Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

Nama Mahasiswa : Aintan Rahmadhani ACC DOSEN /ASISTEN


NIM : K100210181 Diskusi Kerja Hasil
Kelas Praktikum : I
Nilai 89
Hari, tanggal praktikum : Senin, 12 Desember 2021
Nomor resep : 1
Korektor
Bentuk Sediaan : Suspensi

PERTEMUAN KE-6
A. Dasar Teori

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap.
Jika dikocok perlahan – lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat mengandung zat
tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar
sediaan mudah dikocok dan dituang (Depkes RI, 1979 : 32).

Sediaan suspensi mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

a. Memungkinkan formulasi sediaan cair yang mengandung zat aktif dengan kadar yang cukup
besar dengan volume yang dapat diterima.

b. Dibandingkan sediaan larutan berair, sediaan suspensi lebih resisten terhadap hidrolisis
maupun proses oksidasi.

c. Suspensi dapat diformulasikan untuk menutup rasa obat yang tidak enak (taste masking)
(Wikantyasing et All, 2021).

Adapun kekurangan sediaan suspensi adalah sebagai berikut:

a. Keseragaman dan keakuratan dosis suspensi kurang jika dibandingkan sediaan tablet, kapsul
atau larutan.

b. Adanya sedimentasi dan kompaksi dari sedimen (caking) merupakan masalah suspensi yang
tidak mudah di atasi.

c. Bentuk sediaan cair relatif lebih bulky dibandingkan sediaan padat

(Wikantyasing et All, 2021).

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 1 of 5


Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

Komponen formulasi dapat ditambahkan untuk mempertahankan partikel padat dalam keadaan
terdispersi. Komponen ini terdiri:

a. Fase internal, yaitu wetting agent (pembasah), dispersan atau agen pendeflokulasi, agen
pemflokulasi, dan zat pengental.

b. Fase eksternal, yaitu fase pembawa, termasuk di dalamnya adalah zat pengatur pH dan dapar,
agen osmotic, zat pewarna/penambah rasa, pengawet, dan cairan pembawa

(Wikantyasing et All, 2021).

Komponen dalam sediaan suspensi antara lain adalah sebagai berikut:

a. Zat aktif. Suspensi secara oral dapat mengandung berbagai senyawa aktif (misalnya antibiotik,
antasida, atau agen radiopaque) yang penting secara komersial. Kandungan bahan padat dapat
bervariasi.

b. Bahan pembawa cair. Bahan pembawa dapat berupa sirup, larutan sorbitol, atau air yang
dikentalkan dengan gum dengan penambahan pemanis buatan. Rasa dan konsistensi saat di
mulut merupakan hal yang penting dalam pertimbangan formulasi suspensi

(Wikantyasing et All, 2021).

Suspensi dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu

a. Suspensi yang siap digunakan,

b. Suspensi yang harus direkonstitusi dengan air sebelum penggunaanya. Beberapa bat antibiotik
tidak stabil dengan adanya air sebagai pembawa, dan oleh karena itu dibuat dalam bentuk
campuran serbuk atau granul kering yang direkonstitusi pada sat dispensing

(Wikantyasing et All, 2021).

Jenis-jenis suspensi adalah sebagai berikut:

a. Suspensi oral, yaitu jenis suspensi yang ditujukan untuk penggunaan secara oral, berupa
sediaan cair yang mengandung bahan padat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa cair
dan bahan-bahan lain yang sesuai.

b. Suspensi topikal, biasanya dikenal sebagai 'Lotio', yaitu sediaan suspensi yang ditujukan untuk
penggunaan secara topikal.

c. Suspensi tetes telinga, ditujukan untuk penggunaan pada telinga di bagian luar.

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 2 of 5


Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

d. Suspensi optalmik, suspensi untuk pengobatan mata.

e. Suspensi parenteral, biasanya mengandung konsentrasi fase dispers padat dalam jumlah
rendah, antara 0,5-5%, dengan pengecualian pada suspensi amoksisilin

(Wikantyasing et All, 2021).

Sebagai supending agent dapat digunakan gom arab dengan kadar 2% dari volume total sediaan.
Dibuat mucilago dengan penambahan air dengan bobot 1,5 kalinya (Wikantyasning et All, 2021).

Biasanya digunakan Pulvis Gummosus untuk menaikkan viskositas cairan karena bila tidak, zat
yang tidak larut akan cepat mengendap. Banyaknya zat pengental tidak tergantung pada banyaknya
serbuk, tetapi tergantung dari besarnya cairan.
1. Untuk obat berkhasiat keras disuspensi dengan Pulvis Gummosus sebanyak 2% dari jumlah
cairan obat minum.
2. Untuk obat tidak berkhasiat keras disuspensi dengan Pulvis Gummosus sebanyak 1% dari
jumlah cairan obat minum (Anief, 2015).

Dasar Teori
Nilai Nilai Maks

13 15

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 3 of 5


Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

B. Resep

Resep dari dokter Resep


Standar

R/ Parasetamol 2,5 Untuk membuat suspending agent Pulvis


Luminal 0,12 Gumosus (Farmacope Nederland; 271) :
Syr simplex 30 Campurlah :
Aqua ad 160 Satu bagian Serbuk Gom arab ........ 1
m.f. pot Satu bagian Serbuk Tragacanth .......1
m.d.S.t.d.d. C I Satu bagian gula ...............................1

Pro : Ahmad Rivai (10th, 28kg)


Untuk membuat Sirupus Simplex
Enam puluh empat bagian gula ..........64
Tiga Puluh enam bagian air ...............36

Resep dan / Resep Standar


Nilai Nilai Maks
15
15

C. Uraian Bahan Dalam Resep

Nama Bahan Pemerian Khasiat Fungsi

Acetaminiphenum Asetaminofen mengandung Analgetikum Zat aktif


(Parasetamol) tidak kurang dari 98,0% dan (pereda nyeri),
tidak lebih dari 101,0% antipiretikum (ani
C8H9NO2, dihitung terhadap demam)
zat yang telah dikeringkan.
Pemerian: Hablur atau serbuk
hablur putih; tidak berbau;
rasa pahit. Kelarutan larut
dalaam 70 bagian air, dalam 7
bagian etanol(95%)P, dalam
13 bagian aseton P, dalam 40
bagian gliserol P dan dalam 9
bagian propileglikol P; Larut
dalam larutan alkali hidroksida
(Depkes RI, 1979).

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 4 of 5


Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

C12H12N203 asam5-etil-5
Luminal fenilbarbiturat Penobarbital Hipnotikum (obat Zat Aktif
mengandung tidak kurang dari tidur), sedativum
98,0 % dan tidak lebih dari (obat penenang).
101,0 % C12H1 2N20g
dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan. Pemerian
halbur atau serbuk hablur;
putih tidak berbau; rasa agak
pahit. Kelarutan Sangat sukar
larut dalam air; larut dalam
etanol (95 %) P, dalam eter P,
dalam larutan alkali hidroksida
dan dalam larutan alkali
karbonat (Depkes RI, 1979)

Pembuatan Larutkan 65
Syr simplex bagian Sakarosa dalam larutan Zat tambahan Corrigen saporis
Metil Paraben 0,23% b/r (memperbaiki
pecukupaya hingga diperoleh rasa)
100 bagian sirop. Pemerian
Cairan jernih, tidak berwarna
(Depkes RI, 1979).

Air suling dibuat dengan


Aqua meryuling air yang dapat Zat tambahan Pelarut
diminum. Pemerian cairan
jernih; tidak berwarna; tidak
berbau; tidak mempunyai rasa
(Depkes RI, 1979)

Serbuk putih, tak berbau


Pulvis Gomosus Kadar abu tidak boleh Zat tambahan Suspending agent
berjumlah lebih dari 2,5%
(Depkes RI, 1979; 271)

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 5 of 5


Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

Gom Aixasia adulah eksudat


gom kering yang diperolen
Gom Arab dari batang dan dahan Acacia Zat tambahan Zat Tambahan
senegat Willd dan beberapa
spesies Acacia lain.Hampir
tidak berbau, rasa tawar
seperti lendir (Depkes
RI,1979).

Tragakan adalah eskudat gom


kering yang diperoleh dengan
Tragacantha penorehan batang Astragalus Zat tambahan Zat tambahan
gummifer Labill dan spesies
Astragalus lain. Pemerian:
Tidak berbau; hampir tidak
berasa. Kelarutan dalam air
agak sukar larut dalam air,
tetapi mengembang menjadi
massa homogen, lengket dan
seperti gelatin (Depkes RI,
1979).

Glukosa mengandung tidak


kurang dari 99% dan tidak
Glukosa lebih dari 101,5 C6H12O6 Kalorigenikum Zat tambahan
dihitung terhadap zat yang (sumber energi)
telah dikeringkan. Pemerian
hablur tidak berwarna, serbuk
hablur atau butiran putih; tidak
berbau; rasa manis. Kelarutan
mudah larut dalam air; sangat
mudah larut dalam air
mendidih; agak sukar larut
dalam etanol (95%) P
mendidih; sukar larut dalam

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 6 of 5


Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

etanol (95%) P (Depkes RI,


1979).

Uraian Bahan dalam Resep


Nilai Nilai Maks

20 20

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 7 of 5


Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

D. Perhitungan Dosis

Hitung BJ Syirup

30 gram
BJ syirup = x 100% = 18,75%  18,75% > 16,67 maka BJnya adalah 1,3 g/ml
160 gram

Volume sirup dalam botol

160 g
V= = 123,08 ml
1,3 g /ml

 volume obat jika ditimbang = 160 g

 volume obat dalam gelas ukur = 123,08 ml

Pemakaian Obat dengan sendok makan:

123,08 ml
PM 1 sendok = = 8,2 sendok makan
15 ml

1. Acetaminiphenum (Parasetamol)

a. Dosis Maksimal (FI ed III)

DM ≠

b. Dosis Lazim untuk anak di atas 10 tahun (Depkes RI, 1979; 920)

Sekali = 250mg

Sehari = 1g = 1000mg

c. Pemakaian Menurut Resep

1xsehari 1 sendok makan

Maka :

2500 mg
Sekali = = 304,88 mg / sendok makan
8,2

Sehari = 304,88 mg / sendok makan x 1 = 304,88 mg / sendok makan

 PMR mendekati dan tidak melebihi dosis maksimal, tetapi melibihi Dosis Lazim, maka
resep boleh diberikan (TOD). Akan tetapi, lebih baik diturunkan sesuai dengan dosis lazim
yaitu 250mg.
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 8 of 5
Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

2. Luminal

a. Dosis maksimum dewasa (FI ed III)

Sekali = 300mg

Sehari = 600mg

Maka, DM untuk anak 10th :

10
Sekali = x 300mg = 150mg
20

10
Sehari = x 600mg = 300mg
20

b. Dosis lazim untuk anak di atas 1 tahun (Depkes RI, 1979)

Sekali = 15mg - 20mg

Sehari = 45mg – 80mg

c. Pemakaian menurut resep (PMR)

1 x sehari 1 sendok makan

Maka :

120 mg
Sekali = = 14,63 mg / sendok makan
8,2

Sehari = 14,63 mg / sendok makan x 1 = 14,63 mg / sendok makan

 PMR mendekati dan tidak melebihi Dosis Lazim, maka resep boleh diberikan (TOD).

Perhitungan Dosis
Nilai Nilai Maks

22 25

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 9 of 5


Surakarta
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

E. Cara Kerja

Alat dan Bahan disiapkan, serta timbangan disetarakan



Bahan ditimbang sesuai dengan penimbangan bahannya, serta botol ditara.

PGS ditimbang 3,2 g dam dicampur dengan aqua sebanyak 22,4g ke dalam mortir,
kemudian diaduk ad mucilago

2,5g Paracetamol dan 120mg luminal dicampur hingga homogen, kemudian ditambahkan Larutan PGS
yang dibuat sebelumnya dengan sedikit demi sedikit hingga homogen

30g Syirup Simplex ditambahkan sedikit demi sedikit dan diaduk hingga homogen

Suspensi dimasukkan ke dalam botol dan ditambahkan aqua ad 160g dengan cara menimbangnya

Ditutup dan diberi etiket warna putih

Pada etiket diberi aturan “Kocok Dahulu”

Cara Kerja
Nilai Nilai Maks

12 15

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 10 of


Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

F. Penimbangan Bahan

1. Paracetamol
Berdasarkan resep sebanyak = 2,5 g = 2500mg
Sebaiknya diusulkan untuk penurunan dosis karena dosis terlalu tinggi, dengan perhitungan:
250mg x 8,2 sendok = 2050mg ~ 2,05g

2. Luminal
Berdasarkan resep sebanyak = 0,12g = 120 mg

3. PGS ( Pulvis Gumosus )


Berdasarkan IMO halaman 150 dan Farmasetika dasar halaman 204, PGS untuk obat keras
digunakan 2% dari berat total
Maka :
2% x 160g = 3,2 g
Dengan pembagian dari resep standarnya :
3,2 g
- Serbuk gom arab = x 1 bagian = 1,067g
3 bagian
3,2 g
- Serbuk Tragacanth = x 1 bagian = 1,067g
3 bagian
3,2 g
- Serbuk gula = x 1 bagian = 1,067g
3 bagian
o Aqua untuk PGS = 7 x PGS = 7 x 3,2g = 22,4g

4. Sirup Simplex

Berdasarkan resep sebanyak = 30 gram

Dengan pembagian dari resep standarnya :

30 g
- Gula = x 64g = 19,2g
100 g

30 g
- Air = x 36g = 10,8g
100 g

5. Aquadest

Aqua = 160 g - ( 2,5 + 0,12 + 3,2 + 22,4 + 30 ) g = 160 g – 58,22g = 101,78 g ~ 101,78 mL

Penimbangan Bahan
Nilai Nilai Maks
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 11 of
Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

7 10

G. Etiket
*
KOCOK DAHULU

* Tidak boleh diulang tanpa


resep dokter

*Coret yang tidak perlu

Etiket
Nilai Nilai Maks

40

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 12 of


Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

H. Copy Resep

Copy Resep
Nilai Nilai Maks

40

I. Pustaka

Anief, Moh. 2015. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.
Wikantyasing et Al. 2021. Farmasetika Dasar. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Pustaka
Nilai Nilai Maks

10

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 13 of


Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

J. LAMPIRAN

(Wikantyasing Et Al, 2021; 198)

(Wikantyasing Et Al, 2021; 197)

(Depkes RI, 1979; 32)

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 14 of


Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

(Wikantyasing Et Al, 2021, 201)

(Wikantyasing Et Al, 2021:200)

(Depkes RI, 1979; 323)


(Depkes RI, 1979; 271)

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 15 of


Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

(Wikantyasing et All, 2021; 204) (Anief, 2015; 150)

(Depkes RI, 1979; 279)

(Depkes RI, 1979;612)

(Depkes RI, 1979; 567)

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 16 of


Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

(Depkes RI, 1979; 96)

(Depkes RI, 1979; 481)

(Depkes RI, 1979; 268-269)

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 17 of


Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

(Depkes RI, 1979; 37)

(Depkes RI, 1979; 946)

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 18 of


Surakarta 5
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM FARMASETIKA I

(Depkes RI, 1979; 920)

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Page 19 of


Surakarta 5

Anda mungkin juga menyukai