Mengingat: 1.Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu
2. Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 14
3. Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 15
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 / MENKES / PER / VIII / 2011 Tentang Keselamatan Pasien Ru
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/ Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 251/MENKES/SK/VII/2012 tentang Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit ;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BAUBAU
Pertama:Budaya keselamatan pasien seperti yang tertera dalam lampiran surat keputusan ini;
Kedua:Keputusan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya apabila d
BAB I
DEFINISI
A. Definisi
Budaya keselamatan dapat diartikan sebagai berikut : "Budaya keselamatan di rumah sakit adalah sebuah lingkungan yang ko
Menurut Bleggen (2006) budaya keselamatan pasien adalah persepsi yang dibagikan diantara anggota organisasi ditujukan un
Menurut Flemming (2006) budaya keselamatan pasien merupakan suatu yang penting karena membangun budaya keselamat
Budaya keselamatan memiliki 4 pengertian utama:
1. Kesadaran (awareness) yang aktif dan konstan tentang potensi terjadinya kesalahan,
2. Terbuka dan adil,
3. Pendekatan sistem,
4. Pembelanjaran dari pelaporan insiden.
BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup budaya keselamatan pasien adalah seluruh unit kerja di rumah sakit . Masing masing unit kerja memiliki budaya
Memiliki budaya keselamatan akan mendorong terciptanya lingkungan yang mempertimbangkan semua komponen sebagai fa
Semua insiden patient safety mempunyai empat komponen dasar. Tiap komponen merupakan pendekatan sistem (NPSA,2004
a. Kegagalan Aktif (Active failures): Ini adalah tindakan yang sering disebut sebagai 'tindakan yang tidak safe' (unsafe acts). Tin
b. Kondisi laten (Latent system conditions): Sistem yang kurang tertata yang menjadi predisposisi terjadinya error, misalnya:SO
c. Pelanggaran (Violation): Ini terjadi ketika individual dan grup dengan sengaja tidak mengikuti prosedur atau memilih untuk
d. Faktor-faktor yang memberi kontribusi (Contributory factors) terjadinya insiden adalah:
1. Pasien: Pasien bisa menjadi faktor yang memberi kontribusi terjadinya insiden seperti umur atau perbedaan bahasa.
2. Individual: Faktor individual termasuk faktor psikologis, faktor kenyamanan, dan hubungan kerja.
3. Komunikasi (Communication): Komunikasi termasuk komunikasi tertulis, verbal dan nonverbal. Komuikasi bisa mengkontrib
4. Tim dan faktor sosial, yang termasuk dalam faktor-faktor ini adalah: komunikasi dalam satu tim; gaya kepemimpinan; strukt
5. Pendidikan dan pelatihan: Ketersediaan dan kualitas pelatihan untuk staff sangat berpengaruh pada kemampuan staff mela
6. Peralatan dan sumber daya (Equipment and resources), yang termasuk pada faktor peralatan adalah apakah peralatan terse
7. Faktor lingkungan (environment factors) dan kondisi kerja (Working conditions): hal ini mempengaruhi kemampuan staff un
8. Waktu (Timing): Faktor waktu ini adalah kombinasi antara faktor penyebab dengan kegagalan pada system (pencegahan ata
9. Konsekuensi (Consequences): Ini adalah akibat atau dampak dari insiden yang bisa terjadi, yaitu: level rendah (low), level m
10. Faktor yang mengurangi akibat insiden (Mitigating factors):Beberapa faktor, baik kejadian yang merupakan kesempatan at
BAB III
TATA LAKSANA
Pelaporan budaya keselamatan pasien dilaporkan berdasarkan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap dengan menggunakan
LAMPIRAN
KUESIONER SURVEI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
Nama :
Ruang/Unit :
A. Bagian Unit/Ruangan
Silahkan
11 nyatakan kesetujuan atau tidak kesetujuan anda terhadap pernyataan-pernyataan ini dengan member tanda ceklis (v
Bila
18 suatu area di unit ini sibuk, maka perawat diarea lain akan membantu.
Prosedur dan system kami sudah baik dalam mencegah terjadinya kesalahan/error (KTD atau KNC)
B. Bagian Terkait Atasan/Manajer Anda
Silahkan
3 nyatakan kesetujuan atau tidak kesetujuan anda terhadap pernyataan-pernyataan ini dengan member tanda ceklis (v
Bila
4 beban kerja tinggi, maka atasan kami meminta kami bekerja dengan lebih cepat walaupun harus mengambil jalan pintas.
Atasan saya gagal mengantisipasi masalah keselamatan pasien (KTD maupun KNC) yang telah terjadi berulang-ulang
C. Bagian Terkait Komunikasi
Seberapa
6 sering kejadian dibawah ini terjadi di area kerja/unit kerja anda?
Kami merasa takut untuk bertanya ketika mengetahui ada yang tidak beres dalam pelayanan pasien.
D. Bagian Terkait Frekuensi Pelaporan Kejadian
Di area kerja/unit kerja anda ketika kesalahan-kesalahan dibawah ini terjadi seberapa sering dilaporkan?
E. Bagian Terkait Rumah Sakit
Silahkan
11 nyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan anda untuk pernyataan-pernyataan sesuai dengan kondisi anda?
Pergantian shift di RS menyebabkan masalah bagi pasien di RS ini
Terimakasih atas kesedian bapak/ibu untuk mengeisi kuesioner. Mohon untuk periksa kembali jawaban dan pastikan sudah le
ukan oleh sistem pelayanan yang ada, tetapi juga perilaku pemberi pelayanan yang mencerminkan budaya keselamatan pasien ;
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.
ra Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) ;
esia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
esia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072 ) ;
ng Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
mal Rumah Sakit.
ien Rumah Sakit ;
aimana mestinya apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini.
ebuah lingkungan yang kolaboratif di mana staf klinis memperlakukan satu sama lain dengan hormat, dengan melibatkan dan memberday
ota organisasi ditujukan untuk melindungi pasien dari kesalahan tata laksana maupun cidera akibat intervensi. Persepsi ini meliputi kumpu
bangun budaya keselamatan pasien merupakan suata cara untuk membangun program keselamatan pasien secara keseluruhan, karena ap
unit kerja memiliki budaya keselamatan pasien yang berbeda baik pada input , proses , output atau outcome .
mua komponen sebagai faktor yang ikut berkontribusi terhadap insiden yang terjadi. Hal ini menghindari kecenderungan untuk menyalah
dekatan sistem (NPSA,2004): Faktor Penyebab (Causal factors): Faktor ini berperan penting dalam setiap insiden. Menghilangkan factor ini
dak safe' (unsafe acts). Tindakan ini dilakukan oleh petugas kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien. Kegagalan aktif ini term
rjadinya error, misalnya:SOP tidak jelas; tata ruang yang tidak jelas; termometer yang hanya punya satu untuk banyak pasien
sedur atau memilih untuk tidak mengikuti prosedur yang baku karena alasan tertentu,termasuk: kemungkinan tidak mengetahui SOP; situ
perbedaan bahasa.
omuikasi bisa mengkontribusi terjadinya insiden jika komunikasi tidak efektif, tidak adekuat, membingungkan atau komunikasi terlambat. F
aya kepemimpinan; struktur hierarki tradisional; kurang menghargai anggota senior dalam tim dan persepsi staf terhadap tugas/tanggung
da kemampuan staff melakukan pekerjaannya atau untuk merespon pada situasi darurat/emergency.
lah apakah peralatan tersebut sesuai dengan kebutuhannya; apakah staf mengetahui cara menggunakan alat tersebut; dimana menyimpa
aruhi kemampuan staff untuk bekerja, termasuk gangguan dan interupsi dalam bekerja seperti: suhu ruangan yang tidak menyenangkan; p
da system (pencegahan atau control) yang merupakan penyebab insiden terjadi.
evel rendah (low), level menengah (moderate), level parah (severe) dan kematian(death).
merupakan kesempatan ataukeberuntungan, kemungkinan mempunyai faktor yang bisa mengurangi akibat insiden yang lebih serius. Sang
kit sebagai organisasi pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan keselamatan pasien dengan mengusahakan terwujudnya budaya
rkan oleh AHRQ (American Hoaspital Research and Quality)pada bulan November, 2004, didesain untuk mengukur opini staf rumah sakit m
ujian bagi staf yang melaksanakan prosedur keselamatan pasien, dan tidak terlalu membesar-besarkan
menghukum baik kepada pelapor maupun individu lain yang terlibat dalam insiden. Budaya keselamatan pasien untuk tidak menghukum sa
tnya tuntutan medikolegal. Agar sistem pelaporan dapat berjalan dengan baik, maka organisasi kesehatan perlu menjamin kerahasiaan pe
an satu kesatuan yang tidak dapat dipisahpisahkan. Sistem pelaporan yang bersifat independen diartikan bahwa sisten pelaporan tersebut
u dapat menjawab persoalan yang sebenarnya. Untuk menjadikan rekomendasi yang bersifat kredibel maka peran tim ahli sangat dominan
a piha terkait tidak kehilangan momentum. Apabil bahaya serius telah dapat diidentifikasi maka informasi umpan balik harus segera diberik
tem sehingga suatu laporan baik yang bersifat retrospektif atau prospektif (kondisi yang membahayakan) dapat digunakan sebagai pintu m
amatan pasien rumah sakit, serta survey budaya kesalamatan dan pengukuran data. Berdasarkan pengukuran, apakah rumah sakit siap? Ji
g pelaksanaan intervensi. Intervensi termasuk uji coba dan kemudian dilanjutkan ke tahap ke-3
canaan (dengan survey ulang), dan pengembangan berkelanjutan. Pengembangan perkelanjutan termasuk pelatihan kembali untuk mewu
nimbulkan kesalahan
n mengambil tindakan perbaikan
ganan adil bagi staf bila insiden terjadi
gkan dengan sederahana ke staf yang terlibat. Semua insiden berkaitan juga dengan sistem tempat orang itu bekerja
af, melainkan juga semua orang yang bekerja di RS serta pasien dan keluarganya. Tanyakan apa yang bias mereka bantu untuk meningkatk
an member tanda ceklis (v) pada pendapat yang sesuai dengan keadaan anda mengenai atasan/manajer anda atau kepada siapapun anda
s mengambil jalan pintas.
i berulang-ulang
an kondisi anda?
cenderungan untuk menyalahkan individu dan lebih melihat kepada sistem di mana individu tersebut bekerja.
den. Menghilangkan factor ini dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan terulangnya kejadian yang sama. Faktor penyebab dapat d
pasien. Kegagalan aktif ini termasuk kekhilafan, kesalahan atau pelanggaran prosedur,guideline atau kebijakan, stress, training yang tidak a
uk banyak pasien
an tidak mengetahui SOP; situasi tertentu yang mengakibatkan penyimpangan dari SOP/kebijakan yang ada; karena kebiasaan; SOP/kebija
n atau komunikasi terlambat. Faktor-faktorini berkaitan antar individual, dalam atau antar organisasi.
staf terhadap tugas/tanggung jawab.
nsiden yang lebih serius. Sangat penting jika faktor-faktor ini dijabarkan pada saat investigasi sehingga factor tersebut bisa mendukung pr
sahakan terwujudnya budaya keselamatan. Dalam membangun budaya keselamatan, sangat penting bagi rumah sakit untuk mengukur pe
gukur opini staf rumah sakit mengenai isue keselamatan pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Survey ini terdiri atas 42 item yang
en untuk tidak menghukum sangat bertentangan dengan tradisi lama yang menekankan pada "siapa yang salah". Petugas/karyawan tidak
erlu menjamin kerahasiaan pelapor. Menjaga kerahasiaan dalam sistem pelaporan akan meningkatkan secara signifikan partisipasi dalam
hwa sisten pelaporan tersebut dibebaskan dari otoritas yang memiliki pengaruh untuk menghukum individu atau organisasi yang melapork
apat digunakan sebagai pintu masuk menuju proses investigasi dan analisis kelemahan sistem. Siste pelaporan yang baik diharapkan dapat
n, apakah rumah sakit siap? Jika belum, menuju pengembangan iklim keselamatan dan kembali ke survey budaya awal. Jika assesmen aw
pelatihan kembali untuk mewujudkan perubahan menuju budaya keselamatan yang lebih baik.
karena kebiasaan; SOP/kebijakan tidak ditemukan pada saat pekerjaan akan dilakukan; prosedur yang dilakukan secara berlebihan tapi tid
lah". Petugas/karyawan tidak akan melapor apabila mereka takut terhadap sanksi /hukuman.
ra signifikan partisipasi dalam pelaporan. Selain karena faktor takut akan sanksi dan hukuman, masalah konfidensial juga menjadi pengham
an yang baik diharapkan dapat menangkap kesalahan, near miss, kerugian, malfungsi alat dan teknologi dan kondisi lingkungan yang mem
ukan secara berlebihan tapi tidak dituliskan pada prosedur yang berlaku.
Pengukuran pertama sangat penting sebagai data dasar yang akan dipergunakan sebagai acuan penyusunan program.
eban. Institusi atau organisasi berusaha untuk menekan atau membatasi informasi serta berfokus pada budaya saling menyalahkan. Organ
kondisi lingkungan yang membahayakan. Melalui analisa secara sistem maka rekomendasi yang diberikan oleh para ahli dapat digunakan
yang diperlukan budaya organisasi yang diperlukan dalam institusi kesehatan
insiden karena kepercayaan bahwa manajemen akan memberikan support dan penghargaan terhadap pelaporan insiden dan tindakan di
aya saling menyalahkan. Organisasi pada level reaktif sudah mempunyai system keselamatan pasien secara terbatas, organisasi memangda
eh para ahli dapat digunakan sebagai bentuk strategi general dalam rangka memperbaiki mutu dan keselamatan pasien.
poran insiden dan tindakan disiplin diambil berdasarkan akibat dari resiko (risk taking), merupakan pelaksanaan budaya adil. Kerelaan kary
erbatas, organisasi memangdang bahwa keselamatan pasien sebagai hal yang penting namun aktivitas yang dilakukan hanya bersifat reak
atan pasien.
aan budaya adil. Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena atasan bersikap tenang ketika informasi disampaikan sebagai bentu
dilakukan hanya bersifat reaktif kala terjadi cedera medis. Organisasi yang berada pada level kalkulatif cenderung terikat pada aturan, pos
asi disampaikan sebagai bentuk penghargaan terhadap pengetahuan petugas, merupakan pelaksanaan budaya fleksibel. Terpenting, kerel
erung terikat pada aturan, posisi dan otoritas departemen. Pendekatan sistematik sudah dimiliki, tetapi penerapan program keselamatan
ya fleksibel. Terpenting, kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa organisasi akan melakukan analisa info
erapan program keselamatan masih terbatas di lingkup cedera medis yang sering terjadi. Organisasi di level proaktif sudah memiliki sistem
si akan melakukan analisa informasi insiden untuk kemudian dilakukan perbaikan sistem, merupakan pelaksanaan budaya pembelanjaran.
proaktif sudah memiliki sistem yang tertata baik dan kegiatannya difokuskan pada upaya untuk mencegah dan mengantisipasi cedera dala
anaan budaya pembelanjaran. Interaksi antara keempat komponen tersebut akan mewujudkan budaya keselamatan yang kuat.
an mengantisipasi cedera dalam skala yang lebih luas dan sudah melibatkan stakeholder. Pada tataran organisasi yang generatif, yang me
lamatan yang kuat.
nisasi yang generatif, yang merupakan level tertinggi dalam budaya keselamatan pasien, sistem terus dipelihara dan diperbaiki dan menjad
ara dan diperbaiki dan menjadi bagian dari misi organisasi. Organisasi secara aktif mengevaluasi efektivitas intervensi yang telah dikemban
ntervensi yang telah dikembangkan dan terus belajar dari kegagalan dan kesuksesan.