. Dampak sosial dan kemiskinan masyarakat

1. Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik.


2. Pengentasan kemiskinan berjalan lambat.
3. Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin.
4. Meningkatnya angka kriminalistas.

c. Runtuhnya otoritas pemerintahan

1. Matinya etika sosial.


2. Tidak efektifnya peraturan dan perudang-undangan.
3. Birokrasi tidak efisien.

d. Dampak terhadap politik dan demokrasi

1. Munculnya kepemimpinan korup.


2. Hilangnya kepercayaan publik pada demokrasi.
3. Menguatnya plutokrasi.
4. Hancurnya kedaulatan rakyat.

26
e. Dampak terhadap penegak hukum

1. Fungsi pemerintahan mandul.


2. Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga negara.

f. . Dampak terhadap pertahanan dan keamanan.


1. Kerawanan hankamnas karena lemahnya alusista dan SDM.
2. Lemahnya garis batas negara.
3. Menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat.

g. Dampak kerusakan lingkungan.

1. Menurunnya kualitas lingkungan.


2. Menurunnya kualitas hidup.

B. Analisis solusi kasus

Berikut analisis solusi untuk kasus tersebut:

1. Memperketat pengawasan proses berlangsungnya otonomi daerah terhadap


daerah otonom.
2. Memberikan sanksi hukuman yang berat bagi pihak yang melakuka
penyelewengan pada daerah otonom
3. Adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan partisipasi pengawasan dan
pemberantasan korupsi
4. Mengutamakan kepentingan nasional. Para koruptor lebih mengutamakan
kepentingan keluarganya bahkan hanya mendapatkan keuntungan sendiri,
tanpa melihat masyarakat yang meronta-ronta meminta kesejahteraan hidup.
5. Penegak hukum harus berani memberikan sanksi terberat bagi pelaku korupsi.
Penegak hukum tidak bertindak memihak hanya untuk kepentingan politik.
6. Larangan menerima suap dari tersangka koruptor, dimana penegak hukum juga
diberi sanksi apabila berani untuk menerima suap.

27
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan Dan Saran


Otonomi daerah adalah hak, wewenang, fungsi, dan kewajiban pemerintah
daerah untuk mengatur wilayahnya sendiri sesuai dengan sumberdaya yang
dimiliki daerah tersebut dan untuk kepentingan masyarakatnya sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah tidak hanya
berarti mengatur penyelenggaraan negara di daerah, tetapi juga membuat daerah
lebih mandiri, demoktratis, dan mendekatkan pemerintah dengan rakyat.
Otonomi daerah merupakan suatu sistem pemerintahan daerah yang
mempunyai hak dan wewenang serta fungsi untuk mengelola suatu daerah,
berdasarkan undang undang yang berlaku dengan mengatur wilayahnya sendiri
untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dalam praktik otonomi daerah, di
indonesia masih ada beberapa yang tidak sesuai akibat dari pejabat daerah yang
tidak bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan daerah otonom yang baik dan maju, maka seharusnya
sesuai dengan prinsip- prinsip serta nilai nilai dan dasar hukum yang telah ada
ditentukan. Selain hal tersebut kita sebagai masyarakat juga harus berperan aktif
dalam pengawasan dan berpartisipasi dalam pelaksanaan otonomi daerah.

28
DAFTAR PUSTAKA

http://news.liputan6.com/read/3110149/7-kepala-daerah-tersangka-korupsi-2017
https://www.kompasiana.com/setiayuanggraini/dampak-korupsi-di-berbagai-
bidang_581c5ebd307a61b1711ac4c3
https://nayyanrises.wordpress.com/2013/01/11/korupsi-di-indonesia-masalah-dan-
solusinya/
https://www.youtube.com/watch?v=qmb0BFle7v8
https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://www.markijar.com/2016/07/otonomi-daerah-lengkap-pengertian-dasar.html
http://woocara.blogspot.co.id/2015/10/pengertian-otonomi-daerah-dasar-hukum-
prinsip-asas-dan-tujuan-otonomi-daerah.html

29

Anda mungkin juga menyukai