PERTEMUAN KE-6
A. Dasar Teori
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap.
Jika dikocok perlahan – lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat mengandung zat
tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar
sediaan mudah dikocok dan dituang (Depkes RI, 1979 : 32).
a. Memungkinkan formulasi sediaan cair yang mengandung zat aktif dengan kadar yang cukup
besar dengan volume yang dapat diterima.
b. Dibandingkan sediaan larutan berair, sediaan suspensi lebih resisten terhadap hidrolisis
maupun proses oksidasi.
c. Suspensi dapat diformulasikan untuk menutup rasa obat yang tidak enak (taste masking)
(Wikantyasing et All, 2021).
a. Keseragaman dan keakuratan dosis suspensi kurang jika dibandingkan sediaan tablet, kapsul
atau larutan.
b. Adanya sedimentasi dan kompaksi dari sedimen (caking) merupakan masalah suspensi yang
tidak mudah di atasi.
Komponen formulasi dapat ditambahkan untuk mempertahankan partikel padat dalam keadaan
terdispersi. Komponen ini terdiri:
a. Fase internal, yaitu wetting agent (pembasah), dispersan atau agen pendeflokulasi, agen
pemflokulasi, dan zat pengental.
b. Fase eksternal, yaitu fase pembawa, termasuk di dalamnya adalah zat pengatur pH dan dapar,
agen osmotic, zat pewarna/penambah rasa, pengawet, dan cairan pembawa
a. Zat aktif. Suspensi secara oral dapat mengandung berbagai senyawa aktif (misalnya antibiotik,
antasida, atau agen radiopaque) yang penting secara komersial. Kandungan bahan padat dapat
bervariasi.
b. Bahan pembawa cair. Bahan pembawa dapat berupa sirup, larutan sorbitol, atau air yang
dikentalkan dengan gum dengan penambahan pemanis buatan. Rasa dan konsistensi saat di
mulut merupakan hal yang penting dalam pertimbangan formulasi suspensi
b. Suspensi yang harus direkonstitusi dengan air sebelum penggunaanya. Beberapa bat antibiotik
tidak stabil dengan adanya air sebagai pembawa, dan oleh karena itu dibuat dalam bentuk
campuran serbuk atau granul kering yang direkonstitusi pada sat dispensing
a. Suspensi oral, yaitu jenis suspensi yang ditujukan untuk penggunaan secara oral, berupa
sediaan cair yang mengandung bahan padat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa cair
dan bahan-bahan lain yang sesuai.
b. Suspensi topikal, biasanya dikenal sebagai 'Lotio', yaitu sediaan suspensi yang ditujukan untuk
penggunaan secara topikal.
c. Suspensi tetes telinga, ditujukan untuk penggunaan pada telinga di bagian luar.
e. Suspensi parenteral, biasanya mengandung konsentrasi fase dispers padat dalam jumlah
rendah, antara 0,5-5%, dengan pengecualian pada suspensi amoksisilin
Sebagai supending agent dapat digunakan gom arab dengan kadar 2% dari volume total sediaan.
Dibuat mucilago dengan penambahan air dengan bobot 1,5 kalinya (Wikantyasning et All, 2021).
Biasanya digunakan Pulvis Gummosus untuk menaikkan viskositas cairan karena bila tidak, zat
yang tidak larut akan cepat mengendap. Banyaknya zat pengental tidak tergantung pada banyaknya
serbuk, tetapi tergantung dari besarnya cairan.
1. Untuk obat berkhasiat keras disuspensi dengan Pulvis Gummosus sebanyak 2% dari jumlah
cairan obat minum.
2. Untuk obat tidak berkhasiat keras disuspensi dengan Pulvis Gummosus sebanyak 1% dari
jumlah cairan obat minum (Anief, 2015).
Dasar Teori
Nilai Nilai Maks
13 15
B. Resep
C12H12N203 asam5-etil-5
Luminal fenilbarbiturat Penobarbital Hipnotikum (obat Zat Aktif
mengandung tidak kurang dari tidur), sedativum
98,0 % dan tidak lebih dari (obat penenang).
101,0 % C12H1 2N20g
dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan. Pemerian
halbur atau serbuk hablur;
putih tidak berbau; rasa agak
pahit. Kelarutan Sangat sukar
larut dalam air; larut dalam
etanol (95 %) P, dalam eter P,
dalam larutan alkali hidroksida
dan dalam larutan alkali
karbonat (Depkes RI, 1979)
Pembuatan Larutkan 65
Syr simplex bagian Sakarosa dalam larutan Zat tambahan Corrigen saporis
Metil Paraben 0,23% b/r (memperbaiki
pecukupaya hingga diperoleh rasa)
100 bagian sirop. Pemerian
Cairan jernih, tidak berwarna
(Depkes RI, 1979).
20 20
D. Perhitungan Dosis
Hitung BJ Syirup
30 gram
BJ syirup = x 100% = 18,75% 18,75% > 16,67 maka BJnya adalah 1,3 g/ml
160 gram
160 g
V= = 123,08 ml
1,3 g /ml
123,08 ml
PM 1 sendok = = 8,2 sendok makan
15 ml
1. Acetaminiphenum (Parasetamol)
DM ≠
b. Dosis Lazim untuk anak di atas 10 tahun (Depkes RI, 1979; 920)
Sekali = 250mg
Sehari = 1g = 1000mg
Maka :
2500 mg
Sekali = = 304,88 mg / sendok makan
8,2
PMR mendekati dan tidak melebihi dosis maksimal, tetapi melibihi Dosis Lazim, maka
resep boleh diberikan (TOD). Akan tetapi, lebih baik diturunkan sesuai dengan dosis lazim
yaitu 250mg.
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 8 of 5
Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I
2. Luminal
Sekali = 300mg
Sehari = 600mg
10
Sekali = x 300mg = 150mg
20
10
Sehari = x 600mg = 300mg
20
Maka :
120 mg
Sekali = = 14,63 mg / sendok makan
8,2
PMR mendekati dan tidak melebihi Dosis Lazim, maka resep boleh diberikan (TOD).
Perhitungan Dosis
Nilai Nilai Maks
22 25
E. Cara Kerja
Cara Kerja
Nilai Nilai Maks
12 15
F. Penimbangan Bahan
1. Paracetamol
Berdasarkan resep sebanyak = 2,5 g = 2500mg
Sebaiknya diusulkan untuk penurunan dosis karena dosis terlalu tinggi, dengan perhitungan:
250mg x 8,2 sendok = 2050mg ~ 2,05g
2. Luminal
Berdasarkan resep sebanyak = 0,12g = 120 mg
4. Sirup Simplex
30 g
- Gula = x 64g = 19,2g
100 g
30 g
- Air = x 36g = 10,8g
100 g
5. Aquadest
Aqua = 160 g - ( 2,5 + 0,12 + 3,2 + 22,4 + 30 ) g = 160 g – 58,22g = 101,78 g ~ 101,78 mL
Penimbangan Bahan
Nilai Nilai Maks
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 11 of
Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I
7 10
G. Etiket
*
KOCOK DAHULU
Etiket
Nilai Nilai Maks
40
H. Copy Resep
Copy Resep
Nilai Nilai Maks
40
I. Pustaka
Anief, Moh. 2015. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.
Wikantyasing et Al. 2021. Farmasetika Dasar. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Pustaka
Nilai Nilai Maks
10
J. LAMPIRAN