Anda di halaman 1dari 15

A.

Rancangan Formula

Tiap 60 mL mengandung :

Sulfadiazin 167 mg

Sulfamerazin 167 mg

Sulfadimidin 167 mg

Na-CMC 1%

Natrium Benzoat 0,5 %

Polisorbat 80 0,1 %

Tartrazin q.s

Ol. Citri 0,5 %

Sukrosa 25 %

Aquades ad 100 %

B. Dasar Pemilihan Pre-Formulasi

1. Dasar Pemilihan sediaan

Berdasarkan sifat dari zat aktif yang tidak larut dalam air maka dibuat

sediaan suspensi yang dapat diterima oleh kalangan yang sulit

Aquadest ad 100%
menerima tablet atau kapsul terutama pada anak- anak atau orang

dewasa yang dalam kondisi harus menerima terapi antibiotik.

Didasarkan pada pasien yang sukar menerima tablet atau kapsul,

terutama bagi anak-anak dan lansia, dapat menutupi rasa obat yang

tidak enak atau pahit yang sering kita jumpai pada bentuk sediaan

obat, dan obat dalam bentuk sediaan suspensi lebih mudah diabsorbsi

daripada tablet atau kapsul dikarenakan luas permukaan kontak antara

zat aktif dan saluran cerna meningkat, oleh karena itu dibuatlah

sediaan suspensi.

Penggunaan dalam bentuk suspensi bila dibandingkan dengan

larutan sangatlah efisien sebab, suspensi dapat mengurangi penguraian

zat aktif yang tidak stabil dalam air

Keuntungan :

1. Beberapa obat yang tidak larut dalam media penerima oleh karena

itu harus dibuat sebagai padatan, bentuk sediaan bukan larutan

(tablet, kapsul,dll)atau sebagai suspensi

2. Rasa yang tidak enak dapat ditutupi dengan penggunaan suspensi

dari obat atau derivatif dari obat sebagai contoh yang terikat

kloramfenikol palmitat

3. Suspensi dibuat dari pertukaran ion damar yang mengandung obat

bentuk ion dapat digunakan tidak hanya untuk meminimalkan

rasa dari obat tetapi juga untuk menghasilkan produksi bereaksi

lama sebab obat-obatan mengalami pertuakaran yang lambat


untuk ion-ion lain dalam saluran pencernaan. Suspennsi secara

kimia lebih stabil dibanding larutan.

4. Suspensi merupakan bentuk sediaan yang ideal untuk pasien yang

sulit menelan tablet atau kapsul yang amat penting dalam

pembuatan obat untuk anak-anak.

5. Cairan yang mengandung bahan tidak larut memberikan

keuntungan baik untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar

untuk aksi perlindungan dan juga aksi diperpanjang. Kedua efek

ini dapat dicapai secara relatif dari obat yang tidak larut. Dalam

kasus suspensi untuk injeksi intamuskular bahan pensuspensi

diinginkan sebagai cadangan untuk meyakinkan aksi diperpanjang

dari obat

6. Suspensi juga mempunyai keuntungan dalam kestabilannya

dibanding dalam bentuk larutan

7. Rasa tergantung pada p-H larutan

8. Suspensi oral merupakan bentuk sediaan yang menguntungkan

untuk penggunaan pada anak-anak atau orang dewasa yang

mengalami kesulitan dalam menelan tablet atau kapsul

9. Ketahanan terhadap hidrolisis dan oksidasi umumnya bagus

dibandingkan larutan, suspensi dapat digunakan untuk menutupi

rasa dari obat,juga ada bagian penting dari populasi khususnya

anak-anak yang kesulitan dalam menelan tablet dan kapsul


10. Lotion dalam bentuk suspensi memberikan lapisan tipis obat pada

kulit, sedangkan bentuk cairnya memberikan efek dingin pada

kulit.

2. Studi preformulasi zat tambahan

a. Trisulfa

Trisulfa adalah kombinasi dari tiga sulfonamida biasanya

sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfadimidin dalam perbandingan

yang sama. Karena dosis setiap obat hanya sepertga dari dosis

biasanya dan daya larutnya masingmasing tidak saling dipengaruhi,

maka bahaya kristaluria sangat diperkecil. Pemberian bikarbonat

tidak diperlukan lagi, cukup dengan minum lebih dari 1,5 liter air

sehari selama pengobatan (OOP:139)

b. Sulfadiazin mudah diserap dari saluran pencernaan, konsentrasi

dalam puncak yang mencapai 3 – 6 jam setelah dosis tunggal

hingga 40% dari sulfadiazin dalam darah sebagai derivat, karena itu

kelarutannya rendah dan derivat asetilnya terdapat dalam urin ,

kristal urin lebih banyak ditemui setelah penggunaan sulfadiazin

daripada sulfamethaxazol (Martindale : 336).

c. Sulfamerazin adalah sulfonamida kerja pendek atau singkat yang

komponennya mirip sulfamethaxazol. Baiasanya diberikan bersama

sulfonamida lain atau trimetoprim. Sulfamerazin adalah derivat

metil sulfonamida dengan khasiat sama. Efek sampingnya lebih

sering terjadi begitu pula bahaya kristaluria lebih besar dan sering
dilaporkan kasus perusakan ginjal. Pada penggunaan sulfamerazin

digunakan 4 dd 1 g. Namun lebih sering digunakan dengan

kombinasi bersama sulfadiazin dengan dosis yang sama antara

ketiganya yaitu 167 mg (Martindale : 339)

d. Sulfadimidin adalah sulfonamida kerja pendek yang komponennya

mirip sulfamethaxazol. Diserap baik pada saluran intertisinal dan

sekitar 80-90% terikat pada protein plasma. Sulfadimidin telah

diberikan bersama sulfonamida secara partikular dengan

sulfadiazin dan sulfamerazin (Martindale :338).

3. Studi preformulasi zat tambahan

A. Natrium CMC

1. Nama Resmi : Natrii Carboxymethylcelulosum

2. Tujuan penggunaan : Sebagai suspending agent, karena dia bersifat

tiksotropik dimana sifat tiksotropik membuat

suspensi yang stabil. Tiksotropi adalah sifat

cairan yang mempunyai konsentrasi tinggi

dalam wadah namun mudah untuk dituang dan

disebar.

3. Konsentrasi : 0,25 – 5 %

4. Kelebihan : Dapat membuat aliran yang bagus untuk

suspensi yaitu aliran tiksotopik, non toksik dan

stabil
5. Kekurangan : Lama dalam pengerjaan karena Na –CMC

harus di kembangkan terlebih dahulu

6. p-H : 6 - 8 (larutan berair jenuh 25°C)

7. Pemerian : serbuk putih atau hampir putih, tidak berasa

dan berbau

8. Kelarutan : Dapat terdispersi dalam air, praktis tidak larut

dalam aseton, eter dan toluen

9. Penyimpanan : Harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,

ditempat sejuk dan kering.

10. Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan garam dan asam kuat,

dapat mengendap jika di tambahkan dengan

alkohol 95 %.

B. Natrium Benzoate

1. Nama Resmi : Natrii Benzoicum

2. Tujuan penggunaan :Sebagai pengawet atau antimikroba dalam

suspensi. Karena suspensi yang dibuat dari

pembawa air akan mudah ditumbuhi oleh

mikroorganisme, dalam handbook of

pharmaceutical excipient edisi 6 halaman 627

didalam larutan suspensi salah satu antimikroba

yang dianjurkan adalahnatrium benzoate

dengan kadar 0.1% untuk larutan dengan

pembawa air.
3. Konsentrasi : Dalam handbook of pharmaceutical excipient

edisi 6 halaman 627 konsentrasi natrium

benzoate dalam sediaan oral adalah 0.02 – 0.5 %.

4. Mekanisme kerja : Dalam handbook of pharmaceutical excipient

edisi 6 halaman 628, mekanisme kerja

pengawet natrium benzoate yaitu bersifat

bakteriostatik dan antijamur dengan cara,

didalam larutan natrium benzoat akan berubah

menjadi suatu asam yang tidak terdisosiasi yaitu

asam benzoate yang akan menembus membran

sel mikroba, kondisi dalam sel mikroba yang

biasanya netral akan berubah menjadi asam,

sehingga menimbulkan gangguan metabolisme

pada organel sel dari mikroba dan

mengakibatkan sel mikroba mati. Efikasi

pengawet pada ph 2-5

5. Kelebihan : Dalam handbook of pharmaceutical excipient

edisi 6 halaman 628 mudah larut dalam air

sehingga akan berubah menjadi senyawa aktif

yaitu asam benzoat sebagai bakteriostatik, telah

digunakan sebagai pengawet dalam berbagai

macam makanan, kosmetik maupun obat-

obatan.
6. Kekurangan : Dalam handbook of pharmaceutical excipient

edisi 6 halaman 628 daya awetnya kurang pada

p-H yang meningkat atau aktivitas

antimikrobanya bergantung pada p-H

substratnya, dapat diinaktifasi oleh konsentrasi

surfaktan yang tinggi dalam suspensi

7. p-H : 8 (larutan berair jenuh 25°C)

8. Pemerian : Dalam handbook of pharmaceutical excipient

edisi 6 halaman 627 bubuk kristal, bubuk

granular, sedikit higroskopik, tidak berbau, atau

berbau samar benzoin, dan memiliki rasa yang

manis dan tidak enak.

9. Kelarutan : Larut dalam 75 bagian etanol (95%), 50 bagian

etanol (90%), dalam 1.8 bagian air, dan 1.4

bagian air mendidih (100°C)

10. Penyimpanan : Harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,

ditempat sejuk dan kering.

11. Inkompatibilitas : Dalam handbook of pharmaceutical excipient

edisi 6 halaman 628, natrium benzoate

inkompatibel terhadap senyawa kuertener,

gelatin, garam besi, garam kalsium, garam

logam berat, termasuk perak, timbal, merkuri,


aktivitas pengawet berkurang jika terdapat

surfaktan kaolin dan nonionik.

C. Tween 80%

1. Nama resmi : Polysorbatum 80

2. Sinonim : Tween 80

3. Tujuan penggunaan: Sebagai pembasah dalam konsentrasi 0,1 dapat

membasahi partikel zat aktif sehingga

dapat menurunkan

tegangan antar muka, oleh

karena itu zat aktif dapat

terbasahi sempurna

dan mudah di

dispersikan dalam cairan

pembawanya

12. Konsentrasi : 0,1%

13. Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning

mudah hingga coklat muda, bau khas lemah,

rasa pahit dan hangat.

14. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak

berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam

15. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, lindungi dari

cahaya, ditempat sejuk dan kering.


16. Inkompatibilitas : akan berubah warna atau mengendap dengan

phenol, dan tannin

B. Sukrosa

1. Tujuan penggunaan: Sebagai pemanis pada konsentrasi 10 – 50 %,

dimana sukrosa merupakan pemanis alami

yang larut dengan air

2. Konsentrasi : 10-50%

3. Pemerian : Serbuk kristal atau hablur, tidak berwarna, rasa

manis, higroskopik.

4. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, tidak larut

dalam etanol 95%, kloroform dan dalam

propanol

5. Penyimpanan : Dalam wadah tertutp baik.

6. Inkompatibilitas : Dengan asam lemah dan asam kuat sukrosa

dapat terhidrolisis atau balik menjadi dekstosa

dan fruktosa (HOPE hal 596)

C. Oleum Citri

1. Tujuan Penggunaan: penambah aroma

2. Konsentrasi : 0,5 %

3. Mekanisme Kerja : Menambah aroma sediaan mengikuti rasa


4. Kelebihan : Paling umum digunakan dan disukai anak-

anak

5. Kekurangan : Larutan agak beropelesensi

6. Pemerian : Cairan kuning pucat atau kuning kehijauan bau

khas, rasa pedas dan agak pahit

7. Kelarutan :Larut dalam 12 bagian etanol 90% larut agak

beropalesensi dengan etanol mutlak

D. Tartrazine

1. Tujuan penggunaan: Digunakan sebagai pewarna pada sediaan

dengan penggunaan oleum citri sebagai

pengaroma

2. Konsentrasi : q.s (secukupnya)

3. Pemerian : Tepung berwarna kuning jingga.

4. Kelarutan : Mudah larut dalam air, sedikit larut dalam

alcohol 95% mudah larut dalam gliserol.

5. Penyimpanan : Wadah tertutup baik, tempat sejuk dan kering

6. Inkompatibilitas : Penambahan NaOH 30% dapat berubah warna

menjadi kemerah merahan.

E. Aquadest

1. Tujuan Penggunaan: Sebagai pembawa dan pelarut

2. Konsentrasi : sampai 100% stabil secara kimia


3. Mekanisme Kerja : menambah volume dan menjadi pelarut dalam

sediaan

4. Kelebihan : tidak toksik tidak berwarna, tidak berasa dan

tidak berbau

5. Kekurangan : mudah ditumbuhi mikroorganisme

6. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwrna, tidak berasa, dan

tidak berbau

7. pH :7

8. Stabilitas : stabil secara kimiawi

E. Cara Kerja

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditimbang semua bahan sesuai dengan perhitungan bahan

c. Dicampur ketiga sulfa sampai homogen dalam mortir.

d. Dimasukkan tween 80 ke dalam lumpang gerus bersama trisulfa

menggunakan alu.

e. Kemudian keluarkan (campuran 1).

f. Dikembangkan Na-CMC dengan air panas biarkan hingga

mengembang lalu dihomogenkan.

g. Dimasukkan Na-CMC ke dalam lumpang gerus homogen,

tambahkan sedikit air gerus homogen

h. Ditambahkan Na. Benzoat gerus ad homogen.

i. Larutkan sukrosa dengan sebagian air, tambahkan ke dlm

lumpang gerus ad homogen


j. Kemudian masukkan sediaan kedalam botol dan ditambahkan

aquadest sampai batas yg ditentukan.

k. Ditambahkan tartrazin secukupnya (1-2 tts) gerus homogen

l. Ditambahkan oleum citri kemudian tutup botol dan beri etiket.

Perhitungan

Tiap 5 mL mengandung :
5
1. Trisulfa : 60 𝑥 167 𝑚𝑔 = 13,91 𝑔 = 13.910 𝑚𝑔
0,1
2. Tween 80 : 100 𝑥 60 𝑚𝐿 = 0,06 𝑔 = 60 𝑚𝑔
1
3. Na CMC : 100 𝑥 60 𝑚𝐿 = 0,6 𝑔 = 600 𝑚𝑔
0,5
4. Na Benzoat : 100 𝑥 60 𝑚𝑙 = 0,05 𝑔 = 50 𝑚𝑔
5. Tartrazin : q.s (1-2 tts)
0,5
6. Ol Citric : 100 𝑥 60 𝑚𝐿 = 0,05 𝑔 = 50 𝑚𝑔
25
7. Sukrosa : 100 𝑥 60 𝑚𝐿 = 15 𝑔 = 15000 𝑚𝑔
8. Aquadest ad 100 %
Daftar Pustaka

Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe


R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E., London, Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Assosiastion.

Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Alih bahasa
Ibrahim, F. Jakarta : UI Press.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. DEPKES RI, Ditjen POM:
Jakarta.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. DEPKES RI, Ditjen
POM: Jakarta.

Anwar, E. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi : Karakterisasi dan Aplikasi.


Dian Rakyat: Jakarta.

Fatmawati, A., Michrun, N., Radhia, N. 2012. Teknologi Sediaan Farmasi.


STIFA: Makassar

Gunawan, S. 2013. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI:


Jakarta.

Tjay, H.T dan Rahardja, K. 2007. Obat-obat Penting Edisi Keenam. Elex Media
Komputindo, Gramedia: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai